STUDI KASUS PUTUSAN MA NO 39 PK/Pid.Sus/2011 TENTANG PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI YANG MENERAPKAN KETENTUAN PIDANA YANG LEBIH RINGAN DENGAN DIDASARKAN KEPADA ADANYA KEKHILAFAN HAKIM ATAU KEKELIRUAN YANG.
ABSTRAK
Donny Ramza Nugraha
110110080068
Tugas Akhir ini pertama mengangkat permasalahan tentang
adanya pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) pada tingkat
peninjauan kembali (PK) yang menyatakan bahwasanya ketentuan pidana
mati bertentangan dengan UUD 1945. Padahal diketahui MA dalam hal ini
tidak memiliki kewenangan dalam menilai konstitusionalitas suatu materi
muatan undang-undang terhadap UUD 1945. Permasalahan lainnya yang
perlu dianalisis adalah terkait pertimbangan apakah yang sesungguhnya
menjadi landasan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan dengan
ketentuan pidana yang lebih ringan. Hal ini mengingat suatu putusan PK
yang menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan sesungguhnya
hanyalah dapat dilakukan apabila alasan yang diajukan oleh pemohon
ternyata bernilai melumpuhkan keadaan yang membuktikan dakwaan
sebelumnya yang ancaman hukumannya lebih berat, sehingga terpidana
seharusnya hanya terbukti terhadap dakwaan yang lain di mana ancaman
hukumannya lebih ringan. Oleh karenanya menjadi hal yang menarik
untuk dianalisis lebih lanjut apakah terdapat pertimbangan majelis hakim
PK berdasarkan kepada alasan pemohon yang bernilai melumpuhkan
keadaan yang membuktikan dakwaan sebelumnya pada tingkat kasasi.
Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisa dan meneliti
studi kasus ini adalah melalui data yuridis normatif dengan data utama
berupa data sekunder yang diperoleh dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian yang diperoleh dalam penyusunan studi kasus ini
menunjukkan bahwa, pertama pertimbangan majelis hakim MA pada
tingkat PK yang menyatakan ketentuan pidana mati bertentangan dengan
UUD 1945, merupakan pertimbangan hukum yang tidak cukup beralasan
karena hukum positif masih menentukan adanya pidana mati dan
pertimbangan tersebut dilakukan melalui penafsiran hukum yang tidak
dapat dibenarkan serta dengan melampaui batas kewenangannya; kedua
pertimbangan majelis hakim peninjauan kembali terkait adanya kekhilafan
hakim atau kekeliruan yang nyata, merupakan pertimbangan yang tidak
tepat dan tidak dapat dibenarkan untuk menerapkan ketentuan pidana
yang lebih ringan. Hal ini dikarenakan, tidak adanya pertimbangan majelis
hakim peninjauan kembali yang didasarkan kepada alasan pemohon,
yang bernilai melumpuhkan dakwaan yang sebelumnya dinyatakan
terbukti pada tingkat kasasi (yang memuat ancaman pidana yang lebih
berat), untuk dapat menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
iv
Donny Ramza Nugraha
110110080068
Tugas Akhir ini pertama mengangkat permasalahan tentang
adanya pertimbangan majelis hakim Mahkamah Agung (MA) pada tingkat
peninjauan kembali (PK) yang menyatakan bahwasanya ketentuan pidana
mati bertentangan dengan UUD 1945. Padahal diketahui MA dalam hal ini
tidak memiliki kewenangan dalam menilai konstitusionalitas suatu materi
muatan undang-undang terhadap UUD 1945. Permasalahan lainnya yang
perlu dianalisis adalah terkait pertimbangan apakah yang sesungguhnya
menjadi landasan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan dengan
ketentuan pidana yang lebih ringan. Hal ini mengingat suatu putusan PK
yang menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan sesungguhnya
hanyalah dapat dilakukan apabila alasan yang diajukan oleh pemohon
ternyata bernilai melumpuhkan keadaan yang membuktikan dakwaan
sebelumnya yang ancaman hukumannya lebih berat, sehingga terpidana
seharusnya hanya terbukti terhadap dakwaan yang lain di mana ancaman
hukumannya lebih ringan. Oleh karenanya menjadi hal yang menarik
untuk dianalisis lebih lanjut apakah terdapat pertimbangan majelis hakim
PK berdasarkan kepada alasan pemohon yang bernilai melumpuhkan
keadaan yang membuktikan dakwaan sebelumnya pada tingkat kasasi.
Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisa dan meneliti
studi kasus ini adalah melalui data yuridis normatif dengan data utama
berupa data sekunder yang diperoleh dengan studi kepustakaan.
Hasil penelitian yang diperoleh dalam penyusunan studi kasus ini
menunjukkan bahwa, pertama pertimbangan majelis hakim MA pada
tingkat PK yang menyatakan ketentuan pidana mati bertentangan dengan
UUD 1945, merupakan pertimbangan hukum yang tidak cukup beralasan
karena hukum positif masih menentukan adanya pidana mati dan
pertimbangan tersebut dilakukan melalui penafsiran hukum yang tidak
dapat dibenarkan serta dengan melampaui batas kewenangannya; kedua
pertimbangan majelis hakim peninjauan kembali terkait adanya kekhilafan
hakim atau kekeliruan yang nyata, merupakan pertimbangan yang tidak
tepat dan tidak dapat dibenarkan untuk menerapkan ketentuan pidana
yang lebih ringan. Hal ini dikarenakan, tidak adanya pertimbangan majelis
hakim peninjauan kembali yang didasarkan kepada alasan pemohon,
yang bernilai melumpuhkan dakwaan yang sebelumnya dinyatakan
terbukti pada tingkat kasasi (yang memuat ancaman pidana yang lebih
berat), untuk dapat menerapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
iv