Pengaruh Bising Lingkungan Sekolah Terhadap Kelelahan Bersuara Pada Guru Sekolah Dasar Negeri Di Kota Medan

(1)

PENGARUH BISING LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP KELELAHAN BERSUARA PADA GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA MEDAN

   

Tesis

Oleh: dr. HELLENA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PENGARUH BISING LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP KELELAHAN BERSUARA PADA GURU SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA MEDAN

 

   

Tesis

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Spesialis dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher

Oleh: dr. HELLENA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

Medan, 1 April 2011

Tesis dengan judul

PENGARUH BISING LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP KELELAHAN BERSUARA PADA GURU DI BEBERAPA SEKOLAH DASAR NEGERI DI KOTA

MEDAN

Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing Ketua

dr. Adlin Adnan Sp.THT-KL

NIP: 140202219 Anggota

Prof. dr. Abd. Rachman Saragih,Sp.THT-KL (K) dr. T. Siti Hajar Haryuna,Sp.THT-KL

NIP: 19471130 1980031 002 NIP: 19790620 200212 2 003

Diketahui oleh Ketua Program Studi

dr. T.Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL

NIP: 19790620 200212 2 003  

     


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan memperoleh spesialis dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah, Kepala Leher di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Saya menyadari bahwa penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Dengan telah berakhirnya masa pendidikan, pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankan saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Yang terhormat dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL sebagai Ketua Pembimbing tesis saya. Yang terhormat Prof. dr. Abd. Rachman Saragih, SpTHT-KL (K) , dr. T. Siti Hajar Haryuna, SpTHT-KL sebagai anggota pembimbing tesis saya, yang telah banyak memberikan petunjuk, perhatian, motivasi, kemudahan serta bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu dan bimbingan yang telah diberikan selama dalam


(5)

Rasa terimakasih yang setingi-tingginya saya ucapkan kepada Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri serta para staf Fakultas Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara, dr. Arlinda Sari Wahyuni, Mkes, dan dr. Putri C. Eyanoer, MSEpid. PhD serta para staf Epi-Treat Unit LP3M USU, sebagai pembimbing ahli yang telah memberikan waktu, perhatian dan bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini.

Yang terhormat Prof. Abdul Rachman Saragih, dr, SpTHT-KL(K), sebagai Kepala Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak memberikan petunjuk, bimbingan, pengarahan, nasehat, motivasi dan dorongan semangat selama saya mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Yang terhormat Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis-I di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, dr. T. Siti Hajar Haryuna, SpTHT-KL dan Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis-I di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan periode sebelumnya, Prof. Askaroellah Aboet, dr, Sp.THT-KL(K) atas petunjuk, bimbingan dan nasehat selama saya mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Yang terhormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada semua guru-guru saya dijajaran THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan dalam ilmu dan pengetahuan di bidang THT-KL, baik secara teori maupun keterampilan yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya dikemudian hari. Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain ucapan terima kasih atas pendidikan dan pengajaran yang telah diberikan kepada saya


(6)

dengan penuh keikhlasan dan ketulusan. Semoga Allah SWT memberi balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan dan ilmu yang diberikan kepada saya.

Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya saya sampaikan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. DR. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSC(CTM), SpA(K) serta Rektor Universitas Sumatera Utara periode sebelumnya Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp(A)K dan Dekan FK-USU, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD. KGEH yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Surnatera Utara Medan.

Yang terhormat Bapak Walikota Medan yang telah mengizinkan dan memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melakukan penelitian di wilayah Pemerintahan Kota Medan.

Yang terhormat Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Medan yang telah mengizinkan dan memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan bekerja dilingkungan Rumah Sakit ini.

Yang terhormat Bapak Kepala Departemen/Staf Radiologi FK USU/ RSUP H. Adam Medan, Kepala Departemen/ Staf Radiologi RS. Elisabeth Medan, Kepala Departemen/Staf Anastesiologi dan Reanimasi FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, Kepala Departemen/Staf Patologi Anatomi FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan bimbingan kepada saya selama menjalani stase pendidikan di Departemen tersebut. Saya mengucapkan terima kasih.

Yang terhormat Direktur dan seluruh staf THT-KL di RSUD Lubuk Pakam, RS PTP 11 Tembakau Deli Medan, Rumkit DAM-I/ Bukit Barisan Medan dan RSU Dr.


(7)

Pirngadi Medan, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada saya untuk belajar dan menjalani stase pendidikan di rumah sakit tersebut.

Teristimewa untuk ayahanda tercinta H. Ramli Pakeh dan ibunda Hj. Susi Hartati, serta H. Amran dan Hj. Lina Malinda, serta adik-adik yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Terima kasih atas doa, pengertian dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini, semoga budi baik yang telah diberikan mendapatkan imbalan dari Allah SWT.

Ungkapan cinta kasih yang tulus kepada suamiku, dr. Muhammad Hatta, MKed.Ped. SpA yang selalu sabar mendampingi saya menjalani pendidikan ini.

Yang tercinta teman-teman sejawat peserta pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala Leher yang telah bersama-sama baik dalam suka maupun duka, saling membantu sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat, dengan harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua.

Kepada paramedis dan karyawan Departemen THT Bedah Kepala Leher FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak membantu dan bekerja sama selama saya menjalani pendidikan ini saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.

Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, bimbingan, motivasi, dan kerjasama yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin Ya Rabbal Alamin.


(8)

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 31 Maret 2011 Hellena


(9)

ABSTRAK

Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh bising lingkungan sekolah dan intensitas suara mengajar terhadap kelelahan bersuara pada guru di beberapa sekolah dasar negeri di Kota Medan

Metode: Desain penelitian ini adalah studi kasus kontrol dengan subjek penelitian 90 guru SD negeri yang mengajar di sekolah yang terpajan bising dan sekolah yang tidak terpajan bising di Kota Medan. Tingkat kelelahan bersuara di identifikasi melalui skor

Voice Handicap Index (VHI). Uji statistik yang digunakan adalah uji t, uji X2 dan uji regresilogistic multinomial.

Hasil : Rerata intensitas bising pada kelompok kasus sebesar 80.8 dB sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 54.6 dB dengan intensitas suara guru saat mengajar, masing-masing sebesar 79.6 dB dan 61 dB. Gangguan kelelahan bersuara pada kedua kelompok tergolong ringan,dengan skor VHI sebesar 20-40 untuk kedua kelompok (P=0.02). Setelah dilakukan analisa statistik terhadap variabel yang diduga mempengaruhi skor VHI dengan menggunakan uji X2, didapatkan hubungan yang bermakna antara intensitas bising sekolah (P=0.02) intensitas suara guru (P=0.02), dan jenis kelamin (P=0.01) dengan skor VHI. Hasil uji regresi logistik multinimoal menunjukkan bahwa hanya intensitas bising sekolah (OR=3.4, IK95%=1.22-9.36) dan

intensitas suara guru (OR=3.2, IK95%=1.04-9.16) berpengaruh terhadap gangguan kelelahan bersuara.

Kesimpulan: Guru yang mengajar di sekolah yang terpapar bising memiliki risiko kelelahan bersuara 3.4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang mengajar di sekolah yang tidak terpapar bising. Demikian juga, guru dengan intensitas suara yang tinggi saat mengajar akan mengalami kelelahan bersuara 3.2 kali lebih sering dibandingkan guru dengan intensitas suara rendah.


(10)

ABSTRACT

Aim : To know the influence of the noisy school environment and the voice intensity of the lecturer toward the lecturer’s speaking exhaustion at a number of elementary school located in Medan

Method: The research used the case control method having 90 elementary school teachers as the subject of examination. The teachers could be originated from the school influenced by the noisy environment and the school which is not influenced by one scattered at all over the city of Medan. The exhaustion level of speaking is identified by the score of Voice Handicap Index (VHI). The statistic experiment used are ”T-Test”, Chi-Square Test and the Multinomial Logistic Regression Test.

Result: The average level of noise on the case group is 80.8 dB meanwhile the average level of control group is 54.6 dB having the voice intensity of 79.6 dB and 61 dB. The voice disturbance of the both group is identified as medium level with the score of VHI ranges from 20-40 (p=0.02). Having analysed the variable statistic conjectured to effect the VHI score using X2 Test, the relation between the school noise (P=0.02), the lecturer voice (P=0.02), sex (P=0.01) and the VHI score is formulated. The result of Multinimoal Logistic Regression Test shows that the only matter influencing the Voice Exhaustion Disruption are the school noise intencity (OR=3.4, IK95%=1.22 – 9.36) and the lecturer voice intensity (OR=3.2, IK95%=1.04-9.16)

Summary : The lecturer teaching at the school influenced by the noise school environment has the risk 3.4 times higher than the lecturer teaching at the free noise school. The similar phenomenon goes to the lecturer having the high intensity during teaching. They have the risk 3.2 times higher than the lecturer teaching with low intensity of voice.


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Baku Tingkat Kebisingan (Kep. MENLH 1996) Tabel 5.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Keluhan Tabel 5.3 Skor VHI Pada Kedua Kelompok

Tabel 5.4 Skor VHI Berdasarkan Subskala Pada Kedua Kelompok Tabel 5.5 Hubungan Antara Faktor-Faktor Resiko Dengan Skor VHI

Tabel 5.6 Hasil Regresi Logistik Multinomial Faktor-Faktor yang diduga berpengaruh terhadap Skor VHI


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konsep Gambar 2. Kerangka Kerja  


(13)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ii

Abstrak vii

Abstract viii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Isi xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum 4

1.3.2 Tujuan Khusus 4

1.4 Manfaat Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bising 6

2.2 Kelelahan Bersuara 8

2.2.1 Mekanisme Produksi Suara 9 2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Bersuara 11

2.2.3 Dampak Kelelahan Bersuara 14 2.3 Voice Handicap Index (VHI) 17

2.4 Kerangka Konsep 21

2.5 Hipotesis Penelitian 22

BAB 3 METODOLOGI

3.1 Jenis Penelitian 23

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian 23

3.2.2 Lokasi Penelitian 23

3.3 Populasi, Sampel dan Besarnya Sampel

3.3.1 Populasi 23

3.3.2 Sampel 23


(14)

3.3.4 Besar Sampel 24

3.3.5 Teknik Pengambilan Sampel 25

3.4 Variabel Penelitian 25

3.5 Definisi Operasional 25

3.6 Alat Ukur

3.6.1 Bahan dan Alat Penelitian 28

3.6.2 Kerangka Kerja 29

3.6.3 Cara Kerja 30

3.7 Analisa Data 31

BAB 4 HASIL PENELITIAN 32

BAB 5 PEMBAHASAN 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 42

6.2 Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN

Lampiran 1. Status Penelitian 52

Lampiran 2. Kuesioner Voice Handicap Index 55

Lampiran 3. Lembar Penjelasan 57

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan 58


(15)

ABSTRAK

Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh bising lingkungan sekolah dan intensitas suara mengajar terhadap kelelahan bersuara pada guru di beberapa sekolah dasar negeri di Kota Medan

Metode: Desain penelitian ini adalah studi kasus kontrol dengan subjek penelitian 90 guru SD negeri yang mengajar di sekolah yang terpajan bising dan sekolah yang tidak terpajan bising di Kota Medan. Tingkat kelelahan bersuara di identifikasi melalui skor

Voice Handicap Index (VHI). Uji statistik yang digunakan adalah uji t, uji X2 dan uji regresilogistic multinomial.

Hasil : Rerata intensitas bising pada kelompok kasus sebesar 80.8 dB sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 54.6 dB dengan intensitas suara guru saat mengajar, masing-masing sebesar 79.6 dB dan 61 dB. Gangguan kelelahan bersuara pada kedua kelompok tergolong ringan,dengan skor VHI sebesar 20-40 untuk kedua kelompok (P=0.02). Setelah dilakukan analisa statistik terhadap variabel yang diduga mempengaruhi skor VHI dengan menggunakan uji X2, didapatkan hubungan yang bermakna antara intensitas bising sekolah (P=0.02) intensitas suara guru (P=0.02), dan jenis kelamin (P=0.01) dengan skor VHI. Hasil uji regresi logistik multinimoal menunjukkan bahwa hanya intensitas bising sekolah (OR=3.4, IK95%=1.22-9.36) dan

intensitas suara guru (OR=3.2, IK95%=1.04-9.16) berpengaruh terhadap gangguan kelelahan bersuara.

Kesimpulan: Guru yang mengajar di sekolah yang terpapar bising memiliki risiko kelelahan bersuara 3.4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang mengajar di sekolah yang tidak terpapar bising. Demikian juga, guru dengan intensitas suara yang tinggi saat mengajar akan mengalami kelelahan bersuara 3.2 kali lebih sering dibandingkan guru dengan intensitas suara rendah.


(16)

ABSTRACT

Aim : To know the influence of the noisy school environment and the voice intensity of the lecturer toward the lecturer’s speaking exhaustion at a number of elementary school located in Medan

Method: The research used the case control method having 90 elementary school teachers as the subject of examination. The teachers could be originated from the school influenced by the noisy environment and the school which is not influenced by one scattered at all over the city of Medan. The exhaustion level of speaking is identified by the score of Voice Handicap Index (VHI). The statistic experiment used are ”T-Test”, Chi-Square Test and the Multinomial Logistic Regression Test.

Result: The average level of noise on the case group is 80.8 dB meanwhile the average level of control group is 54.6 dB having the voice intensity of 79.6 dB and 61 dB. The voice disturbance of the both group is identified as medium level with the score of VHI ranges from 20-40 (p=0.02). Having analysed the variable statistic conjectured to effect the VHI score using X2 Test, the relation between the school noise (P=0.02), the lecturer voice (P=0.02), sex (P=0.01) and the VHI score is formulated. The result of Multinimoal Logistic Regression Test shows that the only matter influencing the Voice Exhaustion Disruption are the school noise intencity (OR=3.4, IK95%=1.22 – 9.36) and the lecturer voice intensity (OR=3.2, IK95%=1.04-9.16)

Summary : The lecturer teaching at the school influenced by the noise school environment has the risk 3.4 times higher than the lecturer teaching at the free noise school. The similar phenomenon goes to the lecturer having the high intensity during teaching. They have the risk 3.2 times higher than the lecturer teaching with low intensity of voice.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN   

1.1Latar Belakang

Bising merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan di kota-kota besar. Laporan WHO tahun 1988 sebagaimana yang disampaikan oleh Dinas Kesehatan RI (1995), menyatakan bahwa 8% - 12% penduduk dunia telah menderita dampak kebisingan (Ikron 2007).

Lalulintas jalan merupakan sumber utama kebisingan yang menganggu sebagian besar masyarakat perkotaan. Menurut Kryter, tingkat kebisingan jalan raya dapat mencapai 70-80 dB (Purnanta dkk 2008). Salah satu sumber bising lalulintas jalan antara lain berasal dari kendaraan bermotor, baik roda dua, tiga maupun roda empat, dengan sumber penyebab bising antara lain dari bunyi klakson dan suara knalpot (Ikron dkk, 2007). Bashiruddin (2002) pada penelitiannya menemukan bahwa rerata intensitas bising kendaraan bajaj adalah 91 dB.

Masalah kebisingan akibat lalulintas yang padat di daerah perkotaan bukan merupakan masalah baru, sehingga sulit untuk mendapatkan lokasi sekolah yang tenang, sementara kawasan sekolah membutuhkan lingkungan yang tenang agar kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 718/MEN.KES/PER/XI/1987 bahwa sekolah masuk dalam Zona B, yaitu zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya. Intensitas bising yang diperbolehkan untuk zona ini adalah 45 dB sampai 55 dB. Data dari Dinas Pendidikan Nasional Kota Medan tahun 2007, jumlah sekolah dasar


(18)

(SD) negeri sebanyak 403 sekolah dan sebagian besar berada pada lingkungan yang bising. terutama di dekat jalan raya yang padat kendaraan bermotor.

Masalah bersuara sering dijumpai pada profesi yang mengandalkan suara untuk bekerja. Sebagian besar kelompok ini adalah guru. Berbagai studi menemukan bahwa guru mempunyai resiko yang besar untuk mengalami gangguan bersuara (Jonsdotir 2003, Jardim 2007). Berbagai studi epidemiologi mengenai kesehatan lingkungan kerja menemukan bahwa guru mempunyai resiko yang tinggi mengalami kelelahan bersuara terutama pada guru SD (Gassull et al. 2010).

Pada tahun 2004, studi yang dilakukan Roy et al menemukan prevalensi kelelahan bersuara lebih tinggi pada guru dibandingkan dengan profesi lain (Sliwinska-Kowalska 2008). Hasil yang sama juga ditemukan oleh Preciado et al

(2005), Sim es et al (2006), dan Munier et al (2007).

Salah satu gangguan bersuara yang paling sering dialami guru adalah kelelahan bersuara. Sivasankar (2002) mengatakan bahwa guru mudah mengalami kelelahan bersuara. Hal ini disebabkan karena guru sering menggunakan suara yang keras selama mereka mengajar terutama saat berada pada kelas yang bising.

Guru akan mengalami kelelahan bersuara 3.5 kali lebih sering dibandingkan dengan profesi lain, ini disebabkan karena pemakaian suara yang berlebihan dan terus menerus selama mereka mengajar (Sim es et al. 2006, Preciado et al. 2008, Gassull et al. 2010). Studi yang dilakukan di Yogyakarta menemukan, guru yang berobat ke RS. Sardjito Yogyakarta, 86% menderita kelelahan bersuara (Kadriyan dan Sastrowijoyo 2005).


(19)

Lingkungan sekolah yang bising tidak hanya mempengaruhi tingkat konsentrasi belajar mengajar siswa, tetapi dapat juga menyebabkan munculnya masalah bersuara pada guru (Kadryan dkk 2008, Purnanta dkk 2008).

Berdasarkan teori dalam bidang ilmu THT, bising tidak hanya berdampak pada gangguan pendengaran, tetapi dapat juga berdampak pada gangguan komunikasi verbal. Gangguan ini dapat mengakibatkan seseorang harus berbicara dengan suara yang lebih keras agar terdengar oleh lawan bicaranya (Kadriyan dkk 2008). Jika hal ini berlangsung terus-menerus dan dalam waktu lama dapat mengakibatkan munculnya masalah bersuara.

Disadari bahwa beberapa penelitian tentang kebisingan dengan gangguan kesehatan sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti, terutama terhadap pekerja. Akan tetapi pengaruh kebisingan lingkungan sekolah terhadap munculnya kelelahan bersuara pada guru SD di wilayah Kota Medan belum pernah dilakukan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada pengaruh bising lingkungan sekolah terhadap munculnya kelelahan bersuara pada guru yang mengajar di SD yang berada dekat jalan raya.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah ada pengaruh bising lingkungan sekolah terhadap munculnya kelelahan bersuara pada guru yang mengajar di SD negeri di Kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum


(20)

Mengetahui pengaruh bising lingkungan sekolah terhadap munculnya kelelahan bersuara pada guru yang mengajar di SD negeri di Kota Medan yang berada dekat jalan raya dibandingkan dengan guru yang mengajar di SD negeri di Kota Medan yang berada jauh dari jalan raya.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan bising lingkungan sekolah dengan munculnya kelelahan bersuara.

b. Mengetahui tingkat kelelahan bersuara pada guru yang mengajar di SD negeri di Kota Medan yang berada dekat jalan raya dengan SD negeri di Kota Medan yang berada jauh dari jalan raya yang dipresentasi skor

Voice Handicap Indeks.

c. Mengetahui faktor resiko untuk timbulnya kelelahan bersuara pada guru yang mengajar di SD negeri di Kota Medan yang berada dekat jalan raya.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Memberikan informasi kepada guru bahwa ada pengaruh bising lingkungan sekolah terhadap munculnya kelelahan bersuara yang dapat berdampak pada mereka dalam melakukan kegiatan belajar mengajar. b. Memberikan masukkan kepada Dinas terkait mengenai adanya pengaruh

bising lingkungan sekolah terhadap kesehatan guru

c. Sebagai pengembangan keilmuan di bidang Ilmu Penyakit THT Bedah Kepala Leher di sub bagian THT Komunitas


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bising

Bising didefinisikan sebagai bunyi yang tidak di inginkan, tidak disukai, dan mengganggu. Menurut Chadwick, bising secara objektif terdiri dari getaran bunyi kompleks dari berbagai frekuensi dan amplitudo, baik yang getarannya bersifat periodik maupun non periodik (Bashiruddin 2002).

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996, definisi bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat atau waktu tertentu yang dapat mengganggu kenyamanan lingkungan dan dapat berimplikasi terhadap kesehatan manusia (Netrita 2008).

Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 718/MENKES/PER/XI/1987 menyebutkan pembagian tingkat kebisingan menurut empat zona (Wiyadi 1996):

1. Zona A (Kebisingan antara 35 dB sampai 45 dB)

Zona yang diperuntukkan bagi penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial dan sejenisnya.

2. Zona B (Kebisingan antara 45 dB sampai 55 dB)

Zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya.

3. Zona C (Kebisingan antara 50 dB sampai 60 dB)

Zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar dan sejenisnya.


(22)

Zona yang diperuntukkan bagi industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bus dan sejenisnya.

Tingkat bising yang diperbolehkan pada masing-masing kawasan berbeda-beda (Tabel 2.1) seperti pada lingkungan sekolah, tingkat bising yang diperbolehkan adalah 55 dB (SK Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor KEP.48/MENLH/11/1996).

Tabel 2.1 Nilai baku tingkat kebisingan (Kep. MENLH 1996)

Peruntukan kawasan/Lingkungan Kegiatan Tingkat kebisingan (dB) a. Peruntukan kawasan

1. Perumahan dan pemukiman 2. Perdagangan dan jasa 3. Perkantoran

4. Taman (ruang terbuka hijau) 5. Industri

6. Kantor pemerintahan 7. Tempat rekreasi 8. Khusus:

- Bandar Udara - Stasiun Kereta Api - Pelabuhan Laut - Cagar Budaya b. Lingkungan Kegiatan

1. Rumah sakit atau sejenisnya 2. Sekolah atau sejenisnya 3. Tempat ibadah atau sejenisnya

55 70 65 50 70 60 70 70 70 70 60 55 55 55

Bising dapat menimbulkan berbagai gangguan, antara lain gangguan komunikasi (Bashiruddin 2002). Gangguan komunikasi biasanya disebabkan oleh efek masking (bunyi yang menutupi pendengaran) atau gangguan kejelasan suara sehingga komunikasi berbicara harus dilakukan dengan cara berteriak (Roestam 2004).

Beberapa studi mendapatkan adanya gangguan komunikasi akibat kelelahan bersuara pada guru yang disebabkan kebisingan lingkungan sekolah (Jonsdotir 2003,


(23)

Simberg 2004, Aronson et al. 2007, Kadryan 2007). Gangguan tersebut nantinya akan berpengaruh terhadap kualitas hidup terutama dalam menjalankan profesinya.

2.2 Kelelahan bersuara

Kelelahan bersuara merupakan adaptasi negatif pembentukan suara pada orang-orang yang sering menggunakan suara dalam jangka waktu lama tanpa kelainan patologis pada laring (Welham dan Maclagan 2003).

Kelelahan bersuara biasanya ditandai dengan perubahan kualitas suara, rasa tidak nyaman saat bersuara dan adanya keterbatasan penggunaan suara. Suara yang lelah akan terdengar serak atau parau (Lehto 2007). Menurut Colton dan Casper, kelelahan bersuara ditandai dengan suara serak, turunnya volume suara, dan rasa nyeri atau tidak nyaman di tenggorokan saat bersuara (Jonsdotir 2003). Seringkali guru menggunakan suaranya dengan sangat keras sehingga menyebabkan masalah pada tenggorokannya (Kadriyan 2007).

Berbagai studi menemukan kelelahan bersuara lebih banyak dijumpai pada guru terutama guru perempuan, dibandingkan dengan profesi lain (Solomon et al. 2002).

Simões dan Latorre (2006) dalam penelitiannya menemukan penyebab utama kelelahan bersuara adalah penggunaan suara yang berlebihan, berbicara di lingkungan yang bising dan faktor stress.

Berbicara dengan suara yang keras dapat meningkatkan frekuensi vibrasi pita suara yang apabila berlangsung terus-menerus dapat mengakibatkan kekakuan pada pita suara (Lehto 2007, Sliwinka-Kowalska et al. 2006).


(24)

Fungsi laring selain berperan sebagai proteksi saluran napas serta terlibat pada fungsi pernapasan, laring juga ikut berperan dalam proses bersuara (Sasaki 2009).

Sumber bunyi untuk produksi suara adalah laring dan pita suara yang bergetar (Ackah 2000). Proses pembentukan suara melibatkan sistem respirasi yang menghasilkan udara sebagai sumber energi (Sulica 2006). Pada saat ekspirasi, pita suara mulai bergetar (Lehto 2007).

Mekanisme gerakan pita suara tergantung pada tekanan udara didalam glottis (Rubin 2006). Selama proses ini, terdapat perbedaan tekanan udara di atas dan dibawah glottis. Perbedaan tekanan ini membuat pita suara bergetar (Damste 1997). Jika tekanan intraglotal negatif, pita suara akan menutup, dan jika tekanan intraglotal positif maka udara akan mendorong pita suara hingga terbuka (Rubin 2006).

Peningkatan tahanan glotis dapat meningkatkan volume udara, sehingga terjadi penutupan paksa pita suara. Penggunaan tekanan yang berlebihan seperti ini dikenal dengan hiperfungsi laring yang dapat mengakibatkan trauma pada pita suara. Oleh karena itu keseimbangan antara tekanan aliran udara dan tahanan glotis sangat penting (Ackah 2000).

Penutupan pita suara yang tidak sempurna membutuhkan energi yang cukup besar untuk menghasilkan aliran udara yang lebih banyak agar dapat terus menghasilkan suara. Kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya kelelahan bersuara (Ackah 2000).

Pemeriksaan dengan menggunakan nasolaringofaringoskopi merupakan cara pemeriksaan yang tepat untuk mengevaluasi fungsi laring (Courey 2009). Menurut Sapienza (2009), stroboskopi merupakan alat pemeriksaan kualitatif.

Dengan videostroboskopi gerakan adduksi dan abduksi pita suara lebih mudah di evaluasi. Getaran pita suara menentukan produksi suara dan kualitas suara. Selama


(25)

produksi suara, pita suara mengalami vibrasi sebanyak 80 sampai 800 kali perdetik. Getaran ini bisa di observasi menggunakan cinematografi dengan pengambilan film sebanyak 2000 sampai 4000 kali perdetik (Courey 2009).

Pada videostroboskopi, digunakan cahaya xenon untuk menyinari laring guna mendapatkan pembiasan (fraction) tiap detik. Cahaya xenon akan menyinari pita suara terus-menerus pada berbagai posisi. Mikrofon digunakan untuk menangkap sinar dan mensikroniksasikannya menjadi frekuensi getaran pita suara (Courey 2009).

Karakteristik getaran pita suara di observasi pada frekuensi yang berbeda. Pada frekuensi suarayang rendah, pita suara akan menunjukkan pola getaran yang besar. Jika frekuensi suara bertambah akibat peningkatan tegangan pita suara, maka pola vibrasi menjadi lebih kecil. Hal ini disebabkan karena vibrasi pita suara hanya terjadi pada mukosa superfisial plika vokalis (Courey 2009).

2.2.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi kelelahan bersuara

Kelelahan bersuara disebabkan oleh berbagai hal (Welham dan Maclagan 2003). Menurut Jones et al (2002). Kelelahan bersuara akibat lingkungan kerja merupakan kombinasi dari efek vokasional, personaliti dan faktor biologi. Faktor vokasional termasuk, lamanya pemakaian suara selama bekerja, bising di lingkungan kerja, jarak berbicara, dan faktor stres. Faktor personaliti (Speech-related personality) termasuk, kebiasaan seseorang menggunakan suara yang keras, terlalu tinggi dan cepat. Faktor biologi termasuk, semua faktor yang dapat menyebabkan gangguan pada mukosa pita suara seperti merokok, minum alkohol, kafein, sinusitis, penyakit alergi, dan gastrointestinal refluks (GERD).


(26)

Morrison dan Rammage mengatakan ada empat faktor internal yang dapat mempengaruhi produksi suara, yaitu posisi tubuh yang salah, kebiasaan merokok, emosi dan GERD (Koojiman et al. 2005).

Jonsdotir (2003) dalam disertasinya mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya kelelahan bersuara pada guru antara lain intensitas suara, bidang studi yang diajarkan, jenis kelamin, faktor stres, faktor ergonomik, kebiasaan merokok dan penyakit infeksi saluran napas. Pendapat yang sama juga dikemukan oleh Munier dan Kinsella (2007). William (2003) menambahkan bahwa meningkatnya resiko terjadinya kelelahan bersuara tergantung pada durasi mengajar, lamanya berprofesi menjadi guru dan faktor usia.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan terhadap munculnya kelelahan bersuara adalah faktor lingkungan tempat bekerja. Kondisi sekolah yang bising, kondisi fisik kelas seperti kelas yang sempit dengan jumlah murid yang terlalu banyak, bising, debu, penerangan yang buruk, ventilasi udara yang kurang, dapat mengganggu kualitas suara selama mereka bekerja. (Alves et al. 2009). Jonsdotir (2003) menemukan adanya korelasi antara keluhan guru seperti rasa kering ditenggorokan, suara serak dan rasa tidak enak ditenggorokan dengan kondisi lingkungan sekolah yang buruk.

Faktor resiko yang paling utama munculnya kelelahan bersuara adalah penggunaan suara itu sendiri. Hal ini berhubungan dengan tingkat intensitas suara yang digunakan selama mengajar. Berbicara di lingkungan yang ramai atau berbicara dengan jarak yang jauh dapat meningkatkan intensitas suara. Rata-rata intensitas suara perempuan dalam percakapan sehari-hari sebesar 48 dB sedangkan intensitas suara laki-laki sebesar 51 dB (Jonsdotir 2003).


(27)

Guru yang mengajar pada mata pelajaran tertentu misalnya guru agama, guru kesenian, dan guru olah raga, dapat mempengaruhi timbulnya masalah bersuara (Jonsdotir 2003, Williams 2003, Nerriere et al. 2009 ). Hal ini disebabkan karena guru bidang studi ini lebih banyak menggunakan suara selama mengajar dan terkadang mereka harus menggunakan suara yang lebih keras (Nerriere et al. 2009). Di Indonesia, khususnya Kota Medan, guru wali kelas yang mengajar di SD adalah guru yang bertanggung jawab terhadap sejumlah murid dalam satu kelas dan merangkap sebagai guru yang mengajar di beberapa bidang studi.

Perempuan lebih beresiko mengalami kelelahan bersuara dibandingkan laki-laki (Smith et al. 1998 , Williams 2003). Russel et al (1998) dalam studinya mengatakan bahwa perempuan dua kali lebih mudah mengalami kelelahan bersuara dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada struktur organ pembentuk suara. Pada perempuan frekuensi fundamental (F0) lebih tinggi dibandingkan laki-laki, sehingga pita suara pada perempuan lebih banyak mengalami vibrasi (Jonsdotir 2003).

Adanya perbedaan jumlah fibronectin dan hyaluronic acid (HA) pada lapisan lamina propria pita suara, menyebabkan pita suara perempuan lebih tipis dan kaku dibandingkan laki laki (Eckley 2008). Butler menemukan kadar hyaluronic acid pada perempuan lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Ini menyebabkan pita suara perempuan lebih mudah mengalami trauma akibat pengunaan suara yang berlebihan (Jones et al. 2002).

Stres bisa menjadi salah satu faktor pemicu munculnya kelelahan bersuara pada guru. Kyriacou dan Sutcliffe melakukan pemeriksaan terhadap 257 guru di Inggris dan menemukan 20% guru bekerja dalam kondisi stres (Jonsdotir 2003). Hal ini berhubungan dengan murid yang tidak disiplin dan kondisi kelas yang bising selama


(28)

kegiatan belajar mengajar. Guru yang bekerja pada kondisi stres dapat mengakibatkan munculnya kelelahan bersuara demikian juga sebaliknya (Simberg 2004).

Posisi tubuh saat bekerja juga mempengaruhi munculnya kelelahan bersuara. Guru lebih sering berdiri saat mengajar dibandingkan posisi duduk. Vintturi et al (2003) pada penelitiannya menemukan bahwa guru yang mengajar pada posisi berdiri lebih banyak mengeluhkan adanya gangguan bersuara dibandingkan dengan posisi duduk. Koojiman et al (2005) menemukan adanya hubungan antara tegangan otot-otot laring dengan posisi tubuh terhadap munculnya kelelahan bersuara. Posisi yang tidak simetris antara leher dan bahu dapat menyebabkan terjadinya lordosis servikal yang dapat mempengaruhi produksi suara.

Merokok dapat menyebabkan edema pada pita suara. Ini mengakibatkan terjadinya gangguan vibrasi sehingga frekuensi fundamental (F0) menurun. Damborenea (1999) pada studinya menemukan bahwa frekuensi fundamental (F0) lebih rendah ditemukan pada perokok dibanding dengan yang bukan perokok.

Reaksi alergi dan infeksi saluran napas atas menyebabkan suara menjadi serak. Lapisan superfisial pita suara yang longgar dan lentur akan bergetar lebih maksimal saat berbicara. Kondisi ini dapat menyebabkan kekakuan pita suara akibat laringitis (Jonsdotir 2003).

Laringitis kronis akibat penggunaan suara yang berlebihan dapat mengakibatkan inflamasi yang menetap sehingga pita suara menjadi lebih kaku (Jonsdotir 2003). Preciado et al (2005) dalam studinya menemukan bahwa laringitis banyak dijumpai pada pria, kemungkinan ini disebabkan oleh kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok.


(29)

2.2.3 Dampak kelelahan bersuara

Dampak yang sering muncul akibat kelelahan bersuara, yaitu penurunan kualitas hidup dan kelainan permanen pada laring. Hal ini biasanya terjadi setelah kelelahan bersuara timbul berulangkali. Dampak terhadap kualitas hidup terjadi akibat ketidakmampuan untuk berbicara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini dapat mempengaruhi kehidupan mereka baik secara sosial ekonomi maupun psikologis (Kadriyan 2007, Spina et al. 2009).

De jong pada penelitiannya menemukan dari 1878 guru di Belanda, 50% mengalami kelelahan bersuara selama berkarir dan seperlimanya berhenti menjadi guru akibat gangguan bersuara yang dialaminya (Nerriere 2009). Russel et al (1998) memperkirakan sebanyak 37.8% guru di Adelaide, Australia tidak hadir paling sedikit selama 1 hari akibat kelelahan bersuara. Sedangkan Urrutikoetxea et al melaporkan sebanyak 17 % guru di Brazil tidak hadir saat bekerja dengan alasan suara serak (Urrutikoetxea et al. 1995).

Kelelahan bersuara pada guru sering menjadi masalah. Ketidakmampuan dalam bekerja bisa terjadi ketika kelelahan bersuara menjadi lebih berat sehingga mereka tidak mampu berkomunikasi secara efektif (Jong de 2010). Supina (2009) mengatakan kelelahan bersuara dapat mengganggu kehidupan sosial seseorang yang secara langsung mempengaruhi kualitas hidup mereka.

Gassaul et al (2010) pada studinya menemukan adanya hubungan antara kelelahan bersuara dengan meningkatnya stres pada guru di Spanyol. Jin et al (2008) dalam studinya menemukan bahwa munculnya stress pada guru di Hongkong dipengaruhi oleh beban kerja yang berlebihan. Kyriacou dan Sutcliffle menemukan 20 % guru di Inggris mengalami frustasi akibat kelelahan bersuara. Menurutnya kondisi


(30)

kelas yang bising serta jumlah murid yang terlalu banyak dapat meningkatkan stress selama mereka mengajar (Jong de 2010). Lingkungan bising dapat menyebabkan lebih dari 60% guru menderita gangguan bersuara dan memberikan efek psikososial terhadap kehidupan mereka. (Bermudez de Alvear 2010).

Dampak lain dari kelelahan bersuara adalah kelainan struktur terutama terjadi pada lapisan epitel dan lamina propria. Kelainan pada lapisan epitel biasanya berupa edema yang dapat berlanjut menjadi nodul pita suara. Sedangkan kelainan pada lamina propria dapat terjadi akibat penumpukan cairan atau darah yang dapat berlanjut menjadi polip pita suara (Kadriyan 2007).

Nodul dan polip pita suara merupakan lesi jinak yang dapat menggangu penutupan pita suara. Kedua kelainan ini menyebabkan suara serak selama berbicara (Jiang et al. 2009). Berbicara dalam waktu lama dengan nada tinggi, berteriak dan bernyanyi menyebabkan hiperfungsi pita suara dalam membentuk fonasi. Hal ini dapat menyebabkan trauma pada pita suara (Johns 2009).

Penggunaan suara yang berlebihan dan terus-menerus merupakan faktor pencetus munculnya nodul pita suara (Ballenger 1994). Nodul pita suara sering dijumpai pada perempuan dibandingkan pada laki-laki (Damste 1997). Kelainan ini banyak dijumpai pada profesi yang mengandalkan suara seperti guru, tenaga penjual (salesman) dan penyanyi. Maria de Araujo (2008) menemukan dari 747 orang guru perempuan di Brazil sebanyak 12.9 % menderita nodul pita suara. Preciado et al dalam studinya di Brazil menemukan dari 905 guru, 57 % mengeluhkan suara serak dan 14%-nya ditemukan nodul pita suara (Preciado et al. 2005). Urrutikoetxea et al (1995)dalam studinya mendapatkan 218 kasus gangguan bersuara pada guru di Perancis, 43% menderita nodul pita suara.


(31)

Nodul dijumpai pada sepertiga anterior sampai duapertiga posterior pinggir pita suara dan selalu simetris. Pada daerah tersebut terjadi vibrasi maksimal sehingga rentan mengalami trauma (Damste 1997, Burton 2000, Dhingra 2007). Trauma pada pita suara menyebabkan edema dan perdarahan pada lapisan submukosa yang kemudian mengalami hialinisasi dan fibrosis (Dhingra 2007).

Penggunaan suara yang berlebihan selain menyebabkan nodul juga dapat menyebabkan polip pita suara (Dhingra 2007). Eckley et al (2008) melaporkan laki-laki lebih banyak menderita kelainan ini dibandingkan dengan perempuan dengan usia rata-rata 42 tahun, tetapi tidak dianalisa mengapa hal tersebut terjadi.

Polip bisa terjadi sepanjang membran pita suara tetapi lebih sering ditemukan di bagian anterior pita suara. Biasanya lesi unilateral meskipun di beberapa penelitian polip ditemukan bilateral (Damste 1997, Ecley et al. 2008). Pada lapisan epitel pita suara terdapat ruang subepitel yang disebut dengan ruang Reinke, akumulasi cairan mudah terjadi pada ruang ini sehingga menyebabkan pita suara menjadi edema. Jika hal ini terjadi terus- menerus akibat penggunaan suara yang salah maka akan terbentuk polip pita suara (Damste 1997).

Kelelahan bersuara juga dapat menyebabkan kelelahan neuromuskuler, perubahan viskolelastisitas pita suara, gangguan aliran darah akibat meningkatnya tekanan intramuskuler selama otot berkontraksi dan kelelahan otot-otot pernapasan (Welham et al. 2003). Titze mengatakan bahwa ada hubungan antara kelelahan bersuara dengan viskoelastisitas pita suara. Hal ini disebabkan berbicara pada jangka waktu lama dan terus menerus menyebabkan perubahan komposisi cairan didalam pita suara. Perubahan ini mengakibatkan kekakuan pita suara (Welham dan Maclagan 2003).


(32)

2.3 Voice Handicap Indeks (VHI)

Salah satu alat ukur yang telah divalidasi oleh beberapa penelitian untuk mengatahui kelelahan bersuara adalah Voice Handicap Index (VHI).

VHI adalah kuesioner yang dibuat dan di perkenalkan pada tahun 1997 oleh Jacobson dkk, VHI ini di gunakan sebagai alat ukur sederhana yang digunakan untuk menilai kelelahan bersuara. Istilah handicap berarti kerugian ekonomi atau sosial yang terjadi dari ketidakmampuan gangguan fisik yang spesifik, terutama gangguan suara. (Jacobson 1997).

Pengembangan dan validasi VHI telah dilakukan oleh Barbara H. Jacobson dengan hasil VHI dalam 30 item ( Jacobson 1997). Penelitian berikutnya banyak menggunakan VHI sebagai alat ukur. Niebude Bogusz et al (2007) melakukan penelitian dengan menggunakan VHI sebagai alat ukur dengan hasil total nilai VHI menunjukkan gambaran fungsional, emosional dan keadan fisik yang sangat bermakna (P<0,001) pada guru perempuan di Polandia. Analisa dengan menggunakan skor VHI menunjukkan 68% guru perempuan di Polandia mempunyai masalah dengan suara mereka. Koojiman melakukan penelitian dengan menggunakan VHI sebagai alat ukur (Koojiman PGC et al. 2010).

Pada penelitian lain, VHI di anggap sebagai standar baku dalam validasi alat ukur ganguan bersuara, misalnya penelitian Wilson et al yang melakukan validasi terhadap The Voice Symptom Scale (VoiSS) (Wilson et al. 2004).

Kuesioner VHI berisi 30 pertanyaan, yang terbagi dalam 3

kelompok, yaitu fungsional (F), fisik (P) dan emosi (E). Tiap

tiap sub item mempunyai 10 pertanyaan yang spesifik yang dinilai


(33)

dengan skala numerik, yaitu 0 (tidak pernah), 1 (hampir tidak

pernah), 2 (kadang –kadang), 3 (hampir kadang-kadang), 4

(selalu), jumlah skoring antara 0-120 (Tabel 2.2) (

Madeira 2010).

Tabel 2.2

Voice Handicap Index

(VHI)

Kode Pengalaman pernah Tidak Hampir pernah Kadang-kadang Hampir selalu (setiap saat) Selalu F1 Suara saya membuat orang-orang

sulit mendengar saya 0 1 2 3 4

P2 Saya seperti kehabisan udara atau

bernafas saat berbicara 0 1 2 3 4

F3 Orang-orang sulit mengerti saya saat berbicara di ruang yang ribut dikarenakan suara saya

0 1 2 3 4

P4 Suara saya bervariasi dalam selang

satu hari 0 1 2 3 4

F5 Keluarga saya kesulitan mendengar saya ketika saya memanggil mereka saat di rumah

0 1 2 3 4

F6 Saya jarang menggunakan telepon

dikarenakan suara saya 0 1 2 3 4

F7 Saya gugup jika berbicara dengan

orang lain karena suara saya 0 1 2 3 4

F8 Saya cenderung menghindari

sekumpulan orang karena suara saya 0 1 2 3 4 E9 Orang-orang tampaknya terganggu

dengan suara saya 0 1 2 3 4

P10 Orang-orang bertanya “ada apa

dengan suaramu?” 0 1 2 3 4

F11 Saya jarang berbicara dengan teman-teman, tetangga, atau saudara karena suara saya

0 1 2 3 4

F12 Orang-orang meminta saya untuk mengulangi apa yang saya katakan ketika berbicara berhadap-hadapan

0 1 2 3 4

P13 Suara saya terdengar serak dan kering 0 1 2 3 4 P14 Saya merasa seakan-akan saya harus

berusaha keras untuk menghasilkan suara


(34)

E15 Saya mengetahui orang lain tidak

mengerti permasalahan suara saya 0 1 2 3 4

F16 Permasalahan suara saya membatasi

kehidupan pribadi dan sosial saya 0 1 2 3 4

P17 Kejelasan suara saya tidak dapat

diprediksi 0 1 2 3 4

P18 Saya mencoba untuk mengubah suara

saya menjadi suara yang berbeda 0 1 2 3 4

F19 Saya merasa ditinggalkan dari

pembicaraan karena suara saya 0 1 2 3 4

P20 Saya menggunakan usaha yang keras

untuk berbicara 0 1 2 3 4

P21 Suara saya lebih parah pada malam

hari 0 1 2 3 4

F22 Permasalahan suara saya membuat

saya kehilangan pendapatan 0 1 2 3 4

E23 Masalah suara saya membuat saya

marah 0 1 2 3 4

E24 Saya kurang bisa bergaul karena

permasalahan suara saya 0 1 2 3 4

E25 Suara saya membuat saya merasa

cacat 0 1 2 3 4

P26 Suara saya “hilang” pada saat

berbicara 0 1 2 3 4

E27 Saya merasa terganggu ketika orang-orang meminta saya untuk mengulang kata-kata saya

0 1 2 3 4

E29 Suara saya membuat saya merasa

rendah diri 0 1 2 3 4

E30 Saya malu dengan masalah suara

saya 0 1 2 3 4

Berdasarkan kategori skor VHI yang dibuat oleh Kojiman et al (2004) dibagi menjadi: 1) skor VHI kurang dari 20 menunjukkan tidak ada gangguan ringan dalam proses psikososial akibat kelelahan bersuara, 2) skor 20-40 didapatkan adanya gangguan ringan dalam proses psikososial akibat kelelahan bersuara, 3) Skor 41-60 menunjukkan adanya gangguan sedang dalam proses psikososial akibat kelelahan bersuara, 4) skor lebih dari 60 menunjukkan adanya kelelahan bersuara berat.


(35)

2.4 Kerangka Konsep                                   Hiperfungsi laring Faktor Personaliti

Intensitas suara guru yang mengajar meningkat

Faktor Lingkungan Kelas, jumlah murid, ventilasi yg buruk, debu

Kelelahan Bersuara

Suara serak yg hilang timbul

Suara hilang

Rasa Kering di tenggorokan Faktor

Vokasional Faktor Ergonomik

Polip Pita suara Nodul Pita Suara

Kista Pita Suara Kelainan pada struktur laring

Nilai VHI < 20 = tdk ada ggn kelelahan suara 20-40 = ggn. kelelahan suara ringan

41-60 = ggn. kelelahan sedang > 60 = ggn. kelelahan berat Subskala VHI VHI-Fungsional VHI-Emosi VHI-Phisik Jenis Kelamin Umur Durasi

Faktor Biologi: Sinusitis, Rinitis Alergi, GERD, Kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan kafein

Dampak terhadap kualitas hidup

Intensitas bising sekolah tinggi

 

Gambar 2.1 Kerangka Konsep  

    : Hal yang diamati dalam penelitian 


(36)

2.5 Hipotesa Penelitian

Kelelahan bersuara pada guru yang mengajar di SD negeri di Kota Medan yang berada dekat jalan raya dipengaruhi oleh bising lingkungan sekolah.

                                           


(37)

 

BAB 3 METODOLOGI

3.1Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian dilakukan di SD negeri wilayah kota Medan Sumatera Utara yang dibagi menjadi dua keompok yaitu SD negeri yang berada jauh dari jalan raya dan SD negeri yang berada dekat jalan raya.

3.2.2 Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2009 sampai Juli 2010

3.3Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi target adalah seluruh guru yang mengajar di SD negeri di kota Medan. Populasi terjangkau adalah populasi target yang berusia tidak lebih dari 40 tahun selama bulan oktober 2009 sampai Juli 2010 dari SD negeri yang diambil sebagai sampel penelitian.

3.3.2 Sampel

Sampel Penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.


(38)

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi a. Kriteria Inklusi

1. Guru yang mengajar di SD negeri yang berada dekat jalan raya dan memiliki intensitas bising sekolah > 55 dB dan guru yang mengajar di SD negeri yang berada jauh dari jalan raya dan memiliki intensitas bising

≤ 55 dB sebagai kontrol.

2. Guru yang berusia tidak lebih dari 40 tahun dan merupakan wali kelas. 3. Telah mengajar sedikitnya 3 bulan di SD negeri tersebut.

4. Bersedia mengikuti penelitian dengan mengisi formulir persetujuan. 5. Pada pemeriksaan THT tidak dijumpai kelainan laring.

6. Tidak menderita gangguan pendengaran. b. Kriteria Eksklusi

1. Mengkonsumsi alkohol, kafein dan rokok

3.3.4 Besar Sampel

Rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap rerata dua populasi independen:

n1 = n2 = 2 (Zα + Zβ)s 2 ( x1 – x2 )

n1 = besar sampel penelitian kelompok sekolah yang terpapar bising n2 = besar sampel penelitian kelompok sekolah yang tidak terpapar bising


(39)

Zα = tingkat kemaknaan α, nilai 95% = 1,96 Zβ = kekuatan uji 90% = 1,28

x1 – x2 = perbedaan klinis yang diinginkan, 8 n1 = n2 = 2 (1,96 + 1,28) 11,6 2

(8) n1 = n2 = 44,14 ≈ 45

Besar sampel untuk masing masing kelompok kasus dan kontrol adalah 45 orang guru SD negeri.

3.3.5 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian diambil secara konsekutif.

3.4Variabel Penelitian

a. Variabel bebas yaitu: - Bising lingkungan sekolah - Intensitas suara guru - Jenis Kelamin - Usia

- Durasi mengajar

b. Variabel tergantung yaitu: Kelelahan bersuara yang di presentasikan dalam Skor

Voice Handicap Index (VHI score) 3.5Definisi Operasional

3.5.1 Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan, tidak disukai dan mengganggu.


(40)

3.5.2 Lingkungan sekolah yang bising

Lingkungan sekolah di kategorikan bising bila intensitas tingkat kebisingan di lingkungan sekolah tersebut lebih dari 55 dB (Kep MENLH 1996).

3.5.3 Kelompok Kasus adalah guru yang mengajar di SD negeri yang berada dekat pinggir jalan dengan intensitas bising > 55 dB.

3.5.4 Kelompok Kontrol adalah guru yang mengajar di SD negeri yang berada jauh dari jalan raya dengan intensitas bising ≤ 55 dB.

3.5.5 Intensitas suara

Merupakan rasio logaritma dari kuantitas bunyi yang dibagi dengan kuantitas baku pada media yang sama. Satuan intensitas dinyatakan dalam desibel (dB).

3.5.6 Alat Sound Level Meter

Sound Level Meter (SLM) adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, yang terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit “attenuator” dan beberapa alat lainnya. Alat ini mengukur kebisingan antara 30-130 dB dan dari frekuensi 20-20.000 Hz. SLM dibuat berdasarkan standar ANSI (American National Standar Institute). Mekanisme SLM apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya akan menggetarkan meter petunjuk.

3.5.7 Kelelahan bersuara

Kelelahan bersuara merupaka adaptasi negatif pembentukan suara pada orang-orang yang sering menggunakan suara dalam jangka waktu lama tanpa ada kelainan patologis laring.


(41)

3.5.8 Keluhan Kelelahan Bersuara

Ditandai dengan perubahan kualitas suara, rasa tidak nyaman saat bersuara dan adanya keterbatasan penggunaan suara. Suara yang lelah akan terdengar serak atau parau (Lehto 2007).

3.5.9 Suara serak hilang timbul

Suara terdengar kasar, bersifat hilang timbul dan suara kembali normal setelah mengistirahatkan suara

3.5.10Suara hilang

Suara menjadi hilang secara tiba-tiba dan kembali normal setelah mengistirahatkan suara

3.5.11Rasa Kering di tenggorok

Sensasi rasa kering yang dirasakan di tenggorok saat berbicara/mengajar dan membuat orang tersebut berkeinginan untuk minum guna mengurangi rasa kering di tenggorok

3.5.12Voice Handicap Index (VHI)

Voice Handicap Index adalah kuesioner untuk mengukur dampak psikososial akibat kelelahan bersuara, berisi 30 pertanyaan. Aspek yang dinilai terdiri dari hambatan fungsional, fisik, dan emosional yang masing-masing terdiri dari 10 pertanyaan. Setiap pertanyaaan memiliki nilai 0-4 yang merupakan terjemahan dari keadaan yang tidak pernah dialami sampai yang selalu di alami oleh responden.

Uji reliabilitas dari masing-masing faktor dengan menggunakan Uji Cronbach α. Kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefisien


(42)

alpha yang lebih besar dari 0,6. Hasil uji reliabilitas yang diukur, diperoleh nilai koefisien Cronbach α sebesar 0,903. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur ini mempunyai keajegan yang baik bila dilakukan pengukuran berulang di tempat yang berbeda.

Interpretasi VHI :

< 20 =tidak ada gangguan kelelahan bersuara 20-40= gangguan kelelahan bersuara ringan 41-60= gangguan kelelahan bersuara sedang > 60 = gangguan kelelahan bersuara berat 3.5.10 Guru wali kelas:

Merupakan guru yang bertanggung jawab pada satu kelas dan mengajar beberapa bidang studi pada kelas tersebut.

3.6Alat Ukur

3.6.1 Bahan dan alat Penelitian

1. Sound Level Meter (SLM) merk EXTECH instrument 407727 Digital Sound Level Meter dengan bargraph analog 30 dan telah dikalibrasi. 2. Kuesioner Voice Handicap Index yang telah dimodifikasi dan

terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 3. Formulir persetujuan mengikuti penelitian.

4. Alat set THT: lampu kepala, otoskopi merk Heine, spatel lidah,


(43)

3.6.2 Kerangka Kerja

Populasi Terjangkau

Kasus (n=45) Kontrol (n=45)

SD negeri yang berada jauh dari jalan raya dengan intensitas bising ≤ 55 dB SD negeri yang berada di dekat jalan

raya dengan intensitas bising > 55 dB

Pengukuran Intensitas Suara Guru Saat Mengajar

Pengisian Kuesioner VHI Penilaian tingkat gangguan kelelahan

bersuara dengan menghitung skor VHI


(44)

3.6.3 Cara Kerja

1. Dilakukan pengukuran intensitas bising sekolah dengan Sound Level Meter (SLM) secara acak di beberapa SD negeri (SDN) di kota Medan. 2. Sekolah tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok

kasus dan kelompok kontrol. Dikategorikan kelompok kasus apabila hasil pengukuran intensitas bising sekolah > 55 dB. Dikategorikan kelompok kontrol apabila hasil pengukuran intensitas bising sekolah ≤ 55 dB. Pengukuran dilakukan di tiga lokasi yang berbeda. Pengukuran dengan alat SLM dilakukan selama 60 detik kemudian di hitung nilai reratanya.

3. Dilakukan wawancara dan pemeriksaan rutin THT pada guru di sekolah tersebut. Guru yang memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai subjek penelitian.

4. Dilakukan pengukuran intensitas suara guru saat mengajar dengan SLM. Pengukuran dilakukan pada pagi hari (pukul 08.00 - 09.00 WIB) dan pada siang hari (pukul 11.00 12.00 WIB). Pengukuran dilakukan di tiga lokasi yang berbeda. Pengukuran dengan alat SLM dilakukan selama 60 detik, kemudian di hitung nilai reratanya.

5. Guru mengisi kuisioner VHI.

6. Dilakukan penilaian tingkat gangguan kelelahan bersuara pada guru dengan menghitung skor VHI.


(45)

3.7 Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat. Analisa univariat untuk menggambarkan karakteristik masing masing variabel dengan menggunakan distribusi frekuensi. Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan terhadap dua variabel. Sementara analisis multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antar-variabel dengan menyingkirkan variabel lain termasuk variabel perancu.

Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel. Data diolah dengan SPSS versi 15. Analisis data untuk menilai hubungan kebermaknaan dilakukan uji Chi-square tes, T-tes, dan uji regresi logistik multinomial dengan tingkat kemaknaan bila P < 0.05 dan tingkat kepercayaan dengan Interval Kepercayaan (IK) 95%.

   


(46)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sebanyak 90 orang guru yang mengajar di 10 SD negeri di wilayah kota Medan yang memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai subjek penelitian.

Rerata hasil pengukuran intensitas bising pada SD negeri yang berada dekat jalan raya diperoleh sebesar 80.8 dB, sedangkan intensitas bising SD negeri yang jauh dari jalan raya diperoleh sebesar 54.6 dB.

Hasil pengukuran intensitas suara guru selama mengajar pada pagi hari (pukul 08.00-09.00 WIB) dan pada siang hari (pukul 11.00-12.00 WIB) dan diukur pada tiga lokasi yang berbeda, didapatkan hasil rerata sebesar 79.6 dB untuk kelompok kasus dan untuk kelompok kontrol sebesar 61 dB.

Berdasarkan data subjek penelitian di temukan bahwa rerata umur guru di kedua kelompok tidak terlalu berbeda (kelompok kasus 36.1 tahun dan kelompok kontrol 37.5 tahun). Rerata durasi guru mengajar pada kedua kelompok adalah sama, yaitu selama tiga jam.

Tabel 5.1 Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Kasus Kontrol

n % n %

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

11 34

24.4 75.6

10 35

22.2 77.8


(47)

Tabel 5.2 Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Keluhan

Kasus Kontrol

n % n %

Suara serak hilang timbul Suara hilang

an Rasa kering ditenggorok

30 2 13 66.7 4.4 28.9 18 3 24 40 6.7 53.3

Jumlah 45 100 45 100

Pada tabel 5.2 ditemukan sebanyak 30 orang (66.7%) di kelompok kasus mengeluhkan suara serak sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 18 orang (40%). Dari 90 orang guru, ditemukan keluhan rasa kering ditenggorokan sebanyak 24 orang (53.3%) pada kelompok kontrol sedangkan pada kelompok kasus hanya dijumpai 13 orang (28.9%).

Tabel 5.3 Skor VHI pada kedua kelompok

Kasus Kontrol P

n % n %

Skor VHI < 20 20-40 41-60 > 60 0 0 0 0 0 0 5 40 0 0 11.1 89.9 13 32 28.9 71.1 0.02

Jumlah 45 100 45 100

Keterangan: Skor VHI < 20=tidak ada gangguan keluhan bersuara, 20-40=gangguan kelelahan bersuara ringan, 41-60=gangguan kelelahan bersuara sedang, >60 gangguan kelelahan bersuara berat.

Pada tabel 5.3 ditemukan skor VHI pada kedua kelompok sekolah berada pada kategori gangguan keluhan bersuara ringan, yaitu 89.9% pada kelompok kasus dan 71.1 % pada kelompok kontrol. Setelah di uji dengan menggunakan Chi-square test, didapatkan perbedaan yang signifikan pada kedua kelompok (P=0.02).


(48)

Tabel 5.4 Skor VHI berdasarkan subskala pada kedua kelompok

Kasus Kontrol P

Rerata SD Rerata SD

VHI-F 3 7

3 9 VHI-E VHI-P 10.93 5.55 4.04 4.47 3.16 2.79 10.1 7.31 4.62 3.9 3.4 2.7 0.37 0.01 0.29

Keterangan: VHI-F= subskala fungsional, VHI-E=Subskala emosi, VHI-P=subskala Phisik

Pada Tabel 5.6 dilakukan uji statistik dengan menggunakan T-test terhadap skor VHI berdasarkan subskala, didapatkan perbedaan yang bermakna pada subskala VHI-E antara kedua kelompok (P=0.01)

Tabel 5.5 Hubungan antara faktor-faktor resiko dengan skor VHI

Variabel P

Intensitas bising sekolah Intensitas suara guru Umur Jenis kelamin Durasi mengajar 0.02 0.02 0.73 0.01 0.30

Setelah dilakukan analisa statistik terhadap variabel yang diduga mempengaruhi skor VHI dengan menggunakan Chi-square test, didapatkan hubungan yang bermakna antara intensitas bising sekolah, intensitas suara guru dan jenis kelamin dengan skor VHI.

Tabel 5.6 Hasil regresi logistik multinomial faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap skor VHI

Variabel OR IK 95% P

Intensitas bising sekolah Intensitas suara guru Jenis Kelamin

3.4 3.2 1.4

1.22 - 9.36 1.04 - 9.16 0.45 - 4.44

0.03 0.02 0.22


(49)

Dilakukan uji regresi logistik multinomial terhadap faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap skor VHI, hasilnya menunjukkan bahwa hanya intensitas bising sekolah (OR = 3.4 ; IK 95% = 1.22-9.36) dan intensitas suara guru (OR = 3.2; IK95% = 1.04-9.16) yang berpengaruh terhadap tingginya skor VHI.

                                       


(50)

BAB 5 PEMBAHASAN

Studi ini dilakukan di 10 SD negeri di wilayah kota Medan, Sumatera Utara. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Medan tahun 2007, terdapat 403 SD yang tersebar di 21 kecamatan dengan jumlah guru yang mengajar sebanyak 5.493 orang. Sebagian besar SD negeri ini berada pada lingkungan bising terutama di dekat jalan raya yang padat kendaraan bermotor.

Hasil pengukuran intensitas bising pada penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat bising pada SD negeri yang berada dekat jalan raya sebesar 80.8 dB. Intensitas bising ini sudah melewati ambang batas yang diperkenankan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 718/MEN.KES/PER/XI/1987, yaitu sebesar 45 dB sampai 55 dB. Sedangkan SD negeri yang berada jauh dari jalan raya tingkat kebisingannya sudah mendekati ambang batas kebisingan, yaitu sebesar 54.6 dB.

Bising yang berlebihan dapat menimbulkan masalah bersuara pada guru. Hal ini disebabkan karena pada lingkungan sekolah yang bising, guru harus berbicara dengan suara yang keras agar didengar oleh muridnya. Berbicara dengan suara yang tinggi selama mengajar dapat mempengaruhi kualitas suara mereka (Bradley 2004, Aronsson, 2007). Berbagai studi menemukan bahwa guru mempunyai resiko tinggi untuk mengalami masalah bersuara (Sala et al. 2002, Alves et al. 2007, Jardim et al. 2009, Munier et al. 2008).

Nilai ambang batas intensitas suara yang di sarankan oleh American SPeech and Hearing Association (ASHA) yaitu sebesar 65 dB (Jonsdotir, 2003). Pada studi ini pengukuran intensitas suara guru di SD negeri yang berada dekat jalan raya sebesar 79.6


(51)

dB. Ini berarti intensitas suara guru sudah melebihi nilai ambang ASHA. Pengukuran intensitas suara guru di SD negeri yang berada jauh dari jalan raya sebesar 61 dB dan masih berada pada nilai ambang ASHA. Studi yang dilakukan The Canadian language and Literacy Research Network (2004) menemukan bahwa rerata intensitas suara yang dikeluarkan oleh guru selama mengajar lebih tinggi dari nilai ambang yang telah ditetapkan oleh ASHA.

Studi yang dilakukan Martins pada guru SD di San Paulo, Brazil menemukan adanya hubungan antara intensitas suara dengan intensitas bising lingkungan. Mereka menemukan intensitas lingkungan sekolah di Brazil sebesar 58 dB sampai 84 dB dan dapat mencapai 110 dB dengan intensitas suara guru dapat mencapai 79.5 dB sampai 90.5 dB. (Jardim et al. 2007).

Hasil yang berbeda ditemukan oleh Kadryan dkk (2008) di Yogyakarta. Pada studi- nya intensitas suara guru yang mengajar di SD yang terpapar bising hampir melewati nilai ambang ASHA, yaitu sebesar 64.4 dB dan intensitas suara guru yang mengajar di SD yang berada jauh dari jalan raya sebesar 57.7 dB.

Profesi guru terutama guru SD mempunyai kesempatan yang sedikit untuk mengistirahatkan suara mereka selama bekerja. Pada penelitian ini durasi guru mengajar di SD negeri rata-rata tiga jam per hari. Munier et al (2008) dalam studinya menemukan guru SD di Dublin, Irlandia memiliki waktu mengajar rata-rata 5 jam per hari dan mempunyai waktu istirahat selama 30 menit. Sivasankar (2002) menemukan durasi mengajar guru SD di India lebih dari tiga jam per hari.

Titze mengatakan adanya hubungan antara kelelahan bersuara dengan perubahan viskositas pita suara. Perubahan viskositas pita suara dipengaruhi oleh Phonation threshold Pressure (PTP). PTP adalah indeks minimum tekanan yang dibutuhkan untuk


(52)

memulai osilasi pita suara. Solomon dan DiMattia menemukan PTP akan meningkat setelah 2 jam berbicara dengan suara yang keras. Perubahan viskositas ini biasanya terjadi saat bersuara pada nada yang tinggi. (Welham et al 2003).

Gejala kelelahan bersuara yang sering ditemukan pada guru antara lain rasa kering di tenggorok, suara serak, cepat lelah saat bersuara, dan terasa sakit saat berbicara. Gejala ini secara langsung berhubungan dengan pemakaian suara yang berlebihan, faktor lingkungan, dan hidrasi selama berbicara ( Simoes and Latorre 2006).

Pada studi ini, suara serak yang hilang timbul banyak dikeluhkan oleh guru yang mengajar di SD negeri yang berada dekat jalan raya (66.7%), sedangkan keluhan rasa kering ditenggorok lebih banyak ditemukan pada guru yang mengajar di sekolah yang berada jauh dari jalan raya (40%). Hal yang sama juga ditemukan oleh Araujo et al (2008) dan Alves et al (2009) pada guru SD.

Pada penelitian ini, tidak dilakukan pemeriksaan THT dengan menggunakan alat yang lebih akurat, yaitu dengan menggunakan nasolaringofaringoskopi atau dengan menggunakan videostroboskopi sehingga keluhan yang disampaikan oleh guru hanya berdasarkan keluhan yang mereka rasakan selama ini. Sehingga tidak dapat diketahui secara pasti apakah keluhan tersebut disebabkan karena kesalahan penggunaan suara saja atau muncul akibat komplikasi dari kelelahan suara yang telah mereka alami.

Peningkatan bising lingkungan sekolah menyebabkan guru akan meningkatkan intensitas suara akibatnya akan terjadi kesalahan penggunaan suara (Kadriyan dkk 2008). Bersuara terus-menerus dapat mengubah komposisi cairan di dalam pita suara, berupa meningkatnya viskositas dan kekakuan pita suara (perubahan viskoelastisitas) (Welham et al. 2003). Hal ini yang mungkin menyebabkan guru di SD yang berada dekat jalan raya banyak mengeluhkan suara serak yang hilang timbul karena harus


(53)

menggunakan suara lebih keras saat mengajar agar dapat didengar oleh murid-muridnya.

Pita suara dilapisi oleh mukosa yang mengandung matriks ekstraseluler (ECM) dan protein. Keduanya mempengaruhi kualitas suara. ECM mengandung Hyaluronic acid (HA) berperan pada viskositas dan elastisitas pita suara selama berfonasi (Barbosa, 2008). Evaporasi pada pita suara dapat mengakibatkan kekakuan dan berkurangnya viskositas pita suara (Leydon 2008). Rasa kering di pita suara akan menyebabkan pita suara lebih mudah mengalami iritasi (Jonsdotir 2003). Lubrikasi merupakan elemen terpenting agar pita suara dapat bergerak lebih fleksibel (Jonsdotir 2003).

Lingkungan dengan kelembaban yang rendah, ventilasi yang buruk dan temperatur ruangan yang tinggi dapat menyebabkan hidrasi pada pita suara. Partikel debu juga bisa menyebabkan rasa kering di mulut dan di tenggorok (Jonsdotir 2003).

Meskipun kondisi sekolah pada kedua kelompok adalah sama, tapi pada kelompok kontrol keluhan rasa kering di tenggorok lebih banyak dirasakan. Hal ini lebih disebabkan karena faktor lingkungan sekolah. Kondisi sekolah yang panas, ventilasi ruang kelas yang buruk, kelas yang kotor dapat mengakibatkan evaporasi pita suara yang dirasakan sebagai rasa kering di tenggorok. Kemungkinan lain yang menyebabkan munculnya keluhan ini adalah mengajar/berbicara dalam waktu yang lama dapat menyebabkan evaporasi meskipun hasil pengukuran intensitas suara pada kelompok ini, yaitu sebesar 61 dB, masih dalam batas ambang ASHA.

Pada penelitian ini, hanya dikumpulkan data mengenai kondisi gangguan suara yg dirasakan sehari-hari oleh guru dengan mengisikan kuesioner VHI. Masing-masing guru harus mengisi 30 pertanyaan yang masing-masing menggambarkan tentang ketidakmampuan secara fungsional, emosi dan fisik akibat kelelahan bersuara.


(54)

Studi ini mendapatkan perbedaan skor VHI yang bermakna antara kedua kelompok (P=0.02). Kelelahan bersuara ringan (skor VHI 20-40) lebih banyak dijumpai pada kelompok SD negei yang terpapar bising (89.9%). Hasil yang sama juga didapatkan oleh Kadryan (2008) di Yogyakarta.

Pada studi ini hanya skor subskala emosi (VHI-E) yang berbeda secara bermakna antara kedua kelompok (P=0.01) dan skor subskala emosi lebih tinggi pada kelompok yang terpapar bising. Hal ini dikarenakan sebagian besar guru di kota Medan adalah perempuan, selain berprofesi sebagai guru mereka juga berperan sebagai ibu rumah tangga. Akibat beban kerja yang berlebihan ini dapat mempengaruhi kepribadian mereka. Jin et al (2008) di Hongkong melaporkan beban kerja yang berlebihan pada guru perempuan secara langsung dapat mengakibatkan gangguan kondisi kesehatan mereka. Spina et al (2009) dalam tulisannya mengatakan kelelahan bersuara dapat mempengaruhi fisik dan emosional seseorang.

Niebudek-Bogusz et al (2010) melakukan penghitungan skor VHI berdasarkan skor subskalanya dan dia mendapatkan hubungan yang bermakna antara skor subskala fungsional (VHI-F) dan skor subskala emosi (VHI-E) terhadap bising lingkungan sekolah.

Pada penelitian ini, intensitas bising sekolah dan intensitas suara guru mempengaruhi kelelahan bersuara dengan nilai odd ratio masing masing sebesar 3.4 (IK 95%=1.05-9.36) dan 3.2 (IK 95%=1.04-9.16). Ini berarti guru yang mengajar di sekolah yang terpapar bising memiliki risiko kelelahan bersuara 3.4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang mengajar di sekolah yang tidak terpapar bising. Demikian juga, guru dengan intensitas suara tinggi saat mengajar dapat mengalami


(55)

kelelahan bersuara 3.2 kali lebih sering dibandingkan guru dengan intensitas suara rendah.

Kadryan (2007) di Yogyakarta menemukan bahwa guru yang mengajar di sekolah yang terpapar bising memiliki resiko mengalami kelelahan bersuara 1.87 kali lebih tinggi dibandingkan guru yang mengajar di sekolah yang tidak terpapar bising. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perbedaan hasil pengukuran intensitas bising sekolah, dimana penelitian di Yogyakarta, intensitas bising lingkungan SD yang berada dekat jalan raya sebesar 57.2 dB dan SD yang berada jauh dari jalan raya sebesar 48.3 dB (Kadriyan 2007), sedangkan pada studi ini intensitas bising lingkungan SD yang berada dekat jalan raya sebesar 80.8 dB dan SD yang berada jauh dari jalan raya sebesar 54.6 dB.

                       


(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Telah dilakukan studi kasus kontrol pada 90 orang guru di 10 SD negeri di kota Medan yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengaruh bising lingkungan sekolah terhadap kelelahan bersuara pada guru.

Berdasarkan hasil pengukuran intensitas bising lingkungan SD negeri di kota Medan, ditemukan bahwa tingkat bising lingkungan sekolah pada SD negeri yang berada dekat jalan raya sebesar 80.8 dB. Intensitas bising ini sudah melewati ambang batas yang diperkenankan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 718/MEN.KES/PER/XI/1987, yaitu sebesar 45 dB sampai 55 dB. Sedangkan SD negeri yang berada jauh dari jalan raya tingkat kebisingannya sudah mendekati ambang batas kebisingan, yaitu sebesar 54.6 dB.

Pada penelitian ini pengukuran intensitas suara guru di SD negeri yang berada dekat jalan raya sebesar 79.6 dB. Ini berarti intensitas suara guru sudah melebihi nilai ambang ASHA yaitu sebesar 65 dB (Jonsdotir, 2003). Pengukuran intensitas suara guru di SD negeri yang berada jauh dari jalan raya sebesar 61 dB dan masih berada pada nilai ambang ASHA.

Keluhan suara serak yang hilang timbul banyak dijumpai pada guru yang mengajar di SD negeri yang terpapar bising, yaitu sebanyak 66.7% sedangkan di SD negeri yang tidak terpapar bising keluhan rasa kering pada tenggorokan lebih banyak dijumpai yaitu sebesar 53.3%.


(57)

Pada guru yang mengajar di SD negeri yang berada dekat jalan raya banyak ditemukan kelelahan bersuara dengan tingkat gangguan yang ringan dibandingkan dengan guru yang mengajar di SD yang berada jauh dari jalan raya.

Adanya hubungan antara pengaruh bising lingkungan sekolah (P=0.03), intensitas suara (P=0.02) dan jenis kelamin (P=0.01) dengan kelelahan bersuara.

Guru yang mengajar di sekolah yang terpapar bising memiliki risiko kelelahan bersuara 3.4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan guru yang mengajar di sekolah yang tidak terpapar bising. Demikian juga, guru dengan intensitas suara tinggi saat mengajar dapat mengalami kelelahan bersuara 3.2 kali lebih sering dibandingkan guru dengan intensitas suara rendah.

6.2 Saran

Perlunya penelitian lebih lanjut untuk mendukung hasil penelitian ini. Mengingat masih kurangnya penelitian mengenai gangguan bersuara pada profesi yang mengandalkan suara, dimana pada studi ini dipilih sebagai subjek penelitian adalah guru SD negeri di Kota Medan.

Perlu dilakukan pemilihan sampel yang tepat agar didapat hasil yang lebih akurat. Pada penelitian ini, dilakukan teknik pengumpulan sampel dengan cara

consecutive sampling, yaitu semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi, sehingga setiap subjek dalam populasi terjangkau tidak mendapatkan kesempatan yang sama untuk terpilih atau untuk tidak terpilih sebagai sampel penelitian. Untuk itu diperlukan teknik pemilihan sampel berdasarkan peluang (probability sampling), yaitu simple random sampling.


(58)

Selain itu dibutuhkan pemeriksaan THT yang lebih lengkap, misalnya dengan menggunakan nasolaringofaringoskopi atau dengan videostroboskopi sehingga komplikasi yang timbul akibat penggunaan suara yang berlebihan, seperti polip pita suara, nodul pita suara, kista pita suara dan lain lain, dapat segera dideteksi dan diobati. Oleh karena itu perlu dilakukan observasi lebih lanjut terhadap guru SD negeri sehingga kelainan-kelainan tersebut tidak mempengaruhi kualitas hidup mereka.

Perlunya perhatian yang lebih dari instansi terkait yaitu Dinas Pendidikan Kota Medan terhadap kesehatan bersuara guru dengan memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan di tiap-tiap SD negeri di kota Medan. Perlunya pertimbangan yang tepat mengenai pemilihan lokasi SD negeri atau melengkapi SD negeri yang berada dekat jalan raya dengan ruang kelas yang tertutup dan dilengkapi oleh air conditioner (AC). Hal ini bertujuan mengurangi masuknya sumber bising, mengingat pada penelitian ini hasil pengukuran intensitas bising lingkungan sekolah yang berada dekat jalan raya (80.8 dB) sudah melewati ambang batas yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 718/MEN.KES/PER/XI/1987, yaitu sebesar 45 dB sampai 55 dB. Bahkan tingkat bising lingkungan sekolah yang berada jauh dari jalan raya (54.6 dB) sudah hampir mendekati nilai ambang batas yg telah ditetapkan.

Kepada pihak sekolah disarankan untuk menata ulang lokasi ruang kelas agar tidak berada tepat di dekat sumber bising dan kepada guru disarankan menggunakan mikrofon saat mengajar.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Ackah Y. 2000. Physiology of Voice Production: Consideration for the Vokal Performer. Journal of Singing. Thomas Jeferson University. Philladelphia. Alves et al. 2009. Health Disorders and Teacher’s Voice: A Workers Health Issue. Rev

Latino-am Enfermagem. 17(4):566-72

Aronsson et al. 2007. Loud Voice During Environmental Noise Exposure in Patient With Vocal Nodules. Logopped Phoniatr Vocol. 32 (2): 60-70.

Araujo TM, Eduardo JF, Fernando MC, Lauro AP, Israel CR, Jonathan MA. 2008. Factors Associated with voice disorders among women teachers. Cad. Saude Publica Rio de Janeiro. 24(6):1229-38

Ballenger JJ. 1994. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Jilid 1. Edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta. 31:526-533.

Barbosa L et al. 2008. Detection of Hyaluronic Acid Receptor in Human Vokal Folds by Immunohistochemistry. Rev Bras Otorrinolaringol. 74(2):201-6.

Bashiruddin J. 2007. Pengaruh Bising dan Getaran pada fungsi Keseimbangan dan Pendengaran. Disertasi. Universitas Indonesia. Jakarta..

Bradley J. 2004. Voice Dysfunction. Occupational Health and Safety Bulletin. 4:32-31 Burton M. 2000. Hall and Colman’s Diseases of The ear, Nose and Throat. 15th ed.

Churchill Livingstone. 29:197-198.

Courey MS, Roediger FC. 2009. Laryngoscopy. In: Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Vol. 5. 83: 962-955.

Damborenea T et al. 1999. The Effect of Tobacco Consumption on Acoustic Voice Analysis. Acta Otorrhinolaringol Esp. 50(6):448-52

Damste PH. 1997. .Disorder of the Voice. In Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th ed. Butterworth- Heinemann. Vol. 5. 6:1-25


(60)

Eckley C, Swensen J, Duprat A, Donati F, Costa H. 2008. Incidence of Struktur Vocal Fold Abnormalities Associated with Vokal Fold Polyps. Rev Bras Otorrinolaringol. 74(4):508.

Gassul C, Casanova C, Botey Q, Amador M. 2010. The Impact of The Reactivity to Stress in Teachers with Voice Problem.

Heman-Ackah YD, Dean C, Sataloff R. 2002. Strobovideolaryngoscopic Finding in Singing Teacher. Journal of Voice.16(1); 81-86

Hermani B dan Hutauruk S. 2007. Disfonia. Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorokan. Ed 6. FK-UI. Jakarta

Ikron, I Made D, Wulandari R. 2007. Pengaruh Kebisingan Lalulintas Jalan Terhadap Gangguan Kesehatan Psikologis Anak SDN Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta, 2005. Majalah Kesehatan. 11:32-37.

Jacobsen BH, Johnson A, Grywalski C, Silbergleit, et al. 1997. The voice Handicap Index (VHI). American Journal of Speech Language Pathology.;6:66-70. Jardim R, Barreto SA, Assuncão AA. 2007. Voice Disorders: Case Definition and

Prevalence in Teachers. Rav Braz Epidemiol. 10(4):625-36

Jiang J, Zhang Y, MacCallum J, Sprecher A, Zhou L. 2009. Objective Acoustic Analysis of Pathological Voice from Patient with Vokal Nodule and Polyps. Folia Phoniatr Logop. 61:342-349.

Jin P, Yeung AS, Tang TO, Low R. 2008. Identifying teachers at risk in Hong Kong: Psychosomatic symptoms and sources of stress. J Psychosom Res. 65(4):357-62

Johns M and Parikh S. 2009. Benign Laryngeal Lesions. In Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. Centennial edition. BC Decker Inc. 75:877-878.

Jones K, et al. 2002. Prevalence and Risk Factors for Voice Problem Among Telemarketers. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 128:571-77.


(61)

Jong de. 2010. An Introduction to the Teacher’s voice in a Biopsychocial Perspective. Folia Phoniatrica et Logopaedica. 62:5-8

Jong de, et al. 2003. A Psychological Cascade Model for persisting Voice Problem in Teachers. Folia Phoniatrica et Logopaedica. 55:91-101.

Jonsdotir. 2003. The Voice An Occupational Tools: A Study of Teacher’s Classroom Speech and the Effect of Amplification. Doctoral Dissertation. University of Tampere. Tampere.

Kadriyan H. 2007. Aspek fisiologis dan biomekanis Kelelahan bersuara serta Penatalaksanaannya. Cermin Dunia Kedokteran. 15:93-95.

Kadriyan H, Sastrowijto S. 2005. Prevalensi Kelelahan Bersuara pada Guru yang Berobat di RS. Dr. Sardjito Jogyakarta. Hasil Penelitian. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

Kadriyan H. Soekardono S, Rianto B. 2008. Pengaruh Bising terhadap Gangguan Vokal pada Guru Sekolah Dasar. Otorhinolaringologica Indonesiana. 38(2):24-32 Kooijman PGC, de Jong, Oudes, Huinck W, van Acht H, Graamans K. 2005. Muscular

Tension and Body Posture in Relation to Voice Handicap Index and Voice Quality in Teachers with Persistent Voice Complaint. . Folia Phoniatrica et Logopaedica. 30:15-22.

Lehto L. 2007. Occupational Voice – Studying Voice Production and Preventing Voice Problem with Special Emphasis on Call Centre Employee. Disertasi. Helsinki University of Technology.

Leydon C et al. 2009. Vocal Fold Surface Hydration: a Review. J. Voice. 23(6): 658-65. Lundy Donna S, Casiano Roy R. Diagnosis and Management of Hoarseness. Hospital

Physician. 1999.p:59-69

Nerriere E, Vercamre M, Gilbert F, Kovess-Masfety V. 2009. Voice disorders and mental health in teacher: a cross-sectional nationwide study. BMC public health. 9:370


(62)

Netrita. 2008. Analisis Tingkat Kebisingan di Beberapa Sekolah Sepanjang Jalan Sudirman Bukittinggi (Studi Kasus). Program Pasca Sarjana. Universitas Andalas.

Niebudek-Bogusz, Kuzanska A, Woznicka E, Sliwinska-Kowalska M. 2007. Voice Disorder in Female teacher assessed by voice handicap Index. Med Pr. 58(5):393-402.

Niebudek-Bogusz E, Woznica, E Zamyslowska-Szmytke, Sliwinski-Kowalska. 2010. Correlation between Acoustic Parameters and Voice Handicap Index in Dysphonic Teachers. Folia Phoniatrica et Logop. 62: 55-60

Madeira F. 2010. Voice Handicap Index Evaluation in Patient with Moderate to Profound Bilateral Sensorineural Hearing Loss. Braz J. otorhinolaryngol.76(1):59-70.

Munier C and Kinsela R. 2008. The prevalence and impact of voice problems in primary school teachers. Occupational Medicine. 58:74-76

Preciado. 1998. Prevalence of voice disorders among educational professionals. Factors contributing to their appearance or their persistence. Acta Otorrinolaringol Esp. 49(2):137-42

Preciado J, Perez C ,Carzada M. Preciado P. 2005. Prevalence and Incidence studies of Voice Disorders among Teaching staff of La Rioja, Spain.. Acta Otorrinolaryngol Esp. 56:202-210

Preciado, Perez ,Carzada M. 2005a. Function vocal examination and acoustic analys of 905 Teaching Staff of La Rioja Spain. Acta Otorrinolaryngol Esp. 56:261-272 Preciado-Lopez J, Perez-Fernandes C, Calzada-Uriando M, Preciado-Luis P. 2007.

Epidemiological study of voice Disorders among Teaching Professionals of La Rioja, Spain. Journal of Voice. 22(4):489-508.

Purnanta MA, Soekardono S, Rianto, Christanto A. 2008. Pengaruh Bising terhadap Konsentrasi Belajar Murid Sekolah Dasar. Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.


(1)

Benjolan : III.Intensitas Suara saat mengajar : IV.Voice Handicap Indeks :

Subskala

Jumlah


(2)

Lampiran 2. Kuesioner Voice Handicap Index

Voice Handicap Index (VHI)

Instruksi:Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini menggambarkan kondisi bersuara dan efek dari bersuara dalam kehidupan sehari-hari. Lingkari respon (angka 1,2,3,4,5) jika sesuai dengan kehidupan sehari-hari anda dalam berbicara.

Kode Pengalaman Tidak

pernah Hampir pernah Kadang-kadang Hampir selalu Selalu (setiap saat) F1 Suara saya membuat orang-orang

sulit mendengar saya 0 1 2 3 4

P2 Saya seperti kehabisan udara atau

bernafas saat berbicara 0 1 2 3 4

F3 Orang-orang sulit mengerti saya pe saat berbicara di ruang yang rebut dikarenakan suara saya

0 1 2 3 4

P4 Suara saya bervariasi dalam selang

satu hari 0 1 2 3 4

F5 Keluarga saya kesulitan

mendengar saya ketika saya memanggil mereka saat di rumah

0 1 2 3 4

F6 Saya jarang menggunakan telepon

dikarenakan suara saya 0 1 2 3 4

F7 Saya gugup jika berbicara dengan

orang lain karena suara saya 0 1 2 3 4

F8 Saya cenderung menghindari sekumpulan orang karena suara saya

0 1 2 3 4

E9 Orang-orang tampaknya terganggu

dengan suara saya 0 1 2 3 4

P10 Orang-orang bertanya “ada apa

dengan suaramu?” 0 1 2 3 4

F11 Saya jarang berbicara dengan temen-temen, tetangga, atau saudara karena suara saya

0 1 2 3 4

F12 Orang-orang meminta saya untuk mengulangi apa yang saya katakana ketika berbicara berhadap-hadapan

0 1 2 3 4

P13 Suara saya terdengar serak dan


(3)

P14 Saya merasa seakan-akan saya harus berusaha keras untuk menghasilkan suara

0 1 2 3 4

E15 Saya mengetahui orang lain tidak

mengerti permasalahan suara saya 0 1 2 3 4

F16 Permasalahan suara saya

membatasi kehidupan pribadi dan social saya

0 1 2 3 4

P17 Kejelasan suara saya tidak dapat

diprediksi 0 1 2 3 4

P18 Saya mencoba untuk mengubah suara saya menjadi suara yang berbeda

0 1 2 3 4

F19 Saya merasa ditinggalkan dari

pembicaraan karena suara saya 0 1 2 3 4

P20 Saya menggunakan usaha yang

keras untuk berbicara 0 1 2 3 4

P21 Suara saya lebih parah pada

malam hari 0 1 2 3 4

F22 Permasalahan suara saya membuat

saya kehilangan pendapatan 0 1 2 3 4

E23 Masalah suara saya membuat saya

marah 0 1 2 3 4

E24 Saya kurang bisa bergaul karena

permasalahan suara saya 0 1 2 3 4

E25 Suara saya membuat saya merasa

cacat 0 1 2 3 4

P26 Suara saya “hilang” pada saat

berbicara 0 1 2 3 4

E27 Saya merasa terganggu ketika orang-orang meminta saya untuk mengulang kata-kata saya

0 1 2 3 4

E29 Suara saya membuat saya merasa

rendah diri 0 1 2 3 4

E30 Saya malu dengan masalah suara

saya 0 1 2 3 4


(4)

Lampiran 3. Lembar Penjelasan Kepada subjek penelitian

Penjelasan dan Persetujuan Kepada Guru Yth. Bapak / Ibu ……….

Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri (dengan menunjukkan surat tugas dari Departemen Telinga Hidung Tenggorok (THT) FK USU). Nama saya dokter Hellena, bertugas di divisi THT Komunitas Departemen THT FK USU / RSUP H. Adam Malik. Saat ini, saya sedang melakukan penelitian tentang dampak pengaruh bising lingkungan sekolah terhadap kelelahan bersuara pada guru SD negeri di kota Medan.

Kelelahan bersuara merupakan salah satu gangguan bersuara yang paling sering terjadi pada guru atau pada profesi yang mengandalkan suara dalam menjalani pekerjaannya. Berbicara di lingkungan yang bising dapat meningkatkan resiko terjadinya gangguan tersebut. Hal ini disebabkan terjadi peningkatan intensitas suara pada saat berbicara. Kelelahan bersuara dapat menurunkan kinerja guru dalam melaksanakan aktifitas belajar mengajar, terutama guru SD yang umumnya lebih banyak mengandalkan suara dibandingkan guru SMP dan SMU.

Pada penelitian ini kami akan mengukur intensitas suara Bapak / Ibu dengan Sound Level Meter (SLM) saat mengajar. Pengukuran akan dilakukan pada pagi hari (pukul 08.00-09.00) dan siang hari (pukul 11.00-12.00). Sebelum dilakukan pengukuran intensitas suara, terlebih dahulu bapak dan ibu guru diminta kesediaannya untuk mengisi data identitas diri kemudian bersedia untuk dilakukan pemeriksaan THT dan mengisi kuisioner Voice Handicap Index (VHI). VHI merupakan kuisioner uji tapis untuk kelelahan bersuara. Jika Bapak / Ibu bersedia mengikuti penelitian ini, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).

Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak / Ibu, kami ucapkan terima kasih.


(5)

Lampiran 4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Alamat : ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya

MENYETUJUI

untuk mengikuti penelitian “Pengaruh bising lingkungan sekolah terhadap kelelahan bersuara pada guru di beberapa sekolah dasar di kota Medan”

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan yang berkaitan dengan penelitian tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2010

Subjek Penelitian Peneliti

... dr. Hellena


(6)