INKLUSIVITAS KELAS DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK BERKESULITAN BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD: Studi Deskriptif Tentang Model Pembelajaran Kooperatif STAD di SD X Kota Bandung.
DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………….
ABSTRAK……………………………………………..…………………..
KATA PENGANTAR……………...………………………..…………….
UCAPAN TERIMA KASIH…………...……………………..……….......
DAFTAR ISI………………………....…………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah ……………………………….......
B. FokusKajiandanPertanyaanPenelitian…………………...
C. TujuanPenelitian…………………………………………..
D. ManfaatPenelitian…………………………………………
E. DefinisiOperasionalVariabel ……….....…………………
F. Metode Penelitian………………………………………….
i
ii
iii
iv
vii
ix
BAB II INKLUSIVITAS KELAS DAN HASIL BELAJAR
PESERTA DIDIK BERKESULITAN BELAJAR
DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
A.Hakekat Pembelajaran ……………………………………....
B.Pembelajaran KooperatifdalamSetingInklusif…………..
C. Inklusivitas danHasil Belajar ……………………………….
D.PengertiandanPelayananPesertaDidikBerkesulitan
Belajar ……………………………………………………….
1
9
10
10
11
13
14
19
35
40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ……………………………………….....
B. Tekhnik Pengumpulan Data ……………………...……...…
C. Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian ……………………..
D. Prosedur Penelitian………………………………………….
E. Analisis Data………………………………………………..
48
50
52
52
54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kelas Penelitian………………………………...
B.HasilPenelitian…………………………………………...…
C. Pembahasan ………………………………………………..
57
60
78
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan …………………………………………...……
B. Rekomendasi ……………………………………………….
87
90
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….
92
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………….
95
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………
136
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan pendidikan di Indonesia merupakan perjalan panjang dari
waktu ke waktu sebagai upaya pemerintah memperbaiki mutu pendidikan dalam
sistem pendidikan nasional. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir,
olah rasa dan olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan
global.
Salah satu upaya pemerintah dalam memperbaiki mutu pendidikan adalah
pertama-tama mengamandemen Undang-Undang Dasar tahun1945
pasal 31
tentang pendidikan, yang memperjelas dalam perluasan dan pemerataan
kesempatan pendidikan, dengan kewajiban rakyat mengikuti pendidikan dasar dan
kewajiban pemerintah untuk membiayainya dalam program wajib belajar 9 tahun.
Selanjutnya menyusun pedoman
kebijakan pemecahan masalah pendidikan,
sebagai dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan
prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung tinggi hak
asasi manusia, yang dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No 20 tahun 2003.
Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah No 19/2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional, terjadi reformasi pendidikan dalam penyelenggaraan
1
2
pendidikan antara lain perubahan paradigma pengajaran menjadi paradigma
pembelajaran. Istilah pengajaran akan tampak peranan dominan guru sebagai
pengajar, sedangkan pembelajaran menunjuk peranan peserta didik aktif sekaligus
mengoreksi peranan dominan guru, pembelajaran akan mengarah pada student
centretidak lagi pada teacher centre.
Sejalan dengan perubahan paradigma pendidikan dan merealisasikan
dalam rangka mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun bagi
semua
anak
termasuk
anak
berkebutuhan
khusus,
yaitu
dengan
mengimplementasikan salah satu inovasi dalam dunia pendidikan diantaranya
adalah pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini
dan menjadi tren dunia dalam pembelajaran terutama bagi ABK (anak
berkebutuhan khusus). Secara formal, pendidikan inklusif ditegaskan dalam
pernyataan Salamanca 1994 di Spanyol, yang telah menjadi tekad bangsa-bangsa
di dunia untuk diwujudkan, termasuk Indonesia.
Dalam konteks Indonesia, secara filosofi semboyan Bhineka Tunggal Ika,
yang menghargai keberagaman dan kebersamaan merupakan faktor pendorong
bangsa untuk mewujudkan pendidikan inklusif.
Konsep pendidikan inklusif menurut Stainback dan Stainback dalam
pedoman Pendidikan inklusif (Depdiknas 2007) mengemukakan bahwa sekolah
inklusif adalah “sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama”.
Sekolah menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tapi sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik, maupun bantuan dan
dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar peserta didik berhasil. Lebih
3
dari itu sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima
menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman
sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat
terpenuhi.
Pendidikan inklusif juga merujuk pada upaya memenuhi kebutuhan
pendidikan untuk semua peserta didik karena pada kenyataannya masih banyak
yang belum memperoleh kesempatan pendidikan atau belum mendapatkan akses
pendidikan. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan pendidikan untuk semua
(education for all) yang di deklarasikan di Jomtien Thailand tahun 1990 bukan
slogan
belaka dan betul-betul ditargetkan bagi semua anak tanpa terkecuali.
Artinya pendidikan itu seyogyanya benar-benar dapat mengakomodasi semua
anak tanpa memandang kondisi fisik, intektual, sosial, emosional, linguistik dan
kondisi lainya.
Untuk mengakomodir semua perbedaan peserta didik di tingkat sekolah
menuntut berbagai persiapan yang harus dilakukan. Nilai penting dalam
melaksanakanmnya
adalah
ditumbuhkembangkannya
sikap
positif
dan
menghargai serta menerima adanya perbedaan individu dari peserta didik.
Sebagaimana digaungkan dalam pernyataan Salamanca. Sekolah dengan orientasi
inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminasi,
menciptakan masyarakat yang ramah , membangun masyarakat yang inklusif dan
mencapai pendidikan untuk semua (UNESCO 1994).
Batasan pendidikan inklusif yang lebih spesifik dalam konteks seting
persekolahan
menurut
Stainback
(Budiyanto,
2005:18)
dalam
seting
4
persekolahanya yaitu sekolah yang menampung semua peserta didik di kelas yang
sama, menyediakan program pendidikan yang layak, menantang tetapi sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan
yang dapat diberikan oleh guru agar anak-anak berhasil
Keberagaaman yang hadir dalam kelas merupakan fenomena yang
memunculkan permasalahan yang tidak sederhana sebagai akibat dari implikasi
perubahan layanan dalam keberagaman yang memberikan tantangan dalam
pengelolaan kelas.
Hal ini bertujuan untuk menjadikan pendidikan sebagai sebuah wahana
sosialisasi bagi peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat hidup secara wajar
dan mendapatkan perlakukan yang sama dengan peserta didik lainnya, namun
pada sisi lain juga merupakan sebuah resiko bila keberadaan anak berkebutuhan
khusus dalam kelas reguler hanya dipandang sebagai pelengkap memenuhi
tuntukan regulasi dalam rangka kewajiban menerimaan ABK (anak berkebutuhan
khusus) di sekolah reguler, akan tetapi kebutuhankhusus individual peserta didik
tidak terlayani secara maksimal, betapa tidak beruntungnya mereka berada dalam
lingkungan yang tidak memberikan ruang untuk berkembang secara optimal.
Adapun sekolah inklusif adalah sekolah yang memenuhi kebutuhan
individual peserta didik dan mendapatkan perlakukan yang sama dengan peserta
didik lainnya.
Berikut adalah bagaimana sekolah inklusif dibangun menurut
Skjorten (2003 :191 ) :
Sekolah inklusif dibangun berdasarkan atas prinsip kesetaraan pendidikan
yang diadaptasikan secara tepat. Pendidikan yang disesuaikan dalam seting
kelas reguler mengandung arti adanya pergeseran fokus yang besar dalam
pendidikan. Secara tradisional, materi yang diajarkan seperti isi silabus telah
5
menjadi titik awal dan perhatian utama guru. Dalam pendidikan yang
disesuaikan, titik awalnya haruslah kebutuhan belajar individual siswa yang
terkait dengan isi dan faktor-faktor lain dalam seting belajar mengajar.
Guru sebagai satu satunya orang yang bertanggung jawab dalam
kehidupan kelas. Tugas guru tidak hanya sebagai penyampai informasi tetapi
bertanggung jawab menciptakan kelas yang nyaman kondusif
untuk semua
peserta didik belajar namun pada kenyataannya terdapat peserta didik dengan
berbagai hambatan dan kemampuan, mereka harus mendapatkan haknya yang
sama untuk berkembang secara optimal dalam suasana yang nyaman.
Guru yang mengajar di kelas inklusi dituntut untuk melakukan berbagai
adaptasi
yang disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta didik.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Jonhsen (2003:288) yaitu “prinsip
pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusif menyebabkan adanya
tuntutan yang besar terhadap guru reguler maupun pendidikan khusus. Ini
menuntut pergeseran besar dari tradisi mengajar materi yang sama kepada semua
peserta didik di kelas menjadi mengajar setiap anak sesuai dengan kebutuhan
individualnya...” Sehingga guru harus mempertimbangkan kebutuhan individu
dalam setiap perencanaan pembelajaran, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
dan evaluasi yang dilaksanakan di kelas inklusif.
Berdasarkan pra penelitian di salah satu sekolah penyelenggara inklusif
melalui observasi diperoleh data dan fakta permasalahan pembelajaran belum
terlaksana sesuai harapan kelas inklusi, baru sebatas melaksanakan kebijakan
pendidikan inklusif. Suasana kelas tenang, “tertib”kaku dan mebosankan karena
kelas lebih didominasi oleh guru, peserta didik dijadikan tempat untuk
6
mencurahkan pengetahuan (dijejali), prestasinya adalah sejumlah hapalan,
penilaian oleh guru masih bersifat menyeleksi dan meranking kuantitas hapalan.
Pembelajaran masih dominan berpola teacher-centered learning.
Hasil pra penelitian tersebut telah dibuktikan olehJuang Sunanto
dkk(2009) dalam penelitiannya melaporkan bahwa implementasi pelaksanaan
pendidikan inklusif
di Sekolah Dasar se-kota Bandung diperoleh indeks
inklusivitas dalam pembelajaran yaitu rata-rata 38,58 dari indeks maksimal 54, hal
ini menunjukkan bahwa nilai-nilai inklusif masih belum optimal. Perolehan
indeks tertinggi dipengaruhi oleh banyaknya guru yang turut mengajar dan
pelatihan guru tentang penanganan ABK. Indeks inklusi merupakan gambaran
sejauh mana proses pembelajaran di kelas menunjukkan derajat inklusivitas.
Berangkat dari pemahaman di atas, sudah saatnya pihak sekolah dan guruguru di sekolah inklusif merubah pembelajaran yang berpusat/berpihak kepada
pengembangan peserta didik (students active learning). Guru hanya sebagai
fasilitator, motivator, peserta didik didorong untuk bekerja sama, peserta didik
dijadikan sumber belajar oleh guru ataupun teman sehingga kelas menjadi “hidup”
menyenangkan, dan interaktif dimana peserta didik sebagai pelaku proses
pengalaman mengambil keputusan, memecahkan masalah, menganalisis dan
mengevaluasi. Evaluasi bersifat refleksi dan berperan memperbaiki proses untuk
meningkatkan prestasi.
Salah satu pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik sehingga
pembelajaran akan berpusat pada peserta didik, adalah pembelajaran kooperatif.
Keberhasilan belajar dengan kooperatif bukan semata-mata ditentukan oleh
7
kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin
baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok belajar kecil yang
terstruktur dengan baik. Pembelajarankooperatif dirancang untuk membelajarkan
kecakapan akademik (akademic skill), sekaligus keterampilan sosial (sosial skill)
termasuk interpersonal skill.
Cooperative learning merupakan pembelajaran yang membantu peserta
didik dalam kelompoknya untuk dapat mengembangkan pemahaman dan sikapnya
sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja diantara
sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan
perolehan belajar (Solihatin, 2009: 5).
Dalam belajar cooperative learningterdiri dari kelompok- kelompok kecil
yang heterogen yang terdiri dari kemampuan tinggi, sedang dan rendah untuk
setiap kelompoknya. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama
dan membantu untuk memahami bahan pembelajaran. Dengan demikian belajar
belum selesai jika salah satu teman belum menguasai bahan pembelajaran.
Dengan menerapkan cooperative learning, suatu hari kelak akan menuai
buah persahabatan dan perdamaian. Karena dalam cooperative learningpeserta
didik dipandang sebagai mahluk sosial (homo homini sosious), bukan homo
homini lupus (manusia adalah srigala bagi sesamanya). Kerja sama merupakan
kebutuhan yang sangat penting artinya bagikelangsungan hidup. Tanpa kerja
sama, tidak akan ada individu, keluarga,organisasi, atau sekolah.
Penelitian yang dilakukan Webb (1985) mengenai pembelajaran kooperatif
ini melaporkan bahwa sikap dan perilaku peserta didik berkembang ke arah
8
suasana demokrasi dalam kelas. Di samping itu, penggunaan kelompok kecil
mendorong peserta didik lebih bergairah dan termotivasi dalam mempelajari IPS.
Diperkuat lagi hasil penelitian yang dilakukan oleh E. Solihatin untuk
mata kuliah IPS menemukan bahwa penggunaan model cooperative learning
sangat mendorong peningkatan prestasi mahasiswa 20%, dan dapat meningkatkan
kemampuan mahasiswa untuk belajar mandiri.
Salah satu jenis pembelajaran kooperatif adalah tipe STAD (Student Team
Achievment Divisions) yang dikembangkan Slavin 1995. STAD merupakan salah
satu pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan yang paling
baik untuk pemula bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif
(Slavin: 2008). Dalam penjabarannya STAD memiliki 5 komponen yaitu1)
presentasi kelas, 2) pembentukan tim, 3) Kuis, 4) skor kemajuan individu, 5)
pengakuan tim.
Salah satu mediasi proses belajar mengajar dalam pendidikan formal
adalah mata pelajaran IPS. Mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah
sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap
perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan trampil mengatasi setiap masalah
yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
menimpa kehidupan
masyarakat
(Buchari
Alma,
2010:
5).
Penekanan
pembelajarannya bukan sebatas pada upaya menjejali peserta didik dengan
sejumlah konsep yang bersifat hapalan belaka, melainkan pada upaya agar mereka
9
mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami
dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat.
Berdasarkan paparan di atas penulis merasa tertarik untuk mencoba
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas inklusif pada mata
pelajaran IPS. Hal ini sejalan dengan falsafah pembelajaran kooperatif yaitu 1).
Manusia sebagai mahluk sosial, 2) Gotong royong, 3) Kerjasama, merupakan
kebutuhan penting bagi kehidupan manusia. Dengan harapan terjadinya
perubahan pembelajaran yang mengaktifkan seluruh peserta didik dan bekerja
sama secara efektif dan menyenangkan di kelas inklusif tersebut. Belajar secara
kelompok dalam model pembelajaran ini merupakan miniatur masyarakat yang
diterapkan dalam kehidupan di kelas yang akan melatih peserta didik untuk
mengembangkan dan melatih mereka menjadi anggota masyarakat yang baik.
Penelitian ini dibatasi pada kelas IV dengan asumsi bahwa perkembangan
anak pada tahap ini yaitu berada pada tahap masa akhir usia sekolah (10-12
tahun) sudah memilki kemampuan untuk mengontrol dirinya, berempati dan
merefleksi diri terhadap perilaku dan interaksinya. Mereka sudah dapat diajak
berdiskusi dan bersikap lebih kooperatif (Munawir Yusuf,2005:31).
B. Fokus Kajian dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini terfokus pada penerapan
pembelajaran kooperatif (cooperative learning)tipe STAD, yang dijabarkan
melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut :
10
1.Bagaimanakah inklusivitas kelas pada pembelajaran IPSdenganditerapkannya
pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2. Bagaimanakah hasil belajar peserta didik
berkesulitan belajar pada
pembelajaran IPS denganditerapkannyapembelajaran kooperatif tipe STAD?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang akan diungkap,secara umum tujuan
penelitian ini adalah untuk mengungkap penerapan pembelajaran kooperatif tipe
STAD(Studen Teams-Achievement Divisions) dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran IPS di sekolahpenyelenggara pendidikan inklusif.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk:
1.
Mendeskripsikaninklusivitas
IPSdenganmenggunakanpembelajaran
kelas
pada
kooperatif
mata
tipe
pelajaran
STAD
yang
dikembangkan dari indeks inklusiAinscow 2006.
2. Mendeskripsikan hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar pada mata
pelajaran IPSdenganmenggunakanpembelajaran kooperatif tipe STAD .
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi elemen-elemen
pendidikan yang terkait secara langsung dalam kegiatan pembelajaran antara lain
1. Bagiguru dan lembaga : diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru-guru
di lembaga yang memilki kelas inklusi untuk mengembangkan pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang berorientasi pada penemuan dan pemecahan
11
masalah secara kelompok, sehingga diharapkan peserta didik di kelas tersebut
dapat mengembangkan sosial skills, khususnya
dalam aspek kerjasama,
toleransi, inisiatif, komunikasi dan nilai-nilaidemokratis. Sedangkan dari segi
konten dapat meningkatkan hasil belajar.
2. Bagi penulis berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPS
bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusif
E. Definisi OperasionalVariabel
Untuk menggambarkan secara lebih operasional variabel dalam penelitian
ini, maka dikemukakan definisi operasional variabel penelitian tersebut yaitu
pembelajaran kooperatif tipe STAD,inklusivitas kelas, hasil belajar dan peserta
didik berkesulitan belajar.
Pembelajaran
koooperatif
tipe
STAD
merupakan
salah
satu
pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan peserta
didik yang heterogen. Hal ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana
dan langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Sistem belajar dan bekerja
dalam pembelajaran ini secara kolaboratif dalam kelompok-kelompok kecil yang
berjumlah 4-6 orang dengan struktur kelompok bersifat heterogen sehingga
merangsang pesereta didik lebih bergairah dalam belajar. Pembelajaran kooperatif
tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana dengan menggunakan kuis-kuis pada setiap akhir pembelajaran yang
terdiri atas lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan
individual dan rekognisi tim (Slavin : 2008 : 143)
12
Inklusivitas kelas menunjukkan suatu keadaan keterlaksanaan nilai-nilai
pendidikan inklusif dari suatu pembelajaran di kelas. Dalam hal ini inklusivitas
ditunjukkan pada proses pembelajaran IPS pada kelas IV di sekolah
penyelenggara sekolah inklusif. Keterlaksanaan inklusivitas pembelajaran
diperoleh dari data kuantitas indeks inklusi pada aspek mengembangkan praktek
inklusi mencakup memvariasikan pembelajaran dan memobilisasi/menggunakan
sumber-sumber, yang diadaptasi dari hasil pengembangan
Tony Booth, Mel
Ainscow dan Denise Kingston (2006).
Hasil belajar adalah kemampuan akademik, sikap dan keterampilan yang
diperoleh peserta didik setelah menerima perlakuan yang diberikan oleh guru
sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari
yang mana hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh kemampuan personal (internal)
dan faktor lingkungan peserta didik.
Peserta didik berkesulitan belajar adalah peserta didik yang mengalami
hambatan yang merujuk pada sekelompok kesulitan berwujud sebagai suatu
kekurangan dalam satu atau lebih bidang akademik lebih spesifik seperti
membaca, menulis, matematika dan mengeja atau berbagai ketrampilan yang
lebih umum seperti mendengarkan, berbicara, dan berpikir yang disebabkan oleh
adanya disfungsi neurologis sehingga terjadi kesenjangan antara prestasi dengan
potensi.
13
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif. Pada desain ini dilaksanakan observasi dan tes yang dilaksanakan
sebelum dan setelah pembelajarankooperatiftipeSTAD, dengan demikian peneliti
dapat
mendeskripsikan
keadaan
sebelum
dan
setelah
pembelajarankooperatiftipeSTAD. Adapun teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan lembar observasi untuk mengetahui inklusivitas kelas,
sedangkan untuk mengetahui hasil belajar dilakukan tes mata pelajaran IPS.
Sebagai pendukung dan pelengkap dalam pengumpulan data tersebut digunakan
studi dokumen. Lokasi penelitian ini dilakukan di kelas IV SD X kota Bandung,
dan subjek penelitiannya adalah seorang guru kelas dan seluruhpeserta didik
kelas IV yang berjumlah tiga puluh orang termasuk empat peserta didik
berkesulitan belajar. Sedangkan analisis datanya menggunakan analisis statistik
deskriptif.Hal ini digunakan untuk memperoleh gambaran data sampel penelitian.
Setelah data terkumpul semua diteruskan dengan proses telaah untuk
menghasilkan data yang valid, diolah dan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab
inimembahasmetodepenelitiantentangbagaimanapenerapanpembelajaran
kooperatif
tipe
Studen
Teams-Achievement
Divisions
(STAD)
dalam
meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik berkesulitan
belajar di kelas inklusif.
Penggunaanmetodepenelitianperludirancangdengantepat
kegiatanpenelitiandapatmemberikanjawaban
yang
agar
ditelititerhadappertanyaan-
pertanyaanpenelitian.Adapunbahasanpadababinimeliputimetodepenelitian,
tehnikpengumpulan
data,
lokasi,
subjek
dan
waktu
penelitian,
prosedurpenelitiandananalisis data.
A. Metode Penelitian
Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Studen Teams-Achievement Divisions (STAD) dalam
meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar IPS peserta didik berkesulitan
belajar di kelas inklusif. Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis
menggunakan metode penelitian deskriptif melalui pendekatan kuantitatif.
Penelitiandeskriptif merupakan metode penelitian yang digunakanuntuk
menggambarkan
suatu
kondisi
SebagaimanapenjelasanSukmadinata
apa
adanya,
alamiah.
(2011:72)
49
50
bahwapenelitiandeskriptifditujukanuntukmendeskripsikanataumenggambarkanfen
omena-fenomena
yang
ada,
baikfenomena
yang
bersifatalamiahataupunrekayasamanusia. Penelitianinimengkajibentuk, aktivitas,
karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan,danperbedaannyadenganfenomena
lain.
Penggunaan pendekatan ini disesuaikan dengan tujuan pokok penelitian
yaitu mendeskripsikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Studen TeamsAchievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPS
baik inklusivitas kelas ataupun hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar di
kelas IV SD X Kota Bandung. Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif
hasil pengamatan dari segi proses dan hasil. Data kuantitatif adalah berupa hasil
pengukuran sejauh mana indeks inklusi dan hasil belajar yang diperoleh pada
pertemuan pertama, kedua dan ketiga dengan berpedoman pada alat observasi dan
alat tes hasil belajar, sedangkan untuk memperkuat dan melengkapi validitas data
hasil observasi dan tes hasil belajar dilakukan studi dokumen.
B. Tekhnik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
observasi untuk indeks inklusivitas kelas dan tes hasil belajar peserta
didiktanpadan ketikamenggunakanpembelajaran kooperatif tipe STAD.
Data inklusivitas diperoleh dengan menggunakan lembar pengamatan dari
18 indikator indeks inklusi yang diadaptasi dari Tony Both Ainscow (2006).
Yang dilakukan peneliti bersama bersama dua orang rekan sejawat.
51
Sedangkan untuk mendapatkan data tentang hasil belajarIPS peserta didik
menggunakan teknik tes. Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara atau aturan-aturan
yang sudah ditentukan (Arikunto,2007:53). Pengumpulan data dilakukan
sebelumpenerapanmaupunketikapelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division (STAD).
Adapun validasi tes hasil belajar dilakukan dengan validasi isi oleh guru
kelas. Validasi isi adalah menguji bahan apa yang dipelajari. Suatu tes dikatakan
memiliki validasi isi jika bahan yang diuji atau dites relevan dengan kemampuan,
pengetahuan, pelajaran, pengalaman atau latar belakang orang yang diuji
(Nasution,2003 : 75).
Data yang terkumpul terdiri dari dua macam yaitu inklusivitas kelas dan
hasil belajar peserta didik yang didukung dengan studi dokumentasi yang
bertujuan untuk menggali informasi data yang tidak terjaring dalam observasi atau
tes, sehingga sifat data yang diperoleh bersifat melengkapi data yang sudah ada.
Studi dokumen dilakukan terhadap dokumen guru berupa rencana pembelajaran
yang dibuat guru, catatan perolehan nilai, catatan-catatan peristiwa yang berkaitan
dengan penelitian, catatan hasil asesmen guru, untuk melengkapi data lainnya
peneliti menggunakan dokumentasi.
Data
yang
diperolehhasilpenelitianadalah
data-data
yang
bersifat
kuantitatifdan data kualitatif.Data kualitatif iniadalah catatan peneliti selama
berlangsungnya kegiatan penelitian yang berguna untuk menjelaskan data
kuantitatif yang telah dikumpulkan.
52
C. Lokasi, Subjekdan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian menunjuk pada pengertian lokasi situasi sosial, yang
dicirikan adanya tiga unsur yaitu tempat, pelaku dan kegiatan (Nasution, 1992).
Yang dimaksud lokasi penelitian meliputi a) unsur tempat ialah lokasi
berlangsungnya penelitian yakni pembelajaran dikelas salah satu Sekolah Dasar
penyelenggara pendidikan inklusif di kota Bandung. b). unsur pelaku
atausubyekpenelitianadalah
seorang
guru
danseluruhpesertadidikkelas
IV
berjumlah 30 orang termasuk4 orang peserta didik berkebutuhan khusus kesulitan
belajar. c) unsur kegiatan adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas
inklusi pada mata pelajaran IPS. Sedangkan penelitian dilaksanaan pada semester
genap tahun pelajaran 2010-2011.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menelaah indikator inklusivitas yang diadaptasi dari Tony Booth,Mel
Ainscow dan Denise Kingstone(2006) dalam dimensi bermain dan belajar
sebanyak 18 indikator untuk penyelengaraan pembelajaran di sekolah
inklusi
2. Mengidentifikasi
variabel-variabel
penelitian
yang
diajukan
yaitu
pembelajaran kooperatif tipe STAD, inklusivitas kelas dan hasil
belajarpeserta didik berkesulitan belajar
53
3. Sebagai penelitian awal, adalah melaksanakan observasi pembelajaran di
kelas sebelum guru menerapkanpembelajaran kooperatif STADdengan
menggunakanlembar format indeks inklusiyang terdiri 18 indikator yang
diadaptasidariTony Booth,Mel Ainscow dan Denise Kingstone(2006)
4. Menyiapkan skenario pembelajaran yang akan dikenalkan dan dilatihkan
sebagai pembekalan kepada guru kelas IV SD Xkota Bandung dalam
pembelajaran koopertif
tipe STAD diantaranya diberikannya fasilitas
literatur yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD
5. Mengadakandiskusidengan
guru
kelasbagaimanapembelajarankooperatiftipe
dapatberlangsungdenganbaik,
STAD
mendiskusikanpembentukankelompok,
skenariopembelajaran, perencanaan (RPP), penentuanStandarKompetensi,
KompetensiDasar, bahan ajar, indikator, danbahandiskusi/LKS yang
ditentukansertapenyusunanalattes.
6. Melakukanpengamataninklusivitaskelasselamaberlangsungnyapembelajara
nkooperatif
STAD
daripembukaansampaiberakhirnyapembelajaran,
denganmenggunakanformat
indeksinklusi
yang
diadaptasidariTony
Booth,Mel Ainscow dan Denise Kingstone(2006). Untukmelengkapi data
pengamatandilakukan
pula
pencatatanpadatemuan-
temuanselamaberlangsungnyapembelajaranbaiksebelummaupunketikapene
rapanpembelajarankooperatiftipe STAD.
7. Merekap data yang terkumpulyaituindeksinklusidanhasilbelajar individual
secarakelompokbaiktanpapembelajarankooperatif
54
STADmaupundenganmenggunakanpembelajarankooperatif
STAD.
Selanjutnyarekapanhasilbelajarkelompokdenganpembelajarankooperatif
STAD akan diskor dengan kriteria poin kemajuan kelompok seperti yang
ditampilkan pada bab II tabel 2.2 tentang penghitungan poin kemajuan dan
penskoran
8. Memaparkan
data
indeksinklusitanpapembelajarankooperatif
STAD
maupunketikanmenggunakanpembelajarankooperatif STAD.
9. Memaparkanhasilbelajar
IPS
pesertadidikbaiktanpamaupunketikamenggunakanpembelajarankooperatif
STAD,
mengelompokkannilaipesertadidik
yang
berkesulitanbelajaruntukdianalisis
10. Mendeskripsikanperbandinganantara
hasil
tanpamaupunketikamenggunakanpembelajaran kooperatif tipe STAD pada
inklusivitas
kelas
dan
hasil
belajar
anak
berkesulitan
belajar,
bagaimanakah peningkatan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta
didik berkesulitan belajar melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD
11. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan studi dokumen terhadap
administrasi kelas yang dilaksanakan di luar jam pelajaran IPS.
E. Analisis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis untuk
diambil kesimpulan, dalam hal ini Arikunto (2010 : 282) menjelaskan bahwa
Data yang telah terkumpul lalu diklasifikasikan menjadi dua kelompok
data, yaitu data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif
55
yang dinyatakan dalam kata-kata atau simbol. Data kualitatif yang berbentuk
kata-kata tersebut disisihkan untuk sementara, karena akan sangat berguna
untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data
kuantitatif.
Analisis data atau kegiatan analisis data menurut Sugiyono (2010: 147)
adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden,
mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data
dari tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab masalah.
Teknik
analisis
data
dalam
penelitian
bentuk
analisisstatistikdeskriptifdalam
ini
menggunakan
grafik
dan
tabeldanprosentase.PenggunaanStatistikdeskriptifdikarenakanpenelititidakbermak
sudmenyimpulkanuntukpopulasi
yang
lebihluas.Arikunto
menjelaskanbahwastatistikdeskriptifmerupakanstatistik
(2011:
277)
yang
bertugasuntukmendeskripsikanataumemaparkangejalahasilpenelitian.Statistikdesk
riptifsifatnyasangatsederhanadalamartitidakmenghitungdantidak
pula
menggeneralisasikanhasilpenelitian.Sebagaimana dikemukakan di atas, data yang
terkumpul adalah data kuantitatif, yang akan dijelaskan dengan interpretasi secara
kualitatif. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Tarsidi(2002 : 90) bahwa data
kuantitatif adalah data dengan menggunakan angka-angka sebagai data untuk
mendeskripsikan peristiwa-peristiwa atau mengungkapkan hubungan antar
peristiwa. Hal ini digunakan untuk memperoleh gambaran data sampel penelitian.
Data inklusivitas diperoleh dengan menggunakan lembar pengamatan dari
18 indikator indeks inklusi yang diadaptasi dari Tony Both Ainscow (2006),
kemudian dianalisis dan dihitung rata-rata dari pertemuan pertama, kedua dan
56
ketiga baiktanpapembelajaran kooperatif maupundenganpembelajaran kooperatif
tipe STAD, dengan menggunakan kriteria skorsebagai berikut:
•
Perolehan skor 3 apabila indikator tampak teridentifikasi,
•
Skor 2 apabila indikator tampak namun meragukan
•
Skor 1 tidak terjadi.
Selanjutnya data tersebut dibandingkan dengan indeks inklusi ideal sebesar
54 yang dideskripsikan dalam indeks inklusi dan prosentase seberapa jauh
penerapan nilai-nilai inklusif dan peningkatanhasil belajar IPS bagi peserta didik
berkesulitan belajar tanpamaupunketikamenggunakanpembelajaran kooperatif
tipe STAD.
Sedangkan
data
hasil
belajar
peserta
didik
secarakeseluruhandanhasilbelajarpesertadidikberkesulitanbelajarmenggunakan tes
hasil
belajar
yang
dirata-ratakandari
disajikandalambentuktabeldangrafik.
3
kali
pertemuan,
Agar dapat diperoleh data yang faktual
maka kegiatan pengumpulan data dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali pertemuan
baiktanpamaupunketikapembelajaran kooperatif STAD.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang akan memberikan
jawaban atas permasalahan yang diteliti. Penelitian ini mengungkapkan penerapan
pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) tipe STAD terhadap inklusivitas
kelas dan hasil belajar kelas IV di salah satu Sekolah Dasar seting inklusif di
kota Bandung. Rancanganpenelitianmenggunakandeskriptifkuantitatif, terhadap
inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar pada mata
pelajaran
IPS,
selanjutnya
data
hasilpenelitiandalambentukgrafikdantabeldianalisis dan dideskripsikan.
A. DESKRIPSI KELAS PENELITIAN
Kelas IV Umar Bin Khatabdemikiannamakelasyang
lantaiduatepatsebelahkanantangganaikdariarahdepan.
terletak di
Ruangankelas
luassertafentilasi
yang
yang
sangatbaikmenjadikanruangkelasterasanyamandanteranguntukmenampungsiswab
erjumlahcukupbesaryaitu
30
orang,
danmemungkinkansetingkelasdapatdirubahsesuaidengankeperluan.Kelas
initerdiridari
15
pesertadidiklaki-lakidan
pesertadidikperempuan,termasuk
4
orang
15
IV
orang
pesertadidikyang
membutuhkanperhatiankhususdisebabkankemampuanakademiknya yang berada
di
bawahpesertadidiklainnya
di
57
kelastersebut.
Dari
58
ketigapuluhpesertadidikterdapatkemampuan
yang
beragam,
Berikut
tabel
klasifikasi akademik peserta didik
Tabel 4.1
Klasifikasi Akademik Peserta Didik
No
1
2
3
Kemampuan
peserta didik
berprestasi tinggi
berpprestasi sedang
Berprestasi rendah
Jumlah
persentase
10
16
4
33,3 %
53,3 %
13,3 %
Berdasarkan tabel di atas dari data yang diperoleh hasil studi dokumen
terdapat peserta didik dengan kemampuan berprestasi rendah sebanyak empat
orang adalah peserta didik dengan inisial FC, FZ, AG, ZY yang diindikasi/diduga
sebagai anak berkebutuhan khusus dengan hambatan kesulitan belajar.
Menurut hasil observasidanstudidokumen, keempatnya berada pada posisi
prestasi dibawah KKM sehingga guru berkesimpulan perlu pengulangan dalam
menyajikan materi dan guru menanganinya salah satunya dengan selalu
memanggil- manggil nama sebagai peringatan.
Hal ini diperkuat dengan data perolehan hasil belajar akademik mata
beberapa IPS, sebelum dilaksanakan pembelajaran kooperatif. Berikut tabel hasil
belajar smester 2
Tabel 4.2
Hasil Belajar ABK padaMata Pelajaran IPSSmester 2
No
Nama
1
2
3
4
FC
FZ
AG
ZY
Formatif
Ujian Kenaikan Kelas
76
59,5
61,5
63,9
71,2
63,1
56
59,4
*) KKM matapelajaran IPS sebesar 70
59
Dari
tabel
di
atasdapatdilihatprestasidaripesertadidik
yang
didugakesulitanbelajarpadamatapelajaran IPStidakstabil, sebagianbesar di bawah
KKM hanyabeberapapertemuan yang mencapai KKM.
Data akademik tersebut diperkuat dengan data non akademik yang di
peroleh melalui catatan guru, hasil asesmen guru dan observasi peneliti dari
tempat peserta didik tersebut yaitu
1. Kemampuan FC
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang, menuangkan ide dalam
tulisan lamban masih perlu arahan, demikian pula berhitung perkalian dan
pembagian masih kurang. Kemampuan interaksi dan komunikasi dalam belajar
masih kurang masih nampak bersifat “main-main”.Konsentrasi cepat buyar dan
kadang kala tidak bertahan lama diam ditempat duduknya. Kemampuan
mempersepsi kurang, memori masih kurang, tetapi emosi cukup stabil.
2. Kemampuan FZ
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang, Kemampuan menulis
kurang sekali terutama, menulis tegak bersambung, kosa kata kurang, teknik
penulisan kata, bahkan sering ditemukan bercampurnya huruf kapital ditengah
kata. Kemapuan berhitung terutama perkalian dan pembagian harus banyak
dilatih.
3. Kemampuan AG
67
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang, kemampuan menulis
sudah menguasai dengan baik, mampu menuangkan ide dalam kalimat dan
karangan, kemampuan berhitung masih kurang terutama perkalian dan
pembagian, Kemampuan interaksi dan komunikasi dapat dilakukan dengan baik
mampu bekerja sama dalam diskusi kelompok, Kemampuan konsentrasi penuh
kesungguhan cukup baik, sedangkan kemampuan persepsi masih kurang perlu
latihan dan arahan, Kemampuan memorinya tidak bertahan lama, emosi cukup
stabil bersifat periang, kemampuan motorik halus cukup baik, aktifitas menulis
dari segi teknik dan kecepatan menunjukan hasil yang baik
4. Kemampuan ZY
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang seringkali, pertanyaan
dengan jawaban tidak berhubungan, kemampuan menulis baik teknis atau
kecepatannya perlu latihan yang sering, perbendaharaan kosa kata masih kurang,
kemampuan berhitung masih kurang terutama perkalian dan pembagian.
Kemampuan berinteraksi dan komunikasi kurang terutama respon dan inisiatif
dalam diskusi, kemampuan konsentrasi selalu diingatkan, sering pikirannya tidak
fokus mengikuti pelajaran atau menyelesaikan tugas, nampak diam melamun atau
memainkan benda-benda disekitarnya.
B.HASIL PENELITIAN
Selama kurang lebih dua bulan dalam waktu seminggu sekali, peneliti
mengikuti jadwal pembelajaran pada kelas yang diteliti sesuai jadwal mata
pelajaran yang diteliti.
61
Adapun data hasil melakukan observasi terhadap inklusivitas kelas dan
test hasil belajar selanjutnya dianalisis untuk memperoleh gambarandari
penerapanpembelajarankooperatiftipe STAD sesuai tujuan yang diharapkan.
Deskripsi penerapanpembelajarankooperatiftipe STAD tersebut adalahsebagai
berikut:
1. Inklusivitas Kelas
Langkah awal penelitian di kelas IV dalam proses pembelajarn IPS adalah
observasi
inklusivitas pada setiap pertemuannya, observasi dilakukan selama
enam kali yaitu 12 April, 5 Mei, 19 Mei, 25 Mei, 30 Mei, 3 Juni 2011.
Adapun penskoran dalam mengobservasi inklusivitas pembelajaran di
kelas sebagaimana dipaparkan pada bab sebelumnya, menggunakan indeks inklusi
yang diadaptasi (Ainscow 2006) dengan kategori sebagai berikut :
a.
•
Skor 3 nampak
•
Skor 2 nampaknamunmeragukan
•
Skor 1 tidakterjadi/nampak
InklusivitasKelasTanpaMenggunakanPembelajaran
STAD
1). Skor inklusivitas dari 18 indikator pada pertemuan 1
Kooperatif
Tipe
62
Grafik 4.1
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 1
Skor yang dip
iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan pertama
per
adalah 38
(70%) dari skor idea
deal 54, hal ini teridentifikasi dari keenam
m indikator yang
mendapat skor tingg
ggi yaitu indikator (2) saling komunikasi,
i, (6) keterlibatan
pembelajaran, (8) proses
pr
penilaian, (10) kegiatan kelompok,, (12)
(
mengambil
bagian, (18) pemanfa
nfaatan sumber-sumber. Sementara indikator
or yang mendapat
skor rendah yaitu indi
ndikator (5) aktivitas kelas mengurangi hambata
atan, (11) bantuan
pengajaran,(15) perbe
rbedaan sebagai sumber, (17) pengembangan sumber
su
yang ada.
Pada pertemuan ini
ni nampak kegiatan pada indikator kegiatan
an kelompok dan
keterlibatan dimanaa kelas
k
cukup aktif dalam mengambil giliran
n untuk
u
presentasi
kelompok, namun secara
sec
individual dalam kerja sama kelompok
ok belum nampak,
masih ditangani ole
leh salah seorang. Berdasarkan skor terseb
sebut inklusivitas
pembelajaran yang dilaksanakan
dil
masih belum ideal.
2). Skor inklusifita
itas dari 18 indikator pada pertemuan 2
63
Grafik 4.2
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 2
Skor yang dip
iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan ked
edua mencapai 37
atau 68,5% dari sko
kor ideal 54. Hal ini teridentifikasi dari ken
enampakkan lima
indikator mendapatt skor tinggi yaitu indikator (2) saling komunikasi,
k
(4)
pemahaman perbedaa
daan, (9) saling menghormati, (12) semua anak
a
mengambil
bagian, (18) pemanf
anfaatan sumber. Sementara indikator yangg mendapat skor
rendah adalah emp
mpat yaitu indikator (8) proses penilaian
ian,(10) kegiatan
kelompok,(11) pengg
ggunaan bantuan pengajaran, (14) sumber--sumber belajar.
Pertemuan kedua ini
ni ada
a sedikit perbedaan dengan pertemuan seb
ebelumnya karena
indikator keterlibatan
tan peserta didik, kegiatan kelompok tidakk nampak, tetapi
indikator saling menghormati
m
ditunjukan guru saat pemb
mbelajaan selalu
mengingatkan
peser
serta
didik
berkebutuhan
khusus
yang
nampak
tidak
memperhatikan guru
ru, selalu diingatkan dan diarahkan. Sedan
angkan skor-skor
dengan perolehan ragura
ragu, guru terkadang tidak melakukan
kan seperti dalam
penyetingan kelas yang
ya
masih baris berbanjar padahal kelass cukup
c
luas dan
nyaman. Hal ini berarti
be
inklusivitas pembelajaran yang dilak
laksanakan masih
menampakkan pembe
belajaran yang searah atau bersifat teacher cent
entered learning.
3). Skor inklusivita
itas dari 18 indikator pada pertemuan 3
64
Grafik 4.3
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 3
Skor yang diperoleh
dip
dari 18 indikator pada pertemuan ketiga
k
adalah 38
atau 70% dari skorr ideal
i
54. Perolehan indeks pada pertemuann ketiga ini sama
dengan perolehan indeks
ind
pertemuan pertama. Dengan jumlah skor
s
yang sama
tetapi indikator yangg nampak
n
dengan skor tinggi berbeda. Yaitu keenam
k
indikator
adalah (2) saling kom
munikasi, (4) pemahaman perbedaan, (7) kerja
rjasama, (9) saling
menghormati, (12) semua
se
anak mengambil bagian, (18) peman
anfaatan sumber.
Sementara indikator
or yang mendapat skor rendah empat indik
dikator yaitu (5)
aktivitas kelas mengu
gurangi hambatan ,(10) kegiatan kelompok,, (11)
(1 penggunaan
bantuan pengajaran,, (17)
(
pengembangan sumber yang ada. Indik
dikator kerjasama
nampak pada saat guru
g
memberikan kesempatan bergiliran dalam
da
menjawab
pertanyaan ketika guru
gu menyampaikan pertanyaan secara klasi
asikal dan semua
memperhatikan. Guru
ru memberikan aturan dalam menjawab pertany
anyaan “siapa bisa
mengacungkan tangan
gan” jadi suasana kelas tertib dan terarah, tidak
ak riuh berisik.
Untuk meliha
ihat inklusivitas kelas sebelum pembelajaran
an kooperatif dari
ketiga pertemuan inii dapat
d
di gambarkan dalam grafik di bawah ini
in :
65
indek inklusi
54
57
47
37
27
17
7
38
P1
37
P2
38
P3
38,7
R
skor
ideal
tiga pertemuam tanpa pembelajaran kooperatif STAD
Grafik 4.4
Indek
eksInklusi TanpaPembelajaran Kooperatif STAD
Dari grafik di
d atas dapat diketahui bahwa rata-rata skor
sk dari ketiga
pertemuan diperolehh indeks
i
37,6 atau 69,8% dari skor ideal 54. Berdasarkan
B
data
skor rata-rata yang dicapai
di
dari ketiga pertemuan tanpa pembela
elajaran kooperatif
terdapat selisih sebesa
esar 16,4 untuk mencapai skor ideal.
elasDenganMenggunakanPembelajaran Koooperatif Tipe
b. InklusivitasKela
STAD
1). Skor inklusivitas
tas dari 18 indikator pada pertemuan 1
Grafik 4.5
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 1
66
Skor yang dip
iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan pertama
per
adalah 46
atau 85% dari skorr ideal
i
54, hal ini teridentifikasi dari sepuluh
uh indikator yang
mendapat skor tinggi
gi yaitu indikator (1) perencanaan, (2) saling
g komunikasi, (3)
partisipasi, (6) keterlib
ibatan peserta didik, (7) kerja sama, (8) proses
ses penilaian, (10)
kegiatan kelompok,
k, (12) mengambil bagian, (13) pengatur
turan kelas, (18)
pemanfaatan sumber--sumber. Sementara sisanya 8 indikator mend
endapat skor raguragu adalah indikator
tor (4) pemahaman perbedaan, (5) aktivitas kelas
ke mengurangi
hambatan, (9) saling
ng menghormati, (11) penggunaan bantuan pengajaran,
p
(14)
sumber-sumber belaja
ajar, (15) perbedaan sebagai sumber, (16) pengg
nggunaaan sumber
daya ahli, (17) penge
gembangan sumber yang ada.
Dari grafik dapat
d
diketahui terdapat peningkatan denga
gan pembelajaran
kooperatif tipe STAD
D yaitu kenampakan denganmunculnyadua kategori
kat
yaitu skor
tinggi (3) dan skor ragu-ragu
rag
(2), hal ini menunjukkan terjadinyaa peningkatan
p
skor
inklusivitas yang sign
ignifikan. Berdasarkan perolehan skor tersebu
but maka tingkat
inklusivitas pembelaj
lajaran di kelas menjadi lebih baik, meningk
gkat dari rata-rata
tanpakooperatif69,8%
8% meningkat menjadi 85%denganpembela
elajarankooperatif.
Terjadi peningkatann sebesar
s
15,2 % atau 8 poin dari indeks ideall 54.
5
2). Skor inklusivita
itas dari 18 indikator pada pertemuan 2
67
Grafik 4.6
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 2
Skor yang diperoleh dari 18 indikator pada pertemuan kedua adalah 48
sebesar 88,9% dari skor ideal 54. Hal ini teridentifikasi dari duabelas indikator
mendapat skor tinggi yaitu (1) perencanaan, (2) saling komunikasi, (3) partisipasi,
(6) keterlibatan peserta didik, (7) kerja sama, (8) proses penilaian, (9) saling
menghormati, (10) kegiatan kelompok, (11) bantuan pengajaran, (12) mengambil
bagian, (13) pengaturan kelas, (18), pemanfaatan sumber-sumber. Sementara
indikator yang mendapat skor ragu-ragu meningkat menjadi enam adalah
indikator (4) pemahaman perbedaan, (5) aktivitas kelas mengurangi hambatan,
(14) sumber-sumber belajar, (15) perbedaan sebagai sumber, (16) penggunaan
sumber daya ahli, (17) pengembangan sumber yang ada.
Jumlah skor yang diperoleh pada pertemuan kedua ini menunjukkan
peningkatan dari pertemuan sebelumnya dari 46 menjadi 48. Dari data grafik
dapat diketahui dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD terjadi perubahan
peningkatan
skor dalam 2 kategori yaitu skor tinggi (3) dan ragu-ragu (2).
Berdasarkan skor tersebut maka tingkat inklusivitas pembelajaran di kelas
menjadi lebih baik, dari rata-rata tanpakooperatif 69,8% meningkat menjadi
88,9%denganpembelajarankooperatif. Terjadi peningkatan sebesar 19,1 % .
3). Skor inklusivitas dari 18 indikator pada pertemuan 3
68
Grafik 4.7
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 3
Skor yang dipe
iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan keti
etiga sama dengan
pertemuan kedua mencapai
m
48 atau 88,9% dari skor idea
eal 54. Hal ini
teridentifikasi dari duabelas
d
indikator yang mendapat skor tinggi
ti
yaitu (1)
perencanaan, (2) salin
ling komunikasi, (3) partisipasi, (4) pemahaman
an perbedaan, (7)
kerja sama, (9) sali
aling menghormati, (10) kegiatan kelompok
ok, (11) bantuan
pengajaran, (12) men
engambil bagian, (13) pengaturan kelas, (17)
7) pengembangan
sumber, (18) peman
anfaatan sumber-sumber. Sementara indikato
ator yang kadang
terlihat mendapat sko
kor ragu-ragu adalah indikator (5) aktivitas kelas
ke mengurangi
hambatan, (6) keterlib
rlibatan peserta didik, (8) proses penilaian, (14)
4) sumber-sumber
belajar,
(15) perbed
edaan sebagai sumber, (16) penggunaan sumber
sum
daya ahli.
Jumlah skor yang diperoleh
dip
sama dengan pertemuan sebelumny
nya, tetapi terjadi
pergeseran skor turun
run dan naik pada indikator 6 dan 8 yaitu kete
eterlibatan peserta
didik secara aktif dan
an proses penilaian. Dengan demikian pembela
elajaran kooperatif
STAD memberikan sumbangan
su
sebesar 10 poin. Berdasarkan sko
kor tersebut maka
dapat dilihat bahwa tingkat
ti
inklusivitas pembelajaran di kelas men
enjadi lebih baik,
dari
rata-rata
tanpakooperatif69,8%
meningka
kat
menjadi
69
88,9%denganpembela
elajarankooperatif.Terjadi peningkatan 19 % dari
d indeks ideal
54.
Untuk meliha
ihat inklusivitas dari ketiga pertemuan denga
nganditerapkannya
pembelajaran koopera
eratif tipe STAD dapat dilihat pada grafik di bawah
baw ini
indek inklusi
54
57
47
37
27
17
7
38
P1
37
P2
38
P3
38,7
R
skor
ideal
tiga pertemuam dengan pembelajaran kooperatif
if STAD
ST
Grafik4.8
Indek
eksInklusi DenganPembelajaran Kooperatif
tifSTAD
Dari grafik diatas
dia dapat diketahui rata-rata dari ketiga perte
rtemuan diperoleh
indeks 47,3 atau 87,6
7,6% dari indeks ideal 54. Berdasarkan data skor
sk yang dicapai
dari ketiga pertemuan
uan pembelajaran kooperatif terdapat selisih skor
sk sebesar 6,7.
Hal ini menunjukkan
an terjadi peningkatan skor yang signifikan dari
d 18 indikator
yaitu
kenampakkan
an
indikator
yang
semulatidaknampakme
menjadi
nampak
ataunampak namunn meragukansehingga indeks inklusi meenjadimeningkat.
Adapun indikator yang
yan sebelumnya tidak nampak meningkatt menjadi
m
nampak
namun meragukan adalah
ad
indikator 5, 17, 14 bahkan ada yang
ng nampak sekali
yaitu indikator 8,10,1
0,11. Hal ini membuktikan bahwa pembelaj
lajaran kooperatif
STAD dapat mening
ingkatkan inklusivitas pembelajaran kelas khususnya
k
mata
pelajara IPS. Sedang
ngkan indikator yang semula meragukan men
eningkat menjadi
77
stabil kenampakkannnya yaitu indikator 1,3,7,10,13. Hal ini dikarenakan
dik
unsur
yang terdapat dalam pembelajaran
p
kooperatif terdapat pula dalam
m indikator
i
indeks
inklusi.
c.
Perbandingan
InklusivitasKela
elasTanpadanDenganMenggunakanPembela
elajaran
indeks inklusi
Kooperatif Tipe
pe STAD
67
38 37 38
37,6
46 48 48
47,3
54
47
27
7
pertemuan pembelajaran tanpa dan dengan STAD
Grafik 4.9
IndeksInklus
lusiTanpadanDenganPembelajaran Kooperatif
tif STAD
Perbandingan
an
inklusivitas
tanpadanketikamenggunak
akanpembelajaran
kooperatif tipe STAD
AD dapat dilihat pada grafik 4.9. Seperti pada
da skor gabungan
ketiga pertemuan tanp
anpa pembelajaran kooperatif tipe STAD diper
eroleh indeks37,7
atau 69,8% dari skor
sko ideal 54 sedangkan skor gabungan ketiga
ke
pertemuan
denganpembelajarann kooperatif
k
tipe STAD yaitu 47,3 atau 87,6%
6% dari skor ideal
54. Maka terjadi peni
eningkatan indeks 9,6 poin atau 17,8 %. Hall ini
in membuktikan
bahwa penerapan pem
embelajaran kooperatif tipe STAD dapat menin
ningkatkan indeks
inklusi pembelajaran
an di kelas. Nilai-nilai inklusif yang terdapat
at dalam indikator
71
indeks inklusi menunjukkan kenampakkan skor yang signifikan yaitu terlaksana
sebesar 17,8 %.
2.Hasil
Belajar
PesertaDidikKeseluruhanTanpadanDenganMenggunakanPembelajaran
KooperatifTipeSTAD
Berikutadalahtabeldata
pe
Hal
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….
LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………….
ABSTRAK……………………………………………..…………………..
KATA PENGANTAR……………...………………………..…………….
UCAPAN TERIMA KASIH…………...……………………..……….......
DAFTAR ISI………………………....…………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah ……………………………….......
B. FokusKajiandanPertanyaanPenelitian…………………...
C. TujuanPenelitian…………………………………………..
D. ManfaatPenelitian…………………………………………
E. DefinisiOperasionalVariabel ……….....…………………
F. Metode Penelitian………………………………………….
i
ii
iii
iv
vii
ix
BAB II INKLUSIVITAS KELAS DAN HASIL BELAJAR
PESERTA DIDIK BERKESULITAN BELAJAR
DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
A.Hakekat Pembelajaran ……………………………………....
B.Pembelajaran KooperatifdalamSetingInklusif…………..
C. Inklusivitas danHasil Belajar ……………………………….
D.PengertiandanPelayananPesertaDidikBerkesulitan
Belajar ……………………………………………………….
1
9
10
10
11
13
14
19
35
40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ……………………………………….....
B. Tekhnik Pengumpulan Data ……………………...……...…
C. Lokasi, Subjek dan Waktu Penelitian ……………………..
D. Prosedur Penelitian………………………………………….
E. Analisis Data………………………………………………..
48
50
52
52
54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kelas Penelitian………………………………...
B.HasilPenelitian…………………………………………...…
C. Pembahasan ………………………………………………..
57
60
78
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan …………………………………………...……
B. Rekomendasi ……………………………………………….
87
90
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….
92
LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………….
95
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………
136
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan pendidikan di Indonesia merupakan perjalan panjang dari
waktu ke waktu sebagai upaya pemerintah memperbaiki mutu pendidikan dalam
sistem pendidikan nasional. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir,
olah rasa dan olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan
global.
Salah satu upaya pemerintah dalam memperbaiki mutu pendidikan adalah
pertama-tama mengamandemen Undang-Undang Dasar tahun1945
pasal 31
tentang pendidikan, yang memperjelas dalam perluasan dan pemerataan
kesempatan pendidikan, dengan kewajiban rakyat mengikuti pendidikan dasar dan
kewajiban pemerintah untuk membiayainya dalam program wajib belajar 9 tahun.
Selanjutnya menyusun pedoman
kebijakan pemecahan masalah pendidikan,
sebagai dasar hukum untuk membangun pendidikan nasional dengan menerapkan
prinsip demokrasi, desentralisasi, otonomi, keadilan dan menjunjung tinggi hak
asasi manusia, yang dituangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No 20 tahun 2003.
Menurut penjelasan Peraturan Pemerintah No 19/2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional, terjadi reformasi pendidikan dalam penyelenggaraan
1
2
pendidikan antara lain perubahan paradigma pengajaran menjadi paradigma
pembelajaran. Istilah pengajaran akan tampak peranan dominan guru sebagai
pengajar, sedangkan pembelajaran menunjuk peranan peserta didik aktif sekaligus
mengoreksi peranan dominan guru, pembelajaran akan mengarah pada student
centretidak lagi pada teacher centre.
Sejalan dengan perubahan paradigma pendidikan dan merealisasikan
dalam rangka mensukseskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun bagi
semua
anak
termasuk
anak
berkebutuhan
khusus,
yaitu
dengan
mengimplementasikan salah satu inovasi dalam dunia pendidikan diantaranya
adalah pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini
dan menjadi tren dunia dalam pembelajaran terutama bagi ABK (anak
berkebutuhan khusus). Secara formal, pendidikan inklusif ditegaskan dalam
pernyataan Salamanca 1994 di Spanyol, yang telah menjadi tekad bangsa-bangsa
di dunia untuk diwujudkan, termasuk Indonesia.
Dalam konteks Indonesia, secara filosofi semboyan Bhineka Tunggal Ika,
yang menghargai keberagaman dan kebersamaan merupakan faktor pendorong
bangsa untuk mewujudkan pendidikan inklusif.
Konsep pendidikan inklusif menurut Stainback dan Stainback dalam
pedoman Pendidikan inklusif (Depdiknas 2007) mengemukakan bahwa sekolah
inklusif adalah “sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama”.
Sekolah menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tapi sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik, maupun bantuan dan
dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar peserta didik berhasil. Lebih
3
dari itu sekolah inklusif juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima
menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman
sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat
terpenuhi.
Pendidikan inklusif juga merujuk pada upaya memenuhi kebutuhan
pendidikan untuk semua peserta didik karena pada kenyataannya masih banyak
yang belum memperoleh kesempatan pendidikan atau belum mendapatkan akses
pendidikan. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan pendidikan untuk semua
(education for all) yang di deklarasikan di Jomtien Thailand tahun 1990 bukan
slogan
belaka dan betul-betul ditargetkan bagi semua anak tanpa terkecuali.
Artinya pendidikan itu seyogyanya benar-benar dapat mengakomodasi semua
anak tanpa memandang kondisi fisik, intektual, sosial, emosional, linguistik dan
kondisi lainya.
Untuk mengakomodir semua perbedaan peserta didik di tingkat sekolah
menuntut berbagai persiapan yang harus dilakukan. Nilai penting dalam
melaksanakanmnya
adalah
ditumbuhkembangkannya
sikap
positif
dan
menghargai serta menerima adanya perbedaan individu dari peserta didik.
Sebagaimana digaungkan dalam pernyataan Salamanca. Sekolah dengan orientasi
inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminasi,
menciptakan masyarakat yang ramah , membangun masyarakat yang inklusif dan
mencapai pendidikan untuk semua (UNESCO 1994).
Batasan pendidikan inklusif yang lebih spesifik dalam konteks seting
persekolahan
menurut
Stainback
(Budiyanto,
2005:18)
dalam
seting
4
persekolahanya yaitu sekolah yang menampung semua peserta didik di kelas yang
sama, menyediakan program pendidikan yang layak, menantang tetapi sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan
yang dapat diberikan oleh guru agar anak-anak berhasil
Keberagaaman yang hadir dalam kelas merupakan fenomena yang
memunculkan permasalahan yang tidak sederhana sebagai akibat dari implikasi
perubahan layanan dalam keberagaman yang memberikan tantangan dalam
pengelolaan kelas.
Hal ini bertujuan untuk menjadikan pendidikan sebagai sebuah wahana
sosialisasi bagi peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat hidup secara wajar
dan mendapatkan perlakukan yang sama dengan peserta didik lainnya, namun
pada sisi lain juga merupakan sebuah resiko bila keberadaan anak berkebutuhan
khusus dalam kelas reguler hanya dipandang sebagai pelengkap memenuhi
tuntukan regulasi dalam rangka kewajiban menerimaan ABK (anak berkebutuhan
khusus) di sekolah reguler, akan tetapi kebutuhankhusus individual peserta didik
tidak terlayani secara maksimal, betapa tidak beruntungnya mereka berada dalam
lingkungan yang tidak memberikan ruang untuk berkembang secara optimal.
Adapun sekolah inklusif adalah sekolah yang memenuhi kebutuhan
individual peserta didik dan mendapatkan perlakukan yang sama dengan peserta
didik lainnya.
Berikut adalah bagaimana sekolah inklusif dibangun menurut
Skjorten (2003 :191 ) :
Sekolah inklusif dibangun berdasarkan atas prinsip kesetaraan pendidikan
yang diadaptasikan secara tepat. Pendidikan yang disesuaikan dalam seting
kelas reguler mengandung arti adanya pergeseran fokus yang besar dalam
pendidikan. Secara tradisional, materi yang diajarkan seperti isi silabus telah
5
menjadi titik awal dan perhatian utama guru. Dalam pendidikan yang
disesuaikan, titik awalnya haruslah kebutuhan belajar individual siswa yang
terkait dengan isi dan faktor-faktor lain dalam seting belajar mengajar.
Guru sebagai satu satunya orang yang bertanggung jawab dalam
kehidupan kelas. Tugas guru tidak hanya sebagai penyampai informasi tetapi
bertanggung jawab menciptakan kelas yang nyaman kondusif
untuk semua
peserta didik belajar namun pada kenyataannya terdapat peserta didik dengan
berbagai hambatan dan kemampuan, mereka harus mendapatkan haknya yang
sama untuk berkembang secara optimal dalam suasana yang nyaman.
Guru yang mengajar di kelas inklusi dituntut untuk melakukan berbagai
adaptasi
yang disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta didik.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Jonhsen (2003:288) yaitu “prinsip
pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusif menyebabkan adanya
tuntutan yang besar terhadap guru reguler maupun pendidikan khusus. Ini
menuntut pergeseran besar dari tradisi mengajar materi yang sama kepada semua
peserta didik di kelas menjadi mengajar setiap anak sesuai dengan kebutuhan
individualnya...” Sehingga guru harus mempertimbangkan kebutuhan individu
dalam setiap perencanaan pembelajaran, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
dan evaluasi yang dilaksanakan di kelas inklusif.
Berdasarkan pra penelitian di salah satu sekolah penyelenggara inklusif
melalui observasi diperoleh data dan fakta permasalahan pembelajaran belum
terlaksana sesuai harapan kelas inklusi, baru sebatas melaksanakan kebijakan
pendidikan inklusif. Suasana kelas tenang, “tertib”kaku dan mebosankan karena
kelas lebih didominasi oleh guru, peserta didik dijadikan tempat untuk
6
mencurahkan pengetahuan (dijejali), prestasinya adalah sejumlah hapalan,
penilaian oleh guru masih bersifat menyeleksi dan meranking kuantitas hapalan.
Pembelajaran masih dominan berpola teacher-centered learning.
Hasil pra penelitian tersebut telah dibuktikan olehJuang Sunanto
dkk(2009) dalam penelitiannya melaporkan bahwa implementasi pelaksanaan
pendidikan inklusif
di Sekolah Dasar se-kota Bandung diperoleh indeks
inklusivitas dalam pembelajaran yaitu rata-rata 38,58 dari indeks maksimal 54, hal
ini menunjukkan bahwa nilai-nilai inklusif masih belum optimal. Perolehan
indeks tertinggi dipengaruhi oleh banyaknya guru yang turut mengajar dan
pelatihan guru tentang penanganan ABK. Indeks inklusi merupakan gambaran
sejauh mana proses pembelajaran di kelas menunjukkan derajat inklusivitas.
Berangkat dari pemahaman di atas, sudah saatnya pihak sekolah dan guruguru di sekolah inklusif merubah pembelajaran yang berpusat/berpihak kepada
pengembangan peserta didik (students active learning). Guru hanya sebagai
fasilitator, motivator, peserta didik didorong untuk bekerja sama, peserta didik
dijadikan sumber belajar oleh guru ataupun teman sehingga kelas menjadi “hidup”
menyenangkan, dan interaktif dimana peserta didik sebagai pelaku proses
pengalaman mengambil keputusan, memecahkan masalah, menganalisis dan
mengevaluasi. Evaluasi bersifat refleksi dan berperan memperbaiki proses untuk
meningkatkan prestasi.
Salah satu pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik sehingga
pembelajaran akan berpusat pada peserta didik, adalah pembelajaran kooperatif.
Keberhasilan belajar dengan kooperatif bukan semata-mata ditentukan oleh
7
kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar itu akan semakin
baik apabila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok belajar kecil yang
terstruktur dengan baik. Pembelajarankooperatif dirancang untuk membelajarkan
kecakapan akademik (akademic skill), sekaligus keterampilan sosial (sosial skill)
termasuk interpersonal skill.
Cooperative learning merupakan pembelajaran yang membantu peserta
didik dalam kelompoknya untuk dapat mengembangkan pemahaman dan sikapnya
sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja diantara
sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas dan
perolehan belajar (Solihatin, 2009: 5).
Dalam belajar cooperative learningterdiri dari kelompok- kelompok kecil
yang heterogen yang terdiri dari kemampuan tinggi, sedang dan rendah untuk
setiap kelompoknya. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama
dan membantu untuk memahami bahan pembelajaran. Dengan demikian belajar
belum selesai jika salah satu teman belum menguasai bahan pembelajaran.
Dengan menerapkan cooperative learning, suatu hari kelak akan menuai
buah persahabatan dan perdamaian. Karena dalam cooperative learningpeserta
didik dipandang sebagai mahluk sosial (homo homini sosious), bukan homo
homini lupus (manusia adalah srigala bagi sesamanya). Kerja sama merupakan
kebutuhan yang sangat penting artinya bagikelangsungan hidup. Tanpa kerja
sama, tidak akan ada individu, keluarga,organisasi, atau sekolah.
Penelitian yang dilakukan Webb (1985) mengenai pembelajaran kooperatif
ini melaporkan bahwa sikap dan perilaku peserta didik berkembang ke arah
8
suasana demokrasi dalam kelas. Di samping itu, penggunaan kelompok kecil
mendorong peserta didik lebih bergairah dan termotivasi dalam mempelajari IPS.
Diperkuat lagi hasil penelitian yang dilakukan oleh E. Solihatin untuk
mata kuliah IPS menemukan bahwa penggunaan model cooperative learning
sangat mendorong peningkatan prestasi mahasiswa 20%, dan dapat meningkatkan
kemampuan mahasiswa untuk belajar mandiri.
Salah satu jenis pembelajaran kooperatif adalah tipe STAD (Student Team
Achievment Divisions) yang dikembangkan Slavin 1995. STAD merupakan salah
satu pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan yang paling
baik untuk pemula bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif
(Slavin: 2008). Dalam penjabarannya STAD memiliki 5 komponen yaitu1)
presentasi kelas, 2) pembentukan tim, 3) Kuis, 4) skor kemajuan individu, 5)
pengakuan tim.
Salah satu mediasi proses belajar mengajar dalam pendidikan formal
adalah mata pelajaran IPS. Mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah
sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap
perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan trampil mengatasi setiap masalah
yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
menimpa kehidupan
masyarakat
(Buchari
Alma,
2010:
5).
Penekanan
pembelajarannya bukan sebatas pada upaya menjejali peserta didik dengan
sejumlah konsep yang bersifat hapalan belaka, melainkan pada upaya agar mereka
9
mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam memahami
dan ikut serta dalam melakoni kehidupan masyarakat.
Berdasarkan paparan di atas penulis merasa tertarik untuk mencoba
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas inklusif pada mata
pelajaran IPS. Hal ini sejalan dengan falsafah pembelajaran kooperatif yaitu 1).
Manusia sebagai mahluk sosial, 2) Gotong royong, 3) Kerjasama, merupakan
kebutuhan penting bagi kehidupan manusia. Dengan harapan terjadinya
perubahan pembelajaran yang mengaktifkan seluruh peserta didik dan bekerja
sama secara efektif dan menyenangkan di kelas inklusif tersebut. Belajar secara
kelompok dalam model pembelajaran ini merupakan miniatur masyarakat yang
diterapkan dalam kehidupan di kelas yang akan melatih peserta didik untuk
mengembangkan dan melatih mereka menjadi anggota masyarakat yang baik.
Penelitian ini dibatasi pada kelas IV dengan asumsi bahwa perkembangan
anak pada tahap ini yaitu berada pada tahap masa akhir usia sekolah (10-12
tahun) sudah memilki kemampuan untuk mengontrol dirinya, berempati dan
merefleksi diri terhadap perilaku dan interaksinya. Mereka sudah dapat diajak
berdiskusi dan bersikap lebih kooperatif (Munawir Yusuf,2005:31).
B. Fokus Kajian dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini terfokus pada penerapan
pembelajaran kooperatif (cooperative learning)tipe STAD, yang dijabarkan
melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut :
10
1.Bagaimanakah inklusivitas kelas pada pembelajaran IPSdenganditerapkannya
pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2. Bagaimanakah hasil belajar peserta didik
berkesulitan belajar pada
pembelajaran IPS denganditerapkannyapembelajaran kooperatif tipe STAD?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang akan diungkap,secara umum tujuan
penelitian ini adalah untuk mengungkap penerapan pembelajaran kooperatif tipe
STAD(Studen Teams-Achievement Divisions) dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran IPS di sekolahpenyelenggara pendidikan inklusif.
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk:
1.
Mendeskripsikaninklusivitas
IPSdenganmenggunakanpembelajaran
kelas
pada
kooperatif
mata
tipe
pelajaran
STAD
yang
dikembangkan dari indeks inklusiAinscow 2006.
2. Mendeskripsikan hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar pada mata
pelajaran IPSdenganmenggunakanpembelajaran kooperatif tipe STAD .
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi elemen-elemen
pendidikan yang terkait secara langsung dalam kegiatan pembelajaran antara lain
1. Bagiguru dan lembaga : diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru-guru
di lembaga yang memilki kelas inklusi untuk mengembangkan pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang berorientasi pada penemuan dan pemecahan
11
masalah secara kelompok, sehingga diharapkan peserta didik di kelas tersebut
dapat mengembangkan sosial skills, khususnya
dalam aspek kerjasama,
toleransi, inisiatif, komunikasi dan nilai-nilaidemokratis. Sedangkan dari segi
konten dapat meningkatkan hasil belajar.
2. Bagi penulis berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPS
bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah inklusif
E. Definisi OperasionalVariabel
Untuk menggambarkan secara lebih operasional variabel dalam penelitian
ini, maka dikemukakan definisi operasional variabel penelitian tersebut yaitu
pembelajaran kooperatif tipe STAD,inklusivitas kelas, hasil belajar dan peserta
didik berkesulitan belajar.
Pembelajaran
koooperatif
tipe
STAD
merupakan
salah
satu
pembelajaran kooperatif yang diterapkan untuk menghadapi kemampuan peserta
didik yang heterogen. Hal ini dipandang sebagai metode yang paling sederhana
dan langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Sistem belajar dan bekerja
dalam pembelajaran ini secara kolaboratif dalam kelompok-kelompok kecil yang
berjumlah 4-6 orang dengan struktur kelompok bersifat heterogen sehingga
merangsang pesereta didik lebih bergairah dalam belajar. Pembelajaran kooperatif
tipe STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana dengan menggunakan kuis-kuis pada setiap akhir pembelajaran yang
terdiri atas lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan
individual dan rekognisi tim (Slavin : 2008 : 143)
12
Inklusivitas kelas menunjukkan suatu keadaan keterlaksanaan nilai-nilai
pendidikan inklusif dari suatu pembelajaran di kelas. Dalam hal ini inklusivitas
ditunjukkan pada proses pembelajaran IPS pada kelas IV di sekolah
penyelenggara sekolah inklusif. Keterlaksanaan inklusivitas pembelajaran
diperoleh dari data kuantitas indeks inklusi pada aspek mengembangkan praktek
inklusi mencakup memvariasikan pembelajaran dan memobilisasi/menggunakan
sumber-sumber, yang diadaptasi dari hasil pengembangan
Tony Booth, Mel
Ainscow dan Denise Kingston (2006).
Hasil belajar adalah kemampuan akademik, sikap dan keterampilan yang
diperoleh peserta didik setelah menerima perlakuan yang diberikan oleh guru
sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari
yang mana hasil belajar tersebut dipengaruhi oleh kemampuan personal (internal)
dan faktor lingkungan peserta didik.
Peserta didik berkesulitan belajar adalah peserta didik yang mengalami
hambatan yang merujuk pada sekelompok kesulitan berwujud sebagai suatu
kekurangan dalam satu atau lebih bidang akademik lebih spesifik seperti
membaca, menulis, matematika dan mengeja atau berbagai ketrampilan yang
lebih umum seperti mendengarkan, berbicara, dan berpikir yang disebabkan oleh
adanya disfungsi neurologis sehingga terjadi kesenjangan antara prestasi dengan
potensi.
13
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif. Pada desain ini dilaksanakan observasi dan tes yang dilaksanakan
sebelum dan setelah pembelajarankooperatiftipeSTAD, dengan demikian peneliti
dapat
mendeskripsikan
keadaan
sebelum
dan
setelah
pembelajarankooperatiftipeSTAD. Adapun teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan lembar observasi untuk mengetahui inklusivitas kelas,
sedangkan untuk mengetahui hasil belajar dilakukan tes mata pelajaran IPS.
Sebagai pendukung dan pelengkap dalam pengumpulan data tersebut digunakan
studi dokumen. Lokasi penelitian ini dilakukan di kelas IV SD X kota Bandung,
dan subjek penelitiannya adalah seorang guru kelas dan seluruhpeserta didik
kelas IV yang berjumlah tiga puluh orang termasuk empat peserta didik
berkesulitan belajar. Sedangkan analisis datanya menggunakan analisis statistik
deskriptif.Hal ini digunakan untuk memperoleh gambaran data sampel penelitian.
Setelah data terkumpul semua diteruskan dengan proses telaah untuk
menghasilkan data yang valid, diolah dan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab
inimembahasmetodepenelitiantentangbagaimanapenerapanpembelajaran
kooperatif
tipe
Studen
Teams-Achievement
Divisions
(STAD)
dalam
meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik berkesulitan
belajar di kelas inklusif.
Penggunaanmetodepenelitianperludirancangdengantepat
kegiatanpenelitiandapatmemberikanjawaban
yang
agar
ditelititerhadappertanyaan-
pertanyaanpenelitian.Adapunbahasanpadababinimeliputimetodepenelitian,
tehnikpengumpulan
data,
lokasi,
subjek
dan
waktu
penelitian,
prosedurpenelitiandananalisis data.
A. Metode Penelitian
Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Studen Teams-Achievement Divisions (STAD) dalam
meningkatkan inklusivitas kelas dan hasil belajar IPS peserta didik berkesulitan
belajar di kelas inklusif. Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis
menggunakan metode penelitian deskriptif melalui pendekatan kuantitatif.
Penelitiandeskriptif merupakan metode penelitian yang digunakanuntuk
menggambarkan
suatu
kondisi
SebagaimanapenjelasanSukmadinata
apa
adanya,
alamiah.
(2011:72)
49
50
bahwapenelitiandeskriptifditujukanuntukmendeskripsikanataumenggambarkanfen
omena-fenomena
yang
ada,
baikfenomena
yang
bersifatalamiahataupunrekayasamanusia. Penelitianinimengkajibentuk, aktivitas,
karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan,danperbedaannyadenganfenomena
lain.
Penggunaan pendekatan ini disesuaikan dengan tujuan pokok penelitian
yaitu mendeskripsikan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Studen TeamsAchievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan kualitas pembelajaran IPS
baik inklusivitas kelas ataupun hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar di
kelas IV SD X Kota Bandung. Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif
hasil pengamatan dari segi proses dan hasil. Data kuantitatif adalah berupa hasil
pengukuran sejauh mana indeks inklusi dan hasil belajar yang diperoleh pada
pertemuan pertama, kedua dan ketiga dengan berpedoman pada alat observasi dan
alat tes hasil belajar, sedangkan untuk memperkuat dan melengkapi validitas data
hasil observasi dan tes hasil belajar dilakukan studi dokumen.
B. Tekhnik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
observasi untuk indeks inklusivitas kelas dan tes hasil belajar peserta
didiktanpadan ketikamenggunakanpembelajaran kooperatif tipe STAD.
Data inklusivitas diperoleh dengan menggunakan lembar pengamatan dari
18 indikator indeks inklusi yang diadaptasi dari Tony Both Ainscow (2006).
Yang dilakukan peneliti bersama bersama dua orang rekan sejawat.
51
Sedangkan untuk mendapatkan data tentang hasil belajarIPS peserta didik
menggunakan teknik tes. Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara atau aturan-aturan
yang sudah ditentukan (Arikunto,2007:53). Pengumpulan data dilakukan
sebelumpenerapanmaupunketikapelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division (STAD).
Adapun validasi tes hasil belajar dilakukan dengan validasi isi oleh guru
kelas. Validasi isi adalah menguji bahan apa yang dipelajari. Suatu tes dikatakan
memiliki validasi isi jika bahan yang diuji atau dites relevan dengan kemampuan,
pengetahuan, pelajaran, pengalaman atau latar belakang orang yang diuji
(Nasution,2003 : 75).
Data yang terkumpul terdiri dari dua macam yaitu inklusivitas kelas dan
hasil belajar peserta didik yang didukung dengan studi dokumentasi yang
bertujuan untuk menggali informasi data yang tidak terjaring dalam observasi atau
tes, sehingga sifat data yang diperoleh bersifat melengkapi data yang sudah ada.
Studi dokumen dilakukan terhadap dokumen guru berupa rencana pembelajaran
yang dibuat guru, catatan perolehan nilai, catatan-catatan peristiwa yang berkaitan
dengan penelitian, catatan hasil asesmen guru, untuk melengkapi data lainnya
peneliti menggunakan dokumentasi.
Data
yang
diperolehhasilpenelitianadalah
data-data
yang
bersifat
kuantitatifdan data kualitatif.Data kualitatif iniadalah catatan peneliti selama
berlangsungnya kegiatan penelitian yang berguna untuk menjelaskan data
kuantitatif yang telah dikumpulkan.
52
C. Lokasi, Subjekdan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian menunjuk pada pengertian lokasi situasi sosial, yang
dicirikan adanya tiga unsur yaitu tempat, pelaku dan kegiatan (Nasution, 1992).
Yang dimaksud lokasi penelitian meliputi a) unsur tempat ialah lokasi
berlangsungnya penelitian yakni pembelajaran dikelas salah satu Sekolah Dasar
penyelenggara pendidikan inklusif di kota Bandung. b). unsur pelaku
atausubyekpenelitianadalah
seorang
guru
danseluruhpesertadidikkelas
IV
berjumlah 30 orang termasuk4 orang peserta didik berkebutuhan khusus kesulitan
belajar. c) unsur kegiatan adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas
inklusi pada mata pelajaran IPS. Sedangkan penelitian dilaksanaan pada semester
genap tahun pelajaran 2010-2011.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menelaah indikator inklusivitas yang diadaptasi dari Tony Booth,Mel
Ainscow dan Denise Kingstone(2006) dalam dimensi bermain dan belajar
sebanyak 18 indikator untuk penyelengaraan pembelajaran di sekolah
inklusi
2. Mengidentifikasi
variabel-variabel
penelitian
yang
diajukan
yaitu
pembelajaran kooperatif tipe STAD, inklusivitas kelas dan hasil
belajarpeserta didik berkesulitan belajar
53
3. Sebagai penelitian awal, adalah melaksanakan observasi pembelajaran di
kelas sebelum guru menerapkanpembelajaran kooperatif STADdengan
menggunakanlembar format indeks inklusiyang terdiri 18 indikator yang
diadaptasidariTony Booth,Mel Ainscow dan Denise Kingstone(2006)
4. Menyiapkan skenario pembelajaran yang akan dikenalkan dan dilatihkan
sebagai pembekalan kepada guru kelas IV SD Xkota Bandung dalam
pembelajaran koopertif
tipe STAD diantaranya diberikannya fasilitas
literatur yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD
5. Mengadakandiskusidengan
guru
kelasbagaimanapembelajarankooperatiftipe
dapatberlangsungdenganbaik,
STAD
mendiskusikanpembentukankelompok,
skenariopembelajaran, perencanaan (RPP), penentuanStandarKompetensi,
KompetensiDasar, bahan ajar, indikator, danbahandiskusi/LKS yang
ditentukansertapenyusunanalattes.
6. Melakukanpengamataninklusivitaskelasselamaberlangsungnyapembelajara
nkooperatif
STAD
daripembukaansampaiberakhirnyapembelajaran,
denganmenggunakanformat
indeksinklusi
yang
diadaptasidariTony
Booth,Mel Ainscow dan Denise Kingstone(2006). Untukmelengkapi data
pengamatandilakukan
pula
pencatatanpadatemuan-
temuanselamaberlangsungnyapembelajaranbaiksebelummaupunketikapene
rapanpembelajarankooperatiftipe STAD.
7. Merekap data yang terkumpulyaituindeksinklusidanhasilbelajar individual
secarakelompokbaiktanpapembelajarankooperatif
54
STADmaupundenganmenggunakanpembelajarankooperatif
STAD.
Selanjutnyarekapanhasilbelajarkelompokdenganpembelajarankooperatif
STAD akan diskor dengan kriteria poin kemajuan kelompok seperti yang
ditampilkan pada bab II tabel 2.2 tentang penghitungan poin kemajuan dan
penskoran
8. Memaparkan
data
indeksinklusitanpapembelajarankooperatif
STAD
maupunketikanmenggunakanpembelajarankooperatif STAD.
9. Memaparkanhasilbelajar
IPS
pesertadidikbaiktanpamaupunketikamenggunakanpembelajarankooperatif
STAD,
mengelompokkannilaipesertadidik
yang
berkesulitanbelajaruntukdianalisis
10. Mendeskripsikanperbandinganantara
hasil
tanpamaupunketikamenggunakanpembelajaran kooperatif tipe STAD pada
inklusivitas
kelas
dan
hasil
belajar
anak
berkesulitan
belajar,
bagaimanakah peningkatan inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta
didik berkesulitan belajar melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD
11. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan studi dokumen terhadap
administrasi kelas yang dilaksanakan di luar jam pelajaran IPS.
E. Analisis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis untuk
diambil kesimpulan, dalam hal ini Arikunto (2010 : 282) menjelaskan bahwa
Data yang telah terkumpul lalu diklasifikasikan menjadi dua kelompok
data, yaitu data kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan data kualitatif
55
yang dinyatakan dalam kata-kata atau simbol. Data kualitatif yang berbentuk
kata-kata tersebut disisihkan untuk sementara, karena akan sangat berguna
untuk menyertai dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data
kuantitatif.
Analisis data atau kegiatan analisis data menurut Sugiyono (2010: 147)
adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden,
mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data
dari tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab masalah.
Teknik
analisis
data
dalam
penelitian
bentuk
analisisstatistikdeskriptifdalam
ini
menggunakan
grafik
dan
tabeldanprosentase.PenggunaanStatistikdeskriptifdikarenakanpenelititidakbermak
sudmenyimpulkanuntukpopulasi
yang
lebihluas.Arikunto
menjelaskanbahwastatistikdeskriptifmerupakanstatistik
(2011:
277)
yang
bertugasuntukmendeskripsikanataumemaparkangejalahasilpenelitian.Statistikdesk
riptifsifatnyasangatsederhanadalamartitidakmenghitungdantidak
pula
menggeneralisasikanhasilpenelitian.Sebagaimana dikemukakan di atas, data yang
terkumpul adalah data kuantitatif, yang akan dijelaskan dengan interpretasi secara
kualitatif. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Tarsidi(2002 : 90) bahwa data
kuantitatif adalah data dengan menggunakan angka-angka sebagai data untuk
mendeskripsikan peristiwa-peristiwa atau mengungkapkan hubungan antar
peristiwa. Hal ini digunakan untuk memperoleh gambaran data sampel penelitian.
Data inklusivitas diperoleh dengan menggunakan lembar pengamatan dari
18 indikator indeks inklusi yang diadaptasi dari Tony Both Ainscow (2006),
kemudian dianalisis dan dihitung rata-rata dari pertemuan pertama, kedua dan
56
ketiga baiktanpapembelajaran kooperatif maupundenganpembelajaran kooperatif
tipe STAD, dengan menggunakan kriteria skorsebagai berikut:
•
Perolehan skor 3 apabila indikator tampak teridentifikasi,
•
Skor 2 apabila indikator tampak namun meragukan
•
Skor 1 tidak terjadi.
Selanjutnya data tersebut dibandingkan dengan indeks inklusi ideal sebesar
54 yang dideskripsikan dalam indeks inklusi dan prosentase seberapa jauh
penerapan nilai-nilai inklusif dan peningkatanhasil belajar IPS bagi peserta didik
berkesulitan belajar tanpamaupunketikamenggunakanpembelajaran kooperatif
tipe STAD.
Sedangkan
data
hasil
belajar
peserta
didik
secarakeseluruhandanhasilbelajarpesertadidikberkesulitanbelajarmenggunakan tes
hasil
belajar
yang
dirata-ratakandari
disajikandalambentuktabeldangrafik.
3
kali
pertemuan,
Agar dapat diperoleh data yang faktual
maka kegiatan pengumpulan data dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali pertemuan
baiktanpamaupunketikapembelajaran kooperatif STAD.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang hasil penelitian yang akan memberikan
jawaban atas permasalahan yang diteliti. Penelitian ini mengungkapkan penerapan
pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) tipe STAD terhadap inklusivitas
kelas dan hasil belajar kelas IV di salah satu Sekolah Dasar seting inklusif di
kota Bandung. Rancanganpenelitianmenggunakandeskriptifkuantitatif, terhadap
inklusivitas kelas dan hasil belajar peserta didik berkesulitan belajar pada mata
pelajaran
IPS,
selanjutnya
data
hasilpenelitiandalambentukgrafikdantabeldianalisis dan dideskripsikan.
A. DESKRIPSI KELAS PENELITIAN
Kelas IV Umar Bin Khatabdemikiannamakelasyang
lantaiduatepatsebelahkanantangganaikdariarahdepan.
terletak di
Ruangankelas
luassertafentilasi
yang
yang
sangatbaikmenjadikanruangkelasterasanyamandanteranguntukmenampungsiswab
erjumlahcukupbesaryaitu
30
orang,
danmemungkinkansetingkelasdapatdirubahsesuaidengankeperluan.Kelas
initerdiridari
15
pesertadidiklaki-lakidan
pesertadidikperempuan,termasuk
4
orang
15
IV
orang
pesertadidikyang
membutuhkanperhatiankhususdisebabkankemampuanakademiknya yang berada
di
bawahpesertadidiklainnya
di
57
kelastersebut.
Dari
58
ketigapuluhpesertadidikterdapatkemampuan
yang
beragam,
Berikut
tabel
klasifikasi akademik peserta didik
Tabel 4.1
Klasifikasi Akademik Peserta Didik
No
1
2
3
Kemampuan
peserta didik
berprestasi tinggi
berpprestasi sedang
Berprestasi rendah
Jumlah
persentase
10
16
4
33,3 %
53,3 %
13,3 %
Berdasarkan tabel di atas dari data yang diperoleh hasil studi dokumen
terdapat peserta didik dengan kemampuan berprestasi rendah sebanyak empat
orang adalah peserta didik dengan inisial FC, FZ, AG, ZY yang diindikasi/diduga
sebagai anak berkebutuhan khusus dengan hambatan kesulitan belajar.
Menurut hasil observasidanstudidokumen, keempatnya berada pada posisi
prestasi dibawah KKM sehingga guru berkesimpulan perlu pengulangan dalam
menyajikan materi dan guru menanganinya salah satunya dengan selalu
memanggil- manggil nama sebagai peringatan.
Hal ini diperkuat dengan data perolehan hasil belajar akademik mata
beberapa IPS, sebelum dilaksanakan pembelajaran kooperatif. Berikut tabel hasil
belajar smester 2
Tabel 4.2
Hasil Belajar ABK padaMata Pelajaran IPSSmester 2
No
Nama
1
2
3
4
FC
FZ
AG
ZY
Formatif
Ujian Kenaikan Kelas
76
59,5
61,5
63,9
71,2
63,1
56
59,4
*) KKM matapelajaran IPS sebesar 70
59
Dari
tabel
di
atasdapatdilihatprestasidaripesertadidik
yang
didugakesulitanbelajarpadamatapelajaran IPStidakstabil, sebagianbesar di bawah
KKM hanyabeberapapertemuan yang mencapai KKM.
Data akademik tersebut diperkuat dengan data non akademik yang di
peroleh melalui catatan guru, hasil asesmen guru dan observasi peneliti dari
tempat peserta didik tersebut yaitu
1. Kemampuan FC
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang, menuangkan ide dalam
tulisan lamban masih perlu arahan, demikian pula berhitung perkalian dan
pembagian masih kurang. Kemampuan interaksi dan komunikasi dalam belajar
masih kurang masih nampak bersifat “main-main”.Konsentrasi cepat buyar dan
kadang kala tidak bertahan lama diam ditempat duduknya. Kemampuan
mempersepsi kurang, memori masih kurang, tetapi emosi cukup stabil.
2. Kemampuan FZ
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang, Kemampuan menulis
kurang sekali terutama, menulis tegak bersambung, kosa kata kurang, teknik
penulisan kata, bahkan sering ditemukan bercampurnya huruf kapital ditengah
kata. Kemapuan berhitung terutama perkalian dan pembagian harus banyak
dilatih.
3. Kemampuan AG
67
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang, kemampuan menulis
sudah menguasai dengan baik, mampu menuangkan ide dalam kalimat dan
karangan, kemampuan berhitung masih kurang terutama perkalian dan
pembagian, Kemampuan interaksi dan komunikasi dapat dilakukan dengan baik
mampu bekerja sama dalam diskusi kelompok, Kemampuan konsentrasi penuh
kesungguhan cukup baik, sedangkan kemampuan persepsi masih kurang perlu
latihan dan arahan, Kemampuan memorinya tidak bertahan lama, emosi cukup
stabil bersifat periang, kemampuan motorik halus cukup baik, aktifitas menulis
dari segi teknik dan kecepatan menunjukan hasil yang baik
4. Kemampuan ZY
Kemampuan membaca pemahaman masih kurang seringkali, pertanyaan
dengan jawaban tidak berhubungan, kemampuan menulis baik teknis atau
kecepatannya perlu latihan yang sering, perbendaharaan kosa kata masih kurang,
kemampuan berhitung masih kurang terutama perkalian dan pembagian.
Kemampuan berinteraksi dan komunikasi kurang terutama respon dan inisiatif
dalam diskusi, kemampuan konsentrasi selalu diingatkan, sering pikirannya tidak
fokus mengikuti pelajaran atau menyelesaikan tugas, nampak diam melamun atau
memainkan benda-benda disekitarnya.
B.HASIL PENELITIAN
Selama kurang lebih dua bulan dalam waktu seminggu sekali, peneliti
mengikuti jadwal pembelajaran pada kelas yang diteliti sesuai jadwal mata
pelajaran yang diteliti.
61
Adapun data hasil melakukan observasi terhadap inklusivitas kelas dan
test hasil belajar selanjutnya dianalisis untuk memperoleh gambarandari
penerapanpembelajarankooperatiftipe STAD sesuai tujuan yang diharapkan.
Deskripsi penerapanpembelajarankooperatiftipe STAD tersebut adalahsebagai
berikut:
1. Inklusivitas Kelas
Langkah awal penelitian di kelas IV dalam proses pembelajarn IPS adalah
observasi
inklusivitas pada setiap pertemuannya, observasi dilakukan selama
enam kali yaitu 12 April, 5 Mei, 19 Mei, 25 Mei, 30 Mei, 3 Juni 2011.
Adapun penskoran dalam mengobservasi inklusivitas pembelajaran di
kelas sebagaimana dipaparkan pada bab sebelumnya, menggunakan indeks inklusi
yang diadaptasi (Ainscow 2006) dengan kategori sebagai berikut :
a.
•
Skor 3 nampak
•
Skor 2 nampaknamunmeragukan
•
Skor 1 tidakterjadi/nampak
InklusivitasKelasTanpaMenggunakanPembelajaran
STAD
1). Skor inklusivitas dari 18 indikator pada pertemuan 1
Kooperatif
Tipe
62
Grafik 4.1
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 1
Skor yang dip
iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan pertama
per
adalah 38
(70%) dari skor idea
deal 54, hal ini teridentifikasi dari keenam
m indikator yang
mendapat skor tingg
ggi yaitu indikator (2) saling komunikasi,
i, (6) keterlibatan
pembelajaran, (8) proses
pr
penilaian, (10) kegiatan kelompok,, (12)
(
mengambil
bagian, (18) pemanfa
nfaatan sumber-sumber. Sementara indikator
or yang mendapat
skor rendah yaitu indi
ndikator (5) aktivitas kelas mengurangi hambata
atan, (11) bantuan
pengajaran,(15) perbe
rbedaan sebagai sumber, (17) pengembangan sumber
su
yang ada.
Pada pertemuan ini
ni nampak kegiatan pada indikator kegiatan
an kelompok dan
keterlibatan dimanaa kelas
k
cukup aktif dalam mengambil giliran
n untuk
u
presentasi
kelompok, namun secara
sec
individual dalam kerja sama kelompok
ok belum nampak,
masih ditangani ole
leh salah seorang. Berdasarkan skor terseb
sebut inklusivitas
pembelajaran yang dilaksanakan
dil
masih belum ideal.
2). Skor inklusifita
itas dari 18 indikator pada pertemuan 2
63
Grafik 4.2
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 2
Skor yang dip
iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan ked
edua mencapai 37
atau 68,5% dari sko
kor ideal 54. Hal ini teridentifikasi dari ken
enampakkan lima
indikator mendapatt skor tinggi yaitu indikator (2) saling komunikasi,
k
(4)
pemahaman perbedaa
daan, (9) saling menghormati, (12) semua anak
a
mengambil
bagian, (18) pemanf
anfaatan sumber. Sementara indikator yangg mendapat skor
rendah adalah emp
mpat yaitu indikator (8) proses penilaian
ian,(10) kegiatan
kelompok,(11) pengg
ggunaan bantuan pengajaran, (14) sumber--sumber belajar.
Pertemuan kedua ini
ni ada
a sedikit perbedaan dengan pertemuan seb
ebelumnya karena
indikator keterlibatan
tan peserta didik, kegiatan kelompok tidakk nampak, tetapi
indikator saling menghormati
m
ditunjukan guru saat pemb
mbelajaan selalu
mengingatkan
peser
serta
didik
berkebutuhan
khusus
yang
nampak
tidak
memperhatikan guru
ru, selalu diingatkan dan diarahkan. Sedan
angkan skor-skor
dengan perolehan ragura
ragu, guru terkadang tidak melakukan
kan seperti dalam
penyetingan kelas yang
ya
masih baris berbanjar padahal kelass cukup
c
luas dan
nyaman. Hal ini berarti
be
inklusivitas pembelajaran yang dilak
laksanakan masih
menampakkan pembe
belajaran yang searah atau bersifat teacher cent
entered learning.
3). Skor inklusivita
itas dari 18 indikator pada pertemuan 3
64
Grafik 4.3
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 3
Skor yang diperoleh
dip
dari 18 indikator pada pertemuan ketiga
k
adalah 38
atau 70% dari skorr ideal
i
54. Perolehan indeks pada pertemuann ketiga ini sama
dengan perolehan indeks
ind
pertemuan pertama. Dengan jumlah skor
s
yang sama
tetapi indikator yangg nampak
n
dengan skor tinggi berbeda. Yaitu keenam
k
indikator
adalah (2) saling kom
munikasi, (4) pemahaman perbedaan, (7) kerja
rjasama, (9) saling
menghormati, (12) semua
se
anak mengambil bagian, (18) peman
anfaatan sumber.
Sementara indikator
or yang mendapat skor rendah empat indik
dikator yaitu (5)
aktivitas kelas mengu
gurangi hambatan ,(10) kegiatan kelompok,, (11)
(1 penggunaan
bantuan pengajaran,, (17)
(
pengembangan sumber yang ada. Indik
dikator kerjasama
nampak pada saat guru
g
memberikan kesempatan bergiliran dalam
da
menjawab
pertanyaan ketika guru
gu menyampaikan pertanyaan secara klasi
asikal dan semua
memperhatikan. Guru
ru memberikan aturan dalam menjawab pertany
anyaan “siapa bisa
mengacungkan tangan
gan” jadi suasana kelas tertib dan terarah, tidak
ak riuh berisik.
Untuk meliha
ihat inklusivitas kelas sebelum pembelajaran
an kooperatif dari
ketiga pertemuan inii dapat
d
di gambarkan dalam grafik di bawah ini
in :
65
indek inklusi
54
57
47
37
27
17
7
38
P1
37
P2
38
P3
38,7
R
skor
ideal
tiga pertemuam tanpa pembelajaran kooperatif STAD
Grafik 4.4
Indek
eksInklusi TanpaPembelajaran Kooperatif STAD
Dari grafik di
d atas dapat diketahui bahwa rata-rata skor
sk dari ketiga
pertemuan diperolehh indeks
i
37,6 atau 69,8% dari skor ideal 54. Berdasarkan
B
data
skor rata-rata yang dicapai
di
dari ketiga pertemuan tanpa pembela
elajaran kooperatif
terdapat selisih sebesa
esar 16,4 untuk mencapai skor ideal.
elasDenganMenggunakanPembelajaran Koooperatif Tipe
b. InklusivitasKela
STAD
1). Skor inklusivitas
tas dari 18 indikator pada pertemuan 1
Grafik 4.5
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 1
66
Skor yang dip
iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan pertama
per
adalah 46
atau 85% dari skorr ideal
i
54, hal ini teridentifikasi dari sepuluh
uh indikator yang
mendapat skor tinggi
gi yaitu indikator (1) perencanaan, (2) saling
g komunikasi, (3)
partisipasi, (6) keterlib
ibatan peserta didik, (7) kerja sama, (8) proses
ses penilaian, (10)
kegiatan kelompok,
k, (12) mengambil bagian, (13) pengatur
turan kelas, (18)
pemanfaatan sumber--sumber. Sementara sisanya 8 indikator mend
endapat skor raguragu adalah indikator
tor (4) pemahaman perbedaan, (5) aktivitas kelas
ke mengurangi
hambatan, (9) saling
ng menghormati, (11) penggunaan bantuan pengajaran,
p
(14)
sumber-sumber belaja
ajar, (15) perbedaan sebagai sumber, (16) pengg
nggunaaan sumber
daya ahli, (17) penge
gembangan sumber yang ada.
Dari grafik dapat
d
diketahui terdapat peningkatan denga
gan pembelajaran
kooperatif tipe STAD
D yaitu kenampakan denganmunculnyadua kategori
kat
yaitu skor
tinggi (3) dan skor ragu-ragu
rag
(2), hal ini menunjukkan terjadinyaa peningkatan
p
skor
inklusivitas yang sign
ignifikan. Berdasarkan perolehan skor tersebu
but maka tingkat
inklusivitas pembelaj
lajaran di kelas menjadi lebih baik, meningk
gkat dari rata-rata
tanpakooperatif69,8%
8% meningkat menjadi 85%denganpembela
elajarankooperatif.
Terjadi peningkatann sebesar
s
15,2 % atau 8 poin dari indeks ideall 54.
5
2). Skor inklusivita
itas dari 18 indikator pada pertemuan 2
67
Grafik 4.6
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 2
Skor yang diperoleh dari 18 indikator pada pertemuan kedua adalah 48
sebesar 88,9% dari skor ideal 54. Hal ini teridentifikasi dari duabelas indikator
mendapat skor tinggi yaitu (1) perencanaan, (2) saling komunikasi, (3) partisipasi,
(6) keterlibatan peserta didik, (7) kerja sama, (8) proses penilaian, (9) saling
menghormati, (10) kegiatan kelompok, (11) bantuan pengajaran, (12) mengambil
bagian, (13) pengaturan kelas, (18), pemanfaatan sumber-sumber. Sementara
indikator yang mendapat skor ragu-ragu meningkat menjadi enam adalah
indikator (4) pemahaman perbedaan, (5) aktivitas kelas mengurangi hambatan,
(14) sumber-sumber belajar, (15) perbedaan sebagai sumber, (16) penggunaan
sumber daya ahli, (17) pengembangan sumber yang ada.
Jumlah skor yang diperoleh pada pertemuan kedua ini menunjukkan
peningkatan dari pertemuan sebelumnya dari 46 menjadi 48. Dari data grafik
dapat diketahui dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD terjadi perubahan
peningkatan
skor dalam 2 kategori yaitu skor tinggi (3) dan ragu-ragu (2).
Berdasarkan skor tersebut maka tingkat inklusivitas pembelajaran di kelas
menjadi lebih baik, dari rata-rata tanpakooperatif 69,8% meningkat menjadi
88,9%denganpembelajarankooperatif. Terjadi peningkatan sebesar 19,1 % .
3). Skor inklusivitas dari 18 indikator pada pertemuan 3
68
Grafik 4.7
Skor 18 Indikator Pada Pertemuan 3
Skor yang dipe
iperoleh dari 18 indikator pada pertemuan keti
etiga sama dengan
pertemuan kedua mencapai
m
48 atau 88,9% dari skor idea
eal 54. Hal ini
teridentifikasi dari duabelas
d
indikator yang mendapat skor tinggi
ti
yaitu (1)
perencanaan, (2) salin
ling komunikasi, (3) partisipasi, (4) pemahaman
an perbedaan, (7)
kerja sama, (9) sali
aling menghormati, (10) kegiatan kelompok
ok, (11) bantuan
pengajaran, (12) men
engambil bagian, (13) pengaturan kelas, (17)
7) pengembangan
sumber, (18) peman
anfaatan sumber-sumber. Sementara indikato
ator yang kadang
terlihat mendapat sko
kor ragu-ragu adalah indikator (5) aktivitas kelas
ke mengurangi
hambatan, (6) keterlib
rlibatan peserta didik, (8) proses penilaian, (14)
4) sumber-sumber
belajar,
(15) perbed
edaan sebagai sumber, (16) penggunaan sumber
sum
daya ahli.
Jumlah skor yang diperoleh
dip
sama dengan pertemuan sebelumny
nya, tetapi terjadi
pergeseran skor turun
run dan naik pada indikator 6 dan 8 yaitu kete
eterlibatan peserta
didik secara aktif dan
an proses penilaian. Dengan demikian pembela
elajaran kooperatif
STAD memberikan sumbangan
su
sebesar 10 poin. Berdasarkan sko
kor tersebut maka
dapat dilihat bahwa tingkat
ti
inklusivitas pembelajaran di kelas men
enjadi lebih baik,
dari
rata-rata
tanpakooperatif69,8%
meningka
kat
menjadi
69
88,9%denganpembela
elajarankooperatif.Terjadi peningkatan 19 % dari
d indeks ideal
54.
Untuk meliha
ihat inklusivitas dari ketiga pertemuan denga
nganditerapkannya
pembelajaran koopera
eratif tipe STAD dapat dilihat pada grafik di bawah
baw ini
indek inklusi
54
57
47
37
27
17
7
38
P1
37
P2
38
P3
38,7
R
skor
ideal
tiga pertemuam dengan pembelajaran kooperatif
if STAD
ST
Grafik4.8
Indek
eksInklusi DenganPembelajaran Kooperatif
tifSTAD
Dari grafik diatas
dia dapat diketahui rata-rata dari ketiga perte
rtemuan diperoleh
indeks 47,3 atau 87,6
7,6% dari indeks ideal 54. Berdasarkan data skor
sk yang dicapai
dari ketiga pertemuan
uan pembelajaran kooperatif terdapat selisih skor
sk sebesar 6,7.
Hal ini menunjukkan
an terjadi peningkatan skor yang signifikan dari
d 18 indikator
yaitu
kenampakkan
an
indikator
yang
semulatidaknampakme
menjadi
nampak
ataunampak namunn meragukansehingga indeks inklusi meenjadimeningkat.
Adapun indikator yang
yan sebelumnya tidak nampak meningkatt menjadi
m
nampak
namun meragukan adalah
ad
indikator 5, 17, 14 bahkan ada yang
ng nampak sekali
yaitu indikator 8,10,1
0,11. Hal ini membuktikan bahwa pembelaj
lajaran kooperatif
STAD dapat mening
ingkatkan inklusivitas pembelajaran kelas khususnya
k
mata
pelajara IPS. Sedang
ngkan indikator yang semula meragukan men
eningkat menjadi
77
stabil kenampakkannnya yaitu indikator 1,3,7,10,13. Hal ini dikarenakan
dik
unsur
yang terdapat dalam pembelajaran
p
kooperatif terdapat pula dalam
m indikator
i
indeks
inklusi.
c.
Perbandingan
InklusivitasKela
elasTanpadanDenganMenggunakanPembela
elajaran
indeks inklusi
Kooperatif Tipe
pe STAD
67
38 37 38
37,6
46 48 48
47,3
54
47
27
7
pertemuan pembelajaran tanpa dan dengan STAD
Grafik 4.9
IndeksInklus
lusiTanpadanDenganPembelajaran Kooperatif
tif STAD
Perbandingan
an
inklusivitas
tanpadanketikamenggunak
akanpembelajaran
kooperatif tipe STAD
AD dapat dilihat pada grafik 4.9. Seperti pada
da skor gabungan
ketiga pertemuan tanp
anpa pembelajaran kooperatif tipe STAD diper
eroleh indeks37,7
atau 69,8% dari skor
sko ideal 54 sedangkan skor gabungan ketiga
ke
pertemuan
denganpembelajarann kooperatif
k
tipe STAD yaitu 47,3 atau 87,6%
6% dari skor ideal
54. Maka terjadi peni
eningkatan indeks 9,6 poin atau 17,8 %. Hall ini
in membuktikan
bahwa penerapan pem
embelajaran kooperatif tipe STAD dapat menin
ningkatkan indeks
inklusi pembelajaran
an di kelas. Nilai-nilai inklusif yang terdapat
at dalam indikator
71
indeks inklusi menunjukkan kenampakkan skor yang signifikan yaitu terlaksana
sebesar 17,8 %.
2.Hasil
Belajar
PesertaDidikKeseluruhanTanpadanDenganMenggunakanPembelajaran
KooperatifTipeSTAD
Berikutadalahtabeldata
pe