PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN PENURUNAN KECEMASAN MATEMATIKA SISWA SMP.

(1)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH:

ROSMANITA NIM. 1202637

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA (S2) SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

DAN PENURUNAN KECEMASAN MATEMATIKA SISWA SMP (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa di Salah Satu SMP Negeri di Rokan Hulu)

Oleh ROSMANITA

M.Pd Pascasarjana UPI Bandung, 2014

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika

© Rosmanita, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

ABSTRAK

Rosmanita (2014), Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Penurunan Kecemasan Matematika Siswa SMP.

Salah satu kemampuan matematis yang diharapkan dapat dimiliki dengan baik oleh siswa SMP adalah kemampuan pemahaman matematis. Oleh karena itu, sangat diharapkan siswa SMP dapat memiliki kemampuan pemahaman matematis yang baik, namun tidak begitu pada kenyataannya. Salah satu faktornya adalah kecemasan matematika. Hal inilah yang mendasari pelaksanaan penelitian ini. Oleh karena itu, pembahasan pada penelitian ini terkait dengan peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan penurunan kecemasan matematika siswa antara siswa yang mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe the power of two

dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Selain itu, mengingat adanya keterkaitan antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa, maka dikaji pula hubungan antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa. Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VII salah satu SMP Negeri di Rokan Hulu Riau. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe the power two terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan penurunan kecemasan matematika siswa SMP. Metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekuivalen. Teknik pengambilan sampel purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa pretes, postes, lembar observasi, wawancara dan angket skala kecemasan matematika siswa. Pengolahan data ini menggunakan bantuan SPSS 16 dan Ms. Excel. Hasil penelitian yang diperoleh adalah: (1) Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional; (2) Kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih rendah daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional; (3) Terdapat hubungan negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.

Kata kunci : The power of two, pembelajaran kooperatif, pemahaman matematis, kecemasan matematika.


(5)

ABSTRACT

Rosmanita (2014), The Influence of Cooperative Learning Model, The Power of Two Type Toward The Enhancement of Mathematical Understanding Ability and Mathematical Anxiety Reduction of Junior High School Students

One of mathematical ability which is hoped can be possessed well by Junior High School students is mathematical understanding ability. Therefore, it is hoped that Junior High School students can posses good mathematical understanding ability, but in reality, it is not such a case. One of factor is mathematical anxiety. This is which underlie the implementation of this study. Therefore, the discussion in this

study related with the enhancement of student’s mathematical understanding ability and student’s mathematical anxiety reduction between students who get cooperative learning, the power of two type and students who get conventional

learning. In addition, because there is relatedness between student’s mathematical

understanding ability and mathematical anxiety, the relation between student’s mathematical understanding ability and mathematical anxiety is studied also. Subject in this study are students of class VII from one of Public Junior High School in Rokan Hulu Riau. The aim of this study is to analyze the influence of cooperative learning model, the power two type toward the enhancement of mathematical understanding ability and mathematical anxiety reduction of Junior High School students.The method which is used is quasi experiment with non equivalent control group design.The sampling technique is purposive sampling. Instruments used are pretest, posttest, observation sheet, interview and

questionnaire of student’s mathematical anxiety reduction. Data processing use

the aid of SPSS 16 and Ms. Excel. Results of study which are obtained are: (1) The enhancement of mathematical understanding ability of students who get cooperative learning, the power of two type is better than students who get learning conventionally; (2) Mathematical anxiety of students who get cooperative learning, the power of two type is lower than students who get learning conventionally; (3) There is negative relation between student’s

mathematical understanding ability and student’s mathematical anxiety.

Keywords: The power of two, cooperative learning, mathematical understanding, mathematical anxiety.


(6)

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Pernyataan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Ucapan Terima Kasih ... iv

Abstrak ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Pemahaman Matematis ... 10

B. Kecemasan Matematika ... 15

C. Teori Belajar yang Mendukung ... 20

D. Model Pembelajaran Kooperatif ... 23

E. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two ... 27

F. Pembelajaran Konvensional ... 30

G. Kerangka Berfikir ... 32

H. Penelitian yang Relevan ... 36

I. Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 38

B. Populasi dan Sampel ... 39

C. Definisi Operasional ... 40

D. Instrumen Penelitian ... 41

1. Tes Kemampuan Pemahaman Matematis... 41

2. Instrumen Kecemasan Matematika... 48

3. Lembar Observasi ... 50

4. Wawancara ... 50

5. Bahan Ajar ... 51

E. Teknik Pengumpulan Data ... 52

F. Teknik Analisis Data ... 52

G. Prosedur Penelitian ... 58


(7)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 62

1. Hasil Penelitian Kemampuan Pemahaman Matematis ... 63

2. Hasil Penelitian Kecemasan Matematika ... 70

3. Hubungan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika ... 74

B. Pembahasan ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(8)

Halaman

Tabel 2.1 Langkah- langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 26

Tabel 3.1 Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 42

Tabel 3.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas ... 43

Tabel 3.3 Validitas Soal Tes Kemampuan Pemahaman ... 44

Tabel 3.4 Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas ... 45

Tabel 3.5 Reliabilitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 45

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 46

Tabei 3.7 Daya Pembeda Soal Tes ... 46

Tabei 3.8 Kriteria Tingkat Kesukaran... 47

Tabei 3.9 Tingkat Kesukaran Instrumen Tes ... 47

Tabel 3.10 Kesimpulan Hasil Ujicoba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 48

Tabel 3.11 Rangkuman Hasil Uji Coba Kecemasan Matematika ... 49

Tabel 3.12 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 53

Tabei 3.13 Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian ... 61

Tabel 4.1 Deskripsi Statistik Kemampuan Pemahaman Matematis ... 63

Tabel 4.2 Rerata Skor Pretes, Postes dan N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 64

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Pretes dan Postes Kemampuan Pemahaman Matematis ... 65

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis... 66

Tabel 4.5 Hasil Uji Perbedaan Dua Rerata Skor Pretes Kemampuan Pemahaman Matematis... 66

Tabel 4.6 Rerata dan Klasifikasi N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis... 67

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Skor N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis... 68

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis ... 69

Tabel 4.9 Hasil Uji t’ Skor N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis... 70

Tabel 4.10 Deskripsi Data Kecemasan Matematika Kelas TPOT dan Kelas Konvensional ... 71

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Skor Kecemasan Matematika ... 72

Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas Varians Skor Kecemasan Matematika .... 73

Tabel 4.13 Hasil Uji t Skor Kecemasan Matematika ... 74

Tabel 4.14 Hasil Uji Korelasi Pearson Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika Siswa Kelas TPOT... 75

Tabel 4.15 Hasil Uji Korelasi Rank-Spearman Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika Siswa Kelas Konvensional ... 76


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Diagram Alur Pembelajaran the power of two ... 29

Gambar 3.1 Diagram Prosedur Penelitian ... 60

Gambar 4.1 Siswa Sedang Menemukan Rumus Keliling Bangun Segiempat... 79

Gambar 4.2 Siswa Sedang Menyampaikan Ide dan Pemikirannya di Depan Kelas ... 80

Gambar 4.3 Kegiatan Siswa di Kelas Konvensional... 81

Gambar 4.4 Jawaban Postes Siswa Kelas TPOT Soal Nomor 2 ... 83

elajaran ... 109

Lampiran A.3 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 127

Lampiran A.4 Naskah Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 128

Lampiran A.5 Alternatif Jawaban ... 130

Lampiran A.6 Lembar Judgment ... 133

Lampiran A.7 Angket untuk Siswa ... 136

Lampiran A.8 Pedoman Observasi ... 137

Lampiran B Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis ... 139

Lampiran C.1 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Eksperimen 140 Lampiran C.2 Kelompok Kemampuan Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 141

Lampiran C.3 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ... 142

Lampiran C.4 Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 145

Lampiran C.5 Data Sikap Siswa terhadap Pendekatan Pembelajaran Visual Thinking ... 148

Lampiran C.6 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Guru ... 150

Lampiran C.7 Data Hasil Observasi terhadap Kegiatan Siswa ... 151

Lampiran D.1 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Pemecahan Masalah ... 152

Lampiran D.2 Hasil Penelitian mengenai Kemampuan Koneksi Matematis ... 163

Lampiran E.1 Surat Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana UPI ... 174


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A.1 Silabus Bahan Ajar... 99

Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 102

Lampiran A.3 Lembar Kerja Siswa... 127

Lampiran A.4 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Pemahaman Matematis ... 147

Lampiran A.5 Alternatif Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman Matematis 151 Lampiran A.6 Kisi-Kisi Skala Kecemasan Matematika... 154

Lampiran A.7 Pedoman Observasi Kegiatan Guru dan Siswa... 162

Lampiran A.8 Pedoman Wawancara untuk Siswa ... 166

Lampiran B.1 Skor Uji Coba Tes Pemahaman Matematis... ... 168

Lampiran B.2 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Pemahaman Matematis.... 170

Lampiran B.3 Skor Uji Coba Kecemasan Matematika ... 173

Lampiran B.4 Succesive Interval Uji Coba Kecemasan Matematika ... 175

Lampiran B.5 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Kecemasan Matematika ... 179

Lampiran C.1 Data Pretes, Data Postes dan N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas TPOT... 181

Lampiran C.2 Data Pretes, Data Postes dan N-gain Kemampuan Pemahaman Matematis Kelas Kontrol... 182

Lampiran C.3 Perhitungan Data dan Uji statistik data Pretes, data Postes dan N-Gain Kemampuan Pemahaman Matematis... 183

Lampiran C.4 Data Kecemasan Matematika Kelas Konvensional ... 187

Lampiran C.5 Hasil Succesive Interval Kecemasan Matematika Kelas Konvensional ... 189

Lampiran C.6 Data Kecemasan Matematika Siswa Kelas TPOT... 192

Lampiran C.7 Hasil Succesive Interval Kecemasan Matematika Kelas TPOT... 194

Lampiran C.8 Perhitungan Data dan Uji statistik Data Skor Kecemasan Matematika... 197

Lampiran C.9 Hasil Uji Korelasi antara Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika Kelas TPOT dan Kelas Konvensional... 202

Lampiran C.10 Hasil Obsevasi Aktivitas Guru dan Aktivitas Siswa... 203

Lampiran D.1 Foto- foto Aktivitas Siswa Kelas TPOT... 208

Lampiran D.2 Surat Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana UPI... 210

Lampiran D.3 Surat Permohonan Izin Melakukan Observasi... 212


(11)

(12)

BAB 1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kegiatan pembelajaran matematika merupakan bagian dari proses pendidikan di sekolah dan bermanfaat dalam setiap aspek kehidupan.

Pembelajaran matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (BSNP, 2006).

Tujuan pembelajaran matematika diajarkan di sekolah pada butir pertama mengisyaratkan bahwa kemampuan pemahaman konsep marupakan syarat untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah, sehingga kemampuan pemahaman matematis memiliki peran penting dalam membentuk dan menunjang kemampuan-kemampuan matematis yang lainnya. Sejalan dengan pendapat Sumarmo (2003) menyatakan bahwa pemahaman matematis penting dimiliki siswa karena diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika, masalah dalam disiplin ilmu lain, dan masalah dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan visi pengembangan pembelajaran matematika untuk memenuhi


(13)

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan guna meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa, namun hasilnya masih belum maksimal. Penelitian Lestari (2008) menyatakan bahwa dari hasil deskripsi jawaban soal tampak siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal untuk pemahaman relasional. Studi yang dilakukan Priatna (2003) mengenai kemampuan pemahaman, diperoleh temuan bahwa kualitas kemampuan pemahaman konsep berupa pemahaman instrumental dan relasional masih rendah yaitu sekitar 50% dari skor ideal. Penelitian Sunardja (2009) menyebutkan bahwa kemampuan pemahaman siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol belum tuntas secara klasikal.

Rendahnya kemampuan matematis siswa dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu diantaranya adalah kecemasan matematika siswa. Penelitian Anita (2011) mengungkapkan bahwa tinggi rendahnya kemampuan berpikir matematis siswa dapat dipengaruhi oleh kecemasan matematika yang sering disebut mathematics anxiety.

Kecemasan matematika menurut Reys, dkk (dalam Dahlan, 2011) adalah ketakutan terhadap matematika atau prasangka negatif tentang matematika. Nugraha (dalam Dahlan, 2011) memberikan pengertian bahwa cemas pada matematika berarti cemas pada mata pelajaran matematika dan yang berhubungan dengannya, seperti cemas tidak mengerjakan soal, cemas pada saat ditanya oleh guru. Matematika sering dianggap sebagai momok, dipersepsikan sebagai pelajaran yang sulit oleh sebagian anak. Anak merasa deg-degan, cemas dan takut setiap kali mengikuti pelajaran matematika di sekolah. Bahkan ada anak yang karena begitu takutnya terhadap matematika, sampai mandi keringat ketika diminta untuk mengerjakan soal di papan tulis.

Kecemasan merupakan suatu kondisi yang hampir pernah dialami oleh semua siswa. Ketika kecemasan matematika itu sudah berlebihan, maka akan menghambat siswa dalam belajar dan mengembangkan kemampuan matematisnya. Kecemasan matematika ini layak mendapatkan perhatian, khususnya yang terjadi pada siswa di Indonesia. Berdasarkan data PISA 2006, yang mengatakan bahwa jumlah siswa di Asia yang mengalami kecemasan


(14)

matematika cukup tinggi (Tim, 2010). Anita (2011) dalam penelitiannya tentang kecemasan matematika siswa SMP juga menyatakan bahwa tingkat kecemasan yang paling tinggi dialami siswa adalah kecemasan terhadap ujian matematika. Artinya kecemasan matematika pada diri siswa sangat menghawatirkan. Mengingat cukup tingginya tingkat kecemasan siswa pada pelajaran matematika Sumardyono (2011) menyarankan bahwa perlu dilakukan penelitian yang komprehensif terkait dengan kecemasan matematika karena gejala ini merupakan umum dan nyata yang mempengaruhi perkembangan belajar siswa.

Banyak faktor pemicu timbulnya kecemasan matematika pada siswa. Trujillo & Hadfield (dalam Peker, 2009) menyatakan bahwa penyebab kecemasan matematika dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu faktor kepribadian, lingkungan dan faktor intelektual. Faktor kepribadian misalnya kepercayaan diri yang rendah, perasaan takut akan kemampuan dirinya. Faktor lingkungan misalnya kondisi saat proses belajar mengajar yang tegang, orang tua yang memaksakan anak-anaknya untuk pandai dalam matematika. Selanjutnya adalah faktor intelektual. Timbulnya kecemasan matematika juga disebabkan oleh pandangan negatif terhadap matematika. Cockrof (dalam Wahyudin, 1999) menyatakan bahwa pandangan negatif ini menjadikan matematika masih dianggap pelajaran yang sulit untuk dipelajari.

Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa kecemasan matematika memiliki hubungan dengan prestasi siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Ma (dalam Zakaria & Nordin, 2007) ada hubungan antara kecemasan matematika dengan prestasi siswa dalam matematika. Senada dengan pendapat di atas Clute & Hembree (dalam Vahedi & Farrokhi, 2011) menemukan bahwa siswa yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi memiliki prestasi belajar matematika yang rendah. Selanjutnya, kecemasan matematika merupakan salah satu faktor yang memiliki hubungan negatif dengan prestasi belajar siswa. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Daneshamooz, Alamolhodaei & Darvishian (2012) mengemukakan bahwa kecemasan matematika berkorelasi negatif dengan kinerja matematika.


(15)

Hellum-Alexander (2010) dalam penelitiannya menemukan bahwa kecemasan matematika berpengaruh terhadap kemampuan matematis siswa dan termasuk didalamnya adalah kemampuan pemahaman matematis. Sejalan dengan itu, Arem (dalam Zakaria dkk, 2012) menyatakan bahwa siswa dengan kecemasan matematika yang tinggi cenderung kurang percaya diri dalam memahami konsep matematis. Penelitian Zakaria dkk (2012) juga menunjukkan bahwa siswa yang berprestasi memiliki tingkat kecemasan matematika yang rendah, sedangkan siswa yang kurang berprestasi memiliki kecemasan matematika yang tinggi. Hal ini dikarenakan siswa berprestasi memiliki pemahaman matematis dan kepercayaan diri yang lebih baik dibandingkan siswa yang kurang berprestasi.

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa kemampuan pemahaman siswa SMP di Indonesia masih tergolong rendah dan tingkat kecemasan matematika siswa sangat tinggi serta adanya korelasi negatif antara kemampuan pemahaman dan kecemasan matematika, perlu diadakannya suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa. Upaya-upaya peningkatan kemampuan pemahaman matematis dan penurunan kecemasan matematika siswa tersebut erat kaitannya dengan proses pembelajaran, seperti cara guru mengajar, cara menyajikan materi, pendekatan pembelajaran, jenis soal yang biasa diberikan kepada siswa untuk diselesaikan, keterlibatan siswa dalam pembelajaran, serta faktor-faktor lainnya.

Turmudi (2009) menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang selama ini disampaikan kepada siswa hanya bersifat informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat kemelekatannya juga dapat dikatakan rendah. Kegiatan belajar seperti ini cenderung membuat siswa hanya meniru dan menghafal apa yang disampaikan guru tanpa adanya pemahaman, sehingga pada saat siswa diberi suatu permasahan lain dan kondisi lain di luar konteks yang diajarkan, siswa tidak mampu menyelesaikannya karena merasa bingung dan tidak paham. Sebagian besar siswa masih belum mampu menyelesaikan masalah matematika dikarenakan kemampuan pemahamannya belum berkembang sebagaimana mestinya. Hal ini diungkapkan oleh Abdi (dalam Hendriana, 2009) bahwa kemampuan pemahaman matematis siswa tidak


(16)

berkembang sebagaimana mestinya. Sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam memahami dan menyerap konsep-konsep matematika yang diberikan oleh guru. Hal ini berkaitan dengan cara mengajar guru dikelas yang tidak membuat siswa merasa senang dan simpatik terhadap matematika, model pembelajaran yang digunakan guru juga cenderung monoton dan tidak bervariasi.

Kemampuan pemahaman matematis hanya dapat berkembang dan penurunan kecemasan siswa berkurang jika proses pembelajaran mendukung keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Sebagaimana Zakaria & Iksan (2006) mengemukakan bahwa kualitas pendidikan adalah apa yang disediakan oleh guru dan sangat bergantung pada apa yang guru lakukan di ruang kelas. Artinya, mempersiapkan siswa hari ini untuk menjadi individu yang sukses esoknya, guru sains dan matematika butuh untuk menjamin bahwa mereka mengajar dengan efektif. Guru harus memiliki pengetahuan bagaimana siswa belajar sains dan matematika dan bagaimana mereka mengajar dengan cara yang terbaik. Mengubah cara kita mengajar dan apa yang kita ajarkan dalam sains dan matematika adalah sebuah perhatian profesional yang berkesinambungan. Usaha yang dilakukan harus mempresentasikan pembelajaran sains dan matematika yang berjalan dari pendekatan tradisional ke pendekatan yang berpusat kepada siswa.

Berdasarkan penjelasan di atas, hendaknya kegiatan pembelajaran yang ditampilkan adalah guru lebih bersifat membimbing, mengarahkan, dan menyediakan, bukan menuntut atau menekan siswa melalui penyampaian informasi yang bersifat satu arah dari guru kepada siswa dan juga kental dengan dominasi guru. Namun, justru hal inilah yang kerap terjadi di berbagai Sekolah Menengah Pertama di Rokan Hulu. Kegiatan pembelajaran yang berlangsung cenderung merupakan kegiatan rutin yang hanya sebatas transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Akibatnya, suasana belajar yang tercipta adalah suasana belajar yang kurang dapat merangsang kemampuan pemahaman matematis dan kurang dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa. Selain itu guru juga jarang mengorganisasikan siswa untuk berdiskusi dalam kelompok sehingga interaksi antarsiswa dalam pembelajaran semakin kurang terlaksana dengan baik.


(17)

Salah satu cara atau upaya yang diduga dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa dan mengurangi tingkat kecemasan matematika adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Hal ini sejalan dengan saran dari Miller & Mitchell (dalam Zakaria & Nurdin, 2007) menyatakan bahwa untuk mengurangi kecemasan matematika dan meningkatkan prestasi siswa, guru haruslah menciptakan lingkungan belajar yang positif yang bebas dari ketegangan dan memungkinkan timbulnya rasa malu. Salah satu model yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif. Kosko & Wilkins (2010) mengemukakan bahwa diskusi antar siswa adalah kesempatan dalam memperdalam pemahaman konsep selain interaksi sosial.

Benner (2010) dalam penelitiannya diungkap bahwa mendorong siswa untuk bekerja kelompok, merupakan salah satu strategi untuk membantu siswa mengatasi kecemasan matematika. Dengan bekerja secara berkelompok, siswa akan saling membantu mengatasi kesulitan mereka. Selanjutnya, hasil Lavasani (2011) menemukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan matematika pada siswa SMA. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa memiliki kesempatan untuk mempelajari konsep matematika yang sulit dengan bertanya pada teman sebayanya, sehingga mereka lebih percaya diri pada kemampuan mereka dalam belajar matematika, serta dapat mengurangi kecemasan matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Millis (dalam Lavasani, 2011) bahwa pembelajaran kooperatif dapat mengurangi kecemasan matematika pada siswa pendidikan tinggi.

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang memiliki banyak keunggulan. Sanjaya (2007) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran-pembelajaran lainnya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerjasama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerjasama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif. Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu prinsip ketergantungan positif,


(18)

tanggung jawab perseorangan, interaksi tatap muka, serta partisipasi dan komunikasi.

Sementara itu, Lie (2007) mengemukakan bahwa terdapat lima unsur dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) Saling ketergantungan positif (keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya); (2) Tanggung jawab perseorangan (merupakan dampak dari hubungan saling ketergantungan positif); (3) Tatap muka (setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi); (4) Komunikasi antar anggota (keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat); dan (5) Evaluasi kerja kelompok (penjadwalan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif). Kelima unsur tersebut merupakan unsur-unsur yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas, dengan berbagai keunggulan unsur-unsur dan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif, sangat diharapkan terjadinya peningkatan prestasi belajar siswa dan penurunan tingkat kecemasan matematika siswa. Peneliti mengajukan model pembelajaran kooperatif tipe the power of two

sebagai salah satu cara yang dapat digunakan untuk diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan the power of two dikarenakan inti dari pembelajaran ini siswa dapat saling berinteraksi, bekerja sama, mengkontruksi pengetahuan serta dapat mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Unsur-unsur yang terdapat pada model pembelajaran kooperatif juga terdapat di dalam tipe the power of two, sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan terjadi tumpang tindih kegiatan pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif tipe the power of two mempunyai prinsip bahwa berfikir berdua jauh lebih baik dari pada berfikir sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Muqowin (2007) menyatakan bahwa strategi belajar kekuatan berdua (the power of two) adalah kegiatan dilakukan untuk meningkatkan belajar


(19)

kolaboratif dan mendorong munculnya keuntungan dari sinergi itu, sebab dua orang itu tentu lebih baik dari pada satu orang.

Pada dasarnya, penerapan the power of two dalam pembelajaran lebih menekankan pada aktivitas yang dilakukan secara berpasangan dan lebih mengutamakan kerjasama. Kerja sama yang diwujudkan dalam bentuk diskusi menitikberatkan pada aktivitas bertanya, menjawab, bertukar pikiran tentunya membutuhkan pemahaman ketika masing-masing individu harus mengemukakan alasan-alasan logis dalam mencapai suatu kesimpulan. Kemudian dengan adanya aktivitas bertanya, menjawab dan saling bertukar pikiran dalam penerapan model pembelajaran the power of two diharapkan dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika siswa.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Penurunan Kecemasan Matematika Siswa SMP.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional? 2. Apakah kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran

kooperatif tipe the power of two lebih rendah daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional?

3. Apakah terdapat hubungan negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa?


(20)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:

1. Perbedaan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

2. Perbedaan kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Hubungan negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa

Penelitian ini dapat menurunkan tingkat kecemasan matematika yang merupakan salah satu hambatan terbesar dalam pembelajaran matematika, serta sebagai masukan dalam rangka meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa.

2. Bagi guru

Dapat dijadikan sebagai salah satu cara yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman dan untuk mengatasi kecemasan matematika siswa.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur atau batu loncatan dalam rangka menindak lanjuti penelitian ini dengan ruang lingkup yang lebih luas serta memperluas wawasan peneliti terkait dengan prestasi belajar dan kecemasan matematika.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat dan menganalisis peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model kooperatif tipe the power of two (TPOT). Untuk melihat besarnya peningkatan pemahaman matematis siswa, kedua kelas diberikan pretes dan postes. Pretes diberikan sebelum proses pembelajaran dalam penelitian ini dimulai, sedangkan postes setelah keseluruhan proses pembelajaran selesai. Pretes diberikan bertujuan untuk melihat kesetaraan kemampuan awal kedua kelompok dan postes diberikan bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pembelajaran yang diberikan terhadap peningkatan kemampuan siswa diantara kedua kelas tersebut.

Penelitian melibatkan dua kelas, yaitu kelas TPOT dan kelas konvensional. Kelas TPOT adalah kelas yang memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe the power of two dan kelas konvensional adalah kelas yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Dalam implementasinya, peneliti tidak dimungkinkan memperoleh sampel secara acak, sehingga peneliti menggunakan kelas yang sudah ada. Jika dilakukan pembentukan kelas baru dimungkinkan akan menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran dan mengganggu proses pembelajaran di sekolah. Dengan demikian, penelitian ini disebut kuasi eksperimen. Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non ekuivalen yang merupakan bagian dari bentuk kuasi eksperimen.

Desain penelitian seperti ini menurut Ruseffendi (2010) adalah sebagai berikut :

O X O


(22)

Keterangan :

O = Pretes dan postes

X = Perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TPOT - - - = Subyek tidak dikelompokkan secara acak.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe TPOT. Variabel terikatnya adalah kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di salah satu SMP Negeri di Rokan Hulu Riau, dalam hal ini sekolah yang dipilih dengan pertimbangan adalah (1) sekolah yang memiliki kualitas sedang, kemampuan siswa heterogen, (2) pembagian kelas tidak dibedakan dengan kelas unggulan dan kelas biasa, sehingga kemampuan siswa pada setiap kelas di sekolah tersebut tidak jauh berbeda. Karena tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri di Rokan Hulu Riau. Pemilihan kelas VII didasarkan atas pertimbangan bahwa siswa kelas VII dianggap peneliti telah memenuhi prasyarat yang cukup untuk menjadi objek penelitian dan pemilihan kelas VII terikat dengan pemilihan materi pembelajaran. Sebagaimana yang telah dikatakan pada bahasan sebelumnya bahwa peneliti tidak mungkin memilih sampel secara acak. Peneliti hanya mengambil kelas-kelas yang sudah terbentuk berdasarkan pertimbangan guru matematika. Dengan demikian teknik yang digunakan adalah teknik purposive sampling.


(23)

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini, perlu dikemukakan beberapa penjelasan sebagai berikut:

1. Kemampuan pemahaman matematis adalah kemampuan siswa tentang konsep, prinsip, algoritma dan kemahiran siswa menggunakan strategi penyelesaian terhadap soal atau masalah dalam matematika. Dalam penelitian ini indikator kemampuan pemahaman matematis yang digunakan yaitu (1) Pemahaman instrumental, yang mencakup kemampuan pemahaman konsep tanpa kaitan dengan yang lainnya dan dapat melakukan perhitungan sederhana; (2) Pemahaman relasional, yang mencakup kemampuan menyusun strategi penyelesaian yang dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya atau beberapa konsep yang saling berhubungan.

2. Kecemasan matematika adalah perasaan tertekan dan cemas yang dialami seseorang ketika belajar matematika, ketika ujian matematika dan perhitungan numerik yang meliputi aspek somatif, kognitif, sikap, dan pemahaman matematis.

3. Model pembelajaran kooperatif tipe the power of two adalah pembelajaran kooperatif yang terdiri dari dua orang sebagai anggota kelompok. Langkah-langkah pembelajarannya adalah: (a) Siswa mengerjakan LKS secara individual dalam waktu yang ditentukan; (b) Setelah waktu mengerjakan LKS secara individual selesai, siswa membentuk kelompok untuk membandingkan jawaban dan melanjutkan pengerjaan LKS yang belum selesai; (c) Siswa mempresentasikan jawabannya; (d) Siswa membuat kesimpulan mengenai materi pelajaran.

4. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru sehari-hari di dalam kelas. Pembelajaran konvensional bersifat informatif, guru menjelaskan materi pelajaran dan memberikan beberapa contoh soal, siswa mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, kemudian siswa mengerjakan


(24)

latihan, dan siswa dipersilahkan untuk bertanya apabila tidak mengerti. Siswa pasif pada saat proses pembelajaran berlangsung.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen tes terdiri atas tes kemampuan pemahaman matematis yang disajikan sebagai pretes dan postes. Instrumen non-tes terdiri atas skala kecemasan matematika siswa, lembar observasi dan wawancara.

1. Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

Tes untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis siswa ini berupa soal-soal uraian. Penyusunan soal diawali dengan pembuatan kisi-kisi soal, kemudian menulis soal dan alternatif jawaban. Skor yang diberikan pada setiap jawaban siswa ditentukan berdasarkan pedoman penskoran.

Untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis disusun suatu instrumen berdasarkan indikator kemampuan pemahaman, yaitu pemahaman instrumental, yang mencakup kemampuan pemahaman konsep tanpa kaitan dengan yang lainnya dan dapat melakukan perhitungan sederhana dan pemahaman relasional, yang mencakup kemampuan menyusun strategi penyelesaian yang dapat mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya atau beberapa konsep yang saling berhubungan. Pedoman penskoran kemampuan pemahaman matematis berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, Jakabcsin (1996) yang kemudian diadaptasi seperti yang tertera pada Tabel 3.1 :


(25)

Tabel 3.1

Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

Skor Respon siswa

0 Tidak menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika 1 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika sangat terbatas, jawaban

sebagian besar terdapat perhitungan yang salah

2 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika kurang lengkap, jawaban sebagian besar terdapat perhitungan yang salah

3 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap, perhitungan secara umum benar, tetapi terdapat sedikit kesalahan

4 Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap, penggunaan algoritma secara lengkap dan benar

Sebelum diteskan, instrumen yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman matematis siswa tersebut di uji validitas konstruk, validitas isi, dan validas mukanya oleh beberapa orang mahasiswa S2 dan guru matematika SMP Kartika Bandung yang kemudian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Validitas konstruk adalah kesesuaian soal dengan indikator yang dibuat. Validitas muka disebut pula validitas bentuk soal (pertanyaan, pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak menimbulkan tafsiran lain (Suherman dkk, 2003), termasuk juga kejelasan gambar dalam soal. Sedangkan validitas isi terkait dengan materi pokok yang diberikan, tujuan yang ingin dicapai, aspek kemampuan yang diukur dan tingkat kesukaran untuk siswa kelas VII.

Untuk memperoleh instrumen tes (pretes dan postes) yang baik, maka soal-soal tersebut diujicobakan agar dapat diketahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Dalam hal ini, soal-soal tersebut diujicobakan kepada 37 siswa di SMP Kartika Bandung. Pengolahan data menggunakan Anates. Dari hasil itu nanti akan dianalisis dengan pedoman analisis sebagai berikut:


(26)

a. Validitas Instrumen

Suatu soal atau set soal dikatakan valid bila soal-soal itu mengukur apa yang semestinya harus diukur (Ruseffendi, 1991). Perhitungan validitas butir soal akan dilakukan dengan rumus korelasi Product Moment (Arikunto, 2011) :

 

  } ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan: xy

r = koefisien korelasi antara variabel dan variabel = banyaknya sampel

= skor hasil uji coba = skor harian

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto (2011) seperti pada Tabel 3.2 :

Tabel 3.2

Interpretasi Koefisien Korelasi Validitas Koefisien Korelasi Interpretasi

00 , 1 80

,

0 rxy  Sangat Tinggi

80 , 0 60

,

0 rxy  Tinggi

60 , 0 40

,

0 rxy  Cukup

40 , 0 20

,

0 rxy  Rendah

20 , 0 00

,

0 rxy  Sangat Rendah

Hasi uji validitas soal tes kemampuan pemahaman matematis siswa dapat dilihat pada lampiran B. Berdasarkan interpretasi validitas butir soal, rangkuman hasil perhitungan validitas soal yang telah diujicobakan dapat dilihat pada tabel berikut:


(27)

Tabel 3.3

Validitas Soal Tes Kemampuan Pemahaman Nomor Soal Korelasi Interpretasi

1 0,597 Cukup

2 0,599 Cukup

3 0,563 Cukup

4 0,427 Cukup

5 0,586 Cukup

6 0,485 Cukup

b. Reabilitas Instrumen

Reliabilitas merupakan derajat konsistensi atau keajegan data dalam interval waktu tertentu. Menurut Arifin (2009) suatu tes dapat dikatakan reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan pada waktu dan kesempatan yang berbeda. Untuk mengukurnya digunakan perhitungan reliabilitas menurut Arikunto (2011). Rumus yang digunakan dinyatakan dengan:

                

2 2 11 1 1 t i n n r  

Keterangan :

r11 = reliabilitas instrumen

= banyak butir soal

2 i

 = jumlah variansi butir soal

2 t

= variansi total

Untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas yang menyatakan derajat keandalan alat evaluasi dapat digunakan tolak ukur yang ditetapkan oleh J.P. Guilford (dalam Suherman, 2001) seperti pada Tabel 3.4 :


(28)

Tabel 3.4

Interpretasi Koefisien Korelasi Reliabilitas Koefisien Korelasi Interpretasi

0,80 r11 1,00 Sangat tinggi 0,60 r11<0,80 Tinggi

0,40 r11<0,60 Cukup

0,20 r11<0,40 Rendah r11<0,20 Sangat Rendah

Rangkuman hasil perhitungan tingkat reliabilitas instrument tes kemampuan pemahaman matematis dapat dilihat pada Tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5

Reliabilitas Tes Kemampuan Pemahaman Matematis

No r11 Interpretasi Kemampuan

1. 0,47 Cukup Pemahaman Matematis

c. Daya Pembeda

Menurut Ruseffendi (1991) daya pembeda adalah korelasi antara skor jawaban terhadap sebuah butiran soal dengan skor jawaban seluruh soal. Untuk menghitung daya pembeda terlebih dahulu kita kelompokkan siswa menjadi kelompok atas (Ka) dan kelompok bawah (Kb) yang masing-masing 25%. Daya pembeda tiap butir tes pada penellitian ini diukur menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Suherman (2003) :

Keterangan :

= daya pembeda

Sa = jumlah skor siswa kelompok atas

Sb = jumlah skor siswa kelompok bawah

= jumlah skor maksimum salah satu kelompok


(29)

Tabel 3.6

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal DP < 0,00 Sangat jelek 0,00 < DP < 0,20 Jelek 0,20 < DP < 0,40 Cukup 0,40 < DP < 0,70 Baik 0,70 < DP < 1,00 Sangat baik

Rangkuman hasil perhitungan daya pembeda instrumen tes kemampuan pemahaman matematis dapat dilihat pada Tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7

Daya Pembeda Soal Tes

d. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran soal adalah peluang menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu, yang digunakan untuk mengklasifikasi setiap butir soal tes. Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Tingkat kesukaran tiap butir soal tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dinyatakan oleh Suherman (2003) berikut:

̅ Keterangan :

= indeks kesukaran

̅ = rata-rata skor jawaban

= skor maksimal ideal

Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,42 Baik

2 0,35 Cukup

3 0,30 Cukup

4 0,25 Cukup

5 0,30 Cukup


(30)

Untuk menafsirkan tingkat kesukaran tersebut, dapat digunakan kriteria yang dikemukakan Suherman (2003) sebagai berikut :

Tabel 3.8

Kriteria Tingkat Kesukaran Tingkat Kesukaran Interpretasi

IK=0,00 Terlalu Sukar

0,00<IK 0,30 Sukar

0,30<IK 0,70 Sedang

0,70<IK 1,00 Mudah

IK Terlalu Mudah

Rangkuman hasil perhitungan tingkat kesukaran instrumen tes kemampuan pemahaman matematis dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut:

Tabel 3.9

Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi

1 0,36 Sedang

2 0,50 Sedang

3 0,33 Sedang

4 0,43 Sedang

5 0,38 Sedang

6 0,48 Sedang

Berdasarkan tabel validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran instrument tes kemampuan pemahaman matematis siswa, maka diperoleh kesimpulan yang dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut:


(31)

Tabel 3.10

Kesimpulan Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Pemahaman Matematis NO

SOAL

KETERANGAN PERLAKUAN

1 Layak Digunakan tanpa perbaikan

2 Layak Digunakan tanpa perbaikan

3 Layak Digunakan tanpa perbaikan

4 Layak Digunakan tanpa perbaikan

5 Layak Digunakan tanpa perbaikan

6 Tidak layak dari aspek daya pembeda

Digunakan dengan saran dari ahli

Berdasarkan informasi pada Tabel 3.10, soal nomor 6 tetap digunakan dengan alasan sebagai berikut:

1). Soal nomor 6 tetap digunakan dengan pendapat bahwa soal ini direvisi. Kemudian dilihat dari aspek indikator soal, nomor 6 termasuk indikator kemampuan pemahaman relasional serta soal berada pada tingkat kesukaran sedang.

2). Soal nomor 6 tetap digunakan karena diasumsikan bahwa rendahnya daya pembeda karena siswa tidak terbiasa dalam menjawab soal yang berupa pemecahan masalah sehingga mengalami kesulitan dalam menjawab soal.

2. Instrumen Kecemasan Matematika

Instrumen untuk mengukur kecemasan matematika dalam penelitian ini adalah skala kecemasan matematika yang diadaptasi dari kuesioner kecemasan matematika Cooke (2011). Kuesioner terdiri dari tiga bagian, yaitu kecemasan matematika ketika belajar matematika, ketika mengerjakan tes dan ketika mengerjakan tugas matematika. Aspek-aspek yang dilihat adalah aspek somatif, kognitif, sikap, dan pemahaman matematis. Untuk menjawab kuesioner ini siswa diminta untuk menjawab dengan memberi tanda centrang ( ) pada jawaban yang telah tersedia yang terdiri dari empat pilihan, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S),


(32)

tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Empat pilihan ini digunakan untuk menghindari pilihan ragu-ragu siswa terhadap pertanyaan yang diberikan.

Selanjutnya, untuk mengukur kecemasan matematika perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas agar layak dijadikan instrument penelitian. Validitas muka dan validitas isi dilakukan oleh dosen pembimbing dan mahasiswa psikologi. Uji coba skala kecemasan matematika dilakukan di SMP Kartika Bandung siswa kelas VIII sebanyak 37 orang. Pengolahan uji validitas dan reliabilitas dilakukan dengan bantuan software SPSS 16. Hasil uji reliabilitasnya 0,891 dengan kategori sangat tinggi. Selanjutnya, hasil uji validitas terdapat satu pernyataan yang tidak valid. Dikatakan valid dan reliabel jika dengan = 2,0315. Karena pernyataan nomor empat , 1,9545 < 2,0315 maka pernyataan nomor empat tidak digunakan. Oleh karena itu jumlah pernyataan yang digunakan sebagai instrumen kecemasan matematika dalam penelitian ini berjumlah 24 pernyataan. Hasil uji coba skala kecemasan matematika dapat dilihat pada lampiran B.4. Rangkuman uji coba kecemasan matematika dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. 11

Rangkuman Hasil Uji Coba Kecemasan Matematika

No Koef.Korelasi t hitung t tabel Keterangan Kategori Reliabilitas

1 0.639361504 4.919342925 2.0315 valid tinggi 0.858229345

2 0.606651997 4.5146519 2.0315 valid tinggi 0.707833271

3 0.437085523 2.875000524 2.0315 valid cukup 0.895468688

4 0.31370511 1.954570267 2.0315 tidak valid rendah 0.667855337

5 0.722655166 6.185230916 2.0315 valid tinggi 0.777681688

6 0.607536534 4.525081213 2.0315 valid tinggi 0.84315053

7 0.778899405 7.347587111 2.0315 valid tinggi 0.868234726

8 0.336671831 2.115262085 2.0315 valid rendah 0.572317778

9 0.486570023 3.294929108 2.0315 valid cukup 0.815108039

10 0.431349405 2.828574655 2.0315 valid cukup 0.650821362


(33)

13 0.466447835 3.11971809 2.0315 valid cukup 0.854940255

14 0.438344115 2.885244655 2.0315 valid cukup 0.895397093

15 0.625251439 4.739782963 2.0315 valid tinggi 0.833325929

16 0.594963406 4.379270625 2.0315 valid cukup 0.857880479

17 0.554829144 3.945377733 2.0315 valid cukup 0.826875581

18 0.518584046 3.588174192 2.0315 valid cukup 0.842743843

19 0.420458259 2.741576136 2.0315 valid cukup 0.847476898

20 0.570745446 4.112123191 2.0315 valid cukup 0.880350304

21 0.506750098 3.477552903 2.0315 valid cukup 0.761323429

22 0.567881634 4.081632003 2.0315 valid cukup 0.865889843

23 0.567881634 4.081632003 2.0315 valid cukup 0.802179008

24 0.367727818 2.339422323 2.0315 valid rendah 0.775018543

25 0.438945963 2.890150729 2.0315 valid cukup 0.869160313

3. Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa

Lembar observasi digunakan untuk mengumpulkan semua data tentang aktivitas Guru dan siswa dalam pembelajaran, interaksi antara siswa dengan guru serta interaksi antar siswa dengan siswa dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPOT. Lembar observasi terdiri atas dua bagian, yaitu lembar observasi aktivitas guru dan aktivitas siswa. Peneliti bertindak sebagai pelaksana langsung pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe TPOT. Pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa dilakukan oleh guru matematika di sekolah tersebut yang berperan sebagai observer. Format observasi dapat dilihat pada lampiran A.7.

4. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data jika peneliti mau melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti mau mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan


(34)

jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2012). Russeffendi (2010) menyatakan bahwa wawancara adalah suatu cara mengumpulkan data yang sering digunakan jika mau mengetahui sesuatu yang bila dengan cara angket atau cara lainnya belum bisa terungkap atau belum jelas.

Sugiyono (2012) mengemukakan bahwa wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur dan dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan telepon. Wawancara terstruktur merupakan teknik pengumpulan data jika peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh sedangkan wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang disusun secara sistematis dan lengkap. Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara testruktur melalui tatap muka (face to face). Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini untuk memperjelas data tingkat kecemasan matematika yang telah diperoleh melalui skala kecemasan matematika. Siswa yang di wawancara ada beberapa orang siswa yang dipilih secara acak dan mewakili kemampuan siswa dari kategori tinggi, sedang dan rendah. Pedoman wawancara dengan siswa dapat dilihat pada lampiran A.8.

5. Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Silabus disusun berdasarkan Standar Isi yang ditulis oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). RPP disusun sebagai panduan bagi peneliti dan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam penelitian ini setiap pertemuan memuat satu pokok bahasan yaitu segi empat (persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, trapesium, dan layang-layang) yang dilengkapi dengan lembar kerja siswa (LKS). Semua perangkat pembelajaran untuk kelas eksperimen dikembangkan dengan mengacu pada model pembelajaran koopearatif tipe the power of two. Dalam menyusun bahan ajar peneliti menyesuaikan bahan ajar dengan LKS yang digunakan dalam pembelajaran melalui pertimbangan dosen


(35)

E. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini akan dikumpulkan melalui tes kemampuan pemahaman matematis, skala kecemasan matematika siswa, lembar observasi, dan wawancara. Data yang berkaitan dengan kemampuan pemahaman matematis siswa dikumpulkan melalui tes (pretes dan postes). Data kecemasan matematika siswa dikumpulkan melalui penyebaran skala kecemasan matematika setelah pembelajaran berakhir, data mengenai hasil observasi aktivitas guru dan siswa dikumpulkan melalui lembar observasi pada setiap pertemuan.

F. Teknik Analisis Data

Data dalam penelitian ini meliputi data kuantitatif dan data kualitatif.

1). Data Kemampuan Pemahaman Matematis

Hal yang pertama dilakukan dalam mengolah data kuantitatif adalah melakukan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum tentang pencapaian yang diperoleh siswa dalam kemampuan pemahaman matematis yang terdiri dari nilai maksimum, nilai minimum, rerata, dan deviasi standar. Kemudian dilakukan analisis terhadap kemampuan pemahaman matematis dengan menggunakan uji perbedaan dua rerata.

Pretest adalah gambaran kemampuan awal siswa sebelum diberikannya perlakuan dan postest adalah gambaran kemampuan siswa setelah diberikannya perlakuan. Peningkatan kemampuan dalam penelitian ini diperoleh dari selisih antara skor pretest dan postest serta skor ideal kemampuan pemahaman matematis yang dinyatakan dalam skor gain ternormalisasi sesuai dengan yang dikembangkan oleh Meltzer (2002) :

Gain ternormalisasi (g) =

pretes skor ideal skor

pretes skor postes skor

 

Hasil perhitungan gain ternormalisasi kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi yang dinyatakan oleh Hake (1999) sebagai berikut:


(36)

Tabel 3.12

Klasifikasi Gain Ternormalisasi Besarnya N-Gain (g) Interpretasi

g  0,7 Tinggi

0,3  g < 0,7 Sedang

g <0,3 Rendah

Sebelum dilakukannya pengolahan data dengan menggunakan SPSS 16, maka terlebih dahulu perlu ditetapkan taraf signifikansinya, yaitu  0,05

Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu perlu dilakukan uji normalitas distribusi data dan homogenitas variansi. Penjelasan uji normalitas dan homogenitas sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas untuk skor pretes, postes, dan N-gain kemampuan pemahaman dengan tujuan mengetahui kenormalan distribusi data. Hal ini diperlukan untuk menentukan uji statistik apa yang akan digunakan pada analisis selanjutnya. Hipotesis yang diuji adalah

H0: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal.

H1: Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal.

Taraf signifikansinya yaitu 5% atau  0,05. Uji statistik yang digunakan adalah One-Sample Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria pengujiannya sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas antara dua kelompok data dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok homogen atau tidak homogen. Pengujian ini dapat dilakukan jika data yang diuji berdistribusi normal.

Hipotesis yang akan diuji adalah

H0: Variansi antara kedua kelompok sampel sama.


(37)

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Pengujian homogenitas varians data skor pretes, postes, dan N-gain kemampuan pemahaman menggunakan uji statistik Levene (Levene Statistic). Kriteria pengujiannya sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

c. Uji Kesamaan Dua Rerata

Uji kesamaan digunakan untuk melihat kesamaan kemampuan awal kelas konvensional dan kelas TPOT.

Adapun hipotesis yang akan diuji untuk perbedaan dua rerata skor pretes adalah

H0: Tidak terdapat perbedaan rerata skor pretes kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two

dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

H1: Terdapat perbedaan rerata skor pretes kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

Secara operasional hipotesis diatas dirumuskan sebagai berikut: H0 :

H1 :

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Uji statistik yang digunakan tergantung dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas variansi data. Jika kedua data berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik parametrik, yaitu uji Independent-Samples T Test. Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal variances assumed”. Sedangkan jika variansi kedua kelompok data tidak homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal

variances not assumed”. Sedangkan jika terdapat minimal satu data tidak berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik non-parametrik, yaitu uji Mann-Whitney. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney yaitu dua sampel yang diuji saling bebas atau independen dan uji inilah yang dianggap kuat (Ruseffendi, 1993).


(38)

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

Sementara itu, hipotesis yang akan diuji untuk perbedaan dua rerata skor N-gain adalah

H0: Rerata skor N-gain kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

H1: Rerata skor N-gain kemampuan pemahaman matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran tipe the power of two lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

Secara operasional hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H0 :

H1 :

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Uji statistik yang digunakan tergantung dari hasil uji normalitas dan uji homogenitas variansi data. Jika kedua data berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik parametrik, yaitu uji Independent-Samples T Test. Jika variansi kedua kelompok data homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal

variances assumed”. Sedangkan jika variansi kedua kelompok data tidak homogen, nilai signifikansi yang diperhatikan yaitu nilai pada baris “Equal

variances not assumed”. Sedangkan jika terdapat minimal satu data tidak berdistribusi normal, maka pengujian menggunakan uji statistik non-parametrik, yaitu uji Mann-Whitney. Alasan pemilihan uji Mann-Whitney yaitu dua sampel yang diuji saling bebas atau independen dan uji inilah yang dianggap kuat (Ruseffendi, 1993). Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.


(39)

2). Data Skala Kecemasan Matematika

1. Transformasikan data ordinal skala kecemasan matematika ke data interval menggunakan metode MSI.

2. Melakukan uji asumsi statistik, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas varians. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data skor kecemasan matematika setelah pembelajaran berdistribusi normal.

Hipotesis yang diuji adalah sebagi berikut:

H0: Data berdistribusi normal.

H1: Data tidak berdistribusi normal.

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Uji statistik yang digunakan adalah One-Sample Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah variansi kedua kelas homogen atau tidak homogen.

Hipotesis yang diuji adalah sebagi berikut:

H0: Variansi skor kecemasan matematika kedua kelas homogen.

H1: Variansi skor kecemasan matematika kedua kelas tidak homogen.

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Uji statistik yang digunakan adalah uji statistik Levene (Levene Statistic). Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

3. Selanjutnya, dilakukan uji coba perebedaan dua rerata terhadap data kecemasan matematika, untuk melihat apakah kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih rendah daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.


(40)

Adapun uji hipotesisnya adalah

H0:Rerata skor kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two sama dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

H1:Rerata skor kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih rendah dari pada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

Secara operasional hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H0 :

H1 :

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji t sampel independen. Jika data berdistribusi normal tetapi tidak homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji – t’, sedangkan jika data tidak berdistribusi normal, maka uji statistik yang digunakan adalah uji non parametrik, yaitu uji Mann-Whitney. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut: Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

3). Data Kolerasi antara Kemampuan Pemahaman Matematis dan Kecemasan Matematika

Hasil uji kolerasi antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa digunakan untuk menganalisis hubungan antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe TPOT dan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Data yang diperoleh dari hasil postes kemampuan pemahaman matematis dan skala kecemasan matematika setelah pembelajaran diolah melalui tahapan berikut:


(41)

1. Melakukan uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data skor postes kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika setelah pembelajaran berditribusi normal.

2. Melakukan uji kolerasi untuk mengetahui hubungan antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0: Tidak terdapat korelasi antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.

H1: Terdapat korelasi negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.

Secara operasional hipotesis dirumuskan sebagai berikut: H0 :

H1 :

Taraf signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau  0,05. Jika data berdistribusi normal maka gunakan uji Pearson, tetapi jika data tidak berdistribusi normal maka gunakan uji korelasi Rank-Spearman.

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih dari atau sama dengan 0,05 maka H0 diterima.

G. Prosedur Penelitian 1. Persiapan

a. Melakukan studi kepustakaan mengenai pembelajaran kooperatif tipe the power of two, kemampuan pemahaman matematis serta pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama.

b. Menyusun Perangkat Pembelajaran berupa RPP.

c. Menyusun instrumen penelitian yang disertai dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing.


(42)

d. Melakukan ujicoba terhadap instrumen tes, kemudian menganalisis validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda instrumen tes tersebut.

e. Memilih populasi dan sampel penelitian.

2. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan penelitian, hal pertama yang dilakukan peneliti adalah menentukan kelas TPOT dan kelas konvensional. Pelaksanaan penelitian dilakukan sebanyak 8 pertemuan, dengan rincian: 6 pertemuaan untuk proses pembelajaran dan pertemuan lainnya masing-masing untuk pretes dan postes. Postes dilakukan pada pertemuan pertama, sebelum proses pembelajaran. Enam pertemuan berikutnya dilakukan proses pembelajaran, dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPOT dan pembelajaran konvensional. Pertemuan terakhir dilakukan postes bagi siswa di kedua kelas, dan pengisian skala kecemasan matematika oleh siswa di kelas TPOT dan di kelas konvensional.

Selama proses pembelajaran, di kelas TPOT dilakukan observasi terhadap aktivitas guru dan siswa yang dilakukan oleh observer. Hasil observasi kegiatan guru dan siswa ini dituliskan di lembar observasi yang kemudian dianalisis oleh peneliti untuk melihat keterlaksanaan proses pembelajaran. Gambaran umum prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut:


(43)

Gambar 3.1. Diagram Prosedur Penelitian Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Studi literatur

Penyusunan Bahan ajar Penyusunan Instrumen

1.Instrumen tes (Kemampuan pemahaman)

2. Instrumen non tes: Skala Kecemasan Matematika, Observasi, Wawancara Uji coba instrument :

Validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda

Pemilihan subyek penelitian

Kelas TPOT

Postes

Pembelajaran the power of two Pembelajaran Konvensional

Laporan Analisis Data Skala Tingkat kecemasan matematika,

Observasi dan wawancara

Skala Tingkat kecemasan matematika, Observasi dan wawawancara

Kelas Konvensional


(44)

H. Jadwal Rencana Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan Juli 2014. Jadwal rencana kegiatan penelitian dapat dilihat dalam Tabel 3.13 berikut:

Tabel 3.13

Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan

Nop-Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul 1. Pembuatan

Proposal

2. Seminar Proposal 3. Menyusun

Instrumen Penelitian 4. Pelaksanaan

KBM di kelas Eksperimen 5. Pengumpulan

Data

6. Pengolahan Data 7. Penulisan


(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang telah disajikan dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe the power of two lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

2. Kecemasan matematika siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe

the power of two lebih rendah daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional.

3. Terdapat hubungan negatif antara kemampuan pemahaman matematis dan kecemasan matematika siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa saran berhubungan dengan penelitian ini, antara lain:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe the power of two dapat dijadikan sebagai model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematis dan mengurangi kecemasan matematika siswa.

2. Bagi para guru matematika, dalam pembelajaran di kelas sebaiknya memperhatikan adanya indikasi kecemasan matematika pada diri siswa. Karena kecemasan matematika bisa mempengaruhi tinggi atau rendahnya kemampuan berfikir matematis siswa khususnya kemampuan pemahaman matematis.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dilanjutkan untuk melihat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe tipe the power of two terhadap


(46)

kemampuan matematis yang lainnya, seperti kemampuan pemecahan masalah dan berpikir kreatif matematis.

4. Diperlukan penelitian yang lebih mendalam tentang kecemasan matematika siswa, terutama yang mengkaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kecemasan matematika dan bagaimana menghilangkan kecemasan matematika pada siswa.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, L., & Martray, C. (1989). “The Development of An Abbreviated

Version of The Mathematics Anxiety Rating Scale”. Measurement and Evaluation in Counseling and Development, 22, 143-150

Alfeld, P. (2004). Understanding Mathematics. [Online]. Tersedia: http://www.math.utah.edu/-pa/math.html [06 Maret 2014].

Anggraini, P. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe The Power of Two untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Anita, I. W. (2011). Pengaruh Kecemasan (Mathematics Anxiety) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa SMP.

Tesis UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Arifin, Z. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Bandung : Rosda.

Arikunto, S. (2011). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Bumi Aksara.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Panduan Pengembangan Silabus Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : CV. Laksana Mandiri.

Benner, J. (2010). Anxiety in The Math Classroom. Bemidji State University. Tesis. tidak diterbitkan.

Cai, J. L, & Jakabcsin, M. S. (1996). The Role of Open-Ended Tasks and Holistic

Scoring Rubrics: Assessing Students’ Mathematical Reasoning and

Communication. Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM.

Cooke, A., Cavanagh, R., Hurst, C., & Sparrow, L. (2011). Situational Effects of Mathematics Anxiety in Pre-Service Teacher Education AARE Conference Proceedings.

Dahlan, J. A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Open-Endeed. Disertasi UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Dahlan, J. A. ( 2011). Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.


(2)

Dahlan, J. A., & Sutawidjaja, A. ( 2011). Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Daneshamooz, S., Alamolhodaei, H., & Darvishian, S. (2012). “Experimental Research about Effect of Mathematics Anxiety, Working Memory

Capacity on Students’ Mathematical Performance With Three Different

Types of Learning Methods”. ARPN Journal of Science and Technology Vol2, No.4.

Erdogan, A., Kesici, S., & Sahin, I. (2011). “Prediction of High Scool Students’ Matematics Anxiety by Their Achievment Motivion and Social Comparasion”. Elementary Education Online. 10(2), 646-652.

Freeman. (2006) Mathematical Anxiety. [Online]. Tersedia : http://en.wikipideia .org/wiki/mathematicalAnixiety.

Greshman, G. (2010). “A Study Exploring Exceptional Education Pre-Service

Theacers’ Mathematic Anxiety”. UIMPST: The Journal.Vol. 4.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/ Gain Scores. [Online]. Tersedia : http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf.

Hellum-Alexander, A. (2010). Effective teaching strategies for Alleviating math Anxiety and Increasing Self-efficacy in Secondary School. A Thesis submitted in partial fulfillment of the requirements for the degree Master in teaching, The Evegreen State College.

Hendriana, H. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematik, Komunikasi Matematik dan Kepercayaan Diri Siswa Sekolah Menengah Pertama. Disertasi UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Kidd, J. (2003). The Effect of Relational Teaching nd Attitudes on Mathematics Anxiety. [Online]. Tersedia:http://lib.nesu.edu/thesis.[ 24 Agustus 2013]. Kosko, K. W. & Jesse, L. M. W. (2010). “Mathematical Communication and Its

Relation to the Frequency of Manipulative Use”. International Electronic Journal of Mathematics Education. 5, (2), 79-90.

Hudoyo, H. (1985). Teori Belajar Dalam Proses Belajar-Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.

Isjoni. (2012). Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Johnson, D. (2003). Math Anxiety. Literature Review.


(3)

Lavasani, M. G. (2011). Mathematic Anchiety, Help seeking Behavior, and Cooperative Learning. [Online]. Tersedia: http://www.world-education-center.org/index.php/cjes/article/downloadSuppFile/260/162.[4

Desember 2013]

Lestari, A. (2008). Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Lie, A. (2010). Cooperatif Learning, mempraktikkan Coopeatif Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Grasindo.

Mafatih, A. B. H. (2007). Makalah Strategi Belajar dengan Cara Kooperatif (Bidang Studi IPS). [Online]. Tersedia : http://media.diknas.go-id. [04 Desember 2013]

Meltzer, D. E. (2002). “Addendum to: Relationship between Mathematics

Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: a possible

“Hidden Variable” in Diagnostic Pretest Scores”. [Online]. Tersedia: http://physicseducation.net/docs/addendum_on_normalited_gain.pdf [06 Juli 2013].

Muqowin. (2007). Strategi pembelajaran. [online]. Tersedia : http://muqowin.com [4 Desember 2013]

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.

Reston, VA : NCTM

NCTM. (2000). Principle and Standarts of School Mathematics. Reston : NCTM

Peker, M. (2009). “ Pre-Service Teachers’Teaching Anxiety about Mathematics

and Their Learning Styles”. Eurasia Journal of Mathematics,Science, & TechnologyEducation. 5 (4), 335-345.

Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran Induktif dan Deduktif serta Kaitannya dengan Pemahaman Matematik Siswa kelas 3 SLTP Negeri di Kota Bandung. Disertasi UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Reziyustikha, L. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Koneksi Matematis Siswa SMP Menggunakan Pendekatan Open-Ended dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Co-op Co-op. Tesis UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Ruseffendi, H. E. T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika untuk Guru dan Calon Guru. Bandung: tidak diterbitkan.


(4)

Ruseffendi, H. E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, H. E. T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Ekasakta Lainnya. Bandung : Tarsito.

Sahin, F. Y. ( 2008). “Mathematics Anxiety Among and Grade Turkish

Elementary School Students”. IEJME. International Electric Journal of Mathematics education. 3 (3).

Sanjaya, W. (2007). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Silberman. (2007). Active Learning: 101 Strategi Belajar Aktif. Terjemahan Raisul Muttaqin. Active learning: 101 Strategies to Teach Any Subject. Bandung: Nusa Media.

Slavin, R. E. (1994). Educational Learning: Teory, Research, and Practice. Fourth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publisher.

Slavin, R. E. (1995). Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Second Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon.

Smith, M. R. (2004). Math Anxiety: Causes, Effects, and Preventative Measures.

A Senior Thesis submitted in partial fulfillment of the requirements for graduation in the Honors program, Liberti university.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Suherman, E. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. Universitas Pendidikan Indonesia Press.

Suherman, E. (2001). Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka

Sujatmikowati, A. (2010). Peningkatan Kemampuan pemahaman dan Generalisasi Siswa dalam Matematika Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended. Tesis Upi. Bandung: tidak diterbitkan.

Sumardyono. (2011). Kecemasan Matematika Guru Matematika Dinas pendidikan Kota Banjarmasin. JURNAL Edukasi Matematika 2, (4), 245-256

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi UPI. Bandung:


(5)

Sumarmo, U. (2003). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika Pada Siswa Sekolah Menengah. Makalah Nationsl Seminar On Science And Mathematics. FPMIPA-UPI in Cooperation with JICA. Dirjen Dikti Depdiknas.

Sumarmo, U. (2010). Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. [Online]. Tersedia: http://math.sps.upi.edu/?p=589 .[5 Januari 2014].

Sun, Y., & Pyzdrowski, L. (2009). “Using technology as a Tool to reduce mathematics Anxiety”. The Journal of Human resource and adult learning. Vol. 5. Num. 2.

Sunardja. (2009). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan penalaran Matematik Sisw Sekolah Menengah Atas Melalui Pembelajan dengan metode inkuiri. Tesis UPI. Bandung: tidak diterbitkan.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berfikir Matematik Tingkat Tinggi siswa SLTP. Disertasi UPI. Bandung : tidak diterbitkan

Tim. (2010). Course on Differentiated Instruction/heterogeneous mathematics Class Instruction for Senior High School and Vocational School Mathematics Teacher. Handout. Seameo regional Centere for Qitep in Mathematics. Tidak diterbitkan.

Turmudi. (2009). Taktik dan strategi Pembelajaran Matematika, Referensi untuk Guru Matematika SMA/MA, Mahasiswa, dan Umum. Jakarta : PT Leuser Cita Pustaka

Uyanto, S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Vahedi, S., & Farrokhi, F. (2011). “A Confirmatory Factor Analysis of the Structure of Abbreviated Math Anxiety Scale”. Iran Journal Psychiatry.

6, 47-53

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Pelajaran Matematika. Disertasi IKIP Bandung. tidak diterbitkan.

Wahyudin. (2010). Kecemasan Matematika. Monograf Pendidikan Matematika UPI Bandung: tidak diterbitkan.


(6)

Zaini, H., Munthe, B., & Aryani, S. A. (2008). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Zakaria, E, & Nordin, N. M. (2007). “The Effects of mathematics Anxiety on Matriculation Students as Related to Motivation and Achievement”.

Eurasia Journal of Mathematics, science & technology education. 4(1), 27-30.

Zakaria, E., & Zanaton, I. (2006). “Promoting Cooperative Learning in Science

and Mathematics Education : A Malaysian Perspective”. Journal of Mathematics, Science, and Technology Education. 3, (1), 35-39.

Zakaria, E., Ahmad, N. A., & Erlina, A. (2012). “Mathematics Anxiety and Achievenment among Secondari School Students”. American Journal of Applied Sciences. 9 (11), 1828-1832.


Dokumen yang terkait

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

PENURUNAN KECEMASAN DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KNISLEY.

7 24 51

Perbandingan Model Kooperatif Tipe The Power Of Two Dan Tipe Jigsaw Dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Disposisi Matematis Siswa SMP.

0 35 34

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SERTA SELF-CONCEPT SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO-STAY TWO-STRAY.

0 8 62

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

2 6 52

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CRH (COURSE, REVIEW, HURRAY) TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIKA SISWA SMP.

9 37 55

PENGARUH PEMBELAJARAN RECIPROC, KOOPERATIF TIPE NHT, DAN LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMP.

0 0 45

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THE POWER OF TWO TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN PENURUNAN KECEMASAN MATEMATIKA SISWA SMP - repository UPI T MTK 1202637 Title

0 0 3

Perbandingan Model Kooperatif Tipe The Power Of Two Dan Tipe Jigsaw Dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Disposisi Matematis Siswa SMP - repository UPI T MTK 1308099 Title

0 0 3

View of PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SMP PGRI PAMANUKAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

0 0 8