PENERAPAN PENDEKATAN OPEN-ENDED DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI RESPON SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN TAHUN AJARAN 2011/2012.

(1)

PENERAPAN PENDEKATAN

OPEN-ENDED

DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI

RESPON SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN

TAHUN AJARAN 2011/2012

Yunita Sari1*, Ira Kurniawati2, Getut Pramesti3

1

Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta 2,3

Dosen Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, UNS, Surakarta *

Keperluan Korespondensi: 085647936427, yunitamath08@gmail.com ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada pendekatan konvensional pada materi trigonometri, (2) apakah siswa yang mempunyai respon tinggi mempunyai kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai respon sedang, apakah siswa yang mempunyai respon sedang mempunyai kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai respon rendah, dan apakah siswa yang mempunyai respon tinggi mempunyai kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa yang mempunyai respon rendah, (3) pada pembelajaran dengan pendekatan konvensional, siswa dengan respon manakah yang menghasilkan kemampuan berikir matematis yang lebih baik, sedangkan pembelajaran dengan pendekatan open-ended, siswa dengan respon manakah yang menghasilkan kemampuan berikir matematis yang lebih baik, (4) pada siswa yang mempunyai respon tinggi, apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada pendekatan konvensional pada materi trigonometri, sedangkan pada siswa yang mempunyai respon sedang, apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada pendekatan konvensional pada materi trigonometri, dan pada siswa yang mempunyai respon rendah, apakah pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada pendekatan konvensional pada materi trigonometri, (5) bagaimana tingkatan kemampuan berpikir matematis siswa berdasarkan pendekatan pembelajaran, (6) bagaimana tingkatan kemampuan berpikir matematis siswa berdasarkan respon siswa terhadap pembelajaran. Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental semu. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun ajaran 2011/2012, yang terdiri dari 10 kelas dengan banyaknya siswa 318. Sampel yang digunakan yaitu 2 kelas dengan jumlah total siswa kedua kelas tersebut adalah 62 siswa. Pengambilan sampel dilakukan secara cluster random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi untuk mengumpulkan data yang berupa data nilai ulangan harian matematika Semester II Kelas X tahun pelajaran 2011/2012, metode angket untuk data respon siswa terhadap pembelajaran dan metode tes untuk data kemampuan berpikir matematais siswa pada materi Trigonometri pokok bahasan aturan sinus dan cosinus. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Sebagai persyaratan analisis yaitu populasi berdistribusi normal menggunakan uji Lilliefors/kolmogorov-smirnov dan populasi mempunyai variansi yang sama (homogen) menggunakan uji F untuk dua populasi dan menggunakan metode Bartlett untuk tiga populasi.


(2)

Kata Kunci: Kemampuan Berpikir Matematis, Pendekatan Open-Ended, Respon Siswa terhadap Pembelajaran

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk menuju kearah hidup yang lebih baik. Tujuan pendidikan bisa tercapai seoptimal mungkin apabila guru sebagai pendidik selalu mengembangkan proses pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan zaman sekarang. Salah satu kecakapan hidup (life skill) yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah ketrampilan, diantaranya adalah ketrampilan berpikir.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan adalah dengan mengembangkan program pendidikan yang berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir. Pengembangan kemampuan tersebut antara lain dapat dilakukan melalui matematika yang secara substansial dapat mendorong pengembangan kemampuan berpikir siswa. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, sehingga memerlukan kemampuan berpikir matematis yang baik untuk mengatasinya.

Pentingnya orang belajar matematika, tidak terlepas dari perannya dalam kehidupan, misalnya berbagai informasi dan gagasan banyak disampaikan dengan bahasa matematika, serta banyak masalah yang dapat disajikan ke dalam model matematika. Dengan mempelajari matematika seseorang terbiasa berpikir secara sistematis, ilmiah, menggunakan logika, kritis, serta dapat meningkatkan daya kreativitasnya. Matematika itu penting baik sebagai alat bantu, sebagai ilmu (bagi ilmuwan),

sebagai pembimbing pola pikir maupun sebagai pembentuk sikap [5]. Perkembangan kemampuan berpikir matematis siswa ke dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat reproduksi, koneksi, dan analisis. Tingkat reproduksi merupakan tingkat berpikir paling rendah, tingkat koneksi adalah tingkatan berpikir yang sedang, dan tingkat analisis adalah tingkatan berpikir yang paling tinggi. Tingkat reproduksi meliputi kemampuan mengetahui fakta dasar, menerapkan algoritma standar, mengembangkan keterampilan teknis. Tingkat koneksi meliputi kemampuan mengintegrasikan informasi, membuat koneksi dalam dan antar materi matematika, menetapkan rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan memecahkan masalah tidak rutin. Sedangkan tingkat analisis meliputi kemampuan mematematisasi situasi, melakukan analisis, melakukan interpretasi, mengembangkan model dan strategi sendiri, mengembangkan argumen matematik, dan membuat generalisasi [7].

Kemampuan berpikir matematis bersifat kompleks dan memerlukan konsep prasyarat dan proses dari yang lebih rendah baik dari segi materi maupun cara mempelajari atau mengajarkannya, sehingga dalam pembelajarannya perlu dipertimbangkan tugas matematika serta suasana belajar yang mendukung untuk mendorong munculnya kemampuan berpikir matematika tersebut. Hal ini menyangkut pengambilan keputusan pembelajaran yang digunakan di kelas. Sepuluh faktor yang mempengaruhi siswa dalam belajar matematika, yaitu: kecerdasan siswa, kesiapan belajar siswa, bakat


(3)

yang dimiliki siswa, kemauan belajar siswa, minat siswa, cara penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana pengajaran, kompetensi guru serta kondisi masyarakat luas [5].

Terdapat berbagai macam metode pembelajaran baru yang sudah ada dan berkembang di Indonesia yang bisa diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa. Namun kendala di lapangan adalah terkadang guru enggan mengembangkan metode pembelajaran yang ada. Pembelajaran matematika yang dilakukan cenderung terpusat pada guru. Guru matematika cenderung lebih berorientasi pada siswa dapat menjawab soal ujian daripada memahami materi pelajaran. Kegiatan pembelajaran seperti ini tidak memberi kesempatan yang luas berkembangnya kemampuan berpikir matematis siswa.

Akibat rendahnya kemampuan berpikir matematis siswa adalah kesulitan dalam memahami konsep matematika, menyelesaikan dan mencari solusi permasalahan matematika serta belum mampu mengaitkan dan menggunakan konsep matematika yang sedang dipelajari dengan konsep-konsep matematika yang terkait, konsep-konsep di luar matematika dan konsep-konsep dalam kehidupan sehari-hari. Rerata kemampuan koneksi matematika siswa sekolah menengah masih rendah, nilai reratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2% untuk koneksi matematika dengan pokok bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematika dengan bidang studi lain, dan 67,3% untuk koneksi matematika dengan kehidupan keseharian [6].

Trigonometri adalah salah satu materi yang dihadapi siswa SMA kelas X semester 2, di mana pada jenjang pendidikan sebelumnya belum pernah disampaikan. Walaupun demikian, bukan berarti trigonometri terlepas dari materi matematika yang telah dipelajari sebelumnya.

Sebagian besar siswa SMA

kurang menyukai materi trigonometri karena banyak rumus dalam materi trigonometri. Selama ini siswa cenderung hanya menghafal rumus-rumus trigonometri yang ada sehingga pembelajaran kurang bermakna, karena tidak mengaktifkan siswa dan tidak membangkitkan kemampuan berpikir matematis. Akibatnya pola berpikir matematis siswa tidak berkembang secara maksimal. Untuk mengetahui kemampuan berpikir matematis perlu diberikan soal berbentuk uraian, dapat berbentuk soal cerita pada penerapan aturan sinus dan cosinus dan rumus luas segitiga.

Upaya pengembangan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi pada sekolah menengah perlu dilakukan karena masih rendahnya kemampuan berpikir matematis. Pengembangan kemampuan berpikir matematis, khususnya yang mengarah pada berpikir matematika tingkat tinggi, perlu mendapat perhatian serius, karena sejumlah hasil studi menunjukkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir matematika tingkat rendah yang bersifat prosedural. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengembangkan kemampuan matematika pada tingkat sedang (koneksi) dan tingkat tinggi (analisis) [3].

Selain masih rendahnya kemampuan berpikir matematis siswa dan kenyataan di lapangan guru masih terbiasa melakukan pembelajaran secara konvensional, ternyata masih ada permasalahan yang lain. Permasalahan itu adalah masih rendahnya ketertarikan siswa tertahadap matematika. Mata pelajaran matematika (ilmu pasti) bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, padahal harus diakui bahwa matematika memegang peranan yang penting dalam kehidupan [4]. Dua masalah utama dalam pendidikan matematika di Indonesia adalah rendahnya prestasi siswa serta kurangnya minat mereka


(4)

dalam belajar matematika [3].

Sebagai pendidik, guru matematika perlu memilih pendekatan yang sesuai demi pengembangan kemampuan berpikir matematis siswa. Pendekatan open-ended menjanjikan suatu kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan [8]. Masalah yang diberikan pada pendekatan open-ended adalah masalah yang bersifat terbuka atau masalah tidak lengkap atau dapat disebut juga masalah yang tidak rutin [10]. Melalui pendekatan open-ended

siswa dituntut untuk melakukan observasi, bertanya, menentukan relasi menampilkan alasan-alasan dan menarik kesimpulan. Oleh karena itu, pendekatan open-ended memiliki banyak kesesuaian dengan komponen berpikir matematis [9].

Peningkatkan kemampuan berpikir matematis, di samping menggunakan pembelajaran yang tepat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor luar dan dalam. Faktor luar meliputi lingkungan (alam dan sosial) dan instrument (kurikulum, guru, sarana dan administrasi), faktor dalam meliputi fisiologi (kondisi fisik dan panca indera) dan psikologi (bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif). Motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar dimana berfungsi sebagai pendorong, pengarah, dan penggerak tingkah laku. Juga disebutkan bahwa salah satu unsur yang menumbuhkan motivasi adalah sejauh mana merespon suatu proses kegiatan.

Respon siswa terhadap proses pembelajaran merupakan tanggapan siswa selama mengikuti proses pembelajaran, sehingga mempengaruhi sikap dan tingkah laku siswa dan dapat diungkapkan ke dalam bentuk pernyataan dari siswa tersebut. Dalam hal pembelajaran dengan pendekatan

open-ended dalam mengikuti proses pembelajaran akan banyak dihadapkan pada komponen-komponen

pembelajaran, sehingga sangat dimungkinkan bahwa kemampuan berpikir matematis dipengaruhi oleh respon siswa terhadap pembelajaran. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Sukoharjo pada kelas X semester II tahun ajaran 2011/2012 dan uji coba dilakukan di SMA Negeri 1 Karanganyar.

Pada penelitian ini digunakan 2 variabel bebas yaitu pendekatan pembelajaran dan respon siswa terhadap pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan pembelajaran open-ended

dan pendekatan pembelajaran konvensional, sedangkan respon siswa terhadap pembelajaran dibagi menjadi respon tinggi, sedang, dan rendah. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan rancangan faktorial sederhana 2 × 3 untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel terikat.

Populasi adalah subjek secara keseluruhan dari penelitian [2]. Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian [1]. Dari pengertian tersebut dapat dikembangkan bahwa populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian yang mempunyai ciri atau karakteristik tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun pelajaran 2011/2012, diambil dua kelas dari kelas X yang ada di SMA Negeri 1 Sukoharjo tahun ajaran 2011/2012.

Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini ada tiga macam yaitu metode dokumentasi, metode angket, dan metode tes. Instrumen tes berupa soal-soal subjektif atau uraian yang sudah diuji validitas isi, konsistensi internal dan reliabilitasnya sedangkan instrumen angket telah diuji validitas isi, konsistensi internal, dan reliabilitas. Selain itu, instrumen tes dan angket divalidasikan dengan bantuan validator.

Adapun teknik analisis data yang digunakan meliputi pengujian persyaratan


(5)

analisis, uji keseimbangan, dan uji hipotesis. Pengujian prasyarat analisis meliputi uji normalitas, dan uji homogenitas. Dalam penelitian ini Uji keseimbangan juga mempersyaratkan uji normalitas, dan uji homogenitas, sedangkan untuk uji hipotesisnya yaitu uji analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, dan uji komparasi ganda(jika ada). Dalam penelitian ini terdapat kasus tidak dipenuhinya uji homogenitas, sehingga dilakukan transformasi data dengan transformasi natural log.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan uji analisis variansi dua jalan sel tak sama setelah transformasi log yang dilakukan dengan Minitab 16 diperoleh p = 0,000 < 0,05 = , dan Fa = 19,7116 > 4,00 = Ftab,

sehingga Fa merupakan anggota

Daerah Kritik. Dengan demikian dapat diambil keputusan H0A ditolak, ini berarti

bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir matematis antara siswa yang diberi perlakuan pembelajaran dengan pendekatan

open-ended dan pendekatan

konvensional.

Untuk mengetahui pendekatan pembelajaran mana yang menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik antara pendekatan open-ended dengan pendekatan konvensional, dapat dilihat rataan marginal pada masing-masing kelas. Berdasarkan rataan marginal dengan perhitungan Microsoft Excel 2007 dan Minitab 16 memberikan hasil yang sama yaitu rataan siswa-siswa yang diberi pendekatan open-ended

adalah 4,1979 sedangkan rataan siswa-siswa yang diberi pendekatan konvensional adalah 4,0521 sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan open-ended menghasilkan kemampuan berpikir matematis lebih baik daripada pendekatan konvensional pada materi trigonometri pokok bahasan aturan sinus dan cosinus.

Berdasarkan uji analisis variansi dua jalan sel tak sama setelah transformasi log yang dilakukan dengan Minitab 16 diperoleh p = 0,000 < 0,05 =

, dan Fb = 46,7422 > 3,15 = Ftab,

sehingga Fb merupakan anggota

Daerah Kritik. Dengan demikian dapat diambil keputusan H0B ditolak, ini berarti

terdapat perbedaan pengaruh respon siswa terhadap kemampuan berpikir matematis siswa. Untuk mengetahui diantara siswa dengan respon tinggi, sedang, dan rendah, mana yang menghasilkan kemampuan berpikir matematis siswa yang lebih baik, maka dilakukan uji lanjut analisis variansi yaitu uji komparasi ganda antar kolom.

Selanjutnya uji komparasi ganda antarkolom setelah transformasi natural log dengan perhitungan Minitab 16 diperoleh DK= {P-Value P-Value = 0,000 < 0,05 = } dan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. P-Value.1- .2 = 0,000 ∈ DK

Hal ini berarti ada perbedaan rataan yang signifikan antara kemampuan berpikir matematis pada kelompok siswa dengan respon terhadap pembelajaran tinggi dan kemampuan berpikir matematis pada kelompok siswa dengan respon terhadap pembelajaran sedang. Dengan melihat difference of means respon tinggi dikurangi respon sedang yaitu 0,2409(positif) berarti dapat disimpulkan bahwa siswa dengan respon terhadap pembelajaran tinggi mempunyai kemampuan berpikir matematis lebih baik dibanding siswa dengan respon terhadap pembelajaran sedang pada materi trigonometri pokok bahasan aturan sinus dan cosinus.

b. P-Value 1- .3 = 0,000 ∈ DK

Hal ini berarti ada perbedaan rataan yang signifikan antara kemampuan berpikir matematis pada kelompok siswa dengan respon terhadap pembelajaran tinggi dan kemampuan berpikir matematis pada kelompok siswa dengan respon terhadap pembelajaran sedang. Dengan melihat difference of means respon tinggi dikurangi respon rendah yaitu 0,3846 (positif) berarti dapat disimpulkan bahwa siswa dengan respon terhadap


(6)

pembelajaran tinggi mempunyai kemampuan berpikir matematis lebih baik dibanding siswa dengan respon terhadap pembelajaran rendah pada materi trigonometri pokok bahasan aturan sinus dan cosinus.

c. P-Value 2- .3 = 0,0003 ∈DK

Hal ini berarti ada perbedaan rataan yang signifikan antara kemampuan berpikir matematis pada kelompok siswa dengan respon terhadap pembelajaran tinggi dan kemampuan berpikir matematis pada kelompok siswa dengan respon terhadap pembelajaran sedang. Dengan melihat difference of means respon sedang dikurangi respon rendah yaitu 0,1436 (positif) berarti dapat disimpulkan bahwa siswa dengan respon terhadap pembelajaran sedang mempunyai kemampuan berpikir matematis lebih baik dibanding siswa dengan respon terhadap pembelajaran rendah pada materi trigonometri pokok bahasan aturan sinus dan cosinus.

Berdasarkan uji analisis variansi dua jalan sel tak sama setelah transformasi natural log yang dilakukan dengan Minitab 16 diperoleh p = < 0,05 = , dan Fab =

< 3,150 = Ftab, sehingga Fab bukan

merupakan anggota Daerah Kritik. Karena Fab bukan merupakan anggota

Daerah Kritik maka H0AB tidak ditolak,

ini berarti tidak ada interaksi antara pendekatan pembelajaran dan respon siswa terhadap pembelajaran terhadap kemampuan berpikir matematis siswa pada materi trigonometri pokok bahasan aturan sinus dan cosinus. Hal ini berarti bahwa pendekatan open-ended

menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada pendekatan konvensional pada pokok bahasan aturan sinus dan cosinus baik secara umum maupun jika ditinjau dari masing-masing respon siswa terhadap pembelajaran. Sedangkan kemampuan berpikir matematis siswa dengan respon tinggi

lebih baik dibandingkan respon sedang maupun rendah, respon sedang sama baiknya jika dibandingkan dengan respon rendah baik secara umum maupun kalau ditinjau dari masing-masing pendekatan pembelajaran.

Tidak terpenuhinya hipotesis ketiga dan keempat mungkin dikarenakan:

1) Siswa kurang disiplin dalam mengikuti kegiatan belajar matematika sehingga ada sebagian siswa yang kurang perhatian terhadap mata pelajaran yang disampaikan oleh guru.

2) Beberapa siswa kurang merespon mata pelajaran dan apa yang disampaikan guru sehingga mengakibatkan kemampuan berpikirnya kurang optimal.

3) Faktor yang ada dalam diri siswa pada saat pengisian angket turut mempengaruhi nilai skor angket, misalnya pengisian jawaban tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya yang dialami siswa.

4) Ada variabel bebas lain selain variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yang mempengaruhi proses pencapaian kemampuan berpikir matematis siswa, antara lain: faktor intelegensi, latar belakang keluarga, gaya belajar, bimbingan belajar, lingkungan, dan lain-lain, serta peneliti tidak dapat mengontrol faktor-faktor tersebut di luar kegiatan pembelajaran. Akibatnya siswa belum optimal dalam mengikuti proses pembelajaran guna meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa pada pokok bahasan aturan sinus dan cosinus.

Selanjutnya akan dibahas persentase tingkatan kemampuan berpikir matematis yang meliputi tingkatan kemampuan berpikir matematis berdasarkan pendekatan pembelajaran dan persentase tingkatan kemampuan berpikir matematis berdasarkan respon siswa terhadap pembelajaran. Adapun persentase


(7)

tingkatan kemampuan berpikir matematis siswa berdasarkan pendekatan pembelajaran dirangkum dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rangkuman Kemampuan Berpikir Matematis Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

No. Buti

r Soa

l

Tingkatan Kemampu an Berpikir Matematis (Menurut Shafer & Foster)

Kelas Kontrol (Pendekatan Konvensional)

Kelas Eksperimen (Pendekatan Open-Ended) Jumla

h Siswa

Perse ntase

Juml ah Sisw a

Persen tase

1

Tingkat

Reproduksi 32 100 %

32 100%

Tingkat

Koneksi 31

96,87

5 % 32 100 %

Tingkat

Analisis 2

6,25

% 9

28,125 %

2

Tingkat

Reproduksi 32 100

% 32 100%

Tingkat

Koneksi 29

90,62

5 % 32 100 %

Tingkat

Analisis 3

9,375

% 18 60%

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa bahwa untuk kelas kontrol yakni yang diberi perlakuan pendekatan konvensional, pada soal nomor 1 dan 2, siswa yang mencapai tingkat reproduksi berjumlah 32 siswa dari jumlah total 32 siswa atau dalam persen 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa untuk kelas kontrol, pada soal nomor 1 semua siswa mencapai tingkat reproduksi. Sedangkan untuk kelas eksperimen yakni yang diberi perlakuan pendekatan open-ended, pada soal nomor 1 dan 2, siswa yang mencapai tingkat reproduksi berjumlah 30 siswa dari jumlah total 30 siswa atau dalam persen 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa untuk kelas eksperimen yakni yang diberi pendekatan open-ended,

semua siswa mencapai tingkat reproduksi pada semua soal yang diberikan. Selain itu berdasarkan Tabel 4.1 juga dapat dilihat bahwa untuk kelas kontrol yakni yang diberi perlakuan pendekatan konvensional, pada soal nomor 1 siswa yang mencapai tingkat koneksi berjumlah 31

siswa dari jumlah total 32 siswa atau dalam persen sebanyak 96,875 % . Sedangkan untuk kelas kontrol yakni yang diberi perlakuan pendekatan konvensional, pada soal nomor 2 siswa yang mencapai tingkat koneksi berjumlah 29 siswa dari jumlah total 32 siswa atau dalam persen 90,625 % . Hal ini sedikit berbeda dengan kelas eksperimen yakni yang diberi perlakuan pendekatan open-ended karena pada soal nomor 1 dan 2, siswa yang mencapai tingkat koneksi lebih banyak yaitu 30 siswa dari jumlah total 30 siswa atau dalam persen 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa untuk kelas eksperimen yakni yang diberi pendekatan open-ended, semua siswa mencapai tingkat koneksi pada semua soal yang diberikan.

Disamping itu berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa untuk kelas kontrol yaitu yang diberi perlakuan pendekatan konvensional, pada soal nomor 1 siswa yang mencapai tingkat analisis hanya 2 siswa dari 32 siswa atau dalam persen sebanyak 6,25%. Hasil tersebut sangat berbeda dengan kelas eksperimen yaitu yang diberi pembelajaran dengan pendekatan open-ended karena untuk soal nomor 1 siswa yang mencapai tingkat analisis lebih banyak yaitu 9 orang dari 30 siswa atau dalam persen sebanyak 28,125%. Begitu pula untuk soal nomor 2, siswa yang mencapai tingkat analisis pada kelas kontrol hanya 3 orang dari 32 siswa atau dalam persen sebesar 13,3%. Sedangkan untuk soal nomor 2, siswa yang mencapai tingkat analisis pada kelas eksperimen sebanyak 18 orang dari 30 siswa atau dalam persen sebesar 60%.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir matematis siswa untuk kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Dengan kata lain, siswa yang diberi pendekatan open-ended menghasilkan kemampuan berpikir matematis lebih baik daripada siswa yang diberi pendekatan konvensional pada materi aturan sinus dan cosinus.


(8)

Adapun rangkuman persentase tingkat berpikir matematis siswa berdasarkan respon siswa terhadap pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rangkuman Kemampuan Berpikir Matematis Siswa Berdasarkan Respon Siswa terhadap Pembelajaran

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa bahwa pada soal nomor 1 dan 2 untuk siswa yang mempunyai respon tinggi terhadap pembelajaran, yang telah mencapai tingkat reproduksi berjumlah 12 siswa dari jumlah total 12 siswa atau dalam persen 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa untuk siswa yang mempunyai respon tinggi terhadap pembelajaran, pada soal nomor 1 semua siswa mencapai tingkat reproduksi. Sedangkan pada soal nomor 1 dan 2 untuk siswa yang mempunyai respon sedang terhadap pembelajaran, yang telah mencapai tingkat reproduksi berjumlah 33 siswa dari jumlah total 33 siswa atau dalam persen 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa untuk siswa yang mempunyai respon sedang terhadap pembelajaran, semua siswa mencapai tingkat reproduksi pada semua soal yang diberikan. Begitu pula pada soal nomor 1 dan 2 untuk siswa yang

mempunyai respon rendah terhadap pembelajaran, yang telah mencapai tingkat reproduksi berjumlah 17 siswa dari jumlah total 17 siswa atau dalam persen 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa untuk siswa yang mempunyai respon rendah terhadap pembelajaran, semua siswa mencapai tingkat reproduksi pada semua soal yang diberikan.

Selain berdasarkan Tabel 4.2 juga dapat dilihat bahwa pada soal nomor 1 dan 2 untuk siswa yang mempunyai respon tinggi terhadap pembelajaran, yang telah mencapai tingkat koneksi berjumlah 12 siswa dari jumlah total 12 siswa atau dalam persen 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa untuk siswa yang mempunyai respon tinggi terhadap pembelajaran, pada soal nomor 1 semua siswa mencapai tingkat koneksi. Sedangkan pada soal nomor 1 dan 2 untuk siswa yang mempunyai respon sedang terhadap pembelajaran, yang telah mencapai tingkat koneksi berjumlah 33 siswa dari jumlah total 33 siswa atau dalam persen 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa untuk siswa yang mempunyai respon sedang terhadap pembelajaran, semua siswa mencapai tingkat reproduksi pada semua soal yang diberikan. Begitu pula pada soal nomor 1 untuk siswa yang mempunyai respon rendah terhadap pembelajaran, yang telah mencapai tingkat reproduksi berjumlah 16 siswa dari jumlah total 17 siswa atau dalam persen 94,118 %. Sedangkan pada soal nomor 2 untuk siswa yang mempunyai respon rendah terhadap pembelajaran, yang mencapai tingkat koneksi berjumlah 13 siswa dari jumlah total 17 siswa atau dalam persen 76,471 %. Hal ini menunjukkan bahwa pada soal nomor 1 untuk siswa yang mempunyai respon rendah terhadap pembelajaran, yang mencapai tingkat koneksi berjumlah lebih banyak dibandingkan soal nomor 2.

Informasi lain yang didapat dari Tabel 4.2 adalah untuk siswa yang mempunyai respon tinggi

No. Butir Soal Tingkatan Kemampuan Berpikir Matematis (Menurut Shafer & Foster) Respon Tinggi Respon Sedang Respon Rendah J ml si s w a Per sent ase J ml si s w a Per sent ase Jml sis wa Perse ntase 1 Tingkat Reproduksi 12

100 % 33

100

% 17

100 % Tingkat

Koneksi 12 100

% 33 100

% 16

94,11 8 % Tingkat

Analisis 8 66, 667 % 2 6,0 60 %

1 5,882 %

2

Tingkat Reproduksi 12

100 % 33

100

% 17

100 % Tingkat

Koneksi 12 100

% 33 100

% 13

76,47 1 % Tingkat

Analisis 12 100

% 10 30, 303 %


(9)

terhadap pembelajaran, pada soal nomor 1 siswa yang sudah mencapai tingkat analisis 8 orang dari 12 siswa atau dalam persen sebanyak 66,667 %. Hasil tersebut sangat berbeda dengan siswa yang mempunyai respon sedang karena untuk soal nomor 1 siswa yang sudah mencapai tingkat analisis lebih banyak yaitu 2 orang dari 33 siswa atau dalam persen sebanyak 6,060 %. Sedangkan siswa yang mempunyai respon rendah terhadap pembelajaran untuk soal nomor 1 yang sudah mencapai tingkat analisis hanya 1 orang dari 17 siswa atau dalam persen sebesar 5,882 %. Begitu pula untuk soal nomor 2, siswa yang mencapai tingkat analisis pada kategori respon tinggi sebanyak 12 orang dari 12 siswa atau dalam persen sebesar 100 %. Siswa yang sudah mencapai tingkat analisis pada kategori respon sedang sebanyak 10 orang dari 33 siswa atau dalam persen sebesar 30,303 %. Sedangkan pada kategori respon rendah, tidak ada siswa yang mencapai tingkat analisis.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir matematis siswa untuk kategori respon tinggi lebih baik daripada kategori respon sedang, dan kemampuan berpikir matematis siswa untuk kategori respon sedang lebih baik daripada kategori respon rendah, dan kemampuan berpikir matematis siswa untuk kategori respon tinggi lebih baik daripada kategori respon rendah.

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian teori dan didukung hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Pembelajaran matematika dengan pendekatan open-ended

menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada pendekatan konvensional pada materi trigonometri.

2. Siswa yang mempunyai respon tinggi mempunyai kemampuan berpikir matematis yang lebih baik

daripada siswa yang mempunyai respon sedang dan respon rendah. 3. Pada masing-masing pendekatan pembelajaran baik pendekatan pembelajaran open-ended maupun konvensional, siswa dengan respon tinggi menghasilkan kemampuan berpikir matematis lebih baik daripada siswa dengan respon sedang, sedangkan siswa dengan respon sedang menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa dengan respon rendah, sedangkan siswa dengan respon tinggi menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada siswa dengan respon rendah.

4. Pada masing-masing kategori respon siswa terhdapa pembelajaran baik respon tinggi, sedang, maupun rendah, Pendekatan open-ended

menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang lebih baik daripada pendekatan konvensional pada materi trigonometri.

5. Persentase tingkatan kemampuan berpikir matematis siswa berdasarkan pendekatan pembelajaran yaitu sebagai berikut:

a. Persentase siswa yang mencapai tingkat reproduksi pada kelas yang diberi pendekatan open-ended sama dengan persentase siswa pada kelas yang diberi pendekatan konvensional.

b. Persentase siswa yang mencapai tingkat koneksi pada kelas yang diberi pendekatan

open-ended lebih besar daripada persentase siswa pada kelas yang diberi pendekatan konvensional.

c. Persentase siswa yang mencapai tingkat analisis pada kelas yang diberi pendekatan

open-ended lebih besar daripada persentase siswa pada kelas yang diberi pendekatan konvensional.


(10)

6. Persentase tingkatan kemampuan berpikir matematis siswa berdasarkan respon siswa terhadap pembelajaran yaitu sebagai berikut:

a. Persentase siswa yang mencapai tingkat reproduksi pada kategori respon tinggi sama dengan persentase siswa pada kategori respon sedang dan rendah.

b. Persentase siswa yang mencapai tingkat koneksi pada kategori respon tinggi sama dengan persentase siswa pada kategori respon sedang, dan lebih besar daripada respon rendah.

c. Persentase siswa yang mencapai tingkat analisis pada kategori respon tinggi lebih besar daripada persentase siswa pada kategori respon sedang dan lebih besar daripada respon rendag.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dapat selesai dengan baik karena bantun dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Sri Lastari, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Sukoharjo atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Sumadi, selaku guru matematika kelas X SMA Negeri 1 Sukoharjo yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

DAFTAR RUJUKAN

[1] Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

[2] Budiyono. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta : UNS Press.

[3] Izzati, Nurma. (2010).

Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Matematis pada Tingkat Koneksi dan Analisis siswa MTs Negeri Melalui Pembelajaran

Kolaboratif Murder. Skripsi tidak dipublikasikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. [4] Russeffendi, E.T. (1984).

Dasar-Dasar Matematika Modern dan Kompetensi Untuk Guru. Bandung: Tarsito.

[5] Russeffendi, E.T. (2006).

Pengantar kepada Membantu

Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam

Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: TARSITO.

[6] Sapos. (2009). Kemampuan Berpikir Matematis. Diperoleh 10 Februari 2012, dari http://www.unmul.ac.id/index.php ?option=com_content&view=articl e&id=178%3Akemampuan-

berpikir- matematis&catid=40%3Amacs-and-ipod&Itemid=27.

[7] Shafer, M.C & Foster, S. (1996). The Changing Face of Assessment. Principled Practice, 1(2), 1-12. Diperoleh 25 Februari

2012, dari

http://www.wcer.wisc.edu/ncisla. [8] Suherman, E. (2003). Strategi

Pembelajaran Matematika

Kontemporer (edisi revisi).

Bandung: JICA. [9] Syukur, M. (2004).

Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMU melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended. TesisTidak

dipublikasikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. [10] Yahya, D.F. (2010). Penerapan

Pendekatan Open-Ended dalam Pembelajaran Matematika untuk

Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Reflektif Siswa SMA

(Studi Eksperimen terhadap

Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Margahayu Kabupaten Bandung Tahun Ajaran 2010/2011). Tesis Tidak Dipublikasikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(1)

analisis, uji keseimbangan, dan uji hipotesis. Pengujian prasyarat analisis meliputi uji normalitas, dan uji homogenitas. Dalam penelitian ini Uji keseimbangan juga mempersyaratkan uji normalitas, dan uji homogenitas, sedangkan untuk uji hipotesisnya yaitu uji analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, dan uji komparasi ganda(jika ada). Dalam penelitian ini terdapat kasus tidak dipenuhinya uji homogenitas, sehingga dilakukan transformasi data dengan transformasi natural log.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan

uji

analisis

variansi dua jalan sel tak sama setelah

transformasi log yang dilakukan dengan

Minitab 16 diperoleh p = 0,000 < 0,05 =

, dan Fa

= 19,7116 > 4,00 = Ftab,

sehingga

Fa

merupakan

anggota

Daerah Kritik. Dengan demikian dapat

diambil keputusan H0A ditolak, ini berarti

bahwa

terdapat

perbedaan

kemampuan berpikir matematis antara

siswa

yang

diberi

perlakuan

pembelajaran

dengan

pendekatan

open-ended

dan

pendekatan

konvensional.

Untuk mengetahui pendekatan

pembelajaran

mana

yang

menghasilkan

kemampuan

berpikir

matematis yang lebih baik antara

pendekatan

open-ended

dengan

pendekatan konvensional, dapat dilihat

rataan marginal pada masing-masing

kelas. Berdasarkan rataan marginal

dengan perhitungan Microsoft Excel

2007 dan Minitab 16 memberikan hasil

yang sama yaitu rataan siswa-siswa

yang diberi pendekatan

open-ended

adalah

4,1979

sedangkan

rataan

siswa-siswa yang diberi pendekatan

konvensional adalah 4,0521 sehingga

dapat disimpulkan bahwa penggunaan

pendekatan

open-ended

menghasilkan

kemampuan berpikir matematis lebih

baik daripada pendekatan konvensional

pada

materi

trigonometri

pokok

bahasan aturan sinus dan cosinus.

Berdasarkan uji analisis variansi

dua jalan sel tak sama setelah

transformasi log yang dilakukan dengan

Minitab 16 diperoleh p = 0,000 < 0,05 =

, dan Fb

= 46,7422 > 3,15 = Ftab,

sehingga

Fb

merupakan

anggota

Daerah Kritik. Dengan demikian dapat

diambil keputusan H0B ditolak, ini berarti

terdapat perbedaan pengaruh respon

siswa terhadap kemampuan berpikir

matematis siswa. Untuk mengetahui

diantara siswa dengan respon tinggi,

sedang, dan rendah, mana yang

menghasilkan

kemampuan

berpikir

matematis siswa yang lebih baik, maka

dilakukan uji lanjut analisis variansi

yaitu uji komparasi ganda antar kolom.

Selanjutnya

uji

komparasi

ganda antarkolom setelah transformasi

natural log dengan perhitungan Minitab

16 diperoleh DK= {P-Value P-Value =

0,000

< 0,05 =

} dan diperoleh

kesimpulan sebagai berikut:

a. P-Value

.

1-

.

2 = 0,000

DK

Hal ini berarti ada perbedaan rataan

yang signifikan antara kemampuan

berpikir matematis pada kelompok

siswa dengan respon terhadap

pembelajaran

tinggi

dan

kemampuan

berpikir

matematis

pada kelompok siswa dengan

respon

terhadap

pembelajaran

sedang. Dengan melihat

difference

of means

respon tinggi dikurangi

respon sedang yaitu 0,2409

(positif)

berarti dapat disimpulkan bahwa

siswa dengan respon terhadap

pembelajaran tinggi mempunyai

kemampuan

berpikir

matematis

lebih baik dibanding siswa dengan

respon

terhadap

pembelajaran

sedang pada materi trigonometri

pokok bahasan aturan sinus dan

cosinus.

b. P-Value 1-

.

3 = 0,000

DK

Hal ini berarti ada perbedaan rataan

yang signifikan antara kemampuan

berpikir matematis pada kelompok

siswa dengan respon terhadap

pembelajaran

tinggi

dan

kemampuan

berpikir

matematis

pada kelompok siswa dengan

respon

terhadap

pembelajaran

sedang. Dengan melihat

difference

of means

respon tinggi dikurangi

respon rendah yaitu 0,3846 (positif)

berarti dapat disimpulkan bahwa

siswa dengan respon terhadap


(2)

pembelajaran tinggi mempunyai

kemampuan

berpikir

matematis

lebih baik dibanding siswa dengan

respon

terhadap

pembelajaran

rendah pada materi trigonometri

pokok bahasan aturan sinus dan

cosinus.

c. P-Value 2-

.

3

= 0,0003

DK

Hal ini berarti ada perbedaan rataan

yang signifikan antara kemampuan

berpikir matematis pada kelompok

siswa dengan respon terhadap

pembelajaran

tinggi

dan

kemampuan

berpikir

matematis

pada kelompok siswa

dengan

respon

terhadap

pembelajaran

sedang. Dengan melihat

difference

of means

respon sedang dikurangi

respon rendah yaitu 0,1436 (positif)

berarti dapat disimpulkan bahwa

siswa dengan respon terhadap

pembelajaran sedang mempunyai

kemampuan

berpikir

matematis

lebih baik dibanding siswa dengan

respon

terhadap

pembelajaran

rendah pada materi trigonometri

pokok bahasan aturan sinus dan

cosinus.

Berdasarkan

uji

analisis

variansi dua jalan sel tak sama setelah

transformasi

natural

log

yang

dilakukan dengan Minitab 16 diperoleh

p =

< 0,05 = , dan Fab =

< 3,150 = Ftab, sehingga Fab bukan

merupakan anggota Daerah Kritik.

Karena Fab bukan merupakan anggota

Daerah Kritik maka H0AB tidak ditolak,

ini berarti tidak ada interaksi antara

pendekatan pembelajaran dan respon

siswa

terhadap

pembelajaran

terhadap

kemampuan

berpikir

matematis

siswa

pada

materi

trigonometri pokok bahasan aturan

sinus dan cosinus. Hal ini berarti

bahwa

pendekatan

open-ended

menghasilkan kemampuan berpikir

matematis yang lebih baik daripada

pendekatan konvensional pada pokok

bahasan aturan sinus dan cosinus

baik secara umum maupun jika

ditinjau dari masing-masing respon

siswa

terhadap

pembelajaran.

Sedangkan

kemampuan

berpikir

matematis siswa dengan respon tinggi

lebih

baik

dibandingkan

respon

sedang

maupun

rendah,

respon

sedang

sama

baiknya

jika

dibandingkan dengan respon rendah

baik secara umum maupun kalau

ditinjau

dari

masing-masing

pendekatan pembelajaran.

Tidak terpenuhinya hipotesis

ketiga

dan

keempat

mungkin

dikarenakan:

1) Siswa

kurang

disiplin

dalam

mengikuti

kegiatan

belajar

matematika sehingga ada sebagian

siswa

yang

kurang

perhatian

terhadap mata pelajaran yang

disampaikan oleh guru.

2) Beberapa siswa kurang merespon

mata pelajaran dan apa yang

disampaikan

guru

sehingga

mengakibatkan

kemampuan

berpikirnya kurang optimal.

3) Faktor yang ada dalam diri siswa

pada saat pengisian angket turut

mempengaruhi nilai skor angket,

misalnya pengisian jawaban tidak

sesuai dengan kondisi sebenarnya

yang dialami siswa.

4) Ada variabel bebas lain selain

variabel bebas yang digunakan

dalam

penelitian

ini

yang

mempengaruhi proses pencapaian

kemampuan

berpikir

matematis

siswa,

antara

lain:

faktor

intelegensi, latar belakang keluarga,

gaya belajar, bimbingan belajar,

lingkungan, dan lain-lain, serta

peneliti tidak dapat mengontrol

faktor-faktor

tersebut

di

luar

kegiatan pembelajaran. Akibatnya

siswa

belum

optimal

dalam

mengikuti

proses

pembelajaran

guna meningkatkan kemampuan

berpikir matematis siswa pada

pokok bahasan aturan sinus dan

cosinus.

Selanjutnya

akan

dibahas

persentase

tingkatan

kemampuan

berpikir

matematis

yang

meliputi

tingkatan

kemampuan

berpikir

matematis berdasarkan pendekatan

pembelajaran dan persentase tingkatan

kemampuan

berpikir

matematis

berdasarkan respon siswa terhadap

pembelajaran.

Adapun

persentase


(3)

tingkatan

kemampuan

berpikir

matematis

siswa

berdasarkan

pendekatan pembelajaran dirangkum

dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rangkuman Kemampuan

Berpikir Matematis Siswa

Berdasarkan Pendekatan

Pembelajaran

No. Buti

r Soa

l

Tingkatan Kemampu an Berpikir Matematis (Menurut Shafer & Foster)

Kelas Kontrol (Pendekatan Konvensional)

Kelas Eksperimen (Pendekatan Open-Ended) Jumla

h Siswa

Perse ntase

Juml ah Sisw a

Persen tase

1

Tingkat

Reproduksi 32 100 %

32 100%

Tingkat

Koneksi 31

96,87

5 % 32 100 %

Tingkat

Analisis 2

6,25

% 9

28,125 %

2

Tingkat

Reproduksi 32 100

% 32 100%

Tingkat

Koneksi 29

90,62

5 % 32 100 %

Tingkat

Analisis 3

9,375

% 18 60%

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat

dilihat bahwa bahwa untuk kelas kontrol

yakni yang diberi perlakuan pendekatan

konvensional, pada soal nomor 1 dan

2, siswa

yang mencapai tingkat

reproduksi berjumlah 32 siswa dari

jumlah total 32 siswa atau dalam

persen 100 %. Hal ini menunjukkan

bahwa untuk kelas kontrol, pada soal

nomor 1 semua siswa mencapai tingkat

reproduksi. Sedangkan untuk kelas

eksperimen yakni yang diberi perlakuan

pendekatan

open-ended

, pada soal

nomor 1 dan 2, siswa yang mencapai

tingkat reproduksi berjumlah 30 siswa

dari jumlah total 30 siswa atau dalam

persen 100 %. Hal ini menunjukkan

bahwa untuk kelas eksperimen yakni

yang diberi pendekatan

open-ended,

semua

siswa

mencapai

tingkat

reproduksi pada semua soal yang

diberikan. Selain itu berdasarkan Tabel

4.1 juga dapat dilihat bahwa untuk

kelas

kontrol

yakni

yang

diberi

perlakuan pendekatan konvensional,

pada soal nomor 1 siswa yang

mencapai tingkat koneksi berjumlah 31

siswa dari jumlah total 32 siswa atau

dalam persen sebanyak 96,875 % .

Sedangkan untuk kelas kontrol yakni

yang diberi perlakuan pendekatan

konvensional, pada soal nomor 2 siswa

yang

mencapai

tingkat

koneksi

berjumlah 29 siswa dari jumlah total 32

siswa atau dalam persen 90,625 % .

Hal ini sedikit berbeda dengan kelas

eksperimen yakni yang diberi perlakuan

pendekatan

open-ended

karena pada

soal nomor 1 dan 2, siswa yang

mencapai tingkat koneksi lebih banyak

yaitu 30 siswa dari jumlah total 30

siswa atau dalam persen 100 %. Hal ini

menunjukkan

bahwa

untuk

kelas

eksperimen

yakni

yang

diberi

pendekatan

open-ended,

semua siswa

mencapai tingkat koneksi pada semua

soal yang diberikan.

Disamping

itu

berdasarkan

Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa untuk

kelas

kontrol

yaitu

yang

diberi

perlakuan pendekatan konvensional,

pada soal nomor 1 siswa yang

mencapai tingkat analisis hanya 2

siswa dari 32 siswa atau dalam persen

sebanyak 6,25%. Hasil tersebut sangat

berbeda dengan kelas eksperimen

yaitu yang diberi pembelajaran dengan

pendekatan

open-ended

karena untuk

soal nomor 1 siswa yang mencapai

tingkat analisis lebih banyak yaitu 9

orang dari 30 siswa atau dalam persen

sebanyak 28,125%. Begitu pula untuk

soal nomor 2, siswa yang mencapai

tingkat analisis pada kelas kontrol

hanya 3 orang dari 32 siswa atau

dalam

persen

sebesar

13,3%.

Sedangkan untuk soal nomor 2, siswa

yang mencapai tingkat analisis pada

kelas eksperimen sebanyak 18 orang

dari 30 siswa atau dalam persen

sebesar 60%.

Jadi,

dapat

disimpulkan

bahwa kemampuan berpikir matematis

siswa untuk kelas eksperimen lebih

baik daripada kelas kontrol. Dengan

kata

lain,

siswa

yang

diberi

pendekatan

open-ended

menghasilkan

kemampuan berpikir matematis lebih

baik daripada siswa yang diberi

pendekatan konvensional pada materi

aturan sinus dan cosinus.


(4)

Adapun

rangkuman

persentase tingkat berpikir matematis

siswa berdasarkan respon siswa

terhadap pembelajaran dapat dilihat

pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rangkuman Kemampuan

Berpikir Matematis Siswa

Berdasarkan Respon Siswa

terhadap Pembelajaran

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat

dilihat bahwa bahwa pada soal nomor

1 dan 2 untuk siswa yang mempunyai

respon tinggi terhadap pembelajaran,

yang

telah

mencapai

tingkat

reproduksi berjumlah 12 siswa dari

jumlah total 12 siswa atau dalam

persen 100 %. Hal ini menunjukkan

bahwa untuk siswa yang mempunyai

respon tinggi terhadap pembelajaran,

pada soal nomor 1 semua siswa

mencapai

tingkat

reproduksi.

Sedangkan pada soal nomor 1 dan 2

untuk siswa yang mempunyai respon

sedang terhadap pembelajaran, yang

telah mencapai tingkat reproduksi

berjumlah 33 siswa dari jumlah total

33 siswa atau dalam persen 100 %.

Hal ini menunjukkan bahwa untuk

siswa

yang

mempunyai

respon

sedang

terhadap

pembelajaran,

semua

siswa

mencapai

tingkat

reproduksi pada semua soal yang

diberikan. Begitu pula pada soal

nomor 1 dan 2 untuk siswa yang

mempunyai respon rendah terhadap

pembelajaran, yang telah mencapai

tingkat reproduksi berjumlah 17 siswa

dari jumlah total 17 siswa atau dalam

persen 100 %. Hal ini menunjukkan

bahwa untuk siswa yang mempunyai

respon

rendah

terhadap

pembelajaran,

semua siswa mencapai

tingkat reproduksi pada semua soal

yang diberikan.

Selain berdasarkan Tabel 4.2

juga dapat dilihat bahwa pada soal

nomor 1 dan 2 untuk siswa yang

mempunyai respon tinggi terhadap

pembelajaran, yang telah mencapai

tingkat koneksi berjumlah 12 siswa

dari jumlah total 12 siswa atau dalam

persen 100 %. Hal ini menunjukkan

bahwa untuk siswa yang mempunyai

respon tinggi terhadap pembelajaran,

pada soal nomor 1 semua siswa

mencapai tingkat koneksi. Sedangkan

pada soal nomor 1 dan 2 untuk siswa

yang mempunyai respon sedang

terhadap pembelajaran, yang telah

mencapai tingkat koneksi berjumlah

33 siswa dari jumlah total 33 siswa

atau dalam persen 100 %. Hal ini

menunjukkan bahwa untuk siswa yang

mempunyai respon sedang terhadap

pembelajaran,

semua siswa mencapai

tingkat reproduksi pada semua soal

yang diberikan. Begitu pula pada soal

nomor 1 untuk siswa yang mempunyai

respon

rendah

terhadap

pembelajaran, yang telah mencapai

tingkat reproduksi berjumlah 16 siswa

dari jumlah total 17 siswa atau dalam

persen 94,118 %. Sedangkan pada

soal nomor 2 untuk siswa yang

mempunyai respon rendah terhadap

pembelajaran, yang mencapai tingkat

koneksi berjumlah 13 siswa dari

jumlah total 17 siswa atau dalam

persen 76,471 %. Hal ini menunjukkan

bahwa pada soal nomor 1 untuk siswa

yang

mempunyai

respon

rendah

terhadap

pembelajaran,

yang

mencapai tingkat koneksi berjumlah

lebih banyak dibandingkan soal nomor

2.

Informasi lain yang didapat

dari Tabel 4.2 adalah untuk siswa

yang

mempunyai

respon

tinggi

No.

Butir Soal

Tingkatan Kemampuan

Berpikir Matematis

(Menurut Shafer & Foster)

Respon Tinggi

Respon Sedang

Respon Rendah J

ml si s w a

Per sent ase

J ml

si s w a

Per sent ase

Jml sis wa

Perse ntase

1

Tingkat Reproduksi 12

100 % 33

100

% 17

100 % Tingkat

Koneksi 12 100

% 33 100

% 16

94,11 8 % Tingkat

Analisis 8 66, 667

% 2

6,0 60 %

1 5,882 %

2

Tingkat Reproduksi 12

100 % 33

100

% 17

100 % Tingkat

Koneksi 12 100

% 33 100

% 13

76,47 1 % Tingkat

Analisis 12 100

% 10 30, 303 %


(5)

terhadap pembelajaran, pada soal

nomor 1 siswa yang sudah mencapai

tingkat analisis 8 orang dari 12 siswa

atau dalam persen sebanyak 66,667

%. Hasil tersebut sangat berbeda

dengan

siswa

yang

mempunyai

respon sedang karena untuk soal

nomor 1 siswa yang sudah mencapai

tingkat analisis lebih banyak yaitu 2

orang dari 33 siswa atau dalam persen

sebanyak 6,060 %. Sedangkan siswa

yang

mempunyai

respon

rendah

terhadap pembelajaran untuk soal

nomor 1 yang sudah mencapai tingkat

analisis hanya 1 orang dari 17 siswa

atau dalam persen sebesar 5,882 %.

Begitu pula untuk soal nomor 2, siswa

yang mencapai tingkat analisis pada

kategori respon tinggi sebanyak 12

orang dari 12 siswa atau dalam persen

sebesar 100 %. Siswa yang sudah

mencapai

tingkat

analisis

pada

kategori respon sedang sebanyak 10

orang dari 33 siswa atau dalam persen

sebesar 30,303 %. Sedangkan pada

kategori respon rendah, tidak ada

siswa yang mencapai tingkat analisis.

Jadi,

dapat

disimpulkan

bahwa kemampuan berpikir matematis

siswa untuk kategori respon tinggi

lebih baik daripada kategori respon

sedang, dan kemampuan berpikir

matematis siswa untuk kategori respon

sedang lebih baik daripada kategori

respon rendah, dan kemampuan

berpikir

matematis

siswa

untuk

kategori respon tinggi lebih baik

daripada kategori respon rendah.

KESIMPULAN

Berdasarkan kajian teori dan

didukung hasil penelitian yang telah

dikemukakan

sebelumnya,

dapat

diambil simpulan sebagai berikut :

1. Pembelajaran matematika dengan

pendekatan

open-ended

menghasilkan kemampuan berpikir

matematis

yang

lebih

baik

daripada pendekatan konvensional

pada materi trigonometri.

2. Siswa yang mempunyai respon

tinggi

mempunyai

kemampuan

berpikir matematis yang lebih baik

daripada siswa yang mempunyai

respon sedang dan respon rendah.

3. Pada masing-masing pendekatan

pembelajaran

baik

pendekatan

pembelajaran

open-ended

maupun

konvensional,

siswa

dengan

respon

tinggi

menghasilkan

kemampuan berpikir matematis

lebih baik daripada siswa dengan

respon sedang, sedangkan siswa

dengan

respon

sedang

menghasilkan kemampuan berpikir

matematis

yang

lebih

baik

daripada siswa dengan respon

rendah, sedangkan siswa dengan

respon

tinggi

menghasilkan

kemampuan berpikir matematis

yang lebih baik daripada siswa

dengan respon rendah.

4. Pada

masing-masing

kategori

respon

siswa

terhdapa

pembelajaran baik respon tinggi,

sedang,

maupun

rendah,

Pendekatan

open-ended

menghasilkan kemampuan berpikir

matematis

yang

lebih

baik

daripada pendekatan konvensional

pada materi trigonometri.

5. Persentase tingkatan kemampuan

berpikir

matematis

siswa

berdasarkan

pendekatan

pembelajaran

yaitu

sebagai

berikut:

a. Persentase

siswa

yang

mencapai

tingkat

reproduksi

pada

kelas

yang

diberi

pendekatan

open-ended

sama

dengan persentase siswa pada

kelas yang diberi pendekatan

konvensional.

b. Persentase

siswa

yang

mencapai tingkat koneksi pada

kelas yang diberi pendekatan

open-ended

lebih besar daripada

persentase siswa pada kelas

yang

diberi

pendekatan

konvensional.

c. Persentase

siswa

yang

mencapai tingkat analisis pada

kelas yang diberi pendekatan

open-ended

lebih besar daripada

persentase siswa pada kelas

yang

diberi

pendekatan

konvensional.


(6)

6. Persentase tingkatan kemampuan

berpikir

matematis

siswa

berdasarkan

respon

siswa

terhadap

pembelajaran

yaitu

sebagai berikut:

a. Persentase

siswa

yang

mencapai

tingkat

reproduksi

pada kategori respon tinggi sama

dengan persentase siswa pada

kategori respon sedang dan

rendah.

b. Persentase

siswa

yang

mencapai tingkat koneksi pada

kategori respon tinggi sama

dengan persentase siswa pada

kategori respon sedang, dan

lebih besar daripada respon

rendah.

c. Persentase

siswa

yang

mencapai tingkat analisis pada

kategori respon tinggi lebih besar

daripada persentase siswa pada

kategori respon sedang dan lebih

besar daripada respon rendag.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dapat selesai

dengan baik karena bantun dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih kepada Ibu

Hj. Sri Lastari, M.Pd., selaku Kepala

Sekolah SMA Negeri 1 Sukoharjo atas

izin yang diberikan kepada penulis

untuk melaksanakan penelitian. Penulis

juga mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Drs. Sumadi, selaku guru

matematika kelas X SMA Negeri 1

Sukoharjo

yang

telah

membantu

penulis

dalam

menyelesaikan

penelitian.

DAFTAR RUJUKAN

[1]

Arikunto, S. (2002).

Prosedur

Penelitian

suatu

Pendekatan

Praktek

. Jakarta: Rineka Cipta.

[2]

Budiyono.

(2003).

Metodologi

Penelitian Pendidikan

. Surakarta :

UNS Press.

[3]

Izzati,

Nurma.

(2010).

Meningkatkan

Kemampuan

Berpikir Matematis pada Tingkat

Koneksi dan Analisis siswa MTs

Negeri

Melalui

Pembelajaran

Kolaboratif Murder

. Skripsi tidak

dipublikasikan,

Universitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.

[4]

Russeffendi, E.T. (1984).

Dasar-Dasar Matematika Modern dan

Kompetensi Untuk Guru

. Bandung:

Tarsito.

[5]

Russeffendi,

E.T.

(2006).

Pengantar kepada Membantu

Guru

Mengembangkan

Kompetensinya

dalam

Pengajaran Matematika untuk

Meningkatkan CBSA.

Bandung:

TARSITO.

[6]

Sapos.

(2009).

Kemampuan

Berpikir Matematis. Diperoleh 10

Februari

2012,

dari

http://www.unmul.ac.id/index.php

?option=com_content&view=articl

e&id=178%3Akemampuan-

berpikir-

matematis&catid=40%3Amacs-and-ipod&Itemid=27.

[7]

Shafer, M.C & Foster, S. (1996).

The

Changing

Face

of

Assessment

. Principled Practice

,

1(2), 1-12. Diperoleh 25 Februari

2012,

dari

http://www.wcer.wisc.edu/ncisla.

[8]

Suherman, E. (2003).

Strategi

Pembelajaran

Matematika

Kontemporer

(edisi

revisi).

Bandung: JICA.

[9] Syukur, M. (2004).

Pengembangan Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa SMU melalui

Pembelajaran Matematika

dengan Pendekatan

Open-Ended. Tesis

Tidak

dipublikasikan, Universitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.

[10] Yahya, D.F. (2010).

Penerapan

Pendekatan Open-Ended dalam

Pembelajaran Matematika untuk

Meningkatkan

Kemampuan

Berpikir Reflektif Siswa SMA

(Studi

Eksperimen

terhadap

Siswa Kelas XI SMA Negeri 1

Margahayu Kabupaten Bandung

Tahun Ajaran 2010/2011)

. Tesis

Tidak Dipublikasikan, Universitas

Pendidikan Indonesia, Bandung.