PERKEMBANGAN KESENIAN BAJIDORAN DI KABUPATEN KARAWANG TAHUN 1980-1990 : Suatu Tinjauan Historis Terhadap Pelestarian Nilai-nilai Sosial Budaya.

(1)

No.Daftar FPIPS: 1553/UN.40.2.3/PL/2013

PERKEMBANGAN KESENIAN BAJIDORAN

DI KABUPATEN KARAWANG TAHUN 1980-1990

(Suatu Tinjauan Historis Terhadap Pelestarian Nilai-nilai Sosial Budaya)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Skripsi Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Sejarah

Oleh :

Victorina Arie Aprilianti 0704649

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Perkembangan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990 (Suatu Tinjauan Historis terhadap Pelestarian Nilai-nilai Sosial Budaya)”, ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juli 2013 Yang membuat Pernyataan,

(Victorina Arie Aprilianti) 0704649


(3)

(4)

Perkembangan Kesenian Bajidoran Di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990

(Suatu Tinjauan Historis Terhadap Pelestarian Nilai-nilai Sosial Budaya)

Oleh:

Victorina Arie Aprilianti (0704649)

ABSTRACT

Arts of bajidoran in Karawang district is a traditional art that has long existed, grow and develop in Karawang society. In its development, arts of bajidoran can be grouped as the art of dance performance and karawitan or musical performance that live in the rural north Western Java and serves as entertainment folk art. Problems that appear to be obstacles there are pros and cons of the development arts of bajidoran. Efforts made by the artist in preserving the art of teaching bajidoran, the sidtrict government of Karawang in preserving arts of bajidoran is to conduct training, reintroducing bajidoran and include the bajidoran in every culture festival.

ABSTRAK

Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang merupakan seni tradisional yang telah lama hidup, tumbuh, dan berkembang pada masyarakat Karawang. Dalam perkembangannya, Kesenian Bajidoran dapat dikelompokan sebagai seni pertunjukan tari dan karawitan yang hidup di kalangan masyarakat pedesaan utara Jawa Barat dan berfungsi sebagai seni hiburan rakyat. Permasalahan utama yang muncul dan menjadi penghambat terdapat pada dampak pro dan kontra perkembangan kesenian bajidoran. Upaya yang dilakukan oleh seniman dalam melestarikan kesenian bajidoran yaitu mengajarkan kesenian bajidoran kepada generasi muda. Sedangkan upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Karawang dalam melestarikan kesenian bajidoran adalah melakukan pembinaan, memperkenalkan kembali kesenian bajidoran dan mengikutsertakan kesenian bajidoran pada setiap festival kebudayaan.


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………...…….i

KATA PENGANTAR……….,………..…….ii

UCAPAN TERIMAKASIH………..………..…iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang……….…………...1

1.2 Rumusan Masalah………....…8

1.3 Tujuan Penelitian………..…..……….…9

1.4 Manfaat Penelitian………..……….9

1.5 Metode dan Teknik Penelitian………..…………..10

1.6 Sistematika Penulisan……….13

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Seni Tradisional dan Seni Pertunjukan………...……….………..15

2.2 Nilai-nilai Budaya dalam Kesenian Bajidoran ……….………....20

2.3 Kesenian Lokal dan Pewarisannya………..………..…....27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan, metode dan Tehnik Penelitian………....…...43

3.1.1 Metode Penelitian……….…………...43

3.1.2 Tehnik Penelitian………....…...47

3.2 PERSIAPAN PENELITIAN……….…...49

3.2.1 Penentuan Dan Pengajuan……….………...49

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian………...49

3.2.3. Pengurusan Perizinan dan Perlengkapan……….……50

3.2.4 Proses Bimbingan………..……...…..…..50

3.3 PELAKSANAAN PENELITIAN………...51

3.3.1 Heuristik (Pengumpulan Sumber)………..51

3.3.1.1 Sumber Tertulis………..…………....51


(6)

3.3.2 Kritik Sumber……….…..…...57

3.3.2.1 Kritik Ekternal………..………..….59

3.3.2.2 Kritik Internal……….…..………...61

3.3.3. Interpretasi (Penafsiran Sumber)……….………..….61

3.3.4 Penulisan Laporan Penelitian……….………...62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kehidupan Masyarakat Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990………..…………...63

4.1.1 Keadaan Geografis dan Administratif Kecamatan Kabupaten Karawang………...64

4.1.2 Penduduk dan Mata Pencaharian………..…...65

4.1.3 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Karawang Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990…..………....66

4.2 Latar belakang Lahirnya Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang...68

4.3 Perkembangan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990……….………...73

4.3.1 Unsur-unsur Kesenian Bajidoran……….……...80

4.3.3.2 Waditra……...….…...80

4.3.1.2 Sinden………...85

4.3.1.3 Kostum Dalam Pertunjukan………..……….….……..86

4.3.1.4 Seni Pertunjukan Kesenian Bajidoran..…………..…….……...87

4.4 Faktor Penghambat Pro dan Kontra Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang tahun 1980-1990………...……...89

4.3.1 Faktor Pro………...….…..90

4.3.2 Faktor Kontra………...92

4.5 Upaya Pelestarian Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang…...………95

4.4.1 Seniman……….………95


(7)

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan……….…...99

5.2 Rekomendasi………100

DAFTAR PUSTAKA………..…...102

LAMPIRAN………..104 RIWAYAT PENULIS


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesenian tradisional yang berkembang secara turun-temurun, yang mempunyai unsur-unsur kepercayaan dan interpretasi tradisi masyarakat, umumnya menjadi ciri khas dari kesenian tradisional. Jika kesenian tersebut terdapat tingkat daerah maka kesenian tersebut milik daerah. Hal ini diungkapkan oleh Koentjoroningrat (1990 : 58) bahwa :

Kesenian yang merupakan salah satu unsur kebudayaan universal, merupakan unsur yang dapat menonjolkan sifat, khas dan mulutnya, dengan demikian kesenian merupakan unsur yang paling utama dalam kebudayaan nasional Indonesia.

Kesenian bajidoran berawal dari kesenian doger dan ketuk tilu, sekitar tahun 1930-1940 kesenian bajidoran telah dikenal oleh masyarakat yang berada di Karawang. Kemunculan kesenian bajidoran sendiri sekitar tahun 1950-an. Penari wanita dari kesenian bajidoran disebut dengan ronggeng. Seorang ronggeng ketika menari selalu didekati dan ditemani oleh para lelaki yang disebut Bajidor. Setelah mengalami perkembangan pertama Bajidoran mendapatkan saingan baru dalam menciptakan kesenian lainnya bernama belentuk ngapung. Kesenian ini dipengaruhi oleh Lenong Betawian, Pencak Silat, Topeng Banjet dan tarian Wayang Golek. Sehingga pada tahun 1970 Kesenian Ketuk tilu mengalami perubahan nama menjadi Kliningan – Bajidoran. Pada tahun 1980 dengan perubahan nama tersebut dan warna baru dalam tarian maupun gending dalam tepakan gendang kemudian berubah menjadi Kesenian Bajidoran. sehingga sekitar tahun 1990-an kesenian bajidoran dekade keempat merupakan percampuran pertumbuhan kesenian ketuk tilu. Pengaruh dangdut dan disko sangat dominan dan erat kaitannya dalam pembawaan lagu maupun instrumental khususnya dalam tehnik tepakan gendang yang semakin berkembang dan merajalela sebagian dari pemain Bajidoran sudah tidak lagi mempedulikan gending dan tepakan gendang (Ridwan : 2008).


(9)

Adanya kesenian yang bernuansa tradisional seperti bajidoran sekarang ini sangat kurang diminati bagi generasi muda untuk melihat, mendengarkan maupun untuk langsung mempelajari kesenian bajidoran. Di daerah Karawang kesenian bajidoran semakin tinggi dibandingkan dengan kesenian lainnya. Pada tahun 1980-1990 keberadaan kesenian bajidoran di Karawang dapat ditemukan seperti diacara hajatan pernikahan, khitanan, dan Syukuran ucapan syukur atas keberhasilan (lulus sekolah maupun mendapatkan perkerjaan). pertunjukan mencapai 20 hingga 25 kali setiap bulannya bahkan bisa mencapai 30 kali pertunjukan, Kesenian Bajidoran salah satu Kesenian yang tumbuh dan berkembang di Kawasan Utara Provinsi Jawa Barat terutama di Daerah Karawang.

Seni tari Bajidoran merupakan sebuah bentuk pertunjukan rakyat yang terbentuk, hidup, tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat pedesaan. Hidup matinya bajidoran tidak terlepas dari ketergantungan pada masyarakat pendukungnya, terutama para bajidor yang dianggap sebagai salah satu penyangga utama kehidupannya serta kaum elit pedesaan yang kerap kali mengundang grup bajidoran. seni tari bajidoran dalam perkembangannya lebih dikenal dengan sebutan kliningan-bajidoran dan dapat pengaruh dari daerah Bandung. Dengan demikian istilah bajidoran kini sulit sekali ditemukan lagi karena telah berganti nama menjadi jaipongan (sebutan beberapa masyarakat setempat).

Pada awal terbentuknya seni bajidoran tersebut sangat kental dengan muatan Religi. Sebelum pergelaran Tari Bajidoran, penyelenggara berkewajiban melaksanakan persiapan-persiapan pertunjukan seperti mengadakan selamatan atau kenduri, menyiapkan sesaji, menyiapkan tempat pagelaran dengan segala peralatan seperti pisang, kelapa muda dan pohon tebu masing-masing dua pasang yang diletakkan di kanan dan kiri panggung. Dan tindakan simbolis memenuhi hampir seluruh gerak langkah serta pola-pola tarian.


(10)

Setiap rangkaian gerak dalam tarian merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan sikap seseorang dalam menghadapi berbagai masalah. Melalui proses yang terus bergulir sejalan dengan perkembangan jaman. Menurut Peterson, Anya, Roce. (2007) Perubahan adalah proses berubahnya sesuatu baik itu ke hal yang baik ataupun ke hal yang kurang baik bahkan tidak baik sama sekali, faktor yang melandasi perubahan adalah adanya kemajuan manusia dalam berbagai bidang, terutama kemajuan pikiran, teknologi, etika, dan politik, yang berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Perubahan juga tidak lepas dari campur tangan pemerintah dengan maksud untuk membenahi kesenian agar terhindar dari tingkah laku negatif terutama kontak fisik yang dilakukan antara pria dan wanita. Perubahan bentuk pertunjukan Bajidoran tidak lepas pula dari perubahan masyarakat, yaitu dari pola hidup masyarakat agraris menuju masyarakat industri, sehingga segala sesuatu perlu diperhitungkan agar mendapat keuntungan.

Bajidoran memiliki kendala dalam pertunjukan disekitar Karawang, Mereka ada yang menganut Pro dan Kontra. Mereka yang pro terus melaksanakannya, namun mereka yang kontra terus menolaknya, karena mempunyai anggapan bahwa pertunjukan semacam ini akan mengganggu dan merusak pertunjukan wayang golek. Akhirnya mereka yang pro sering mengundang rombongan wayang golek tanpa dalang. Pertunjukan tersebut yakni untuk mengiringi tarian. Tarian inilah yang sekarang dikenal dengan nama bajidoran. Kesenian ini dalam penyajiannya tidak disaturagakan dengan wayang golek.

Bajidoran merupakan khasanah kesenian daerah tersendiri yang disajikan dalam rangka pesta perkawinan, sunatan atau gusaran. Penyajiannya dilakukan pada malam hari biasanya semalam suntuk dengan juru sinden tidak hanya seorang namun hingga 5 sangga 14 orang. Juru kendang pun disediakan cadangan. Namun ada pula Bajidor yang membawa juru kawih atau sering disebut dengan juru kendang sendiri. Seperti yang telah disinggung Bajidor adalah orang yang meminta lagu dan sekaligus menjadi penari, maka penari Bajidoran adalah para penonton, memang dalam tari pergaulan mempunyai ciri-ciri disamping menciptakan kegembiraan, juga melibatkan banyak orang antara lain penonton.


(11)

Penyajiannya kesenian bajidoran dipimpin oleh protokol. Biasanya seorang yang telah ditunjuk oleh pemangku hajat atau salah seorang nayaga yang merangkap petugas pembaca permintaan lagu. Lagu-lagu yang telah dipesan para penonton satu persatu dibacakan. Para penonton yang memesan lagu telah siap untuk menari. Ada yang menari sendiri ada pula yang menari secara rombongan . rombongan tari pria terpisah dengan rombongan tari wanita. Sekarang tari Bajidoran ada yang berfungsi sebagai tari pergaulan, dan ada pula yang fungsinya bergeser kepada tari tontonan yang sangat baik untuk dinikmati, bahkan pernah dibawa pada misi-misi kesenian baik dalam negeri maupun Luar Negeri.

Ciri-ciri dari kesenian bajidoran Karawang (gaya kaleran) ialah keceriaan, erotisme, humorisme, semangat, spontanitas dan kesederhanaannya. Hal ini tercermin dalam pola penyajiaan tariannya, ada yang diberikan pola (ibing pola) seperti seni Jaipong yang berkembang di Bandung, namun ada juga yang tidak dipolakan yang biasa disebut ibing saka (saka-singkatan sakahayang-sakehendak). Dalam penyajian, jaipong gaya keleran secara kronologis (Warliyah, 2007 : 86) antara lain :

1. Tatalu (gending pembuka) 2. Lagu-lagu pembuka seperti :

a. Kembang gadung b. Buah kawung

3. Tarian pembuka (ibing pola) biasanya dibawakan oleh penari tunggal

4. Jeblokan dan jabanan, yang merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) nyawer (memberikan) uang (jababab) sambil salam antara sinden dengan seorang penonton/bajidor.

Perubahan yang terjadi dalam kesenian, berlangsung dalam proses panjang, bertahap dan berkembang sesuai lingkungannya. Perkembangan yang terjadi dalam kesenian bajidoran tidak lepas dari pengaruh masyarakat sebagai pendukungnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Kayam (1981 : 38–39) mengungkapkan bahwa:


(12)

Kesenian tidak pernah lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. Masyarakat yang menyangga kebudayaan dan demikian juga kesenian, mencipta, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi.

Masyarakat Sunda yang jauh dari daerah industri atau kota yang melaksanakan tindakan-tindakan simbolis, maka tidak disangsikan lagi masih bertahannya kesenian tari di abad modern ini menunjukkan betapa luhurnya nilai-nilai budaya bangsa yang ada serta menjadi dasar ketahanan kesenian tari selama ini. Hal lain yang menyebabkan tari tetap disukai karena sifatnya tidak khusus bagi golongan tertentu, melainkan terbuka bagi semua golongan.

Sesuai dengan tekad untuk terus memelihara dan mengembangkan salah satu kebudayaan nasional dan kekayaan budaya bangsa, penulis mencoba mengkaji perubahan-perubahan atau pergeseran-pergeseran khususnya dilihat dari makna-maknanya yang terdapat pada kostum tari Bajidoran sejalan dengan sejarah perkembangan khususnya Karawang.

Kedua jenis pertunjukan (Jaipong Bajidoran dan Topeng Banjet) menjadi pertunjukan yang sangat menarik karena persamaan Masyarakat pendukungnya. Namun kedua bentuk dan jenis kesenian produktif di kabupaten Karawang mempunyai perbedaan yang mencolok, terutama pada jenis fungsi pertunjukannya karena di bentuk dari gagasan, unsur, struktur, makna dan fungsi dari pola pertunjukan yang berbeda.

Berbagai Kesenian Tradisional sejak lama telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan Masyarakat. Sampai sekarang jatuh bangunnya Kesenian itu sebagai gejala sosial yang pasang surut seirama dengan majunya zaman. Meskipun Perjalanan Sejarah Kesenian itu dapat di katakan “mati tak mau dan hidup tak hendak” dan gelombang pasang surut tersebut banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik pada waktu itu. Faktor lainnya ikut menentukan permasalahan tersebut seperti tidak adanya peran serta kaum muda sebagai generasi penerus dalam menggalakan Kesenian Tradisional, dan kurangnya Perhatian dari berbagai pihak.


(13)

Pemerintah mengambil kebijaksanaan untuk mencari dan menghidupkan kembali Kesenian Tradisional yang hampir punah itu. Usaha yang digalakan dengan menggali kembali Kesenian telah dan atau hampir punah. Usaha penggalian kembali tersebut dalam rangka pembangunan guna melestarikan tradisi Kesenian yang telah tumbuh dan berkembang sebagai hasil budaya bangsa, khususnya para leluhur kita yang telah banyak menciptakan kreasi-kreasi mereka dalam bentuk Kesenian, khususnya seni suara dan seni tari yang tercipta sebagai suatu peninggalan yang memiliki nilai-nilai leluhur dan bersifat religius sehingga ada kecenderungan bagi para peminatnya untuk berbuat lebih baik, seolah-olah kesenian ini sebagai wadah yang berkaitan dengan masalah keagamaan. Pertumbuhan dan perkembangan kesenian itu, di daerah lingkungan masyarakat yang umumnya memeluk agama Islam, sudah barang tentu keseniannya bernafaskan Islam pula, walaupun unsur-unsur Tradisional ikut menjiwai Kesenian itu.

Alur Kesenian Tradisional yang mereka kembangkan itu merupakan suatu bentuk kesenian yang bermacam-macam dalam bentuk kesenian itu tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan kebutuhan batin sebagai hiburan. Meskipun sudah banyak ditemukan keberhasilan dalam menghidupkan kembali kesenian-kesenian yang hampir punah, namun usaha-usaha pelestarian masih banyak menemukan hambatan-hambatan sebagai kendala. Menurut Salah, S.A. (1996 :46-47) mengungkapkan bahwa hambatan-hambatan pada kesenian tradisional, antara lain:

1) Sangat kurangnya tenaga sehingga tak seimbang dengan luas daerah yang ditangani.

2) Kurangnya sarana operasi yaitu keterbatasan sarana transportasi.

3) Belum memiliki tempat untuk Pertunjukan yang biasanya kesenian mulai beraksi. 4) Dan belum adanya tenaga pengelola alat-alat Kesenian di kantor sehingga kurang

pengawasan.

Berbagai hambatan yang ada secara administratif perlu kiranya diperhatikan supaya tercapai tujuan pelestarian Kesenian. Tanpa mengabaikan kendala yang ada dalam masyarakat. Walaupun tidak menyeluruh, adanya melestarikan kembali


(14)

Kesenian-kesenian tradisional dapat memberikan umpan balik positif kepada Pemerintah, khususnya dalam rangka pembangunan. Berarti usaha Pemerintah tidak sia-sia. Namun Keberhasilan itu sebaiknya untuk mengkaji pada Kesenian-kesenian yang kurang berhasil dalam rangka Pelestarian kembali itu.

Salah satu faktor positif dan negatif menurut Herdiani, Een (2007 : 150) bahwa faktor positif dari kesenian bajidoran adalah sebagai ajang bertemannya rakyat, ajang bertemunya gaya, ajang transaksi ekonomi/ bisnis, ajang silaturahm, ajang hiburan, sehingga terjadi interaksi diantara mereka. Namun dilihat dari sisi negatif, arena kesenian bajidoran menjadi sebuah arena persaingan status, persaingan multi lapis. Pertama, persaingan beranggapan bahwa penanggap akan bersaing untuk mencari group bajidoran yang ternama walaupun dengan bayaran yang cukup tinggi, karena dengan memilih group ternama status penanggap akan menjadi naik. Kedua, persaingan antar sinden. Untuk mencari para bajidor dan penonton lainnya sinden akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan perhatian dari para bajidor yang berkantong tebal.

Perkembangan Bajidoran di Kabupaten Karawang pada tahun 1980-1990 di dekade keempat memiliki maksud tujuannya seperti Gugum Gumbira selaku Pemain Kesenian Bajidoran menciptakan tarian baru yang di beri nama Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencung, Kuntul Mangut, Iring-iring daun puring, Rawayan dan Tari Kawung Anten dan memiliki 13 Pemain dan anggota Kesenian Bajidoran yang handal dari Karawang. Sejak itu Bajidoran sangat di gemari dan di minati oleh banyak pihak perempuan maupun laki-laki, tua dan muda pun banyak sekali dan antusias menonton Kesenian Bajidoran dalam berbagai acara.

Berdasarkan permasalahan diatas terdapa beberapa alasan penulis dalam mengambil tema Perkembangan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang. Pertama, penulis melihat kesenian bajioran telah mengalami pasang surut terutama tidak adanya generasi penerus sehingga ketertarikan penulis pada masalah kesenian bajidoran yang sekarang hamper punah dikalangan masa sekarang ini dan ingun menghidupkan kembali kepada masyarakat hingga kini, sehingga nilai-nilai sosial budaya seni tradisional tidak punah di kalangan Kabupaten Karawang. Kedua, penulis ingin melihat upaya masyarakat


(15)

setempat dalam perkembangan seni tradisional masa lampau dan masa sekarang. Ketiga, penulisan sejarah lokal mengenai kesenian bajidoran sebagai upaya pelestarian terhadap potensi budaya lokal sehingga dapat di kenal dengan masyarakat luar Karawang dan memiliki nilai-nilai historisnya.

Berkaitan dengan judul diatas tahun 1990 dijadikan salah satu akhir dari kejayaan perkembangan kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang. Setelah tahun 1990 Kesenian Bajidoran tersebut justru mengalami penurunan yang sangat drastis, yang diakibatkan tidak adanya regenerasi para Seniman Bajidoran di Kabupaten Karawang. Selain itu, Pemerintahan daerah setempat setelah 1990 tidak lagi menggalangkan Pelestarian budaya-budaya tradisional Sunda dan tidak lagi memfasilitasi para Seniman-seniman untuk berkreasi dan berapresiasi dalam mengembangkan Kesenian Bajidoran.

1.2 Rumusan Dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mencoba merumuskan beberapa permasalahan yang dibahas sebagai kajian dalam skripsi ini. Permasalahan pokok dalam masalah ini ialah “Bagaimana perkembangan kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang tahun 1980-1990 ditunjau dari sudut pandang nilai-nilai sosial budaya”. Untuk membatasi ruang lingkup penelitian maka penulis memfokuskan permasalahan dalam beberapa rumusan masalah yang dibuat dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana latar belakang munculnya kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang sebelum tahun 1980?

2. Bagaimana perkembangan kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990?

3. Mengapa terjadinya pro dan kontra mengenai kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang tahun 1980-1990?

4. Bagaimana upaya pelestarian yang dilakukan oleh Pemerintah maupun pelaku seni mengenai kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang?

5. Bagaimana upaya pelestarian seni terhadap kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang?


(16)

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan merupakan hal utama yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan. Begitupun dalam penelitian ini memiliki tujuan tertentu. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh Penulis dalam Penelitian ini antara lain:

1. Memaparkan latar belakang munculnya kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang sebelum Tahun 1980 ?

2. Menjelaskan perkembangan kesenian bajidoran di Karawang Tahun 1980-1990? 3. Menjelaskan terjadinya pro dan kontra mengenai kesenian bajidoran di Kabupaten

Karawang Tahun 1980-1990?

4. Menjelaskan upaya pelestarian yang dilakukan oleh Pemerintah maupun pelaku seni mengenai kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang ?

5. Menjelaskan upaya pelestarian seni terhadap kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang ?

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang dapat diperoleh dari Penelitian yang akan dilakukan Penulis dalam Penulisan Karya Ilmiah antara lain:

1. Menambahkan wawasan penelitian tentang keberadaan kesenian tradisional yang perlu di lestarikan Khususnya Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang. 2. Memberikan Informasi maupun sumbangan pemikiran bagi pihak lain untuk

mengkaji lebih lanjut mengenai Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang. 3. Pemerintah Kabupaten Karawang diharapkan Penelitian ini setidaknya dapat

membantu Pemerintah Kabupaten Karawang dalam menginvastasikan Potensi Budaya yang ada di wilayahnya untuk di data lebih jauh dalam upaya menjaga dan mempertahankannya.

4. Memberikan motivasi kepada para Seniman Khususnya Seniman Bajidoran agar mereka tetap berkreasi dan mengembangkan kualitas Seni Bajidoran sehingga dapat menjadi kesenian tradisional yang masih bertahan ditengah-tengah maraknya seni modern.


(17)

5. Dengan ditulisnya Perkembangan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang, diharapkan masyarakat terutama generasi muda mengetahui mengenai kesenian tradisional bajidoran, sehingga kehadirannya dapat dijadikan sebagai komoditi penting dalam perkembangan kesenian yang ada di Kabupaten Karawang.

1.5 METODE DAN TENIK PENELITIAN 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan Skripsi ini adalah metode Historis atau metode Sejarah. Metode Sejarah menurut Louis Gottschak adalah Proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peningggalan masa lampau (1985 : 32). Pendapat lain mengungkapkan bahwa metode Sejarah dalam pengertian yang umum adalah penyelidikan atas suatu masalah dengan mengaplikasikannya jalan pemecahannya dari persepektif Hisoris (Abdulrahman, D. 1993 : 43).

Pengertian yang lebih khusus dikemukakan oleh Gilbert J. Garraghan yang dikutip oleh Abdulrahman Dudung bahwa penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, secara kritis daan mengajukan sinesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis.

Ada beberapa tahapan dalam penelitian sejarah menilainya menurut Ismaun (1992 : 125-126) terdiri dari:

Heuristik berasal dari Bahasa Yunani dari kata Heuriskein yang artinya menemukan. Dengan demikian heuristic adalah menemukan jejak-jejak atau sumber-sumber dari sejarah suatu peristiwa yang kemudian dirangkai menjadi satu kisah. Dalam hidup ini, penulis berusaha mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang berkaitan dengan permasalahan yang menjadi bahan kajian.

Sumber-sumber yang digunakan dalam Skripsi adalah sumber tertulis yaitu dari buku, surat kabar, internet dan dokumen lainnya yang dinilai relevan dan mendukung. Untuk menemukan sumber-umber tersebut penulis mencarinya diperpustakaan, seperti di perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Perpustakaan daerah Kabupaten Karawang, Perpustakaan STSI, Perpustakaan Daerah Jawa Barat, Dinas Pariwisata dan


(18)

Kebudayaan Karawang, dan Wawancara terhadap Pelaku Nara Sumber maupun kepada Saksi-saksi dari Kesenian Bajidoran di Karawang.

2. Heuristik

Heurisik berasal dari Bahasa Yunani dari kata Heuristik yang artinya menemukan. Dengan demikian heuristik adalah menemukan jejak-jejak atau sumber-sumber dari sejarah suatu peristiwa yang kemudian dirangkai menjadi satu kisah. Penulis berusaha mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang berkaitan dengan permasalahan yang menjadi bahan kajian.Sumber-sumber yang akan digunakan dalam Skripsi ilmiah adalah sumber tertulis yaitu dari buku, surat kabar, internet dan dokumen lainnya yang dinilai relevan dan mendukung. Untuk menemukan sumber-sumber tersebut penulis mencarinya diperpustakaan, seperti di perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia, Perpustakaan daerah kabupaten Karawang, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang, Perpustakaan Jawa Barat di Bandung dan juga Sumber Lisan berupa Wawancara terhadap Pelaku maupun saksi-saksi dari Kesenian Bajidoran di Karawang tahun 1980-1990.

3. Kritik

Setelah tahap mencari pengumpulan data (heuristik), berikutnya dilakukan Kritik dan sumber yaitu dengan melakukan analisis terhadap sumber yang telah diperoleh apakah sesuai dengan masalah. Kritik yang dilakukan terbagi dua yaitu: eksternal dan internal. kritik eksternal ditunjukan untuk menilai otentitas sumber. Dalam bentuk eksternal ditunjukan untuk menilai otensititas sumber. Dalam kritik eksternal dipersoalkan berbentuk: sumber, umur dan asal dokumen, kapan dibuat, dibuat oleh siapa, instansi apa. Dalam tahapan ini, penulis mencoba menilai sumber-sumber tersebut berdasarkan ketentuan dari kritik eksternal. Sedangkan kritik internal lebih ditunjukan oleh menilai Kredibilitas sumber dengan mempersoalkan isinya, kemampuan pembuatannya, tanggungjawab dan moralnya. Pada bagian kritik Internal, peneliti


(19)

melakukan Kritik atas sumber Kepustakaan yakni dengan membandingkan isi dari satu penulis dengan buku yang lainnya, sedangkan kritik atas sumber lisan lebih ditunjukan pada isi dari yang telah diungkapkan oleh saksi peristiwa terhadap masalah, sehingga fakta-fakta yang diperoleh valid untuk mendukung pembahasan yang akan diuji.

4. Interpretasi

Tahap selanjutnya yaitu proses penafsiran dan penyusunan makna kata-kata yang diperoleh setelah proses Kritik Sumber dengan cara menghubungkan satu fakta dengan lainnya sehingga dapat gambaran yang jelas terhadap dampak Pro dan Kontra sehingga Bajidoran menjadi dalam kesenian Jaipong-Bajidoran yang berada di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990. Di dalam Interpretasi juga terdapat eksplansi yaitu penjelasan.

5. Historiografi

Historiografi disebut juga Penulisan Sejarah, sumber-sumber sejarah yang ditemukan, dianalisis dan ditafsirkan kemudian ditulis menjadi suatu kisah Sejarah yang selaras atau cerita ilmiah dalam ulisan berbentuk Skripsi tentang Perkembangan Kesenian Jaipong-Bajidoran di Kabupaten Karawang tahun 1980-1990 (Suatu Tunjauan Historis Terhadap Pelestarian Nilai-Nilai Sosial Budaya) serta faktor Pro dan Kontra sehingga dapat terhambat.

Adapun tehnik Penelitian yang digunakan Oleh Peneliti adalah : a. Studi Literatur

Studi Literatur merupakan tehnik yang digunakan oleh eneliti dengan membaca berbagai sumber yang berhubungan dengan Kesenian, Tari dan Sosial Budaya, serta mengkaji sumber lain baik dari buku maupun dokumentasi seperti Koran se-zaman dan Wawancara terhadap sumber primer maupun sumber sekunder dari pelaku dan saksi-saksi Kesenian Bajidoran di Karawang.


(20)

b. Teknik Wawancara

Wawancara yaitu pengumpulan data mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara (pengumpulan data dan jawaban responden dicatat atau pun direkam dengan menggunakan alat perekam. Tehnik wawancara ini membantu dalam penelitian sejarah meskipun harus mengembangkan bahasanya yang berbeda dengan sumber-sumber yang telah tercatat. Tehnik yang dilakukan untuk mencari informasi-informasi dari nara sumber berupa sumber lisan berupa wawancara terhadap sumber primer maupun sumber sekunder, album dan catatan kenangan dari Kesenian Bajidoran di Karawang pada dekade keempat Tahun 1980-1990.

1.6 SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan dalam Skripsi ini tersusun menurut sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab Pertama Peneliti menguraikan tentang Latar Belakang Masalah Penelitian, Rumusan dan Batasan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode dan Tehnik sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab Kedua Peneliti akan menguraikan mengenai Tinjauan Pustaka yang menunjang Penelitian yang akan dilakukan yaitu tentang “Perkembangan Kesenian Bajidoran di Karawang tahun 1980-1990”. Tinjauan Pustaka memaparkan berbagai sumber Literatur yang Peneliti anggap memiliki keterkaitan dan relevan dengan masalah yang dikaji, didukung dengan sumber tertulis seperti buku dan dokumen yang relevan. Dalam kajian putaka ini, peneliti membandingkan, mengkontraskan dan memposisikan kedudukan masing-masing penelitian yang akan dikaji kemudian dihubungkan dengan masalah yang sedang diteliti. Hal ini dimaksdukan agar adanya keterlaitan antara permasalahan di lapangan dengan teori-teori yang diperoleh dari buku, agar keduanya bapat saling mendukung, dimana dari teori yang sedang dikaji dengan Permasalahan yang akan diteliti bisa berkaitan. Sedangkan fungsi dari Kajian Pustaka adalah sebagai Landasan Teoritik dalam analisis temuan.


(21)

BAB III METODOLOGI DAN TEKNIK PENELITIAN

Bab ketiga merupskan tentang Metodologi Penelitian. Dalam Bab ini membahas Metode dan Tehnik Penelitian digunakan oleh Peneliti meliputi Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi. Semua Prosedur dalam Penelitian akan dibahas dalam Bab ini. Prosedur yang dimaksud adalah langkah-langkah yang dilakukan Peneliti selama melakukan Penelitian mengenai masalah yang diajukan untuk mendapatkan serta menganalisis data yang diperoleh. Adapun tahapan dalam langkah-langkah Penelitian ini diantaranya Perencanaan, Pengajuan Judul Penelitian, Persiapan Penelitian, Proses Bimbingan dan tahap Pelaksanaan Penelitian.

BAB IV PEMBAHASAN

Bab Keempat Peneliti akan membahas Permasalahan yang selama ini Peneliti Kaji serta memaparkan dan menjelaskan tentang data-data yang Peneliti peroleh baik dari buku-buku sumber, internet, wawancara dan sumber lainnya yang mendukung Judul Skripsi ini. Sehingga Pada Bab Keempat ini Peneliti akan berusaha untuk Mendeskripsikan hasil Penelitian dan mencoba untuk menganalisisnya kedalam bentuk Penulisan Secara Sistematis.

BAB V KESIMPULAN

Bab Kelima merupakan Bab Penutup dalam Skripsi ini. Pada bagian ini, Peneliti akan membahas beberapa Kesimpulan sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan dan merupakan inti dari Permasalahan pada bab-bab sebelumnya serta mengambil makna dari kajian yang telah Peneliti bahas dalam bab sebelumnya. Dalam bab ini Peneliti mengharapkan saran dan kritik Pembaca atas Penelitian yang telah dilakukannya sebagai bahan masukan agar Penelitian yang akan datang bisa lebih baik lagi.


(22)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan, metode dan Tehnik Penelitian 3.1.1 Metode Penelitian

Pada Bab III Penulis akan memaparkan tentang metodologi Penelitian yang dilakukan dalam mengkaji berbagai permasalahan yang berkaitan dengan Skripsi yang berjudul “Perkembangan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990 (Suatu Tinjauan Historis Terhadap Pelestarian Nilai-nilai Sosial Budaya). Penulis mencoba untuk memaparkan berbagai langkah yang digunakan dalam mencari sumber-sumber, tehnik pengolahan sumber-sumber, analisis dan tehnik penelitiannya.

Pada bagian pertama Penulis akan menjelaskan metode dan tehnik penelitian secara teoritis sebagai landasan dalam pelaksanaan penelitian yang penulis lakukan. Pada bagian kedua akan menjelaskan mengenai tahapan-tahapan persiapan dalam pembuatan skripsi, yaitu penentuan dan pengajuan tema, penyusunan rancanang penelitian, mengurus perizinan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan proses bimbingan bagian ketiga berisi tentang pelaksanaan penelitian yang dimulai dari pengumpulan data (heuristik) baik sumber tertulis maupun sumber lisan, kritik sumber dan interpretasi. Pada bagian terakhir akan dipaparkan mengenai proses penulisan Skripsi atau historiografi sebagai bentuk laporan bentuk tertulis dari penelitian sejarah yang telah dilakukan.

Penulis mengutip dari beberapa pakar yang mengungkapkan tentang Metode Sejarah antata lain :

1) Metode Sejarah ialah suatu proses menguji, menjelaskan dan menganalisis (Gosttchlak 1985:32).

2) Metode sejarah ialah suatu proses pengkajian, penjelasan dan penganalisaan secara kritis terhadap rekaman peninggalan masa lampau (Sjammsudin, 2007 : 17-19).


(23)

3) Metode sejarah merupakan petunjuk khusus tentang bahan, kritik interpretasi dan penyajian sejarah.

4) Metode sejarah sebagai sistem prosedur yang benar untuk mencapai kebenaran sejarah menurut pendapat Nazir ( 2003 : 48-49). Ciri-ciri dari metode sajarah ialah:

a) Metode sejarah lebih banyak mengganungkan diri dari data yang diamati oleh orang lain dimana yang lampau.

b) Data yang digunakan lebih banyak bergantung dari data primer dibandingkan oleh data sekunder. Bobot data harus dikritik, secara internal maupun eksternal.

c) Metode sejarah mencari data secara lebih tuntas serta mencari informasi yang lebih tua dan tidak diterbitkan kembali maupun yang tidak dikutip bahan acuan yang standar.

d) Sumber data harus dinyatakan secara ditinitif, baik dengan nama pengarang, tempat dan waktu. Sumber tersebut harus diuji kebenarannya. Fakta harus dibenarkan sekurangnya-kurangnya oleh dua saksi yang tidak pernah berhubungan.

Penulis berpendapat bahwa metode sejarah yang digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa data yang akan digunakan tersebut berasal dari data dari kejadian yang pernah terjadi di masa lampau sehingga perlu dapat dianalisis lebih rinci tentang kebenarannya sehingga kondisi pada masa lampau tersebut dapat digambarkan lebih rinci. Kesimpulan dari keseluruhan bahwa Penelitian Sejarah dan Metode Sejarah merupakan suatu metode digunakan untuk megkaji suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau maupun permasalahan yang terjadi pada masa lampau secara deskriptif dan analitis. Sehingga data dan fakta yang digunakan sebagai sumber penelitian skripsi yang berasal dari kejadian yang terjadi pada masa lampau. Metode sejarah yaitu metode yang sesuai dengan penelitian skripsi ini karena data yang digunakan berasal dari masa lampau


(24)

yang terjadi pada Perkembangan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang Pada Tahun 1980-1990.

Ada enam langkah dalam metode historis menurut pendapat (Sjamsuddin, 1996 : 69), yaitu :

a) Memilih suatu topik yang sesuai.

b) Mengusut semua edivensi (bukti) yang sesuai dengan topik.

c) Membuat catatan tentang apa saja yang dianggap penting dan relevan dengan topik yang ditemukan ketika telah dikumpulkan (kritik sumber).

d) Menyusun hasil-hasil penelitian (catatan fakta-fakta) kedalam suatu pola yang benar dan berarti yaitu sistematika tertentu yang telah disiapkan sebelumnya. e) Menyajikan dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian dan

mengkomunikasikannya kepada para pembaca sehingga dapat dimengerti sejelas mungkin.

Pendapat lain pun mengungkapkan, bahwa Penelitian Sejarah memiliki 5 tahapan (kuntowijiyo, 2003:89) antara lain :

a) Pemiliha topik

b) Pengumpulan sumber c) Verifikasi

d) Interpretasi e) Penulisan

Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam Metode Penelitian menurut pendapat dari Ismaun (1992 : 125 - 126) antara lain:


(25)

Heuristik berasal dari bahasa Yunani dari kata Heuriskeun yang berarti menemukan. Dengan demikian Heuristik yaitu menemukan jejak-jejak atau sumber-sumber dari sejarah suatu peristiwa kemudian dirangkai menjadi satu. Penulispun mengumpulkan data-data baik dari buku, jurnal dan juga wawancara dengan pelaku Kesenian Bajidoran di Kabupaten karawang maupun sumber sekunder tentang Kesenian Bajidoran dan juga Perkembangannya.

2) Kritik atau analisis Sumber

Kritik sejarah ata kritik sumber yaitu metode yang digunakan untuk menilai keabsahan sumber yang kita butuhkan dalam mengadakan penulisan sejarah. Dalam tahapan ini penulis melakukan analisis terhadap sumber-sumber yang sudah didapat melalui dua tahapan Kritik eksternal yang menyangkut kredibilitas atau reliabilitas suatu sumber sehingga dapat dipercaya. Kedua tahapan tersebut penulis akan melakukan terhadap sumber Primer dan sumber sekunder. Adapun judul yang dikaji oleh penulis “Perkembangan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang (Suatu Tinjauan Historis Terhadap Pelastarian Nilai-nilai Sosial Budaya). Dari judul tersebut dapat dilihat bahwa masalah yang dikaji merupakan Sejarah Lokal tentunya akan banyak menggunakan Sumber Lisan disebabkan keterbatasan sumber tertulis. Untuk meminimalisir unsur subjektivitas dari keterangan nara sumber maka kritik sumber sangat diperlukan, sehingga fakta-fakta historis akan terlihat jelas dari sumber tertulis maupun sumber lisan.

3) Interpretasi

Interpretasi yaitu menafsirkan keterangan dari sumber sejarah berupa fakta dan data yang terkumpul. Dalam hal ini penulis mengarahkan seluruh kemampuan intelektual dalam hal deskripsi, analisis kritik, serta sintesis dari fakta-fakta tentang Perkembangan Kesenian di Kabupaten Karawang, sehingga akan menghasilkan bentuk penulisan sejarah yang utuh. Adapun pendekatan untuk mempertajam analisis fakta dalam Skripsi ini ialah Pendekatan Interdisipliner, dengan menggunakan konsep-konsep ilmu Sosiologi dan Antropologi yang


(26)

relevan dengan permasalahan yang akan dibahas seperti konsep tradisi, budaya dan perubahan sosial.

4) Historiografi

Historiografi disebut juga dengan Penulisan Sejarah, sumber sejarah yang ditemukan, dianalisis dan ditafsirkan kemudian ditulis menjadi suatu kisah sejarah yang selaras maupun cerita ilmiah dalam bentuk skripsi tentang “Perkembangan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990”. Penulisan skripsi ini disesuaikan dengan ketentuan Penulisan Karya ilmiah yang berlaku di Unviversitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Dalam metode sejarah memiliki makna yang utuh dan komprehensif, sehingga dalam melakukan penelitan sejarah sayogyanya memerlukan beberapa hal diantaranya:

1) Dalam Historiografi memerlukan pendekatan fenomenologis yang didasarkan atas pengalaman dan pemahaman pelaku sendiri.

2) Pengungkapan yang bersifat reflektif, sehingga memungkinkan tetap adanya kesadaran subjektivitas diri sendiri, seperti:kepentingan, perhatian, logika, metode, dan latar belakang peristiwa.

3) Bersifat komprehensif, sehingga menggunakan relevansi ` terhadap realitas sosial dari berbagai tingkat dan ruang lingkup.

4) Menggunakan relevansi terhadap kehidupan praktis.

3.1.2 Tehnik Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tehnik Studi Kepustakaan, wawancara dan dokumentasi. Studi kepustakaan ini dilakukan dengan membaca dan mengkaji mengenai Perkembangan Kesenian Bajidoran yang berada di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990. Berkaitan dengan ini, dilakukan dengan kunjungan pada Perpustakaan


(27)

yang berada di daerah Bandung dan Karawang yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini. Setelah literatur terkumpul dan relevan sebagai suatu acuan untuk penulisan maka penulis perlu memahami dan mempelajari dan mengidentifikasi serta memilih sumber yang relevan dan dapat dipergunakan dalam penulisan.

Tehnik wawancara yang digunakan yaitu tehnik wawancara gabungan antara wawancara terstruktur dengan wawancara tidak terstruktur. Yang dimaksud dengan wawancara tersetruktur ialah pertanyaan yang sudah direncanakan dan disusun oleh penulis sebelumnya dalam wawancara. Semua responden dan pertanyaan telah disusun, didalam wawancara mengajukan sebuah pertanyaan yang berhubungan dengan topik yakni Perkembangan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990 dengan kata-kata dan tutur kata yang sesuai urutan. Wawancara ini di lakukan oleh penulis kepada orang yang berhubungan langsung dengan Peristiwa, pelaku maupun saksi dalam peristiwa kesejarahan yang diteliti. Penggunaan wawancara sebagai tehnik untuk mendapatkan data berdasarkan pertimbangan bahwa periode yang menjadi bahan kajian dalam penulisan ini masih mungkin didapatkannya sumber lisan mengenai Kesenian Bajidoran. Nara sumber (pelaku dan saksi) yang pernah mengalami, meliat dan merasakan sendiri peristiwa yang terjadi di masa lampau yang menjadi objek kajian sehingga sumber yang diperoleh akan menjadi objektif. Tehnik wawancara yang didapatkannya berkaitan dengan sejarah lisan (oral history). Sejarah lisan ataupun yang sering disebut dengan oral history ialah ingatan tangan pertama yang dituturkan secara lisan oleh orang-orang yang akan di wawancara oleh penulis (Sjamsuddin 1996:78). Sedangkan wawancara tidak terstruktur wawancara yang tidak dipersiapkan sebelumnya oleh penulis dari daftar pertanyaan.

Dalam tehnik wawancara penulis mencoba menggabungkan kedua tehnik yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa dengan wawancara tersetruktur penulis akan menyusun pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya kemudian dilanjutkan dengan wawancara tidak terstruktur, sehingga penulis akan memberikan pertatanyaan dengan tujuan dengan mencari jawaban setiap pertanyaan yang berkembang kepada tokoh maupun pelaku peristiwa sejarah. Selain kedua tehnik tersebut. Penulis menggunakan


(28)

studi dokumentasi untuk mengumpulkan data. Pengkajian terhadap arsip-arsip yang telah ditemukan berupa data.

Berdasarkan penjelas tersebut maka penulis menjelaskan beberapa langkah yang digunakan dalam melakukan penelitian sehingga menjadi skripsi yang sesuai dengan tuntutan keilmuan. Langkah yang dilakukan dibagi menjadi tiga yaitu persiapan, pelaksanaan dan pelaporan penelitian.

3.2 PERSIAPAN PENELITIAN

Dalam persiapan penelitian ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh penulis, diantaranya:

3.2.1 Penentuan Dan Pengajuan

Langkah awal yang dilakukan oleh penulis sebelum melakukan penelitian yaitu menentukan tema, sebelum diserahkan kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS), tema tersebut dijabarkan dahulu dalam bentuk judul yaitu setelah judul yang diajukan disetujui oleh TPPS Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, penulis mulai menyusun suatu rancangan penelitian dalam bentuk Proposal.

3.2.2 Penyusunan Rancangan Penelitian

Penulis mulai mengumpulkan data dan fakta dari tema yang akan dikaji. Kegiatan ini dimulai dengan cara membaca sumber-sumber tertulis dan melakukan wawancara kepada pelaku mengenai masalah yang akan di kaji, rancangan penelitian ini kemudian dijabarkan dalam bentuk proposal penelitian yang diajukan kepada TPPS. Proposal penelitian tersebut kemudian dipresentasikan dalam seminar proposal pada hari Rabu tanggal 2 mei 2012. Rancangan Penelitian yang telah disetujui tersebut kemudian ditetapkan dengan surat keputusan oleh TPPS dan ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI, sekaligus penentuan Pembimbing 1 dan Pembimbing II. Pada dasarnya penelitian proposal tersebut memuat tentang judul penelitian, tinjauan pustaka, mertode dan tehnik penelitian serta Sistematika Penulisan.


(29)

Langkah awal yang dilakukan dalam tahapan ini adalah memilih instansi-instansi yang akan memberikan data-data dan fakta terhadap penelitian yang dilakukan. Adapun surat perizinan tersebut ditunjukan kepada Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang dan salah seorang pelaku peristiwa Kesenian Bajidoran.

3.2.4 Proses Bimbingan

Dalam tahapan ini dilakukan Proses Bimbingan dengan Pembimbing I dan Pembimbing II. Proses Bimbingan merupakan proses yang sangat diperlukan, karena dalam proses ini dapat berdiskusi mengenai berbagai masalah yang dihadapi oleh penulis. Dengan begitu, penulis dapat berdiskusi dan berkonsultasi kepada Pembing I dan Pembimbing II sehingga penulis akan mendapatkan arahan, komentar dan perbaikan dari kedua Pembimbing.

3.3 PELAKSANAAN PENELITIAN

Pelaksanaan Penelitian merupakan faktor yang penting dari rangkaian proses penelitian dalam medapatkan data-data dan fakta yang dibutuhkan oleh penulis. Pada tahapan ini penulis menjelaskan beberapa tahapan yaitu :

3.3.1 Heuristik (Pengumpulan Sumber)

Heuristik merupakan langkah yang paling dilakukan oleh Penulis ketika Penelitian meliputi tahapan pencarian dan pengumpulan sumber yang relevan dengan permasalahan penelitian yang sedang dikaji (Sjamsuddin, 1996:730). Yang dimaksud sember sejarah adalah segala sesuatu yang langsung maupun yang tidak langsung menceritakan kepada kita, tentang sesuatu kenyataan yang terjadi pada masa lampau. Sumber sejarah berupa bukti-bukti aktivitas manusia pada masa lampau yang berbentuk tulisan maupun cerita. Sumber tertulis berupa buku dan artikel yang berhubungan berupa permasalahan yang dikaji dan juga ditambah sumber lisan dengan menggunakan tehnik wawancara kepada nara sumber yang menjadi pelaku dan mengetahui tentang


(30)

Perkemangan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990 (Suatu Tinjauan Historis Terhadap Pelastarian Nilai-Nilai Sosial Budaya). Untuk lebih jelas akan dipaparkan dibawah ini :

3.3.1.1 Sumber Tertulis

Pada tahapan ini penulis mencari sumber tertulis yang sangat relavan dengan permasalahan penelitian baik berupa buku, artikel, koran, jurnal maupun karya ilmiah lain. Studi literatur yang dilakukan yaitu dengan cara membaca dan mengkaji sumber-sumber tertulis tersebut yang menunjang dalam penulisan Skripsi ini. Sumber tertulis tersebut diperoleh dari berbagai tempat seperti: Perpustakaan UPI, Perpustakaan STSI Bandung, Perpustakaan Daerah Karawang, UPTD Perpustakaan Umum Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang dan dari toko-toko buku diantaranya :

1. Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia

Dalam kunjungan ke perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), ditempat tersebut penulis menemukan sumber-sumber yang berkaitan dengan metodologi penelitian sejarah, buku-buku tentang kebudayaan, buku-buku tersebut merupakan Buku-buku mengenai Mengerti Sejarah karya Gottschalk, buku Metodologi Sejarah karya Sjamssudin,buku Penulisan Karya Ilmiah karya Upi, buku-buku mengenai sosial budaya antara lain Dinamika Budaya Lokal karya Adhimirhardja, buku Kebudayaan Sunda karya Ekajjati, buku Seni Tradsi Mayarakat karya Kayam, buku Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah karya Sedyawati, buku Sejarah Sebagai Ilmu karya Ismaun, buku Tema Islam Dalam Pertunjukan Rakyat Jawa karya Kuntowijoyo, buku Wayang Wong, Priangan karya Rusliana,. Buku Pertumbuhan Seni Pertunjukan karya Sedyawati, buku Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi karya Soedarsono, buku Sosiologi suatu Pengantar karya Soekanto, buku Pengantar Sosiologi karya Soyomukti, buku Melestarikan Seni Budaya Tradisional yang Nyaris Punah dan. 2. Perpustakaan STSI Bandung

Kunjungan ke perpustakaan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI), dari tempat tersebut penulis memperoleh buku Aspek Manusia Dalam Seni Pertunjukan karya Salah, buku Pengantar Antropologi karya Harsojo, buku Wujud, Arti, dan Fungsi


(31)

Puncak-puncak Kebudayaan lama dan Asli Bagi Masyarakat Pendukungnya di Daerah Istimewa Yogyakarta karya Moertjipto, buku Seni dan Pendidikan Seni karya Masunah, buku Mosaik Budaya karya Mahmud, buku Antropologi Tari karya Peterson, buku Khasanah Kesenian Jawa Barat karya Soepandi, buku Ragam Cipta Mengenal Kesenian Pertunjukan Jawa Barat karya Soepandi.

3. Perpustakaan Kabupaten Karawang

Penulis melakukan pencarian ke perpustakaan Kabupaten Karawang dari pencarian sumber ini penulis memperoleh buku yaitu buku Kabupaten Karawang dalam Dimensi Budaya karya Warliyah, buku Pengantar Sosiologi karya Soyomukti,buku Sistem Sosial Budaya Indonesia (suatu pengantar) karya Ranjabar, buku Pengantar Ilmu Antropologi karya Kuntowijiyo, dan buku Bajidoran di Karawang Kontinuitas dan Perubahan karya Herdian.

Selain sumber-sumber tertulis diatas, penulis juga melakukan penelusuran sumber melalui browsing di internet untuk mendapatkan artikel-artikel yang berhubungan dengan masalah yang penulis kaji. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan tambahan informasi agar dapat mengisi kekurangan dari sumber lainnya.

Tahap pengumpulan sumber tertulis dilakukan oleh penulis dengan melakukan pengklasifikasian terhadap sumber yang telah diperoleh. Adapaun pengklasifikasian sumber bertujuan untuk melakukan peninjauan terhadap kontribusi, kekuarangan ataupun kelebihan dari sumber tertulis, serta diharapkan dapat membantu Penulis dalam melakukan pengkajian pada proses penulisan skripsi ini. Tahap pengklasifikasian ini dilakukan dengan cara memilih dan memilah sumber yang memberikan informasi tentang seni baik secara umum maupun khusus, sumber yang mengemukakan tentang kesenian bajidoran, serta sumber yang memaparkan tentang hubungan seni dengan masyarakat.


(32)

3.3.1.2 Sumber Lisan (Wawancara)

Dalam pengumpulan sumber lisan penulis mencari narasumber yang relevan agar dapat memberikan informasi yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji melalui tehnik wawancara dengan cara mengajukan pertanyaan mengenai permasalahan yang akan dikaji kepada pihak-pihak sebagai pelaku dan saksi. Melalui pertimbangan yang sesuai dengan ketentuan berdasarkan faktor mental dan faktor mental dan fisik (kesehatan), perilaku (kejujuran dan sifat sombong), serta kelompok usia yang sangat tepat dan memenuhi syarat.

Narasumber dapat dibagi dan dikatagorikan menjadi dua yaitu pelaku dan saksi. Pelaku adalah mereka yang benar-benar mengalami peristiwa atau kejadian yang menjadi bahan kajian seperti seniman (penari, sinden, dan nayaga) mengikuti perkembangan kesenian bajidoran dari waktu ke waktu, sedangkan saksi adalah mereka yang melihat dan mengetahui bagaimana peristiwa itu terjadi, misalnya masyarakat sebagai pendukung dan penikmat serta pemerintah sebagai lembaga terkait.

Hasil wawancara dengan narasumber kemudian disalin kedalam bentuk tulisan untuk memudahkan peneliti dalam pengkajian yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Setelah semua sumber yang telah diperoleh yang berhubungan dengan masalah penelitian ini dikumupulkan kemudian menginterpretasikan terhadap sumber-sumber informasi, sehingga benar-benar diperoleh dengan sumber-sumber yang relevan dengan penelitian yang akan dikaji oleh penulis.

Dalam melakukan tehnik wawancara untuk memperoleh data dan informasi tentang kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang, hal pertama yang dilakukan penulis ialah mendatangi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Karawang. Selanjutnya penulis mendatangi Pemimpin Rama Rudal Mandiri Jaya / Namin Group di Belendung - Kosambi Kabupaten Karawang Namin untuk menanyakan orang-orang yang mengetahui tentang kesenian bajidoran. Dari beberapa informasi yang penulis dapatkan, penulis mendapatkan beberapa narasumber yang akan dijadikan sebagai responden dalam penelitian mengenai kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang beberapa diantaranya antara lain:


(33)

1) Bapak Namin (65 tahun).

Bapak Namin ialah ketua pimpinan Rama Rudal Mandiri Jaya (Namin group), beliau adalah pemimpin Rama Rudal Mandiri Jaya (Namin Group) sejak usianya masih muda sekitar 27 tahun (1975) dan sekarang sudah berusia memimpin Namin Group. Wawancara dilakukan pada tanggal 12 Februari 2013 pada pukul 11.00-12.00 Wib di kediaman Bapak Namin Desa Belendung Kosambi Kabupaten Karawang. Dari hasil wawancara dengan Bapak Namin, penulis mendapatkan informasi mengenai latar belakang kesenian bajidoran, proses pelaksanaan pertunjukan, perkembangan kesenian bajidoran pada tahun 1980-1990, serta upaya pelestarian kesenian bajidoran yang dilakukan oleh Rama Rudal Mandiri Jaya (Namin Group) dalam melestarikan kesenian bajidoran.

2) Ibu Yatna / Mamah Geboy (50 tahun).

Ibu Yatna merupakan salah satu penari bajidoran dari 1988 hingga sekarang. Wawancara dengan ibu yatna (mamah geboy) dilakukan pada tanggal 13 Februari 2013 pukul 14.00-14.45 di area pertunjukan Ds. Pacogrek Kec. Telagasari Kab. Karawang. Dari ibu yatna (mamah geboy) penulis mendapatkan informasi mengenai keberadaan kesenian bajidoran dan faktor positif dan negatif dari kesenian bajidoran yang menjadi ciri khas Kabupaten Karawang.

3) Bapak Asep, M.Si (50 Tahun)

Beliau ialah kepala seksi kesenian bidang Kebudayaan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (DISBUDPAR) Kabupaten Karawang. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 28 Januari 2013 pukul 13.00-14.00 Wib di Kantor DISBUDPAR Kabupaten Karawang. Dari hasil wawancara dengan beliau penulis mendapatkan mengenai informasi tentang latar belakang kesenian bajidoran, perkembangan bajidoran dan upaya melestarikan kesenian bajidoran. Penulis pun mendapatkan informasi mengenai keberadaan kesenian bajidoran di Kabupaten dan data dokumentasi.


(34)

4) Ibu Yuliana Yulipah, S.Pd (57 tahun)

Ibu Yuliana ialah seorang guru SD dan juga beliau saksi sejarah dari kesenian bajidoran. Wawancara dengan beliau dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 2013 pukul 10.00-11.00 di Sekolah SD N Cikampek Selatan II, dari hasil wawancara dengan beliau penulis mendapatkan informasi mengenai faktor pro dan kontra kesenian bajidoran, faktor penghambat kesenian bajidoran dan kendala-kendala kesenian bajidoran.

5) Bapak Juniarto (54 tahun)

Bapak Juniarto ialah Guru SD, beliau adalah Saksi Sejarah yang pernah menyaksikan pertunjukan kesenian bajidoran . wawancara dengan beliau dilakukan pada tanggal 1 Maret 2013 pukul 11.00-11.45 Wib di Dinas Pendidikan Kecamatan Cikampek. Dari data yang diperoleh penulis mendapatkan informasi mengenai faktor pro dan kontra dan nilai-nilai budaya dari kesenian bajidoran. 6) Bapak Endang Rochdiat (56 tahun)

Bapak Endang rochiat ialah penabuh gamelan untuk pertunjukan bajidora. Wawancara dengan beliau dilakukan pada tanggal 13 Februari 2013 pukul 13.00-13.40. di pertunjukan bajidoran Desa Pacogrek Kec. Telagasari Kab. Karawang. Dari data yang diperoleh oleh penulis mendapatkan informasi mengenai ciri khas kesenian bajidoran yang ada di Karawang, perubahan struktur pada kesenian bajidoran dan faktor penghambat kesenian bajidoran di Kabupaten Karawang.

7) Bapak Asep Ba’eng (54 tahun)

Bapak Asep Ba’eng ialah penabuh gendang untuk pertunjukan bajidoran. Wawancara dengan beliau dilakukan pada tanggal 13 Februari 2013 pukul 15.00-15.30 tempat dipertunjukan kesenian bajidoran Desa Pacogrek Kec. Telagasari Kab. Karawang. Dari data yang diperoleh oleh penulis mendapatkan informasi mengenai apakah ada unsur campuran kesenian tradisional dan modern dalam pertunjukan bajidoran, dan bentuk sajian dari kesenian bajidoran.


(35)

8) Ibu Epon (48 tahun)

Ibu Epon ialah seorang penari dari kesenian bajidoran. Wawancara dengan beliau pada tanggal 12 Februari 2013 bertempat dikediaman Ibu Lilis yang berada di Desa Belendung Kosambi Kab. Karawang. Dari data yang diperoleh oleh penulis mendapatkan beberapa informasi mengenai fungsi dari kesenian bajidoran, busana apa yang digunakan anggota saat pertunjukan kesenian bajidoran dan apakah kesenian bajidoran ada pengaruh dari kesenian lain.

Teknik wawancara merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi secara lisan dari narasumber. Teknik wawancara (Koentjaraningrat 1994: 138-139) dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Wawancara terstruktur atau berencana yang terdiri dari suatu daftar pertanyaan yang telah direncanakan dan disusun sebelumnya. Semua responden yang diselidiki untuk di wawancara diajukan pertanyaan yang sama dengan kata-kata dan urutan yang seragam.

2. Wawancara tudak terstruktur atau tidak berencana adalah wawancara yang tidak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang harus dipatuhi peneliti. Dalam melakukan wawancara di lapangan, penulis menggunakan kadua teknik wawancara tersebut. Hal tersebut digunakan agar informasi yang didapatkan oleh penulis lebih lengkap. Selain itu juga, dengan penggabungan dua teknis wawancara tersebut penulis menjadi tidak kaku ketika melakukan wawancara kepada narasumber dan narasumber pun lebih bebas dalam mengungkapkan berbagai informasi yang disampaikan.

Sebelum melakukan wawancara penulis menyiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Daftar pertanyaan tersebut dijabarkan secara garis besar dan pada pelaksanaanya, pertanyaan tersebut diatur dan diarahkan sehinga pembicaraan berjalan sesuai dengan permasalahan pokok, apabila informasi yang diberikan oleh narasumber kurang jelas, maka peneliti mengajukan kembali pertanyaan yang masih terdapat dalam kerangka pertanyaan besar.


(36)

Hasil wawancara dengan narasumber disalin dalam bentuk tulisan untuk memudahkan peneliti dalam proses pengkajian yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Setelah sumber yang berkenaan dengan masalah penelitian ini diperoleh dan dikumpulkan, kemudian dilakukan penelaah serta pengklasifikasian terhadap sumber-sumber informasi, sehingga benar-benar dapat diperoleh sumber-sumber yang relevan dengan masalah penelitian yang dikaji.

Narasumber yang diwawancarai yaitu mereka yang mengetahui keadaan tersebut dan terlibat langsung maupun yang tidak terlibat dengan peristiwa Perkembangan Kesenian Bajidoran yang terjadi. Narasumber berasal dari beberapa kalangan baik Seniman Bajidoran maupun Masyarakat yang terlibat dan mengetahui Perkembangan Kesenian Bajidoran, dan Pemerintah setempat seperti Bapak Namin (65 tahun), Ibu Yatna / mamah geboy (50 tahun), Bapak Asep, M.Si (50 tahun), Ibu Yuliana Yulipah, S.Pd (57 tahun), Bapak Juniarto (54 tahun), Bapak Endang Rochdiat (56 tahun), Bapak Asep Ba’eng (54 tahun), Ibu Epon (48 tahun).

Penggunaan tehnik wawancara dalam memperoleh data dilakukan dengan mempertimbangkan pelaku yang benar mengalami sendiri peristiwa yang terjadi dimasa lampau, khususnya mengenai gambaran kehidupan sosial budaya masyarakat Kabupaten Karawang dan perkembangan Group Kesenian Bajidoran tahun 1980-1990. Dengan demikian penggunaan tehnik wawancara sangat diperlukan untuk memperoleh informasi yang objektif mengenai peristiwa yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini.

3.3.2 Kritik Sumber

Setelah peneliti memperoleh sumber-sumber baik lisan maupun tulisan, langkah selanjutnya yang dilakukan oleh penulis adalah melakukan kristik terhadap sumber-sumber tersebut. Kritik sumber-sumber ini adalah kegiatan untuk memilih dan menyeleksi sumber-sumber tersebut sebelum dijadikan sebagai bahan untuk penyusunan skripsi.

Mengenai kritik sumber yang ditulis oleh Helius Sjamsuddin dalam bukunya yang berjudul Metodologi Sejarah mengungkapkan bahwa :


(37)

Tujuan dari dilaksanakannya kritik sumber ialah bahwa setelah sejarawan berhasil mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya, sejarah tidak akan menerima saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber tersebut, tetapi dilakukan proses penyaringan secara kritis, terutama terhadap sumber pertama, agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya., langkah-langkah inilah yang disebut dengan kritik sumber, baik terhadap bahan materi (ekstern) sumber maupun terhadap substansi (isi) sumber.

Seperti halnya yang kerap dilakukan oleh sejarawan dalam melakukan penelitian, maka penulis juga melakukan tahapan kritik sumber, baik terhadap sumber tertulis maupun sumber lisan. Adapun tahap kritik yang dilaksanakan oleh penulis adalah sebagai berikut :

Penulis pun melakukan penelitian dalam mencari sumber data kepada nara sumber antara lain:

1) Mencari alamat perlaku kesenian Bajidoran di sekitar daerah Karawang.

2) Mengajukan permohonan izin kepada beberapa pihak Dinas Priwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang, Kantor Kecamatan, Baledesa, Pelaku dari Kesenian Bajidoran pada masa lampau dan Masyarakat yang mengetahui tentang Kesenian Bajidoran maupun Penonton/yang pernah menyaksikan Pertunjukan Kesenian Bajidoran yang berada di Karawang.

3) Membuat beberapa pertanyaan yang sudah dipersiapkan.

4) Mencatat dan merekam semua hasil wawancara dari nara sumber. 5) Mencari beberapa dokumentasi sebagai bukti asli dari penelitian.

Fungsi Kritik sumber berhubungan erat dengan tujuan sejarawan itu dalam mencari kebenaranya, sejarawan yang dihadapkan dengan kebutuhan untuk membedakan apa yang benar dan apa yang tidak benar , apa yang mungkin maupun apa yang meragukan ataupun mustahil. Dengan kritik ini memudahkan dalam penulisan karya ilmiahyang objektif tanpa rekayasa sedikit pun sehingga dapat dipertanggungjawabkan keabsahnanya. Adapun kritik yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan karya ilmiah sebagai berikut :


(38)

3.3.2.1 Kritik Ekternal

Kritik Eksternal merupakan suatu cara untuk melakukan pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang digunakan, baik sumber tertulis maupun sumber lisan. Penulis melakukan kritik sumber terhadap sumber tertulis maupun sumber lisan. Kritik eksternal terhadap sumber tertulis dilakukan dengan cara memilih buku-buku yang berkaitannya dengan permasalah yang akan dikaji oleh penulis. Kritik terhadap sumber-sumber buku yang tidak terlalu ketat dengan pertimbangan buku yang dipakai merupakan buku-buku hasil cetakan yang didalamnya tercantum nama penulis, penerbit, tahun, penerbit, dan nama tempat buku bersebut diterbitkan. Kriteria tersebut dapat dianggap sebagai suatu jenis yang dapat dipertanggung jawabkan oleh penulis atas buku yang telah diterbitkannya.

Kritik ekstrenal menguji tentang keaslian suatu sumber agar meperoleh sumber yang benar-benar asli dan bukan tiruan maupun palsu. Sumber yang asli biasanya waktu dan tempatnya diketahui. Makin luas dan makin dapat dipercaya pengetahuan penulis mengenai suatu sumber sehingga terlihat jelas dan asli. Hubungannya dengan Historiografi otentisitas (keaslian) suatu sumber mengacu pada sumber primer dan sumber sekunder. Sehingga konsep otentisitas (keaslian) suatu sumber yaitu asli, sebagian asli dan tidak asli. Setelah itu diinterpretansikan bahwa sumber primer yaitu sepenuhnya asli, dan sumber sekunder memiliki derajat keaslian.

penulis melakukan kritik eksternal terhadap sumber tertulis maupun sumber lisan. Dalam melakukan kritik eksternal terhadap sumber-sumber tertulis, penulis memperhatikan beberapa aspek dalam akademis dari penulis yaitu : melihat latar belakang penulis buku tersebut untuk melihat keasliannya, memperhatikan aspek tahun penerbitan, serta tempat buku diterbitkan. Sehingga, penulis menyimpulkan bahwa sumber literatur tersebut merupakan sumber tertulis yang dapat digunakan dipenelitian ini.


(39)

Kritik internal merupakan penelitian atas usul-usul dari sumber, pemeriksaan dari catatan-catatan maupun peninggalan untuk mendapatkan informasi dan mengetahui pada sumber itu telah dirubah oleh orang-orang maupun sumber kritik ekternal harus menjelaskan fakta dan kesaksian bahwa :

a) Kesaksian benar diberikan oleh orang tersebut. b) Kesaksian yang telah diberikan tanpa perubahan.

Penulis pun melakukan Kritik eksternal terhadap sumber lisan yang dilakukan oleh penulis dengan cara mengidentifikasikan narasumber. Kritik ekternal terhadap sumber lisan, penulis melakukan dengan cara melihat usia narasumber, kedudukan, kondisi fisik dan perilaku, pekerjaan, pendidikan kejujuran, agama dan keberadaannya pada kurun waktu 1980-1990. Rata-rata memiliki usia yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua sehingga daya ingatannya masih cukup baik. Penulis melalukan penelitian kebeberapa narasumber antara lain: Bapak Namin (65 tahun), Ibu Yatna / Mamah Geboy, (50 tahun), Bapak Asep, M.Si (50 tahun), Ibu Yuliana Yulipah S.Pd (57 tahun), Bapak Juharto (54 tahun), Bapak Endang Rochiat (56 tahun), Bapak Asep Ba’eng (54 tahun) dan Ibu Epon (48 tahun). Pelaku seni bajidoran merupakan sasaran utama atau sumber utama dalam penulisan. Karena mereka ialah orang-orang yang mengetahui keberadaan dan perkembangan kesenian bajidoran yang berada di Kabupaten Karawang.

Dari sumber budayawan, penulis memilih Bapak Asep M.Si (54 tahun). Penulis memilih Bapak Asep sebagai narasumber karena beliau memiliki wawasan luas tentang kesenian bajidoran dan keberadaan bajidoran, penulis juga memilih Ibu Yatna / Mamah Geboy (50 tahun) dan Ibu Epon (48 tahun) karena beliau penari dan bagian anggota dari kesenian bajidoran, penulis pun memilih Bapak Endang Rochiat (56 tahun) dan Bapak Asep Ba’eng (54 tahun) karena beliau anggota dari kesenian bajidoran dalam menabuh alat musik gamelan dan gendang, dan juga penulis memilih Ibu Yuliana Yulipah (57 tahun) dan Bapak Juharto (54 tahun) sebagai saksi sejarah karena beliau salah satu dari saksi yang sering melihat pertunjukan kesenian bajidoran di sekitar Kabupaten Karawang.


(40)

3.3.2.2 Kritik Internal

Kritik internal merupakan suatu cara pengujian yang dilakukan terhadap aspek berupa isi dari sumber. Penulis melakukan tahapan kritik internal baik terhadap sumber-sumber tertulis maupun terhadap sumber-sumber-sumber-sumber lisan. Kritik internal terhadap sumber-sumber tertulis telah diperoleh dari buku-buku referensi dilakukan dengan membandingkan dengan sumber lain, sehingga sumber yang berupa arsip tidak dapat dilakukan kritik karena menganggap bahwa ada lembaga yang berwenang melakukannya.

Kritik Internal terhadap sumber lisan dilakukan dengan cara membandingkan hasil awal dengan Kesenian Bajidoran. Setelah penulis melakukan kaji banding terhadap narasumber antara satu dengan lainnya dan kemudian dapat membandingkan dengan sumber tertulis. Kaji banding bertujuan untuk mendapatkan kebenaran dari fakta yang telah didapat dari nara sumber tertulis maupun sumber lisan yang digunakan dalam penelitian.

3.3.3. Interpretasi (Penafsiran Sumber)

Tahap Interpretasi merupakan tahap penafsiran terhadap fakta yang diperoleh agar memiliki makna kepada fakta-fakta atau bukti-bukti sejarah . interpretasi diperlukan karena bukti-bukti sejarah dan fakta-fakta sebagai saksi-saksi sejarah tidak dapat berbicara sendiri mengenai apa yang telah terjadi di masa lampau . Langkah awal yang dilakukan oleh penulis dalam tahapan ini yaitu mengolah, menyusun serta fakta yang telah teruji kebenarannya, setelah itu fakta yang diperoleh dirangkaikan dan dihubungkan sehingga menjadi satu kesatuan yang selaras dengan peristiwa satu dimasukan kedalam konteks peristiwa lain yang melingkupinya (Ismaun, 1992:131). Sehingga makna yang diperoleh dari suatu gambaran terhadap pokok-pokok permasalahan yang dibahas didalam penelitian ini.

Dalam mempertajam analisis terhadap permasalahan yang dikaji penulis mengungkapkan peristiwa sejarah secara utuh dan menyeluruh sehingga digunakan pendekatan interdisipliner. Pendekatan interdisipliner dalam penelitian ini mengandung ilmu sejarah yang dijadikan sebagai disiplin ilmu utama dalam mengkasji permasalahan dengan ilmu bantu lainnya seperti: ilmu sosiologi dan antropologi. Dalam pendekatan ini


(41)

mendapatkan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang akan dikaji dan mempermudah dalam penafsirkan.

3.3.4 Penulisan Laporan Penelitian

Tahap ini ialah tahap akhir dari keseluruhan penulisan laporan penelitian prosedur penelitian merupakan kegiatan intelektual dan cara utama dalam memahami sejarah (Sjamsuddin, 1996:153). Penulisan laporan ini disajikan kedalam karya tulis ilmiah yang sering disebut dengan skripsi. Laporan tersebut disusun dengan gaya bahasa yang sederhana, karya ilmiah dan menggunakan cara penulisan yang seseuai dengan ejaan yang telah disempurnakan, sedangkan sistematika penulisan yang digunakan mengacu kepada buku podoman karya tulis ilmiah 2012 yang dikeluarkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia. Tujuan dari laporan penelitian ini untuk memenuhi kebutuhan studi akademis tingkat Sarjana jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.


(42)

BAB V KESIMPULAN

1.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai Perkembang Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990, penulis menyimpulkan beberapa hal bahwa. Pertama penulis menjelaskan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang merupakan seni tradisional yang telah lama hidup, tumbuh, dan berkembang pada masyarakat Karawang. Keberadaan Bajidoran telah menjadi bagian dari aspek kebudayaan masyarakat setempat, Kesenian Bajidoran telah mangalami beberapa dekade pada tahun 1930-1940 an Kesenian bajidoran diduga transformasi dari pertujunjukan ketuk-tilu. Beberapa unsur yang terdapat pada ketuk tilu masih Nampak dalam pertunjukan Bajidoran. Perubahan bentuk ketuk tilu menjadi bentuk baru yaitu bajidoran. Bajidoran diperkirakan muncul pada tahun 1950-an. Ciri khas dari kesenian di daerah Karawang yaitu geol, gitek, goyang dan uyeg atau yang sering di kenal dengan sebutan goyang karawang. Sehingga pada tahun 1970 Kesenian Ketuk tilu mengalami perubahan nama menjadi Kliningan – Bajidoran. Pada tahun 1980 dengan perubahan nama tersebut dan warna baru dalam tarian maupun gending dalam tepakan gendang kemudian berubah menjadi Kesenian Bajidoran.

Kedua, dalam perkembangannya, Kesenian Bajidoran dapat dikelompokan sebagai seni pertunjukan tari dan karawitan yang hidup di kalangan masyarakat pedesaan utara Jawa Barat dan berfungsi sebagai seni hiburan rakyat. Sebagai seni yang tumbuh dan berkembang di masyarakat pedesaan, bajidoran merupakan sebuah wujud kebudayaan. Awal tahun 1980-an jaipongan mengalami kejayaan dan mendapatkan tempat di masyarakat di seluruh Jawa Barat. Pengaruh dari kliningan bajidoran pun mulai meluas. Pengaruh dangdut dan disco sangat dominan dan erat kaitannya dalam pembawaan lagu maupun instrumental khususnya dalam tehnik tepakan gendang yang semakin berkembang dan merajalela sebagian dari pemain Bajidoran sudah tidak lagi


(43)

mempedulikan gending dan tepakan gendang dan pada tahun 1990-an juga masa-masa akhir dari kejayaan perkembangan kliningan bajidoran.

Ketiga, Perubahan bentuk pertunjukan bajidoran tidak lepas dari perubahan masyarakat dari pola hidup masyarakat agraris menuju masyarakat industri, sehingga segala sesuatu perlu diperhitungkan dan mendapat keuntungan. Dampak Pro dari kesenian bajidoran ialah masyarakat menerima keberadan kesenian bajidoran dan sering mengundang rombongan wayang golek walaupun tanpa dalang, sebagai hiburan rakyat, ajang silaturahmi, ajang bertemunya gaya sehingga terjadinya interaksi diantara mereka.. Dampak kontra dari kesenian bajidoran ialah sebuah arena persaingan status, sering terjadinya keributan, minum-minuman bahkan sampai mabuk-mabukan.

Keempat, Salah satu faktor ketidak-keberhasilan pelestarian kembali kesenian tradisional seperti bajidoran yang berada di Kabupaten Karawang adalah sifat dari kesenian yang kurang dapat menyesuaikan diri dalam alam sekarang ini, bahwa generasi muda kurang tertarik pada bajidoran sedangkan para pemain senior sudah tidak mampu lagi untuk memainkannya. Oleh karena itu kesenian bajidoran harus lebih dekat dengan masyarakat, khususnya generasi mudanya sebagai generasi penerus. Pelestarian kesenian bajidoran memberikan harapan yang besar. Selain itu, pelestarian kesenian bajidoran memberikan pula umpan balik kepada arah dan tujuan pembangunan itu sendiri. Keberadaan bajidoran di daerah Karawang sekitar tahun 1950-an hingga sekarang dapat bertahan hidup karena dibutuhkan bajidor, perubahan-perubahan yang terjadi dalam pertunjukannya merupakan sebuah tatanan baru “modernisasi” dalam kehidupan Kesenian Bajidoran di Karawang yang di dalamnya terdapat kemajuan dalam berbagai bidang.

5.2 REKOMENDASI

Sehubungan dengan kesimpulan pada bagian sebelumnya, maka penulis akan memberikan beberapa hal yang ingin penulis sampaikan sebagai bahan dasar pertimbangan dalam rangka melestarikan kesenian bajidoran sebagai salah satu ciri khas dari Kabupaten Karawang serta memupuk nilai-nilai budaya lokal yang terkandung didalamnya, maka penulis memiliki beberapa masukan atau rekomendasi diantaranya:


(44)

Kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karawang :

1) Pengembangan dan pelestarian kesenian bajidoran perlu dilakukan dengan cara pembinaan kepada seniman dan masyarakat luas khususnya kepada generasi muda agar terjaga kelestariannya sebagai kesenian ciri khas Karawang tanpa mengubah bentuk, ciri khas dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

2) Melakukan sistem pewarisan kepada masyarakat luas khususnya generasi muda melalui Dinas Pendidikan dengan cara memasukkan pengetahuan seni tradisional baik secara teori maupun praktek ke dalam kurikulum mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas. Hal tersebut dalam upaya meningkatkan pengkadetan kepada generasi muda dalam rangka menjaga kesenian bajidoran agar tidak mengalami kepunahan.


(1)

mendapatkan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang akan dikaji dan mempermudah dalam penafsirkan.

3.3.4 Penulisan Laporan Penelitian

Tahap ini ialah tahap akhir dari keseluruhan penulisan laporan penelitian prosedur penelitian merupakan kegiatan intelektual dan cara utama dalam memahami sejarah (Sjamsuddin, 1996:153). Penulisan laporan ini disajikan kedalam karya tulis ilmiah yang sering disebut dengan skripsi. Laporan tersebut disusun dengan gaya bahasa yang sederhana, karya ilmiah dan menggunakan cara penulisan yang seseuai dengan ejaan yang telah disempurnakan, sedangkan sistematika penulisan yang digunakan mengacu kepada buku podoman karya tulis ilmiah 2012 yang dikeluarkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia. Tujuan dari laporan penelitian ini untuk memenuhi kebutuhan studi akademis tingkat Sarjana jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia.


(2)

BAB V KESIMPULAN

1.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai Perkembang Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang Tahun 1980-1990, penulis menyimpulkan beberapa hal bahwa. Pertama penulis menjelaskan Kesenian Bajidoran di Kabupaten Karawang merupakan seni tradisional yang telah lama hidup, tumbuh, dan berkembang pada masyarakat Karawang. Keberadaan Bajidoran telah menjadi bagian dari aspek kebudayaan masyarakat setempat, Kesenian Bajidoran telah mangalami beberapa dekade pada tahun 1930-1940 an Kesenian bajidoran diduga transformasi dari pertujunjukan ketuk-tilu. Beberapa unsur yang terdapat pada ketuk tilu masih Nampak dalam pertunjukan Bajidoran. Perubahan bentuk ketuk tilu menjadi bentuk baru yaitu bajidoran. Bajidoran diperkirakan muncul pada tahun 1950-an. Ciri khas dari kesenian di daerah Karawang yaitu geol, gitek, goyang dan uyeg atau yang sering di kenal dengan sebutan goyang karawang. Sehingga pada tahun 1970 Kesenian Ketuk tilu mengalami perubahan nama menjadi Kliningan – Bajidoran. Pada tahun 1980 dengan perubahan nama tersebut dan warna baru dalam tarian maupun gending dalam tepakan gendang kemudian berubah menjadi Kesenian Bajidoran.

Kedua, dalam perkembangannya, Kesenian Bajidoran dapat dikelompokan sebagai seni pertunjukan tari dan karawitan yang hidup di kalangan masyarakat pedesaan utara Jawa Barat dan berfungsi sebagai seni hiburan rakyat. Sebagai seni yang tumbuh dan berkembang di masyarakat pedesaan, bajidoran merupakan sebuah wujud kebudayaan. Awal tahun 1980-an jaipongan mengalami kejayaan dan mendapatkan tempat di masyarakat di seluruh Jawa Barat. Pengaruh dari kliningan bajidoran pun mulai meluas. Pengaruh dangdut dan disco sangat dominan dan erat kaitannya dalam pembawaan lagu maupun instrumental khususnya dalam tehnik tepakan gendang yang semakin berkembang dan merajalela sebagian dari pemain Bajidoran sudah tidak lagi


(3)

mempedulikan gending dan tepakan gendang dan pada tahun 1990-an juga masa-masa akhir dari kejayaan perkembangan kliningan bajidoran.

Ketiga, Perubahan bentuk pertunjukan bajidoran tidak lepas dari perubahan masyarakat dari pola hidup masyarakat agraris menuju masyarakat industri, sehingga segala sesuatu perlu diperhitungkan dan mendapat keuntungan. Dampak Pro dari kesenian bajidoran ialah masyarakat menerima keberadan kesenian bajidoran dan sering mengundang rombongan wayang golek walaupun tanpa dalang, sebagai hiburan rakyat, ajang silaturahmi, ajang bertemunya gaya sehingga terjadinya interaksi diantara mereka.. Dampak kontra dari kesenian bajidoran ialah sebuah arena persaingan status, sering terjadinya keributan, minum-minuman bahkan sampai mabuk-mabukan.

Keempat, Salah satu faktor ketidak-keberhasilan pelestarian kembali kesenian tradisional seperti bajidoran yang berada di Kabupaten Karawang adalah sifat dari kesenian yang kurang dapat menyesuaikan diri dalam alam sekarang ini, bahwa generasi muda kurang tertarik pada bajidoran sedangkan para pemain senior sudah tidak mampu lagi untuk memainkannya. Oleh karena itu kesenian bajidoran harus lebih dekat dengan masyarakat, khususnya generasi mudanya sebagai generasi penerus. Pelestarian kesenian bajidoran memberikan harapan yang besar. Selain itu, pelestarian kesenian bajidoran memberikan pula umpan balik kepada arah dan tujuan pembangunan itu sendiri. Keberadaan bajidoran di daerah Karawang sekitar tahun 1950-an hingga sekarang dapat bertahan hidup karena dibutuhkan bajidor, perubahan-perubahan yang terjadi dalam pertunjukannya merupakan sebuah tatanan baru “modernisasi” dalam kehidupan Kesenian Bajidoran di Karawang yang di dalamnya terdapat kemajuan dalam berbagai bidang.

5.2 REKOMENDASI

Sehubungan dengan kesimpulan pada bagian sebelumnya, maka penulis akan memberikan beberapa hal yang ingin penulis sampaikan sebagai bahan dasar pertimbangan dalam rangka melestarikan kesenian bajidoran sebagai salah satu ciri khas dari Kabupaten Karawang serta memupuk nilai-nilai budaya lokal yang terkandung didalamnya, maka penulis memiliki beberapa masukan atau rekomendasi diantaranya:


(4)

Kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karawang :

1) Pengembangan dan pelestarian kesenian bajidoran perlu dilakukan dengan cara pembinaan kepada seniman dan masyarakat luas khususnya kepada generasi muda agar terjaga kelestariannya sebagai kesenian ciri khas Karawang tanpa mengubah bentuk, ciri khas dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya.

2) Melakukan sistem pewarisan kepada masyarakat luas khususnya generasi muda melalui Dinas Pendidikan dengan cara memasukkan pengetahuan seni tradisional baik secara teori maupun praktek ke dalam kurikulum mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai tingkat Sekolah Menengah Atas. Hal tersebut dalam upaya meningkatkan pengkadetan kepada generasi muda dalam rangka menjaga kesenian bajidoran agar tidak mengalami kepunahan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja, K. (2008). Dinamika Budaya Lokal. Bandung: LP3IS.

Ekajjati, E. S. (1980). Kebudayaan Sunda Suatu Pendekatan Sejarah. Bandung: Tanpa Penerbit.

Gottschalk, L. (1985). Mengerti Sejarah. Jakarta: yayasan penerbit UI.

Harsojo. (1984). Pengantar Antropologi. Jakarta: Bina Cipta.

Herdiani, E. (2003). Bajidoran di Karawang Kontinuitas dan Perubahan. Jakarta: Hasta Wahana.

Ismaun. (2005). Sejarah Sebagai Ilmu. Bandung. Historia Utama Press.

Kayam, U. (1981). Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Koentjoroningrat. (1972). Seminar Kesenian Sarana Perkembangan Kesenian Surakarta. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Kuntowijoyo. (1986). Tema Islam Dalam Pertunjukan Rakyat Jawa: Kajian Aspek Sosial. Keagamaan, dan Kesenian. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kuntowijoyo. (1987). Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. Mahmud, K. K (1987). Mosaik Budaya. Yogyakarta: Kota kembang.

Masunah, J, dkk (2003). Seni dan Pendidikan Seni. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidilan Seni Tradisional (P4ST) UPI.

Moertjipto, dkk. (1996). Wujud, Arti dan Fungsi Puncak-pucak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Masyarakat Pendukungnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Peterson, A, R. (2007). Antropologi Tari. Bandung: Sunan Ambu Press STSI Bandung.

Ranjabar, J. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia (Suatu Pengantar). Bogor: Ghalia Indonesia.


(6)

Salah, S.A. (1996). Aspek Manusia Dalam Seni Pertunjukan. Bandung : STSI Press. Sedyawati, E. (2007). Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta:

PT. Raja Grafindo persada.

Sedyawati, E. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Soedarsono. (1998). Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Soekanto, S. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.Indonesia.

Soepandi, A. (1983). Khasanah Kesenian Jawa Barat. Bandung: Pustaka Buana.

Soepandi, A, dkk. (1995). Ragam Cipta Mengenal Kesenian Pertunjukan Daerah Jawa Barat. Bandung: Cv. Beringin Sakti

Soyomukti, N. (2010). Pengantar Sosiologi. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

Tumanggor, R, Dkk. ( 2010). Ilmu Sosial Budaya dan Dasar. Jakarta: Prenada media group.

UPI. (2011). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Warliyah. (2007). Kabupaaten Karawang Dalam Dimensi Budaya. Karawang: Dinas Penerangan Pariwista dan Budaya Kab. Karawang.

Yoeti, A.O. (1986). Melestarikan Seni Budaya Tradisional yang Nyaris Punah. Jakarta: Depdikbud.

________. (1990). Database Kebudayaan. Karawang: Dinas Penerangan Pariwisata dan Budaya Kabupaten Karawang.

SUMBER INTERNET :

Tanpa nama. (2012). Tari Bajidor Kahot. (1 Februari 2012). Online :http://antiyank.wordpress.com/2009/03/26/tari-bajidor-kahot.

Ridwan. (2008). Interaksi symbol sinden dan Bajidoran. (1 Februari 2012). Online: http://cabiklunik.blogspot.com/2009/07/interaksi-simbolik-sinden-dan