Tanggung Jawab Hukum Induk Perusahaan Sebagai Penjamin (Corporate Guarantor) atas Utang Anak Perusahaan dalam Kepailitan.

(1)

v 0987034

Secara yuridis induk perusahaan dan anak perusahaan yang tergabung dalam satu perusahaan grup masing-masing merupakan badan hukum yang bersifat mandiri, walaupun secara ekonomi merupakan satu kesatuan. Hal ini merupakan konsekuensi yuridis dari digunakannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas terhadap perusahaan grup. Dalam praktik bisnis sangat sering terjadi ketika anak perusahaan melakukan perjanjian kredit dengan kreditur, induk perusahaan bertindak sebagai penjamin atas utang tersebut melalui perjanjian pengikatan jaminan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan hukum antara induk perusahaan dengan anak perusahaan dan bentuk koordinasi dari induk perusahaan terhadap anak perusahaan serta bentuk pertanggungjawaban induk perusahaan bilamana induk perusahaan bertindak sebagai penjamin (Corporate Guarantor) atas utang anak perusahaan ketika anak perusahaan dinyatakan pailit.

Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Yuridis Normatif, sifat penelitiannya yaitu metode deskriptif analitis, dengan metode pendekatan penelitian konseptual dan pendekatan Undang-Undang. Teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan dari data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode analisisnya adalah metode analisa kualitatif. Penilitian yuridis normatif ini dilakukan dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dari penelitian ini didapatkan hasil penelitian hubungan hukum yang terjadi antara induk perusahaan dengan anak perusahaan adalah masing-masing induk dan anak perusahaan merupakan badan hukum mandiri, di mana induk perusahaan bertindak sebagai pemilik saham anak perusahaan. Induk perusahaan yang juga merupakan pimpinan sentral dalam perusahaan grup, berdasakan Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas melalui saham yang dimiliknya dapat mengkoordinasikan anak perusahaan melalui mekanisme RUPS dan penempatan direksi di anak perusahaan. Induk perusahaan yang bertindak sebagai

Corporate Guarantor atas utang anak perusahaan, dapat dimintakan pertanggung

jawabannya bilamana anak perusahaan mengalami kepailitan. Induk perusahaan yang tidak melepaskan hak istimewanya hanya bertanggung jawab melunasi sisa utang anak perusahaan, sedangkan bagi induk perusahaan yang melepaskan hak istimewanya mengakibatkan kedudukan induk perusahaan sebagai penjamin menjadi sama dengan anak perusahaan sebagai debitur dan akan bertanggung jawab secara bersama untuk melunasi utang anak perusahaan tersebut.

Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan, penulis menyimpulkan bahwa pentingnya suatu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur perusahaan grup di Indonesia mengingat semakin berkembangnya praktik perusahaan grup dalam praktik bisnis di Indonesia yang menjurus kepada besar kemungkinan semakin kompleksnya permasalahan-permasalahan yang muncul dari praktik perusahaan grup itu sendiri. Kata-kata kunci : Tanggung jawab, Induk perusahaan, Anak Perusahaan, Penjamin, Kepailitan


(2)

vi 0987034

Legally, a parent company and its subsidiary affiliated in one group company are each a separate independent legal person, though they are economically integrated. That is a juridical consequence of the implementation of Law No. 40 of 2007 on Limited Company to group companies. In business practices, when a subsidiary enters into a credit agreement with a creditor its parent company often acts as the guarantor of the debt by a guarantee binding agreement. The objective of the research was to find the legal relation between a parent company and its subsidiary and the form of coordination conducted by the parent company to its subsidiaries and the form of its responsibility in case it acts as a Corporate Guarantor of its subsidiary’s debt when the latter is declared as being insolvent.

The research used a juridical-normative research method. The nature of research was descriptive-analytical method, by a research approach method of conceptual and a an approach of laws. The data collection techniques used were library study to obtain secondary data to supplement the research, consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. The analysis method used was a qualitative analysis method. The juridical-normative research was conducted on a basis of Law No. 40 of 2007 on Limited Company. From the research it could be concluded that the legal relationship between a parent company and its subsidiary was a relation in share holding, where the parent company acted as the shareholder of the subsidiary. The parent company is also the central leader in a group company. According to Law No. 40 of 2007 on Limited Company, by its share holding a parent company can coordinate its subsidiary through a Shareholders’ General Meeting (RUPS) mechanism and assignment of the board of directors in the subsidiary. A parent company that acts as a corporate guarantor of its subsidiary’s debt is liable in case the subsidiary undergoes insolvency. Moreover, a parent company that doesn’t weave its privilege right is liable to pay the remainder of its subsidiary’s debts, while for a parent company that weave its privilege right its position as guarantor become the same as the subsidiary as debtor and should be liable jointly to pay the subsidiary’s debts.

Based on the discussion above, the writer concluded the importance of a special legislation to provide for group companies in Indonesia, given the increasingly developed practices of group companies in business practices of Indonesia that lead to probable more complex problems occurring from the practices of group companies itself.


(3)

x

Pernyataan Keaslian ... i

Persetujuan Skripsi ... ii

Pengesahaan Pembimbing ... iii

Persetujuan Panitia Sidang... iv

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar isi... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 15

C. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 16

D. Kegunaan Penelitian ... 16

E. Kerangka pemikiran ... 18

F. Metode penelitian ... 25


(4)

xi

A. Perseroan Terbatas Sebagai Subjek Hukum ……… 31 B. Perusahaan Grup Dalam Sistem Hukum Di Indonesia ... 42 C. Tinjauan Terhadap Perusahaan Induk (Holding Company) ... 55

BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM PERSEROAN TERBATAS

SEBAGAI SUBJEK HUKUM DAN KEDUDUKANNYA SELAKU PENJAMIN DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN

A. Tanggung Jawab Hukum Perseroan Terbatas Dalam Perusahaan Grup

………... 62

B. Kedudukan Corporate Guarantor Selaku Penjamin Dalam Hukum Jaminan Di Indonesia ... 73 C. Tinjauan Umum Terhadap kepailitan ... 90

BAB IV KAJIAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB HUKUM INDUK PERUSAHAAN SEBAGAI CORPORATE GUARANTOR ATAS UTANG ANAK PERUSAHAAN DALAM KEPAILITAN


(5)

xii

B. Bentuk koordinasi Induk Perusahaan terhadap Anak Perusahaan Yang Berada Dalam Satu Perusahaan Grup Ditinjau Dari Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 ... 117

C. Tanggung Jawab Hukum Induk Perusahaan Yang Berperan Sebagai Corporate Guarantor Terhadap Utang Anak Perusahaan Yang Berada Dalam Satu Perusahaan Grup Dalam Hal Kepailitan………... 125

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 153

B. Saran ... 157

DAFTAR PUSTAKA ... 159


(6)

1 A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini menyebabkan Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar untuk kegiatan usaha. Selain faktor sumber daya alam tersebut, dari segi faktor sumber daya manusia seperti misalnya upah tenaga kerja Indonesia yang relatif murah juga menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama para investor asing maupun lokal untuk menginvestasikan modalnya di Indonesia. Hal ini dapat memicu perkembangan dunia usaha di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang sangat pesat yang dapat kita lihat dalam praktek–praktek bisnis yang terjadi di Indonesia sendiri.

Indonesia sebagai suatu negara tentunya memiliki tujuan untuk mensejahterahkan rakyatnya. Tujuan Negara Indonesia sendiri terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahterahan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan – tujuan Negara Indonesia tersebut kemudian dijabarkan kembali di dalam suatu konstitusi yaitu Undang – Undang Dasar 1945 yang merupakan dasar bagi Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa


(7)

dan bernegaranya. Sebagai pandangan fundamental dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, Undang – Undang Dasar 1945 disamping sebagai konstitusi politik, juga merupakan konstitusi ekonomi, bahkan konstitusi sosial. “Undang – Undang Dasar 1945 sebagai sebuah konstitusi negara secara substansi, tidak hanya terkait dengan pengaturan lembaga-lembaga kenegaraan dan struktur pemerintahan semata. Namun lebih dari itu, konstitusi juga memiliki dimensi pengaturan ekonomi dan

kesejahteraan sosial yang tertuang di dalam Pasal 33 UUD 1945.”1

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan bagi sistem ekonomi Pancasila, yang lebih dikenal dengan demokrasi ekonomi. Konstitusi ekonomi tersebut terlihat pada materi, yang berbunyi:

1. “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan.

2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

3. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

4. Perekonomian Indonesia diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam

undang-undang.”

Dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “hanya

perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangani

seorang”. Hal ini berarti bahwa selain pemerintah, perusahaan swasta juga

mempunyai andil di dalam sistem perekonomian Indonesia. Dengan demikian

1Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufk. Tafsir MK Atas Pasal 33 UUd 1945:

(Studi Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU No. 22/2001, dan UU No. 20/2002). Jurnal Konstitusi. Volume 7, Nomor 1, Februari 2010, hlm. 112.


(8)

terdapat tiga pelaku utama yang menjadi kekuatan sistem perekonomian di Indonesia, yaitu perusahaan negara (pemerintah), perusahaan swasta, dan koperasi. Ketiga pelaku ekonomi tersebut akan menjalankan kegiatan-kegiatan perekonomian di Indonesia sesuai dengan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (4) Undang– Undang Dasar 1945. Tujuan perekenomian suatu negara akan terwujud jika sistem ekonominya berjalan dengan baik, sehingga penting bagi pelaku-pelakunya dapat saling bekerja sama dengan baik dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian sikap saling mendukung di antara pelaku ekonomi sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan ekonomi kerakyatan.

Salah satu pelaku ekonomi selain pihak pemerintah dan koperasi yang memiliki peran penting dalam menumbuhkan perekonomian di Indonesia adalah pihak swasta. Ada banyak bentuk badan usaha swasta di Indonesia, ada yang berbentuk badan hukum dan ada yang tidak berbentuk badan hukum. Bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum adalah Perseroan Terbatas ( PT ), Koperasi, Yayasan, dan yang terakhir adalah Dana Pensiun. Sedangkan bentuk badan usaha yang tidak berbadan hukum adalah Firma, Usaha Dagang Perorangan ( UD ), CommanditaireVennotschap ( CV ).

Dari beberapa bentuk badan usaha tersebut baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk


(9)

badan usaha yang paling diminati oleh para pelaku ekonomi swasta dalam melakukan kegiatan ekonominya. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Peseroan Terbatas, khususnya dalam Pasal 1 ayat (1) mendefinisikan Perseroan Terbatas (PT) sebagai berikut :

“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”

Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum (rechtperson / legal entity ), yang artinya bahwa Perseroan Terbatas memiliki wewenang untuk bertindak untuk dan atas nama sendiri, baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Selain itu hakekat Perseroan Terbatas sebagai badan hukum juga mengakibatkan Perseroan Terbatas dapat bertanggung jawab secara hukum, memiliki harta kekayaan sendiri, dan memiliki pengurus yang dapat bertindak untuk dan atas nama Perseroan. Perseroan Terbatas dapat melakukan perbuatan hukum selaiaknya manusia sebagai subjek hukum melalui pengurusnya yaitu komisaris atau direksi dan akibat hukum dari tindakan tersebut juga tidak menjadi tanggung jawab komisaris atau direksi melainkan pertanggung jawabannya diserahkan kepada Perseroan Terbatas yang perbuatannya diwakilkan melalui pengurusnya. Hal ini dikenal dengan tanggung jawab terbatas Perseroan Terbatas, dimana jika Perseroan Terbatas mengalami kerugian, pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar modal yang telah disetorkannya kedalam Perseroan Terbatas


(10)

Dewasa ini perkembangan Perseroan Terbatas dalam praktik bisnis di Indonesia telah mengarah kepada perkembangan bentuk perusahaan yang terdiri dari kumpulan beberapa Perseroan Terbatas, hal ini dapat dilihat semakin maraknya suatu badan usaha berbentuk Perusahaan Grup / Kelompok.

Perusahaan grup / kelompok atau yang sering disebut dengan konglomerasi merupakan topik yang sangat menarik untuk dibahas, bila dilihat perkembangan dan pertumbuhan dari perusahaan grup itu sendiri dalam realita bisnis di Indonesia.

Melihat perkembangan dunia bisnis di Indonesia, perusahaan grup merupakan salah satu pilihan bentuk usaha yang banyak dipilih oleh para pelaku-pelaku bisnis di Indonesia. Terlihat dari realita perkembangan bisnis di Indonesia dimana adanya dominasi perusahaan grup dibandingkan perusahaan tunggal di Indonesia yang ditunjukkan oleh dimana perusahaan-perushaan berskala besar tidak lagi dijalankan dalam bentuk perusahaan tunggal, melainkan menggunakan kontruksi perusahaan grup. Berbagai bentuk perusahaan grup di Indonesia dapat kita temui seperti Perusahaan Grup Semen Gresik, Grup Astra, Grup Bakrie.

Ada beberapa hal yang menjadi alasan dari pembentukan perusahaan grup di Indonesia yang menurut Sulistiowati dalam bukunya dikelompokan menjadi dua, yaitu:

“upaya pelaku usaha untuk mengakomodasi ketentuan dalan suatu

peraturan perundang-undangan dan kepentingan ekonomi perusahaan grup. Peraturan perundang-undangan ini dapat berupa perintah peraturan perundang-undangan yang berimplikasi kepada terbentuknya


(11)

suatu perusahaan grup. Sementara itu, kepentingan bisnis pengembangan konstruksi perusahaan grup bertujuan untuk meningkatkan daya saing melalui sinergi anggota perusahaan grup melalui strategi pertumbuhan eksternal dengan membentuk struktur

atau konstruksi perusahaan grup.”2

Sulistiowati memberikan definisi perusahaan grup sebagai berikut:

“ perusahaan grup adalah susunan induk dan anak-anak perusahaan yang berbadan hukum mandiri yang saling terkait erat sehingga induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak perusahaan bagi tercapainya tujuan kolektif perusahaan grup sebagai kesatuan

ekonomi.”3

Anak-anak perusahaan yang berada dalam satu perusahaan grup merupakan perusahaan-perusahaan yang berstatus badan hukum seperti Perseroan Terbatas. Akan tetapi Emmy Pangaribuan dalam bukunya

berpendapat bahwa :“tidak tertutup kemungkinan bahwa anak perusahaan

yang tidak tergolong dalam badan hukum pun dapat bergabung dalam perusahaan grup, seperti misalnya Firma, CV ( Commanditeir Vennootschaap) menjadi anak perusahaan dari induk perusahaan yang

berbentuk badan hukum.”4

Keberadaan dari perusahaan grup di Indonesia yang semakain berkembanag, ternyata tidak menjadikan suatu alasan kepada pemerintah bagi perlunya pengaturan secara khusus terhadap status perusahaan grup. Hal ini terlihat dari belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perusahaan grup. Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang

2

Sulitiowati. Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Jakarta: Erlangga. 2010. hlm. 1.

3Op.Cit. hlm. 23.

4 Emmy Pangaribuan. Perusahaan Kelompok. Yogyakarta : Seri Hukum Dagang Fak. Hukum Universitas Gadjah Mada. 1994. hlm. 7.


(12)

Perseroan Terbatas itu sendiri secara tidak langsung telah memberikan suatu legitimasi hukum bagi lahirnya suatu konstruksi perusahaan grup. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas selanjutnya disebut UUPT secara jelas telah memberikan suatu legitimasi kepada suatu perseroan untuk memiliki atau memperoleh saham pada perseroan lain. Legitimasi ini ini terlihat dalam Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 2007

yang isinya “ Perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta

notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.” Di dalam memori penjelasan Pasal 7 ayat (1) yang dimaksud dengan “orang” adalah orang perseorangan,

baik warga negara Indonesia maupun asing atau badan hukum Indonesia atau asing. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas tersebut dan memori penjelasannya, dapat disimpulkan bahwa suatu perseroan berbentuk badan hukum berhak untuk mendirikan suatu perseroan. Hal inilah yang telah memberikan legitimasi bagi munculnya realitas konstruksi perusahaan grup.

Perusahaan grup walaupun secara ekonomi merupakan satu kesatuan akan tetapi secara yuridis setiap perusahaan yang tergabung didalamnya merupakan perusahaan yang berdiri sendiri yang artinya induk dan anak perusahaan merupakan legal entity yang satu sama lain merupakan subjek hukum mandiri. Hal ini berimplikasi kepada hubungan koordinasi yang terjadi antrara induk perusahaan dengan anak-anak perusahaan yang tergabung dalam perusahaan grup tersebut dapat dilihat dari dua aspek yaitu dari aspek yuridis maupun aspek ekonomi. Dilihat dari aspek yuridis, sebagai


(13)

pemilik saham dari anak perusahaan, induk perusahaan memiliki beberapa hak dan wewenang di anak perusahaan layaknya seseorang pemegang saham yang memiliki saham di suatu perusahaan yang berbentuk Peseroan Terbatas. Hak dan wewenang tersebut diatur dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu dapat menggunakan hak suara dalam RUPS, mengangkat anggota direksi dan/atau dewan komisaris. Sedangkan jika dilihat dari aspek ekonomi,

“Induk perusahaan bertindak sebagai pimpinan sentral dalam

perusahaan grup, dapat mengendalikan dan mengoordinasikan kegiatan usaha anak-anak perusahaan dalam suatu kesatuan ekonomi yang secara kolektif mendukung kepentingan bisnis kelompok. Perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi ini ditunjukkan melalui penyajian laporan keuangan konsolidasi perusahaan grup ketika induk perusahaan mengonsolidasikan laporan keuangan anak-anak perusahaan menjadi

laporan keuangan induk dan anak perusahaan.”5

Ada banyak contoh perusahaan grup di Indonesia yang dapat mendeskripsikan model konstruksi perusahaan grup di Indonesia sendiri. Perusahaan-perusahaan tersebut pada umumnya adalah perusahaan-perusahaan besar yang berskala nasional. Beberapa contoh perusahaan-perusahaan grup di Indonesia salah satunya adalah Telkom Group. Telkom Group merupakan Gabungan dari seluruh anak Perusahaan yang dimiliki oleh PT Telkom Indonesia Tbk (Telkom). Adapun anak Perusahaan yang ada di bawah naungan Telkom Group yaitu:

1. “PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel)

65% saham Telkom dimiliki oleh PT Telkom dan sisanya dimiliki oleh SingTel, Singapura.


(14)

2. PT Metranet (Metra-Net/Mojopia)

100% saham Metra dimiliki oleh Telkom.

3. PT Telekomunikasi Indonesia International (TII/Telin) 100% sahamnya dimiliki oleh Telkom.

4. PT PINS Indonesia (PINS/Pramindo)

100% saham Pramindo dimiliki oleh Telkom. 5. PT Infomedia Nusantara (Infomedia)

51% sahamnya dimiliki langsung oleh Telkom. 6. PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel/Dayamitra)

100% sahamnya dimiliki oleh Telkom. 7. PT Indonusa Telemedia (TelkomVision)

Sahamnya dimiliki oleh 4 perusahaan yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (35%), PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) (25%), PT Megacell Media (20%) dan PT Datakom Asia (20%) 8. PT Graha Sarana Duta (TelkomProperty/GSD)

GSD merupakan sebuah perusahaan properti terpadu yang dimiliki oleh Telkom pada tahun 2001, dengan porsi kepemilikan saham Telkom sebesar 99,99%.

9. PT Napsindo Primatel Internasional (Napsindo)

Napsindo yang 60% saham dimiliki oleh Telkom dan lebihnya dimiliki oleh PTInfoasia Teknologi Global Tbk (IATG).”6

Perusahaan dalam menjalankan usahanya, sangat membutuhkan modal yang sangat besar. Tidak semua perusahaan memiliki modal yang sangat besar untuk membiayai kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan tersebut . Dalam hal ini, agar dapat menjalankan kegiatan usahanya, biasanya perusahaan melakukan peminjaman uang kepada pihak lain melalui perjanjian kredit. Hal ini merupakan hal yang lumrah terjadi dalam dunia bisnis.

Bank merupakan sumber dana konvensional yang cukup populer bagi dunia bisnis. Bentuk penyaluran dana dari bank kepada perusahaan yang sangat populer terjadi dalam dunia bisnis adalah bentuk pinjaman kredit bank.


(15)

Kegiatan pinjam meminjam ini biasanya pihak bank sebagai kreditur akan lebih percaya untuk memberikan pinjaman kepada suatu perusahaan apabila perusahaan tersebut dijamin suatu harta benda yang memiliki nilai yang sama dengan besarnya nilai utang debitur terhadap kreditur ditambah adanya jaminan dari seseorang (personal guarantee) /perusahaan lain (corporate guarantee) yang tentunya memiliki kekayaan yang cukup untuk memenuhi seluruh utang debitur kepada bank sebagai kreditur apabila debitur lalai atau tidak mampu memenuhi utangnnya kepada bank sebagai kreditur.

Pada kenyataannya, penjaminan suatu perusahaan (corporate guarantee) terhadap utang dari perusahaan lain sering terjadi dalam perusahaan grup. Di sini induk perusahaan (holding company) bertindak sebagai corporate guarantee dari perjanjian kredit yang dilakukan oleh anak perusahaan, atau bahkan dapat pula sebaliknya, dimana anak perusahaan akan bertindak sebagai corporate guarantee dari perjanjian kredit yang dilakukan oleh induk perusahaan.

Khusus bagi perusahaan grup, terdapat suatu kemudahan dalam melakukan pinjaman kepada bank. Menurut Munir Fuady, keuntungan tersebut adalah mudahnya pihak bank untuk mengucurkan dana kepada perusahaan yang bersangkutan dengan berbagai pertimbangan antara lain :

1. “Perusahaan tersebut ikut dibonceng oleh prestiusnya perusuhaan grup yang bersangkutan

2. Lebih mudah lagi, jika dalam grup yang bersangkutan ada bank, dan dana yang diperoleh dari bank yang bersangkutan. Hal ini diperbolehkan dalam batas-batas legal lending limit.

3. Untuk pinjaman tersebut, dapat dijaminkan aset induk perusahaan atau asset perusahaan lain dalam grup yang sama


(16)

4. Dapat dimintakan corporate guarantee dari induk perusahaan (holding) atau dari perusahaan lain dari grup yang sama

5. Dapat dimintakan personal guarantee dari pemilik grup konglomerat

tersebut.”7

Sering terjadi debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar utangnya, baik itu dari segi jumlah maupun dari segi waktu jatuh tempo. Ketidakmampuan debitur dan kelalaian/ ketidakmauan/ ketidakmampuan penjamin untuk membayar utang-utangnya sesuai jumlah dan waktu yang disepakati dalam klausula perjanjian adalah keadaan yang dijadikan pihak kreditur sebagai alasan untuk mengajukan permohonan pailit terhadap debitur atau bahkan kepada si penjamin dengan harapan akan mendapatkan paling tidak sebagian dari utang-utang yang belum dibayarkan oleh debitur tersebut.

Salah satu contoh kasus yang terjadi adalah kasus antara American Expres Bank Ltd. Singapore et.al dan kreditur-kreditur lainnya yang tergabung dalam anggota kredit sindikasi yang mengajukan permohonan pailit terhadap PT. Ometraco Corporation Tbk. Yang merupakan induk perusahaan dari PT. Ometraco Multi Artha yang merupakan debitur yang tidak dapat memenuhi prestasinya untuk membayar utangnya kepada American Expres Bank Ltd. Singapore beserta kreditur sindikasinya. Dalam kasus ini American Expres Bank Ltd. Singapore beserta sindikasinya juga mengajukan permohonan pailit kepada PT. Ometraco Corporation Tbk. yang merupakan induk perusahaan dari PT. Ometraco Multi Artha sekaligus

7Munir Fuady. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: PT Citra Aditya Bhakti. 1999. hlm. 155-156.


(17)

bertindak sebagai corporate guarantor atas perjanjian kredit yang dilakukan antara American Expres Bank Ltd. Singapore beserta sindikasinya dengan PT. Ometraco Multi Artha tertanggal 3 Desember 1996 dimana American Expres Bank Ltd. Singapore beserta sindikasinya memberikan fasilatas kredit maksimal sebesar US$ 75 juta kepada PT. Ometraco Multi Artha. Selain sebagai penjamin atas utang anak perusahaannya, PT. Ometraco Corporation Tbk. juga melakukan perjanjian kredit sindikasi pada tanggal yang sama dengan American Expres Bank Ltd. Singapore beserta sindikasinya dengan fasilitas kredit sebesar maksimal U$$ 125 juta. Utang Debitur PT. Ometraco Multi Artha dan PT. Ometraco Corporation Tbk. jatuh temponya pada tanggal 20 Januari 1998, namun berdasar kesepakatan para bank kreditur, hutang diperpanjang untuk 14 hari, sehingga hutang tersebut jatuh tempo 3 Februari 1998. Namun sampai dengan 7 Juli 1998 PT. Ometraco Corporation Tbk. tidak mampu membayar utang sebesar U$$ 61 juta disamping dia juga harus menanggung utang dari PT. Ometraco Multi Artha yang juga tidak mampu membayar utang yang jumlahnya sebesar U$$ 66 juta.

Pdengadilan Kasasi menolak permohonan pailit yang diajukan oleh American Expres Bank Ltd. Singapore terhadap induk perusahaan karena ketidakmampuan pemohon pailit dalam hal ini adalah American Expres Bank Ltd. Singapore dalam membuktikan adanya utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih, akan tetapi dalam penelitian ini penulis lebih menekankan kepada pembahasan mengenai hubungan hukum antara induk perusahaan dengan anak perusahaan dan bentuk koordinasi induk perusahaan terhadap anak


(18)

perusahaan serta bagaimana tanggung jawab hukum dari induk perusahaan yang bertindak sebagai corporate guarantor atas utang dari anak perusahaannya dalam hal kepailitan.

Mengingat bahwa semakin meningkatnnya variasi bentuk usaha dalam prektek bisnis di Indonesia seperti contohnya adalah perusahaan grup maka akan semakin kompleks pula masalah yang ditimbulkan. Dalam perusahaan grup induk perusahaan dan anak perusahaan masing-masing merupakan entitas berdiri sendiri sehingga perseoalan mengenai akibat hukum dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan akan dapat dipertanggung jawabkan kepada induk perusahaan begitu juga sebaliknya akan menjadi persoalan yang tidak mudah, apalagi jika berbicara masalah kepailitan dimana dampak hukumnya melibatkan banyak pihak seperti pemohon pailit, termohon pailit dan para kreditur. Selain itu adanya kemungkinan kembali terjadinya kasus suatu perusahaan mengadakan kerjasama dengan salah satu perusahaan yang bernaung dalam suatu perusahaan grup yang juga melibatkan induk perusahaan dan tidak akan menutup kemungkinan permasalahan yang sama seperti yang terjadi dalam kasus antara American Expres Bank Ltd. Singapore dengan PT. Ometraco Corporation Tbk.akan terjadi lagi.

Berangkat dari permasalahan – permasalahan yang ada tentang perusahaan grup serta kasus- kasus yang pernah terjadi di Indonesia, penulis tertarik untuk menulis skripsi yang dalam pembahasannya akan membahas mengenai hubungan hukum antara induk perusahaan dengan anak perusahaan


(19)

dan bentuk koordinasi induk perusahaan terhadap anak perusahaan serta bagaimana tanggung jawab hukum dari induk perusahaan yang bertindak sebagai corporate guarantor atas utang dari anak perusahaannya dalam hal kepailitan.

Oleh sebab itulah berdasarkan latar belakang yang penulis telas jabarkan sebelumnya, penulis tertarik untuk mengangkat skripsi yang berjudul “ Tanggung Jawab Hukum Induk Perusahaan Sebagai Penjamin (Corporate Guarantor) Atas Utang Anak Perusahaan Dalam

Kepailitan”.

B. Identifikasi Permasalahan

Berdasarkan pada latar belakang masalah sebagaimana yang sudah dipaparkan di atas, maka dirumuskan dua permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana hubungan hukum antara induk perusahaan dengan anak perusahaan yang berada dalam satu perusahaan grup ditinjau dari Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ?

2. Bagaimana bentuk koordinasi dari induk perusahaan terhadap anak perusahaan yang berada dalam satu perusahaan grup ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas? 3. Bagaimana pertanggung jawaban hukum induk perusahaan sebagai

Corporate Guarantor terhadap utang anak perusahaan dalam suatu perusahaan grup dalam hal kepailitan ?


(20)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan pembahasan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan hukum yang terjadi antara induk perusahaan dengan anak perusahaan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui bentuk koordinasi dari induk perusahaan terhadap anak perusahaan jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

3. Untuk mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab hukum induk perusahaan sebagai Coporate Guarantor dari utang anak perusahaannya dalam hal kepailitan.

D. Kegunaan Penelitian

Selain tujuan – tujuan tersebut di atas, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya :

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran secara teoritis dalam pengembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum perusahaan dan hukum kepailitan.

b. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah – masalah dalam skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk melahirkan suatu


(21)

pemahaman mengenai penyelesaian masalah kepailitan dari anak perusahaan yang juga melibatkan pertanggung jawaban hukum dari induk perusahaan sebagai pemberi jaminan (Corporate Guarantee).

2. Secara Praktis

Pembahasan ini diharapkan dapat :

a. Menambah wawasan ilmiah dan masukan bagi para kalangan praktisi hukum dalam menyelesaikan dan memutus sengketa pailit.

b. Memberikan masukan bagi pembaca terutama bagi para pihak yang terlibat dalam kepailitan mengenai akibat hukm dari pemberian jaminan oleh induk perusahaan terhadap anak perusahaan dalam perkara kepailitan

c. Memberikan informasi bagi masyarakat terutama kalangan dunia usaha tentang hukum kepailitan khususnya tentang pertanggungjawaban induk perusahaan sebagai penjamin dalam kepailitan anak perusahaan yang berada dalam satu perusahaan grup.

E. Kerangka Pemikiran

Selain manusia (naturlijkeperson), badan hukum (rechtpersoon) juga termasuk sebagai subjek hukum perdata. Sebagaimana halnya subjek hukum manusia, badan hukum inipun dapat mempunyai hak-hak dan


(22)

kewajiban-kewajiban serta dapat pula mengadakan hubungan hukum baik antara badan hukum yang satu dengan yang lain maupun antara badan hukum dengan manusia. Badan hukum (rechtpersoon) menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro suatu badan yang disamping manusia/perorangan juga dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan kepentingan-kepentingan hukum terhadap orang lain atau badan lain.

Keberadaan badan hukum yang dapat dipersamakan dengan manusia sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban serta dalam kehidupan nyata dapat melakukan perbuatan hukum dengan sesama subjek hukum didukung oleh beberapa teori-teori tentang badan hukum yang dikemukakan para ahli hukum dunia. Ada lima teori badan hukum yang sering dikutip oleh penulis-penulis ahli hukum di Indonesia:

1. Teori Fiksi

Teori ini dipelopori oleh Friedrich Carl von Savigny (1779 –

1861). Teori ini dianut oleh beberapa negara antara lain Belanda. Menurut teori Teori Fiksi dari Von Savigny, beliau berpendapat bahwa :

“badan hukum itu semata-mata buatan negara saja. Badan hukum ituhanyalah fiksi, yakni sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menghidupkannya dalam bayangan sebagai subyek hukum yang dapat melakukan perbuatan

hukum seperti manusia.”8

2. Teori Kekayaan Bertujuan


(23)

Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli hukum Jerman

bernama A.Brinz. Menurut teori ini “hanyamanusia saja yang dapat menjadi subjek hukum. Namun ada kekayaan yang bukan merupakan kekayaan seseorang, tetapi kekayaan itu terikat pada satu tujuan tertentu. Kekayaan yang tidak ada dan mempunyai tujuan tertentu inilah yang dinamakan dengan badan hukum.”9

3. Teori Organ

Teori ini dikemukakan oleh seorang sarjana Jerman bernama Otto von Gierke (1841-1921). Beliau menyatakan bahwa “badan

hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat

kepribadian alam manusia ada didalam pergaulan hukum.”10

“Menurut teori ini badan hukum iru sama layaknya seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam

pergaulan hukum yaitu ‘eine leiblichgeistige Lebensein heit’ yaitu suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan tersebut misalnya anggotanya atau pengurusnya seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantaraan mulutnya atau perantaraan tangannya jika kehendak itu ditulis di atas

kertas.”11

4. Teori Kekayaan Bersama (Propriete Collective Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Rudolf von Jhering seorang sarjana Jerman (1818 – 1892). Pengikut teori ini adalah Marcel Pleniol dan Molengraaff,kemudian diikuti Star Busmann, Kranenburg, Paul Scolten dan Apeldoorn.

9

Ali Rido. Badan Hukum Dan kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi,

Yayasan, Wakaf. Bandung :Alumni. 2004. hlm 7-10.

10Agus Budiarto.Seri Hukum Perusahaan: Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri

Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia.2002. hlm 28.


(24)

“Teori kekayaan bersama itu menganggap badan hukum sebagai kumpulan manusia. Kepentingan badan hukum adalah kepentingan seluruh anggotanya. Menurut teori ini badan hukum bukan abstraksi dan bukan organisma. Pada hakikatnya hak dan kewajiban badan hukum adalah tanggung jawab bersama-sama. Harta kekayaan badan itu adalah milik bersama seluruh anggota. Para anggota yang berhimpun adalah suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang disebut badan hukum. Karena itu, badan hukum hanyalah suatu kontruksi yuridis belaka. Pada hakikatnya badan hukum itu sesuatu yang

abstrak.”12

5. Teori Kenyataan Yuridis

Teori ini dikemukakan oleh seorang sarjana Belanda yang bernama E.M. Meijers dan dianut oleh Paul Scholten.

“Menurut Meijers badan hukum itu merupakan suatu realitas,

konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis. Meijers menyebut teori tersebut sebagai teori kenyataan sederhana, karena menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan

manusia itu terbatas sampai pada bidang hukum saja.”13

Menurut teori ini, bahwa badan hukum dapat dipersamakan dengan manusia merupakan suatu kenyataan yuridis yang artinya hakikat badan hukum sebagai subjek hukum layaknya manusia tidak lain karena hukum menciptakannya demikian. Sebagai contoh Perseroan Terbatas dianggap sebagai badan hukum karena sistem hukum di Indonesia menghendakinya.

Selain itu, jika terjadi suatu perbuatan melanggar hukum dari suatu badan usaha, menurut Wirjono Prodjodikoro, ada 3 (tiga) teori yang dapat menerangkan pertanggungjawaban dari badan hukum dimaksud, yaitu :

12http://click-gtg.blogspot.com/2008/07/teori-badan-hukum.html, 7 Maret 2014.

13Titik Triwulan Tutik. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta : Prenada Media Group. 2008. hlm 49.


(25)

1. ”Teori Perumpamaan (fichtie-theorie)

Oleh perumpamaan diakui betul, bahwa unsur kesalahan terang benderang tidak ada pada badan hukum, akan tetapi badan hukum itu boleh dianggap seolah-olah seorang manusia (perumpamaan, fictie). Oleh karena badan hukum diumpamakan seorang manusia, terlepas dari orang-orang manusia,maka tindakan orang-orang manusia, yang bertindak dalam lingkungan badan hukum itu sebagai pengurus tidak dapat dianggap tindakan langsung dari badan hukum itu melainkan sebagai tindakan seorang lain, atas tindakan mana badan hukum itu juga bertanggung jawab.

2. Teori Peralatan (organ theorie)

Teori peralatan memandang suatu badan hukum tidak sebagai suatu perumpamaan (fictie), melainkan sebagai suatu kenyataan (realita), yang tidak berada dari pada manusia dalam bertindak dalam masyarakat. Orang manusia bertindak dengan mempergunakan alat-alat berupa tangan, kaki, jari, mulut, otak dan lain lain. Demikian juga badan hukum mempunyai alat-alat (organen) berupa rapat anggota dan orang-orang pengurus bermacam-macam, yang semua bertindak sebagai alat belaka dari badan hukum itu. Oleh karena alat-alat itu berupa orang-orang manusia juga, maka sudah selayaknya syarat-syarat dalam peraturan hukum, yang melekat pada badan seorang manusia, seperti hal kesalahan subjek perbuatan melanggar hukum, dapat dipenuhi juga oleh- badan-badan hukum. Maka perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh seorang manusia, yang kebetulan merupakan suatu alat dari suatu badan hukum, boleh dianggap sebagai perbuatan langsung dari badan hukum itu, artinya harus tidak ke luar dari lingkungan pekerjaan badan hukum itu dan harus bertindak menurut anggaran dasar dari badan hukum itu. 3. Teori kepemilikan bersama (theori van de gezamenlijke eigendom

atau propriete colletive).

Teori kepemilikan bersama ini menganggap badan hukum sebagai kumpulan dari orang-orang manusia. Menurur teori ini kepentingan- kepentingan badan hukum tidak lain dari pada kepentingan-kepentingan segenap orang-orang yang menjadi ”background” dari badan hukum itu, yaitu dari satu negara segenap penduduk atau segenap warga negara, dari suatu korporasi segenap anggota, dari suatu yayasan segenap orang-orang yang mendapat hasil dari bekerjanya yayasan itu. Teori ini menganggap badan hukum langsung betanggung jawab hanya atas perbuatan melanggar hukum, yang dilakukan oleh badan kekuasaan tertinggi dalam

organisasi badan hukum.”14

14Wirjono Prodjodikoro. Pebuatan Melanggar Hukum Dipandang dari Sudut Hukum Perdata. Bandung : Mandar Maju. 2000. hlm 56.


(26)

“Jadi perihal perbuatan melanggar hukum, bahwa apabila suatu alat

perlengkapan dari badan hukum bertindak melanggar hukum, langsung bertanggung jawab, menurut teori perumpamaan badan hukum sama sekali tidak dapat langsung, menurut teori kepemilikan bersama badan hukum hanya langsung bertanggung jawab apabila perbuataannya dilakukan oleh badan kekuasaan yang tertinggi dalam organisasi badan

hukum.”15

Menurut sistem Hukum di Indonesia, Perseroan Terbatas (PT) merupakan salah satu badan usaha yang berbentuk Badan Hukum. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum memilki arti bahwa Perseroan Terbatas memilki hak dan kewajiban, dapat melakukan perbuatan hukum serta dapat memiliki harta kekayaan sendiri.

Mengenai Perseroan sebagai badan hukum kita mengenal Otto Van Gierke yang menyatakan :

“Badan hukum suatu yang abstrak atau anggapan dalam pikiran

manusia tetapi suatu yang rill atau nyata. Badan hukum adalah organ seperti halnya manusia yangdapat melakukan perbuatan atau menyatakan kehendak melalui organnya seperti pengurus, Direksi atau Komisaris atas nama badan hukum menjalankan tujuan badan hukum

tersebut”16

Pengikuti teori organ ini selain Otto Van Gierke adalah Z.E. Polano,menyatakan :

“Badan hukum menurut teori ini bukan abstrak (fiksi) dan bukan

kekayaan (hak) yang tidak bersubjek. Tetapi badan hukum adalah organisme yang rill, yang menjelma sungguh-sungguh dalam pergaulan hukum yang dapat membentuk kemauan sendiri dengan perantaraan alat-alat yang ada padanya (pengurus,anggota-anggotanya), seperti manusia biasa yang

mempunyai organ (panca indera) dan sebagainya.”17

15

Ibid. hlm 58.

16Otto Van Gierke, dalam Sutarno. Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cetakan Ketiga. Bandung: Alfabeta.2005. hlm 12.

17Otto Van Gierke dan Z.E. Polano dalam Titik Triwulan Tutik. Pengantar Hukum Perdata di


(27)

“Jadi menurut teori organ ini badan hukum itu tidak berbeda dengan

manusia, mempunyai sifat kepribadian yang sama dengan manusia, karena badan hukum mempunyai kehendak yang dibentuk melalui alat-alat

perlengkapannya seperti RUPS, Pengurus Direksi dan Dewan Komisaris.”18

Dalam Perseroan Terbatas, pemegang saham memiliki tanggung jawab terbatas terhadap Perseroan Terbatas tersebut. Tanggung jawab terbatas dari pemegang saham dan direksi suatu Perseroan Terbatas ini berasal dari teori Salomon yang muncul dari putusan pengadilan kasus Salomon v Salomon & Co. Ltd (1897).

“Teori tersebut mengungkapkan bahwa sebuah pembentukan Perseroan Terbatas, perusahaan menjadi bagian terpisah dari orang yang membentuknya atau menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang yang memiliki atau menjalankannya.”19

Maksud dari tanggung jawab terbatas dari Perseroan Terbatas sebagaimana didasarkan dari teori tersebut adalah pendiri suatu Perseroan Terbatas yang sering disebut dengan pemegang saham memiliki harta kekayaan yang terpisah dengan harta kekayaan Perseroan Terbatas, artinya apabila suatu Perseroan Terbatas mengalami kerugian, pemegang saham tidak akan bertanggung jawab sampai kepada harta kekayaan pribadinya,

18

Gatot Supramono.Kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam Gugatan Perdata di

Pengadilan .Jakarta: Rineka Cipta.2007.hlm 130.

19Cristopher L. Ryan, Company Direitors, Liabilities, Right and Dutie. Cts. Editions Limited Thirt Edition, dalam Janet Dine. Company Law, Macwillan Press Ltd. 198. dalam Bismar Nasution. UU No. 40 Tahun 2007. Persepektif Hukum Bisnis Pembelaan Direksi melalui Prinsip Business

Judgment Rule, Disampingpada seminar Bisnis 46 tahun FE USU: “Pengaruh UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatasterhadap Iklim Usaha di Sumatera Utara”,Aula Fakultas Ekonomi USU, 24 November 2007. hlm 5.


(28)

melainkan terbatas pada modal yang telah disetorkan pemegang saham tersebut.

PerusahaanGrup menurut Sulistiowati adalah “susunan induk dan anak -amak perusahaan yang berbadan hukum mandiri yang saling terkait erat sehingga induk perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang mengendalikan dan mengoordinasikan anak-anak perusahaan bagi tercapainya tujuan kolektif perusahaan grup sebagai kesatuan

ekonomi.”20

Menurut Emmy Pangaribuan, Perusahaan Grup adalah “gabungan atau

susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain terkait begitu erat sehingga membentuk satu kesatuan ekonomi yang tunduk kepada satu pimpinan perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.”21

Indonesia merupakan salah satu negara yang belum mempunyai peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur tentang perusahaan grup. Menurut Phillip I. Blumberg :

“pada negara-negara yang belum mengatur secara khusus mengenai perusahaan grup seperti Indonesia, kerangka pengaturan perusahaan grup biasanya menggunakan pendekatan terhadap hubungan khusus antara induk dan anak perusahaan grup sebagai relasi di antara perseroan-perseroan tunggal. Digunakannya pendekatan perseroan tunggal terhadap pengaturan perusahaan grup berimplikasi terhadap berlakunya prinsip hukum induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan dilindungi oleh limited liability terhadap tanggung

jawab perbuatan hukum anak perusahaan.”22

20Sulistiowati. Op.Cit. hlm 23. 21Emmy Pangaribuan. Op.Cit. hlm 5. 22Sulitiowati. Op.Cit. hlm 57.


(29)

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuannya lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan, maka metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Sifat Penelitian

Tipe penelitian hukum yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Dalam hal penelitian deskriptif analitis, penulis menggambarkan konstruksi perusahaan grup yang ada di Indonesia. Kontruksi perusahaan grup ini kemudian dianalisis permasalahan hukumnya di Indonesia bahwa didalam sistem hukum di Indonesia tidak memiliki satu peraturan khusus yang mengatur tentang perusahaan, dan masih menggunakan Undnag-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Peseroan Terbatas degan menggunakan pendekatan peseroan tunggal.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan konseptual (conceptual approach) dengan pendekatan undang-undang (statute approach). Pendekatan konseptual digunakan berkenaan dengan konsep-konsep yuridis yang berkaitan dengan prinsip-prinsip perusahaan. Pendekatan konseptual ini dilakukan dengan menguraikan teori-teori yang mendukung penelitian ini.


(30)

Pendekatan secara undang-undang digunakan berkenaan dengan peraturan hukum yang mengatur hukum perusahaan dan hukum kepailitan. Pedekatan tersebut dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

3. Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Jo Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum yang terkait dengan pembahasan tentang kepailitan penjamin dalam perusahaan grup. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti ensiklopedi, kamus bahasa maupun kamus hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data a. Teknik Pengumpulan Data


(31)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah dengan Studi Kepustakaan. Studi Kepustakaan dilakukan untuk mencari teori-teori, pendapat-pendapat yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti penulis. Berkenaan dengan metode penelitian yang penulis gunakan, maka penulis melakukan dengan memakai teknik studi kepustakaan yang merupakan data sekunder yang berasal dari berbagai bahan-bahan hukum sebagai berikut:

1) Data Sekunder bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku, literatur tentang hukum, artikel, serta hasil-hasil penelitian berupa skripsi di bidang hukum, jurnal, makalah dan teori hukum.

2) Data sekunder berupa bahan hukum tersier yang berupa kamus hukum, kamus bahasa, majalah serta media massa.

b. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah kualitatif. Menurut Sunaryati Hartono, pendekatan kualitatif adalah

“pendekatan yang membahas megnenai cara-cara menganalisis terhadap data yang dikumpulkan dilakukan dengan cara-cara atau analisis atau penafsiran (interprestasi) hukum yang dikenal, seperti penafsiran otentik, penafsiran menurut tata bahasa (gramatikal), penafsiran berdasarkan sejarah perundang-undangan, penafsiran sistematis,


(32)

penafsiran sosiologis, penafsiran teologis, penafsiran fungsional, atau penafsiran futuristik.23

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan kemudahan bagi pembaca dalam memahami makna dari penulisan skripsi ini. Keseluruhan sistematika itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain yang dapat dilihat sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, Rumusan Masalah dan Indentifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian yang terdiri dari sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data dan analisis data serta sistematika penulisan.

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI SUBJEK HUKUM DAN

KEDUDUKAN PERUSAHAAN GRUP, INDUK PERUSAHAAN

DALAM LALU LINTAS BISNIS

Bab ini akan membahas mengenai kedudukan perusahaan grup dalam lalu lintas bisnis di Indonesia. Pembahasan bab kedua ini akan dimulai dari pembahasan mengenai kedudukan Perseroan Terbatas sebagai subjek hukum, kemudian akan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai tinjuan umum

23 Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20. 1994. Bandung: Alumni. Hlm. 140


(33)

terhadap perusahaan grup dan selanjutnya pembahasan mengenai tinjauan unum mengenai induk perusahaan.

BAB III TANGGUNG JAWAB HUKUM PERSEROAN TERBATAS

SEBAGAI SUBJEK HUKUM DAN KEDUDUKANNYA SELAKU

PENJAMIN DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN

Bab ketiga akan membahas mengenai bagaimana tanggung jawab induk perusahaan selaku penjamin utang anak perusahaan dalan hal terjadi kepailitan pada anak perusahaan. Pembahasan bab ketiga ini akan dimulai dengan pembahasan tentang tanggung jawab hukum Perseroan Terbatas. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai kedudukan induk perusahaan selaku Corporate Guarantor dalam sistem hukum jaminan di Indonesia kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai tinajuan umum mengenai kepailitan.

BAB IV IDENTIFIKASI MASALAH

Bab ini berisikan analisis dan pemaparan berdasarkan identifikasi masalah akan dibahas secara detail. Penulis akan menganalisa mengenai bagaimana hubungan hukum yang terjadi antara induk perusahaan dengan anak perusahaan dalam perusahaan grup, bagaimana bentuk koordinasi dari induk perusahaan kepada anak perusahaan serta bagaimana bentuk pertanggungjawaban hukum dari induk perusahaan yang bertindak sebagai Corporate Guarantor dari hutang anak perusahaan dalam hal kepailitan


(34)

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan penulisan dan saran yang berfungsi untuk memberikan masukan bagi perkembangan hukum kepailitan di masa yang akan datang.


(35)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan-permasalahan dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas merupakan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang menjadi pedoman hukum utama yang mengatur tentang Perseroan Terbatas. Dalam undang-undang tersebut diatur mengenai semua yang berkaitan dengan Perseroan Terbatas, dimulai dari definisi Perseroan Terbatas, cara mendirikan Perseroan Terbatas, sampai kepada hak dan tanggung jawab masing-masing organ Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, memberikan suatu legitimasi kepada setiap orang ataupun badan hukum untuk menjadi pemilik saham suatu Perseroan Terbatas. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan yuridis lahirnya praktek bisnis perusahaan grup di Indonesia. Beberapa tindakan hukum menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang mengakibatkan kepemilikan saham induk perusahaan pada anak perusahaan dapat dilakukan cara akuisisi, joint venture, dan pemisahan. Melalui tindakan-tindakan hukum tersebut, induk perusahaan dalam menjalankan strateginya untuk penguasaan pasar,


(36)

memiliki peluang untuk mendirikan ataupun menguasai perseroan-perseroan lain yang kelak akan manjadi anak perusahaan yang mendukung tujuan kolektif perusahaan grup secara umum, dan kepentingan induk perusahaan secara khusus. Bergabungnya anak perusahaan dengan induk perusahaan dalan satu perusahaan grup dikarenakan adanya keterikatan kepemilikan saham pemilikan saham. Sehingga dapat disimpulkan hubungan yang terjadi antara induk perusahaan dengan anak perusahaan adalah hubungan kepemilikan saham antara dua badan hukum mandiri dimana induk perusahaan sebagai pimpinan sentral peruusahaan grup bertindak sebagai pemilik saham anak perusahaan.

2. Digunakannya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas sebagai hukum perseroan di Indonesia untuk melihat hubungan yang terjadi antara induk dan anak perusahaan memiliki konsekuensi yuridis hubungan yang terjadi diantara induk dan anak perusahaan adalah hubungan kepemilikan saham, di mana induk perusahaan bertindak sebagai pemegang saham anak perusahaan. Induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan memiliki kewenangan bertindak sebagai pimpinan sentral dalam perusahaan grup. Sebagai pimpinan sentral, induk perusahaan berwenang untuk mengkoordinasikan seluruh anak-anak perusahaan demi tercapainya tujuan kolektif perusahaan grup. Mekanisme koordinasi induk perusahaan terhadap anak perusahaan menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dapat dilakukan atas dasar kepemilikan saham induk perusahaan


(37)

dalam anak perusahaan tersebut. Bentuk koordinasi induk perusahaan dalam rangka mengkoordinasi anak-anak perusahaan dapat dilakukan melalui beberapa mekanisme, yaitu:

a. Kepemilikan saham mayoritas anak perusahaan oleh induk perusahaan akan memberikan kewenangan bagi induk perusahaan untuk mengendalikan anak-anak perusahaan.

b. Induk perusahaan sebagai pemegang saham anak perusahaan memberikan konsekuensi yuridis berupa kepemilikan hak suara dalam RUPS anak perusahaan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Melalui RUPS anak perusahaan, induk perusahaan dapat menetapkan kebijakan-kebijakan yang harus diimplementasikan oleh anak perusahaan.

c. Melalui kepemilikan saham akan memberikan kewenangan kepada pemegang saham mayoritas untuk menempatkan orang-orangnya dalam organisasi anak perusahaan yang kelak akan menjadi wakil langsung induk perusahaan di anak perusahaan.

3. Dalam praktek bisnis di Indonesia sering terjadi induk perusahaan melalui pengikatan jaminan bertindak sebagai penjamin atau corporate guarantor atas utang anak perusahaan kepada kreditur.Konsep corporate guarantor sendiri merupakan pengembangan dari konsep penanggungan/borgtoch sebagimana diatur dalam Pasal 1820 KUH Perdata, sehingga peraturan yang mengaturnya sama dengan peraturan yang mengatur tentang


(38)

penanggungan/ borgtocht. Apabila induk perusahaan bertindak sebagai corporate guarantor dengan mengikatkan diri sebagai penjamin atas utang dari anak perusahaan, maka induk perusahaan dapat dimintakan pertanggungjawaban atas utang anak perusahaan tersebut. Apabila suatu ketika anak perusahaan dipailitkan oleh krediturnya, maka kepada induk perusahaan yang bertindak sebagai corporate guarantor dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum oleh kreditur anak perusahaan tersebut. Bentuk pertanggungjawaban induk perusahaan yang bertindak sebagai corporate gurantor berbeda-beda, tergantung pada induk perusahaan melepaskan hak-hak istimewanya sebagai penjamin atau tidak melepaskan hak istimewanya tersebut. Bagi induk perusahaan yang tidak melepaskan hak istimewanya, kewajiban induk perusahaan hanya sebatas kewajiban pemenuhan sisa utang anak perusahaan yang belum terbayar dan status dari induk perusahaan tetap sebagai penjamin yang artinya tidak dapat dipailitkan. Sedangkan dalam hal induk perusahaan yang melepaskan hak istimewanya, akan membawa akibat hukum bagi induk perusahaan yaitu induk perusahaan selaku corporate guarantor akan memiliki kedudukan yang sama dengan anak perusahaan selaku debitur, dan akan bertanggung jawab secara tanggung menanggung dengan debitur untuk melunasi utang anak perusahaan kepada kreditur dan dalam hal ini juga induk perusahaan tentunya juga dapat dimintakan permohonan pailit oleh kreditur induk perusahaan selama induk perusahaan memenuhi syarat kepailitan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 37


(39)

Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

B. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, penulis mencoba untuk memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat. Adapun saran-saran tersebut adalah: 1. Akademisi

Akademisi yang merupakan calon-calon praktisi dimana akan terjun langsung ke dalam dunia bisnis ataupun sebagai akademisi yang kelak akan memberikan sumbangsihnya berupa pemikiran-pemikiran baru mengenai konsep hukum perusahaan grup, mengingat saat ini perkembangan perusahaan grup sudah sangat berkembang pesat.

2. Prsktisi

a. Perusahaan-perusahaan yang merupakan induk perusahaan yang bertindak sebagai corporate guarantor atas utang anak perusahaan kepada kreditur perlu lebih memperhatikan beberapa ketentuan-ketentuan mengenai tanggung jawabnya apabila anak perusahaan mengalami kepailitan dengan lebih memperhatikan beberapa yurispudensi dari kasus-kasus yang telah ada sebelumnya agar dapat dijadikan pedoman sebelum memberikan pengikatan jaminan agar tidak merugikan kelangsungan hidup perusahaan.


(40)

b. Bagi penegak hukum khususnya hakim-hakim yang memutus masalah kepailitan, penting memiliki wawasan mengenai konsep hukum perusahaan grup di Indonesia dengan lebih memperhatikan beberapa yurispudensi dari kasus-kasus terdahulu untuk dijadikan pedoman hukum dalam memutus kasus kepailitan yang melibatkan induk dan anak perusahaan dalam satu perusahaan grup. Hal ini mengingat tidak adanya aturan khusus yang mengatur tentang perusahaan grup di Indonesia sedangkan kasus yang melibatkan induk perusahaan dalam hal sebagai penjamin atas utang anak perusahaan sudah sering terjadi di Indonesia.

3. Pemerintah / Regulator

Bagi pemerintah sudah seharusnya Indonesia memiliki peraturan khusus yang mengatur tentang perusahaan grup, mengingat perkembangan konstruksi perusahaan grup dalam praktek bisnis di Indonesia sudah sangat berkembang, sehingga sangat diperlukan adanya suatu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur mengenai perusahaan grup di Indonesia, karena Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang selama ini dijadikan acuan dasar, dianggap kurang memadai untuk dijadikan sebagai pedoman hukum untuk mengatur perusahaan grup, selain itu semakin sering terjadi kasus yang berkaitan dengan perusahaan grup di Indonesia yang akan menjadi permasalahan bilamana tidak ada aturan khusus yang mengaturnya. Hal ini penting bagi tercapainya kepastian hukum.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

Agus Budiarto.Seri Hukum Perusahaan: Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia,2002.

Ali Rido. Badan Hukum Dan kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. Bandung: Alumni, 2004 .

Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia. Organ Perseroan Terbatas. Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

Emmy Pangaribuan. Perusahaan Kelompok. Yogyakarta: Seri Hukum Dagang Fak. Hukum Universitas Gadjah Mada, 1994.

Freddy Harris dan Teddy Anggoro. Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban Pemberitahuan Oleh Direksi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2013.

Gatot Supramono. Kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam Gugatan Perdata di Pengadilan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007.

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi. Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Hans Kelsen. Teori Hukum Murni, Terjemahan Pure Theory of Law, Cetakan IV. Jakarta: Penerbit Nusa Media, 2008.

H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang. Jakarta: Djambatan, 1995.


(42)

J. Satrio. Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.

Muhammad Djumhana. Hukum Ekonomi Sosial Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994.

Mulhadi. Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Munir Fuady. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1999.

Munir Fuady. Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Munir Fuady. Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.

M. Yahya Harahap. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 2002. Rachmadi Usman. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Rahayu Hartini. Hukum Kepailitan. Malang: UMM Press, 2008.

Riduan Syahrani. Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni, 2000.

Ridwan Khairandy. Perseroan Terbatas, Doktrin, Peraturan Perundang-undangan, dan Yurisprudensi. Yogyakarta: Total Media, 2009.

Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai dengan Ulasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.


(43)

Salim, H.S. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Soedjono Dirdjosisworo. Hukum Perusahaan Menegenai Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 1997.

Sulitiowati. Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2010.

Sunarmi. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sofmedia, 2010.

Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20. Bandung: Alumni, 1994.

Sutarno. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Bandung: Alfabeta, 2003. Titik Triwulan Tutik. Pengantar Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta: Prestasi

Pustaka Publisher, 2006.

Titik Triwulan Tutik. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta : Prenada Media Group, 2008.

Tri Budiyono. Hukum Perusahaan Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Peseroan Terbatas. Salatiga: Griya Media, 2011.

Wirjono Prodjodikoro. Pebuatan Melanggar Hukum Dipandang dari Sudut Hukum Perdata. Bandung : Mandar Maju, 2000.

JURNAL

Jhon F. Sipayung, Bismar nasution dan Mahmul Siregar. Tinjauan Yuridis Holdingisasi BUMN dalam Rangka Peningkatan Kinerja Menurut


(44)

Prespektif Hukum Perusahaan. Jurnal Hukum Ekonomi. Volume 1. Februari-maret 2013.

Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufk. Tafsir MK Atas Pasal 33 UUd 1945: (Studi Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU No. 22/2001, dan UU No. 20/2002). Jurnal Konstitusi. Volume 7. Februari 2010.

SKRIPSI DAN TESIS

Anju Ciptani Putri Manik. Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin Di Dalam Permohonan Perkara Pailit. Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2007.

Sulistiawaty. Tanggung jawab perusahaan Induk Terhadap Kreditur Perusahaan Anak. Tesis Pasca Sarjana. UGM, 2008.

Rita Dyah Widawati. Tanggung jawab Induk Perusahaan Terhadap perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan. Tesis pasca Sarjana. USU, 2009.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang–Undang Dasar 1945

Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Peseroan Terbatas

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(45)

WEBSITE

http://id.wikipedia.org/wiki/Telkom_Group

http://click-gtg.blogspot.com/2008/07/teori-badan-hukum.html http://skripsi.blog.dada.net/post/620069/

http://9oro.blogspot.com/2011/06/prinsip-tanggung-jawab-terbatas-dalam.html http://tampubolon.wordpress.com/2012/09/19/piercing-the-corporate-veil-dalam-hukum-perusahaan-indonesia/

http://id.wikipedia.org/wiki/PT_Pupuk_Indonesia.

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/11/01/02/155887-pusri-resmi-jadi-holding-bumn-pupuk.

http://prayitnobambang.blogspot.com/2011/11/bab-i-kontrak-joint-venture.html www.pacific.net.id/pakar/styanto/tulisan_03.html.


(1)

b. Bagi penegak hukum khususnya hakim-hakim yang memutus masalah kepailitan, penting memiliki wawasan mengenai konsep hukum perusahaan grup di Indonesia dengan lebih memperhatikan beberapa yurispudensi dari kasus-kasus terdahulu untuk dijadikan pedoman hukum dalam memutus kasus kepailitan yang melibatkan induk dan anak perusahaan dalam satu perusahaan grup. Hal ini mengingat tidak adanya aturan khusus yang mengatur tentang perusahaan grup di Indonesia sedangkan kasus yang melibatkan induk perusahaan dalam hal sebagai penjamin atas utang anak perusahaan sudah sering terjadi di Indonesia.

3. Pemerintah / Regulator

Bagi pemerintah sudah seharusnya Indonesia memiliki peraturan khusus yang mengatur tentang perusahaan grup, mengingat perkembangan konstruksi perusahaan grup dalam praktek bisnis di Indonesia sudah sangat berkembang, sehingga sangat diperlukan adanya suatu peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur mengenai perusahaan grup di Indonesia, karena Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang selama ini dijadikan acuan dasar, dianggap kurang memadai untuk dijadikan sebagai pedoman hukum untuk mengatur perusahaan grup, selain itu semakin sering terjadi kasus yang berkaitan dengan perusahaan grup di Indonesia yang akan menjadi permasalahan bilamana tidak ada aturan khusus yang mengaturnya. Hal ini penting bagi tercapainya kepastian hukum.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Adrian Sutedi. Hukum Kepailitan. Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.

Agus Budiarto.Seri Hukum Perusahaan: Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas. Jakarta: Ghalia Indonesia,2002.

Ali Rido. Badan Hukum Dan kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf. Bandung: Alumni, 2004 .

Cornelius Simanjuntak dan Natalie Mulia. Organ Perseroan Terbatas. Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

Emmy Pangaribuan. Perusahaan Kelompok. Yogyakarta: Seri Hukum Dagang Fak. Hukum Universitas Gadjah Mada, 1994.

Freddy Harris dan Teddy Anggoro. Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban Pemberitahuan Oleh Direksi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2013.

Gatot Supramono. Kedudukan Perusahaan sebagai subjek dalam Gugatan Perdata di Pengadilan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007.

Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi. Penanggungan Utang dan Perikatan Tanggung Menanggung. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

Hans Kelsen. Teori Hukum Murni, Terjemahan Pure Theory of Law, Cetakan IV. Jakarta: Penerbit Nusa Media, 2008.

H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Pokok Hukum Dagang. Jakarta: Djambatan, 1995.


(3)

J. Satrio. Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.

Muhammad Djumhana. Hukum Ekonomi Sosial Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994.

Mulhadi. Hukum Perusahaan Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.

Munir Fuady. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1999.

Munir Fuady. Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Munir Fuady. Doktrin-doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.

M. Yahya Harahap. Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni, 2002. Rachmadi Usman. Hukum Jaminan Keperdataan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Rahayu Hartini. Hukum Kepailitan. Malang: UMM Press, 2008.

Riduan Syahrani. Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni, 2000.

Ridwan Khairandy. Perseroan Terbatas, Doktrin, Peraturan Perundang-undangan, dan Yurisprudensi. Yogyakarta: Total Media, 2009.

Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai dengan Ulasan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.


(4)

Salim, H.S. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Soedjono Dirdjosisworo. Hukum Perusahaan Menegenai Bentuk-Bentuk Badan Usaha Di Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 1997.

Sulitiowati. Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2010.

Sunarmi. Hukum Kepailitan. Jakarta: Sofmedia, 2010.

Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke-20. Bandung: Alumni, 1994.

Sutarno. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Bandung: Alfabeta, 2003. Titik Triwulan Tutik. Pengantar Hukum Perdata di Indonesia. Jakarta: Prestasi

Pustaka Publisher, 2006.

Titik Triwulan Tutik. Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta : Prenada Media Group, 2008.

Tri Budiyono. Hukum Perusahaan Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Peseroan Terbatas. Salatiga: Griya Media, 2011.

Wirjono Prodjodikoro. Pebuatan Melanggar Hukum Dipandang dari Sudut Hukum Perdata. Bandung : Mandar Maju, 2000.

JURNAL

Jhon F. Sipayung, Bismar nasution dan Mahmul Siregar. Tinjauan Yuridis Holdingisasi BUMN dalam Rangka Peningkatan Kinerja Menurut


(5)

Prespektif Hukum Perusahaan. Jurnal Hukum Ekonomi. Volume 1. Februari-maret 2013.

Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad Taufk. Tafsir MK Atas Pasal 33 UUd 1945: (Studi Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU No. 22/2001, dan UU No. 20/2002). Jurnal Konstitusi. Volume 7. Februari 2010.

SKRIPSI DAN TESIS

Anju Ciptani Putri Manik. Peranan Dan Tanggung Jawab Penjamin Di Dalam Permohonan Perkara Pailit. Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2007.

Sulistiawaty. Tanggung jawab perusahaan Induk Terhadap Kreditur Perusahaan Anak. Tesis Pasca Sarjana. UGM, 2008.

Rita Dyah Widawati. Tanggung jawab Induk Perusahaan Terhadap perikatan Yang Dilakukan Oleh Anak Perusahaan. Tesis pasca Sarjana. USU, 2009.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang–Undang Dasar 1945

Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Peseroan Terbatas

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.


(6)

WEBSITE

http://id.wikipedia.org/wiki/Telkom_Group

http://click-gtg.blogspot.com/2008/07/teori-badan-hukum.html http://skripsi.blog.dada.net/post/620069/

http://9oro.blogspot.com/2011/06/prinsip-tanggung-jawab-terbatas-dalam.html http://tampubolon.wordpress.com/2012/09/19/piercing-the-corporate-veil-dalam-hukum-perusahaan-indonesia/

http://id.wikipedia.org/wiki/PT_Pupuk_Indonesia.

http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/11/01/02/155887-pusri-resmi-jadi-holding-bumn-pupuk.

http://prayitnobambang.blogspot.com/2011/11/bab-i-kontrak-joint-venture.html www.pacific.net.id/pakar/styanto/tulisan_03.html.