Keberdayaan Kelompoktani Dan Hubungannya Dengan Keberhasilan Usahatani Anggota.

LAPORAN PENELITIAN
PENELITIAN PENELITI MUDA (LITMUD) UNPAD

KEBERDAYAAN KELOMPOKTANI DAN HUBUNGANNYA
DENGAN KEBERHASILAN USAHATANI ANGGOTA
(Kasus pada Kelompoktani Ternak Sapi Perah di Kabupaten Sumedang)

Oleh :
Unang Yunasaf
Sugeng Winaryanto
Syahirul Alim

Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Padjadjaran
Tahun Anggaran 2007
Berdasarkan SPK No. 265/J06.14/LP/PL/2007
Tanggal 3 April 2007

LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN
NOVEMBER, 2007

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PENELITIAN PENELITI MUDA (LITMUD) UNPAD
SUMBER DANA DIPA UNPAD
TAHUN ANGGARAN 2007
1. a. Judul Penelitian

: Keberdayaan Kelompoktani dan Hubungannya dengan Keberhasilan Usahatani Anggota (Kasus pada
Kelompoktani Ternak Sapi Perah di Kabupaten
Sumedang)
: Menunjang Pembangunan
: II

b. Bidang Ilmu
c. Kategori Penelitian
2. Pelaksana Penelitian
a. Nama lengkap dengan
gelar

b. Jenis kelamin
c. Pangkat/Golongan/NIP
d. Jabatan fungsional
e. Fakultas/Jurusan
f. Bidang Ilmu yang diteliti

:
: Unang Yunasaf,Ir., MSi.
: Laki-laki
: Pembina/IVa/131872368
: Lektor Kepala
: Peternakan/Sosial Ekonomi
: Penyuluhan Pembangunan Peternakan

3. Jumlah Tim Peneliti
: 2 orang
a. Nama Anggota Peneliti 1 : Sugeng Winaryanto Ir., MS. (Nip. 131 287 330)
b. Nama Anggota Peneliti 2 : Syahirul Alim SPt. (Nip. 132 303 754)
4. Lokasi Penelitian


: Kabupaten Sumedang

5. Jangka Waktu Penelitian

: 8 (delapan) bulan

6. Biaya Penelitian

: Rp. 5. 000 000,- (lima juta rupiah)

Mengetahui:
A.n Dekan
Pembantu Dekan I
Fakultas Peternakan

Jatinangor, 5 November 2007
Ketua Peneliti,

Dr. Iwan Setiawan, Ir., DEA.


Unang Yunasaf, Ir., MSi.

NIP. 131 621 448

NIP. 131 872 368
Menyetujui
Ketua Lembaga Penelitian
Universitas Padjadjaran

Prof. Oekan S. Abdoellah, MA., Ph.D.
NIP. 130 937 900

DAFTAR ISI.

BAB

Halaman

ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
KATA PENGANTAR


ii

................... ....... .............

iii

DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

v

DAFTAR LAMPIRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

vi

I.

PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.1. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.2. Perumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


1
1
3

II.

TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.1. Keberdayaan Kelompoktani . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.2. Keberhasilan Usaha . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

4
4
5

III.

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN . . . .. . . . . . . . . . . . . . ..
3.1. Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3.2. Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .


8
8
8

IV.

METODE PENELITIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.1. Rancangan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.2. Unit Analisis dan Sampel Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.3 Operasionalisasi Variabel . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4.4 Cara Pengukuran dan Teknik Analisis Keeratan Hubungan . . .

9
9
9
9
10

V


HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.1. Keadaan Umum Kelompok . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.2. Karakteristik Peternak Responden . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

11
11
12

iv

BAB

Halaman

5.3. Keberdayaan Kelompok Peternak Sapi Perah . . . . . . . . . . . . .
5.4. Keberhasilan Usaha Anggota . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5.5. Hubungan Keberdayaan Kelompok Peternak Sapi Perah dengan
Keberhasilan Usaha Sapi Perah Anggota . . . . . . . . . . . . .. . . . .


14
18

KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6.1. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
6.2. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

22
22
22

DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

24

LAMPIRAN

25

VI.


.................................................

v

19

vi

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1.

Luas Tanah Pangonan dan Potensi Pakan Ternak. . . . . . . . . . . .

9


2.

Kapasitas Tampung dan Pemanfaatan Potensi Pakan . . . . . . . . .

10

3.

Kebutuhan Biaya Investasi Usaha Sapi Potong . . . . . . . . . . . . .

20

4.

Keragaan Usaha Penggemukan Sapi Potong Produksi 4 Kali
Setahun . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

21

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1.

Halaman

Tahapan Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan
Usaha Sapi Potong . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

viii

26

I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sampai saat ini kelompoktani masih digunakan sebagai pendekatan utama dalam
kegiatan penyuluhan (Deptan, 2000). Pendekatan kelompok dipandang lebih efisien
dan dapat menjadi media untuk terjadinya proses belajar dan berinteraksi dari para
petani, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku petani ke arah yang lebih baik
atau berkualitas (Margono, 2001).

Dengan demikian kelompoktani memiliki

kedudukan strategis di dalam mewujudkan petani yang berkualitas. Petani yang
berkualitas dicirikan oleh adanya kemandirian dan ketangguhan dalam berusahatani.
Untuk mencapai petani yang berkualitas tersebut, maka menjadi suatu keharusan
bahwa kelompoktani yang ada harus memiliki gerak atau kekuatan yang dapat
menentukan dan mempengaruhi perilaku kelompok dan anggota-anggota dalam
mencapai tujuan-tujuan secara efektif.
Tuntutan pentingnya petani yang berkualitas sudah sangat mendesak sekali.
Asean Free Trade Area (AFTA) us dah mulai diberlakukan pada tahun 2003,
kemudian perdagangan bebas dunia diperhitungkan akan mulai pada tahun 2010.
Dengan memasuki era perdagangan bebas tersebut, maka hanya negara-negara yang
petaninya berkualitas saja yang akan menikmati keuntungan dari situasi tersebut.
Sebaliknya, untuk petani yang tidak memiliki kemampuan memadai dalam merespon
tuntutan pasar dan tidak memiliki kemandirian akan terpinggirkan.
Dengan jumlah kelompoktani yang ada, secara teoritis seharusnya kelompoktani
dapat

menjadi

media

transformasi

(group

peningkatan kualitas petani di Indonensia.

transformation)

untuk

terjadinya

Namun dilihat dari kelas

kemampuannya, sebagian besar kelompoktani (67,37%) masih merupakan kelompok

2

kelas pemula dan lanjut (Deptan, 2000). Hal ini mencerminkan bahwa kelompoktani
yang ada belum berdaya atau berfungsi efektif sebagai media interaksi petani dalam
meningkatkan kesejahteraannya. Aida (2000) mensinyalir kelompoktani dari kelas
madya dan utama yang adapun, yang berjumlah sekitar 104. 964 buah (29,60%)
belum berfungsi optimal sebagai media penguatan anggotanya, malahan ada indikasi
kelas kemampuannya terus menurun.
Karena

ketidakberdayaan

itulah,

maka

dalam

realitasnya

serin
g

suatu

kelompoktani tidak dapat menjaga keberadaan atau eksistensinya. Kelompok yang
demikian biasanya adalah kelompok yang dalam proses penumbuhannya tidak
berdasarkan kepentingan dan kebutuhan petani, kepemimpinan kelompoktani yang
tidak efektif, dan strategi pembinaan yang tidak tepat. Akibatnya banyak
kelompoktani yang tidak dapat menjaga kemajuan atau kedinamisan yang telah
dicapainya, sehingga akan ditinggalkan oleh para anggotanya.

Sebaliknya,

kelompoktani yang tetap hidup adalah kelompok yang dapat menjaga tingkat
kemajuan atau kedinamisan dari kelompoknya, sehingga kelompoktani dapat menjadi
media terbaik untuk terjadinya peningkatan kualitas petani anggota-anggotanya.
Sampai saat ini perhatian pengkajian terhadap kelompoktani yang ada lebih
banyak memfokuskan pada kelompoktani komoditas tanaman pangan, sedangkan
komoditas lainnya, khususnya kelompoktani ternak masih kurang.
peternakan,

keberadaan

kelompoktani

yang

menarik

untuk

Di sub sektor
diama
ti

adalah

kelompoktani ternak sapi perah. Selama ini yang terlihat cukup ajeg dan dipandang
lebih memiliki peluang untuk berdaya adalah kelompoktani ternak sapi perah.
Dengan diketahuinya faktor-faktor atau unsur yang menjadikan kelompoktani
tersebut berdaya atau dinamis akan memberikan alternatif untuk peningkatan
keberdayaan pada kelompoktani ternak komoditas lainnya.

3

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
(1) Seberapa jauh tingkat keberdayaan kelompoktani dilihat dari faktor atau unsur
yang mempengaruhinya?
(2) Seberapa

jauh

pencapaian

keberh
asilan

usahatani

dari

para

ang
gota

kelompoktani?
(3) Seberapa jauh derajat hubungan antara keberdayaan kelompoktani dengan
keberhasilan usahatani para anggota?

II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keberdayaan Kelompoktani
Inti dari konsep keberdayaan menurut Page dan Czuba (1999) adalah kekuatan
(power), yakni kekuatan untuk berubah. Dilihat dari konteks tersebut maka
keberdayaan memiliki kesamaan makna dengan kedinamisan atau kedinamikaan,
yang makna generiknya berarti gerak atau kekuatan untuk mencapai tujuan. Dengan
demikian keberdayaan kelompoktani adalah tingkat kekuatan kelompoktani sebagai
akibat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, atau dapat diartikan sebagai gerak
dari suatu kelompoktani yang disebabkan oleh segala kekuatan yang terdapat dalam
kelompok yang menentukan atau memperngaruhi perilaku kelompok dan anggotanya
dalamupaya mencapai tujuan-tujunnya secara efektif. Oleh karenanya, tercapainya
keberdayaan kelompoktani akan sangat kondusif untuk terjadinya peningkatan
kualitas kehidupan para anggota, khususnya tercapainya keberhasilan usahatani dari
para anggota sebagaimana yang diharapkannya.
Menurut Aida (2000) tidak berdaya atau berkualitasnya petani karena tidak
berdayanya kelembagaan petani, yaitu kelompoktani.

Tidak berdayanya

kelompoktani dapat disebabkan antara lain oleh: (1) strategi dan orientasi
pembangunan

pertanian

belum

ditujukan

pada

upaya

mensejahterakan

dan

meningkatkan pendapatan petani. Petani sering disuruh berproduksi, tetapi manakala
menjual hasil, petani tidak diberi kemampuan untuk menetapkan harga jual.
Kelompoktanipun belum mampu berfungsi sebagai kekuatan untuk meningkatkan
posisi tawar (bargaining); (2) politik pemberdayaan petani yang diluncurkan oleh
pemerintah bersifat tidak lengkap. Prioritas pembinaan lebih diarahkan pada tanaman
pangan, khususnya padi, petani lain masih terabaikan.

Kelompoktani yang ada

berfungsi tidak lebih sebagai wadah penyalur sarana produksi atau sebatas sebagai

5

objek kebijakan; (3) pola dan arah pembinaan kelompoktani lebih banyak menjadikan
petani sebagai kelompok binaan pencapaian target produksi. Kelompok dipandang
hanya sebagai wadah untuk memudahkan pekerjaan penyuluh mendifusikan inovasi.
Tidak ada prioritas strategi pembinaan agar kelompoktani menjadi dinamis dan
mandiri; dan (4) pembinaan kelompoktani lebih banyak diarahkan pada pencapaian
target kuantitas bukan kualitas. Pencapaian kuantitas telah melupakan pembinaan
dinamika kelembagaan petani yang dinamis, produktif dan mandiri. Kelompoktani
yang muncul atas dasar dan kebutuhan petani sangat kecil. Falsafah pemberdayaan
melalui dinamika

kelompok

belum menjadi

prioritas penyuluhan, termasuk

kepemimpinan, komunikasi dan organisasi. Akibatnya petani tidak dapat mengelola
kelompok secara profesional
Beberapa unsur yang mempengaruhi keberdayaan kelompok dua diantaranya
yang penting adalah kepemimpinan dalam kelompok dan keefektifan kelompok.
Kemampuan pemimpin untuk mempengaruhi dapat berasal dari kekuatan yang
bersifat imbalan (reward), paksaaan (coersive), rujukan (referens), keahalian (expert),
dan keabsahan (legitime) (Frech dan Reven dalam Pierce dan Newstrom, 1995).
Keefektifan kelompok menurut Mardikanto (1993) adalah keberhasilan kelompok
untuk mencapai tujuan, yang dapat dilihat dari tercapainya keadaan atau perubahan
yang memuaskan anggota-anggotanya.

Menurut Margono 1( 978) efektivitas

kelompok harus dilihat dari segi produktivitas kelompok, yaitu keberhasilan
mencapai tujuan kelompok dan moral kelompok, yaitu berupa semangat dan sikap
para anggotanya

2.2. Keberhasilan Usahatani
Secara sederhana usahatani dapat diartikan sebagai kesatuan organisasi antara
kerja, modal dan pengelolaan yang ditujukan untuk memperoleh produksi di lapangan

6

pertanian (Hernanto, 1988). Usahatani menurut CGIAR yang dikutip Reijntjes et.al.
(1999) bukanlah sekadar kumpulan tanaman dan hewan, di mana orang bisa
memberikan input apa saja dan kemudian mengharapkan hasil langsung, namun
merupakan suatu jalinan yang kompleks yang terdiri dari tanah, tumbuhan, hewan,
peralatan, tenaga kerja, input lain dan pengaruh-pengaruh lingkungan yang dikelola
oleh seseorang yang disebut petani sesuai dengan kemampuan dan aspirasinya. Petani
tersebut mengupayakan output dari input dan teknologi yang ada.
Menurut Reijntjes et.al. (1999) suatu usahatani merupakan agroekosistem yang
unik: suatu kombinasi sumberdaya fisik dan biologis seperti bentuk-bentuk lahan,
tanah, air, tumbuhan dan hewan.

Dengan mempengaruhi komponen-komponen

agroekosistem ini dan interaksinya, rumahtangga petani mendapatkan hasil atau
produk dari hasil usahataninya. Selanjutnya Reijntjes et.al. (1999) mengemukakan
bahwa dalam mengkaji keberhasilan suatu usahatani tidak akan terlepas dari
pengkajian sistem pengembangan usahatani, khususnya dengan memperhatikan
tujuan dari rumah tangga berkenaan dengan proses dan hasil usahatani. Secara umum
rumah tangga petani secara bersama memiliki berbagai macam tujuan yang dapat
mencakup: (1) Produktivitas (hasil persatuan lahan atau input lainnya), yakni ada
pasar yang menyerap hasil produksi, memiliki nilai manfaat lainnya: pemanfaatan
tenaga kerja dll; (2) Keamanan (meminimalkan risiko), yakni: kepastian pendapatan
(ada jaminan pasar dan harga jual), akses terhadap sumberdaya berupa kepastian
lahan,

kepastian usaha; (3) Kesinambungan (mempertahankan produksi), yakni:

adanya modal biofisik berupa kelayakan usaha/rasio pemilikan ternak, kemampuan
mengelola berupa teknologi budidaya, manajerial usaha, yang lainnya adalah
hubungan dengan masyarakat berupa dukungan sistem sosial, prasarana usaha tani
(ketersediaan input), modal uang, dan pengaruh politik berupa dukungan kebijakan
lokal; dan (4) Identitas (selaras dengan budaya dan visi masyarakat), yakni: memberi

7

kehidupan yang layak, yaitu dapat memberi: sumbangan terhadap pendapatan, dan
mewujudkan komunitas mandiri agar dapat mengorganisasikan diri dalam kelompok.
Untuk keberlanjutan suatu usahatani, termasuk mencapai keberhasilan usahatani
maka usahatani tersebut, harus dapat (1) menghasilkan tingkat produksi yang
memenuhi, yaitu dapat kebutuhan material (produktivitas), dan kebutuhan sosial
(identitas, keamanan, kesinambungan); (2) perlu dicari produktivitas yang optimal
(Reijntjes et.al., 1999)
Dalam penelitian ini keberhasilan usahatani sapi perah akan ditelaah dari dua
aspek, yaitu pencapaian tingkat produksi, terutama dilihat dari tingkat harga susu
yang diterima peternak, dan pencapaian efisiensi usaha.

Salah satu cara untuk

mengetahui efisiensi usaha adalah dengan menggunakan tetapan revenue cost ratio
(RC ratio), yaitu menghitung perbandingan antara penerimaan dengan pengeluran
(Kadarsan, 1995).

RC ratio di
peroleh dari semua kegiatan yang mencakup

pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu satu ahun
t
dengan cara
membandingkan antara semua nilai penerimaan dengan semua nilai pengeluaran.
Apabila RC ratio > 1, maka usaha tersebut efisien, bila RC ratio < 1, maka usaha
tersebut tidak efisien, dan bila RC ratio = 1, usaha tersebut berada dalam titik impas
(break even point).

III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari:
(1) Potensi sumberdaya lokal dalam mendukung pengembangan peternakan sapi
potong di Wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya.
(2) Model pemberdayaan

masyarakat di wilayah Selatan Kabupaten Tasikmalaya

melalui pengembangan peternakan sapi potong.
(3) Kelayakan usaha ternak sapi potong berbasis sumberdaya lokal di Wilayah
Selatan Kabupaten Tasikmalaya.

3.2. Manfaat Penelitian
(1) Memberikan kontribusi yang berarti untuk diperolehnya pemahaman yang lebih
akurat tentang permasalahan yang dihadapi masyarakat wilayah Selatan
Kabupaten Tasikmalaya dalam upaya mengembangkan usaha ternak berbasis
sumberdaya lokal.
(2) Diperolehnya model pengembangan peternakan berbasis sumberdaya lokal dalam
memberdayakan masyarakat.
(3) Menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan

ilmu Penyuluhan Pembangunan, Sosiologi Pedesaan dan ekonomi peternakan.

8

IV
METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian dirancang sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif.
4.2. Unit Analisis dan Contoh Responden
Unit analisis dari penelitian ini adalah kelompoktani sapi perah yang ada di
Kabupaten Sumedang, khususnya yang tergabung dalam Koperasi Tandangsari
Kabupaten Sumedang.

Dipilihnya Koperasi tersebut, karena merupakan koperasi

peternak sapi perah di Kabupaten Sumedang yang keberadaan kelompoktani cukup
menonjol.

Untuk keperluan penelitian ini dari seluruh kelompoktani yang ada,

sekurang-kurangnya akan diambil tiga kelompok, yang masing-masing mewakili
kelompok yang belum berkembang, cukup berkembang, dan maju (berkembang).
Contoh (sample) responden adalah para anggota kelompok dari kelompoktani
terpilih, yang berjumlah 30 orang yang diambil secara proposional dari jumlah
seluruh anggota kelompok dari 4 kelompoktani terpilih.
4.3. Operasionalisasi Variabel
Variabel yang ditelaah meliputi keberdayaan kelompoktani sebagai variabel
bebas, dan keberhasilan usahatani sebagai variabel terikat.
Variabel keberdayaan kelompoktani meliputi:
1.

Kepemimpinan kelompok, yaitu tingkat kekuatan ketua kelompok di dalam
mempengaruhi anggota dan kelompok dalam rangka

mencapai tujuan..

Indikatornya terdiri: (1) kekuatan keahlian, (2) kekuatan rujukan, dan (3)
pembawa aspirasi, dan (4) patner agen pembaharu.
2.

Keefektifan kelompok, yaitu tingkat pencapaian kelompok di dalam mencapai
tujuannya. Indikatornya terdiri: (1) keberhasilan kelompok, (2) moral kelompok.

2

Variabel Keberhasilan usahatani anggota meliputi:
1.

Tingkat harga susu, yaitu tingkat harga susu yang dicapai.

2.

Tingkat efisiensi usaha, yaitu tingkat perbandingan penerimaan dengan
pengeluaran dalam jangka waktu satu tahun.

4.4. Cara Pengukuran dan Teknik Analisis Keeratan Hubungan
Cara pengukuran untuk masing-masing indikator variabel dilakukan dengan
skala ordinal.
Teknik analisis yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan variabel
adalah dengan uji korelasi peringkat Spearman, dengan rumus:
N
6 di
rs =
N3 –N
Keterangan:
rs = Koefisien korelasi peringkat spearman
di = perbandingan peringkat
N = banyaknya subyek
Untuk menginterpretasikan hasil korelasi uji rank Spearman (rs) digunakan
aturan Guilford (Rakhmat, 2001) sebagai berikut:
< 0,20

: hubungan rendah sekali

0,20 – 0,40 : hubungan rendah tapi pasti
0,40 – 0,70 : hubungan yang cukup berarti
0,70 – 0,90 : hubungan yang tinggi; kuat
> 0,90

: hubungan sangat tinggi; kuat sekali

V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Keadaan Umum Kelompok
Kelompok peternak sapi perah yang ada di Kabupaten Sumedang hampir
sebagian besar terkonsentrasi pada Kecamatan Tanjungsari, dan sebagiannya lagi
pada Kecamatan Sukasari, Pamulihan, Cimanggung, Rancakalong dan Situraja.
Semua wilayah tersebut merupakan wilayah kerja dari Koperasi Serba Usaha (KSU)
Tandangsari, karena kelompok peternak sapi perah seluruhnya berada di dalam
naungan koperasi tersebut.
Penumbuhan dan pembentukan kelo mpok peternak sapi perah yang ada di
Kabupaten Sumedang tidak terlepas dari perjalanan perkembangan sapi perah di
wilayah tersebut, yang pararel dengan perjalanan dan perkembangan dari KSU
Tandangsari. KSU Tandangsari berdiri sejak tahun 1981, yang sebelumnya bernama
KUD Tanjungsari.

Seiring dengan cakupan wilayah kerjanya yang terus meluas,

maka sesuai dengan Rapat Anggota tanggal 2 Maret 2002 berubah namanya menjadi
KSU Tandangsari. Wilayah kerja KSU Tandangsari selain mencakup Kecamatan
Tanjungsari,

meliputi

pula

Kecamatan

Sukasari, Pamulihan,

Cimanggung,

Rancakalong, dan Situraja.
Awal berdirinya koperasi tersebut

bertepatan dengan bergulir nya kredit sapi

perah dari pemerintah di Kecamatan Tanjungsari, sehingga dalam perkembangannya
unit usaha sapi perah ini menjadi tulang punggung KSU Tandangsari dalam
memajukan koperasi. Jumlah peternak anggota KSU Tandangsari sampai akhir 2005
berjumlah 1500 orang dengan populasi sapi 4.441 ekor.
Kelompok peternak sapi perah semuanya berjumlah 37 kelompok, dengan
jumlah keanggotaan rata-rata 40 anggota per kelompok. Tiap kelompok ini dipimpin

12

oleh seorang ketua kelompok, dan dibantu oleh beberapa orang peternak anggota di
dalam kepengurusan kelompok. Namun demikian kelengkapan kepengurusan dari
tiap kelompok cukup bervariasi, dari yang hanya ketuanya saja sampai yang relatif
struktur kelompoknya lebih lengkap, selain ada ketua dilengkapi pula dengan
sekretaris, bendahara dan seksi-seksi.
Kecenderungan yang terjadi menurut versi KSU Tandangsari keberadaan
kelompok ini dapat dipilah menjadi tiga kategori, yaitu kelompok yang maju
(berkembang), cukup maju atau berkembang dan kelompok yang kurang berkembang
atau belum maju. Kelompok peternak yang relatif berkembang dicirikan oleh ratarata kualitas susunya yang relatif lebih baik dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Di samping aspek dinamika atau kekuatan dari kelompok tersebut yang relatif lebih
baik, seperti kepemimpinan ketua kelompok yang relatif baik, dan tingkat pemilikan
asset kelompok yang lebih banyak serta kegiatan kelompok yang relatif lebih
berjalan.

5.2. Karakteristik Peternak Responden
Karakteristik peternak responden secara umum menunjukkan dilihat dari segi
umur sebagian besar berada dalam usia produktif, dari segi pendidikan sebagian besar
hanya tamatan sekolah dasar, dari pemilikan sapi perahnya sebagian besar didominasi
oleh skala pemilikan yang rendah (1-3 ekor ternak), dan dari segi lamanya masuk
anggota kelompok sebagian besar sudah menjadi anggota lebih dari 10 tahun. Secara
lengkap karakteristik responden ditampilkan pada Tabel 1.
Dari segi umur, peternak responden sebagian besar berada dalam usia produktif,
yaitu sebanyak 96,66 persen dan hanya 3,33 persen yang berada dalam usia tidak
produktif.

Dengan keadaan tersebut, maka peternak dapat didorong untuk

meningkatkan produktivitasnya di dalam meningkatkan keberhasilan usaha sapi

13

perahnya, baik melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan maupun penyediaan
fasilitas dan sarana di dalam memperlancar kegiatan usahaternaknya.

Tabel 1. Karakterisitik Responden
No.

1.

2.

3.

4.

Uraian

Jumlah
Orang

…..%.......

Umur (Tahun)
a. 15-45
b. >45-65
c. >65

16
13
1

53,33
43,33
3,33

Tingkat Pendidikan
a. SD
b. SLTP
c. SLTA

26
1
3

86,67
3,33
10,00

Pemilikan Sapi (Ekor)
a. 1-3
b. 4-7
c. >7

15
13
2

50,00
43,33
6,67

Lama keanggotan (Tahun)
a. 10

3
11
16

10,00
36,67
53,33

Untuk

tingkat

pendidikan

formal

dari

responden

keadaannya

ma
sih

memprihatinkan, yaitu hanya sebanyak 13,33 persen saja yang telah lepas dari
jenjang pendidikan dasar.

Sisanya sebanyak 86,67 persen baru hanya mampu

bersekolah sampai sekolah dasar saja.

Hal ini menunjukkan pula pentingnya

pendidikan alternatif sebagai bagian dari upaya peningkatkan kualitas sumberdaya
peternak misalnya melalui kegiatan pendidikan non formal atau penyuluhan seperti

14

kegiatan penyuluhan yang berkesinambungan maupun pelatihan-pelatihan yang
disertai dengan pemagangan atau demonstrasi plot (percontohan).
Dilihat dari tingkat pemilikan ternak sapi perah, yang sebagian besar masih
didominasi oleh skala pemilikan yang rendah menunjukkan masih besarnya tantangan
yang dihadapi di dalam rangka mencapai peternak sapi perah yang diidealkan atau
memiliki kelayakan usaha. Dengan hanya memiliki ternak sapi berkisar 3-4 ekor
menjadikan usaha sapi perah belum dapat mencapai tingkat kelayakan usaha yang
memadai. Karena untuk diperolehnya kelayakan atau keuntungan yang memadai,
idealnya peternak dapat memiliki skala usaha 10-15 ekor atau rata-rata 7-8 ekor sapi
produktif (Sjahir, 2003).
Dari segi pengalaman beternak, yang terlihat dari lamanya menjadi anggota
kelompok sebenarnya relatif sudah cukup lama, yaitu sebagian besar sebanyak 53,33
persen sudah menjadi anggota kelompok lebih dari 10 tahun. Hal ini berarti pula
responden relatif cukup berpengalaman di dalam melakukan usaha sapi perahnya.
Hal ini menjadi suatu kekuatan dari peternak untuk lebih meningkatkan keberhasilan
usahanya, karena relatif sudah tahu tantangan dan kendala yang dihadapi di dalam
menjalankan usaha sapi perahnya.

5.3. Keberdayaan Kelompok Peternak Sapi Perah
Keberdayaan kelompok peternak merupakan kekuatan-kekuatan yang ada dalam
kelompok yang akan mempengaruhi kelompok dan anggota di dalam rangka
mencapai tujuan secara efektif.

Ada dua unsur penting yang mempengaruhi

berdayanya kelompok, yaitu kepemimpinan dari ketua kelompok dan efektivitas
kelompok.

Dari hasil penelitian terungkap bahwa tingkat keberdayaan kelompok

peternak sapi perah yang diteliti berkisar dari rendah sampai tinggi. Namun demikian

15

sebagian besar hanya berada dalam tingkatan yang cukup, dan hanya sebagian kecil
saja yang tingkat keberdayaannya tergolong tinggi.
Gambaran lengkap mengenai keberdayaan peternak sapi perah di Kabupaten
Sumedang ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Keragaan Keberdayaan Kelompok Tani Ternak Sapi Perah
No. Uraian

Kategori Keberdayaan
Tinggi
Cukup
Rendah
.…………....%...........................

1.
2.

Kepemimpinan
Efektivitas
Keberdayaan kelompok

13,33
10,00

46,67
50,00

40,00
40,00

6,67

53,33

40,00

Tingkat keberdayaan kelompok peternak sapi perah yang diteliti sebagian besar
yaitu sebanyak 53,33 persen tergolong cukup. Sisanya sebanyak 40,00 persen
tergolong rendah dan hanya 6,67 persen tergolong tinggi.

Tingkat keberdayaan

kelompok yang tergolong cukup terlihat dari tingkat kepemimpinan ketua kelompok
dan tingkat keefektifan kelompok yang cenderung masih tergolong cukup. Tingkat
kepemimpinan ketua kelompok sebagian besar (46,67%), masih tergolong cukup.
Sisanya sebanyak 40,00 persen tergolong rendah, dan sebanyak 13,33 persen
tergolong tinggi.

Secara umum kepemimpinan ketua kelompok peternak sapi perah

menunjukkan bahwa ketua kelompok peternak dipandang cukup memiliki daya di
dalam mempengaruhi anggota dan kelompok di dalam rangka mencapai tujuannya,
terutama di dalam hal daya keahlian dan daya rujukan.

Di samping cukup mampu

untuk membawa aspirasi anggota dan cukup berperan sebagai pa
tner agen
pembaharu. Ketua kelompokpun dipandang cukup memiliki pengalaman di dalam
memimpin kelompok. Hal ini berkaitan dengan posisinya yang cukup ditokohkan

16

oleh para anggotanya. Ketua kelompok ini cukup sering dijadikan tempat bertanya,
khususnya menyangkut permasalahan yang berhubungan dengan koperasinya.
Untuk kepemimpinan ketua kelompok yang rendah, yaitu sebanyak 40,00 persen
merujuk pada ketua kelompok yang kepemimpinannya belum begitu optimal di
dalam mempengaruhi kelompok dan anggotanya dalam rangka mencapai tujuan
kelompok dan anggota secara efektif.

Ketua kelompok yang tergolong rendah

kepemimpinannya ini terlihat dari masih kurangnya di dalam memerankan sebagai
patner agen pembaharu.

Hal ini dapat dilihat dari kurangnya ketua kelompok

berhubungan atau belum bertindak proaktif dengan agen pembaharu di luar koperasi
seperti dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten atau lembaga lainnya. Ketua
kelompok baru berperan sebatas sebagai penyampai pesan atau informasi yang
datangnya dari koperasi.
Pada kepemimpinan ketua kelompok yang tergolong tinggi, yaitu sebanyak 13,33
persen. Hal ini merujuk pada ketua kelompok yang relatif sudang tergolong baik dari
segi daya kemampuan mempengaruhi anggota dan kelompok di dalam mencapai
tujuannya. Ketua kelompok yang tergolong tinggi kepemimpinannya ini dicirikan
oleh daya keahliaan, daya rujukan, dan perannya sebagai patner agen pembaharu
yang tergolong tinggi. Ketua kelompok inipun memiliki etos kerja yang tinggi untuk
memajukan usaha sapi perahnya, di samping didukung oleh beragam pengalamannya
mengikuti pelatihan atau kursus, baik yang diselenggarakan di tingkat koperasi
maupun dengan di luar koperasi seperti yang dilaksanakan oleh Dekopinda
Kabupaten Sumedang dan Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang.
Dari segi efektivitas kelompok, yaitu tingkat keberhasilan kelompok di dalam
mencapai tujuan, yang dilihat dari segi keberhasilan dan moral kelompok
menunjukkan sebagian besar kelo mpok, yaitu sebanyak 50,00 persen tergolong
cukup. Sisanya sebanyak 40,00 persen tergolong rendah, dan sebanyak 10,00 persen

17

tergolong tinggi. Pada kelompok yang efektivitasnya tergolong cukup, dicirikan oleh
oleh telah dilakukannya pertemuan rutinan bulanan di kelompok. Kelompok cukup
berupaya di dalam melakukan usaha pemupukan modal sendiri, seperti penyisihan
dari susu yang disetorkan ke koperasi untuk menutupi biaya operasional kelompok.
Untuk kelompok yang efektivitasnya tergolong tinggi selain ciri-ciri di atas ada
beberapa hal lainnya yang menonjol seperti kelompok sudah memiliki pola
pembinaan sendiri di dalam mendorong munculnya partisipasi dari para anggota.
Kelompok telah secara rutin melakukan kegiatan pertemuan 2 mingguan, bulanan dan
tahunan. Kelompokpun telah memiliki target-target tertentu yang harus dicapai baik
oleh anggota maupun kelompok. Kelompokpun telah berupaya untuk memiliki
fasilitas secara swadaya, di samping kelompok telah melengkapi dengan aturan atau
norma-norma kelompok.
Pada kelompok peternak sapi perah yang efektivitasnya tergolong rendah relatif
tingkat keberhasilan dan moral kelompok lebih rendah. Pada kelompok ini umumnya
indikasi untuk efektifnya suatu kelompok belum berjalan, karenanya kelompok belum
bisa menampilkan keberhasilan sebagaimana yang seharusnya.

Kemampuan

kelompok untuk memunculkan partisipasi dari para anggotanya belum bisa optimal.
Hal ini berkaitan dengan tingkat fasilitas dan dukungan norma dari kelompok yang
masih kurang.

Demikian pula keadaan moral kelompok masih lemah, sehingga

belum dapat mendukung efektinya kelompok.
Dari gambaran di atas dapat disebutkan bahwa tingkat keberdayaan kelompok
peternak sapi perah yang diteliti cenderung masih berada dalam keadaan tingkatan
cukup. Dengan melihat masih adanya yang tergolong rendah berarti tantangan di
dalam meningkatkan keberdayaan kelompok peternak sapi perah masih cukup besar.

18

5.4. Keberhasilan Usaha Anggota
Keberhasilan usaha ternak sapi perah anggota adalah tingkatan pencapaian
efisiensi dan kualitas atau harga susu anggota. Dari hasil penelitian sebagaimana
pada Tabel 3 terungkap bahwa sebagian besar sebanyak 40,00 persen tingkat
keberhasilan usaha sapi perah anggota tergolong cukup, sedangkan sisanya sebanyak
33,33 persen tergolong tinggi dan sebanyak 26,67 persen tergolong rendah.
Tabel 3. Keragaan Keberhasilan Usaha Ternak Sapi Perah Anggota
No. Uraian

Kategori Keberdayaan
Tinggi
Cukup
Rendah
.…………....%...........................

1. Tingkat Efisiensi
2. Tingkat Harga Susu
Keberhasilan Usaha

16,67
53,33

50,00
16,67

30,00
33,33

33,33

40,00

26,67

Tingkat keberhasilan usaha ternak sapi perah dari para anggota kelompok yang
sebagian besar

(40,00%) tergolong

cukup,

terlihat

terutama

dari tingkatan

efisiensinya, yaitu sebagian besar sebanyak 50,00 persen tergolong cukup. Untuk
tingkat keberhasilan yang tergolong tinggi (33,33%), banyak ditentukan oleh
tercapainya harga susu yang di atas rata-rata, yaitu sebesar 53,33 persen, sedang
untuk yang tingkat keberdayaannya yang rendah, kedua indikatornya yang dilihat dari
tingkat efisiensi dan tingkat harga susu relatif memberikan kontribusi yang sama,
yaitu sebesar 30,00 dan 33,33 persen.
Tingkat efisiensi merupakan nisbah antara penerimaan total dengan biaya total
yang dikeluarkan yaitu dengan memperhitungkan biaya tersamar, yang berada dalam
kisaran 0,58 sampai dengan 1,56 dengan nilai rata-rata sebesar 1,09 atau dari setiap
biaya produksi yang dikeluarkan akan menghasilkan 9 persen keuntungan. Apabila

19

dibandingkan dengan tingkat suku bunga sebesar 18 persen per tahun, usaha sapi
perah tersebut belum dikategorikan memadai. Secara kualitatatif tingkat efisiensi
tersebut mencerminkan keadaan dari usaha sapi perah peternak dari kondisi kurang
efisien, mencapai titik impas atau telah diperolehnya keuntungan. Dari data yang ada
menunjukkan bahwa hampir sebagian besar usaha sapi perah anggota berada dalam
kondisi kurang efisien dan cukup. Hanya sebagian kecil saja dari peternak anggota
kelompok tersebut yang usaha sapi perahnya masuk dalam kategori tinggi tingkat
efisiensinya. Umumnya adalah mereka yang memiliki ternak sapi perah produktif
lebih dari empat ekor.
Dari segi tingkat harga para peternak dari kelompok yang diteliti, umumnya
sudah relatif di atas harga rata-rata koperasi, yaitu sebanyak 53,33 persen, sedang
yang di bawah harga rata-rata mencapai 30,00 persen, dan yang mendekati harga ratarata sebesar 16,67 persen. Tingkat harga susu rata-rata yang dicapai saat penelitian
adalah sebesar Rp. 1638,58 per liter.

Tingkat harga susu ini berkaitan dengan

kandungan fat dan total solid, semakin meningkat kandungan dari kedua hal tersebut,
maka harga susu akan semakin tinggi. Hal ini memberikan indikasi bahwa dilihat dari
kualitas susu yang dihasilkan peternak, umumnya sudah melampaui harga dasar yang
ditetapkan oleh koperasi.
5.5. Hubungan Keberdayaan Kelompok Peternak Sapi Perah dengan Keberhasilan
Usaha Sapi Perah Anggota
Berdasarkan nilai koefisien korelasi rank Spearman (rs) hubungan antara
keberdayaan kelompok peternak dan keberhasilan usaha sapi perah anggota sebesar
0,578 menunjukkan bahwa terdapat cukup hubungan antara kedua variabel tersebut.
Hal ini memberikan indikasi bahwa semakin kelompok peternak berdaya, maka
cenderung semakin lebih berhasil usaha sapi perah dari para anggota kelompok

20

tersebut. Hubungan keberdayaan kelompok peternak sapi perah dengan keberhasilan
usaha sapi perah anggota ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Koefisien Korelasi Hubungan Keberdayaan Kelompok
dengan Keberhasilan Usaha Sapi Perah Anggota
No. Uraian

Nilai Koefisien Korelasi
(rs)

1. Kepemimpinan Kelompok
2. Keefektifan Kelompok
Keberdayaan Kelompok

0,519
0,583
0,578

Dari Tabel 4 terungkap bahwa keberdayaan kelompok memiliki hubungan yang
positif atau searah dengan keberhasilan usaha sapi perah anggota.

Hal ini dapat

diartikan bahwa dengan berdayanya kelompok peternak, yakni kelompok tersebut
memiliki kekuatan, terutama dari segi kepemimpinan di kelompok dan tingkat
keefektifan kelompok, akan memberikan peluang untuk semakin lebih berhasilnya
usaha sapi perah dari para anggota kelompok.
Kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi anggota atau pengikut
merupakan hal penting di kelompok. Ketua kelompok sebagai pemimpin kelompok
dengan kepemimpinannya dapat menjadi pendorong bagi anggota di dalam mencapai
tujuannya.

Dengan sumber-sumber kekuatan atau daya yang dimiliki ketua

kelompok, maka ketua kelompok dapat mempengaruhi para anggota lainnya di dalam
menunjang keberhasilan usaha sapi perah anggota. Daya atau sumber kekuatan yang
dimiliki ketua kelompok dapat mencakup kekuatan keahlian, kekuatan rujukan
kekuatan legitimasi ataupun dapat berperan sebagai agen pembaharu.

Dengan

kekuatan keahlian, maka ketua kelompok dapat memiliki pengaruh kepada para
anggota lainnya, karena ketua kelompok dipandang mampu untuk memimpin

21

kelompok. Melalui kekuatan rujukan, ketua kelompok dipandang orang yang relatif
dijadikan contoh, baik dalam ketokohan keseharian maupun di dalam pelaksanaan
usaha sapi perahnya. Ketua kelo mpokpun dipandang sangat kuat keabsahannya,
karena dipilih langsung oleh para anggota kelompok, sedang ketua kelompokpun
dapat berperan penting di dalam menerima dan menyebarkan informasi maupun
inovasi dari agen pembaharu untuk disampaikan kepada para anggota kelompok.
Dengan

hal-hal

tersebut

menjadikan

kepemimpinan

ketua

kelompok

amat

dipentingkan untuk kuatnya suatu kelompok, sehingga dengan semakin baiknya
kepemimpinan ketua kelompok maka akan semakin lebih berhasil pula usaha sapi
perah dari para anggotanya.
Keefektifan kelompok merupakan cerminan dari berfungsi tidaknya suatu
kelompok, karena hal ini berhubungan dengan semakin efektifnya suatu kelompok.
Hal ini berarti kelompok tersebut telah memiliki keberhasilan di dalam memunculkan
partisipasi maupun

semangat atau moral dari kelompok.

Hal ini biasanya akan

berkaitan dengan kemampuan kelompok di dalam mendorong munculnya fasilitas di
kelompok maupun jelasnya norma yang ada di kelompok.

Dengan semakin

memadainya fasilitas di kelompok dan semakin jelasnya norma di dalam kelompok
akan memungkinan kelompok berfungsi dengan baik.
Dari hasil lapangan menunjukkan bahwa pada kelompok yang lebih baik tingkat
keberdayaannya tingkat keberhasilan usaha sapi perah anggota-anggota relatif lebih
baik, terutama dilihat dari segi pencapaian harga susu yang diterima. Pada kelompok
yang lebih berdaya cenderung tingkat pencapaian harga susu yang diterima peternak
lebih tinggi. Dengan hal ini menjadi jelas bahwa untuk lebih berhasilnya usaha sapi
perah anggota, maka faktor kepemimpinan ketua kelompok dan tingkat keefektifan
kelompok dapat menjadi pintu masuk di dalam mendorong keberhasilan usaha sapi
perah anggota, sehingga perlu diperhatikan lebih baik lagi.

22

VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan atas hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
(1) Tingkatan fungsi-fungsi koperasi dari koperasi yang diteliti secara kumulatif
berkisar dari yang tergolong rendah sampai dengan yang tergolong cukup,
dengan skornya berkisar dari 39,71 sampai 61,43 persen dari skor harapan
maksimum.
tergolong

Secara keseluruhan tingkatan fungsi-fungsi koperasi rata-rata
rendah, dengan skor mencapai 50,29 persen dari skor harapan

maksimum.
(2) Pada umumnya dari koperasi yang diteliti belum melakukan fungsi-fungsinya
sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh suatu koperasi secara optimal. Hal
ini terutama terlihat dari masih rendahnya koperasi di dalam melakukan: (1)
fungsi pengembangan keanggotaan, (2) fungsi pengembangan kelompok, dan (3)
fungsi pengembangan partisipasi.
(3) Rendahnya

fungsi

pengembangan

ke
anggotaan

tercermin

dari:

belum

dilakukannya penerapan sistem seleksi oleh koperasi, kegiatan pemberian
informasi dan pendidikan serta kegiatan penyuluhan yang cenderung masih
terbatas.

Rendahnya fungsi pengembangan kelompok terlihat dari: lemahnya

dukungan koperasi di dalam mengefektifkan kepemimpinan di kelompok,
rendahnya dukungan di dalam memfasilitasi kelompok, dan kurangnya dukungan
di dalam menunjang keberadaan kelompok. Rendahnya fungsi pengembangan
partisipasi terlihat dari kurangnya koperasi di dalam upaya penumbuhan hak-hak

23

anggota, khususnya di dalam hak dialog (voice), hak memilih dan dipilih (vote)
maupun hak keluar (exit).

6.2. Saran
Saran yang dapat dikemukakan sesuai dengan hasil penelitian dan pembahasan
adalah:
(1) Koperasi agar dapat meningkatkan fungsi-fungsinya, , terutama di dalamPada
umumnya dari koperasi yang diteliti belum melakukan fungsi-fungsinya
sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh suatu koperasi secara optimal. Hal
ini terutama terlihat dari masih rendahnya koperasi di dalam melakukan: (1)
fungsi pengembangan keanggotaan, (2) fungsi pengembangan kelompok, dan (3)
fungsi pengembangan partisipasi.
(2) K
(3)

Rendahnya fungsi pengembangan keanggotaan tercermin dari: belum
dilakukannya penerapan sistem seleksi oleh koperasi, kegiatan pemberian
informasi dan pendidikan serta kegiatan penyuluhan yang cenderung masih
terbatas.

Rendahnya fungsi pengembangan kelompok terlihat dari:

lemahnya dukungan koperasi di dalam mengefektifkan kepemimpinan di
kelompok, rendahnya dukungan di dalam memfasilitasi kelompok, dan
kurangnya

dukungan

di

dalam

me
nunjang

keberadaan

kelompok.

Rendahnya fungsi pengembangan partisipasi terlihat dari kurangnya
koperasi di dalam upaya penumbuhan hak-hak anggota, khususnya di dalam
hak dialog (voice), hak memilih dan dipilih (vote) maupun hak keluar (exit).
(4)

23

24

(5) Untuk

mendorong

munculnya

kebe
rdayaan

kelompok,

maka

faktor

kepemimpinan dan keefektifan kelompok perlu lebih diperhatikan lagi.
(6) Untuk mencapai kepemimpinan kelompok yang baik, maka diperlukan dorongan
agar ketua kelompok dapat memiliki sumber-sumber kekuatan atau daya, yang
mencakup daya keahlian, daya rujukan, dan dapat bertindak sebagai patner agen
pembaharu.
(7) Untuk mencapai keefektifan kelompok, maka kelompok perlu didorong untuk
dapat memfasilitasi dirinya dan memiliki norma-norma yang memadai yang
dapat menjadi pedoman kelompok dan anggotanya di dalam mencapai tujuannya.
(8) Dalam mendorong keberhasilan usaha sapi perah anggota elain
s
faktor
keberdayaan kelompok, diperlukan pula bentuk-bentuk fasilitasi agar peternak
dapat memiliki sapi produktif yang memadai sehingga mencapai kelayakan
usahanya baik oleh pihak koperasi, pemerintah maupun lembaga lainnya.

24

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S. 1995. 90 Tahun Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta.
Aida Vitayala S. Hubeis. 2000. Suatu Pikiran Tentang Kebijakan Pemberdayaan Kelembagaan Petani. Deptanhut. Jakarta.
Anonymous. 2000. Kebijakan Pemberdayaan Kelembagaan Tani. Biro Perencanaan dan KLN Departemen Pertanian. Jakarta
Anonymous. 2002. Pengembangan Kelembagaan Peternak Di Kawasan Agribisnis
Berbasis Peternakan. Direktorat Pengembangan Peternakan, Dirjen Bina Produksi
Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Hernanto, F. 1988. Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kadarsan. H.W. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis.
Gramedia Pustka Utama. Jakarta.
Page, N., dan Czuba C.E. 1999. Empowerment: What is it?. Journal of Extension,
Vol. 37 Number 5.
Margono Slamet. 1978. Beberapa Catatan tentang Pengembangan Organisasi
Kumpulan Bahan Bacaan Penyuluhan Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
____________. 2001. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian Di Era Otonomi
Daerah. Disajikan pada Seminar Perhiptani 2001. Tasikmalaya.
Reijntjes, C., Haverkort, B, dan Bayer W.A. 1999. Pertanian Masa Depan.
Kanisius Jakarta.

24

25

Lampiran 1. Identitas Responden

No.Res.

Nama

Umur
(Th)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Yayat B.
Wikarma
Edi S.
Entang
Adin
Eme
Rahmat
Enju B.
Maryati
Dudung
Dede
Bubun
Rasidi
Undang
Dana
Danah
Adang
Bahri
Uyo
Eno
Entin
Rohman
Mamat
Elim S.
Totong
Junaedi
Aan
Rohmat
Anan
Yana

35
75
28
55
50
63
59
60
25
35
24
47
50
65
40
29
45
73
35
60
34
40
40
57
34
41
36
37
48
25

Pend.

Nama
Kelompok

Lama
Anggota

Pemilikan
Sapi Prod.
(Ekor)

SLTA
SR/SD
SLTA
SD
SD
SR/SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SLTP
SLTA
SLTA
SD
SD
SD
SD

Sri Mukti
Sri Mukti
Sri Mukti
Sri Mukti
Sri Mukti
Sri Mukti
Sri Mukti
Sri Mukti
Silih Asih
Silih Asih
Silih Asih
Silih Asih
Silih Asih
Silih Asih
Silih Asih
Harapan Jaya
Harapan Jaya
Harapan Jaya
Harapan Jaya
Harapan Jaya
Harapan Jaya
Harapan Jaya
Harapan Jaya
Wibawa Mekar
Wibawa Mekar
Wibawa Mekar
Wibawa Mekar
Wibawa Mekar
Wibawa Mekar
Wibawa Mekar

5
24
3
16
10
20
9
9
12
15
0.5
7
10
12
8
9
3
14
6
16
14
5
8
16
8
14
14
16
11
15

4
2
2
5
4
20
6
4
3
5
2
5
5
6
4
1
2
1
3
2
1
3
13
5
3
3
2
3
4
4

26

Lampiran 2. Nilai Keberdayaan Kelompok dan Keberhasilan Usaha Sapi Perah
Anggota
2.1. Nilai Keberdayaan Kelompok
No
Resp.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Kepemim

Keefektif

31
24
24
29
24
24
25
24
24
29
26
24
27
25
32
34
33
41
40
33
33
34
32
32
31
25
40
32
33
40

35
27
28
26
29
27
27
26
32
28
29
27
33
36
30
37
38
38
45
38
38
37
37
45
35
32
29
38
35
45

Total
66
51
52
55
53
51
52
50
56
57
55
51
60
61
62
71
71
79
85
71
71
71
69
77
66
57
69
70
68
85

27

Lampiran 2 (Lanjutan)
2.1. Nilai Keberhasilan Usaha Sapi Perah Anggota
No
Resp.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Harga
Susu

Efisiensi
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3

2
1
1
2
2
3
3
2
1
2
1
2
2
3
2
1
1
1
2
1
1
2
3
3
2
2
1
2
3
2

Total
3
2
2
3
3
4
4
3
2
4
3
4
4
5
5
4
4
4
5
4
4
5
6
6
5
5
4
5
6
5

28