Analisis Pengelolaan Limbah Padat dan Cair di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2011

(1)

ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DAN CAIR DI RSUD Dr. DJASAMEN SARAGIH

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh :

HERANY LORA THERESA SIMARMATA NIM : 091000220

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DAN CAIR DI RSUD Dr. DJASAMEN SARAGIH

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

HERANY LORA THERESA SIMARMATA Nim : 091000220

FAKULTAS KESEHATAN LINGKUNGAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

ANALISIS PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DAN CAIR DI RSUD Dr. DJASAMEN SARAGIH

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011

Yang Dipersiapkan dan dipertahankan Oleh:

HERANY LORA THERESA SIMARMATA NIM : 091000220

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 27 Juni 2011 Dan Dinyatakan

Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua penguji

Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S NIP : 19650109 199403 2 002

Penguji II

dr. Taufik Ashar, MKM NIP : 19780331 200312 1 001

Penguji I

Ir. Indra Chahaya S, M.Si NIP : 19681101 199303 2 005

Penguji III

dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes NIP : 19700219 199802 2 001 Medan 27 Juni 2011

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, M.S NIP : 19610831 198903 1 001


(4)

ABSTRAK

Rumah sakit dalam melaksanakan kegiatannya, menghasilkan limbah padat dan cair yang dapat mengganggu kesehatan. Jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan. Untuk itu perlu menganalisis masalah-masalah yang berhubungan dengan pengelolaan limbah padat dan cair rumah sakit.

Jenis penelitian adalah survey yang bersifat deskriptif yaitu untuk menganalisis pengelolaan limbah padat dan cair di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2011. Objek penelitian adalah unit pengelolaan limbah padat dan cair. Data diperoleh dengan cara wawancara dan observasi yang berpedoman pada Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004 dan di analisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah padat dan cair masih belum sesuai dengan Kepmenkes RI No.1204 tahun 2004. Pada pengelolaan limbah padat, tahap pemilahan, pengumpulan dan pembuangan akhirnya belum memenuhi syarat. Sumber daya seperti tenaga yang kurang terlatih dan tidak menggunakan alat pelindung diri, sarana yang masih belum memenuhi syarat merupakan masalah utama dalam pengelolaan limbah padat. Pada pengelolaan limbah cair didapati bahwa masalah pengelolaan lebih kepada teknis operasional yaitu dana pengoperasian yang mahal menyebabkan proses pengolahan belum optimal, juga pada tahap pengolahan biologis dengan pembiakan bakteri belum sempurna.

Kesimpulan penelitian ini adalah pengelolaan limbah padat dan cair di RSUD dr. Djasamen Saragih belum memenuhi syarat kesehatan lingkungan sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004. Sumber daya pengelola limbah yang belum optimal, sehingga perlu melakukan pelatihan dan pendidikan bagi tenaga pengelola limbah dari sumber hingga pembuangan akhir, penerapan pedoman yang sesuai standart dan aman, penyediaan alat dan sarana pengolah limbah yang aman bagi petugas dan lingkungan. Penetapan manajemen yang baik untuk efektifitas dan efisiensi pengelolaan limbah padat dan cair.

Kata kunci : pengelolaan limbah padat dan cair, rumah sakit


(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri

Nama : Herany Lora Theresa Simarmata Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/tanggal lahir : Pematangsiantar, 10 Desember 1982 Status Perkawinan : Belum menikah

Jumlah bersaudara : 5 orang

Alamat rumah : Jl. Besar No.114 Sipare-pare Kec. Air putih

Riwayat pendidikan

SD Neg No. 010216 Sipare-pare : 1989-1995

SLTP N I Air Putih : 1995-1998

SLTA N I Asahan : 1998-2001

D3 Kesehatan Lingkungan POLTEKKES Medan : 2002-2005 Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU : 2009-2011

Riwayat Pekerjaan

Staf Kesehatan Lingkungan di RSUD dr. Djasamen Saragih : 2006 - sekarang


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Allah Yang Maha Mulia dan kasih karunia keselamatan Jesus Kristus yang luar biasa sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengelolaan Limbah Padat dan Cair di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2011” sebagai syarat untuk mendapat gelar “Sarjana Kesehatan Masyarakat” di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dengan rasa hormat dan teristimewa kepada orang tua saya tercinta Hermina E.R br. Tambunan, dan R. Simarmata yang memberi banyak nasehat, semangat dan dukungan doa-doanya serta adik-adik saya Basaria, Jessy, Raja Armyden, Apriany.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S, sebagai Pembimbing I yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu membimbing dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Ir. Indra Chahaya S, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak


(8)

5. Direktur RSUD dr. Djasamen Saragih yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian.

6. Untuk Semua Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberi pengajaran dan pengarahan serta bantuannya selama pendidikan.

7. Kepada keluarga besar saya Tante, Bou/Ambo, Tulang/N’tulang, dan Opung dan semua keluarga besar Simarmata dan Tambunan yang selalu mendukung penyelesaian skripsi ini.

8. Buat kakak dan teman di RSUD dr. Djasamen Saragih, Alfride, Susi, Alina, Rotua yang sangat peduli dan mendukung, adik-adik kost TwoQchong: Kartini, Lisma, Vina, dan Lina dan semua teman-teman seperjuangan peminatan Kesling: Dulimar, Kasanti, Bang Jumani, Kajernita, Nova, Kamasdiana dan Kayanti serta semua teman-teman stambuk 09 lainnya yang mendukung, memberi semangat, dan mendoakan saya.

9. Buat semua pihak yang membantu terselesaikannya skripsi ini.

Medan, Juni 2011

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan...i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Daftar lampiran ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 5

1.3.1Tujuan Umum ... 5

1.3.2Tujuan Khusus ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Sanitasi Rumah sakit... 7

2.1.1Pengertian Rumah sakit... 7

2.1.2Pengertian Sanitasi Rumah Sakit ... 7

2.1.3Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Rumah sakit ... 8

2.2 Sumber Daya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit ... 9

2.2.1Pengertian Manajemen Rumah Sakit ... 9

2.2.2Sumber Daya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit ... 11

2.2.2.1Man (SDM) ... 11

2.2.2.2Money (uang) ... 15

2.2.2.3Sarana dan prasarana (machine) ... 16

2.2.2.4Methods (metode) ... 16

2.2.2.5Market (pasar) ... 17

2.2.3Manfaat Manajemen Rumah Sakit ... 17

2.3 Limbah Rumah Sakit ... 20

2.3.1Pengertian Limbah Rumah sakit ... 20

2.3.2Sumber Limbah Rumah Sakit ... 23

2.4 Kualitas limbah Padat dan Cair Rumah Sakit ... 26

2.4.1Kualitas Limbah Padat ... 26

2.4.2Parameter Limbah Cair ... 26

2.5 Dampak Limbah Terhadap Kesehatan dan Lingkungan... 27

2.5.1Bahaya Akibat Limbah Infeksius dan Benda Tajam ... 28

2.5.2Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi ... 29

2.5.3Bahaya Limbah Radioaktif ... 29 vii


(10)

2.6 Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit ... 30

2.6.1 Teknologi pengolahan limbah padat Rumah Sakit ... 30

2.6.2 Penanganan limbah di sumber limbah ... 34

2.6.3 Pengangkutan limbah Padat... 39

2.6.4 Pembuangan dan pemusnahan ... 41

2.7 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit ... 46

2.7.1 Teknologi Pengolahan Limbah Cair ... 46

2.7.2 Sifat limbah yang dibuang ke saluran ... 47

2.7.3 Pengolahan sekunder dengan lumpur aktif... 52

2.7.4 Pengolahan dengan sistem kolam oksidasi... 54

2.7.5 Pengolahan dengan sistem biofilter ... 54

2.7.6 Pengolahan dengan sistem aerasi kontak ... 57

2.7.7 Pengolahan dengan sistem aerasi atau kolam stabilitas ... 58

2.7.8 Anaerobic filter treatment system ... 60

2.8 Kerangka Konsep ... 61

BAB III METODE PENELITIAN ... 62

3.1 Jenis Penelitian ... 62

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 62

3.2.1 Lokasi ... 62

3.2.2 Waktu ... 62

3.3 Objek Penelitian ... 63

3.4 Infoman Penelitian ... 63

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 63

3.5.1 Data Primer ... 63

3.5.2 Data Sekunder ... 64

3.6 Definisi Operasional ... 65

3.7 Aspek Pengukuran ... 66

3.8 Analisa Data ... 66

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 67

4.1 Gambaran Umum RSUD dr. Djasamen Saragih ... 67

4.1.1. Sejarah Rumah Sakit RSUD dr. Djasamen Saragih ... 67

4.1.2. Visi dan Misi RSUD dr. Djasamen Saragih ... 69

4.1.3. Ketenagaan ... 70

4.1.4. Dana ... 72

4.1.5. Sarana dan Prasarana ... 73

4.2 Pengelolaan Limbah di RSUD dr. Djasamen Saragih ... 75

4.2.1 Sumber daya penanganan limbah di RSUD dr. Djasamen Saragih ... 75

4.2.2 Penanganan limbah padat di RSUD dr. Djasamen Saragih ... 83

4.2.2.1 Pemilahan ... 83

4.2.2.2 Pengumpulan ... 85


(11)

4.2.2.4Penyimpanan sementara ... 87

4.2.2.4 Pembuangan Akhir ... 87

4.2.3 Penanganan limbah cair di RSUD dr.Djasamen Saragih 89 4.2.3.1Saluran Air Limbah ... 89

4.2.3.2Pengumpulan Air Limbah Pada Lift station ... 90

4.2.3.3Pengolahan Air Limbah RSUD dr. Djasamen Saragih ... 90

4.2.3.4Pembuangan Air Limbah ... 91

4.3 Persyaratan pengelolaan limbah padat dan cair ... 92

BAB V PEMBAHASAN ... 94

5.1. Sumber Daya Pengelolaan Limbah ... 94

5.1.1 Tenaga pengelola Limbah ... 94

5.1.2 Dana/Keungan Pengelolaan Limbah ... 97

5.1.3 Sarana dan Prasarana... 98

5.1.4 Pedoman Teknis ... 99

5.2. Pengelolaan Limbah Padat RSUD dr. Djasamen Saragih ... 100

5.2.1 Pemilahan dan Pengumpulan... 100

5.2.2 Pemindahan dan Pengangkutan ... 104

5.2.3 Penyimpanan sementara ... 106

5.2.4 Pembuangan dan Pemusnahan ... 107

5.3. Pengelolaan Limbah Cair RSUD dr. Djasamen Saragih ... 108

5.3.1 Saluran Air Limbah ... 108

5.3.2 Pengumpulan Air Limbah ... 109

5.3.3 Pengolahan Air limbah ... 109

5.3.4 Pembuangan Air Limbah... 110

5.4 Prasyarat pengelolaan limbah padat dan cair di RSUD dr. Djasamen Saragih ... 111

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

6.1. Kesimpulan... 112

6.2. Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ...xiii LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori ... 43

2.2. Karakteristik operasional proses pengolahan air limbah dengan Proses biologis………. 51

4.1. Prestasi RSUD dr. Djasamen Saragih ... 68

4.2. Jumlah Tenaga Medis Berdasarkan Pendidikan/Spesialisasi ... 70

4.3. Tenaga Paramedis perawatan berdasarkan pendidikan ... 71

4.4. Tenaga paramedis Non Perawatan berdasarkan pendidikan ... 71

4.5. Data Kepegawaian Berdasarkan Golongan ... 72

4.6. Fasitas Pelayanan Rumah sakit ... 73

4.7. Instalasi Rawat Inap dan kapasitas tempat tidur ... 74

4.8. Dana Pengelolaan Limbah padat tahun 2010 ... 80

4.9. Jenis-jenis limbah padat di ruangan ... 85

4.10. Distribusi jumlah tempat sampah yang memenuhisyarat ... 88

4.11. Disribusi jumlah petugas yang menggunakan APD ... 88

4.12. Distribusi Waktu pengangkutan limbah padat ... 89

4.13. Penilaian scoring pengelolaan limbah padat dan cair ... 92


(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Penanganan Limbah konvensional... 36

2.2. Penanganan Limbah Padat tidak berbahaya ... 33

2.3. Penanganan Limbah Padat Berbahaya ... 34

2.4. Penanganan Limbah cair ... 48

2.5. Klasifikasi proses pengolahan air limbah secara biologis aerobic... 50

2.6. Diagram proses pengolahan air limbah proses lumpur aktif ... 52

2.7. Teknologi pengolahan limbah sekunder aktivative sluge ... 53

2.8. Pembagian kolam oksidasi ... 54

2.9. Diagram proses pengolahan air limbah ... 55

2.10. Diagram proses air limbah rumah tangga ... 56

2.11. Kerangka Konsep ... 61

4.1 Struktur Tugas Sanitasi ... 76


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul 1. Pedoman Wawancara dan Observasi

2. Nama Responden Penelitian

3. Surat Izin penelitian dari RSUD dr.Djasamen Saragih

4. Surat keterangan selesai mengadakan penelitian dari RSUD dr.Djasamen Saragih

5. Denah Lokasi IPAL dan Incinerator 6. Unit Pengolahan Limbah Padat 7. Unit Pengolah limbah cair

8. Dokumentasi penelitian limbah padat dan cair


(15)

ABSTRAK

Rumah sakit dalam melaksanakan kegiatannya, menghasilkan limbah padat dan cair yang dapat mengganggu kesehatan. Jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan. Untuk itu perlu menganalisis masalah-masalah yang berhubungan dengan pengelolaan limbah padat dan cair rumah sakit.

Jenis penelitian adalah survey yang bersifat deskriptif yaitu untuk menganalisis pengelolaan limbah padat dan cair di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar tahun 2011. Objek penelitian adalah unit pengelolaan limbah padat dan cair. Data diperoleh dengan cara wawancara dan observasi yang berpedoman pada Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004 dan di analisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan limbah padat dan cair masih belum sesuai dengan Kepmenkes RI No.1204 tahun 2004. Pada pengelolaan limbah padat, tahap pemilahan, pengumpulan dan pembuangan akhirnya belum memenuhi syarat. Sumber daya seperti tenaga yang kurang terlatih dan tidak menggunakan alat pelindung diri, sarana yang masih belum memenuhi syarat merupakan masalah utama dalam pengelolaan limbah padat. Pada pengelolaan limbah cair didapati bahwa masalah pengelolaan lebih kepada teknis operasional yaitu dana pengoperasian yang mahal menyebabkan proses pengolahan belum optimal, juga pada tahap pengolahan biologis dengan pembiakan bakteri belum sempurna.

Kesimpulan penelitian ini adalah pengelolaan limbah padat dan cair di RSUD dr. Djasamen Saragih belum memenuhi syarat kesehatan lingkungan sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004. Sumber daya pengelola limbah yang belum optimal, sehingga perlu melakukan pelatihan dan pendidikan bagi tenaga pengelola limbah dari sumber hingga pembuangan akhir, penerapan pedoman yang sesuai standart dan aman, penyediaan alat dan sarana pengolah limbah yang aman bagi petugas dan lingkungan. Penetapan manajemen yang baik untuk efektifitas dan efisiensi pengelolaan limbah padat dan cair.

Kata kunci : pengelolaan limbah padat dan cair, rumah sakit


(16)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional Indonesia yang diatur di dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Dijelaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan nasional (Depkes RI, 2009).

Rumah sakit (RS) adalah salah satu industri jasa yang memberi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dan berfungsi sosial serta menyelenggarakan kegiatan yang meliputi preventif, promotif dan rehabilitatif. Dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat, institusi RS secara langsung menghasilkan limbah buangan berbentuk padat, cair dan gas yang berasal dari pelayanan medis (rawat inap, rawat jalan/Poliklinik, rawat intensif, rawat darurat, haemodialisa, kamar jenazah dan bedah sentral). Dari penunjang medis (dapur pusat, laundry, laboratorium klinik, laboratorium patologi anatomi dan radiologi) dan dari perkantoran serta fasilitas sosial (perkantoran dan administrasi, asrama pegawai dan co-As, rumah dinas, dan lain-lain).


(17)

Limbah Rumah sakit adalah buangan hasil proses kegiatan dimana sebagian limbah tersebut merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang mengandung mikroorganisme pathogen, infeksius dan radioaktif. Limbah tersebut sebagian dapat dimanfaatkan ulang dengan teknologi tertentu dan sebagian lainnya sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali. Dengan demikian limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh seluruh kegiatan rumah sakit (Depkes RI, 2006).

Menurut Undang-undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan dan penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

Rumah sakit dalam melaksanakan fungsinya menghasilkan/menimbulkan berbagai buangan baik itu limbah cair, maupun limbah padat. Dalam hal ini jika tidak diberi penanganan yang baik maka dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan baik kepada pasien rumah sakit maupun kepada pegawai rumah sakit yang bekerja di rumah sakit tersebut dan ini tentu saja merugikan rumah sakit itu sendiri dan


(18)

lingkungan sekitarnya. Namun penanganan limbah dari sejumlah rumah sakit masih belum memenuhi standar, hampir semua rumah sakit daerah di Indonesia tidak memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) untuk mengolah limbah cair dan incinerator (tungku pembakar) untuk mengelola limbah padat dan radioaktif, termasuk juga sistem pewadahan khusus yang seharusnya dibedakan antara limbah berbahaya dengan limbah lainnya tampaknya belum dilakukan.

Berdasarkan hasil studi Noor tahun 2002, mengenai IPAL rumah sakit diketahui bahwa baru 49% dari 1.176 rumah sakit (526 rumah sakit pemerintah dan 650 rumah sakit milik swasta) di 30 provinsi di Indonesia, ternyata baru 648 rumah sakit yang memiliki mesin pembakar sampah (incinerator) dan 36% memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), bahkan kondisi sebagian diantaranya tidak berfungsi sama sekali. Demikian juga Rumah sakit yang berada di Kota Pematangsiantar, hampir semua Rumah Sakit yang ada di kota Pematangsiantar tidak mempunyai IPAL dalam mengelola limbah cairnya dan incenerator dalam mengelola limbah padatnya kecuali RSUD dr. Djasamen Saragih. Namun hal itupun dalam pengelolaan limbah medis dan non medisnya, masih belum melaksanakan sesuai dengan Kepmenkes RI no.1204/Menkes/SK/X/2004 (Rasta, 2008).

RSU dr. Djasamen Saragih adalah rumah sakit Pemerintah Kotamadya Pematangsiantar yang berlokasi ditengah-tengah pemukiman penduduk dan pada pusat kota. Dalam pengelolaan limbahnya telah menggunakan IPAL untuk limbah cair, dan incinerator untuk limbah padat. Sejak tahun 2004 telah aktif melakukan pengelolaan limbah cair dan limbah padat termasuk dalam MoU dengan rumah sakit swasta, laboratorium klinik dan patologi anatomi, serta beberapa Puskesmas Kota


(19)

dalam mengelola limbah padat. Dengan demikian, pengelolaan limbah yang dilakukan oleh RSUD dr. Djasamen Saragih bukan hanya berasal dari rumah sakit itu sendiri tetapi juga beberapa limbah medis padat yang berasal dari RS dan klinik di Kota Pematangsiantar.

Berdasarkan survai yang dilaksanakan oleh petugas sanitarian RSUD dr. Djasamen Saragih pada tahun 2010 (laporan bulanan Instalasi Kesehatan Lingkungan), masih didapati beberapa masalah dalam pengelolaan limbah padat, yaitu : pemisahan antara limbah medis dan limbah non medis belum dlaksanakan dengan baik, hal ini dilihat dengan masih adanya limbah medis yang bercampur dengan limbah non medis, sarana dan prasarana untuk pengelolaan limbah padat belum memadai seperti bak-bak sampah yang tidak mempunyai tutup dan tidak dilapisi dengan kantong plastik berwarna sesuai dengan jenisnya, serta jumlahnya kurang, alat pengangkut sampah yang tidak memenuhi syarat, prosedur kerja dan prosedur penerimaan sampah medis dari pihak yang melakukan Mou belum ada.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang Analisis Pengelolaan Limbah Padat dan Cair di RSUD dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2011. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan limbah padat dan cair mulai dari sumber limbah hingga pengolahan akhir, dan bagaimana sumber daya yang tersedia dalam pengolahan limbah padat dan cair di RSU dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar.


(20)

1.2.Perumusan Masalah

Rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan harus mampu menciptakan lingkungan yang sehat, salah satu caranya adalah dengan melakukan pengelolaan limbah secara baik. Selama ini di RSUD dr. Djasamen Saragih masih didapati limbah yang tidak dikekola dengan baik, penanganan limbah tanpa pedoman teknis dan tempat pengumpul limbah tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu, penting kiranya dilakukan analisis pengelolaan limbah di RSUD dr. Djasamen Saragih untuk mengetahui bagaimanakah sistem pengelolaan limbah padat dan cair di RSU dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2011.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis pengelolaan limbah padat dan cair di RSUD dr.Djasamen Saragih Pematangsiantar Tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Menganalisis sumber daya penanganan limbah RS meliputi jumlah tenaga, dana yang tersedia, sarana dan prasarana, dan pedoman teknis pengolahan limbah padat dan cair

2. Menganalisis penanganan limbah padat RSUD dr. Djasamen Saragih yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan, penyimpanan sementara hingga pemusnahan limbah padat.


(21)

3. Menganalisis penanganan limbah cair RSUD dr. Djasamen Saragih yang meliputi saluran, pengumpulan limbah, pengolahan limbah ( IPAL), dan pembuangan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara pada umumnya dan khususnya bagi peminatan Kesehatan Lingkungan.

2. Sebagai bahan masukan dalam menyusun pedoman pelaksanaan kegiatan penanganan limbah rumah sakit di Pematangsiantar, baik untuk limbah padat maupun limbah cair.

3. Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis di bidang sanitasi khususnya penanganan limbah rumah sakit.

4. Menambah pengetahuan bagi pembaca tentang penanganan limbah rumah sakit di Pematangsiantar.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit (RS) adalah sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes RI, 2004).

Menurut perumusan WHO yang dikutip Harafiah dan Amir (1999), Pengertian Rumah Sakit adalah suatu keadaan usaha yang menyediakan pemondokan yang memberikan jasa pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas tindakan observasi, diagnostik, therapeutik, dan rehabilitasi untuk orang-orang yang menderita sakit, terluka dan untuk mereka yang mau melahirkan.

2.1.2 Pengertian Sanitasi Rumah Sakit

Sanitasi adalah suatu cara untuk mencegah berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan (Arifin, 2009).

Kesehatan lingkungan adalah: upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat (Arifin, 2009).


(23)

Kesehatan lingkungan rumah sakit diartikan sebagai upaya penyehatan dan pengawasan lingkungan rumah sakit yang mungkin berisiko menimbulkan penyakit dan atau gangguan kesehatan bagi masyarakat sehingga terciptanya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009).

Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit meliputi kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan penanganan secara lintas program dan lintas sektor serta berdimensi multi disiplin, untuk itu diperlukan tenaga dan prasarana yang memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2004).

2.1.3 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Rumah sakit

Adapun persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit berdasarkan Permenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004 adalah meliputi : sanitasi pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi, biologi, dan sosial psikologi di rumah sakit. Program sanitasi di rumah sakit terdiri dari penyehatan bangunan dan ruangan, penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air, penyehatan tempat pencucian umum termasuk tempat pencucian linen, pengendalian serangga dan tikus, sterilisasi/desinfeksi, perlindungan radiasi, penyuluhan kesehatan lingkungan, pengendalian infeksi nosokomial, dan pengelolaan sampah/limbah (Depkes RI, 2004).

2.2 Sumber Daya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit 2.2.1 Pengertian Manajemen Rumah Sakit

Harold koonts dan Cyrill O. Donnel dalam bukunya yang berjudul prinsiple of management yang dikutip oleh Marsum dan Siti Fauziah (2007), Manajemen ialah


(24)

suatu usaha untuk mendapatkan sesuatu yang dilakukan melalui orang lain yang meliputi manajemen tradisional yaitu pendekatan yang dilakukan adalah coba-coba, keberhasilan yang dicapai bersifat kebetulan dan tidak efektif. Manajemen modern yaitu pendekatan yang dilakukan menerapkan prinsip-prinsip ilmiah, upaya mencapai tujuan dilakukan secara sistematis dan rasional didasarkan atas data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, dan tujuan dapat tercapai secara efektik dan efisien.

Manajemen dapat diartikan suatu proses untuk menciptakan, memelihara dan mengoperasikan organisasi dengan tujuan tertentu melalui upaya manusia yang sistematis, terkoordinasi dan koperatif. Suatu proses menganalisa, menerapkan tujuan, sasaran, serta penjabaran tugas dan kewajiban secara baik dan efisien. Proses pemanfaatan sumber daya manusia (SDM), uang, bahan dan alat yang dianalisis dan diatur secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan SDM, sumber daya lainya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan ( Marsum.dkk, 2007).

Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya melalui proses perencanaan, pengorganisasian, dan adanya kemampuan pengendalian untuk mencapai tujuan. Tujuan manajemen rumah sakit seperti berikut ini:

a. Menyiapkan sumber daya.

b. Mengevaluasi efektifitas.


(25)

d. Efisiensi.

e. Kualitas.

Dalam kegiatan organisasi rumah sakit yang kompleks pengalaman saja tidak akan cukup, penanganannya tidak bisa lagi atas dasar kira-kira dan selera, hal ini disebabkan oleh :

a. Sumber daya yang makin sulit dan mahal.

b. Era kompetisi yang menuntut pelayanan prima.

c. Tuntutan masyarakat yang makin berkembang.

Manajemen profesional berarti melaksanakan manajemen dengan tata cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka memerlukan orang yang terlatih pula secara benar dan tepat. Dalam rangka melaksanakan pelayanan yang berorientasi pada pasien, dan menjaga mutu pelayanan perlu dengan manajemen yang handal, dengan demikian segala hal yang diperlukan akan tersedia dalam bentuk:

a. Tepat jumlah

b. Tepat waktu

c. Tepat sasaran (Hapsari, 2010)

Manajemen lingkungan rumah sakit merupakan manajemen yang tidak statis, tetapi sesuatu yang dinamis sehingga diperlukan adaptasi atau penyesuaian bila terjadi perubahan di rumah sakit, yang mencakup sumber daya, proses dan kegiatan


(26)

rumah sakit, juga apabila terjadi perubahan di luar rumah sakit, misalnya perubahan peraturan perundang-undangan dan pengetahuan yang disebabkan oleh perkembangan teknologi. Berbagai manfaat yang bisa didapat apabila menerapkan sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah yang terpenting perlindungan terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Spesifikasi manajemen rumah sakit akan memberikan garis besar pengelolaan lingkungan yang didesain untuk semua aspek, yaitu operasional, produk, dan jasa dari rumah sakit secara terpadu dan saling terkait satu sama lain (Adisasmito, 2007).

Penerapan manajemen pengolahan limbah dalam upaya kesehatan masyarakat yang merupakan serangkaian kegiatan manajemen limbah mulai dari sumbernya hingga hasil akhir limbah setelah diolah. Manajemen diterapkan mulai dari sumber daya yang tersedia, proses pengelolaan limbah hingga evaluasi terhadap kegiatan pengolahan ( Adisasmito, 2007)

2.2.2 Sumber Daya Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Sumber daya diperlukan dalam mencapai tujuan pengelolaan limbah rumah sakit. Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan sumber daya manusia sebagai sumber daya aktif, dana atau keuangan, sarana dan prasarana (machine), metode yang digunakan, pasar (market).

2.2.2.1 Man (SDM)

Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia


(27)

adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan.

Manajemen tidak lepas dari SDM ( sumber daya aktif), koordinasi antar manusia yang dikendalikan untuk mencapai tujuan merupakan proses manajemen yang meliputi 5 (lima) elemen dasar sumber daya manusia :

1. Kegiatan sumber daya untuk mencapai tujuan, 2. proses dilakukan secara rasional,

3. melalui manusia lain,

4. menggunakan metode dan teknik tertentu, 5. dalam lingkungan organisasi tertentu.

Prinsip-prinsip umum manajemen yang berkaitan dengan sumber daya manusia, sebagai berikut:

1. Adanya pembagian kerja, kualitas anggota perlu diperhatikan baik fisik, mental, pendidikan, pengalaman, keimanan,dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Disiplin, merupakan ketaatan, kepatuhan untuk mengikuti aturan yang menjadi

tanggung jawabnya

3. Kewenangan dan tanggung jawab setiap pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai pembagian tugas yang diberikan kepadanya

4. Memberi prioritas kepada kepentingan umum

5. Penggajian pegawai dan karyawan, sangat menentukan dalam kelancaran tugas 6. Pusat kewenangan yang berdampak kepada perumusan pertanggungjawaban


(28)

7. Mekanisme kerja dalam organisasi sehingga anggota tahu siapa yang menjadi atasan dan bertanggung jawab kepada siapa dan sebaliknya

8. Keamanan

9. Inovasi, pengembangan inisiatif dari pekerja agar berkembang kearah perubahan kemajuan

10.Semangat bekerja sama

Hubungan manajemen dengan sumber daya manusia, merupakan proses usaha pencapaian tujuan melalui kerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan (Marsum dkk, 2009).

Pengorganisasian usaha sanitasi rumah sakit harus mencerminkan fungsi dinamis dengan wadah kegiatan terdiri dari unsur:

1. Pimpinan layanan sanitasi rumah sakit

2. Teknis sanitasi

3. Penunjang layanan sanitasi

Adapun tugas-tugas dalam sanitasi rumah sakit yaitu:

1. Mengembangkan prosedur rutin termasuk manual untuk pelaksanaannya.

2. Melatih dan mengawasi karyawan-karyawan tertentu termasuk petugas cleaning service.

3. Membagi tugas dan tanggung jawab.


(29)

Petugas yang berwenang dalam pelaksanaan usaha sanitasi rumah sakit merupakan kunci dalam panitia/komite keamanan dan harus melaksanakan tugasnya dalam pengawasan infeksi. Petugas harus melakukan suatu pengamatan (surveilence) sanitasi yang efektif dan melaporkan pelaksanaan programnya kepada pimpinan rumah sakit. Petugas sanitasi rumah sakit menentukan hasil layanan yang paling dominan dalam usaha pelayanan sanitasi rumah sakit. Petugas sebagai pemberi layanan kepada penderita dapat mempengaruhi proses pengobatan. Hubungan psikobiososial penderita dengan petugas maupun dengan pengunjung dapat mempengaruhi hasil penyembuhan, lebih-lebih apabila interaksi faktor biopsikososial ini berproses dalam suasana lingkungan yang bersih, nyaman, dan asri (Hapsari, 2010).

Tenaga sanitasi rumah sakit adalah unsur (provider) utama yang bertanggung jawab terhadap layanan sanitasi rumah sakit. Upaya penyehatan lingkungan RS meliputi kegiatan-kegiatan yang kompleks sehingga memerlukan tenaga dengan kualifikasi sebagai berikut:

1. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas A dan B (rumah sakit pemerintah) dan yang setingkat adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi sanitarian serendah-rendahnya berijazah sarjana (S1) di bidang kesehatan lingkungan, teknik lingkungan, biologi, teknik kimia, dan teknik sipil.

2. Penanggung jawab kesehatan lingkungan di RS kelas C dan D (rumah sakit pemerintah) dan yang setingkat adalah tenaga yang memiliki kualifikasi


(30)

sanitarian serendah-rendahnya berijazah diploma (D3) dibidang kesehatan lingkungan.

3. Rumah sakit pemerintah maupun swasta yang sebagian kegiatan kesehatan lingkungannya dilaksanakan oleh pihak ketiga, maka tenaganya harus berpendidikan sanitarian dan telah mengikuti pelatihan khusus dibidang kesehatan lingkungan rumah sakit yang diselenggarakan olehpemerintah atau badan lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

4. Tenaga sebagaimana yang dimaksud pada butir 1 dan 2, diusahakan mengikuti pelatihan khusus di bidang kesehatan lingkungan rumah sakityang diselenggarakan oleh pemerintah atau pihak lain terkait, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku (Depkes RI, 2004).

Tenaga pengelola limbah padat dan cair RS meliputi :

1. Tenaga pengelola limbah padat/sampah

a. Sampah dari tiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan oleh tenaga perawat khususnya yang menyangkut pemisahan sampah medis dan non medis, sedang ruang lain dapat dilakukan oleh tenaga kebersihan. b. Proses pengangkutan sampah dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifkasi

SMP ditambah latihan khusus.

c. Pengawasan pengelolaan sampah rumah sakit dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.


(31)

a. Tenaga pelaksana meliputi pengawas sistem plumbing dan operator proses pengolahan

b. Kualifikasi tenaga untuk kegiatan tersebut dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus

c. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D3 atau D4 ditambah latihan khusus (Depkes RI, 2002)

2.2.2.2 Money (Uang)

Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu, uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi (Hapsari, 2010).

2.2.2.3 Sarana dan Prasarana (Machines)

Sarana dan prasarana adalah sarana yang minimal dapat menunjang pelaksanaan Manajemen lingkungan sanitasi untuk kegiatan promotif dan preventif. Pelaksanaan pelayanan sanitasi juga harus ditunjang kelengkapan materi yang diperlukan berupa proses administrasi, pencatatan dan pelaporan, dan pedoman buku petunjuk teknis sanitasi (Depkes RI, 2009)


(32)

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Depkes RI, 2009).

2.2.2.4 Methods (Metode)

Dalam pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Suatu tata cara kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan. Sebuah metode dapat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri (Marsum dkk, 2007).

Upaya pengelolaan limbah RS dapat dilaksanakan dengan menyiapkan perangkat lunaknya yang berupa peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS. Unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegitan pelayanan RS (termasuk pengelolaan limbahnya), yaitu :

1. Pemrakarsa atau penanggung jawab RS 2. Pengguna jasa pelayanan RS


(33)

4. Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang diperlukan (Adisasmito, 2007).

2.2.2.5 Market (Pasar)

Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Supaya pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen (Hapsari, 2010).

2.2.3 Manfaat Manajemen RS

Beberapa manfaat yang diperoleh bila kita menerapkan sistem manajemen lingkungan rumah sakit adalah sebagai berikut :

1. Perlindungan terhadap lingkungan

Dampak positif yang paling bermanfaat untuk lingkungan dengan diterapkannya system manajemen rumah sakit adalah pengurangan limbah berbahaya dan beracun (B3) termasuk di dalamnya limbah Infeksius. Selain itu minimisasi limbah sebagai bagian kunci dari penerapan sistem manajemen lingkungan rumah sakit melalui pendekatan 3R (Reuse, Recycle, dan Recovery) dapat mengurangi pemakaian bahan baku sehingga jumlah limbah yang dihasilkan relatif lebih sedikit yang berarti juga biaya pengolahannya relatif lebih murah.


(34)

2. Manajemen lingkungan

Sistem manajemen lingkungan akan membantu rumah sakit membuat kerangka manajemen lingkungan yang lebih konsisten dan dapat diandalkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Spesifikasi manajemen lingkungan akan memberikan garis-garis besar pengelolaan lingkungan yang didesain untuk semua aspek yaitu, operasional, produk, dan jasa di rumah sakit secara terpadu dan saling terkait satu sama lain.

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia

Penerapan sistem manajemen lingkungan rumah sakit dapat membawa perubahan kondisi kerja di rumah sakit. Hal ini merupakan harapan yang cukup realistis karena sistem manajemen lingkungan rumah sakit menekankan peningkatan kepedulian, pendidikan, pelatihan, dan kesadaran dari semua karyawan sehingga mereka mengerti dan tanggap terhadap konsekuensi pekerjaannya. Keterlibatan karyawan dalam proses manajemen lingkungan juga akan meningkatkan budaya sadar dan kepedulian untuk bersama-sama memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan di sekitarnya.

4. Kontinuitas peningkatan performa lingkungan rumah sakit

Sistem manajemen lingkungan rumah sakit tidak didesain untuk menilai tingkat lingkungan misalnya tingkat teknologi pengelolaan lingkungan atau limbah. Namun dengan melakukan sistem manajemen lingkungan rumah sakit, manajemen lingkungan rumah sakit dapat menjamin dan mengembangkan kemampuannya


(35)

untuk memenuhi kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan. Dengan demikian kinerja pengelolaan lingkungan berjalan seperti spiral yang terus berputar kearah dan mengarah ke kondisi yang lebih baik.

5. Peraturan perundang-undangan

Dengan menerapkan sistem manajemen lingkungan maka ada peluang bagi rumah sakit untuk membuktikan kepatuhannya terhadap peraturan perundangundangan atau menunjukan kepedulian terhadap pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Sebagian rumah sakit yang telah berdiri selama beberapa tahun kemungkinan telah dapat menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang telah di tetapkan. Apabila tidak saat ini rumah sakit tersebut pasti terkena tuntutan hukum dan publisitas negatif. Pemberian denda juga dapat menyebabkan bangkrutnya rumah sakit.

6. Bagian dari manajemen mutu terpadu

Manajemen mutu terpadu atau yang lebih dikenal sebagai total quality management (TQM) merupakan strategi utama rumah sakit dalam mencapai tujuannya, meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi dan pendokumentasian. Sistem manajemen rumah sakit dalam hal ini juga mengandung berbagai tehnik manajemen yang menggunakan pendekatan TQM sehingga implementasi sistem manajemen lingkungan rumah sakit secara langsung mendukung pelaksanaan manajemen mutu terpadu.


(36)

Sistem manajemen lingkungan rumah sakit menawarkan keuntungan financial baik jangka pendek maupun jangka panjang. Efisiensi pemakaian berbagai sumber daya dan minimisasi limbah yang dihasilkan berarti mengurangi biaya untuk pengadaaan sumber daya dan biaya untuk pengolahan limbah. Penggunaan kembali dan pendaurulangan limbah dapat menjadi tambahan pemasukan financial rumah sakit. Setelah sejumlah biaya dikeluarkan untuk membuat dan menerapkan program-program lingkungan yang belum ada dalam rangka memperoleh sertifikasi secara tidak langsung akan menjadi suatu penghematan biaya dalam jangka panjang terutama dalam hal pembersihan dan pengawasan lingkungan.

8. Meningkatkan citra rumah sakit.

Rumah Sakit yang memiliki sertifikasi ISO 14001 telah menunjukkan bahwa rumah sakit tersebut benar-benar peduli kepada lingkungan. Dengan telah memenuhi standar dalam ISO 14001 pasien akan merasa bahwa lingkungan rumah sakit tersebut telah terlindungi. Hal ini erat kaitannya dengan usaha rumah sakit meningkatkan hubungan baik dengan masyarakat melalui kepercayaan dan kepuasan pasien (Adisasmito, 2007)

2.3 Limbah Rumah Sakit

2.3.1 Pengertian Limbah Rumah Sakit

Limbah RS adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS dalam bentuk padat, cair, pasta (gel) maupun gas yang dapat mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif (Depkes, 2006).


(37)

Limbah RS yaitu buangan dari kegiatan pelayanan yang tidak dipakai ataupun tidak berguna termasuk dari limbah pertamanan. Limbah rumah sakit cenderung bersifat infeksius dan kimia beracun yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, memperburuk kelestarian lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik. Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat dan cair (KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004).

Untuk mengoptimalkan penyehatan lingkungan Rumah Sakit dari pencemaran limbah yang dihasilkannya maka Rumah Sakit harus mempunyai fasilitas sendiri yang ditetapkan KepMenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu :

1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat.

Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.

2. Fasilitas Pembangunan Limbah Cair

Limbah cair harus dikumpulkan dalam container yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis.


(38)

Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah rumah sakit. Limbah padat (sampah) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990)

Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan MenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004).

Limbah padat RS adalah semua limbah RS yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan RS yang terdiri dari limbah medis dan non medis, yaitu :

1. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di RS di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dari halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi.

2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.

3. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme pathogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia yang rentan.

4. Limbah sangat infeksius adalah limbah yang berasal dari pembiakan dan stock (sediaan) bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan, dan bahan


(39)

lain yang diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.

Limbah cair RS adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan RS, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan radio aktif serta darah yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2006).

Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit, yang meliputi : limbah cair domestik, yakni buangan kamar dari rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif (Said, 1999).

Menurut Azwar (1990), air limbah atau air bekas adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan, yang lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk industri.

Menurut Keputusan MenKes R.I.No.1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, pengertian limbah cair adalah semua buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.

2.3.2 Sumber Limbah Rumah Sakit

Dalam melakukan fungsinya rumah sakit menimbulkan berbagai buangan dan sebagian dari limbah tersebut merupakan limbah yang berbahaya. Sumber air limbah rumah sakit dibagi atas tiga jenis yaitu :


(40)

1. Air limbah infeksius : air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis seperti pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan, penyakit menular dan lain – lain.

2. Air limbah domestik : air limbah yang tidak ada berhubungan tindakan medis yaitu berupa air limbah kamar mandi, toilet, dapur dan lain – lain.

3. Air limbah kimia : air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, laboratorium, sterilisasi, riset dan lain – lain (Chandra, 2007).

Sampah Rumah Sakit dapat digolongkan antara lain menurut jenis unit penghasil dan untuk kegunaan desain pembuangannya. Namun dalam garis besarnya dibedakan menjadi sampah medis dan non medis.

A. Sampah Medis

Sampah medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga kegiatan medis di ruang polikllinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi, dan ruang laboratorium. Limbah padat medis sering juga disebut sampah biologis. Sampah biologis terdiri dari :

1. Sampah medis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, ruang peralatan, ruang bedah, atau botol bekas obat injeksi, kateter, plester, masker, dan sebagainya. 2. Sampah patologis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, bedah, kebidanan,

atau ruang otopsi, misalnya, plasenta, jaringan organ, anggota badan, dan sebagainya.


(41)

3. Sampah laboratorium yang dihasilkan dari pemeriksaan laboratorium diagnostik atau penelitian, misalnya, sediaan atau media sampel dan bangkai binatang percobaan.

B. Sampah Nonmedis

Sampah padat non medis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis yang dihasilkan dari berbagai kegiatan, seperti berikut :

2. Kantor/administrasi 3. Unit perlengkapan 4. Ruang tunggu 5. Ruang inap

6. Unit gizi atau dapur 7. Halaman parkir dan taman 8. Unit pelayanan

Selain dibedakan menurut jenis unit penghasil, sampah RS dapat dibedakan berdasarkan karakteristik sampah yaitu :

1. Sampah infeksius : yang berhubungan atau berkaitan dengan pasien yang diisolasi, pemeriksaan mikrobiologi, poliklinik, perawatan, penyakit menular dan lain – lain.

2. Sampah sitotoksik : bahan yang terkontaminasi dengan radioisotope seperti penggunaan alat medis, riset dan lain – lain.

3. Sampah domestik : buangan yang tidak berhubungan dengan tindakan pelayanan terhadap pasien (Depkes RI, 2006).


(42)

2.4Kualitas Limbah Padat dan Cair 2.4.1 Kualitas limbah padat

Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber, mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun, pengelolaan stok kimia dan farmasi, dan peralatan dimulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan.

Pemilahan harus dilakukan mulai dari sumber yang menghasilkan limbah. Limbah padat yang akan/dapat dimanfaatkan lagi harus melalui proses sterilisasi. Pengolahan dan pemusnahan limbah medis tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat pembuangan akhir sebelum di anggap aman bagi kesehatan (Depkes RI, 2004).

2.4.2 Parameter Kualitas Limbah Cair

Menurut pendapat Okun dan Ponghis yang dikutip Soeparman dan Soeparmin (2002) berbagai kualitas limbah cair yang penting untuk diketahui adalah bahan padat terlarut (dissolved solid), kebutuhan oksigen biokimia (biochemical oxygen demand). Kebutuhan oksigen kimiawi (chemical Oxygen Demand ) dan pH (power Hidrogen). a. Bahan Padat terlarut

Bahan padat terlarut penting diketahui terutama apabila limbah cair akan dipergunakan setelah pengolahan.

b. Kebutuhan Oksigen biokimia

Merupakan ukuran kandungan bahan organik dalam limbah cair dan ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap oleh akibat adanya mikroorganisme selama satu periode waktu tertentu. Juga merupakan petunjuk


(43)

dari pengaruh yang diperkirakan terjadi pada badan air penerima berkaitan dengan pengurangan kandungan oksigennya.

c. Kebutuhan oksigen kimiawi

Merupakan ukuran persyaratan kebutuhan oksigen limbah cair yang berada dalam kondisi tertentu, yang ditentukan dengan menggunakan suatu oksidan kimiawi. d. pH

pH merupakan ukuran keasaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) limbah cair. pH menunjukkan perlu atau tidaknya pengolahan pendahuluan untuk mencegah terjadinya gangguan pada proses pengolahan limbah cair

2.5Dampak Limbah Terhadap Kesehatan dan Lingkungan

RS selain untuk mencari kesembuhan, juga merupakan depot bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan RS, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda peralatan medis maupun non medis. Dari lingkungan, kuman dapat sampai ke tenaga kerja, penderita baru. Ini disebut infeksi nosokomial (Anies, 2006).

Limbah rumah sakit yang terdiri dari limbah cair dan limbah padat memiliki potensi yang mengakibatkan keterpajanan yang dapat mengakibatkan penyakit atau cedera. Sifat bahaya dari limbah rumah sakit tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa karakteristik berikut :

- Limbah mengandung agent infeksius - Limbah bersifat genoktosik


(44)

- Limbah bersifat radioaktif

- Limbah mengandung benda tajam

Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam fasilitas penghasil limbah berbahaya, dan mereka yang berada diluar fasilitas serta memiliki pekerjaan mengelola limbah semacam itu, atau yang beresiko akibat kecerobohan dalam sistem manajemen limbahnya. Kelompok utama yang beresiko antara lain :

- Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga pemeliharaan rumah sakit

- Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau dirumah - Penjenguk pasien rawat inap

- Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi layanan kesehatan masyarakat, misalnya, bagian binatu, pengelolaan limbah dan bagian transportasi.

- Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya, ditempat penampungan sampah akhir atau incinerator, termasuk pemulung (Pruss. A, 2005).

2.5.1 Bahaya Akibat Limbah Infeksius Dan Benda Tajam

Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme pathogen. Pathogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur : - Akibat tusukan, lecet, atau luka dikulit

- Melalui membrane mukosa - Melalui pernafasan


(45)

- Melalui ingesti

Contoh infeksi akibat terpajan limbah infeksius adalah infeksi gastroenteritis dimana media penularnya adalah tinja dan muntahan, infeksi saluran pernafasan melalui secret yang terhirup atau air liur dan lain – lain. Benda tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun luka tertusuk tetapi juga dapat menginfeksi luka jika benda itu terkontaminasi pathogen. Karena resiko ganda inilah (cedera dan penularan penyakit), benda tajam termasuk dalam kelompok limbah yang sangat berbahaya. Kekhawatiran pokok yang muncul adalah bahwa infeksi yang ditularkan melalui subkutan dapat menyebabkan masuknya agens penyebab panyakit, misalnya infeksi virus pada darah (Pruss. A, 2005).

2.5.2 Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi

Kandungan zat limbah dapat mengakibatkan intosikasi atau keracunan sebagai akibat pajanan secara akut maupun kronis dan cedera termasuk luka bakar. Intosikasi dapat terjadi akibat diabsorbsinya zat kimia atau bahan farmasi melalui kulit atau membaran mukosa, atau melalui pernafasan atau pencernaan. Zat kimia yang mudah terbakar, korosif atau reaktif (misalnya formaldehide atau volatile/mudah menguap) jika mengenai kulit, mata, atau membrane mukosa saluran pernafasan dapat menyebabkan cedera. Cedera yang umum terjadi adalah luka bakar (Pruss.A, 2005). 2.5.3 Bahaya Limbah Radioaktif

Jenis penyakit yang disebabkan oleh limbah radioaktif bergantung pada jenis dan intensitas pajanan. Kesakitan yang muncul dapat berupa sakit kepala, pusing, dan muntah sampai masalah lain yang lebih serius. Karena limbah radioaktif bersifat genotoksik, maka efeknya juga dapat mengenai materi genetik. Bahaya yang


(46)

mungkin timbul dengan aktifitas rendah mungkin terjadi karena kontaminasi permukaan luar container atau karena cara serta durasi penyimpanan limbah tidak layak. Tenaga layanan kesehatan atau tenaga kebersihan dan penanganan limbah yang terpajan radioaktif merupakan kelompok resiko (Pruss.A, 2005).

2.6 Pengelolaan Limbah Padat RS

2.6.1 Teknologi pengolahan Limbah Padat Rumah Sakit

Konsep pengelolaan lingkungan yang memandang pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environment Management System), melalui pendekatan ini, pengelolaan lingkungan tidak hanya meliputi bagaimana cara mengolah limbah sebagai by product (output), tetapi juga mengembangkan strategi-strategi manajemen dengan pendekatan sistematis untuk meminimasi limbah dari sumbernya dan meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya sehingga mampu mencegah pencemaran dan meningkatkan performa lingkungan. Hal ini berarti menghemat biaya untuk remediasi pencemaran lingkungan ( Adisasmito, 2007).

Ada beberapa konsep tentang pengelolaan lingkungan sebagai berikut : 1. Reduksi limbah pada sumbernya (source reduction)

2. Minimisasi limbah

3. Produksi bersih dan teknologi bersih

4. Pengelolaan kualitas lingkungan menyeluruh (total quality environmental management/TQEM)


(47)

5. Continous quality improvement (CQI)

Pengolahan limbah secara skematis dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Penanganan Limbah Konvensional Sumber : Adisasmito, 2007

Penanganan dan penampungan limbah meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Pemisahan dan pengurangan

Limbah dipilah-pilah dengan mempertimbangkan hal-hal yaitu kelancaran penanganan dan penampungan, pengurangan jumlah limbah yang memerlukan

Pewadahan dan pemilahan pada

sumber

pengumpulan

pengangkutan

pemilahan

pengolahan

Pembuangan akhir pemotongan

Pemindahan pada transfer depo


(48)

perlakuan khusus, dengan pemisahan limbah B3 dan non B3, diusahakan sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non B3, pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk mengurangi biaya, tenaga kerja, dan pembuangan, pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah pada tempat penghasil limbah akan mengurangi kemungkinan kesalahan petugas dan penanganan.

2. Penampungan

Sarana penampungan harus memadai, diletakkan pada tempat yang pas, aman, dan higienis. Pemadatan merupakan cara yang paling efisien dalam penyimpanan limbah yang bisa dibuang dan ditimbun. Namun tidak boleh dilakukan untuk limbah infeksius dan benda tajam.

3. Pemisahan limbah

Untuk memudahkan pengenalan jenis limbah adalah dengan cara menggunakan kantong berkode (umumnya dengan kode berwarna). Kode berwarna yaitu kantong warna hitam untuk limbah domestik atau limbah rumah tangga biasa, kantong kuning untuk semua jenis limbah yang akan dibakar (limbah infeksius), kuning dengan strip hitam untuk jenis limbah yang sebaiknya dibakar tetapi bisa juga dibuang ke sanitary landfill bila dilakukan pengumpulan terpisah dan pengaturan pembuangan, biru muda atau transparan dengan strip biru tua untuk limbah autoclaving (pengolahan sejenis) sebelum pembuangan akhir.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengolahan limbah klinis adalah sebagai berikut:


(49)

1. Penghasil limbah klinis dan yang sejenis harus menjamin keamanan dalam memilah-milah jenis sampah, pengemasan, pemberian label, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan

2. Penghasil limbah klinis hendaknya mengembangkan dan secara periodik meninjau kembali strategi pengolahan limbah secara menyeluruh

3. Menekan produksi sampah hendaknya menjadi bagian integral dari strategi pengelolaan

4. Pemisahan sampah sesuai sifat dan jenisnya adalah langkah awal prosedur pembuangan yang benar

5. Limbah radioaktif harus diamanakan dan dibuang sesuai dengan peraturan yang berlaku oleh instansi berwenang

6. Incinerator adalah metode pembuangan yang hanya disarankan untuk limbah tajam, infeksius, dan jaringan tubuh

7. Incinerator dengan suhu tinggi disarankan untuk memusnahakan limbah citotoksis (110°C)

8. Incinerator harus digunakan dan dipelihara sesuai dengan spesifikasi desain. Mutu emisi udara harus dipantau dalam rangka menghindari pencemaran udara. 9. Sanittary landfill mungkin diperlukan dalam keadaan tertentu bila sarana

incinerator tidak mencukupi

10.Perlu diperhatikan bahwa program latihan karyawan atau staf RS menjadi bagian integral dalam strategi pengelolaan limbah (Adisasmito, 2007).

Limbah padat

organik dibakar


(50)

Gambar 2.2 Penanganan Limbah Padat Tidak Berbahaya Sumber : Adisamito, 2007

Gambar2.3 Penanganan Limbah Padat Berbahaya Sumber : Adisamito, 2007

Persyaratan minimal bak penampung sampah sebagai berikut : bahan tidak mudah berkarat, kedap air, terutama untuk penampung sampah basah, bertutup rapat mudah dibersihkan, mudah dikosongkan, tidak menimbulkan bising, tahan terhadap benda tajam dan runcing(Depkes RI, 2004).

2.6.2 Penanganan Limbah di Sumber Limbah

Menurut Wiku Adisasmito (2007), rumah sakit mempunyai berbagai cara dalam mengolah limbah, namun hal ini membawa konsekuensi besarnya biaya

Sumber

Incinerator prapengolahan

Pembuangan akhir pengolahan

Dised Containment

Secured Landfill


(51)

pengadaan dan operasional yang harus dikeluarkan. Adapun saran pengolahan limbah padat tersebut adalah melalui pewadahan dan pemilahan pada sumber, pengumpulan, pemindahan pada trolli bak pengangkut sampah, pengangkutan, pemilahan, pemotongan, pengolahan, dan pembuangan akhir.

Salah satu langkah pokok pengolahan limbah adalah menentukan jumlah limbah yang dihasilkan. Jumlah ini memnentukan jumlah dan volume sarana penampung lokal yang harus disediakan, pemilihan incinerator dan kapasitasnya.

1. Jumlah menurut berat

Jumlah produksi sampah domestik diperkirakan 2 Kg per orang per hari. Untuk mendapatkan angka yang lebih tepat sebaiknya dilakukan survei sampah di rumah sakit yang bersangkutan. Jumlah sampah dengan 500 tempat tidur adalah 3,25 Kg per pasien per hari (Depkes RI, 2002).

2. Jumlah disposibel

Meningkatkan jumlah sampah berkaitan erat dengan meningkatkan penggunaan barang disposibel. Daftar barang disposibel merupakan indicator jumlah dan kualitas sampah rumah sakit yang diproduksi. Berat, ukuran, dan sifat kimiawi barang-barang disposibel mungkin perlu dipelajari sehingga dapat diperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengelolaan sampah (Depkes RI, 2002).


(52)

Volume juga harus diketahui untuk menentukan ukuran bak dan sarana pengangkutan. Konversi dari berat ke volume dapat dilakukan dengan membagi berat total dengan kepadatan (Depkes RI, 2002).

Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah.

Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah. Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah:

1. Penanganan yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin. 2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah


(53)

mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.

3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.

4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.

5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.

6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya (Adisasmito, 2007).

Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut:

1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.

2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.

3. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.


(54)

Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut:

1. Pemisahan limbah

a. Limbah harus dipisahkan dari sumbernya

b. Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas

c. Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang.

Adapun kode, lambang, warna tempat dalam pemilahan sampah adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 2.1. Jenis Wadah Dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori

No Kategori

Warna Kontainer / Kantong

Plastik

Lambang Keterangan

1. Radioaktif Merah Kantong boks timbal dengan simbol radioaktif

2. Sangat Infeksius

Kuning Kantong plastik kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat disterilisasi dengan otoklaf

3. Limbah Infeksius, patologi dan anatomi

Kuning Kantong plastik kuat dan anti bocor, atau container


(55)

4. Sitotoksis Ungu Kontainer plastik kuat dan anti bocor

5. Limbah kimia dan farmasi

Coklat - Kantong plastik atau kontainer

Sumber: Kepmenkes RI Nomor: 1204/Menkes/SK/X/2004 2. Penyimpanan limbah

a. Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas

b. Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan

c. Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai d. Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan

hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya 3. Penanganan limbah

a. Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup

b. Kantung dipegang pada lehernya

c. Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut


(56)

d. Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging)

e. Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya di dalma kantung yang salah

f. Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah

2.6.3. Pengangkutan limbah Padat

Kantung limbah dikumpulkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

Kereta atau troli yang digunakan untuk transportasi sampah medis harus didesain sedemikian sehingga:

1) Permukaan harus licin, rata dan tidak mudah tembus

2) Tidak menjadi sarang serangga

3) Mudah dibersihkan dan dikeringkan


(57)

5) Sampah mudah diisikan, diikat dan dituang kembali

Dalam beberapa hal dimana tidak tersedia sarana setempat, sampah medis harus diangkut ketempat lain:

1) Harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk pengangkut, dan harus dilakukan upaya untuk mencegah kontaminasi sampah lain yang dibawa.

2) Harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dan tidak terjadi kebocoran atau tumpah.

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat pembuangan atau ke insinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal biasanya digunakan kereta dorong , dan dibersihkan secara berkala serta petugas pelaksana dilengkapi dengan alat proteksi dan pakaian kerja khusus. Pengangkutan eksternal yaitu pengangkutan sampah medis ketempat pembuangan di luar (off-site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan angkutan lokal. Sampah medis diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak bocor (Hapsari, 2010).

Sampah medis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan. Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke insinerator, atau pengangkutan oleh Dinas Kesehatan hendaknya:


(58)

1) Disimpan dalam kontainer yang memenuhi syarat.

2) Ditempatkan dilokasi yang strategis, merata dengan ukuran disesuaikan dengan frekuensi pengumpulannya dengan kantong berkode warna yang telah ditentukan secara terpisah.

3) Diletakkan pada tempat kering/mudah dikeringkan, lantai tidak rembes, dan disediakan sarana pencuci.

4) Aman dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab, dari binatang dan bebas dari infestasi serangga dan tikus.

5) Terjangkau oleh kendaraan pengumpulan sampah (Depkes RI, 2002).

Petugas penanganan limbah harus menggunakan alat pelindung diri (APD) yang terdiri dari topi/helm, masker, pelindung mata, pakaian panjang, apron, pelindung kaki/ sepatu boot, dan sarung tangan khusus (Depkes RI, 2004).

2.6.4 Pembuangan dan Pemusnahan Limbah

Setelah dimanfatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk. Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri, insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 - 1500ºC atau lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan


(59)

untuk kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit lain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Arifin, 2007). Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut:

a. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.

b. Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.

Tambahkan lapisan kapur. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.

c. Akhirnya lubang tersebut harus ditututup dengan tanah.

Keseragaman standar kantong dan kontainer limbah mempunyai keuntungan sebagai berikut:

1) Mengurangi biaya dan waktu pelatihan staf yang dimutasikan antar instansi/unit.

2) Meningkatkan keamanan secara umum, baik pada pekerjaan di lingkungan rumah sakit maupun pada penanganan limbah diluar rumah sakit.


(60)

Pelaksanaan pengelolaan limbah medis untuk masing-masing golongan adalah sebagai berikut :

a. Golongan A

1) Dressing bedah yang kotor, swab, dan limbah lain yang terkontaminasi deri ruang pengobatan hendaknya di tampung pada bak penampungan limbah medis/medis yang mudah dijangkau atau bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi sampah. Kantong pelapis tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali atau bila tiga perempat penuh. Kemudian diikat dengan kuat sebelum diangkut dan ditampung sementara di bak sampah medis. Bak ini juga hendaknya jadwal pengumpulan sampah. Isi kantong jangan sampai longgar pada saat pengangkutan dari bak ke bak, sampah hendaknya dibuang sebagai berikut:

(a) Sampah dari unit haemodialisis: sampah hendakmya dimusnahkan dengan insinerator. Bisa juga dengan autoclaving tetapi kantong harus dibuka dan dibuat sedemikian sehingga uap panas bisa menembus secara efektif.

(b) Limbah dari unit lain: limbah hendaknya dimusnahkan dengan insinerator. Bila tidak memungkinkan bisa dengan menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumuran dalam yang aman.

2) Prosedur yang digunakan untuk penyakit infeksi harus disetujui oleh pimpinan yang bertanggung jawab. Kepala Instalasi Sanitasi dan Dinas Kesehatan c/q. Sub Dinas PKL setempat.


(61)

3) Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak limbah medis atau kantong lain yang tepat dan kemudian dimusnahkan dengan insinerator. Kecuali bila terpaksa, jaringan tubuh tidak boleh dicampur dengan sampah lain pada saat pengumpulan.

4) Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan dengan insinerator. Insinerator harus dioperasikan dibawah pengawasan bagian sanitasi atau bagian laboratorium.

b. Golongan B

Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup. Sampah jenis ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bila telah penuh diikat dan ditampung dalam bak sampah medis sebelum diangkut dan dimusnahkan dengan insinerator.

c. Golongan C

Pembuangan sampah medis yang berasal dari Laboratorium patologi kimia, haemotologi, dan transfusi darah, mikrobiologi, histologi dan post-mortum serta unit sejenis (misalnya tempat binatang percobaan disimpan), dibuat dalam kode pencegahan infeksi dalam laboratorium medis dan ruang post-mortum dan publikasi lain.


(62)

Barang dari produk medis yang baru sebagian digunakan hendaknya dikembalikan kepada petugas yang bertanggung jawab dibagian farmasi.

e. Golongan E

Kecuali yang berasal dari ruang dengan risiko tinggi, isi dari sampah dari golongan ini bisa dibuang melalui saluran air, WC atau unit pembuangan untuk itu. Sampah yang tidak dapat dibuang melalui saluran air hendaknya disimpan dalam bak sampah medis dan dimusnahkan dengan incinerator (Adisasmito, 2007).

Kebijakan pembuangan sampah lokal hendaknya tercantum berbagai prosedur yang digunakan bila terjadi tumpahan sampah medis. Peringatan hendaknya disertakan terutama pada sampah yang dapat membahayakan petugas atau orang-orang yang berkaitan dengan pengankutan/pembuangan sampah atau pembersihan sampah atau kepada masyarakat umum. Prosedur tersebut hendaknya dikonsultasikan dengan unit-unit yang berkaitan seperti unit pemadam kebakaran, kesehatan, polisi, otorita air dan sampah serta Dinas Kesehatan.

Teknik pengolahan sampah medis (medical waste) yang mungkin diterapkan adalah:

a. Incinerasi.


(63)

c. Sterilisasi dengan gas (gas yang digunakan berupa ethylene oxide atau formaldehyde).

d. Desinfeksi zat kimia dengan proses grinding (menggunakan cairan kimia sebagai desinfektan).

e. Inaktivasi suhu tinggi.

f. Radiasi (dengan ultraviolet atau ionisasi radiasi seperti Co60).

g. Microwave treatment.

h. Grinding and shredding (proses homogenisasi bentuk atau ukuran sampah).

i. Pemampatan/pemadatan, dengan tujuan untuk mengurangi volume yang terbentuk (Depkes RI, 2006).

2.7 Pengelolaan Limbah Cair Rumah Sakit 2.7.1 Teknologi Pengolahan Limbah Cair

Pengolahan limbah dengan memanfaatkan teknologi pengolahan dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia dan biologis atau gabungan ketiga sistem pengolahan tersebut. Pengolahan limbah cara biologis digolongkan menjadi pengolahan cara aerob dan pengolahan limbah cara anaerob (Ginting, 2007).

Dalam melakukan fungsinya rumah sakit menimbulkan berbagai buangan dan sebagian dari limbah tersebut merupakan limbah yang berbahaya. Sumber air limbah rumah sakit dibagi atas tiga jenis yaitu :


(64)

1. Air Limbah Infeksius

Air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis seperti pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan penyakit menular, dll.

2. Air Limbah Domestik

Air limbah yang tidak berhubungan dengan tindakan medis yaitu berupa air limbah kamar mandi, dapur, dll.

3. Air Limbah Kimia

Air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, Laboratorium, sterilisasi, riset, dll (Ginting, 2008)

Menurut Adisasmito (2007) dalam buku Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit, Limbah cair rumah sakit terdiri dari limbah cair infeksius dan non infeksius berasal dari kegiatan

1. Pelayanan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) pasien berupa limbah cair dalam kamar mandi dan pencucian peralatan yang digunakan.

2. Laboratorium klinis, berupa air limbah dari pencucian peralatan laboratorium dan sejenisnya.

3. Pengobatan/ perawatan klinis, terutama berasal dari kegiatan pencucian ginjal dan pencucian peralatan.

4. Ruang operasi.

5. Laundry dan pembersihan ruang infeksi. 6. Emergency (Rawat Darurat).


(65)

7. Radiologi.

2.7.2 Sifat Limbah yang dibuang ke saluran

Menurut Dirjen PPM & PL serta Pelayanan Medik Depkes RI (2002) dalam Buku Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia, sifat ukuran, fungsi dan kegiatan rumah sakit mempengaruhi kondisi air limbah yang dihasilkan. Secara umum air limbah mengandung buangan pasien, bahan otopsi jaringan hewan yang digunakan di laboratorium, sisa makanan dari dapur, limbah laundry, limbah laboratorium berbagai macam bahan kimia baik toksik maupun non toksik, dan lain-lain. Apabila limbah laboratorium cukup besar (lebih dari 1 pin atau 0,568 liter) disarankan untuk disediakan kontainer khusus atau dilakukan pengolahan khusus.

Limbah ini harus dipisah dan ditampung kemudian diolah secara kimia-fisika, baru dialirkan bersama-sama dengan limbah cair lainnya dan diolah dengan pengolahan secara biologis. Secara skematis penanganan limbah cair di rumah sakit dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.4. Penanganan Limbah Cair Pembuangan Akhir

Pengolahan Lengkap Pra Pengolahan

Pengolahan B3 Badan Air

 Sungai  Laut Sumber

Sludge Treatment


(66)

Sumber : Adisasmito, 2007

Pengolahan air limbah dapat menggunakan teknologi pengolahan secara biologis atau gabungan antara proses biologis dengan proses kimia-fisika. Proses secara biologi dapat dilakukan secara aerobik (dengan udara) dan anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi aerobik dan anaerobik. Proses biologis biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan BOD yang tidak terlalu besar.

1. Pengolahan Biologi Aerobik

Pengolahan limbah secara biologis aerobik dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

a) Proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture)

Proses biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar/konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya (Adisasmito, 2007).

b) Proses biologis dengan biakan melekat (attached culture)

Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme yang digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Beberapa contoh teknologi pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling


(67)

filter atau biofilter, rotating biological contractor (RBC), contac aeration/oxidation (aerasi kontak) (Adisasmito, 2007).

c) Proses biologis dengan sistem kolam atau lagoon

Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukam proses aerasi. Salah satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi (Adisasmito, 2007).

2. Pengolahan Biologi Anaerobik

Beberapa teknologi pengolahan limbah cair yang sering digunakan di rumah sakit yaitu proses lumpur aktif (active sludge proces), reaktor putar biologis (rotating biological contactor/RBC), proses aerasi kontak, proses pengolahan dengan biofilter “up flow”, dan pengolahan dengan sistem “biofilter anaerob-aerob”. Untuk memilih jenis teknologi atau proses yang akan digunakan untuk pengolahan air limbah, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : karakteristik air limbah, jumlah limbah serta standar kualitas air olahan yang diharapkan (Adisasmito, 2007).


(68)

Gambar 2.5 Klasifikasi proses pengolahan air limbah secara biologis aerobik Sumber : Said dkk, 2011


(69)

Tabel 2.2 Karakterisiti operasional proses pengolahan air limbah dengan Proses biologis. JENIS PROSES EFISIENSI PENGHILANGAN BOD (%) KETERANGAN Lumpur Aktif Standar

85 – 95 -

Step

Aeration

85 – 95 Digunakan untuk beban pengolahan yang besar.

Modified

Aeration

60 – 75 Untuk pengolahan dengan kualitas air olahan sedang. PPROSES

BIOMASA TERSUSPENSI

Contact Stabilization

80 – 90 Digunakan untuk

pengolahan paket. Untuk mereduksi ekses lumpur.

High Rate

Aeration

75 – 90 Untuk pengolahan paket, bak aerasi dan bak

pengendap akhir merupakan satu paket.

Memerlukan area yang kecil.

Pure

Oxygen Process

85 – 95 Untuk pengolahan air limbah yang sulit diuraikan secara bilogis. Luas area yang dibutuhkan kecil.

Oxidation

Ditch

75 – 95 Konstruksinya mudah, tetapi memerlukan area yang luas.


(70)

Trickling Filter

80 – 95 Sering timbul lalat dan bau. Proses operasinya mudah. PROSES BIOMASA MELEKAT Rotating Biological Contactor

80 – 95 Konsumsi energi rendah, produksi lumpur kecil. Tidak memerlukan proses aerasi.

Contact

Aeration Process

80 – 95 Memungkinkan untuk

penghilangan nitrogen dan phospor.

Biofilter Unaerobic

65 – 85 memerlukan waktu tinggal yang lama, lumpur yang terjadi kecil.

LAGOON Kolam

stabilisai

60 – 80 memerlukan waktu tinggal yang cukup lama, dan area yang dibutukkan sangat luas

Sumber : Said dkk, 2011

2.7.3 Pengolahan sekunder dengan Lumpur Aktif (Actived Sludge)

Teknologi pengolahan limbah dengan Activated Sludge (Lumpur Aktif) ini sangat cocok untuk rumah sakit dengan kapasitas yang besar. Karena jika diterapkan untuk rumah sakit dengan kapasitas yang kecil, teknologi ini kurang ekonomis karena biaya yang diperlukan cukup besar.


(71)

Gambar 2.6 Diagram proses pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif Sumber : Said dkk, 2011


(72)

Keterangan :

Effluen = Limbah hasil pengolahan yang dibuang dapat dimanfaatkan kembali, misalnya untuk menyiram tanaman dan lain-lain

Gambar 2.7 Teknologi Pengolahan Limbah Sekunder dengan Actived Sludge Sumber : Adisasmito, 2007

Prinsip kerja

Terdapat dua inti aktivitas dalam proses ini, yaitu :

a. Penguraian secara biologis pada tangki aerasi, periode tinggal kurang lebih 6-8 jam

b. Limbah dialirkan ke tangki sedimentasi lalu didiamkan, diharapkan lumpur mengendap (kurang lebih 1-2 jam) sehingga air yang dapat dihasilkan cukup jernih.

Limbah Cair

Tangki Aerasi Tertutup/Terbuka

Tangki Sedimentasi

Aerator

Badan Air

Lumpur Efluent (Jernih)

Pelumatan/Dewartering Lumpur Diperas Pengeringan Lumpur Sinar

Matahari/Pemanasan 50% Lumpur Dialirkan Kembali

Sebagai Pembenihan (Mengandung Banyak Bakteri)


(1)

Gambar lampiran 13. Saluran limbah cair RSUD dr. Djasamen Saragih


(2)

Gambar lampiran 15. Rak / bar Screen


(3)

Gambar lampiran 17. Up flow meter


(4)

Gambar lampiran 20. Chemical dosing


(5)

Gambar lampiran 23. Effluent limbah cair RSUD dr. Djasamen Saragih


(6)

Gambar lampiran 25. Pedoman manual pengopersian incinerator