PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PROBLEM-CENTERED LEARNING DENGAN STRATEGI SCAFFOLDING.

(1)

Tedy Machmud, 2013

MASALAH MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY SISWA SMP

MELALUI PENDEKATAN PROBLEM-CENTERED LEARNING

DENGAN STRATEGI SCAFFOLDING

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam Bidang Pendidikan Matematika

Promovendus

TEDY MACHMUD NIM. 0908392

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG


(2)

ii


(3)

iii


(4)

Learning dengan Strategi Scaffolding.

Hasil survey yang dilakukan oleh TIMSS tahun 2011 menunjukkan peserta siswa SMP dari Indonesia mengalami penurunan capaian prestasi pada hampir semua domain matematika. Fakta ini menuntut perlu adanya usaha perbaikan antara lain pada aspek pembelajaran dan peninjauan intensitas bobot kemampuan matematika yang dibelajarkan di kelas. Penelitian eksperimen ini hendak mengkaji peningkatan kemampuan komunikasi, pemecahan masalah matematis dan self-efficacy siswa SMP, setelah intervensi pembelajaran dengan pendekatan Problem-Centered Learning (PCL) yang disertai strategi scaffolding. Dengan teknik stratified sampling pada populasi siswa di 16 sekolah SMP/MTs Negeri Kota Gorontalo, terpilih 3 (tiga) sekolah sebagai sampel penelitian mewakili kelompok sekolah level tinggi, sedang dan rendah. Pada masing-masing sekolah dipilih 2 kelas yakni satu kelas sebagai kelas eksperimen dengan yang diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan PCL disertai strategi scaffolding, dan satu kelas sebagai kelas kontrol dengan perlakuan pembelajaran konvensional. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pretes dan postes untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis (KKM), kemampuan pemecahan masalah matematis (KPPM) dan skala self-efficacy (SE) siswa. Melalui analisis statistik parametrik dan non parametrik, yakni uji beda rata-rata, uji analisis varians, dan uji beda lanjut, diperoleh informasi bahwa: (1) siswa yang diberi pembelajaran pendekatan PCL dengan strategi scaffolding memperoleh peningkatan KKM, KPMM dan SE yang lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran pendekatan konvensional, baik dilihat dari sisi level sekolah, level kemampuan awal matematika (KAM) maupun secara keseluruhan. Semua kategori yang dikomparasikan menunjukkan perbedaan yang siginifikan; (2) perolehan rata-rata n-gain untuk KKM, KPMM dan SE masih dalam kategori sedang; (3) ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah terhadap peningkatan KKM dan KPMM; (4) tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan KAM terhadap peningkatan KKM dan KPMM; (5) Tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan level sekolah ataupun KAM terhadap peningkatan SE siswa.

Kata Kunci: Problem-Centered Learning (PCL), Strategi Scaffolding, kemampuan komunikasi matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis, Self-Efficacy siswa


(5)

Tedy Machmud. (2013). The Enhancement of Junior High School Students’ Mathematical Communication Ability, Mathematical Problem Solving Ability, and Self-Efficacy Through Problem-Centered Learning Approach with Scaffolding Strategy.

The results of a survey conducted by TIMSS in 2011 showed that junior high school students from Indonesia decreased their performance in almost all domains of mathematics. This fact requires the need for improvement including aspects of learning and reviewing math skills intensity that are taught in class. This experimental study examines the improvement of mathematical communication ability, mathematical problem solving ability and self-efficacy of junior high school students, as a result of the learning intervention by Problem-Centered Learning (PCL) approach and a scaffolding strategy. With stratified sampling technique on a population of students in 16 schools SMP/MTs Gorontalo City, three schools are selected as a sample representing the high, medium and low school level. From each school, two classes are selected: one class as an experiment class which are treated by PCL approach with scaffolding strategy and one class as a control class with conventional learning treatment. The research instrument used is a pretest and posttest to measure students’ mathematical communication ability (MCA), mathematical problem solving ability (MPSA) and self-efficacy (SE). Through the analysis of parametric and non-parametric statistics, t-test, analysis of variance test, and the continuation main different test, it can be concluded that: (1) students who received PCL approach with scaffolding strategies obtain higher MCA, MPSA and SE than students who received conventional learning approach, both in terms of school level, Mathematical Prior Ability (MPA) or as a whole. All compared categories showed a significant difference; (2) the acquisition of the n-gain mean for MCA, MPSA and SE is in the medium category; (3) there is an interaction between school-level and learning approach toward the MCA and MPSA improvement; (4) there is no interaction between learning approaches and MPA toward the MCA and MPSA improvement; (5) there is no interaction between learning approach and school level or between learning approach and MPA enhancement on students’ SE.

Keywords: Problem-Centered Learning (PCL), Scaffolding Strategy, mathematical communication ability, mathematical problem-solving ability, Students’ Self-Efficacy


(6)

Tedy Machmud, 2013

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMANPENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Pemikiran ... 1

B. Rumusan Masalah ... 19

C. Tujuan Penelitian ... 20

D. Asumsi ... 21

E. Definisi Istilah ... 21

F. Hipotesis ... 22

G. Manfaat Penelitian ... 24

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 26

A. Kompetensi Matematika ... 26

B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 28

C. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 37

D. Self-Efficacy dan Belajar Matematika ... 45

E. Strategi Scaffolding dalam Pembelajaran Matematika ... 53

F. Pendekatan Problem-Centered Learning (PCL) ... 58

G. Implementasi Pendekatan Problem-Centered Learning dengan Strategi Scaffolding (PCLSS) ... 62

H. Penelitian yang Relevan ... 71

BAB III METODE PENELITIAN ... 75

A. Desain Penelitian ... 75

B. Subjek Populasi dan Sampel ... 77

C. Variabel Penelitian, Indikator dan Rubrik Penskoran ... 80

D. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 86

E. Prosedur Penelitian ... 104

F. Analisis Data ... 105

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 108

A. Analisis Data dan Hasil Penelitian ... 110


(7)

ii

Tedy Machmud, 2013

3. Analisis Data Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis ... 170

4. Analisis Data Self-Efficacy (SE) Siswa ... 210

B. Pembahasan ... 250

1. Deskripsi Kinerja Kelompok ... 250

2. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ... 257

3. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 261

4. Peningkatan Self-Efficacy Siswa ... 265

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 269

A. Kesimpulan ... 269

B. Implikasi ... 273

C. Rekomendasi ... 275

DAFTAR PUSTAKA ... 277

RIWAYAT HIDUP ... 284 LAMPIRAN


(8)

iii

Tedy Machmud, 2013

Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Kerangka Komunikasi Matematika ... 28

Tabel 3.1 Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol (Level Sekolah) ... 76

Tabel 3.2 Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol (Level KAM) ... 77

Tabel 3.3. Jumlah Kelas dan Siswa Subjek Penelitian ... 80

Tabel 3.4 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 82

Tabel 3.5 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 83

Tabel 3.6 Penskoran Butir Jawaban Skala Self-Efficacy siswa terhadap Matematika ... 85

Tabel 3.7 Output Uji Q-Cochran terhadap Penilaian Penimbang tentang Validitas Muka dan Isi Tes KAM ... 90

Tabel 3.8 Pedoman Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi ... 92

Tabel 3.9 Hasil Validitas Uji Coba Tes KAM ... 92

Tabel 3.10 Interpretasi Koefisien Reliabilitas ... 93

Tabel 3.11 Output Uji Q-Cochran terhadap Penilaian Penimbang tentang Validitas Muka dan Isi Tes KKM ... 94

Tabel 3.12 Hasil Validitas Uji Coba Tes KKM ... 95

Tabel 3.13 Output Uji Q-Cochran terhadap Penilaian Penimbang tentang Validitas Muka dan Isi Tes KPMM ... 97

Tabel 3.14 Hasil Validitas Uji Coba Tes KPMM ... 98

Tabel 3.15 Cuplikan Distribusi Pilihan Jawaban Siswa pada Skala SE ... 100

Tabel 3.16 Perhitungan Skor Skala SE untuk Pernyataan Positif ... 101

Tabel 3.17 Perhitungan Skor Skala SE untuk Pernyataan Negatif ... 101

Tabel 3.18 Klasifikasi Gain (g) ... 106

Tabel 4.1 Sebaran Subjek Terteliti (Sampel) ... 109

Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Data KAM Siswa Ditinjau dari Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 111

Tabel 4.3 Rangkuman Output Uji Normalitas Data KAM Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 112

Tabel 4.4 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data KAM Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 113

Tabel 4.5 Rangkuman Output Uji t Data KAM Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 114

Tabel 4.6 Statistik Deskriptif Data KAM Siswa Ditinjau dari Level KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 115


(9)

iv

Tedy Machmud, 2013

Pembelajaran

Tabel 4.8 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data KAM Ditinjau dari Level KAM dan Pendekatan

Pembelajaran ... 118

Tabel 4.9 Rangkuman Output Uji t Data KAM Ditinjau dari

Level KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 119 Tabel 4.10 Statistik Deskriptif Data KAM Siswa Ditinjau dari

Pendekatan Pembelajaran Secara Keseluruhan ... 120 Tabel 4.11 Rangkuman Output Uji Normalitas Data KAM

Ditinjau Pendekatan Pembelajaran Secara

Keseluruhan ... 121

Tabel 4.12 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data KAM Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran Secara

Keseluruhan ... 122

Tabel 4.13 Rangkuman Output Uji t Data KAM Ditinjau dari

Pendekatan Pembelajaran Secara Keseluruhan ... 123 Tabel 4.14 Statistik Deskriptif Data KAM Siswa Ditinjau dari

Level Sekolah ... 124

Tabel 4.15 Rangkuman Output Uji Normalitas Data KAM

Ditinjau dari Level Sekolah ... 125 Tabel 4.16 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data KAM

Ditinjau dari Level Sekolah ... 126 Tabel 4.17 Statistik Deskriptif Data KKM Siswa Ditinjau dari

Level Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 129 Tabel 4.18 Rangkuman Output Uji Normalitas Data n- Gain

KKM Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan

Pembelajaran ... 132

Tabel 4.19 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain KKM Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan

Pembelajaran ... 134

Tabel 4.20 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain KKM Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan

Pembelajaran ... 135

Tabel 4.21 Statistik Deskriptif Data KKM Siswa Ditinjau dari

Level KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 137 Tabel 4.22 Rangkuman Output Uji Normalitas Data n- Gain

KKM Ditinjau dari Level KAM dan Pendekatan

Pembelajaran ... 140

Tabel 4.23 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain KKM Ditinjau dari Kelompok Level KAM dan

Pendekatan Pembelajaran ... 141

Tabel 4.24 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain KKM Ditinjau dari Kelompok Level KAM dan


(10)

v

Tedy Machmud, 2013

Pendekatan Pembelajaran Secara Keseluruhan ... 144 Tabel 4.26 Rangkuman Output Uji Normalitas Data n- Gain

KKM Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran Secara

Keseluruhan ... 147

Tabel 4.27 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain KKM Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran Secara

Keseluruhan ... 148

Tabel 4.28 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain KKM Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran Secara

Keseluruhan ... 149

Tabel 4.29 Statistik Deskriptif Data KKM Siswa Ditinjau dari Level Sekolah yang Memperoleh Pembelajaran

dengan Pendekatan PCL ... 150

Tabel 4.30 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain KKM Ditinjau dari Level Sekolah yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 153 Tabel 4.31 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain

KKM Ditinjau dari Level Sekolah yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 154 Tabel 4.32 Rangkuman Output Uji Tukey HSD Data n-Gain

KKM antar Level Sekolah yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 155 Tabel 4.33 Statistik Deskriptif Data KKM Siswa Ditinjau dari

Level KAM yang Memperoleh Pembelajaran dengan

Pendekatan PCL ... 156

Tabel 4.34 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain KKM Ditinjau dari Level KAM yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 159 Tabel 4.35 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain

KKM Ditinjau dari Level KAM yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 160 Tabel 4.36 Rangkuman Output Uji Tukey HSD Data n-Gain

KKM antar Level KAM yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 162 Tabel 4.37 Rangkuman Output Hasil Uji ANAVA Dua Jalur

Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Sekolah terhadap Peningkatan Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa ... 164

Tabel 4.38 Rangkuman Output Hasil Uji ANAVA Dua Jalur Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM terhadap Peningkatan Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa ... 168

Tabel 4.39 Statistik Deskriptif Data KPMM Siswa Ditinjau dari


(11)

vi

Tedy Machmud, 2013

KPMM Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan

Pembelajaran ... 174

Tabel 4.41 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain KPMM Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan

Pembelajaran ... 175

Tabel 4.42 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain KPMM Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan

Pembelajaran ... 176

Tabel 4.43 Statistik Deskriptif Data KPMM Siswa Ditinjau dari

Level KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 178 Tabel 4.44 Rangkuman Output Uji Normalitas Data n- Gain

KPMM Ditinjau dari Level KAM dan Pendekatan

Pembelajaran ... 181

Tabel 4.45 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain KPMM Ditinjau dari Kelompok Level KAM dan

Pendekatan Pembelajaran ... 182

Tabel 4.46 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain KPMM Ditinjau dari Kelompok Level KAM dan

Pendekatan Pembelajaran ... 184

Tabel 4.47 Statistik Deskriptif Data KPMM Siswa Ditinjau dari

Pendekatan Pembelajaran Secara Keseluruhan ... 185 Tabel 4.48 Rangkuman Output Uji Normalitas Data n- Gain

KPMM Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran

Secara Keseluruhan ... 187

Tabel 4.49 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain KPMM Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran

Secara Keseluruhan ... 188

Tabel 4.50 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain KPMM Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran

Secara Keseluruhan ... 189

Tabel 4.51 Statistik Deskriptif Data KPMM Siswa Ditinjau dari Level Sekolah yang Memperoleh Pembelajaran

dengan Pendekatan PCL ... 190

Tabel 4.52 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain KPMM Ditinjau dari Level Sekolah yang

Memperoleh Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 193 Tabel 4.53 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain

KPMM Ditinjau dari Level Sekolah yang

Memperoleh Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 194 Tabel 4.54 Rangkuman Output Uji Tukey HSD Data n-Gain

KPMM antar Level Sekolah yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 196 Tabel 4.55 Statistik Deskriptif Data KPMM Siswa Ditinjau dari


(12)

vii

Tedy Machmud, 2013

Tabel 4.56 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain KPMM Ditinjau dari Level KAM yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 200 Tabel 4.57 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain

KPMM Ditinjau dari Level KAM yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 201 Tabel 4.58 Rangkuman Output Uji Tukey HSD Data n-Gain

KPMM antar Level KAM yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 202 Tabel 4.59 Rangkuman Output Hasil Uji ANAVA Dua Jalur

Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan Sekolah terhadap Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 205 Tabel 4.60 Rangkuman Output Hasil Uji ANAVA Dua Jalur

Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa ... 208

Tabel 4.61 Statistik Deskriptif Data SE Siswa Ditinjau dari

Level Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 211 Tabel 4.62 Rangkuman Output Uji Normalitas Data n- Gain SE

Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan

Pembelajaran ... 214

Tabel 4.63 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain SE Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan

Pembelajaran ... 215

Tabel 4.64 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain SE Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan

Pembelajaran ... 217

Tabel 4.65 Statistik Deskriptif Data SE Siswa Ditinjau dari

Level KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 218 Tabel 4.66 Rangkuman Output Uji Normalitas Data n- Gain SE

Ditinjau dari Level KAM dan Pendekatan

Pembelajaran ... 221

Tabel 4.67 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain SE Ditinjau dari Kelompok Level KAM dan

Pendekatan Pembelajaran ... 222

Tabel 4.68 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain SE Ditinjau dari Kelompok Level KAM dan Pendekatan

Pembelajaran ... 223

Tabel 4.69 Statistik Deskriptif Data SE Siswa Ditinjau Dari

Pendekatan Pembelajaran Secara Keseluruhan ... 225 Tabel 4.70 Rangkuman Output Uji Normalitas Data n- Gain SE

Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran Secara


(13)

viii

Tedy Machmud, 2013

SE Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran Secara

Keseluruhan ... 228

Tabel 4.72 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain SE Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran Secara

Keseluruhan ... 229

Tabel 4.73 Statistik Deskriptif Data SE Siswa Ditinjau dari Level Sekolah yang Memperoleh Pembelajaran

dengan Pendekatan PCL ... 230

Tabel 4.74 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain SE Ditinjau Dari Level Sekolah yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 233 Tabel 4.75 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain SE

Ditinjau Dari Level Sekolah yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 234 Tabel 4.76 Statistik Deskriptif Data SE Siswa Ditinjau dari

Level KAM yang Memperoleh Pembelajaran dengan

Pendekatan PCL ... 255

Tabel 4.77 Rangkuman Output Uji Homogenitas Data n-Gain SE Ditinjau Dari Level KAM yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 238 Tabel 4.78 Rangkuman Output Uji Perbedaan Data n-Gain SE

Ditinjau Dari Level KAM yang Memperoleh

Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 239 Tabel 4.79 Rangkuman Output Uji Tukey HSD Data n-Gain SE

antar Level KAM yang Memperoleh Pembelajaran

dengan Pendekatan PCL ... 240

Tabel 4.80 Rangkuman Output Hasil Uji ANAVA Dua Jalur Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan

Sekolah Terhadap Peningkatan Self-Efficacy Siswa ... 242 Tabel 4.81 Rangkuman Output Hasil Uji ANAVA Dua Jalur

Interaksi antara Pendekatan Pembelajaran dengan

KAM terhadap Peningkatan Self-Efficacy Siswa ... 246


(14)

ix

Tedy Machmud, 2013

Grafik/

Gambar Judul Halaman

Grafik 1.1. Capaian Rata-rata Prosentase Jawaban Benar Siswa

Peserta TIMSS untuk Bidang Matematika ... 5 Grafik 1.2. Capaian Rata-rata Skor Siswa Peserta TIMSS dari

Indonesia untuk Bidang Matematika ... 5 Gambar 4.1. Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain

Kemampuan Komunikasi Matematis Ditinjau dari Level

Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 131 Gambar 4.2. Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain

Kemampuan Komunikasi Matematis Ditinjau dari Level

KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 139

Gambar 4.3. Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Ditinjau dari

Pendekatan Pembelajaran Secara Keseluruhan ... 145 Gambar 4.4. Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain

Kemampuan Komunikasi Matematis Ditinjau dari Level Sekolah yang Memperoleh Pembelajaran dengan

Pendekatan PCL ... 151

Gambar 4.5. Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Ditinjau dari Level KAM yang Memperoleh Pembelajaran dengan

Pendekatan PCL ... 158

Gambar 4.6. Interaksi antara Faktor Pendekatan Pembelajaran dengan Sekolah terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 165

Gambar 4.7 Interaksi antara Faktor Pendekatan Pembelajaran dengan KAM terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 169

Gambar 4.8 Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau

dari Level Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 172 Gambar 4.9 Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain

Kemampuan pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari

Level KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 180 Gambar 4.10 Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau

dari Pendekatan Pembelajaran Secara Keseluruhan ... 186 Gambar 4.11 Perbandingan Rerata Pretes, Postes Dan n-Gain

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Ditinjau dari Level Sekolah yang Memperoleh Pembelajaran

dengan Pendekatan PCL ... 192

Gambar 4.12 Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain


(15)

x

Tedy Machmud, 2013

Pendekatan PCL

Gambar 4.13 Interaksi antara Faktor Pendekatan Pembelajaran dengan Sekolah terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ... 206

Gambar 4.14 Interaksi antara Faktor Pendekatan Pembelajaran dengan KAM terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 210

Gambar 4.15 Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain Self-Efficacy Siswa terhadap Matematika Ditinjau dari Level Sekolah dan Pendekatan Pembelajaran ... 213

Gambar 4.16 Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain Self-efficacy Siswa terhadap matematika Ditinjau dari Level KAM dan Pendekatan Pembelajaran ... 220

Gambar 4.17 Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain Self-efficacy Siswa Terhadap Matematika Ditinjau dari Pendekatan Pembelajaran Secara Keseluruhan ... 226

Gambar 4.18 Perbandingan Rerata Pretes, Postes Dan n-Gain Self-Efficacy Siswa Terhadap Matematika Ditinjau dari Level Sekolah yang Memperoleh Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 232

Gambar 4.19 Perbandingan Rerata Pretes, Postes dan n-Gain Self-Efficacy Siswa Terhadap Matematika Ditinjau dari Level KAM yang Memperoleh Pembelajaran dengan Pendekatan PCL ... 236

Gambar 4.20 Interaksi antara Faktor Pendekatan Pembelajaran dengan Sekolah terhadap Peningkatan Self-Efficacy Siswa ... 244

Gambar 4.21 Interaksi antara Faktor Pendekatan Pembelajaran dengan KAM terhadap Peningkatan Self-Efficacy Siswa ... 247

Gambar 4.22 Cuplikan 1 Hasil Kerja Siswa pada Panduan Belajar ... 250

Gambar 4.23 Cuplikan 2 Hasil Kerja Siswa pada Panduan Belajar ... 251

Gambar 4.24 Cuplikan 3 Hasil Kerja Siswa pada Panduan Belajar ... 252

Gambar 4.25 Cuplikan 4 Hasil Kerja Siswa pada Panduan Belajar ... 253

Gambar 4.26 Cuplikan 5 Hasil Kerja Siswa pada Panduan Belajar ... 254

Gambar 4.27 Kegiatan Diskusi Kelompok Menentukan Hubungan antara Sudut Pusat, Panjang Busur dan Luas Juring ... 255

Gambar 4.28 Cuplikan 6 Hasil Kerja Siswa pada Panduan Belajar ... 256

Gambar 4.29 Kegiatan Diskusi Kelompok ... 259


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran

Kontribusi matematika sebagai ilmu maupun sebagai alat berperan penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi modern. Matematika juga sarat dengan nilai-nilai yang dapat membentuk kepribadian dan karakter yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan zaman yang kompetitif dan menuntut profesionalitas. Mencermati hal tersebut, maka kedudukan mata pelajaran matematika di sekolah perlu mendapat perhatian yang serius dalam rangka untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, inovatif serta berjiwa demokratis, bekerja sama dan penuh percaya diri.

Tidak dapat dipungkiri pembelajaran matematika dewasa ini senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Seiring dengan perkembangan itu juga muncul permasalahan-permasalahan di lapangan yang perlu dipecahkan. Beberapa penelitian menunjukkan pemahaman matematis oleh sebagian orang masih dipandang atau dirasakan sukar, baik oleh yang belajar dan tidak jarang juga oleh pengajarnya. Ini terjadi pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Guru mengeluhkan siswa tidak bersemangat bahkan kadang-kadang cenderung takut menghadapi pelajaran matematika, mereka tidak mampu mencerna konsep yang diajarkan, tidak terampil dalam proses, lemah dalam penguasaan konsep, sehingga mengakibatkan siswa memiliki kemampuan matematika yang rendah. Di sisi lain siswa mengeluhkan bahwa matematika yang diajarkan terlalu sukar, sehingga tak jarang mereka tidak betah selama pelajaran matematika berlangsung atau setidaknya lebih mengutamakan pelajaran lain (Sumarmo, 2005; Suryadi, 2005;


(17)

Qohar, 2010). Memang bila ditelusuri lebih lanjut, upaya perbaikan mutu pendidikan matematika sangatlah kompeks dan melibatkan banyak faktor yang saling terkait.

Dalam konteks pendidikan formal khususnya di tingkat SMP, beberapa standar kompetensi yang harus dikuasai siswa saat belajar matematika di SMP kelas VIII adalah: (1) memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi dan persamaan garis lurus; (2) memahami sistem persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah; (3) menggunakan teorema Pythagoras dalam pemecahan masalah (Permen nomor 22 tahun 2006). Ketiga standar kompetensi ini jika dikaitkan dengan topik matematika yang disajikan pada kelas VIII SMP, meliputi topik matematika tentang aljabar, geometri dan pengukuran. Pemenuhan ketiga standar kompetensi ini diharapkan akan berkontribusi pada pengembangan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan matematis serta dapat menunjukkan perilaku kreatif, disiplin, kerja sama, berinteraksi dengan kelompok sebaya, santun, dan memiliki sikap percaya diri.

Fakta di lapangan menunjukkan pembelajaran matematika khususnya untuk materi aljabar pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) belum berkembang secara optimal. Beberapa hasil penelitian dan survey yang dirangkum oleh Glynn, et al (2002) menjelaskan: (1) siswa mengalami kesulitan dalam memformulasikan persamaan aljabar linear yang diberikan dalam bentuk soal cerita, yang diidentifikasi bersumber dari aspek syntactic translation dan aspek


(18)

semantic translation; (2) siswa melakukan kesalahan dalam melakukan generalisasi dan justifikasi.

Penelitian tersebut juga mendapatkan adanya kesulitan yang dihadapi siswa dalam memecahkan soal aljabar yang disajikan dalam bentuk soal cerita antara lain bersumber dari aspek bahasa, sebab siswa harus menerjemahkan masalah/ soal menjadi bentuk/ model matematis untuk diselesaikan. Proses penerjemahan akan berkaitan dengan aspek sintaksis (susunan/ urutan kata/ kalimat) yang langsung terlihat dalam uraian masalah/ soal dan aspek semantik yakni makna yang terkandung dalam setiap kata/ kalimat/ ungkapan dalam masalah/ soal. Misalnya untuk soal berikut, tuliskan kalimat matematika dari pernyataan berikut dengan menggunakan variabel x : “suatu bilangan jika dikalikan dua kemudian ditambah tiga dan dikuadratkan menghasilkan bilangan

225”. Dari aspek sintaksis siswa harus hati-hati dalam menentukan urutan kata dari kiri ke kanan untuk menerjemahkan kalimat tersebut menjadi model.

Demikian pula dari aspek semantik siswa harus memahami makna “dan”, “menghasilkan”, dan merelasikannya dengan peristilahan/ simbol tertentu dalam matematika.

Kesalahan dalam melakukan generalisasi dapat terjadi disebabkan oleh ketidakhati-hatian dalam menerapkan aturan-aturan dalam proses aljabar. Misalnya kesalahan generalisasi dapat terlihat dari jawaban berikut dalam

menerapkan hukum „pencoretan‟ suku-suku yang sama, dan „pengkuadratan‟:


(19)

Survey yang dilakukan oleh TIMSS (The Trends in International Mathematics and Science Study) Mullis, et al (2008; 2012) yang diikuti oleh siswa SMP tingkat 8 (grade 8) pada tahun 2011 dari 42 negara yang berpartisipasi mengikuti kompetisi, peserta Indonesia menempati ranking ke 38 untuk bidang matematika. Hal ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan hasil survey yang sama pada tahun 2007, peserta siswa SMP Indonesia menduduki peringkat ke 36 dari 48 negara peserta. Survey TIMSS ini memotret capaian prestasi siswa di bidang matematika dan sains yang dilaksanakan setiap 4 (empat) tahun. Khusus untuk matematika, siswa peserta TIMSS dari Indonesia relatif mengalami penurunan capaian prestasi, baik ditinjau dari materi matematika secara keseluruhan, ditinjau dari domain konten matematika (mathematics content domains) yakni domain bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang, maupun ditinjau dari domain kognitif (mathematics cognitive domains) yakni domain pengetahuan, aplikasi dan penalaran, sebagaimana terlihat pada Grafik 1.1. Dari Grafik 1.1 nampak bahwa untuk semua domain, siswa peserta TIMSS dari Indonesia persentase jawaban benarnya masih di bawah persentase jawaban benar secara internasional.

Demikian pula jika dilihat dari sisi capaian skor rata-rata prestasi matematika, siswa peserta TIMSS dari Indonesia mengalami penurunan prestasi untuk semua domain pada tahun 2011 dibandingkan dengan tahun 2007, sebagaimana terlihat pada Grafik 1.2.


(20)

Grafik 1.1.

Capaian Rata-rata Persentase Jawaban Benar Siswa Peserta TIMSS untuk Bidang Matematika

Grafik 1.2.

Capaian Rata-rata Skor Siswa Peserta TIMSS dari Indonesia untuk Bidang Matematika


(21)

Dikaitkan dengan penelitian ini, terlihat pada Grafik 1.2 untuk domain aljabar terjadi penurunan capaian prestasi siswa peserta TIMSS dari Indonesia sebesar 7 poin dan domain geometri mengalami penurunan sebesar 11 poin. Survey TIMSS 2011 pada domain aljabar, difokuskan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap konsep linieritas, penggunaan simbol aljabar, konsep variabel, mencermati pola, serta kemampuan siswa menyederhanakan ekpresi aljabar, menyelesaikan persamaan dan pertidaksamaan linier, sistem persamaaan linier dua variabel, fungsi, kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita melalui pemodelan dengan konsep aljabar. Contoh soal yang diberikan dalam survey TIMSS tahun 2011 untuk domain aljabar adalah sebagai berikut:

Joe knows that a pen cost 1 zed more than a pencil. His friend bought 2 pens and 3 pencils for 17 zeds. How many zeds will Joe need to buy 1 pen and 2 pencils?

Sebagai bahan perbandingan butir soal aljabar ini, sama persis dengan butir soal aljabar pada survey TIMSS tahun 2007. Untuk butir soal TIMSS tahun 2007 ini, jumlah siswa peserta TIMSS dari Indonesia yang menjawab benar hanya 8 % saja, dibandingkan dengan rata-rata secara internasional yakni 18%. Jumlah peserta TIMSS yang menjawab benar, tertinggi adalah Cina dan Korea yakni 68 %, urutan berikut Singapura yakni 59 %.

Pada domain geometri, survey TIMSS 2011 difokuskan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menganalisis sifat dan karakteristik bangun geometri dimensi dua dan tiga, termasuk panjang sisi dan ukuran sudut, memahami relasi-relasi bangun geometri, kemampuan menerapkan Teorema Pythagoras untuk memecahkan masalah, menghitung keliling, luas dan volume bangun serta


(22)

menggunakan visualisasi spasial, sifat simetri dan sifat transformasi untuk menganalisis situasi yang disajikan. Contoh soal yang diberikan dalam survey TIMSS tahun 2011 untuk domain geometri adalah sebagai berikut:

1. The figure shows a shaded triangle inside a square. What is the area of the shaded triangle? (Sumber: Soal TIMSS 2011)

4 cm 2 cm

6 cm

2. PQRSTU is a reguler hexagon.

What is the measure of the angle QUS? (Sumber: Soal TIMSS 2011)

P Q

U R

T S

Sebagai bahan perbandingan butir soal geometri nomor 2 ini hampir sama dengan butir soal geometri pada survey TIMSS tahun 2007, berikut ini:

In this diagram CD = CE What is the value of x ? (Sumber: Soal TIMSS 2007)

500

x0 A

B C

D


(23)

Untuk butir soal TIMSS tahun 2007 ini, jumlah siswa peserta TIMSS dari Indonesia yang menjawab benar hanya 19 % saja, dibandingkan dengan rata-rata secara internasional yakni 32 %. Jumlah peserta TIMSS yang menjawab benar, tertinggi adalah Singapura yakni 75 %, diikuti urutan berikutnya Cina dan Korea yakni 73 %.

Fokus yang diukur dalam domain aljabar dan geometri dari survey TIMSS 2011 tersebut di atas, jika disimak tampaknya sejalan dengan standar kompetensi mata pelajaran matematika SMP kelas VIII sesuai kurikulum Matematika di Indonesia. Penurunan capaian prestasi bidang matematika siswa peserta TIMSS Indonesia ini menjadi pertanyaan dan bahan evaluasi yang mendasar untuk menata kembali pembelajaran matematika di Indonesia dalam hal penataan kurikulum, strategi pembelajaran, meninjau kembali intensitas bobot kemampuan matematis (doing math) yang dibelajarkan di kelas maupun dengan memperbaharui fasilitas pembelajaran baik berupa buku teks, dan fasilitas lainnya.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh penulis pada tahun 2010 (Machmud, 2012) pada tiga sekolah sampel di SMP/ MTs Negeri se Kota Gorontalo menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa belum menggembirakan, yakni sekitar 71,43% dari seluruh siswa sampel, rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematisnya di bawah 50% dari skor ideal. Salah satu temuan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VIII di SMP Kota Gorontalo yang diamati, mengalami masalah dalam memahami materi matematika. Siswa memiliki pemahaman yang rendah dalam menguasai


(24)

konsep-konsep yang terkait dengan operasi bentuk aljabar dan memiliki kesulitan dalam menyelesaikan operasi bentuk aljabar. Beberapa hal menarik dan sangat mendasar yang ditemukan dari lembar kerja siswa antara lain, ketika siswa diminta untuk menyatakan benar atau salah pernyataan matematis berikut:

;

;

.

Untuk soal tersebut sebagian siswa menjawab benar. Ini menandakan bahwa pemahaman siswa terhadap konsep variabel, konstanta, koefisien, suku-suku sejenis, operasi bilangan berbentuk pecahan dan operasi aljabar yang terkait dengan soal ini belum begitu baik atau dengan kata lain ada miskonsepsi dalam benak siswa. Tentu saja jika konsep-konsep dasar saja seperti ini masih belum dipahami dengan baik, apalagi untuk konsep-konsep lain yang secara hirarkis sangat terkait, misalnya konsep persamaan dan pertidaksamaan bentuk aljabar, dan aplikasi konsep pada pemecahan masalah nyata yang dapat dimodelkan dalam bentuk persamaan/ pertidaksamaan aljabar, atau aplikasi konsep pada konsep matematika yang lain, misalnya menghitung keliling, luas bidang datar, dan konsep matematika lain. Hal ini antara lain terlihat dari jawaban siswa ketika diminta untuk menuliskan kalimat berikut dengan menggunakan variabel x,


(25)

menghasilkan bilangan 225”. Variasi jawaban yang muncul antara lain:

. Diduga ini akibat dari siswa mempunyai masalah dalam hal kemampuan menerjemahkan soal cerita (word problem) menjadi model matematis.

Dari sisi kepribadian siswa, kajian lain menunjukkan bahwa keyakinan kendali-diri atau self-efficacy memberikan kontribusi terhadap gagal atau berhasil-nya seseorang. Nur (2003) menulis, beberapa peneliti (Lefcourt, 1976; Schunk, 1991; Shell, Colvin & Bruning, 1995; Wilhite, 1990) telah menemukan bahwa siswa yang tinggi dalam self-efficacy memiliki nilai dan skor tes yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang sama intelegensinya, namun memiliki self-efficacy rendah. Sejumlah penelitian telah menemukan juga (Pajaros & Miller, 1994; Randhawa, Bearner & Lundberg, 1993; Zimmerman & Bandura, 1994; Zimmerman & Bandura & Martinez-Pons, 1992) bahwa self-efficacy merupakan prediktor (variabel bebas) paling penting kedua dari prestasi akademik siswa (variabel tak bebas) setelah kemampuan akademik.

Rasionalisasi yang bisa diajukan adalah siswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi, yakin bahwa keberhasilan dan kegagalan adalah konsekuensi yang logis dari usaha mereka sendiri sehingga mereka belajar dengan sungguh-sunguh untuk dapat berhasil dan memperoleh prestasi. Sebaliknya, siswa yang lebih yakin bahwa keberhasilan dan kegagalan semata-mata tergantung pada guru atau faktor eksternal dari dirinya atau bahkan nasib akan cenderung santai, tidak mau belajar dengan sungguh-sungguh dan kadang apatis.


(26)

Salah satu butir dari self-efficacy adalah perilaku menyangkut kebiasaan belajar. Hasil penelitian penulis pada tahun 2010 (Machmud, 2012) di SMPN 6 Kota Gorontalo, menunjukkan bahwa kebiasaan belajar ternyata memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap prestasi belajar matematika, yakni melalui pola hubungan fungsional ̂ . Pola hubungan ini memberikan informasi bahwa skor prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika akan berubah sebesar 0,68 satuan jika terjadi perubahan sebesar satu unit kebiasaan belajar siswa dalam mata pelajaran matematika. Atau dengan kata lain bahwa, makin tinggi kebiasaan belajar siswa dalam mata pelajaran matematika, makin tinggi pula prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika. Sebaliknya, makin rendah kebiasaan belajar siswa dalam mata pelajaran matematika, makin rendah pula prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika. Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa faktor self-efficacy siswa perlu digarap secara bersamaan dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan matematis.

Fakta-fakta tersebut di atas jika ditinjau dari aspek proses belajar-mengajar, antara lain adalah dampak dari pembelajaran yang dilakukan di kelas. Diduga pembelajaran yang dilakukan di kelas kurang bermakna bagi siswa.

Belajar akan lebih bermakna jika siswa “mengalami” sendiri apa yang akan dipelajarinya, bukan „mengetahui‟-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi „mengingat‟ jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali siswa memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang (Hudoyo:1998).


(27)

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, biasanya diawali dengan membahas soal-soal pada pelajaran sebelumnya, memberikan penjelasan konsep yang baru secara langsung, memberikan contoh soal beserta prosedur penyelesaiannya, memberikan soal-soal rutin untuk latihan, dan diakhiri dengan memberikan pekerjaan rumah. Rutinitas pembelajaran seperti ini sering dilakukan oleh guru dalam keseharian sehingga dapat membosankan, menyebalkan dan mengurangi minat siswa (Sobel &Maletsky: 2003).

Dalam hal ini disadari bahwa masih ada guru matematika yang menganut paradigma transfer of knowledge, yang beranggapan bahwa siswa merupakan objek dari belajar serta teacher centered yang memfokuskan pembelajaran semata-mata guru sebagai aktor utama pembelajaran. Dalam kedua paradigma tersebut guru mendominasi dalam proses pembelajaran sehingga suasana belajar lebih menekankan pada latihan mengerjakan soal rutin dengan mengulang prosedur serta lebih banyak menggunakan rumus atau algoritme tertentu sehingga kurang memberikan kesempatan siswa untuk melakukan aktivitas bermatematika (doing math). Perlu senantiasa dikembangkan secara meluas paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa (students centered). Sebab menurut laporan penelitian dengan subjek siswa SMP, pembelajaran yang mengutamakan siswa aktif dengan beragam pendekatan mencapai hasil belajar yang lebih baik dan tergolong antara cukup dan baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa (Sumarmo, 2005).

Berdasarkan pada hasil penelitian, survey dan temuan studi pendahuluan di lapangan tersebut di atas secara sederhana dapat dikemukakan paling tidak ada


(28)

tiga aspek yang harus menjadi fokus perhatian. Tiga hal yang sangat terkait ini terdiri dari guru – materi – siswa. Dalam kajian lain jalinan keterkaitan ketiga hal ini diperkenalkan dengan istilah segitiga didaktis yang dimodifikasi (Suryadi, 2010). Lebih lanjut menurut Suryadi (2010), peran guru yang paling utama dalam konteks segitiga didaktis ini adalah menciptakan suatu situasi didaktis sehingga terjadi proses belajar dalam diri siswa. Ini berarti bahwa seorang guru selain perlu menguasai materi ajar, juga perlu memiliki pengetahuan lain terkait dengan siswa serta mampu menciptakan situasi didaktis yang dapat mendorong proses belajar secara optimal yakni dengan menciptakan relasi didaktis ideal.

Peran guru dalam menciptakan relasi didaktis dan pedagogis sangat penting. Guru harus merancang suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mengoptimalkan proses dan hasil belajar matematika, dengan menciptakan suasana yang memungkinkan siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran melalui brainstorming, bertanya jawab, berpikir kritis dan melakukan refleksi terhadap jawabannya, berkomunikasi, berdiskusi dan mengembangkan self-efficacy-nya dalam belajar. Peran guru tidak hanya semata-mata memberikan pengetahuan pada siswa, melainkan siswa diharapkan dapat membangun pengetahuan matematis didalam benaknya sendiri. Guru harus menfasilitasi proses ini dengan cara menyediakan dan membuat informasi menjadi sangat bermakna dan relevan dengan tingkat perkembangan berpikir siswa sedemikian hingga siswa mampu menarik kesimpulan untuk menerapkan ide-idenya sendiri untuk mencapai tingkat perkembangan selanjutnya guna membentuk pemahaman kognitifnya. Guru juga harus memfasilitasi tumbuhnya


(29)

self-efficacy melalui pemberian pengalaman langsung maupun tak langsung, pengkondisian model prilaku dan dukungan motivasi serta manajemen emosi.

Faktor lain yang juga perlu diperhatikan dan diduga secara variatif mempengaruhi berkembangnya kemampuan komunikasi, pemecahan masalah dan self-efficacy siswa adalah faktor level sekolah dan level kemampuan awal matematika. Klasifikasi level sekolah atau peringkat sekolah ada yang sudah ditetapkan berdasarkan standar-standar tertentu oleh institusi yang berwenang. Pada penelitian ini level sekolah didasarkan pada capaian nilai rata-rata siswa pada ujian nasional tahun 2010/2011, sehingga lebih cenderung berpihak pada pertimbangan akademik. Dengan demikian faktor level sekolah dan faktor kemampuan awal matematika cenderung berpihak pada pertimbangan karakteristik kemampuan siswa secara akademik. Pertimbangan ini dilakukan karena intervensi pembelajaran sesungguhnya bermuara pada pelibatan siswa sebagai subjek maupun sebagai objek pembelajaran. Di sisi lain pembelajaran yang akan dilakukan dimaksudkan untuk mengoptimalkan potensi diri siswa meliputi potensi kognisi dan afeksi sehingga faktor level sekolah dan kemampuan awal matematika tentu perlu diperhatikan, dikaji, dianalisis dan dievaluasi dampaknya dalam intervensi pembelajaran.

Merupakan suatu keniscayaan, pada suatu lingkungan sekolah ataupun lingkungan kelas tertentu ditemukan kondisi heterogenitas kondisi siswa. Keadaan ini hampir tak bisa dinafikan, sehingga perlu diakomodir melalui pengelompokkan tertentu. Untuk itu level sekolah dibagi dalam tiga kelompok yaitu: atas, sedang dan bawah dan level kemampuan awal matematika dibagi


(30)

dalam tiga kelompok yaitu: tinggi, sedang dan bawah sehingga lebih representatif dalam hal perlakuan, analisis dan pengambilan kesimpulan.

Berdasarkan pemikiran di atas tersebut dikembangkan gagasan penelitian yang difokuskan pada bagaimana mengaplikasikan pembelajaran sedemikian hingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, komunikasi matematis dan self-efficacy siswa dalam pembelajaran matematika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dipertimbangkan tersebut adalah pembelajaran dengan pendekatan Problem-Centered Learning (PCL) atau pembelajaran yang berpusat pada masalah. Menurut Jakubowski (1993), PCL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang potensial untuk memperbaiki keadaan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar secara produktif.

Pendekatan ini menitikberatkan pada upaya membangun kemampuan matematis siswa melalui sajian masalah, sehingga siswa yang menjadi pusat pembelajaran senantiasa terlatih untuk memahami dan mengkonstruksi konsep-konsep melalui masalah tersebut, dan pada akhirnya dapat memecahkan masalah matematis yang dihadapinya dengan bahasa ataupun pemahamannya sendiri. Hal ini sejalan juga dengan pandangan Sabandar (2010) bahwa dalam kegiatan belajar siswa harus menjadi individu yang aktif dalam membangun pengetahuan, dapat menentukan sendiri proses belajarnya, memilih pengalaman belajar serta pengetahuan utama yang ingin dicapainya.

Ridlon (2004) dengan merujuk pada beberapa studi menjelaskan bahwa siswa akan mendapatkan manfaat dari pemahaman mereka sendiri, ketika mereka memaknai matematika, oleh karena itu mereka harus diberdayakan. Mereka harus


(31)

mempunyai keyakinan berdasar pengalaman mereka sendiri dan menyadari bahwa ada banyak cara yang bisa digunakan dalam memecahkan masalah matematis, serta mereka harus mengembangkan keyakinan/ kepercayaan diri bahwa mereka dapat memahami matematika.

Pengembangan keyakinan, kesadaran dan kepercayaan diri telah juga dikaji oleh para peneliti, antara lain Bandura (1997) yang populer dengan terminologi self-efficacy. Self-efficacy merupakan komponen utama di dalam teori kognitif sosial Bandura. Self-efficacy adalah suatu faktor penentu untuk pengembangan individu, ketekunan dalam menggunakan kemampuan untuk menghadapi kesulitan, dan pemikiran mempola serta reaksi-reaksi secara emosional yang mereka alami (Bandura, 1999).

Upaya tersebut di atas sejalan dengan tujuan mata pelajaran matematika di SMP/ MTs, yakni diharapkan siswa dapat:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritme, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh


(32)

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Permen nomor 22 tahun 2006)

Tujuan mata pelajaran matematika tersebut di atas berkaitan dengan upaya pengembangan aspek kognitif siswa melalui kegiatan matematika (doing math), yang secara bersamaan diharapkan dapat merangsang tumbuhnya rasa ingin tahu, perhatian, minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet, sehingga timbul kepercayaan diri (self-efficacy) pada siswa dalam menggunakan matematika dan mengaplikasikannya ketika siswa menghadapi situasi-situasi dalam kehidupan nyata.

Pendekatan PCL diharapkan dapat memfasilitasi berkembangnya kemampuan-kemampuan matematika, antara lain kemampuan komunikasi dan kemampuan pemecahan matematika serta memfasilitasi pengembangan kepercayaan diri (self-efficacy) siswa dalam memahami dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam prakteknya seringkali ketika menghadapi masalah matematis siswa

mengalami “kemacetan” dalam proses konstruksi pengetahuan dan eksplorasi

informasi dari masalah yang disajikan. Hal ini kalau tidak segera ditangani akan menyebabkan siswa enggan untuk memecahkan masalah, bahkan lebih parah lagi siswa akan kehilangan minat dan kepercayaan diri untuk belajar. Untuk mencegah


(33)

kondisi ini dalam mengimplementasikan pendekatan PCL, perlu dikolaborasikan dengan strategi scaffolding. Strategi scaffolding perlu dirancang dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga cukup efektif dapat membantu siswa untuk secara mandiri melakukan tugas matematik dan segera keluar dari kemacetan proses konstruksi matematis, yang dampaknya akan menguatkan kepercayaan diri (self-efficacy) siswa dalam bermatematika.

Untuk mencapai sasaran dalam mengimplementasikan strategi scaffolding, Speer & Wagner (2009), menyarankan kepada guru untuk melakukan hal-hal berikut:

1. Mengenali atau mengidentifikasi setiap aktivitas penalaran matematis siswa, baik penalaran itu benar ataupun sebaliknya;

2. Mengenali atau mengidentifikasi munculnya ide-ide dari siswa yang potensial untuk ikut berkontribusi pada suatu diskusi dalam pencapaian tujuan yang matematis.

3. Mengenali atau mengidentifikasi ide-ide dari siswa yang relevan dengan perkembangan pemahaman matematis siswa, dan,

4. Memilih kontribusi ide dan pendapat siswa mana yang baik di antara para siswa.

Perspektif di atas menuntut peran profesional guru dalam hal merancang, mengimplementasikan, mereview dan mengembangkan pendekatan Problem-Centered Learning dengan strategi scaffolding (untuk selanjutnya akan disingkat dengan PCLSS). Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini untuk mengkaji dan mendeskripsikan pendekatan PCLSS terkait dengan peningkatan kemampuan


(34)

komunikasi matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis serta self-efficacy siswa, ditinjau dari sisi sekolah (level tinggi, sedang dan rendah), sisi kemampuan awal matematika (tinggi, sedang dan rendah) dan dari sisi siswa secara keseluruhan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas peneliti menetapkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan Pendekatan Konvensional (untuk selanjutnya akan disingkat dengan PK), ditinjau dari sekolah, kemampuan awal matematika serta siswa secara keseluruhan?

2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan PK, ditinjau dari sekolah, kemampuan awal matematika serta siswa secara keseluruhan?

3. Apakah self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran dengan PK, ditinjau dari sekolah, kemampuan awal matematika serta siswa secara keseluruhan?

4. Apakah ada interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor sekolah terhadap: (1) kemampuan komunikasi matematis siswa, (2) kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, serta (3) self-efficacy siswa?


(35)

5. Apakah ada interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor kemampuan awal matematika siswa terhadap: (1) kemampuan komunikasi matematis siswa, (2) kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, serta (3) self-efficacy siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini hendak mengkaji, menganalisis dan mengungkap tentang:

1. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS dan yang memperoleh pembelajaran dengan PK, ditinjau dari sekolah, kemampuan awal matematika serta siswa secara keseluruhan.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS dan yang memperoleh pembelajaran dengan PK, ditinjau dari sekolah, kemampuan awal matematika serta siswa secara keseluruhan.

3. Self-efficacy siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS dan yang memperoleh pembelajaran dengan PK, ditinjau dari sekolah, kemampuan awal matematika serta siswa secara keseluruhan.

4. Interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor sekolah terhadap: (1) kemampuan komunikasi matematis siswa, (2) kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, serta (3) self-efficacy siswa.


(36)

5. Interaksi antara faktor pembelajaran dengan faktor kemampuan awal matematika siswa terhadap: (1) kemampuan komunikasi matematis siswa, (2) kemampuan pemecahan masalah matematis, serta (3) self-efficacy siswa.

D. Asumsi

Dalam penelitian ini diajukan beberapa asumsi penelitian sebagai berikut: 1. Kemampuan awal matematika siswa dan level sekolah berbeda-beda;

2. Sarana dan prasarana sekolah tempat penelitian mendukung untuk terlaksananya penelitian.

E. Definisi Istilah

1. PCL adalah pendekatan pembelajaran yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu pemberian tugas (task), pengelompokan (group) dan diskusi kelas (sharing).

2. Scaffolding adalah bantuan yang diberikan kepada siswa selama tahap-tahap pembelajaran yang secara perlahan dikurangi sedemikian hingga siswa mengambil alih tanggung jawab belajar secara mandiri.

3. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa menyatakan, mengilustrasikan dan menjelaskan ide, situasi, relasi dan representasi matematika secara tertulis, atau sebaliknya.

4. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa untuk dapat memahami masalah melalui identifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan, membuat/ menyusun strategi penyelesaian dan merepresentasikannya (dengan simbol, gambar,


(37)

grafik, tabel, diagram, model, dan lain-lain), memilih/ menerapkan strategi pemecahan untuk mendapatkan solusi, dan memeriksa kebenaran solusi dan merefleksikannya.

5. Self-efficacy adalah kepercayaan atas kemampuan dalam diri siswa untuk menguasai dan mengorganisasi lingkungan belajar, sumber belajar matematika, mengatur cara belajar matematika, memanfaatkan matematika dalam menyelesaikan tugas masalah yang dihadapi, kemampuan membangkitkan motivasi diri, kemampuan mengontrol perilaku dan emosi sebagai matematikawan terhadap teman, guru dan orang lain ketika bekerja, berdiskusi dan belajar matematika.

F. Hipotesis

Sejalan dengan masalah penelitian yang diuraikan di atas, hipotesis penelitian adalah:

1. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan PK, ditinjau dari:

a. level sekolah

b. kemampuan awal matematika c. siswa secara keseluruhan.

2. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa antara sekolah level tinggi, sedang dan rendah, dan antara KAM tinggi, sedang dan rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS.


(38)

3. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan sekolah terhadap kemampuan komunikasi matematis.

4. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis.

5. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan PK, ditinjau dari:

a. level sekolah

b. kemampuan awal matematika c. siswa secara keseluruhan.

6. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara sekolah level tinggi, sedang dan rendah, dan antara KAM tinggi, sedang dan rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS.

7. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan sekolah terhadap kemampuan pemecahan masalah.

8. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika terhadap kemampuan pemecahan masalah.

9. Terdapat perbedaan self-efficacy antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS, dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan PK, ditinjau dari:

a. level sekolah


(39)

c. siswa secara keseluruhan.

10. Terdapat perbedaan self-efficacy siswa antara sekolah level tinggi, sedang dan rendah, dan antara KAM tinggi, sedang dan rendah yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS.

11. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan sekolah terhadap self-efficacy siswa.

12. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan kemampuan awal matematika terhadap self-efficacy siswa.

G. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian diharapkan sebagai berikut:

1. Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan matematis khususnya kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah matematis dan self-efficacy siswa.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi para guru untuk menerapkan pendekatan PCLSS untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis, kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy siswa.

3. Bagi calon guru yang terlibat dalam penelitian ini diharapkan akan mendapat pengalaman nyata menerapkan praktek pembelajaran pendekatan PCLSS. 4. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan akan menambah pengalaman untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan matematika siswa pada materi dan jenjang yang berbeda lainnya.


(40)

5. Bagi peneliti lainnya, penelitian ini diharapkan dapat dikaji untuk dikembangkan, dipertajam dan disempurnakan lebih lanjut.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen (quasi experiment), karena adanya keterbatasan dalam hal mengontrol faktor-faktor yang kemungkinan dapat mengintervensi situasi pembelajaran yang dilakukan. Disain eksperimen yang digunakan adalah desain kelompok kontrol non-ekuivalen (the nonequivalent control group design):

O X O

... Campbell & Stanley (1966:47)

O O

Keterangan:

O = pemberian tes kemampuan pemecahan masalah, tes kemampuan komunikasi matematik (pretes dan postes ), dan skala self-efficacy, X = pembelajaran yakni pendekatan PCL dengan strategi scaffolding. Pada disain ini, kelompok eksperimen diberi pendekatan pembelajaran (X) yakni pendekatan pembelajaran Problem-Centered Learning dengan Strategi Scaffolding (untuk selanjutnya akan disingkat dengan PCLSS), dan kelompok kontrol diberi pembelajaran dengan Pendekatan Konvensional (untuk selanjutnya akan disingkat dengan PK). Masing-masing kelas penelitian diberi pretes dan postes (O), dan relatif tidak ada perlakuan secara khusus yang diberikan pada kelas kontrol. Untuk melihat secara lebih khusus dampak dari pendekatan pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematis, kemampuan pemecahan masalah matematis, dan self-efficacy siswa maka dalam penelitian ini turut dianalisis variabel kontrol yaitu level sekolah (atas, sedang, bawah) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).


(42)

Keterkaitan antar variabel penelitian berdasarkan level sekolah dan klasifikasi kemampuan awal matematika yang terkait dengan analisis data dan pengujian hipotesis penelitian, disusun seperti Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.1

Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol (Level Sekolah)

Kemampuan/ Skala yang Diukur Komunikasi

Matematis

Pemecahan

Masalah Matematis Self-Efficacy PCLSS PK PCLSS PK PCLSS PK

Level Sekolah Tinggi KKM- PCLSS-SL_Tg KKM- PK- SL_Tg KPMM- PCLSS- SL_Tg KPMM- PK- SL_Tg SE- PCLSS- SL_Tg SE- PK- SL_Tg Sedang KKM- PCLSS-SL_Sd KKM- PK- SL_Sd KPMM- PCLSS- SL_Sd KPMM- PK- SL_Sd SE- PCLSS- SL_Sd SE- PK- SL_Sd Rendah KKM- PCLSS-SL_Rd KKM- PK- SL_Rd KPMM- PCLSS- SL_Rd KPMM- PK- SL_Rd SE- PCLSS- SL_Rd SE- PK- SL_Rd Ket. : - KKM = Kemampuan Komunikasi Matematis.

- KPMM = Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. - SE = Self-Efficacy Siswa.

- PCLSS = Pendekatan Problem-Centered Learning dengan strategi scaffolding.

- PK = Pendekatan Konvensional. - SL_Tg = Sekolah Level Tinggi. - SL_Sd = Sekolah Level Sedang. - SL_Rd = Sekolah Level Rendah.


(43)

Tabel 3.2

Keterkaitan antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol (Level KAM)

Kemampuan/ Skala yang Diukur Komunikasi

Matematis

Pemecahan

Masalah Matematis Self-Efficacy

PCLSS PK PCLSS PK PCLSS PK

Level KAM Tinggi KKM- PCLSS-KAM_Tg KKM- PK- KAM_Tg KPMM- PCLSS- KAM_Tg KPMM- PK- KAM_Tg SE- PCLSS- KAM_Tg SE- PK- KAM_Tg Sedang KKM- PCLSS-KAM_Sd KKM- PK- KAM_Sd KPMM- PCLSS- KAM_Sd KPMM- PK- KAM_Sd SE- PCLSS- KAM_Sd SE- PK- KAM_Sd Rendah KKM- PCLSS-KAM_Rd KKM- PK- KAM_Rd KPMM- PCLSS- KAM_Rd KPMM- PK- KAM_Rd SE- PCLSS- KAM_Rd SE- PK- KAM_Rd Ket. : - KKM = Kemampuan Komunikasi Matematis.

- KPMM = Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. - SE = Self-Efficacy Siswa.

- PCLSS = Pendekatan Problem-Centered Learning dengan strategi scaffolding.

- PK = Pendekatan Konvensional.

- KAM_Tg = Kemampuan Awal Matematika Tinggi. - KAM_Sd = Kemampuan Awal Matematika Sedang. - KAM_Rd = Kemampuan Awal Matematika Rendah. B. Subjek Populasi dan Sampel

Subjek populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP/ MTs Negeri di Kota Gorontalo khususnya siswa SMP kelas VIII. Pemilihan sebagai subjek populasi antara lain didasarkan pada pertimbangan keragaman kemampuan akademik dan tingkatan berpikir siswa, yang memungkinkan untuk dilaksanakannya rancangan pendekatan pembelajaran. Pertimbangan lainnya adalah merujuk pada hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti.


(44)

SMP/ MTs Negeri di Kota Gorontalo berjumlah 16 sekolah. Subjek sampel ditentukan dengan menggunakan teknik stratified sampling (teknik strata). Penentuan sekolah yang termasuk level tinggi, sedang dan rendah dilihat dari perolehan nilai rata-rata Ujian Nasional (UN) siswa tahun pelajaran 2010/2011 pada mata pelajaran matematika untuk masing-masing sekolah. Pengkategorian level sekolah menggunakan kriteria:

a. sekolah level tinggi: rata-rata nilai UN  ̅ + 0,25

b. sekolah level sedang: ̅__ 0,25  rata-rata nilai UN < ̅ + 0,25 c. sekolah level rendah: rata-rata nilai UN < ̅__ 0,25

dimana ̅ adalah nilai rata-rata UN mata pelajaran matematika se-provinsi Gorontalo dan adalah Standar Deviasi.

Pada setiap level tersebut dipilih 1 (satu) sekolah, kemudian dari sekolah yang terpilih ditetapkan siswa kelas VIII sebagai subjek sampel dengan menggunakan teknik acak kelompok (cluster random sampling) yakni dengan mengambil secara acak dua kelas VIII untuk dijadikan sebagai satu kelas eksperimen yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan PCLSS dan satu kelas kontrol yang memperoleh pembelajaran dengan PK. Pengambilan secara acak ini dimungkinkan karena berdasarkan informasi dari pihak yang berkompoten pada masing-masing sekolah, kecuali untuk kelas khusus, siswa disebar pada masing-masing kelas secara merata dari sisi kemampuan kognitifnya berdasar perolehan nilai pada kelas VII.

Berdasarkan data dari Diknas Provinsi Gorontalo (lampiran 1) , ternyata untuk provinsi Gorontalo nilai UN siswa untuk mata pelajaran matematika pada


(45)

tahun 2010/ 2011, rata-ratanya ( ̅) = 7,70 dan standar deviasinya ( = 1,31. Dengan demikian pengkategorian level sekolah menggunakan kriteria:

a. sekolah level tinggi: rata-rata nilai UN  8,03

b. sekolah level sedang: 7,37  rata-rata nilai UN < 8,03 c. sekolah level rendah: rata-rata nilai UN < 7,37.

Sesuai data nilai UN pada Lampiran 1 tersebut terpilihlah SMP Negeri I Kota Gorontalo mewakili sekolah level tinggi yang berlokasi di pusat kota Gorontalo yakni di kecamatan Kota Selatan, SMP Negeri 8 Kota Gorontalo mewakili sekolah level sedang yang berlokasi di kecamatan Kota Tengah dan SMP Negeri 10 Kota Gorontalo mewakili sekolah level rendah yang berlokasi di kecamatan Dungingi. Data awal jumlah kelas VIII dan jumlah siswa pada masing-masing sekolah tersebut disajikan dalam Tabel 3.3.

Pada kondisi terakhir siswa yang konsisten mengikuti pembelajaran dan mengikuti tes selama kegiatan penelitian pada masing-masing sekolah berturut-turut: SMPN 1 Gorontalo pada kelas VIII.4 (kelas eksperimen) berjumlah 22 siswa, pada kelas VIII.1 (kelas kontrol) berjumlah 23 siswa; SMPN 8 Gorontalo pada kelas VIII.4 (kelas eksperimen) berjumlah 29 siswa, pada kelas VIII.2 (kelas kontrol) berjumlah 30 siswa; SMPN 10 Gorontalo pada kelas VIII.1 (kelas eksperimen) berjumlah 23 siswa, pada kelas VIII.3 (kelas kontrol) berjumlah 24 siswa. Untuk kepentingan ujicoba instrumen penelitian turut dilibatkan juga siswa kelas IX.1 SMPN 10 Kota Gorontalo dan siswa kelas VIII.8 dan VIII.10 SMPN 8 Kota Gorontalo.


(46)

Tabel 3.3.

Jumlah Kelas dan Siswa Subjek Penelitian

NO KELAS JUMLAH SISWA KET

SMPN 1 SMPN 8 SMPN 10

1. VIII.1 23 (K) 33 27 (E) E = Eksperimen

2. VIII.2 23 34 (K) 22 K = Kontrol

3. VIII.3 24 33 25 (K)

4. VIII.4 22 (E) 34 (E) 27

5. VIII.5 22 31 --

6. VIII.6 22 31 --

7. VIII.7 20 32 --

8. VIII.8 23 31 --

9. Khusus -- 6 --

Sumber: Data statistik siswa pada masing-masing sekolah C. Variabel Penelitian, Indikator dan Rubrik Penskoran

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran yakni pendekatan PCLSS dan pembelajaran dengan PK. Variabel terikat adalah:

1. Kemampuan komunikasi matematis yang diukur melalui indikator kemampuan siswa menyatakan, mengilustrasikan dan menjelaskan idea, situasi, relasi dan representasi matematika secara tertulis, atau sebaliknya;

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis yang diukur melalui indikator kemampuan siswa untuk dapat memahami masalah melalui identifikasi


(47)

unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur-unsur yang diperlukan, membuat/ menyusun strategi penyelesaian dan merepresentasikan (dengan simbol, gambar, grafik, tabel, diagram, model, dan lain-lain), memilih/ menerapkan strategi pemecahan untuk mendapatkan solusi, dan memeriksa kebenaran solusi dan merefleksikannya;

3. Self-efficacy yang akan ditinjau dan dieksplorasi dari 4 (empat) domain yakni: (1) domain motivasi, (2) domain kognisi, (3) domain perilaku (behavior) dan (4) domain emosi. Indikator untuk domain motivasi terkait dengan kepercayaan diri siswa dalam menguasai tugas matematika dan keyakinannya tentang nilai-nilai matematika dan relevansi matematika. Indikator domain kognisi mencakup strategi kognitif siswa dalam mempelajari dan memahami matematika serta mengembangkan keterampilan proses berpikirnya. Indikator domain prilaku (behavior) terkait dengan bagaimana siswa berupaya, bersikap dan berprilaku dalam mengembangkan pengetahuan matematika-nya, mengembangkan keterampilan bekerja, belajar, berkomunikasi dan bersosialisasi. Indikator domain emosi terkait dengan manajemen diri siswa untuk mengontrol dimensi emosionalitas dalam belajar matematika.

Penelitian ini juga menggunakan level sekolah (tinggi, sedang dan rendah) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, dan rendah) sebagai variabel kontrol.

Peneliti menetapkan rubrik penskoran tes kemampuan komunikasi matematis sebagaimana Tabel 3.4 dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis sebagaimana Tabel 3.5.


(48)

Tabel 3.4

Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator yang

Dinilai Respon terhadap Soal/ Masalah

Skor Kumulatif Kemampuan siswa menyatakan, mengilustrasikan dan menjelaskan idea, situasi, relasi dan

representasi matematika secara

tertulis, atau sebaliknya.

Menggunakan bahasa matematika (istilah, simbol, tanda dan atau representasi) secara sangat efektif/ akurat dan lengkap untuk mengilustrasikan idea, situasi, relasi, konsep dan proses dari masalah/ soal soal untuk kemudian dapat memecahkan masalah/soal tersebut.

5

Menggunakan bahasa matematika (istilah, simbol, tanda dan atau representasi) secara efektif, cukup akurat dan cukup lengkap untuk mengilustrasikan idea, situasi, relasi, konsep dan proses dari masalah/ soal, tetapi penyelesaian soal masih ada yang keliru.

3

Ada upaya untuk menggunakan bahasa matematika (istilah, simbol, tanda dan atau representasi) untuk mengilustrasikan idea, situasi, relasi, konsep dan proses dari masalah/ soal, namun upaya tersebut masih keliru.

1

Tidak ada respon atau jawaban kosong atau tidak cukup untuk diberi skor

0 Sumber: Diadaptasi dari: Maryland State Department of Education, Sample

activities, student responses and Maryland teachers' comments on a sample task: Mathematics Grade 8, February 1991. Terdapat pada Chicago Public Schools Bureau of Student Assessment


(49)

Tabel 3.5

Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Indikator yang

Dinilai Respon terhadap Soal/ Masalah

Skor Kumulatif Setiap Aspek Memahami masalah melalui identifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan.

Ada upaya untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, tetapi masih salah.

1

Dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan untuk memperoleh bagian dari penyelesaian tetapi masih kurang lengkap.

2

Dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan untuk memperoleh bagian dari penyelesaian dan dapat mengidentifikasi kecukupan unsur yang diperlukan dan menggunakan semua informasi yang ada pada konteks dengan tepat. 3 Membuat/ menyusun strategi penyelesaian dan merepresentasikan (dengan simbol, gambar, grafik, tabel, diagram, model, dll).

Strategi/ representasi yang dibuat kurang relevan dan mengarah pada jawaban salah.

1

Strategi yang dibuat sudah tepat, representasi secara jelas menggambarkan situasi konteks masalah/ soal dan mengarah pada jawaban yang benar.


(1)

Hudoyo, H. (2003). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.

IMSTEP JICA: Universitas Negeri Malang.

Hutagaol, K.. (2010). Strategi Multi Representasi Dalam Kelompok Kecil Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Disertasi. PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Jakubowski, E. (1993). Constructing Potential Learning Opportunities in Middle Grades Mathematics. Dalam K. Tobin (Ed). The Practice of Constructivism in Science Education (hal.: 135-144). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Kirkley, J. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. [Online]. Tersedia: www.plato.com/downloads/papers/paper_04.pdf. Diakses pada tanggal 12 Mei 2010.

Kroll, D. L. & Miller, T. (1993). Insight from Research on Mathematical Problem Solving in Middle Grades. Dalam Owens, Douglas T. (Ed.), Research Ideas for the Classroom Middle Grades Mathematics (halaman: 58-77). New York: NCTM.

Lim, C. S. & Chew, C. M. (2007). Mathematical Communication in Malaysian Bilingual Classrooms. Paper to be Presented at the 3rd APEC-Tsukuba International Conference: Innovation of Classroom Teaching and Learning through Lesson Study- Focusing on Mathematical Communication, December 9-14, 2007 at Tokyo and Kanazawa, Japan.

Machmud, T. (2012). Kajian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP di Kota Gorontalo. Makalah yang di Sajikan Pada Konferensi Nasional Matematika (KNM) ke XVI di Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, 3 – 6 Juli 2012.

Machmud, T. (2012). Prestasi Belajar Ditinjau dari Kebiasaan Belajar Matematika.

Prosiding Seminar Nasional Matematika Universitas Katolik Parahyangan.

ISSN: 1907-3909, Vol. 7 Th. 2012.

Mahmudi, A. (2010). Pengaruh Pembelajaran dengan Strategi MHM Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Disposisi Matematis, serta Persepsi terhadap Kreativitas.

Disertasi. PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Marat, D. (2005). Assessing Mathematics Self-Efficacy of Diverse Students From Secondary Schools in Auckland: Implications for Academic Achievement. In

Issues in Educational Research, 15(1), 2005. Copyright Agency Limited (CAL) Licensed Copy. New Zealand: Unitec.

Maryland State Department of Education. (1991). Sample Activities, Student Responses and Maryland Teachers' Comments on a Sample Task: Mathematics


(2)

Grade 8, February 1991. Chicago Public Schools Bureau of Student Assessment. Tersedia pada: http://web.njit.edu/~ronkowit/teaching/ rubrics/samples/math_probsolv_chicago.pdf. Diakses pada tanggal 2 Mei 2011. McKenzie, J. (1999). Scaffolding for Success. From Now On: The Educational Journal, Vol. 9, No. 4. Retrieved November 1, 2002, from http://www.fno.org/dec99/ scaffold.html. Diakses pada tanggal 2 Juni 2011. Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physics: a Possible “Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores. Ames, Iowa: Department of Physics and Astronomy.

[Online]. Tersedia: http://www.physics.iastate.edu/ per/ docs/ Addendum_on_normalized_gain.pdf. Diakses pada tanggal 15 Maret 2011. Mevarech, Z. R. & Kramarski, B. (1997). IMPROVE: A Multidimensional Method

for Teaching Mathematics in Heterogeneous Classrooms. American EducationalResearch Journal, 34, 365-394.

Minium, E.W., King, B.M., & Bear, G. (1993). Statistical Reasoning in Psychology and Education. Third Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Foy, P. & Arora, A. (2012). The TIMSS 2011 International Results in Mathematics. Chestnut Hill, MA: TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College.

Mullis, I.V.S., Martin, M.O., Ruddock, G.J., O’Sullivan, C.Y., Arora, A. & Erberber, E. (2008). TIMSS 2007 International Mathematics Report: Findings from IEA’s

Trends in International Mathematics and Science Study at the Fourth and Eighth Grades. Chestnut Hill, MA: TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. [Online]. Tersedia pada: www.nctm.org/standards/overview.htm.

Nur, M. & Ibrahim, M. (2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press.

Nur, M. (2003). Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Edisi 2. Surabaya: UNESA Pusat Sains dan Matematika Sekolah.

Nur, M. (2004). Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Edisi 4. Surabaya: UNESA Pusat Sains dan Matematika Sekolah.

Onyeizugbo, E.U. (2010). Self-Efficacy and Test Anxiety as Correlates of Academic Performance. Educational Research (ISSN: 2141-5161) Vol. 1(10) pp. 477-480 November 2010


(3)

Orton, A. (1992). Learning Mathematics. Issues, Theory and Classroom Practice.

Second Edition. London: British Library Cataloguing in Publication Data. Permana, Y. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan

Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Model-Eliciting Activities. Disertasi. PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Polla, G. (2010). Efforts to increase Mathematics for all through Communication in Mathematics Learning. Tersedia pada: http://www.icme-organisers.dk/ dg03/dg03/. Diakses pada tanggal 4 Desember 2010.

Posamentier, A. S. (1981). Teaching Secondary School Mathematics Techniques and Enrichment Units. Ohio: Merrill Publishing Company.

Qohar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi Dan Komunikasi Matematis Serta Kemandirian Belajar Matematika Siswa SMP Melalui Reciprocal Teaching . Disertasi PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Risnanosanti. (2010). Kemampuan Berpikirkreatif Matematis Dan Self Efficacy

Terhadap Matematika Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Dalam Pembelajaran Inkuiri. Disertasi. PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Rodgers, A. & Rodgers, E. M. (2004). Scaffolding Literacy Instruction. Strategies for K-4 Classrooms. Portsmouth: Heinemann.

Roehler, L.R. & Cantlon, D.J. (1997). Scaffolding: A Powerful Tool in Social Constructivist Classrooms’s. In K. Hogan & M. Pressley. 1997. (Eds).

Scaffolding Student Learning: Instructional Approaches and Issues. Cambridge: Brookline Books, Inc.

Ruseffendi, E.T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.

Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, ET. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Sabandar, J. (2010). Thinking Classroom dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah. dalam Teori, Paradigma, Prinsip dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. JICA FMIPA UPI.

Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Schoenfeld, A. H. (1985). Mathematical Problem Solving. Orlando, Florida: Academic Press.

Setiadi, R. (2010). Self-Efficacy In Indonesian Literacy Teaching Context: A Theoretical and Empirical Perspective. Bandung: Rizqi Press.


(4)

Skemp, R. R. (1987). Psychology of Learning Mathematics. Expanded American Edition. New Jersey: Lawrence Erlbaum associates Publishers.

Slavin, R.E. (1997). Educational Psychology: Theory and Practice (5th Edition). Boston: Allyn and Bacon

Sobel, M. A. & Maletsky, E. M. (2003). Mengajar Matematika, Terjemahan Suyono, Edisi 3, Jakarta: Erlangga.

Somakim. (2010). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self-Efficacy Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Penggunaan Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi. PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Speer, N. M. & Wagner, J. F. (2009). Knowledge Needed by a Teacher to Provide Analytic Scaffolding During Undergraduate Mathematics Classroom Discussions. Journal for Research in Mathematics Education (JRME), 40 (5): 530-562.

Sudrajat, D. (2004). Self-Efficacy (Keyakinan dan Kemampuan Seseorang untuk Berbuat Sesuatu). Jurnal Psikopedagogia. Volume 3 No. 5 Nopember.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pengajaran Matematika. Bandung: UPI.

Sumarmo, U. (2005). Pembelajaran Matematika Untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002. Makalah Disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di FMIPA Universitas Negeri Gorontalo.

Sumarmo, U. (2006). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Makalah.

Sumarmo, Utari. (2008). Berpikir Matematika: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Cara Mempelajarinya. Makalah.

Suryadi, D. (2003). Pengembangan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi. SPs UPI Bandung.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung Serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP.

Disertasi. PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Suryadi, D. (2010). Metapedadidaktik dan Didactical Design Research (DDR): Sintesis Hasil Pemikiran Berdasarkan Lesson Study. Dalam Teori, Paradigma, Prinsip dan Pendekatan Pembelajaran MIPA dalam Konteks Indonesia. JICA FMIPA UPI.

Swafford, J. O. & Langrall, C. W. (2000). Grade 6 Students’ Pre Instructional Use of Equation to Describe and Represent Problem Situation. Journal for Research in Mathematics Education (JRME), 31 (1): 89-112.


(5)

Tandililing, E. (2011). Peningkatan Pemahaman dan Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Strategi PQ4R dan Bacaan Refutation Text. Disertasi. PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan. Vermont Department of Education. (1991). Vermont Math Problem Solving Criteria.

Chicago Public Schools Bureau of Student Assessment. Tersedia pada:

http://web.njit.edu/~ronkowit/teaching/rubrics/samples/math_probsolv_chicago .pdf. Diakses pada tanggal 2 Mei 2011.

Walqui, A. (2006). Scaffolding Instructionalfor English Language Learners: A Conceptual Framework. The International Journal of Bilingual Education and Bilingualism. Vol. 9 No.2.

Wheatley, G.H. (1993). The Role of Negotiation in Mathematics Learning. Dalam K. Tobin (Ed). The Practice of Constructivism in Science Education (hal.: 121-134). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.

Wood, T & Sallers, P. (1996). Assessment of a Problem-Centered Mathematics Program Third Grade. Journal for Research in Mathematics Education (JRME),


(6)

Pendidikan Dasar ditempuh di SDN 23 Kota Utara Kota Gorontalo, lulus pada tahun 1982. Pendidikan SMP di SMPN 6 Kota Gorontalo pada kelas 1 dan 2 dan dilanjutkan pada kelas 3 di SMPN I Limboto Kabupaten Gorontalo, lulus pada tahun 1985. Melanjutkan pendidikan SMA pada SMAN I Limboto Kabupaten Gorontalo, lulus pada tahun 1988. Setelah tamat SMA, melanjutkan pendidikan di FKIP UNSRAT di Gorontalo (terakhir sekarang berubah menjadi Universitas Negeri Gorontalo), pada Program Studi S1 Pendidikan Matematika, lulus pada tahun 1993. Pendidikan S2 diperoleh di PPS Universitas Negeri Malang pada Program Studi Pendidikan Matematika, lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2009, diterima masuk SPs UPI Bandung pada Program Studi S3 Pendidikan Matematika. Sampai dengan saat ini, dari sejak tahun 1994 diangkat menjadi staf pengajar pada Program Studi S1 Pendidikan Matematika di Universitas Negeri Gorontalo.

Publikasi Karya Ilmiah dalam Tiga Tahun Terakhir

1. Mempublikasikan karya ilmiah dengan judul ”Strategi Heuristik Model Mettes untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah” pada Jurnal Penelitian dan Pembelajaran Matematika (JPPM), Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jilid 03 Nomor 1 Mei 2010.

2. Mempublikasikan karya ilmiah dengan judul “Learning Algebra in Junior High School With Problem-Centered Learning (PCL) Approach” pada Prosiding “The International Conference on Numerical Analysis and Optimization” . ISBN 978-602-98919-1-1, Tahun 2011. Universitas Ahmad Dahlan.

3. Mempublikasikan karya ilmiah dengan judul “Scaffolding Strategy in Mathematics Learning“ pada: Proceeding International Seminar and The Fourth National Conference on Mathematics Education 2011, “Building the Nation Character through Humanistic Mathematics Education”. ISBN:978-979-16353-7-0, Tahun 2011. Universitas Negeri Yogyakarta.

4. Mempublikasikan karya ilmiah dengan judul “Kajian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP se-Kota Gorontalo“ pada Prosiding Konferensi Nasional Matematika (KNM) ke XVI, Tahun 2012. ISBN: 978-602-19590-2-2 Universitas Padjajaran.

5. Mempublikasikan karya ilmiah dengan judul ”Prestasi Belajar Ditinjau dari Kebiasaan Belajar Matematika” pada Prosiding Seminar Nasional Matematika ISSN 1907-3909: Volume 7, Tahun 2012. Jurusan Matematika FTIS UNPAR.

RIWAYAT HIDUP

Tedy Machmud, lahir di Gorontalo pada tanggal 25 Agustus

1969, anak ke 5 dari pasangan Bapak Abdul Gani Machmud (almarhum) dan Ibu Nurhawa Harun (almarhumah). Menikah dengan Zumriaty H. Mohamad, S.Pd., M.Pd, dan dikaruniai 2 orang anak, yakni Suci Desrianty Machmud (Siswi kelas 1 SMAN 3 Kota Gorontalo) dan Nafal Ghulam Machmud (Siswa kelas 5 SDN 80 Kota Tengah Kota Gorontalo).