PENGARUH MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH TERHADAP IKLIM SEKOLAH DAN DAMPAKNYA PADA KEEFEKTIFAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN : Survei pada Guru di Lingkungan SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 15

A. Manajemen Sumber Daya Manusia ... 15

1. Pengembangan Sumber Daya Manusia ... 21

2. Guru Profesional ... 24

B. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) ... 26

1. Pengertian PKB atau CPD ... 27

2. Pentingnya PKB bagi Guru ... 31

3. Tujuan PKB ... 33


(2)

5. Kegiatan-kegiatan PKB... 42

C. Manajemen Berbasis Sekolah ... 53

1. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah ... 54

2. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah ... 57

3. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah ... 59

4. Prinsip-prinsip Manajemen Berbasis Sekolah ... 63

5. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah ... 67

6. Pengambilan Keputusan Partisipatif dalam MBS... 76

7. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam MBS ... 79

8. Keterlibatan Guru dalam MBS ... 83

9. Keterlibatan Komite Sekolah dalam MBS ... 85

D. Iklim Sekolah ... 89

1. Pengertian Iklim Sekolah ... 89

2. Pentingnya Iklim Sekolah ... 92

3. Dimensi Pengukuran Iklim Sekolah ... 94

4. Jenis-jenis Iklim Sekolah ... 101

E. Beberapa Penelitian Terdahulu ... 112

F. Kerangka Pemikiran ... 123

G. Hipotesis Penelitian ... 128

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 130


(3)

B. Populasi dan Sampel ... 130

1. Populasi ... 130

2. Sampel ... 132

C. Definisi Operasional ... 137

1. Manajemen Berbasis Sekolah (X) ... 137

2. Iklim Sekolah (Y) ... 138

3. Keefektifan PKB (Z) ... 141

D. Uji Instrumen Penelitian ... 144

1. Uji Validitas ... 144

2. Uji Reliabilitas ... 151

E. Teknik Analisis Data ... 152

1. Deskripsi Variabel Penelitian ... 152

2. Analisis Faktor ... 153

3. Analisis Jalur ... 157

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 163

A. Hasil Penelitian ... 163

1. Deskripsi Karakteristik responden ... 163

2. Deskripsi Variabel Manajemen Berbasis Sekolah ... 169

3. Deskripsi Variabel Iklim Sekolah ... 170

4. Deskripsi Variabel Keefektifan PKB ... 173


(4)

6. Analisis Faktor Variabel Iklim Sekolah ... 179

7. Analisis Faktor Variabel Keefektifan PKB ...183

8. Menguji Asumsi Normalitas ... 188

9. Menguji Asumsi Linieritas ... 189

10. Menguji Asumsi Multikolinieritas ... 190

11. Menguji Asumsi Heteroskedastisitas ... 191

12. Tingkat Keeratan Hubungan Antar Variabel Penelitian ... 193

13. Analisis Jalur Model Hipotesis ... 194

B. Pembahasan ... 201

1. Manajemen Berbasis Sekolah SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya ... 201

2. Iklim Sekolah SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya ... 202

3. Keefektifan PKB Guru SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya 203

4. Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah terhadap Keefektifan PKB Guru ... 204

5. Pengaruh Iklim Sekolah terhadap Keefektifan PKB Guru ... 204

6. Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah dan Iklim Sekolah terhadap Keefektifan PKB Guru ... 205

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 211

A. Kesimpulan ... 211

B. Rekomendasi ... 212


(5)

LAMPIRAN

1. Total Initial Eigenvalues Variabel Manajemen Berbasis Sekolah ... 220

2. Component Matrix Variabel Manajemen Berbasis Sekolah ... 222

3. Total Initial Eigenvalues Variabel Iklim Sekolah ... 224

4. Component Matrix Variabel Iklim Sekolah ... 225

5. Total Initial Eigenvalues Variabel Keefektifan PKB ... 226

6. Component Matrix Variabel Keefektifan PKB ... 227

7. Instrumen Penelitian ... 228

8. Angka Kritik Nilai r ... 235

9. Daftar Riwayat Hidup ... 236 10. Surat-surat ...


(6)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Distribusi Nilai Rata-rata Ujian Nasional SD/MI Kota Surabaya ... 1

Tabel 2.1. Butir-butir Kuesioner OCDQ ... 98

Tabel 2.2. Konsep OCDQ-RE ... 100

Tabel 3.1. Sebaran Populasi Guru SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya 131

Tabel 3.2. Kecamatan yang Terpilih ... 134

Tabel 3.3. Jumlah Guru yang Tersampel di Kecamatan Terpilih ... 134

Tabel 3.4. Sekolah dan Jumlah Guru yang Diteliti ... 136

Tabel 3.5. Kisi-kisi Instrumen Manajemen Berbasis Sekolah (X) ... 138


(7)

Tabel 3.7. Kisi-kisi Instrumen Keefektifan PKB (Z) ... 143

Tabel 3.8. Hasil Uji Coba Validitas Variabel Manajemen Berbasis Sekolah (X) 146 Tabel 3.9. Hasil Uji Coba Validitas Variabel Iklim Sekolah (Y) ... 147

Tabel 3.10. Hasil Uji Coba Validitas Variabel Keefektifan PKB (Z) ... 148

Tabel 3.11. Hasil Uji Validitas Variabel Manajemen Berbasis Sekolah (X) ... 149

Tabel 3.12. Hasil Uji Validitas Variabel Iklim Sekolah (Y) ... 150

Tabel 3.13. Hasil Uji Validitas Variabel Keefektifan PKB (Z) ... 151

Tabel 3.14. Uji Reliabilitas Instrumen ... 152

Tabel 3.15. Kriteria Penafsiran Kondisi Variabel Penelitian ... 153

Tabel 3.16. Ukuran KMO ... 154

Tabel 3.17. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... 159

Tabel 4.1. Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 164

Tabel 4.2. Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ... 165

Tabel 4.3. Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Mengajar ... 166

Tabel 4.4. Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 167

Tabel 4.5. Deskripsi Variabel Manajemen Berbasis Sekolah (X) ... 169

Tabel 4.6. Deskripsi Variabel Iklim Sekolah (Y) ... 172

Tabel 4.7. Deskripsi Variabel Keefektifan PKB (Z) ... 174

Tabel 4.8. Uji Kecukupan Data Variabel Manajemen Berbasis Sekolah ...177

Tabel 4.9. Komunalitas Variabel Manajemen Berbasis Sekolah ... 177

Tabel 4.10. Uji Kecukupan Data Variabel Iklim Sekolah (a) ... 180


(8)

Tabel 4.12. Uji Kecukupan Data Variabel Iklim Sekolah (b) ... 181

Tabel 4.13. Komunalitas Variabel Iklim Sekolah (b) ... 182

Tabel 4.14. Uji Kecukupan Data Variabel Keefektifan PKB (a) ... 184

Tabel 4.15. Komunalitas Variabel Keefektifan PKB (a) ... 185

Tabel 4.16. Uji Kecukupan Data Variabel Keefektifan PKB (b) ... 185

Tabel 4.17. Komunalitas Variabel Keefektifan PKB (b) ... 186

Tabel 4.18. Tes Normalitas Variabel Penelitian ... 188

Tabel 4.19. Tes Anova untuk Uji Linieritas Manajemen Berbasis Sekolah dan Keefektifan PKB ... 189

Tabel 4.20. Tes Anova untuk Uji Linieritas Iklim Sekolah dan Keefektifan PKB 190 Tabel 4.21. VIF untuk Uji Multikolinieritas ... 191

Tabel 4.22. Nilai Korelasi antar Variabel Penelitian ... 194

Tabel 4.23. Anova untuk Model Sub Struktur – 1 ... 195

Tabel 4.24. Model Summary untuk Model Sub Struktur – 1 ... 196

Tabel 4.25. Koefisien untuk Model Sub Struktur – 1 ... 196

Tabel 4.26. Anova untuk Model Sub Struktur – 2 ... 198

Tabel 4.27. Model Summary untuk Model Sub Struktur – 2 ... 198

Tabel 4.28. Koefisien untuk Model Sub Struktur – 2 ... 199

Tabel 4.29. Besarnya Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Variabel Penelitian ... 201


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Paradigma Kerangka Pemikiran ... 127 Gambar 2.2. Paradigma Penelitian ... 128 Gambar 3.1. Desain Penelitian Analisis Jalur Mediasi ... 158


(10)

Gambar 4.1. Histogram Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 164

Gambar 4.2. Histogram Responden Berdasarkan Usia ... 165

Gambar 4.3. Histogram Responden Berdasarkan Lama Mengajar ... 167

Gambar 4.4. Histogram Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 168

Gambar 4.5. Histogram Dimensi Manajemen Berbasis Sekolah ... 170

Gambar 4.6. Histogram Dimensi Iklim Sekolah ... 171

Gambar 4.7. Histogram Dimensi Keefektifan PKB ... 175

Gambar 4.8. Faktor Konfirmatori Manajemen Berbasis Sekolah ... 179

Gambar 4.9. Faktor Konfirmatori Iklim Sekolah ... 183

Gambar 4.10. Faktor Konfirmatori Keefektifan PKB ... 187

Gambar 4.11. Scatter Plot Residual Model Regresi Manajemen Berbasis Sekolah terhadap Keefektifan PKB ... 192

Gambar 4.12. Scatter Plot Residual Model Regresi Iklim Sekolah terhadap Keefektifan PKB ... 193

Gambar 4.13. Diagram Sub Struktur – 1 ... 195


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan pembangunan khususnya pembangunan sumber daya manusia. Pendidikan merupakan proses pemberdayaan, yaitu proses untuk menggali potensi yang ada pada peserta didik sebagai individu, untuk selanjutnya berkontribusi kepada keluarga, masyarakat, bangsa dan akhirnya pada masyarakat global. Kualitas pendidikan dapat dilihat salah satunya melalui hasil (output) yang berupa kelulusan dan nilai yang diperoleh.

Kualitas pendidikan sekolah dasar di Jawa Timur dapat dilihat dari kelulusan dan nilai Ujian Nasional (UN) Sekolah Dasar (SD). Ujian Nasional SD di Jawa Timur tahun 2011 diikuti 614.638 peserta didik dari 25.679 sekolah dasar atau bentuk lain yang sederajat, dengan kelulusan 100 persen. Berikut adalah gambaran distribusi nilai rata-rata UN SD/MI tahun 2009/2010 dan tahun 2010/2011.

Tabel 1.1. Distribusi Nilai Rata-rata Ujian Nasional SD/MI Kota Surabaya Skala nilai Tahun 2009/2010 Tahun 2010/2011

9,1 – 9,99 70.000 122.191

8,1 – 9,0 190.000 211.525

7 – 8 160.000 144.237

6 – 7 180.000 75.382


(12)

Secara keseluruhan, distribusi nilai rata-rata UN SD/MI di Jawa Timur tahun 2011 mengalami peningkatan. Persentase rata-rata terbesar nilai UN SD ada di kisaran nilai 8,01 hingga 9,00 yakni sebanyak 211.525 atau 35,35 persen dari seluruh peserta didik yang mengikuti UN. Peserta didik yang mencapai rata-rata 9,1 – 9,99 meningkat sebanyak 52.000, sedangkan peserta didik yang memperoleh rata-rata 6 – 7 berkurang, semula 180.000 menjadi 75.382, ada penurunan cukup siknifikan sebesar 104.618.

Sayangnya, peningkatan mutu pendidikan sekolah dasar di Jawa Timur ini tidak diikuti peningkatan mutu lulusan sekolah dasar di Kota Surabaya yang merupakan ibu kota provinsi Jawa Timur. Kota Surabaya terpuruk di peringkat 17 untuk jumlah nilai hasil Ujian Nasional (UN) tingkat SD tahun pelajaran 2010/2011. Bahkan, sejak tahun pelajaran 2007/2008 peringkat Kota Surabaya untuk rata-rata UN SD se-Jawa Timur tidak pernah masuk dalam 10 terbaik. Tahun 2007/2008, rata-rata UN SD/MI Kota Surabaya berada di peringkat 11 (rayon 51) dan 14 (rayon 01), sedangkan tahun 2008/2009 di peringkat 14 (rayon 06) dan 16 (rayon 01), selanjutnya tahun 2010/2011 peringkatnya makin menurun yaitu di posisi 17.

Guru adalah salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh John Hattie (2003) menunjukkan bahwa prestasi siswa dipengaruhi oleh siswa itu sendiri, lingkungan rumah, lingkungan sekolah, kepala sekolah, teman sebaya dan guru. Diantara sumber varian tersebut, siswa menyumbangkan 50% dan guru 30% penyebab perbedaan pada prestasi siswa. Kemampuan siswa berpengaruh pada prestasi siswa adalah hal yang wajar.


(13)

Hal yang lebih penting adalah apa yang sekolah dapat lakukan untuk meningkatkan prestasi siswa dan guru adalah jawabannya. Jika ingin membuat perubahan yang berarti dalam bidang pendidikan, maka fokus utama harus pada kualitas gurunya.

Merujuk kepada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 2 ayat 1 tertulis bahwa guru merupakan tenaga profesional. Selanjutnya dijelaskan pada pasal 4 bahwa kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Konsekuensi dari pasal tersebut adalah guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (pasal 8). Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program diploma empat (pasal 9). Adapun kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (pasal 10).

Guru profesional sangat dibutuhkan untuk meningkatan mutu pendidikan. Nasanius (Hasan, 2003) mengatakan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum, tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Surya (Kusnandar, 2010:48) berpendapat bahwa profesionalisme memberikan kemungkinan perbaikan dan pengembangan diri yang memungkinkan guru dapat memberikan layanan sebaik mungkin dan


(14)

memaksimalkan kompetensinya. Menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan (Kusnandar, 2010:40-41) apa pun kurikulum dan sistem pendidikan yang ada, tanpa didukung oleh mutu guru yang memenuhi syarat, maka semuanya akan sia-sia.

Seorang guru yang profesional menurut Sidi (Kusnandar, 2010:50) dituntut dengan persyaratan minimal, antara lain: memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya, dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus-menerus (continuous improvement) melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar dan semacamnya. Pada prinsipnya, guru profesional adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain : ahli di bidang teori dan praktik keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajar (menyampaikannya). Dengan kata lain, guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus-menerus (continuous

improvement).

Sebagai tenaga profesional, guru dituntut memvalidasi ilmunya, baik melalui belajar sendiri maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah atau masyarakat. Guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, kemampuan dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas


(15)

profesinya. Tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya, karena substansi kajian dan konteks pembelajaran selalu berkembang dan berubah menurut dimensi ruang dan waktu.

Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar menurut Bafadal (2009:42-43) dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang. Pertama, ditinjau dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media baru dalam pembelajaran telah berhasil dikembangkan. Demikian pula halnya dengan pengembangan materi dalam rangka pencapaian target kurikulum harus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh sebab itu, peningkatan kemampuan profesional guru sekolah dasar perlu dilakukan secara terus menerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan. Kedua, ditinjau dari keselamatan kerja. Banyak aktivitas pembelajaran di sekolah dasar yang jika tidak dirancang dan dilaksanakan secara profesional akan memungkinkan terjadinya kecelakaan. Aktivitas pembelajaran yang beresiko tersebut banyak ditemukan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Pembinaan profesional guru perlu dilakukan berkelanjutan untuk mengurangi terjadinya berbagai kecelakaan dan menjamin keselamatan kerja.

Selain itu, pembinaan guru dilakukan dalam kerangka pembinaan profesi dan karier. Berdasarkan permennegpan nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, Guru wajib mengikuti Pengembangan


(16)

Keprofesian Berkelanjutan (PKB) setiap tahun. Selanjutnya, PKB diakui sebagai salah satu unsur utama selain kegiatan pembelajaran/ pembimbingan dan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang diberikan angka kredit untuk pengembangan karir guru khususnya dalam kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru. Harapannya melalui kegiatan PKB akan terwujud guru yang profesional yang bukan hanya sekedar memiliki ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah, tetapi tidak kalah pentingnya juga memiliki kepribadian yang matang, kuat dan seimbang. Dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah serta kepemilikan kepribadian yang prima, maka diharapkan guru terampil membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penyajian layanan pendidikan yang bermutu.

Kenyataan di lapangan yang tampak adalah kegiatan pengembangan keprofesian guru yang tersedia saat ini kurang memadai. Setiap tahun, sekolah, pemerintah daerah dan pemerintah pusat menghabiskan dana untuk seminar

in-service dan bentuk-bentuk kegiatan pengembangan keprofesian lainnya yang

terfragmentasi, intelektual yang dangkal dan tidak memperhitungkan tentang bagaimana guru belajar (Borko, 2004:4). Selanjutnya Me Rae et al. (Yates, 2007: 214) mengatakan bahwa partisipasi guru mengikuti pengembangan keprofesian ditemukan sangat tidak rata dengan beberapa kesenjangan atau ketidakberlanjutan. Beberapa kegiatan pengembangan keprofesian tidak diorganisir dengan profesional, sehingga tingkat partisipasi guru bervariasi antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain bahkan di kalangan guru dalam sekolah yang sama.


(17)

Sebagian besar guru terlibat dalam potongan-potongan kecil kegiatan pengembangan keprofesian yang bervariasi dan terkadang tidak logis.

Desimone et al. (Borko, 2004:4) mengemukakan bahwa pengembangan profesional dapat membawa peningkatan pada praktik dan pengembangan peserta didik, jika dimulai dengan mempelajari apa dan bagaimana guru belajar dari kegiatan pengembangan keprofesian mereka atau dari perubahan guru setelah mengikuti kegiatan pengembangan keprofesian yang berakibat pada peserta didik. Sementara Borko, Wilson dan Berne (Yates, 2007:214) menyatakan bahwa sangat sedikit yang diketahui tentang apa dan bagaimana guru belajar dari kegiatan pengembangan keprofesiannya.

Pandangan Burchell et al. (Powell et al., 2003:390) tentang studi pengembangan keprofesian guru yaitu “teachers’experiences and perceptions of

impact of Continuing Professional Development (CPD) constitute an important part of an evaluative process of their continuing professional studies”, menunjukkan bahwa pengalaman guru dan persepsi guru terhadap dampak dari CPD atau PKB merupakan bagian penting dari proses evaluasi studi keprofesian berkelanjutan guru itu sendiri. Kemudian, Harland et al. (Powell et al., 2003:391) menyimpulkan bahwa hasil (outcome) dari CPD antara lain: dampak pada praktik, motivasi dan sikap, dan pengetahuan dan keterampilan. Dampak dari CPD tidak hanya dapat diukur dengan data pencapaian peserta didik, tetapi dapat juga diukur dengan penilaian guru atau persepsi guru terhadap wawasan dan refleksi diri mereka sendiri mengenai kepribadian, kebutuhan akademik dan profesional, dan pengembangan (Powell et al., 2003:399).


(18)

Pandangan Burchell tersebut mendorong peneliti untuk menggali bagaimana persepsi guru SD Kota Surabaya tentang PKB/CPD yang telah diikuti atau dijalani selama ini. Dampak PKB/CPD dalam penelitian ini adalah perubahan yang dirasakan oleh guru setelah mengikuti atau menjalani aktivitas –aktivitas PKB/CPD. Indikator dampak PKB/CPD yang akan dijaring merujuk pada karakteristik CPD efektif untuk guru yang ditetapkan oleh The Centre for

Educational Research and Innovation (CERI, 1998) dalam Yates (2007:214),

yaitu:

1. Experiential, engaging teachers in concrete tasks that elucidate learning and development

2. Participant driven. Grounded in inquiry, reflection and experimentation 3. Collaborative, interactional, involving sharing knowledge

4. Connected to and derived from teachers’work with students

5. Supported by modelling, coaching and collective problem solving around specific problems of practice

6. Connected to and integrated with comprehensive school change 7. Sustained, ongoing and intensive

Dalam realitasnya, semangat dan kesadaran untuk menumbuhkembangkan diri (kepribadian) dan keprofesian itu tidak selalu terjadi dengan sendirinya (secara intrinsik), melainkan harus diciptakan iklim yang mendorong dan memaksa pengembangan suatu profesi itu dari lingkungannya (secara ekstrinsik). Menurut Reichers dan Schneider (Milner dan Khoza, 2008:158) iklim didefinisikan secara luas sebagai persepsi bersama tentang cara-cara atau segala


(19)

sesuatu di sekitar kita. Persepsi yang lebih khusus, iklim terdiri dari kebijakan organisasi, praktik dan prosedur, baik formal dan informal. Selanjutnya Milner dan Khoza (2008:158) berpendapat bahwa iklim organisasi mempunyai peran fungsional dalam membentuk dan mengarahkan perilaku individu dalam organisasi. Kontruk iklim telah diterapkan pada berbagai konteks organisasi, termasuk iklim pelayanan, iklim kesehatan dan dalam konteks pendidikan disebut dengan iklim sekolah.

Iklim sekolah merupakan kekhasan yang dimiliki sekolah yang membedakan satu sekolah dari sekolah lainnya. Iklim sekolah muncul karena adanya hubungan antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan peserta didik, atau hubungan antar peserta didik. Iklim sekolah menurut pendapat Sergio dan Startt (Hadiyanto, 2004:153) adalah karakteristik yang ada yang menggambarkan ciri-ciri psikologis dari suatu sekolah tertentu, yang membedakan sekolah dari sekolah yang lain, mempengaruhi tingkah laku guru dan peserta didik dan merupakan perasaan psikologis yang dimiliki guru dan peserta didik di sekolah tertentu. Merujuk pada pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa iklim sekolah sangat berperan dalam membentuk dan mengarahkan perilaku individu dalam organisasi, dalam hal ini kepala sekolah, guru, staf administrasi dan peserta didik dalam sekolah.

Selain dipengaruhi oleh iklim sekolah, pengembangan keprofesian guru juga dipengaruhi oleh manajemen sekolah. Peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu guru di sekolah hanya akan terjadi secara efektif bilamana dikelola melalui manajemen yang tepat. Peningkatan mutu pendidikan di sekolah


(20)

akan terjadi bilamana ada kemauan dan prakarsa dari bawah, yaitu kepala sekolah, guru, orang tua peserta didik dan komite sekolah untuk bekerja keras berupaya mengembangkan program-program peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Model manajemen yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah oleh sekolah sendiri untuk mengelola sumber daya dan sumber dana sesuai dengan prioritas kebutuhan sekolah dikenal dengan manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari school based management.

Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memberi peluang pada guru dan kepala sekolah mengelola sekolah menjadi lebih efektif. Karena rasa memiliki semakin tinggi menimbulkan sikap pemanfaatan yang lebih baik terhadap sumber daya yang ada untuk mengoptimalkan proses layanan belajar, hasil belajar dan pengelolaan sekolah yang mempunyai kendali akuntabilitas terhadap lingkungan sekolah (Sagala, 2011:84). Tujuan MBS menurut Sagala (2011:84) untuk mewujudkan tata kerja yang lebih baik dalam empat hal, yaitu: (1) meningkatnya efisiensi penggunaan sumber daya dan penugasan staf; (2) meningkatnya profesionalisme guru dan tenaga kependidikan di sekolah; (3) munculnya gagasan-gagasan baru dalam implementasi kurikulum, penggunaan teknologi pembelajaran, dan pemanfaatan sumber-sumber belajar; dan (4) meningkatnya otonomi sekolah ditandai dengan mutu partisipasi masyarakat dan stakeholders mempunyai keterlibatan yang tinggi.

MBS menekankan keterlibatan maksimal berbagai pihak. Keleluasaan dalam mengelola sumber daya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi, mendorong profesionalisme kepala sekolah dalam peranannya


(21)

sebagai manajer maupun pemimpin sekolah. Kesempatan bagi sekolah untuk menyusun kurikulum, mendorong guru untuk berinovasi dengan melakukan eksperimentasi-eksperimentasi di lingkungan sekolahnya. Sangat jelas, MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah melalui penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap sekolah terhadap kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah.

Mutu lulusan sekolah dasar Kota Surabya menggambarkan mutu pendidikan dasar Kota Surabaya yang dilaporkan melalui nilai rata-rata UN SD/MI sangat memprihatinkan, karena sejak tahun 2008/2009 tidak pernah masuk dalam peringkat sepuluh terbaik di Provinsi Jawa Timur. Kota Surabaya sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur, jika ditinjau dari segi sarana dan prasarana sangatlah memadai. Demikian juga dalam pembinaan dan pelatihan guru sekolah dasar, Pemerintah Kota Surabaya telah menambah anggaran untuk pelatihan dan peningkatan kompetensi juga menyediakan beragam beasiswa S-1 dan S-2 untuk guru yang semuanya dibiayai melalui APBD. Bermula dari masalah tersebut dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hattie bahwa untuk meningkatkan mutu peserta didik maka mutu guru harus ditingkatkan. Selanjutnya, pandangan Burchell bahwa pengalaman guru dan persepsi guru terhadap dampak dari CPD atau PKB merupakan bagian penting dari proses evaluasi studi keprofesian berkelanjutan guru itu sendiri, menarik minat peneliti untuk melakukan studi tentang “Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah terhadap


(22)

Iklim Sekolah dan Dampaknya pada Keefektifan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Penelitian tentang “Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah terhadap Iklim Sekolah dan Dampaknya pada Keefektifan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya” mempunyai rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah gambaran mengenai implementasi manajemen berbasis sekolah SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya?

2. Bagaimanakah gambaran iklim sekolah SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya?

3. Bagaimanakah gambaran keefektifan PKB guru SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya?

4. Seberapa besar pengaruh manajemen berbasis sekolah terhadap keefektifan PKB Guru SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya?

5. Seberapa besar pengaruh iklim sekolah terhadap keefektifan PKB Guru SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya?

6. Seberapa besar pengaruh manajemen berbasis sekolah dan iklim sekolah terhadap keefektifan PKB Guru SD Negeri di Kota Surabaya?


(23)

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis informasi tentang keefektifan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Guru SD Negeri terakreditasi A yang ada di Kota Surabaya melalui variabel terikat yaitu persepsi guru SD terhadap keefektifan PKB yang telah dijalani selama ini. Selanjutnya, korelasi manajemen berbasis sekolah dan iklim sekolah sebagai variabel bebas terhadap keefektifan PKB.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memperoleh informasi tentang :

1. Mendeskripsikan implementasi manajemen berbasis sekolah SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya.

2. Mendeskripsikan iklim sekolah SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya. 3. Mendeskripsikan keefektifan PKB guru SD Negeri terakreditasi A di Kota

Surabaya.

4. Mendeskripsikan besaran pengaruh manajemen berbasis sekolah terhadap keefektifan PKB Guru SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya.

5. Mendeskripsikan besaran pengaruh iklim sekolah terhadap keefektifan PKB Guru SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya.

6. Mendeskripsikan besaran-besaran pengaruh manajemen berbasis sekolah dan iklim sekolah terhadap keefektifan PKB Guru SD Negeri di Kota Surabaya.


(24)

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan untuk melakukan pengembangan tentang keprofesian berkelanjutan bagi guru sekolah dasar. Hal lain yang dapat digali dari penelitian ini adalah kemungkinan munculnya pengembangan konsep-konsep yang berkenaan dengan pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru, sehingga dapat meningkatkan mutu guru yang akhirnya mengarah kepada peningkatan mutu peserta didik. 2. Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat sebagai evaluasi bagi guru

untuk mengembangkan keprofesiannya, dan bagi sekolah untuk mengembangkan dan mendukung program-program keprofesian yang sangat diperlukan guru-guru di sekolahnya dalam rangka meningkatkan mutu sekolah dan lulusan. Hasil penelitian ini juga sebagai masukan bagi instansi yang berwenang dalam mengembangkan keprofesian guru untuk merencanakan dan menentukan program-program pengembangan keprofesian berkelanjutan yang efektif.


(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian survei yang dimaksud adalah bersifat menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis. Seperti dikemukakan Masri Singarimbun (2003:21) penelitian survei dapat digunakan untuk maksud (1) penjajagan (eksploratif); (2) deskriptif; (3) penjelasan (eksplanatory atau confirmatory), yakni menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis; (4) evaluasi; (5) prediksi atau meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang; (6) penelitian operasional; dan (7) pengembangan indikator-indikator sosial. Studi yang dikembangkan dalam penelitian ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi lapangan.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah guru SD Negeri terakreditasi A yang ada di Kota Surabaya. Jumlah total populasi sebanyak 2.555 guru dari 144 SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya. SD Negeri terakreditasi A dipilih oleh peneliti dengan pertimbangan bahwa sekolah yang terakreditasi A memiliki menejemen yang lebih baik dari


(26)

kategori yang lain, yang memungkinkan terjadinya hubungan kausal yang akan diteliti. Populasi ini tersebar di 31 kecamatan. Secara lengkap populasi penelitian ini disajikan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Sebaran Populasi Guru SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya

NO Wilayah/Kecamatan Jumlah

Sekolah Guru

1 Tegalsari 10 127

2 Simokerto 8 118

3 Genteng 2 46

4 Bubutan 4 59

5 Gubeng 3 87

6 Gunung Anyar 1 34

7 Sukolilo 7 109

8 Tambaksari 9 156

9 Mulyorejo 4 57

10 Rungkut 6 108

11 Tenggilis Mejoyo 6 88

12 Benowo 3 77

13 Pakal 3 43

14 Asem Rowo 2 56

15 Sukomanunggal 1 16

16 Tandes 9 176

17 Sambikerep 4 62

18 Lakarsantri 3 49

19 Bulak 4 78

20 Kenjeran 6 91

21 Semampir 3 53

22 Pabean Cantikan 4 67

23 Krembangan 4 85

24 Wonokromo 3 44

25 Wonocolo 7 131

26 Wiyung 3 62

27 Karang Pilang 4 62

28 Jambangan 4 95

29 Gayungan 3 38

30 Dukuh Pakis 4 49


(27)

Jumlah Total 144 2555

Sumber : SIM NUPTK 2011

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi. Sampel adalah kumpulan dari unit sampling. Unit sampling ini dapat berupa unit elementer atau kelompok dari unit elementer. Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan menggunakan rumus dari Cochran. Rumus Cochran dalam menentukan besarnya sampel tidak hanya mempertimbangkan tingkat kepercayaan (alpha), tetapi juga memasukkan karakteristik yang terdapat pada populasi. Cara pengambilan sampel dengan rumus Cochran tersebut mengurangi kesalahan dalam menentukan besarnya sampel.

Rumus Cochran yang digunakan untuk menghitung besarnya sampel dinyatakan sebagi berikut:

n =

2 . . 2 1+ 1 2. .2 − 1

(Cochran, 1991:85)

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal N = ukuran populasi

t = tingkat kepercayaan (digunakan 0,90 sehingga nilai t = 1,64) d = taraf kekeliruan (digunakan 0,10)

p = proporsi guru yang menyatakan persetujuannya terhadap keefektifan PKB q = 1 – p


(28)

1 = bilangan konstanta Diketahui :

p = 0,5 (digunakan 0,5 karena tidak ada informasi dari penelitian sebelumnya) q = 1 – p = 1 – 0,5 = 0,5

n =

1,96 2.0,5.(0,5) (0,10 )2 1+ 1

2.555

1,96 2.0,5.(0,5) (0,10 )2 − 1 = 92,04

= 93 pembulatan

Proses pengambilan sampel dalam penelitian ini, dilakukan menggunakan

Two Stage Cluster Sampling. Teknik ini digunakan mengingat luasnya lokasi

dimana populasi penelitian berada, keterbatasan biaya, tenaga, dan waktu. Two

stage cluster sampling, menurut pendapat Sugiyono (2009), bahwa teknik ini menggunakan dua tahap pengambilan sampel. Tahap pertama menentukan sampel daerah dan tahap kedua menentukan orang-orang yang ada pada daerah tersebut. a. Sampling tahap pertama

Populasi dibagi dulu atas kelompok berdasarkan area atau cluster. Populasi dari cluster merupakan subpopulasi dari total populasi. Sampling tahap pertama ini, memilih primary sampling unit (PSU) dari total PSU. Kota Surabaya dibagi atas beberapa kecamatan yang merupakan cluster stage 1. Karena Kota Surabaya memiliki 31 kecamatan, maka Kota Surabaya dibagi atas 31 kelompok atau


(29)

di Kota Surabaya, sehingga ada 31 PSU. Dari 31 PSU diambil sampel yang besarnya ditentukan dengan rumus:

1 = (Nasir,2005:314)

Keterangan:

f1 : fraction sample tahap pertama

n : besarnya sampel N: besarnya PSU

Besarnya sampel tahap pertama dapat dihitung sebagai berikut. Diketahui:

f1 = 20%

N = 31 (kecamatan) Maka,

n = 0,20 X 31 = 6,2 dengan pembulatan perhitungan diperoleh hasil 6.

Dengan demikian jumlah PSU yang terpilih ada 6 kecamatan. Pemilihan PSU dilakukan secara random.

Tabel 3.2. Kecamatan yang Terpilih

NO Kecamatan Jumlah

SDN Guru

1 Tambaksari 9 156

2 Simokerto 8 118

3 Kenjeran 5 72

4 Mulyorejo 5 65

5 Gayungan 3 38

6 Jambangan 4 95


(30)

b. Sampling tahap kedua

Tabel 3.3. Jumlah Guru yang Tersampel di Kecamatan Terpilih

NO Kecamatan

Jumlah

Guru Sampel

Proporsional

Pembulatan

1 Tambaksari 156 26,7 27

2 Simokerto 118 20,2 21

3 Kenjeran 72 12,3 13

4 Mulyorejo 65 11,1 12

5 Gayungan 38 6,5 7

6 Jambangan 95 16,2 17

Jumlah 544 97

Sampling tahap kedua ini, memilih unit elementer dari unit elementer yang ada dalam PSU yang terpilih pada sampling tahap pertama. Unit elementer dalam penelitian ini adalah sekolah dan dari sampling tahap pertama diperoleh 34 sekolah dan 544 guru. Karena pertimbangan masih besarnya jumlah guru yang tersampel, maka dilakukan pengambilan sampel tahap kedua. Jumlah guru sebagai sampel penelitian ditentukan sesuai dengan rumus Cochran diatas yaitu 93, selanjutnya, secara proporsional ditentukan jumlah guru per kecamatan yang terpilih. Akibat pembulatan pada perhitungan, akhirnya diperoleh jumlah guru yang akan diteliti 97 orang. Kemudian, penentuan guru yang tersampel di tiap sekolah dilakukan secara random. Jumlah guru yang tersampel di tiap kecamatan disajikan dalam tabel 3.3. di atas. Sedangkan sekolah dan jumlah guru yang menjadi sampel penelitian disajikan dalam tabel 3.4. berikut.


(31)

Tabel 3.4. Sekolah dan Jumlah Guru yang Diteliti

Kecamatan Sekolah Jumlah

Guru

Tambaksari 1. SDN Gading I 6

2. SDN Gading III 2

3. SDN Rangkah IV 3

4. SDN Rangkah VII 4

5. SDN Ploso V 2

6. SDN Pacar Keling I 2

7. SDN Pacar Keling VIII 3

8. SDN Pacar Kembang III 3

9. SDN Tambaksari IV 2

Simokerto 10. SDN Simokerto I 6

11. SDN Simokerto V 3

12. SDN Simokerto VI 2

13. SDN Simokerto VII 3

14. SDN Simokerto VIII 2

15. SDN Kapasan III 1

16. SDN Kapasan IV 2

17. SDN Kapasan V 2

Kenjeran 18. SDN Tanah Kalikedinding I 3

19. SDN Tanah Kalikedinding II 2

20. SDN Tanah Kalikedinding V 3

21. SDN Tanah Kalikedinding VII 3


(32)

Mulyorejo 23. SDN Kalisari I 2

24. SDN Kalisari II 2

25. SDN Kejawan Putih II 2

26. SDN Sutorejo II 3

27. SDN Manyar Sabrangan II 3

Gayungan 28. SDN Gayungan II 2

29. SDN Gayungan III 2

30. SDN Ketintang II 3

Jambangan 31. SDN Karah I 6

32. SDN Kebonsari II 4

33. SDN Kebonsari III 3

34. SDN Pagesangan 4

Jumlah 97

C. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel bertujuan untuk menjelaskan makna variabel yang sedang diteliti. Singarimbun (2003:46-47) memberikan pengertian tentang definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang dapat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama. Dari informasi ilmiah tersebut akan diketahui bagaimana cara pengukuran variabel tersebut. Oleh karena itu, definisi operasional harus terukur dan spesifik serta dapat dipahami oleh orang lain. Definisi operasional variabel pada penelitian ini sebagai berikut.


(33)

Definisi operasional teori manajemen berbasis sekolah didasarkan pada teori yang dikembangkan oleh Rodriguez dan Slate (2001); Lam (2004); Swanepoel (2008) dan Sagala (2011). Variabel manajemen berbasis sekolah dalam penelitian ini adalah persepsi guru terhadap serangkaian proses kegiatan pengambilan keputusan partisipatif, yang mencakup kepemimpinan kepala sekolah, keterlibatan guru dan keterlibatan komite sekolah. Selanjutnya, ketiga dimensi tersebut dikembangkan menjadi 12 indikator penelitian yang dioperasionalkan menjadi 43 item kuesioner penelitian yang disusun dengan format Skala Likert, dengan kisaran 1 – 4 dengan alternatif jawaban 1=jarang terjadi, 2= kadang-kadang, 3= sering terjadi, dan 4= selalu terjadi.

Tabel 3.5. Kisi-kisi Instrumen Manajemen Berbasis Sekolah (X)

Dimensi Indikator Item

1. Kepemimpinan Kepala Sekolah (Principal

leadership)

1. Perspective (Perspektif)

2. Managerial skills (Keterampilan manajemen)

3. Interpersonal skills (Kemampuan

interpersonal)

4. Influence (Mempengaruhi)

3 7 3 3 2. Keterlibatan Guru

(Teacher involvement)

5. Colaboration (Kerjasama)

6. Human reation (Hubungan interpersonal)

7. Teacher Support (Dukungan pada guru)

8. Classroom activities (Kegiatan kelas)

2 2 4 3 3. Keterlibatan Komite

Sekolah (School

Committee involvement)

9. Advisory Agency (Pemberi pertimbangan

/nasihat)

10. Supporting Agency (Pendukung)

11. Controlling Agency (Pengontrol)

12. Mediating Agency (Penghubung)

4 4 5 3


(34)

2. Iklim Sekolah (Y)

Definisi operasional teori iklim organisasi didasarkan pada teori yang dikembangkan oleh Halpin dan Croft (Wirawan, 2008:175). Variabel iklim sekolah dalam penelitian ini adalah persepsi guru menyangkut berbagai hal yang ada di sekolah, misalnya kebijakan sekolah, praktik dan prosedur pengelolaan sekolah, hubungan yang timbul antara kepala sekolah dengan guru, dan hubungan guru dengan guru. Selanjutnya variabel iklim sekolah ini dijabarkan menjadi delapan dimensi iklim yang dikelompokkan menjadi perilaku guru dan perilaku kepala sekolah. Perilaku guru merupakan pola perilaku guru ketika melaksanakan tugasnya di sekolah, yaitu: (a) tidak terkait (disengagement); (b) gangguan (hindrance); (c) semangat (esprit); (d) keintiman (intimacy). Perilaku kepala sekolah merupakan pola perilaku kepala sekolah ketika memimpin sekolahnya, yaitu: (e) jaga jarak (aloofness); (f) penekanan produksi (production emphasis); (g) pendorong (thrust); (h) bijaksana (consideration). Kemudian, kedelapan dimensi tersebut dikembangkan menjadi 34 indikator penelitian yang dioperasionalkan menjadi 34 item kuesioner penelitian yang disusun dengan format Skala Likert, dengan kisaran 1 – 4 dengan alternatif jawaban 1=jarang terjadi, 2= kadang-kadang, 3= sering terjadi, dan 4= selalu terjadi.

Tabel 3.6. Kisi-kisi Instrumen Iklim Sekolah (Y)

Aspek Dimensi Indikator Item

Perilaku Guru

1.Tidak terkait (Disengagement)

1. Perilaku guru di sekolah ini kurang menyenangkan.

2. Para guru berupaya mendapatkan perhatian khusus dari kepala

1 1


(35)

3. Para guru dapat menginterupsi guru lainnya yang sedang berbicara dalam suatu rapat. 4. Para guru di sekolah ini berdiri

sendiri-sendiri.

1

1

2.Gangguan (Hindrance)

5. Kewajiban-kewajiban rutin mengganggu pekerjaan guru dalam mengajar.

6. Pekerjaan administrasi di sekolah ini membebani para guru.

7. Guru-guru merasa kekurangan waktu untuk mempersiapkan laporan administrasi 1 1 1 3.Semangat (Esprit)

8. Kepedulian para guru tinggi. 9. Guru di sekolah ini menunjukkan

semangat yang tinggi.

10. Layanan keamanan tersedia, jika diperlukan.

11. Tersedianya perlengkapan mengajar secara lengkap

1 1 1 1

Lanjutan Tabel 3.6. Kisi-kisi Instrumen Iklim Sekolah (Y)

Aspek Dimensi Indikator Item

Perilaku Guru

4.Keintiman (Intimacy)

12. Guru di sekolah ini akrab dan saling bersahabat.

13. Guru mengundang guru lainnya untuk bersilaturahmi ke rumah masing-masing.

14. Guru mengetahui latar belakang keluarga guru lainnya.

15. Guru bekerja bersama-sama mempersiapkan laporan

1 1

1 1


(36)

Perilaku kepala sekolah

5.Jaga jarak (Aloofness)

16. Rapat guru dijadwalkan

berdasarkan agenda yang ketat. 17. Kepala sekolah melaksanakan rapat

guru seperti suatu konferensi bisnis. 18. Guru makan siang sendiri-sendiri di

kelasnya.

19. Guru dikontak oleh kepala sekolah setiap hari.

1 1 1 1

6.Penekanan produksi (Production

Emphasis)

20. Kepala sekolah membuat

keputusan mengenai semua jadwal kelas.

21. Kepala sekolah mengecek kemampuan mata kuliah guru. 22. Kepala sekolah mengoreksi

kesalahan guru.

23. Kepala sekolah memastikan bahwa guru bekerja dalam kapasitas penuh.

24. Kepala sekolah banyak bicara.

1

1 1 1

1


(37)

Aspek Dimensi Indikator Item Perilaku Kepala Sekolah 7.Pendorong (Thrust)

25. Kepala sekolah membantu guru dengan caranya sendiri.

26. Kepala sekolah memberi contoh dengan bekerja keras.

27. Kepala sekolah mengemukakan alasannya secara jelas ketika mengkritik guru.

28. Kepala sekolah memerhatikan kesejahteraan pribadi setiap guru. 29. Kepala sekolah mengemukakan ide

baru yang didapatkannya kepada para guru.

30. Kepala sekolah mudah dipahami.

1 1 1 1 1 1 8.Bijaksana/ Consideration

31. Kepala sekolah membantu guru dalam menyelesaikan problem pribadi.

32. Kepala sekolah melakukan pertolongan pribadi kepada guru. 33. Kepala sekolah berada di sekolah

sesudah jam sekolah untuk membantu guru menyelesaikan pekerjaan mereka.

34. Kepala sekolah membantu staf sekolah menyelesaikan perbedaan kecil.

1

1 1

1

3. Keefektifan PKB (Z)

Definisi operasional keefektifan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) didasarkan pada teori yang dikembangkan oleh Powel et al (2003:399) dan Yates (2007:214). Persepsi guru tentang keefektifan PKB adalah perubahan yang dirasakan oleh guru setelah mengikuti atau menjalani aktivitas-aktivitas PKB. Sedangkan, PKB yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh pengalaman pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang direncanakan yang dimaksudkan secara


(38)

langsung maupun tidak langsung memberi manfaat pada individu (guru), kelompok, sekolah dan berkontribusi pada kualitas pembelajaran di ruang kelas. Selanjutnya variabel keefektifan PKB ini dijabarkan menjadi tujuh dimensi, yaitu (1) pengalaman, keterlibatan guru dalam tugas-tugas konkrit yang menjelaskan pembelajaran dan pengembangan; (2) dorongan berpartisipasi, berdasarkan pemeriksaan, refleksi dan eksperimen; (3) adanya kolaborasi dan interaksi termasuk berbagi pengetahuan; (4) adanya hubungan antara tugas/kerja guru dengan peserta didik; (5) didukung dengan pemodelan/peragaan, pembinaan dan praktik pemecahan masalah tertentu; (6) adanya hubungan dan keterpaduan dengan perubahan sekolah secara menyeluruh dan (7) berkelanjutan, terus-menerus dan intensif. Selanjutnya, ketujuh dimensi tersebut dikembangkan menjadi 25 indikator penelitian yang dioperasionalkan menjadi 25 item kuesioner penelitian yang disusun dengan format Skala Likert, dengan kisaran 1 – 4 dengan alternatif jawaban 1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= setuju, dan 4= sangat setuju.


(39)

Tabel 3.7. Kisi-kisi Instrumen Keefektifan PKB (Z)

Dimensi Indikator Item

1. Pengalaman, keterlibatan guru dalam tugas-tugas konkrit yang menjelaskan pembelajaran dan

pengembangan

1. PKB meningkatkan pengetahuan keprofesionalan guru.

2. PKB akan meningkatkan kesempatan belajar peserta didik di kelas.

3. PKB mendorong guru untuk mengevaluasi pada aspek-aspek mengajarnya.

4. PKB meningkatkan ilmu guru terhadap apa yang guru lakukan di kelas.

5. PKB memperbaharui antusias guru untuk mengajar. 1 1 1 1 1 2. Adanya partisipasi,

berdasarkan pemeriksaan, refleksi dan eksperimen

6. PKB memberikan guru beberapa ide-ide yang sangat berguna tentang bagaimana

meningkatkan hasil peserta didik.

7. Pengetahuan yang guru peroleh dari PKB akan meningkatkan keterampilan guru mengajar.

8. Guru belajar ide-ide baru yang berbeda dari PKB.

9. Guru menemukan dan mencoba hal-hal baru dalam proses mengajar yang guru lakukan. 10. PKB memberikan guru kesempatan untuk

fokus pada peningkatan hasil belajar peserta didik. 1 1 1 1 1 3. Adanya kolaborasi dan

interaksi termasuk berbagi pengetahuan

11. Guru-guru di sekolah membagi ide-ide, pengetahuan dan keterampilan dari hasil mengikuti PKB.

12. PKB mendorong guru untuk membagi apa yang mereka telah pelajari kepada rekan-rekan mereka.

13. Adanya dukungan yang cukup pada guru-guru di sekolah untuk membagi informasi yang diperoleh dari mengikuti PKB.

1

1

1

4. Adanya hubungan antara tugas/kerja guru dengan peserta didik

14. Informasi yang disampaikan dalam PKB secara langsung sesuai dengan proses belajar mengajar di sekolah.

15. Informasi yang disampaikan dalam PKB

1


(40)

secara langsung dapat diaplikasikan pada tugas guru di sekolah.

16. Guru berpendapat bahwa ide-ide yang disampaikan dalam PKB mudah untuk diterapkan dalam praktik.

17. Guru merencanakan untuk menggunakan pengetahuan yang diperolehnya dari PKB dalam proses belajar mengajar dengan peserta didik

1

1

Lanjutan Tabel 3.7. Kisi-kisi Instrumen Keefektifan PKB (Z)

Dimensi Indikator Item

5. Didukung dengan

pemodelan/peragaan, pembinaan dan praktik pemecahan masalah tertentu

18. Guru telah menyebarkan hasil dari PKB melalui pelatihan/pembinaan. 19. Guru telah menyebarkan hasil dari

PKB melalui praktik pemodelan.

1 1

6. Adanya hubungan dan

keterpaduan dengan perubahan sekolah secara menyeluruh

20. Kepala sekolah menyadari dan mendukung keterlibatan guru dalam PKB.

21. Guru memberikan banyak ide di pertemuan sekolah.

22. Pertemuan sekolah adalah salah satu forum bagi guru untuk

menginformasikan hasil PKB guru.

1

1 1

7. Berkelanjutan, terus-menerus dan intensif

23. PKB adalah bagian dari rencana pengembangan sekolah.

24. Kepala sekolah tidak melihat ada pertentangan antara kebutuhan PKB guru dan prioritas sekolah. 25. Sebagian dana untuk PKB berasal

dari sekolah.

1 1

1

D. Uji Instrumen Penelitian

Uji instrumen pada penelitian ini dilakukan dengan menyebarkan angket penelitian kepada responden yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden penelitian. Angket penelitian disebarkan kepada 30 orang Guru SD


(41)

Negeri terakreditasi A di Kota Bandung. Kegiatan ini penting dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas instrumen penelitian.

1. Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur (Singarimbun dan Effendi, 2003, 122). Validitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan dan kesahihan suatu alat ukur. Berikut ini adalah cara menguji validitas alat pengukur.

a. Langkah pertama, mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur. Langkah pertama dalam penelitian ini telah dilakukan pada pokok bahasan tentang Definisi Operasional.

b. Langkah kedua, melakukan uji coba skala pengukur tersebut pada 30 responden. Jumlah minimal 30 orang ini dimaksudkan untuk memperoleh distribusi skor (nilai) yang lebih mendekati kurva normal. Asumsi kurva normal ini sangat diperlukan dalam perhitungan statistik.

c. Langkah ketiga, menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan rumus teknik korelasi product

moment, yang rumusnya seperti berikut :

= � − � 2 2 2 2

Keterangan :

ri = r-hitung, korelasi pertanyaan ke-i dengan skor total Xi = skor pertanyaan ke-i


(42)

Y = skor total

Secara statistik, korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik (r-tabel). Tabel angka kritik dapat dilihat pada lampiran. Cara melihat angka kritik untuk jumlah responden 30 adalah dengan melihat baris N-2 pada kolom Derajat Kebebasan (df), yaitu 30 – 2 = 28. Untuk taraf signifikan 5% angka kritik adalah 0,361. Selanjutnya hasil korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total (ri) dibandingkan dengan angka kritik 0,361. Bila hasil korelasi ri lebih besar dari angka kritik, maka pertanyaan dinyatakan valid. Tetapi bila hasil korelasi ri lebih kecil dari angka kritik, maka pertanyaan dinyatakan tidak valid. Apabila dalam perhitungan ditemukan pernyataan yang tidak valid, kemungkinan pernyataan tersebut kurang baik susunan kata-kata atau kalimatnya, pernyataan ini dapat diperbaiki atau dihilangkan.

a. Uji Coba Validitas Instrumen

Hasil uji coba instrumen untuk melihat tingkat validitas angket penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.8. Hasil Uji Coba Validitas Variabel Manajemen Berbasis Sekolah (X) No.

Item

r-hitung r-tabel Keterangan No item

r-hitung r-tabel Keterangan

1 0,629 0,361 Valid 23 0,627 0,361 Valid

2 0,867 0,361 Valid 24 0,794 0,361 Valid

3 0,808 0,361 Valid 25 0,650 0,361 Valid

4 0,837 0,361 Valid 26 0,382 0,361 Valid

5 0,842 0,361 Valid 27 0,163 0,361 Tidak Valid

6 0,844 0,361 Valid 28 0,752 0,361 Valid

7 0,816 0,361 Valid 29 0,608 0,361 Valid


(43)

10 0,840 0,361 Valid 32 0,553 0,361 Valid

11 0,823 0,361 Valid 33 0,404 0,361 Valid

12 0,818 0,361 Valid 34 0,421 0,361 Valid

13 0,773 0,361 Valid 35 0,454 0,361 Valid

14 0,702 0,361 Valid 36 0,789 0,361 Valid

15 0,232 0,361 Tidak Valid 37 0,772 0,361 Valid

16 0,661 0,361 Valid 38 0,607 0,361 Valid

17 0,312 0,361 Tidak Valid 39 0,631 0,361 Valid

18 0,825 0,361 Valid 40 0,621 0,361 Valid

19 0,520 0,361 Valid 41 0,339 0,361 Tidak Valid

20 0,285 0,361 Tidak Valid 42 0,620 0,361 Valid

21 0,347 0,361 Tidak Valid 43 0,316 0,361 Tidak Valid

22 0,372 0,361 Valid

Hasil pengujian validitas instrumen variabel manajemen berbasis sekolah, yang terdiri dari 43 item pertanyaan, terdapat 36 item pertanyaan yang dinyatakan valid, dan tujuh item pertanyaan yang tidak valid. Pertanyaan yang tidak valid adalah item nomor 15, 17, 20, 21, 27, 42, dan 43. Selanjutnya, pertanyaan yang tidak valid diperbaiki susunan kata-katanya untuk digunakan dalam penelitian sebenarnya.

Tabel 3.9. Hasil Uji Coba Validitas Variabel Iklim Sekolah (Y) No.

item

r-hitung r-tabel Keterangan No item

r-hitung r-tabel Keterangan

1 -0,081 0,361 Tidak Valid 18 0,385 0,361 Valid

2 -0,017 0,361 Tidak Valid 19 0,661 0,361 Valid

3 0,216 0,361 Tidak Valid 20 0,396 0,361 Valid

4 -0,365 0,361 Tidak Valid 21 0,795 0,361 Valid

5 -0,175 0,361 Tidak Valid 22 0,476 0,361 Valid

6 0,314 0,361 Tidak Valid 23 0,507 0,361 Valid

7 0,389 0,361 Valid 24 0,444 0,361 Valid

8 0,423 0,361 Valid 25 0,630 0,361 Valid

9 0,692 0,361 Valid 26 0,607 0,361 Valid

10 0,405 0,361 Valid 27 0,600 0,361 Valid


(44)

12 0,422 0,361 Valid 29 0,605 0,361 Valid

13 0,703 0,361 Valid 30 0,598 0,361 Valid

14 0,800 0,361 Valid 31 0,661 0,361 Valid

15 0,390 0,361 Valid 32 0,564 0,361 Valid

16 0,449 0,361 Valid 33 0,504 0,361 Valid

17 0,384 0,361 Valid 34 0,774 0,361 Valid

Hasil pengujian validitas instrumen variabel iklim sekolah, yang terdiri dari 34 item pertanyaan, terdapat 28 item pertanyaan yang dinyatakan valid, dan 6 item pertanyaan yang tidak valid. Selanjutnya, pertanyaan yang tidak valid diperbaiki susunan kata-katanya untuk digunakan dalam penelitian sebenarnya.

Tabel 3.10. Hasil Uji Coba Validitas Variabel Keefektifan PKB (Z) No.

Item

r-hitung r-tabel Keterangan No item

r-hitung r-tabel Keterangan

1 0,544 0,361 Valid 14 0,728 0,361 Valid

2 0,827 0,361 Valid 15 0,863 0,361 Valid

3 0,703 0,361 Valid 16 0,704 0,361 Valid

4 0,787 0,361 Valid 17 0,714 0,361 Valid

5 0,780 0,361 Valid 18 0,444 0,361 Valid

6 0,893 0,361 Valid 19 0,605 0,361 Valid

7 0,709 0,361 Valid 20 0,555 0,361 Valid

8 0,647 0,361 Valid 21 0,707 0,361 Valid

9 0,718 0,361 Valid 22 0,700 0,361 Valid

10 0,772 0,361 Valid 23 0,178 0,361 Tidak Valid

11 0,646 0,361 Valid 24 0,218 0,361 Tidak Valid

12 0,766 0,361 Valid 25 0,342 0,361 Tidak Valid

13 0,783 0,361 Valid

Hasil pengujian validitas variabel keefektifan PKB, yang terdiri dari 25 item pertanyaan, terdapat 22 item pertanyaan yang dinyatakan valid, dan tiga item


(45)

pertanyaan yang tidak valid. Selanjutnya, pertanyaan yang tidak valid diperbaiki susunan kata-katanya untuk digunakan dalam penelitian sebenarnya.

b. Uji Validitas Instrumen

Angket penelitian yang telah dilakukan uji coba dan diperbaiki, kemudian disebarkan kepada responden. Respoden penelitian ini adalah 97 Guru SD Negeri terakreditasi A di Kota Surabaya. Hasil uji validitas angket penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.11. Hasil Uji Validitas Variabel Manajemen Berbasis Sekolah (X) No.

item

r-hitung r-tabel Keterangan No item

r-hitung r-tabel Keterangan

1 0,563 0,2 Valid 23 0,697 0,2 Valid

2 0,557 0,2 Valid 24 0,553 0,2 Valid

3 0,498 0,2 Valid 25 0,489 0,2 Valid

4 0,687 0,2 Valid 26 0,770 0,2 Valid

5 0,514 0,2 Valid 27 0,605 0,2 Valid

6 0,626 0,2 Valid 28 0,686 0,2 Valid

7 0,613 0,2 Valid 29 0,529 0,2 Valid

8 0,621 0,2 Valid 30 0,583 0,2 Valid

9 0,640 0,2 Valid 31 0,652 0,2 Valid

10 0,620 0,2 Valid 32 0,629 0,2 Valid

11 0,676 0,2 Valid 33 0,676 0,2 Valid

12 0,706 0,2 Valid 34 0,610 0,2 Valid

13 0,739 0,2 Valid 35 0,573 0,2 Valid

14 0,665 0,2 Valid 36 0,589 0,2 Valid


(46)

17 0,597 0,2 Valid 39 0,671 0,2 Valid

18 0,757 0,2 Valid 40 0,533 0,2 Valid

19 0,678 0,2 Valid 41 0,498 0,2 Valid

20 0,662 0,2 Valid 42 0,583 0,2 Valid

21 0,631 0,2 Valid 43 0,683 0,2 Valid

22 0,695 0,2 Valid

Hasil perhitungan uji validitas untuk pertanyaan yang mengukur variabel manajemen berbasis sekolah menunjukkan bahwa r-hitung > r-tabel. Nilai r-tabel untuk taraf signifikan 5% dengan derajat kebebasan 97 – 2 = 95 adalah 0,2. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua pertanyaan yang mengukur variabel manajemen berbasis sekolah memenuhi syarat validitas.

Tabel 3.12. Hasil Uji Validitas Variabel Iklim Sekolah (Y) No.

Item

r-hitung r-tabel Keterangan No item

r-hitung r-tabel Keterangan

1 -0,089 0,2 Tidak Valid 18 0,112 0,2 Tidak Valid

2 0,139 0,2 Tidak Valid 19 0,240 0,2 Valid

3 0,116 0,2 Tidak Valid 20 0,322 0,2 Valid

4 0,117 0,2 Tidak Valid 21 0,565 0,2 Valid

5 0,183 0,2 Tidak Valid 22 0,523 0,2 Valid

6 0,009 0,2 Tidak Valid 23 0,541 0,2 Valid

7 -0,030 0,2 Tidak Valid 24 0,142 0,2 Tidak Valid

8 0,349 0,2 Valid 25 0,394 0,2 Valid

9 0,353 0,2 Valid 26 0,517 0,2 Valid

10 0,131 0,2 Tidak Valid 27 0,598 0,2 Valid

11 0,370 0,2 Valid 28 0,340 0,2 Valid

12 0,336 0,2 Valid 29 0,519 0,2 Valid


(47)

15 0,488 0,2 Valid 32 0,632 0,2 Valid

16 0,541 0,2 Valid 33 0,575 0,2 Valid

17 0,411 0,2 Valid 34 0,613 0,2 Valid

Hasil perhitungan uji validitas untuk pertanyaan yang mengukur variabel iklim sekolah menunjukkan bahwa terdapat 24 pertanyaan yang valid dan 10 pertanyaan yang tidak valid. Item-item yang tidak valid tidak digunakan dalam analisis selanjutnya, karena tidak memenuhi syarat validitas.

Tabel 3.13. Hasil Uji Validitas Variabel Keefektifan PKB (Z) No.

Item

r-hitung r-tabel Keterangan No item

r-hitung r-tabel Keterangan

1 0,605 0,2 Valid 14 0,730 0,2 Valid

2 0,791 0,2 Valid 15 0,714 0,2 Valid

3 0,745 0,2 Valid 16 0,670 0,2 Valid

4 0,647 0,2 Valid 17 0,501 0,2 Valid

5 0,724 0,2 Valid 18 0,246 0,2 Valid

6 0,660 0,2 Valid 19 0,559 0,2 Valid

7 0,678 0,2 Valid 20 0,655 0,2 Valid

8 0,530 0,2 Valid 21 0,503 0,2 Valid

9 0,669 0,2 Valid 22 0,636 0,2 Valid


(48)

12 0,657 0,2 Valid 25 0,559 0,2 Valid

13 0,746 0,2 Valid

Hasil perhitungan uji validitas menunjukkan bahwa semua pertanyaan yang mengukur variabel keefektifan PKB/CPD memenuhi syarat validitas. Sehingga semua pertanyaan dapat dianalisis ke tahap selanjutanya.

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama (Sugiono, 2010:173). Reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama. Pengujian reliabilitas instrumen pada penelitian ini digunakan rumus Alpha (Wulandari, 2010) sebagai berikut:

11 = −1 1− �2

�2

Keterangan:

11 = reliabilitas instrumen

K = banyaknya butir soal

�2= jumlah varians butir �2 = varians total

Kriteria pengujian reliabilitas angket adalah jika 11< rt maka instrumen tidak reliabel.

a. Uji Reliabilitas Instrumen

Hasil perhitungan reliabilitas statistik menggunakan program SPSS 20 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Reliabilitas ketiga variabel dalam penelitian ini


(49)

adalah lebih besar dari 0,80. Hal ini menunjukkan bahwa konsistensi instrumen dalam mengukur ketiga variabel sangat tinggi.

Tabel 3.14. Uji Realiabilitas Instrumen

Variabel Cronbach’s

Alpha

Jumlah Item Manajemen Berbasis

Sekolah (X) Iklim Sekolah (Y) Keefektifan PKB (Z)

0,961 0,858 0,936

43 24 25

E. Teknik Analisis Data

1. Deskripsi Variabel Penelitian

Penjelasan secara deskripsi dilakukan untuk mengetahui frekuensi skor setiap alternatif jawaban yang dipilih responden pada setiap pertanyaan. Selanjutnya, menghitung rata-rata skor setiap butir pertanyaan dengan metode

Weighted Means Scored (WMS). Rumus yang digunakan adalah

= , dimana nilai rata-rata skor, adalah jumlah jawaban yang diberi bobot, dan n menunjukkan jumlah responden.

Hasil perhitungan WMS kemudian dikonsultasikan dengan tolak ukur yang disusun berdasarkan skala instrumen dengan rumus:

= � � − � �


(50)

= interval skor jawaban responden = jumlah item pertanyaan

� = kemungkinan skor jawaban (probabilitas)

T = skor jawaban tertinggi R = skor jawaban terendah K = jumlah interval kelas

Tabel 3.15. Kriteria Penafsiran Kondisi Variabel Penelitian Rata-rata

Skor

Penafsiran Variabel X

Penafsiran Variabel Y

Penafsiran Variabel Z 3,251 – 4,000 Sangat Baik Selalu

Terjadi

Sangat Meningkat 2,502 – 3,250 Baik Sering

Terjadi

Meningkat 1,751 – 2,501 Kurang

Baik

Jarang Terjadi

Kurang Meningkat 1,000 – 1,750 Tidak Baik Tidak Terjadi Tidak

Meningkat

2. Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan cara untuk mencari atau mendapatkan sejumlah variabel indikator yang mampu memaksimumkan korelasi antara variabel indikator. Ada dua jenis analisis faktor yaitu analisis faktor eksploratori dan analisis faktor konfirmatori. Pada penelitian ini, digunakan analisis faktor konfirmatori, yaitu analisis untuk mencari sejumlah variabel indikator yang membentuk variabel yang tidak terukur langsung didasarkan pada landasan teori yang ada (Widarjono, 2010:275).


(51)

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam analisis faktor adalah menganalisis apakah data yang ada cukup memenuhi syarat di dalam analisis faktor. Adapun beberapa ukuran yang bisa digunakan untuk syarat kecukupan data sebagai berikut (Widarjono, 2010:241).

(1) Kaiser-Meyer Olkin (KMO)

Metode KMO ini mengukur kecukupan sampling secara menyeluruh dan mengukur kecukupan sampling untuk setiap indikator. Metode ini mengukur homogenitas indikator. Metode ini tidak memerlukan uji statistik, tetapi ada petunjuk yang bisa digunakan untuk melihat homogenitas indikator seperti yang disarankan oleh Kaiser sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 3.16. Ukuran KMO

Ukuran KMO Rekomendasi

0,90 Sangat Baik (Marvelous)

0,80 – 0,89 Berguna (Meritorius)

0,70 – 0,79 Biasa (Middling)

0,60 – 0,69 Cukup (Mediocre)

0,50 – 0,59 Buruk (Miserable)

0,50 Tidak diterima (Unacceptable)

Adapun formula untuk menghitung KMO sebagai berikut KMO =

2 =

2+ 2

Keterangan :


(52)

= adalah koefisien korelasi parsial (2) Bartlett’s test of sphericity

Uji Bartlett ini merupakan uji statistik untuk signifikansi menyeluruh dari semua korelasi di dalam matriks korelasi. Uji Bartlett ini digunakan untuk menguji apakah matriks korelasi adalah matriks identitas, jika matriks korelasi adalah matriks indentitas (I) maka analisis faktor tidak tepat. Adapun uji hipotesisnya sebagai berikut.

Ho = Tidak ada korelasi antara variabel Ha = Ada korelasi antara variabel

Hipotesis bahwa matriks korelasi tidak berkorelasi antar variabelnya gagal ditolak jika tingkat signifikan lebih besar 0,05. Akibatnya, penggunaan model analisis faktor perlu dipertimbangkan kembali.

b. Menentukan Jumlah Faktor Umum dan Indikator

Langkah selanjutnya ekstraksi faktor, yaitu menentukan jumlah faktor yang diperlukan untuk menginterpretasikan data. Ekstraksi faktor adalah suatu metode yang digunakan untuk mereduksi data dari beberapa indikator untuk menghasilkan faktor yang lebih sedikit yang mampu menjelaskan korelasi antara indikator yang diobservasi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan jumlah faktor sebagai berikut.

(1) Melihat indikator-indikator mana yang layak untuk analisis faktor, yaitu dengan memeriksa komunalitas (communality). Komunalitas adalah bagian varians yang dapat dijelaskan oleh faktor umum atau faktor yang terbentuk.


(53)

Prosedurnya jika nilai komunalitas 0,5 maka indikator tersebut layak untuk digunakan untuk analisis faktor (Widarjono, 2010:245).

(2) Menentukan jumlah fator umum yang dapat menjelaskan indikator dengan baik. Prosedurnya dengan memeriksa eigenvalue (akar karakteristik) yang terdapat pada tabel Total Variance Explained pada output program SPSS.

Eigenvalue menunjukkan besarnya total varians yang dijelaskan oleh faktor

yang terbentuk. Bila total initial eigenvalues 1, maka faktor tersebut dapat menjelaskan indikator dengan baik sehingga perlu disertakan dalam pembentukan indikator. Sebaliknya bila total initial eigenvalues < 1, faktor tersebut tidak dapat menjelaskan indikator dengan baik sehingga tidak diikutkan dalam pembentukan indikator (Widarjono, 2010:250).

(3) Menentukan indikator-indikator manakah yang masuk ke dalam faktor-faktor umum. Prosedurnya dengan memeriksa factor loading pada

component matrix. Factor loading menunjukkan korelasi antara suatu

indikator dengan faktor yang terbentuk. Component matrix menyediakan informasi indikator mana yang masuk pada tiap-tiap faktor. Pemilihan indikator yang masuk pada suatu faktor ditentukan oleh factor loading yang terbesar.

(4) Menentukan satu faktor konfirmatori dan memberi nama atau identitas sesuai dengan karakteristik masing-masing indikator yang membentuk faktor.


(54)

3. Analisis Jalur

Analisis jalur adalah sebuah metode untuk mempelajari efek langsung (direct effect) maupun efek tidak langsung (indirect effect) dari variabel. Dengan demikian analisis jalur ini bukan merupakan metode untuk menentukan hubungan penyebab satu variabel terhadap variabel lain, tetapi hanya menguji hubungan teoritis antar variabel. Selain itu, semua variabel di dalam analisis jalur baik dependen (terikat) maupun independen (bebas) merupakan variabel yang bisa diukur langsung (observable). Sedangkan bila variabel di dalam analisis jalur merupakan variabel yang tidak bisa diukur langsung (unobservable) maka disebut dengan model persamaan struktural (Structural Equation Modeling = SEM) (Widarjono, 2010:264).

Ada beberapa tahap yang harus dilalui di dalam analisis jalur. Pertama, membuat spesifikasi model analisis jalur. Kedua, melakukan estimasi untuk mendapatkan koefisien analisis jalur. Ketiga, melakukan uji signifikansi analisis jalur.

a. Model Persamaan struktural

Model hipotesis analisis jalur dalam penelitian ini adalah manajemen berbasis sekolah mempengaruhi atau berkontribusi secara langsung dan tidak langsung melalui iklim sekolah terhadap keefektifan PKB. Variabel bebas (eksogen) dalam penelitian adalah variabel laten manajemen berbasis sekolah (X) dan variabel laten iklim sekolah (Y). Variabel laten manajemen berbasis sekolah merupakan variabel yang dibentukan dari hubungan antar indikator manajemen


(55)

berbasis sekolah yang diestimasi. Sedangkan variabel laten iklim sekolah merupakan variabel yang dibentuk dari hubungan antar indikator iklim sekolah yang diestimasi. Variabel terikat (endogen) dalam penelitian ini adalah variabel laten keefektifan PKB (Z). Variabel laten keefektifan PKB merupakan variabel yang dibentuk dari hubungan antar indikator keefektifan PKB yang diestimasi. Pengaruh langsung variabel bebas terhadap variabel terikat dilambangkan dengan

�, sedangkan � (variabel epsilon atau residu) menunjukkan variabel atau faktor residual yang fungsinya menjelaskan pengaruh variabel lain yang telah teridentifikasi oleh teori, tetapi tidak diteliti atau variabel lainnya yang belum teridentifikasi oleh teori, atau muncul sebagai akibat dari kekeliruan pengukuran variabel (Riduwan dan Kuncoro, 2011:7). Secara jelas model hipotesis analisis jalur mediasi (Widarjono, 2010:268) dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

GAMBAR

Gambar 3.1. Desain Penelitian Analisis Jalur Mediasi (Widarjono, 2010:268) Persamaan struktural untuk diagram jalur di atas, yaitu:

= � + �1

= � + � + �2 X

Z

Y

� �2


(56)

Keterangan:

X = nilai-nilai variabel manajemen berbasis sekolah Y = nilai-nilai variabel iklim sekolah

Z = nilai-nilai variabel keefektifan PKB

� = koefisien jalur.

� = variabel epsilon/residu

b. Estimasi Koefisien Analisis Jalur (1) Menghitung Korelasi antar Variabel

Perhitungan korelasi menggunakan rumus Korelasi Product Moment (r). Korelasi ini digunakan untuk mengetahui derajat atau keeratan hubungan antara variabel endogen dan variabel eksogen. Nilai r tidak lebih dari harga (-1 r +1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

= � −

[� 2−( )2][� 2 − 2]

Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan tabel interpretasi nilai r sebagai berikut:

Tabel 3.17. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,80 – 1,000 Sangat Kuat 0,60 – 0,799 Kuat


(57)

0,20 – 0,399 Rendah

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

(2) Menghitung Besarnya Kontribusi Variabel Eksogen terhadap Variabel Endogen

Perhitungan untuk menentukan kontribusi variabel eksogen terhadap variabel endogen dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan regresi berdasarkan analisis jalur sesuai dengan kerangka penelitian yang ditetapkan. Analisis jalur merupakan pengembangan dari analisis regresi. Analisis jalur digunakan untuk melukiskan dan menguji model hubungan antar variabel yang berbentuk sebab akibat. Melalui analisis jalur ini akan dapat ditemukan jalur mana yang paling tepat dan singkat suatu variabel independen menuju variabel dependen yang terakhir.

Hubungan antar variabel dalam analisis jalur ada 2 yaitu :

(a) Kontribusi atau pengaruh langsung biasanya digambarkan panah satu arah dari satu variabel ke variabel lainnya.

(b) Kontribusi atau pengaruh tidak langsung digambarkan dengan panah satu arah pada satu variabel pada variabel lain, kemudian dari variabel lain panah satu arah ke variabel berikutnya.

Ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan dalam menggunakan analisis jalur yaitu :

(a) Hubungan antar variabel harus linier dan aditif


(1)

Eny Harijany, 2012

Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Iklim Sekolah Dan Dampaknya Pada Keefektifan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

: Survei pada Guru di Lingkungan SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. dan Jabar, C.S.A. (2010). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Baedhowi. (2010). Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidik dalam Upaya Mewujudkan Sumber Daya Manusia Pendidikan yang Unggul dan Mandiri. [Online]. Tersedia:http://www.ispi.or.id/2010/05/07/pendidikan-guru-masa-depan-yang-bermakna-bagi-peningkatan-mutu-pendidikan . [2 Maret 2012] Bafadal, I. (2009). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar. Jakarta: PT.

Bumi Aksara.

Bafadal, I. (2009). Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Baker, S. dan Smith, S. (1999). Starting off on The Right Foot: The Influence of Four Principles of Professional Development in Improving Literacy Instruction in Two Kindergarten Programs. Learning Disabilities Research and Practice. 14 (4). 239 – 253.

Borko, H. (2004). “Professional Development and Teacher Learning: Maping The

Terrain”. Educational Researcher. 33, (8), 3 – 15.

Briggs, K.L. dan Wohlstetter, P. (2003). “Key Elements of A Successful School

-Based Management Strategy”. School Effectiveness and School

Improvement. 14, (3), 351-372.

Burchell, H., Dyson, J. and Rees, M. (2002). “Making A Difference: A Study of The Impact of Continuing Professional Development on Professional

Practice”. Journal of In-Service Education. 28, (2), 219 – 229.

Craft, A. (2000). Continuing Professional Development. London: Routledge Falmer.

Danim, S. (2007). Visi Baru Manajemen Sekolah. Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Danim, S.H. (2010). Profesionalisme dan Etika Profesi Guru. Bandung: CV. Alfabeta.

Darmawan, C. (2010). Kebijakan Pendidikan : Catatan Kritis Sebuah Bunga Rampai. Bandung: Pustaka Aulia Press.


(2)

Eny Harijany, 2012

Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Iklim Sekolah Dan Dampaknya Pada Keefektifan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

: Survei pada Guru di Lingkungan SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Davies, R. And Preston, M. (2002). “An Evaluation of the Impact of Continuing

Professional Development on Personal and Professional Lives”. Journal of

In-Service Education. 28, (2), 231 – 254.

Day, C. And Sachs, J. (2004). “International Handbook on the Continuing Professional Development of Teachers. Open University Press McGraw-Hill Education.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Undang-undang Guru dan Dosen. Jakarta: Depdiknas.

Glover, D. And Coleman, M. (2005). “School Culture, Climate and Ethos:

Interchangeable or Distinctive Concepts?”. Journal of In-Service Education.

31, (2), 251 – 271.

Gudono. (2011). Analisis Data Multivariat. Yogyakarta: BPFE – Yogyakarta. Gunbayi, I. (2007). “School Climate and Teachers’ Perception on Climate

Factors: Research into Nine Urban High Schools”. The Turkish Online

Journal of Educational Technology. 6, (3), 70 – 87.

Hamalik, O. (2009). Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hasan, A. M. (2003). Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan.

[Online].

Tersedia: http//www.pendidikan network.com [30 Januari 2012]

Hattie, J. (2003). “Teachers Make a Difference What is The Research Evidence?” Makalah pada University of Auckland, Australian Council for Education Research.

Heyward, M., Cannon, R.A., dan Sarjono (2011). Implementing School-Based Management in Indonesia. RTI International.

Jogiyanto. (2011). Konsep dan Aplikasi Structural Equation Model Berbasis Varian dalam Penelitian Bisnis. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Kelchtermans, G. (2004). “CPD for Professional Renewal: Moving Beyong


(3)

Eny Harijany, 2012

Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Iklim Sekolah Dan Dampaknya Pada Keefektifan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

: Survei pada Guru di Lingkungan SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Professional Development of Teachers. Open University Press McGraw-Hill Education.

Kunandar.(2010). Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Lam, Y.K. (2004). “Teachers’ Perception of Leadership in School-Based

Management (SBM) School: A Case Study”. The University of Hong Kong.

Hong Kong License.

Mangkunegara, A.P. (2009). Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Refika Aditama.

Marshall, M.L. (2002). “Examining School Climate: Defining Factors and

Educational Influences”. Center for Research on School Safety, School

Climate and Classroom Management.

Menpan (2009). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Jakarta

Milner, K. and Khoza, H. (2008). “A Comparison of Teacher Stress and School

Climate Across Schools with Different Matric Success Rates”. South

African Journal of Education. 28, 155 – 173.

Minarti, S. (2011). Manajemen Sekolah. Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.

Muijs et al. (2004). “Evaluating CPD: An Overview”, dalam International Handbook on the Continuing Professional Development of Teachers. Open University Press McGraw-Hill Education.

Mulyasa, E. (2009). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2011). Manajemen Berbasis Sekolah. Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Narimawati, U. Dan Sarwono, J (2007). Structural Equation Model dalam Riset Ekonomi: Menggunakan LISREL. Yogyakarta: Gava Media.

Nurkolis, M.M. (2006). Manajemen Berbasis Sekolah. Teori, Model, dan Aplikasi. Jakarta: PT. Grasindo.


(4)

Eny Harijany, 2012

Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Iklim Sekolah Dan Dampaknya Pada Keefektifan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

: Survei pada Guru di Lingkungan SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Powell et al. (2003). “Teachers’ Perceptions of The Impact of CPD: An

Institutional Case Study”. Journal of In-Service Education. 29, (3), 389

404.

Pretorius, S. and Villiers, E. (2009). “Educators’ Perceptions of School Climate

and Health in Selected Primary Schools”. South African Journal of

Education. 29, 33 – 52.

Riduwan dan Kuncoro, E.A. (2008). Cara Menggunakan dan Memaknai Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: Alfabeta.

Riduwan. (2010). Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Rizali, A., Sidi, I.D. dan Dharma, S. (2009). Dari Guru Konvensional Menuju Guru Profesional. Jakarta: PT. Grasindo.

Rodriguez, T.A. dan Slate, J.R. (2001). “Principals’ and Teachers’ Views of Site

-Based Management in Texas”. Paper Presented at The Annual Meeting of

The University Council for Educational Administration. Cincinnati, OH. Sagala, S. (2009). Memahami Organisasi Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta. Sagala, S. (2011). Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.

Bandung: CV. Alfabeta.

Saondi, O. dan Suherman, A. (2010). Etika Profesi Keguruan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Sastradipoera, K. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Suatu Pendekatan Fungsi Operatif. Bandung: Kappa – Sigma.

Saud, U.S. (2009). Pengembangan Profesi Guru. Bandung: CV. Alfabeta.

Saudagar, F. dan Idrus, A. (2009). Pengembangan Profesionalitas Guru. Jakarta: Gaung Persada.

Scales, P. et al. (2011). Continuing Professional Development in the Lifelong Learning Sector. England: Mc Graw Hill Open University Press.

Schermerhor, J.R. (2003). Manajemen. Buku I. Edisi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sedarmayanti. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung: PT. Refika Aditama.


(5)

Eny Harijany, 2012

Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Iklim Sekolah Dan Dampaknya Pada Keefektifan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

: Survei pada Guru di Lingkungan SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Singarimbun, M. Dan Effendi, S. (2003). Metode Penelitian Survai. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Soetopo, H. (2011). Perilaku Organisasi. Teori dan Praktik di Bidang

Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Sujanto, B. (2007). Guru Indonesia dan Perubahan Kurikulum. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Sujanto, B. (2007). Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Suparlan. (2008). Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat.

Surya, H.M., Hasim, A. Dan Suwarno, R.B. (2010). Landasan Pendidikan: Menjadi Guru Yang Baik. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suryosubroto, B. (2004). Manajemen Pendidikan di Sekolah. Bandung: PT. Refika Aditama.

Swanepoel, C. (2008). “The Perceptions of Teachers and School Principals of

Each Other’s Disposition Towards Teacher Involvement in school Reform”. South African Journal of Education. 28, 39-51.

Syafaruddin. (2008). Efektivitas Kebijakan Pendidikan. Konsep, Strategi, dan Aplikasi Kebijakan Menuju Organisasi Sekolah Efektif. Jakarta: Rineka Cipta.

The Advisory Committee on Teacher Education and Qualifications (ACTEQ). (2003). “Towards a Learning Profession: The Teacher Competencies

Framework and the Continuing Professional Development of Teachers”.

Umiarso dan Gojali, I. (2011). Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD.

Usman, M.U. (2009). Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Widarjono, A. (2010). Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.


(6)

Eny Harijany, 2012

Pengaruh Manajemen Berbasis Sekolah Terhadap Iklim Sekolah Dan Dampaknya Pada Keefektifan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan

: Survei pada Guru di Lingkungan SD Negeri Terakreditasi A di Kota Surabaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Wirawan. (2008). Budaya dan Iklim Organisasi. Teori Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: Salemba Empat.

World Bank (2007). What Is School-Based Management? Washington, DC: World Bank.

Yates, S.M. (2007). “Teachers’ Perceptionns of Their Professional Learning

Activities”. International Education Journal. 8, (2), 213 – 221.

Yuniarsih, T. dan Suwatno (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Teori Aplikasi dan Isu Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.