Menyelesaikan model Ross dengan menggunakan metode Heun.

(1)

Model Ross adalah suatu model matematika yang terdiri dari sistem persamaan diferensial yang digunakan untuk menyelesaikan penyebaran penyakit malaria.

Dalam tugas akhir ini, model Ross diselesaikan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode Euler dan metode Heun. Metode Euler adalah salah satu dari metode satu langkah yang paling sederhana. Dibandingkan dengan beberapa metode lainnya, metode ini paling kurang teliti. Namun demikian metode ini perlu dipelajari mengingat kesederhanaannya dan mudah pemahamannya sehingga memudahkan dalam mempelajari metode lain yang lebih teliti. Metode Euler mempunyai ketelitian yang rendah karena galatnya besar (sebanding dengan h). Buruknya galat ini dapat dikurangi dengan menggunakan metode Heun, yang merupakan perbaikan metode Euler (modified Euler’s method). Pada metode Heun, solusi dari metode Euler dijadikan sebagai solusi perkiraan awal (prediktor), selanjutnya solusi perkiraan awal diperbaiki dengan metode Heun (korektor).


(2)

Ross’ model is a mathematical model which consists of differential equation system which is used to solve the spreading of malaria disease.

In this final assignment, Ross’ model is solved by two methods. They are Euler method and Heun methods. Euler method is one of the simplest one step method. Compared to other methods, this method belong to the less accurately method. However, this method is needed to be learnt before learning other more accurate methods. Euler method has a low accuracy because of the big error. This error can be minimized using Heun method, which is the improvement of Euler method. On Heun method, the solution of Euler method is used as the initial estimation, then this initial estimation is repaired with Heun method.


(3)

i

MENYELESAIKAN MODEL ROSS DENGAN

MENGGUNAKAN METODE HEUN

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Matematika

Program Studi Matematika

Disusun Oleh : Rahmawati Risma Wijaya

NIM: 123114007

PROGRAM STUDI MATEMATIKA, JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

ii

SOLVING

THE ROSS’

MODEL USING THE

HEUN’S

METHOD

FINAL ASSIGNMENT

Presented as Partial Fulfillment of the

Requirements to Obtain the Degree of Sarjana Matematika Mathematics Study Program

Written by :

Rahmawati Risma Wijaya Student ID: 123114007

MATHEMATICS STUDY PROGRAM, DEPARTMENT OF MATHEMATICS FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan tugas akhir ini untuk:

TuhanYesus yang sangat mencintaiku dan kucintai, kedua orang tuaku yang sangat kucintai dan kusayangi, adikku yang sangat kusayangi, dan untuk semua


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa makalah yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain kecuali yang disebutkan dalam daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Januari 2017


(9)

vii ABSTRAK

Model Ross adalah suatu model matematika yang terdiri dari sistem persamaan diferensial yang digunakan untuk menyelesaikan penyebaran penyakit malaria.

Dalam tugas akhir ini, model Ross diselesaikan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode Euler dan metode Heun. Metode Euler adalah salah satu dari metode satu langkah yang paling sederhana. Dibandingkan dengan beberapa metode lainnya, metode ini paling kurang teliti. Namun demikian metode ini perlu dipelajari mengingat kesederhanaannya dan mudah pemahamannya sehingga memudahkan dalam mempelajari metode lain yang lebih teliti. Metode Euler mempunyai ketelitian yang rendah karena galatnya besar (sebanding dengan h). Buruknya galat ini dapat dikurangi dengan menggunakan metode Heun, yang merupakan perbaikan metode Euler (modified Euler’s method). Pada metode Heun, solusi dari metode Euler dijadikan sebagai solusi perkiraan awal (prediktor), selanjutnya solusi perkiraan awal diperbaiki dengan metode Heun (korektor).


(10)

viii ABSTRACT

Ross’ model is a mathematical model which consists of differential equation system which is used to solve the spreading of malaria disease.

In this final assignment, Ross’ model is solved by two methods. They are Euler method and Heun methods. Euler method is one of the simplest one step method. Compared to other methods, this method belong to the less accurately method. However, this method is needed to be learnt before learning other more accurate methods. Euler method has a low accuracy because of the big error. This error can be minimized using Heun method, which is the improvement of Euler method. On Heun method, the solution of Euler method is used as the initial estimation, then this initial estimation is repaired with Heun method.


(11)

ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Rahmawati Risma Wijaya

NIM : 123114007

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Menyelesaikan Model Ross dengan Menggunakan Metode Heun

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan ke dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 17 Januari 2017 Yang menyatakan


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Matematika, Universitas Sanata Dharma. Banyak tantangan dalam proses penulisan makalah ini, namun dengan penyertaan Tuhan serta dukungan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Sudi Mungkasi, S.Si., M.Math.Sc., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

2. Y.G. Hartono, S.Si., M.Sc., Ph.D. selaku Kepala Program Studi Matematika sekaligus dosen pembimbing yang dengan sabar dan penuh antusias dalam membimbing selama proses penulisan tugas akhir ini. 3. Y.G. Hartono, S.Si., M.Sc. selaku Bapak dan Ibu Dosen Program Studi

Matematika yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.

4. Kedua orang tuaku, Sumadi dan Kristini, dan adikku Ginza Yeremia Mey Adhi Rhizma yang selalu mendukungku dengan penuh kasih dan memberikan masukkan positif kepadaku.

5. Wisnu Adi Putra yang telah memberikan semangat dan dukungan kepadaku dengan penuh kasih.


(13)

xi

6. Sahabat-sahabatku di Program Studi Matematika, Sila, Putri, Ega, Bobi, Lia, Arum, Dewi, Amanda, Ferni, Juli, Happy, Anggun, Noni, Ilga, Oxi, Ajeng, Budi, Rian, Tika yang selalu setia mendengar keluh kesah, menemani dan memeberi semangat yang sangat berarti.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Yogyakarta, 17 Januari 2017 Penulis,


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL DALAM BAHASA INGGRIS ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRAK DALAM BAHASA INGGRIS ... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4


(15)

xiii

E. Manfaat Penulisan ... 4

F. Metode Penulisan ... 5

G. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Persamaan Diferensial ... 7

B. Sistem Persamaan Diferensial ... 9

C. Titik Kesetimbangan ... 10

D. Metode Euler ... 10

E. Metode Heun ... 16

BAB III MENYELESAIKAN MODEL ROSS DENGAN MENGGUNAKAN METODE HEUN ... 22

A. Model Ross ... 22

B. Penyelesaian Model Ross Menggunakan Metode Euler ... 38

C. Penyelesaian Model Ross Menggunakan Metode Heun ... 41

BAB V PENUTUP ... 45

A. Kesimpulan ... 45

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gfrafik Hasil Perhitungan Analitik ... 13

Gambar 2.2 Grafik Hasil Perhitungan Metode Euler ... 15

Gambar 2.3 Grafik Hasil Perhitungan Metode Heun ... 18

Gambar 2.4 Grafik Perbandingan Analitik, Metode Euler dan Metode Heun .... 20

Gambar 2.5 Grafik Error Metode Euler dan Metode Heun ... 21

Gambar 3.1 Grafik Fraksi Infeksi ... 37

Gambar 3.2 Grafik Model Ross Menggunakan Metode Euler ... 40


(17)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Hasil Perhitungan Analitik ... 12

Tabel 2.2 Hasil Perhitungan Metode Euler ... 14

Tabel 2.3 Hasil Perhitungan Metode Heun ... 17

Tabel 2.4 Perbandingan Analitik, Metode Euler dan Metode Heun ... 19

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Model Ross Menggunakan Metode Euler ... 39


(18)

BAB I

MENYELESAIKAN MODEL ROSS DENGAN

MENGGUNAKAN METODE HEUN

A. Latar Belakang

Ronald Ross lahir pada tahun 1857 di India Utara. Selama cuti pada tahun 1894, Ross mulai mempelajari penyakit malaria. Ross bertemu dengan Landon Patrick Manson, seorang spesialis kedokteran tropis, yang menunjukkan hasil penelitian mikroskop dokter Alphonse Laveran pada tahun 1880 mengenai darah pasien penyakit malaria yang mengandung parasit. Manson mengasumsikan bahwa parasit bisa datang dari nyamuk. Manson percaya bahwa manusia terinfeksi oleh parasit ketika minum air yang terkontaminasi oleh nyamuk. Dari 1895 sampai 1898, Ross melanjutkan penelitian di India dan menguji ide Manson. Pada tahun 1897 Ross menemukan di dalam perut spesies nyamuk tertentu yang belum pernah ia pelajari sebelumnya beberapa parasit serupa dengan yang diamati oleh Laveran. Ross menemukan parasit di kelenjar ludah nyamuk Anopheles dan mencoba melakukan eksperimen untuk menginfeksi burung sehat dengan membiarkan nyamuk menggigit mereka. Ini membuktikan bahwa malaria ditularkan oleh gigitan nyamuk dan bukan oleh konsumsi air yang terkontaminasi. Ross melakukan perjalanan ke Afrika, Mauritius, dan daerah Mediterranea untuk mempromosikan pembasmian nyamuk. Metode ini berhasil di Mesir sepanjang terusan


(19)

Suez, sepanjangterusan Panama yang sedang dibangun, Kuba dan Malaysia. Ross mengklaim bahwa malaria bisa diberantas hanya dengan mengurangi jumlah nyamuk. Pada tahun 1911, Ross mencoba untuk membangun model matematika dari penularan malaria untuk mendukung klaimnya. Modelnya terdiri dari sistem dua persamaan diferensial.

Notasi yang digunakan sebagai berikut:

N: jumlah populasi manusia di daerah tertentu;

I (t): jumlah manusia yang terinfeksi malaria pada waktu t; n: jumlah populasi nyamuk (diasumsikan konstan);

i (t): jumlah nyamuk yang terinfeksi malaria; b: frekuensi nyamuk menggigit;

p: Probabilitas transmisi malaria dari manusia ke nyamuk setiap satu gigitan;

p’ : probabilitas transmisi malaria dari nyamuk ke manusia setiap satu gigitan;

a : tingkat di mana manusia pulih dari malaria; m: tingkat kematian nyamuk per hari.

Selama interval waktu pendek dt, setiap nyamuk yang terinfeksi menggigit bdt manusia dan �−�

� adalah proporsi manusia yang belum terinfeksi.

Dengan memperhitungkan probabilitas transmisi p’ terdapat bp’i�−�

� �

manusia baru yang terinfeksi. Selama interval waktu yang sama, jumlah manusia yang disembuhkan adalah aI dt, sehingga


(20)

� �=bp’i

�−� � − �.

Demikian pula setiap nyamuk yang tidak terinfeksi menggigit b dt manusia, dan

� adalah proporsi manusia yang sudah terinfeksi. Dengan

memperhitungkan probabilitas transmisi p terdapat bp(n-i)

� � nyamuk

baru yang terinfeksi. Sementara itu, dengan asumsi bahwa infeksi tidak mempengaruhi kematian, jumlah nyamuk yang mati adalah mi dt. Jadi,

�= � − � �

�− �.

Ross mencari nilai-nilai numerik untuk parameterdari modelnya. Ia berasumsi bahwa :

1. Kematian nyamuk adalah sedemikian rupa sehingga hanya sepertiga dari mereka yang masih hidup setelah sepuluh hari, jadi

= dan = log / per hari;

2. Setelah tiga bulan manusia masih terinfeksi, jadi − = / dan = log / per hari;

3. Satu dari delapan gigitan nyamuk setiap hari, jadi − = / dan = log per hari;

4. Nyamuk yang terinfeksi biasanya tidak menular selama sepuluh hari pertama setelah infeksi karena parasit harus melalui beberapa tahap transformasi. Karena sepertiga dari nyamuk bisa bertahan sepuluh hari, Ross mengasumsikan bahwa ada juga sekitar sepertiga dari semua nyamuk yang terinfeksi yang menularkan: �′= / ;


(21)

5. Ross mengasumsikan bahwa ada juga sekitar seperempat dari semua manusia yang terinfeksi yang menularkan: � = / .

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dibicarakan pada tugas akhir ini adalah: 1. Bagaimana memodelkan penyebaran penyakit malaria ?

2. Bagaimana menyelesaikan model Ross menggunakan metode Heun?

C. Batasan Masalah

Tugas akhir ini dibatasi pada masalah-masalah sebagai berikut: Dalam menyelesaikan model Ross, penulis hanya akan menggunakan metode Heun.

D. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menyelesaikan model Ross dengan menggunakan metode Heun.

E. Manfaat penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan tugas akhir ini adalah kita dapat mengetahui bagaimana cara menyelesaikan model Ross menggunakan metode Heun.


(22)

F. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis dalam penulisan tugas akhir ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca dan mempelajari buku-buku atau jurnal-jurnal yang berkaitan dengan metode Ross.

G. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Batasan Masalah D. Tujuan Penulisan E. Manfaat Penulisan F. Metode Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II LANDASAN TEORI A. Persamaan Diferensial

B. Sistem Persamaan Diferensial C. Titik Kesetimbangan

D. Metode Euler E. Metode Heun

BABIII MENYELESAIKAN MODEL ROSS DENGAN MENGGUNAKAN METODE HEUN


(23)

B. Penyelesaian Model Ross Menggunakan Metode Euler C. Penyelesain Model Ross Menggunakan Metode Heun BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan B. Saran


(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Persamaan Diferensial

Definisi 2.1 Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial adalah persamaan yang memuat suatu fungsi dan turunan-turunannya. Jika fungsi yang tidak diketahui mempunyai satu variabel bebas, misalnya = maka Persamaan Diferensial tersebut disebut Persamaan Diferensial Biasa (PDB). Turunan-turunan = adalah , , , …

Contoh 2.1

� + �

�� + =

Definisi 2.2 Orde Persamaan Diferensial

Orde Persamaan Diferensial adalah orde turunan tertinggi yang terlibat dalam Persamaan Diferensial. PDB linear berorde mempunyai bentuk �+ �−�− + … + + = , dengan ≠ .

Ciri-ciri Persamaan Diferensial linear :

1. Dalam satu suku tidak ada perkalian (pembagian) antara dengan atau turunannya.


(25)

2. Dalam satu suku tidak ada fungsi transendental (trigonometri, logaritma, eksponen, dll) dari fungsi atau turunannya.

Definisi 2.3 Solusi Persamaan Diferensial

Solusi (penyelesaian) Persamaan Diferensial adalah fungsi yang memenuhi Persamaan Diferensial. Bentuk solusi Persamaan Diferensial bisa eksplisit = ataupum implisit , = . Suatu Persamaan Diferensial bisa juga tidak mempunyai solusi dalam himpunan bilangan real, tetapi mempunyai solusi dalam himpunan bilangan kompleks, solusi ini disebut solusi formal Persamaan Diferensial.

Penyelesaian Persamaan Diferensial tidak tunggal, sehingga penyelesaian Persamaan Diferensial membentuk keluarga fungsi dan disebut keluarga penyelesaian Persamaan Diferensial.

Contoh 2.2

Persamaan Diferensial = mempunyai keluarga penyelesaian = + , adalah konstan dan disebut parameter.

Definisi 2.4 Masalah Nilai Awal (MNA)

Masalah Nilai Awal (MNA) adalah suatu Persamaan Diferensial yang dilengkapi dengan data pada satu titik awal domain.


(26)

Definisi 2.5 Masalah Nilai Batas (MNB)

Masalah Nilai Batas adalah Persamaan Diferensial yang dilengkapi data pada titik-titik batas domain.

B. Sistem Persamaan Diferensial

Definisi 2.6 Sistem Persamaan Diferensial

Sistem persamaan diferensial adalah suatu sistem yang memuat buah persamaan diferensial dan buah fungsi yang nilainya tidak diketahui.

Sistem persamaan diferensial linear dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:

� = � � + � � + … + � � + �

� = � � + � � + … + � � + �

.

. (2.1) .

� = � � + � � + … + � � + �

dengan kondisi awal � = , � = , , … , .

Solusi dari persamaan di atas adalah pasangan buah fungsi yaitu � , � , … , � yang saling berkaitan satu sama lainnya terhadap interval yang sama.


(27)

C. Titik Kesetimbangan

Dengan memperhatikan titik-titik kesetimbangan dari sistem persamaan diferensial (2.1) dapat membantu dalam menentukan apakah titik-titik kesetimbangan stabil atau tidak.

Definisi 2.7 Titik Kesetimbangan

Nilai atau titik kesetimbangan adalah solusi dari persamaan ′= , ≡ atau = ≡ , untuk nilai sembarang .

Titik kesetimbangan dikatakan stabil jika untuk setiap bilangan > terdapat bilangan > sedemikian hingga | − | < berlaku | � − ∗| < untuk setiap � > .

D. Metode Euler

Definisi 2.8 Solusi Numeris

Solusi numeris merupakan hampiran (aproksimasi) dari solusi analisis. Berikut adalah Persamaan Diferensial tingkat satu :

� = (�, � ), ≤ � ≤ , = (2.2)

Tahap awal penyelesaian pendekatan numerik adalah dengan menentukan titik-titik dalam jarak yang sama pada interval [ , ], yaitu dengan menerapkan � = + �ℎ, � = , , … , dengan ℎ menyatakan jarak antar titik yang dirumuskan oleh ℎ = − . Metode Euler menghampiri turunan pertama di � = � dalam persamaan (2.2) dengan persamaan


(28)

�′= � ≈�+ − �

�+ − �� =

�+ − �

ℎ Pada saat � = persamaan (2.2) dapat ditulis sebagai

�+ − �

ℎ ≈ ��, �

Jadi metode Euler mendapatkan barisan numerik { }�= yang dinyatakan sebagai

=

�+ ≈ � + ℎ ��, � , � = , , , … , − (2.3)

Contoh 2.3

Selesaikan Persamaan Diferensial berikut :

� = � − � + , < � < , = .

secara analitik. Penyelesaian:

Solusi persamaan diferensial homogen ′ � − � = dari persamaan diferensial nonhomogen di atas adalah = �, sebab persamaan karakteristiknya yaitu − = memiliki tepat satu akar = .

Akan dicari solusi yang terkait dengan � � = −� + dengan metode koefisien tak tentu.

Himpunan koefisien tak tentu dari −� + adalah {� , �, }. Dibentuk kombinasi linear = � + � + .

Substitusi ke persamaan diferensial awal menghasilkan � + = � + � + − � +


(29)

� + � − � + − = � −

� + − � + − = � −

Sehingga diperoleh = , = , = Jadi = � + � +

Jadi solusi umum persamaan diferensial tersebut adalah � = � + � � = �+ � + � +

Diketahui = . maka + = . jadi = − . . Akibatnya solusi persamaan diferensial dari masalah nilai awal tersebut adalah

� = − . �+ � + � +

Dari solusi di atas diperoleh hasil seperti pada Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 Hasil Perhitungan Analitik

�� Analitik

0 0.5000 0.2 0.8293 0.4 1.2141 0.6 1.6489 0.8 2.1272 1.0 2.6409 1.2 3.1799 1.4 3.7324 1.6 4.2835 1.8 4.8152


(30)

2.0 5.3055

Dari penyelesaian di atas dihasilkan grafik seperti pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.1 Grafik Hasil Perhitungan Analitik

Contoh 2.4

Selesaikan Persamaan Diferensial berikut :

� = � − � + , < � < , = .

Menggunakan metode Euler dengan =

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 0.5

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

t


(31)

Penyelesaian :

Dicari jarak antar titik dalam interval [0,2] yaitu ℎ = − = . Sehingga mempunyai titik-titik diskrit yang dihasilkan oleh

�� = + � . = . �, � = , , … ,

yaitu

� = , � = . , � = . , � = . , � = . , � = . , � = . , � = . , � = . , � = . , � = .

Karena diketahui (�, � ) = � − � + dan = . Maka persamaan Euler dapat dinyatakan sebagai

= .

�+ ≈ � + . �− �� + , � = , , , … ,

Dari solusi di atas diperoleh hasil seperti pada Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Hasil Peritungan Metode Euler

�� Euler

0 0.5000 0.2 0.7920 0.4 1.1184 0.6 1.4701 0.8 1.8361 1.0 2.2033 1.2 2.5560 1.4 2.8752


(32)

Dari perhitungan di atas dihasilkan grafik seperti pada Gambar 2.1 di bawah ini.

Gambar 2.2 Grafik Hasil Perhitungan Metode Euler 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 0.5

1 1.5 2 2.5 3

t

y

1.6 3.1382 1.8 3.3179 2.0 3.3814


(33)

E. Metode Heun

Metode Heun memperbaiki taksiran turunan pertama dengan mengambil rata-rata dari kedua turunan pada titik-titik ujung subinterval. Turunan di titik awal subinterval [�, ��+ ] yaitu ′ = �, .

Taksiran untuk �+ dihitung menggunakan metode Euler :

�+ ≈ � + ℎ ��, � (2.4)

Yang selanjutnya digunakan untuk menaksir turunan di titik akhir subinterval : ′�+ = ��+ , �+ ≈ (� + ℎ, + ℎ �, ).

Diperoleh rata-rata turunan pertama di � = � yaitu

′� ≈� ��, � +� ��+ℎ, �+ℎ� ��, � (2.5)

Jadi, metode Heun diperoleh dengan mengganti �, pada persamaan (2.4) dengan ruas kanan dari persamaan (2.5) :

=

�+ ≈ � +ℎ[ ��, � + (�� + ℎ, � + ℎ ��, � )]

dengan � = , , , … , − .

Contoh 2.5

Selesaikan Persamaan Diferensial berikut :

� = � − � + , < � < , = .

Menggunakan metode Heun dengan = Penyelesaian :


(34)

Sehingga mempunyai titik-titik diskrit yang dihasilkan oleh �� = + � . = . �, � = , , … ,

yaitu

� = , � = . , � = . , � = . , � = . , � = . , � = . , � = . , � = . , � = . , � = .

Karena diketahui (�, � ) = � − � + dan = . Maka persamaan Heun dapat dinyatakan sebagai

= .

�+ ≈ � + . � − �� + + ( �+ . �− �� + − �� + )

Untuk � = , , , … ,

Dari solusi di atas diperoleh hasil seperti pada Tabel 2.3 di bawah ini. Tabel 2.3 Hasil Perhitungan Metode Heun

�� Heun

0 0.5000 0.2 0.8212 0.4 1.1867 0.6 1.5885 0.8 2.0172 1.0 2.4610 1.2 2.9056 1.4 3.3336 1.6 3.7238


(35)

1.8 3.7238 2.0 4.2814

Dari perhitungan di atas dihasilkan grafik seperti pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.3 Grafik Hasil Perhitungan Metode Heun

Dari contoh 2.3, contoh 2.4 dan contoh 2.5 di atas kita dapat simpulkan dengan Tabel 2.1 dan Gambar 2.4 di bawah ini.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 0.5

1 1.5 2 2.5 3 3.5 4

t


(36)

Tabel 2.4 Perbandingan Hasil Perhitungan Analitik, Metode Euler, Metode Heun dan Errornya

�� Analitik Euler Heun Error Euler Error Heun

0 0.5000 0.5000 0.5000 0 0 0.2 0.8293 0.7920 0.8212 0.0373 0.0081 0.4 1.2141 1.1184 1.1867 0.0957 0.0274 0.6 1.6489 1.4701 1.5885 0.1788 0.0604 0.8 2.1272 1.8361 2.0172 0.2911 0.1100 1.0 2.6409 2.2033 2.4610 0.4376 0.1799 1.2 3.1799 2.5560 2.9056 0.6239 0.2743 1.4 3.7324 2.8752 3.3336 0.8572 0.3988 1.6 4.2835 3.1382 3.7238 1.1453 0.5597 1.8 4.8152 3.3179 3.7238 1.4973 1.0914 2.0 5.3055 3.3814 4.2814 1.9241 1.0181

Dari Tabel 2.1 di atas dapat kita lihat penyelesaian dengan menggunakan metode Euler dan metode Heun menghasilkan nilai yang berbeda. Dan dari tabel di atas juga ditunjukan error keduanya. Dari error tersebut kita dapat mengatahui bahwa hasil metode Heun lebih akurat dibanding dengan hasil metode Euler. Perbedaan ketiga metode di atas dapat kita lihat pada Gambar 2.4.


(37)

Gambar 2.4 Grafik Perbandingan Hasil Perhitungan Analitik, Metode Euler, dan Metode Heun

Pada Gambar 2.4 grafik warna merah menunjukkan hasil perhitungan secara analitik, grafik warna hijau menunjukkan hasil perhitungan menggunakan metode Heun, dan grafik warna biru menunjukkan hasilm perhitungan menggunakan metode Euler. Dari grafik di atas kita dapat melihat lebih jelas tingkat keakuratan kedua metode ter-sebut. Metode Heun lebih akurat disbanding dengan metode Euler.

Berikut diberikan grafik error Euler dan error Heun pada Gambar 2.5.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

t


(38)

Gambar 2.5 Grafik Perbandingan Error Metode Euler dan Metode Heun

Pada Gambar 2.5 grafik berwarna hijau menunjukkan error Heun dan grafik berwarna biru menunjukkan error Euler. Dari grafik tersebut terlihat jelas bahwa error Euler lebih tinggi dibandingkan dengan error Heun.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2

t

e

rr

o


(39)

BAB III

MENYELESAIKAN MODEL ROSS DENGAN MENGGUNAKAN METODE HEUN

A. Model Ross

Model Ross terdiri dari sistem dua persamaan diferensial. Notasi yang digunakan sebagai berikut:

N : jumlah populasi manusia di daerah tertentu;

I (t): jumlah manusia yang terinfeksi malaria pada waktu t; n: jumlah populasi nyamuk (diasumsikan konstan);

i (t): jumlah nyamuk yang terinfeksi malaria; b: frekuensi nyamuk menggigit per hari;

p: Probabilitas transmisi malaria dari manusia ke nyamuk dalam satu gigitan;

p’ : probabilitas transmisi malaria dari nyamuk ke manusia dalam satu gigitan;

a : tingkat manusia pulih dari malaria per hari; m: tingkat kematian nyamuk per hari.

Selama interval waktu pendek dt, setiap nyamuk yang terinfeksi menggigit b dt manusia. �−�

� adalah proporsi manusia yang belum terinfeksi. Dengan

memperhitungkan probabilitas transmisi p’ terdapat bp’i�−�

� � manusia

baru yang terinfeksi. Selama interval waktu yang sama, jumlah manusia yang disembuhkan adalah aI dt, sehingga


(40)

�= �′�

�−�

� − �.

Demikian pula setiap nyamuk yang tidak terinfeksi menggigit b dt manusia, dimana

� adalah proporsi manusia yang sudah terinfeksi. Dengan

memperhitungkan probabilitas transmisi p terdapat bp(n-i)

� �nyamuk

baru yang terinfeksi. Sementara itu, dengan asumsi bahwa infeksi tidak mempengaruhi kematian, jumlah nyamuk yang mati adalah mi dt. Jadi,

�= � − � �

�− �.

Teorema 3.1

Jika diketahui jumlah nyamuk yang terinfeksi � � tetap konstan terhadap waktu �

�= dan �

�= maka � =

− �⁄ ��′

+ ⁄ � .

Bukti 1:

� − � � − � =� � − � � = �� � − � � = � � � = � − �� �

Selalu setimbang ketika � = dan � = �′� − �

� − � =


(41)

�′ � − � � � − �⁄ � − ( � � � − � ) = �′� (� � − � � � � − � ) − ( � � � − � ) = �′� ( − � � � � − � ) − ( � � � − � ) = �′� ( − � � − � ) − ( � � � − � ) = �′ � − � � − � − � � − � = ( � � � − � ) �′ � − � − � � − � = ( � � � − � )

Kemudian kedua ruas dikalikan dengan � − � . �′� � − � − � = � � �′� � − �� − � = � � ��′ � − ��� − �� = � � ��′ � = ��� + �� + � � �′ � + � + � − ��� = �[ �′ � + � + � − ��] = � = Atau �′ � + � + � − ��= �′ � + � = − � + ��′ � = ����+ �− �


(42)

�′ � + , sehingga

� = ��� +− �

� = ��′ ( � + ) Kemudian ��′ − �

�′ �+ dikalikan dengan

�, diperoleh

� = ��′ �� � ( � + )� � = ��′ ⁄ � +��′− �⁄ ��′ � = ��′ ⁄ � � +�� ′ − � ⁄ ��′ � = − +� ⁄ ��′

� = − +�⁄ ��′ Terbukti ketika �

�= dan �

�= dan untuk � ≠ , diperoleh

� = − +�⁄ ��′ Bukti 2:

Untuk membuktikan � = − �⁄ ��′

+ ⁄ � dapat dilakukan dengan cara lain,

yaitu dengan mengalikan persamaan kesetimbangan tersebut dengan ⁄��, sebagai berikut :

( �′� − �


(43)

�′�� − ��� � − � (��) = �′�� − ��� − �� � (��) = �′�� − ��� − �� ��� = �′�� ��� − �′�� ��� − �� ��� = �′ � − �′ � − � = �′ � − � = �′ �

Sehingga untuk persamaan pertama diperoleh : �′

� − � = �′

Untuk persamaan yang kedua sama dengan persamaan pertama di atas dikali dengan ⁄��

( � − � � − �) (��) =� � − �� � � − � (��) = ( � � − ��� − �� � ) (��) = � � − ��� − �� ��� = � � ��� − ��� ��� − �� ��� = � �� − � � − � =


(44)

− � + �� =� � �

Diperoleh solusi yang mudah, yaitu : �′ � − � = �′ � − � + �� =� � � Misalkan :

� = dan � =

Maka �′ � − � = �′ � �′ = �′ � ...(*) − � + ( � ) (�) =� � � − + � = � ...(**) Dari (*) dan (**) diperoleh :

�′ = �′

� (3.1)

− + � = � (3.2) Untuk memperoleh digunakan cara eliminasi dan subsitusi, sehingga

�′ = �′ � − �′ + ��′ � = ��′ � + − + �� ′ = �� +��′


(45)

− � + ��′

� =

�′ + ��

= �′ + �� ′ ( � + ��) Kemudian �′ + ��′

− �+ ��′ dikalikan dengan

�, sehingga

diperoleh

=�′ � + ��+ ��′ = ����+ � Karena

� = maka

= �

� = ��′+ � ��

� = ����+ �� � = ��� +− �

� = ��′ ( � + ) Kemudian ��′ − �

�′ �+ dikalikan dengan

�, diperoleh

� = ��′ �� � ( � + )� � = ��′ ⁄ � +��′− �⁄ ��′


(46)

� = ��′ ⁄ � � +�� ′ − � ⁄ ��′ � = − +� ⁄ ��′

� = − +�⁄ ��′ Terbukti ketika �

�= dan �

�= dan untuk � ≠ , diperoleh

� = − +�⁄ ��′

Teorema 3.2

Jika diketahui jumlah nyamuk yang terinfeksi � � tetap konstan terhadap waktu �

�= dan �

�= maka � = �

− � ��′

+ � � ′ .

Bukti 1:

Untuk � = maka � = Untuk

� = ����+ � � Maka

� = � − �� �

Subsitusi � ke dalam persamaan � = � �

� −�, sehingga

� = �[ −� [ ���� ����′+ �′ ]+ �′ ]


(47)

� = �[ ��+ ���− ��− �+ ��′+ � ��+ �′ ] � = ��[ ���+����+ �′ ]+ �′

� = � ����′+ �����′+ �′+ �′

� = � ����+ �����′+ �+ � Kemudian � ��′ − �

��′+ �

��′+ �

��′ + � dikalikan dengan

��′+ �

��′+ �′ , sehingga diperoleh � =� ����′+ �

Dengan menggunakan sifat distributif diperoleh � =� ��+ �

� =� � ���′+ �� � = ��� �′� − + �

� = ��′� −( � + �) Kemudian ��′� − �

� �′ + � dikalikan dengan

�′

�′ , sehingga

diperoleh


(48)

� = ��′� − + � ��′

� = ��′��′��′ −�′ + � �′� ⁄ ��′ � =� − + � ���′

� = � −+ � ��⁄ �� ′ Terbukti ketika �

�= dan �

�= dan untuk � ≠ , diperoleh

� = � −+ � ��⁄ ��′ ′ Bukti 2:

Untuk membuktikan � = � − �⁄ ��′

+ � � ′ dapat dilakukan dengan cara

lain, yaitu dengan menggunakan persamaan (3.2) − + � =

− + ( � )����′+ �� = � − + ����+ �′� =

= ����+ �′� −

= � ��′+ ���− � ��′ − � = � �′ + ���� − � � ′ − � �


(49)

= ��′�� − � � = ���� − � � = ���� − � � ( ) = ���� − � �

= � ���− � Karena

� = maka

� =

� = � �′ − � � ��

� =� ��′ − �

� �′ − �

� = ��� �′� − + �

� = ��′� −( � + �) Kemudian ��′� − �

� �′ + � dikalikan dengan

�′

�′ , sehingga

diperoleh

� = ��′� −��+ �′ � = ��′� − + � ��′


(50)

� = ��′��′��′ −�′ + � �′� ⁄ ��′ � =� − + � ���′

� = � −+ � ��⁄ �� ′ Terbukti ketika �

�= dan �

�= dan untuk � ≠ , diperoleh

� = � −+ � ��⁄ ��

Teorema 3.3

Jika� > dan � > maka jumlah nyamuk di atas ambang batas kritis >

=

��′. Bukti :

Pertama untuk � > � −+ � ��⁄ �� ′ > � − � ��′

+ � � ′ >

��′ ��′ − ��′

�′ ⁄ �′ + � �′⁄ > ��′� − ��

�′ + � ′ >

��′� −

��′

�′


(51)

Kemudian dikalikan ��′� − �

��′

�′

�′ + � dengan

�′

�′ , sehingga

diperoleh

��′� −

� ( �′ + �) >

��′� −

� �′ + � >

��′

� �′ + � −

� �′ + � >

��′

��′ + � � >

� ��′ + � �

Kemudian kedua ruas dikalikan dengan ��′ + � �, diperoleh

��′� >

> �� > �� Kedua untuk � >

− � ��′

+ ⁄ � > − � ��′

+ ⁄ � >

��′ ��− � ��

� � +⁄ ⁄ � >

��′ �� ��

� + ⁄ � >

��′

��′ (

� � + ) >


(52)

Kemudian ��′ − �

��′

�+ dikalikan dengan �

�, diperoleh

��′

�′ ( � + ) >

��′

�′ � + >

��′

��′+ �′ >

��′

��′+ �′ −

��′+ �′ >

��′

��′+ �′ >

� ��′+ �

Kedua ruas dikalian dengan ��′+ �′ , diperoleh ��′ >

> ��

Jadi terbukti > ∗ = �

��′.

Setelah diselesaikan dengan menggunakan Teorema 2.1 danTeorema 2.2 fraksi infeksi � �⁄ pada populasi manusia sebagai fungsi dari rasio ⁄� antara nyamuk dan populasi manusia. Dapat ditunjukkan dengan perhi-tungan dan grafik pada Gambar 3.1 di bawah ini.

Berikut akan digambar grafik fraksi infeksi � �⁄ pada populasi manusia sebagai fungsi dari rasio ⁄� antara nyamuk dan populasi manusia dengan parameter-parameter di bawah ini.

Diketahui : = log /


(53)

= log / = log �′= /

� = /

Dengan menggunakan parameter-parameter yang sudah diketahui di atas, akan digambar grafik sesuai dengan perhitungan di bawah ini.

� = � −+ � �′�⁄ ��′ � � = − �⁄ ��′ + � �′⁄ � � = ��′ ��′ �′ + � �′ � � = ��′ �′ + � � � = ��′ ��′ + � � � � = � � ��′ � − ��′ � + � � � = ��′ � − ��′ � + �

Misalkan : �

�= dan �= � = , , , … ,

= ����+ � = − .

= ��′ −


(54)

= ����+ � = .− = ����+ � = .− = ����+ � = .− = ����+ � = .

Dari hasil di atas diperoleh grafik seperti pada Gambar 3.1 di bawah ini

Gambar 3.1 Grafik Fraksi Infeksi � �⁄ pada Populasi Manusia Sebagai Fungsi dari Rasio � �⁄ antara Nyamuk dan Populasi

Manusia

Bentuk kurva dalam Gambar 3.1 menunjukkan bahwa fraksi manusia yang terinfeksi lebih tinggi dari 50% jika rasio ⁄� di atas nilai kritis ∗⁄�.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

n/N


(55)

Tetapi fraksi ini tidak berubah banyak ketika rasio ⁄� meningkat lebih lanjut. Ross mengatakan bahwa nilai numerik dari ambang ∗⁄ =�

. sangat sensitif terhadap frekuensi jumlah nyamuk menggigit tetapi tidak mengubah bentuk keseluruhan dari kurva tersebut. Penjelasan kualitatif Ross lebih penting dari hitung-hitungannya karena nilai numerik dari parameternya tidak pasti.

B. Penyelesaian Model Ross Menggunakan Metode Euler

Berikut akan digambar grafik menggunakan metode Euler dengan parameter-parameter di bawah ini.

Diketahui : = log / = log / = log �′= /

� = / = � =

Dengan menggunakan parameter-parameter yang sudah diketahui di atas, dan dengan menggunakan metode Euler, akan digambar grafik sesuai dengan perhitungan di bawah ini.


(56)

� = [ , ] ℎ = .

� = .

� = .

= �′ � − �

� − � = .

� = � + ℎ = . 000

= � − � � − � = − .

� = � + ℎ = .

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Model Ross Menggunakan Metode Euler

�� I i

0 0.5000 0.2500 0.01 0.5000 0.2499 0.02 0.5001 0.2498 0.03 0.5001 0.2497 0.04 0.5001 0.2496 0.05 0.5002 0.2494 0.06 0.5002 0.2493 0.07 0.5002 0.2492 0.08 0.5003 0.2491 0.09 0.5003 0.2490 0.10 0.5003 0.2489


(57)

Dari hasil di atas diperoleh grafik seperti pada Gambar 3.2 di bawah ini.

Gambar 3.2 Grafik Hasil Perhitungan Model Ross Menggunakan Metode Euler

Dengan menggunakan metode Euler dan parameter yang sudah diketahui, diperoleh grafik seperti pada Gambar 3.2. Pada grafik pertama berwarna merah menunjukkan frekuensi manusia yang terinfeksi malaria terhadap waktu, grafik kedua berwarna hijau menunjukkan frekuensi nyamuk yang terinfeksi malaria terhadap waktu, dan grafik ketiga berwarna biru menunjukkan frekuensi manusia yang terinfeksi malaria terhadap frekuensi nyamuk yang terinfeksi malaria.


(58)

C. Penyelesaian Model Ross Menggunakan Metode Heun

Berikut akan digambar grafik menggunakan metode Heun dengan parameter-parameter di bawah ini.

Diketahui :

= log / = log / = log �′= /

� = / = � =

Dengan menggunakan parameter-parameter yang sudah diketahui di atas, dan dengan menggunakan metode Heun, akan digambar grafik sesuai dengan perhitungan di bawah ini.

� = [ , ] ℎ = .

� = .

� = .

= �′ � − �

� − � = .

= � + ℎ = . 000


(59)

= � + ℎ = .

� = � +ℎ( + �′ � −

� − ) = .

� = � +ℎ( + � − − ) = .

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Model Ross Menggunakan Metode Heun

�� I i

0 0.5000 0.2500 0.01 0.5000 0.2499 0.02 0.5001 0.2498 0.03 0.5001 0.2497 0.04 0.5001 0.2496 0.05 0.5002 0.2494 0.06 0.5002 0.2493 0.07 0.5002 0.2492 0.08 0.5003 0.2491 0.09 0.5003 0.2490 0.10 0.5003 0.2489


(60)

Gambar 3.3 Grafik Hasil Perhitungan Model Ross Menggunakan Metode Heun

Dengan menggunakan metode Heun dan parameter yang sudah diketahui, diperoleh grafik seperti pada Gambar 3.3. Pada grafik pertama berwarna merah menunjukkan frekuensi manusia yang terinfeksi malaria terhadap waktu, grafik kedua berwarna hijau menunjukkan frekuensi nyamuk yang terinfeksi malaria terhadap waktu, dan grafik ketigaberwarna biru menunjukkan frekuensi manusia yang terinfeksi malaria terhadap frekuensi nyamuk yang terinfeksi malaria.

Pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 menurut model Ross yang diselesaikan menggunakan metode Euler dan metode Heun pada grafik


(61)

pertama menunjukkan bahwa frekuensi manusia yang terinfeksi malaria meningkat sampai 0.5298, kemudian setelah itu frekuensi manusia yang terinfeksi malaria menurun hingga manusia pulih dari malaria. Pada grafik kedua menunjukkan bahwa semakin lama, tidak ada nyamuk yang terin-feksi malaria. Dan pada grafik yang ketiga menunjukkan bahwa semakin banyak manusia yang terinfeksi malaria, semakin banyak juga nyamuk yang terinfeksi malaria. Begitu juga sebaliknya, semakin sedikit frekuensi manusia yang terinfeksi malaria, semakin sedikit pula nyamuk yang terin-feksi malaria.


(62)

BAB IV PENUTUP

Pada bab ini dituliskan kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebe-lumnya, serta saran bagi peneliti selanjutnya.

A. KESIMPULAN

Berdasarkan bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan:

1. Model Ross untuk menyelesaikan penyebaran penyakit malaria adalah

� �=bp’i

�−� � − � �

�= � − � �

�− �.

2. Solusi model Ross dengan menggunakan metode Euler adalah

� � = � � − + ℎ ( �′� � − � − � � −

� − � � − )

� � = � � − + ℎ ( � − � � − � � − − � � − ) 3. Solusi model Ross dengan menggunakan metode Heun adalah

� − = �′� � − � − � � −

� − � � −

� − = � � − + ℎ ( �′� � − � − � � −

� − � � − )

� − = � − � � − � � − − � � −

� − = � � − + ℎ � −

� � = � � − +ℎ( � − + �′ � − � − � −

� − � − )


(63)

� � = � � − +ℎ( � − + � − � − � − − � − )

4. Dari grafik hasil perhitungan model Ross menggunakan metode Heun dapat disimpulkan, pertama menunjukkan bahwa frekuensi manusia yang terinfeksi malaria meningkat sampai 0.5298, kemudian setelah itu frekuensi manusia yang terinfeksi malaria menurun hingga manusia pulih dari malaria. Kedua menunjukkan bahwa semakin lama, tidak ada nyamuk yang terinfeksi malaria. Dan ketiga menunjukkan bahwa semakin banyak manusia yang terinfeksi malaria, semakin banyak juga nyamuk yang terinfeksi malaria. Begitu juga sebaliknya, semakin sedikit frekuensi manusia yang terinfeksi malaria, semakin sedikit pula nyamuk yang terin-feksi malaria.

B. SARAN

Dalam makalah ini model Ross hanya diselesaikan menggunakan metode Euler dan metode Heun. Model Ross juga dapat diselesaikan dengan metode lain yang lebih akurat, misalnya dengan menggunakan metode Rung-Kutta. Sehingga masih terbuka lebih lanjut untuk diselesaikan menggunakan metode tersebut.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Bacaer, Nicolas. (2011). A Short History of Mathematical Populations Dynamics. London: Springer-Verlag.

Koella, Jacob C. (1991). On The Use of Mathematical Models of Malaria Transmission. Acta Tropica,49:1-25.

Mandal, Sandip, et al. (2011). Mathematical Model of Malaria – a review. Malaria Journal,10:1-19.

Singer, Burton. (1984). Mathematical Model of Infectious Diseases: Seeking New Tools for Planning and Evaluating Control Program. Population and Development Review, 10: 347-365.

Fitri, Ahmad, dkk. (2014). Model Matematika (Linear) PopulasiAnjing Rabies denganVaksinasi. JurnalMatematika, 4:70-79.


(65)

LAMPIRAN Program Contoh Analitik (Gambar 2.1) clc

clear close all

n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); y=zeros(1,q); y(1)=0.5; t=zeros(1,q); t(1)=0; for k=2:q t(k)=t(k-1)+0.2; y(k)=-0.5*exp(t(k))+t(k)^2+2*t(k)+1; end plot(t,y); xlabel('t') ylabel('y')

axis([0 max(t) min(y) max(y)]) disp(' t y') disp(' ===========') disp([ t' y'])

Program Contoh Euler (Gambar 2.2) clc

clear close all

n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); y=zeros(1,q); y(1)=0.5; t=zeros(1,q); t(1)=0; for k=2:q t(k)=t(k-1)+0.2; y(k)=y(k-1)+h*(y(k-1)-t(k)^2+1); end plot(t,y); xlabel('t') ylabel('y')


(66)

disp(' t y') disp(' ===========') disp([ t' y'])

Program Contoh Heun (Gambar2.3) clc

clear close all

n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); y=zeros(1,q); y(1)=0.5; t=zeros(1,q); t(1)=0; for k=2:q t(k)=t(k-1)+0.2; z(k)=y(k-1)+h*(y(k-1)-t(k)^2+1); y(k)=y(k-1)+h/2*((y(k-1)-t(k)^2+1)+(z(k)-t(k)^2+1)); end plot(t,y); xlabel('t') ylabel('y')

axis([0 max(t) min(y) max(y)]) disp(' t y') disp(' ===========') disp([ t' y'])

Program Gabungan Analiti, Euler, dan Heun (Gambar 2.4) clc

clear close all

n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); y=zeros(1,q); y(1)=0.5; t=zeros(1,q); t(1)=0; %euler for k=2:q t(k)=t(k-1)+0.2; y(k)=y(k-1)+h*(y(k-1)-t(k)^2+1);


(67)

end

plot(t,y); xlabel('t') ylabel('y')

axis([0 max(t) min(y) max(y)]) disp(' t y') disp(' ===========') disp([ t' y'])

%heun for k=2:q t(k)=t(k-1)+0.2; z(k)=y(k-1)+h*(y(k-1)-t(k)^2+1); y(k)=y(k-1)+h/2*((y(k-1)-t(k)^2+1)+(z(k)-t(k)^2+1)); end hold on

plot(t,y,'g'); xlabel('t') ylabel('y')

axis([0 max(t) min(y) max(y)]) disp(' t y') disp(' ===========') disp([ t' y'])

%analitik for k=2:q

t(k)=t(k-1)+0.2;

y(k)=-0.5*exp(t(k))+t(k)^2+2*t(k)+1; end

hold on

plot(t,y,'r'); xlabel('t') ylabel('y')

axis([0 max(t) min(y) max(y)]) disp(' t y') disp(' ===========') disp([ t' y'])

Program Error (Gambar 2.5) clc

clear close all

n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); z=zeros(1,q); z(1)=0.5;


(68)

t=zeros(1,q); t(1)=0; %analitik for k=2:q t(k)=t(k-1)+0.2; z(k)=-0.5*exp(t(k))+t(k)^2+2*t(k)+1; end n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); y=zeros(1,q); y(1)=0.5; z=zeros(1,q); z(1)=0.5; t=zeros(1,q); t(1)=0; %euler for k=2:q t(k)=t(k-1)+0.2; y(k)=y(k-1)+h*(y(k-1)-t(k)^2+1); z(k)=-0.5*exp(t(k))+t(k)^2+2*t(k)+1; er(k)=abs(z(k)-y(k)); end plot(t,er) hold on

%heun n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); y=zeros(1,q); y(1)=0.5; z=zeros(1,q); z(1)=0.5; l=zeros(1,q); l(1)=0.5; t=zeros(1,q); t(1)=0; for k=2:q t(k)=t(k-1)+0.2; z(k)=y(k-1)+h*(y(k-1)-t(k)^2+1); y(k)=y(k-1)+h/2*((y(k-1)-t(k)^2+1)+(z(k)-t(k)^2+1)); l(k)=-0.5*exp(t(k))+t(k)^2+2*t(k)+1; err(k)=abs(l(k)-y(k)); end


(69)

plot(t,err,'g') xlabel('t') ylabel('error')

disp(' t analitik euler heun

eror euler eror heun')

disp('============================================

============================')

disp([t' l' z' y' er' err' ])

Program Fraksi Infeksi (Gambar 3.1) clc

clear close all

m=log10(3)/10; a=log10(2)/90; b=log10(8/7); p_prime= 1/3; p=1/4; n_star_per_N=a*m/(b^2*p*p_prime) x=0:0.01:5; y=(b^2*p*p_prime*x-a*m)./(b^2*p*p_prime*x+a*b*p); plot(x,y)

xlabel('n/N') ylabel('I/N') axis([0 5 0 1])

disp(' n/N I/N') disp(' ===========') disp([ x' y'])

Program Metode Euler Untuk Model Ross (Gambar 3.2) clc clear closeall m=log10(3)/10; a=log10(2)/90; b=log10(8/7); p_prime= 1/3; p=1/4; n=10; N=100; h=0.01; t=0:h:100; q=length(t); I=zeros(1,q);


(70)

I(1)=0.5; i=zeros(1,q); i(1)=0.25; for k=2:q f1=b*p_prime*i(k-1)*(N-I(k-1))/N-a*I(k-1); f2=b*p*(n-i(k-1))*I(k-1)/N-m*i(k-1); I(k)=I(k-1)+h*f1;%*t(k-1)*I(k-1)*i(k-1); i(k)=i(k-1)+h*f2;%*t(k-1)*I(k-1)*i(k-1); end

subplot(3,1,1),plot(t,I,'r'); xlabel('t')

ylabel('I')

axis([0 max(t) min(I) max(I)]) disp(' t I') disp(' ===========') disp([ t' I'])

subplot(3,1,2),plot(t,i,'g'); xlabel('t')

ylabel('i')

axis([0 max(t) min(i) max(i)]) disp(' t i') disp(' ===========') disp([ t' i'])

subplot(3,1,3),plot(i,I,'b'); xlabel('i')

ylabel('I')

axis([min(i) max(i) min(I) max(I)]) disp(' i I')

disp(' ===========') disp([ i' I'])

disp(' min(i) max(i) min(I) max(I)') disp([ min(i)' max(i)' min(I)' max(I)'])

Program Metode Heun Untuk Model Ross (Gambar 3.3) clc clear closeall m=log10(3)/10; a=log10(2)/90; b=log10(8/7); p_prime= 1/3; p=1/4; n=10; N=100; h=0.01;


(71)

t=0:h:100; q=length(t); I=zeros(1,q); I(1)=0.5; i=zeros(1,q); i(1)=0.25; for k=2:q f1=b*p_prime*i(k-1)*(N-I(k-1))/N-a*I(k-1); f2=b*p*(n-i(k-1))*I(k-1)/N-m*i(k-1); z1(k)=I(k-1)+h*f1; z2(k)=i(k-1)+h*f2; I(k)=I(k-1)+h/2*(f1+(b*p_prime*z2(k)*(N-z1(k))/N-a*z1(k))); i(k)=i(k-1)+h/2*(f2+(b*p*(n-z2(k))*z1(k)/N-m*z2(k))); end

subplot(3,1,1),plot(t,I,'r'); xlabel('t')

ylabel('I')

axis([0 max(t) min(I) max(I)]) disp(' t I') disp(' ===========') disp([ t' I'])

subplot(3,1,2),plot(t,i,'g'); xlabel('t')

ylabel('i')

axis([0 max(t) min(i) max(i)]) disp(' t i') disp(' ===========') disp([ t' i'])

subplot(3,1,3),plot(i,I,'b'); xlabel('i')

ylabel('I')

axis([min(i) max(i) min(I) max(I)]) disp(' i I')

disp(' ===========') disp([ i' I'])

disp(' min(i) max(i) min(I) max(I)') disp([ min(i)' max(i)' min(I)' max(I)'])


(1)

disp(' t y') disp(' ===========') disp([ t' y'])

Program Contoh Heun (Gambar2.3) clc

clear close all n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); y=zeros(1,q); y(1)=0.5; t=zeros(1,q); t(1)=0;

for k=2:q

t(k)=t(k-1)+0.2;

z(k)=y(k-1)+h*(y(k-1)-t(k)^2+1);

y(k)=y(k-1)+h/2*((y(k-1)-t(k)^2+1)+(z(k)-t(k)^2+1));

end

plot(t,y); xlabel('t') ylabel('y')

axis([0 max(t) min(y) max(y)]) disp(' t y') disp(' ===========') disp([ t' y'])

Program Gabungan Analiti, Euler, dan Heun (Gambar 2.4) clc

clear close all n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); y=zeros(1,q); y(1)=0.5; t=zeros(1,q); t(1)=0;

%euler for k=2:q

t(k)=t(k-1)+0.2;


(2)

end

plot(t,y); xlabel('t') ylabel('y')

axis([0 max(t) min(y) max(y)]) disp(' t y') disp(' ===========') disp([ t' y'])

%heun

for k=2:q

t(k)=t(k-1)+0.2;

z(k)=y(k-1)+h*(y(k-1)-t(k)^2+1);

y(k)=y(k-1)+h/2*((y(k-1)-t(k)^2+1)+(z(k)-t(k)^2+1));

end hold on

plot(t,y,'g'); xlabel('t') ylabel('y')

axis([0 max(t) min(y) max(y)]) disp(' t y') disp(' ===========') disp([ t' y'])

%analitik for k=2:q

t(k)=t(k-1)+0.2;

y(k)=-0.5*exp(t(k))+t(k)^2+2*t(k)+1; end

hold on

plot(t,y,'r'); xlabel('t') ylabel('y')

axis([0 max(t) min(y) max(y)]) disp(' t y') disp(' ===========') disp([ t' y'])

Program Error (Gambar 2.5) clc

clear close all n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); z=zeros(1,q); z(1)=0.5;


(3)

t=zeros(1,q); t(1)=0;

%analitik for k=2:q

t(k)=t(k-1)+0.2;

z(k)=-0.5*exp(t(k))+t(k)^2+2*t(k)+1; end

n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); y=zeros(1,q); y(1)=0.5; z=zeros(1,q); z(1)=0.5; t=zeros(1,q); t(1)=0;

%euler for k=2:q

t(k)=t(k-1)+0.2;

y(k)=y(k-1)+h*(y(k-1)-t(k)^2+1); z(k)=-0.5*exp(t(k))+t(k)^2+2*t(k)+1; er(k)=abs(z(k)-y(k));

end

plot(t,er) hold on %heun n=10; h=0.2; x=0:h:2; q=length(x); y=zeros(1,q); y(1)=0.5; z=zeros(1,q); z(1)=0.5; l=zeros(1,q); l(1)=0.5; t=zeros(1,q); t(1)=0;

for k=2:q

t(k)=t(k-1)+0.2;

z(k)=y(k-1)+h*(y(k-1)-t(k)^2+1);

y(k)=y(k-1)+h/2*((y(k-1)-t(k)^2+1)+(z(k)-t(k)^2+1));

l(k)=-0.5*exp(t(k))+t(k)^2+2*t(k)+1; err(k)=abs(l(k)-y(k));


(4)

plot(t,err,'g') xlabel('t') ylabel('error')

disp(' t analitik euler heun eror euler eror heun')

disp('============================================ ============================')

disp([t' l' z' y' er' err' ])

Program Fraksi Infeksi (Gambar 3.1) clc

clear close all

m=log10(3)/10; a=log10(2)/90; b=log10(8/7); p_prime= 1/3; p=1/4;

n_star_per_N=a*m/(b^2*p*p_prime) x=0:0.01:5;

y=(b^2*p*p_prime*x-a*m)./(b^2*p*p_prime*x+a*b*p); plot(x,y)

xlabel('n/N') ylabel('I/N') axis([0 5 0 1])

disp(' n/N I/N') disp(' ===========') disp([ x' y'])

Program Metode Euler Untuk Model Ross (Gambar 3.2) clc

clear closeall

m=log10(3)/10; a=log10(2)/90; b=log10(8/7); p_prime= 1/3; p=1/4;

n=10; N=100; h=0.01; t=0:h:100; q=length(t); I=zeros(1,q);


(5)

I(1)=0.5; i=zeros(1,q); i(1)=0.25; for k=2:q

f1=b*p_prime*i(k-1)*(N-I(k-1))/N-a*I(k-1); f2=b*p*(n-i(k-1))*I(k-1)/N-m*i(k-1);

I(k)=I(k-1)+h*f1;%*t(k-1)*I(k-1)*i(k-1); i(k)=i(k-1)+h*f2;%*t(k-1)*I(k-1)*i(k-1); end

subplot(3,1,1),plot(t,I,'r'); xlabel('t')

ylabel('I')

axis([0 max(t) min(I) max(I)]) disp(' t I') disp(' ===========') disp([ t' I'])

subplot(3,1,2),plot(t,i,'g'); xlabel('t')

ylabel('i')

axis([0 max(t) min(i) max(i)]) disp(' t i') disp(' ===========') disp([ t' i'])

subplot(3,1,3),plot(i,I,'b'); xlabel('i')

ylabel('I')

axis([min(i) max(i) min(I) max(I)]) disp(' i I')

disp(' ===========') disp([ i' I'])

disp(' min(i) max(i) min(I) max(I)') disp([ min(i)' max(i)' min(I)' max(I)'])

Program Metode Heun Untuk Model Ross (Gambar 3.3) clc

clear closeall

m=log10(3)/10; a=log10(2)/90; b=log10(8/7); p_prime= 1/3; p=1/4;

n=10; N=100; h=0.01;


(6)

t=0:h:100; q=length(t); I=zeros(1,q); I(1)=0.5; i=zeros(1,q); i(1)=0.25; for k=2:q

f1=b*p_prime*i(k-1)*(N-I(k-1))/N-a*I(k-1); f2=b*p*(n-i(k-1))*I(k-1)/N-m*i(k-1);

z1(k)=I(k-1)+h*f1; z2(k)=i(k-1)+h*f2;

I(k)=I(k-1)+h/2*(f1+(b*p_prime*z2(k)*(N-z1(k))/N-a*z1(k)));

i(k)=i(k-1)+h/2*(f2+(b*p*(n-z2(k))*z1(k)/N-m*z2(k)));

end

subplot(3,1,1),plot(t,I,'r'); xlabel('t')

ylabel('I')

axis([0 max(t) min(I) max(I)]) disp(' t I') disp(' ===========') disp([ t' I'])

subplot(3,1,2),plot(t,i,'g'); xlabel('t')

ylabel('i')

axis([0 max(t) min(i) max(i)]) disp(' t i') disp(' ===========') disp([ t' i'])

subplot(3,1,3),plot(i,I,'b'); xlabel('i')

ylabel('I')

axis([min(i) max(i) min(I) max(I)]) disp(' i I')

disp(' ===========') disp([ i' I'])

disp(' min(i) max(i) min(I) max(I)') disp([ min(i)' max(i)' min(I)' max(I)'])