Pengajuan Peninjauan Kembali Oleh Terpidana Mati Atas Dasar Kekeliruan Menerapkan Hukum Dan Kekhilafan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana Psikotropika (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor: 39.PK/Pid.Sus/2011).

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum
(rechtsstaat), menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Sebagai negara hukum, Indonesia menerima hukum sebagai ideologi untuk
menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga
negaranya. Konsekuensi dari itu semua adalah bahwa hukum mengikat
setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. Indonesia
sebagai negara hukum memiliki beberapa macam hukum untuk mengatur
tindakan warga negaranya, antara lain adalah hukum pidana dan hukum
acara pidana. Kedua hukum ini memiliki hubungan yang sangat erat, karena
pada hakekatnya hukum acara pidana termasuk dalam pengertian hukum
pidana. Hanya saja hukum acara pidana lebih tertuju pada ketentuan yang
mengatur bagaimana negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya
untuk memidana dan menjatuhkan pidana. Sedangkan hukum pidana lebih
tertuju pada peraturan hukum yang menunjukan perbuatan mana yang
seharusnya dikenakan pidana dan pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada
pelaku tindak pidana tersebut.

Tujuan hukum acara pidana dalam Buku Pedoman Pelaksanaan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa,
“untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu
perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara
jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat
didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta
pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti
bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa
itu dapat dipersalahkan”.

Intisari hukum acara pidana terletak pada proses pembuktian di
dalam persidangan perkara pidana, penuntut umum berupaya membuktikan
kebenaran dari dakwaan yang ditujukan terhadap terdakwa. Dakwaan
penuntut umum berisi tentang adanya suatu tindak pidana yang telah terjadi
dan terdakwalah pelakunya. Tugas hakim adalah memberikan penilaian
sejauhmana kebenaran yang telah dikemukakan oleh penuntut umum dalam
mempertahankan surat dakwaan yang diajukannya. Di sisi lain, terdakwa
atau melalui penasehat hukumnya berupaya semaksimal mungkin mengelak
atau menghindari kebenaran dari dakwaan yang ditujukan kepadanya.

Hakim di depan persidangan posisinya berada di tengah tengah antara satu
sisi penuntut umum yang berupaya mempertahankan kebenaran atas
dakwaan yang diajukan ke depan persidangan, di sisi lain terdakwa atau
melalui penasehat hukum berupaya memungkiri atau menghindari
kebenaran dakwaan dari penuntut umum. Setelah selesai pembuktian
dakwaan dengan pemeriksaan alat bukti yang sah sesuai Pasal 184 KUHAP,
hakim harus menentukan keyakinannya tentang kebenaran atas dakwaan
penuntut umum, selanjutnya hakim menjatuhkan putusannya.
Penerapan sanksi pidana secara konsisten bukan hanya mencakup
kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan (hukum positif) akan tetapi
mencakup segala norma dan adat istiadat yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Konsistensi penerapan sanksi pidana menjadi suatu wacana
yang sangat penting untuk diterapkan, hal ini disebabkan oleh kondisi
kehidupan kenegaraan yang mengalami keterpurukan di dalam setiap segi
baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya dan penerapan
sanksi pidana baik itu terhadap pelanggaran terhadap aturan hukum maupun
terhadap keharusan-keharusan yang mestinya dilaksanakan merupakan
salah satu solusi yang paling tepat untuk membuat jera bagi para pelaku
yang dalam hal ini bagi pelaku delik ommis (delicta ommisionis) (Bachtiar
Sitanggang. 1997:3).


Salah

satu

jenis

tindak

pidana

yang

berkaitan

dengan

penyalahgunaan obat-obat terlarang adalah penyalahgunaan Psikotropika.
Pengertian Psikotropika adalah suatu obat yang termasuk dalam golongan
Narkoba


(Narkotika

dan

Obat-obat

berbahaya).

Dampak

negatif

penggunaan secara berlebih tidak sesuai dengan dosis yang tepat,
penyalahgunaan Psikotropika sebagai zat/obat yang dapat menurunkan
aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan
kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi,
gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan
ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para
pemakainya.

Psikotropika disatu sisi, merupakan obat atau bahan yang
bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan, dan di sisi lain dapat menimbulkan
ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.Untuk itulah
diperlukan

sarana

hukum

untuk

melakukan

pencegahan

dan

penanggulangan terhadap penyalahgunaan psikotropika.Latar belakang

penegakan hukum terhadap psikotropika didasarkan atas suatu asumsi
bahwa terdapat korelasi antara para pengonsumsi psikotropika ini, dengan
sikap negatif yang ditimbulkan, antara lain mempunyai sikap dan tingkah
laku yang cenderung memiliki potensi untuk melakukan perbuatan kriminal.
Pengaturan psikotropika berdasarkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang psikotropika, bertujuan untuk menjamin ketersediaan
guna

kepentingan

kesehatan

dan

ilmu

pengetahuan,

mencegah


penyalahgunaan psikotropika, serta pemberantasan peredaran gelap
psikotropika.
Usaha untuk mengatasi segala perbuatan jahat ataupun pelanggaran
harus dilakukan oleh semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat

terlebih lagi bagi aparat penegak hukum.Karena setiap orang mendambakan
kehidupan bermasyarakat yang tentram dan damai.Namun keinginan itu
sering disalah gunakan oleh orang-orang yang memang tidak mempunyai
hati nurani yang baik untuk selalu berbuat jahat dan kurangnya kesadaran
untuk melaporkan tindak pidana khususnya penggunaan psikotropika.
Berkaitan erat dengan masalah penyalahgunaan psikotropika,
terdapat salah satu kasus yang menarik untuk dibahas sebagai materi
penulisan hukum yaitu dengan Terdakwa Henky Gunawan. Kasus ini
berawal ketika Henky Gunawan, Suwarno dan Lingso Direjo, bertempat di
Jalan Golf Famili Barat III Komplek Graha Famili Blok M Nomor 35
Surabaya telah memproduksi dan menggunakan dalam proses produksi
Psikotropika Golongan I. Diawali dengan pertemuan Henky Gunawan dan
Lingso Direjo pada akhir januari 2006 di Darmo Golf untuk membicarakan
proses pembuatan ekstacy kemudian mereka bersepakat untuk bekerja sama
dalam pembuatan ekstacy. Kemudian bertempat di rumah kontrakan

LINGSO DIREJO yang terletak dijalan Golf Famili Barat III Komplek
Graha Famili Blok M Nomor 35 Surabaya mereka memulai aktivitas dengan
menyediakan peralatan pembuatan ekstacy. Setelah kesepakatan tersebut
Terdakwa ke Jakarta dan bertempat tinggal di Apartemen Taman Anggrek
Tower 5 lantai 37 G Jakarta dan dari tempat tersebut Terdakwa tetap
berhubungan dengan LINGSO DIREJO yang memproduksi ekstacy di
rumah kontrakannya tersebut dengan kesepakatan setelah produk-produk
berupa pil ekstacy jadi maka Terdakwa akan mendapat kiriman ekstacy dari
LINGSO DIREJO dan pada bulan Oktober 2005 Terdakwa telah dihubungi
oleh LINGSO DIREJO kalau produk pil ekstacy mereka telah siap diambil
maka Terdakwa menelepon pembantunya yang bernama SUWARNO agar
mengambil barang di Graha Famili Blok M Nomor 35 Surabaya (rumah
kontrakan LINGSO DIREJO) berupa sebuah kardus warna krem yang
diberikan LINGSO DlREJO, selanjutnya kardus warna krem tersebut oleh
SUWARNO dibawa ke Jakarta untuk diserahkan pada Terdakwa dan
setelah dibuka oleh Terdakwa kardus warna krem tersebut berisi pil ekstacy

warna biru muda dan coklat tanpa logo sebanyak

24.000 butir yang


selanjutnya pil ekstacy tersebut dijual Terdakwa di Jakarta dan terus
berlanjut sampai dengan bulan Maret 2006. Dalam proses persidangan dari
tingkat pertama dipidana 15 tahun penjara, ditingkat banding menjadi 18
tahun penjara, ditingkat kasasi menjadi pidana mati, hingga mengajukan
upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali Terpidana berusaha
untuk mendapatkan keadilan.
Herziening atau Peninjauan Kembali adalah suatu upaya hukum luar

biasa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
yang tetap atas suatu perkara pidana, khususnya penulis uraikan berdasarkan
Putusan Mahkamah Agung Nomor: 39.PK/Pid.Sus/2011. Berhubungan
dengan ditemukannya fakta-fakta atau keadaan baru yang dulu tidak
diketahui dan belum dipertimbangkan oleh Hakim, yang akan menyebabkan
perubahan dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap terdakwa dari pidana
mati menjadi pidana penjara selama pidana penjara selama 15 (lima belas)
tahun

dan denda sebesar


Rp500.000.000,- (lima

ratus juta rupiah)

subsidair selama 4 (empat) bulan kurungan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, yaitu persoalan yang berkaitan
dengan kekuatan pembuktian kesaksian, maka penulis merasa perlu untuk
mengadakan penelitian sebagai bahan penulisan hukum dengan judul
“Pengajuan Peninjauan Kembali oleh Terpidana Mati Atas Dasar
Kekeliruan Menerapkan Hukum dan Kekhilafan Hakim dalam
Perkara Tindak Pidana Psikotropika (Studi Putusan Mahkamah
Agung Nomor: 39.PK/Pid.Sus/2011)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan
sebelumnya, serta agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan
penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah Pengajuan Peninjauan Kembali oleh Terpidana Mati Atas Dasar

Kekeliruan Menerapkan Hukum dan Kekhilafan Hakim dalam Perkara
Tindak Pidana Psikotropika pada Putusan Mahkamah Agung Nomor :
39.PK/Pid.Sus/2011 sesuai dengan KUHAP?
2. Apakah Pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung dalam
memeriksa dan memutus permohonan Peninjauan Kembali oleh
Terpidana Mati Atas Dasar Kekeliruan Menerapkan Hukum dan
Kekhilafan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Psikotropika pada
Putusan Mahkamah Agung Nomor : 39.PK/Pid.Sus/2011 sudah sesuai
dengan KUHAP?
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a.

Mengetahui apakah pengajuan Peninjauan Kembali oleh
terpidana mati atas dasar kekeliruan dalam menerapkan hukum
dan kekhilafan hakim dalam perkara tindak pidana psikotropika
pada Putusan Mahkamah Agung Nomor : 39.PK/Pid.Sus/2011
sesuai dengan KUHAP.

b. Mengetahui pertimbangan Hukum Hakim Mahkamah Agung
dalam memeriksa dan memutus permohonan Peninjauan Kembali
oleh Terpidana Mati Atas Dasar Kekeliruan Dalam Menerapkan
Hukum dan Kekhilafan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana
Psikotropika pada Putusan Mahkamah Agung Nomor :
39.PK/Pid.Sus/2011 sudah sesuai dengan KUHAP.

2. Tujuan Subyektif

a. Mengetahui menambah ilmu pengetahuan penulis mengenai
alasan pengajuan upaya hukum luas biasa dalam tindak pidana
psikotropika.
b. Memberikan pemahaman bagi penulis serta sebagai wahana
pengembagan teori kedalam praktik penerapan undang-undang
dalam penelitian ini.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian dalam penulisan ini
bermanfaat bagi penulis sendiri maupun orang lain. Adapun manfaat penelitian
adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis :
a. Memberikan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang
ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada
khususnya;
b. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan penelitian
sejenisnya.
2. Manfaat Praktis :
a. Menambah wawasan bagi pembaca mengenai alasan
pengajuan upaya hukum luar biasa dalam tindak pidana
psikotropika khususnya terhadap upaya hukum peninjauan
kembali
b. Memenuhi prasyarat guna mencapai gelar kesarjanaan di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah sebuah proses untuk menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,2013:35). Untuk

mendapatkan bahan hukum dan prosedur penelitian dalam menemukan
kebernaran berdasarkan logika hukum mengenai alasan pengajuan peninjauan
kembali oleh terpidana mati atas dasar kekeliruan menerapkan hukum dan
kekhilafan hakim dalam perkara tindak pidana psikotropika.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan hukum ini
dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian doktrinal
atau disebut juga penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum
normatif merupakan suatu perosedural penelitian ilmiah demi menemukan
fakta atas logika keilmuan hukum yaitu dari sisi normatifnya. Penelitian
hukum doktrinal adalah suatu penelitian hukum yang bersifat preskriptif
bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud
Marzuki, 2013 : 33).
Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, dan
ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti yaitu
dalam alasan pengajuan peninjauan kembali oleh terpidana mati atas dasar
kekeliruan menerapkan hukum dan kekhilafan hakim dalam perkara tindak
pidana psikotropika.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat preskriptif dan terapan, preskriptif yang
diberikan dalam penelitian hukum harus dapat dan mungkin diterapkan.
Dengan demikian, preskriptif yang diberikan bukan merupakan sesuatu
yang telah diterapkan atau yang sudah ada. Oleh karena itu, yang dihasilkan
oleh penelitian hukum sekalipun bukan asas hukum yang baru atau teori
yang baru, paling tidak sebuah argumentasi yang baru. Bertolak dari
argumentasi itulah diberikan preskripsi, sehingga preskriptif tersebut bukan
merupakan suatu 8antasia tau angan-angan kosong (Peter Mahmud
Marzuki,2006:206)

3. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan pandangan Peter Mahmud Marzuki bahwa dalam
penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang dapat digunakan
untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek guna menjawab isu
hukum yang diteliti, adapun beberapa pendekatan yang dimaksud yaitu:
pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus
(case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan
perbandingan (comparative approach), dan pendekatan konseptual
(conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki,2013:93). Berkenaan
dengan pandangan Peter Mahmud Marzuki tersebut, penulis menggunakan
satu pendekatan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, yaitu
pendekatan kasus (case approach) karena pendekatan ini dianggap relevan
dengan penelitian hukum yang dikaji oleh penulis yaitu mengenai ratio
decidendi alasan-alasan hakim untuk sampai pada putusan berkaitan dengan
isu hukum yang diteliti.
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Menurut Peter Mahmud Marzuki, mengatakan bahwa dasarnya penelitian
hukum tidak mengenal adanya data, sehingga digunakan adalah bahan
hukum primer yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas
sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi ilmiah tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud
Marzuki, 2005:141).
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini adalah norma atau
kaidah dasar dalam hukum di Indonesia, yakni :
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (KUHAP);
2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
3) Undang-Undang

Nomor

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman;
4) Putusan Mahkamah Agung Nomor 39 PK/Pid.Sus/2011.

b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer sehingga dapat membantu memahami dan
menganalisis bahan hukum primer, misalnya buku-buku, literatur,
dokumen resmi, atau karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini,
baik dari bahan cetakan maupun dari penelusuran internet (pustaka
maya).
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk memperoleh
bahan hukum dalam penelitian. Prosedur pengumpulan bahan hukum yang
digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan
(Library Research), yaitu suatu bentuk pengumpulan bahan hukum melalui

membaca, mengkaji, dan mempelajari buku literatur, hasil penelitian
terdahulu, dan membaca dokumen yang berhubungan dengan penelitian
yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas kemudian
dikategorisasi menurut jenisnya.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum juga merupakan
penelitian hukum itu sendiri. Metode pemikiran dalam sebuah penelitian
juga dibagi menjadi dua jenis yaitu metode pemikiran/analisis secara
induksi dan deduksi. Metode pemikiran yang berpangkal secara induksi
pada umunya digunakan pada jenis penelitian empiris, sedangkan metode
pemikiran yang berpangkal secara deduksi pada umumnya digunakan pada
jenis penelitian normatif (doktrinal). Pada penelitian ini penulis
menggunakan teknik analisis deduktif silogisme. Seperti pendapat Philipus
M.Hadjon yang dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki, bahwa penggunaan
metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor dan premis minor
dari

kedua

premis

tersebut

yang

kemudian

ditarik

suatu

konklusi/kesimpulan (Peter Mahmud Marzuki,2013:89-90). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa logika deduktif menjelaskan suatu hal yang bersifat
umum kemudian dilanjutkan dengan menjelaskannya pada hal yang lebih

khusus yang akhirnya dapat ditarik

kesimpulan. Dari hasil penelitian

hukum ini, premis mayor adalah aturan hukum (KUHAP), sedangkan
premis minornya adalah fakta hukum dalam Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor: 39.PK/Pid.Sus/2011.
.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Supaya dapat memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai
sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan
hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan
hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan
hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi kedalam
sub-sub bagian yang dimaksud untuk memudahkan pemahaman mengenai
seluruh isi penulisan hukum ini. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari
pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup.
Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I

: PENDAHULUAN
Uraian dalam bab ini penulis mengemukakan tentang latar
belakang masalah;perumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat
penelitian; metode penelitian; dan sistematika penulisan hukum.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Uraian dalam bab yang kedua ini memuat dua sub bab, pertama
yaitu : kerangka teori, yang menguraikan mengenai :Tinjauan
Umum tentang Peninjuan Kembali; Tinjauan Umum tentang
Tindak Pidana Psikotropika; dan Tinjauan Umum tantang Putusan
Hakim. Kedua Kerangka pemikiran yang menjelaskan mengenai
pemikiran penulis dalam menjawab permasalahan yang diteliti

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uraian dalam bab ini penulis membahas dan menjawab
permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yaitu untuk
mengetahui apakah pengajuan Peninjauan Kembali oleh terpidana
mati atas dasar kekeliruan dalam menerapkan hukum dan
kekhilafan hakim dalam perkara tindak pidana psikotropika pada
Putusan Mahkamah Agung Nomor : 39.PK/Pid.Sus/2011 sesuai
dengan KUHAP dan untuk mengetahui pertimbangan Hukum
Hakim Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutus
permohonan Peninjauan Kembali oleh terpidana mati atas dasar
kekeliruan dalam menerapkan hukum dan kekhilafan hakim dalam
perkara tindak pidana psikotropika pada Putusan Mahkamah
Agung Nomor : 39.PK/Pid.Sus/2011 sudah sesuai dengan
KUHAP

BAB IV: PENUTUP
Pada bab IV penulis mengemukakan simpulan dari hasil
penelitian serta memberikan saran yang relevan dengan penelitian
terhadap pihak-pihak yang terkait dengan penelitian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Dokumen yang terkait

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana (Perspektif Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung dan Sistem Hukum Islam)

0 12 0

STUDI KASUS PUTUSAN MA NO 39 PK/Pid.Sus/2011 TENTANG PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI YANG MENERAPKAN KETENTUAN PIDANA YANG LEBIH RINGAN DENGAN DIDASARKAN KEPADA ADANYA KEKHILAFAN HAKIM ATAU KEKELIRUAN YANG.

0 0 1

STUDI TENTANG PENINJAUAN KEMBALI BERDASARKAN KEKHILAFAN HAKIM ATAU SUATU KEKELIRUAN YANG NYATA DALAM PERKARA TANAH (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 456 PK/Pdt/2015).

0 0 16

PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN OLEH JAKSA SEBAGAI AKIBAT HUKUM PENOLAKAN PENINJAUAN KEMBALI KEDUA TERPIDANA MATI DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 144 PK/Pid.Sus/2016).

0 0 14

Alasan Pengajuan Peninjauan Kembali Terpidana Atas Dasar Novum dan Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung Dalam Memutus Perkara Penipuan (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/PID/2013).

0 0 12

TINJAUAN TENTANG ADANYA KEKHILAFAN HAKIM ATAU SUATU KEKELIRUAN YANG NYATA SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI OLEH TERPIDANA DALAM PERKARA KORUPSI GRATIFIKASI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG Nomor 64 PK/Pid.Sus/2012).

0 2 11

KEADAAN BARU DAN KEKHILAFAN HAKIM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI II OLEH TERPIDANA PERKARA PERJUDIAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 112 PK/Pid/2012).

0 0 1

TELAAH NORMATIF ALASAN PENINJAUAN KEMBALI KEKHILAFAN HAKIM ATAU KEKELIRUAN YANG NYATA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG (NOMOR:39PK/PID.SUS/2011) DALAM PERKARA NARKOTIKA DENGAN TERPIDANA HANKY GUNAWAN.

0 0 16

TINJAUAN YURIDIS KEADAAN BARU DAN KEKHILAFAN YANG NYATA SEBAGAI DASAR PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI OLEH TERPIDANA DALAM PERKARA PEMALSUAN SURAT (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 99 PK/PID/2009).

0 0 12