PERAN PENGURUS MAJELIS TA’LIM JAMI’ATUL KHOIR DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA PARAKANJAYA KECAMATAN KEMANG KABUPATEN BOGOR.

(1)

No. Daftar FIP: 041/S/PLS/III/2014

PERAN PENGURUS MAJELIS TA’LIM JAMI’ATUL KHOIR DALAM

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA PARAKANJAYA KECAMATAN KEMANG KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

Oleh

Lina Mustaqimah 0900380

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

PERAN PENGURUS MAJELIS TA’LIM JAMI’ATUL KHOIR DALAM

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA PARAKANJAYA KECAMATAN KEMANG KABUPATEN BOGOR

Oleh

Lina Mustaqimah 0900380

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah

Fakultas Ilmu Pendidikan

© Lina Mustaqimah Universitas Pendidikan Indonesia


(3)

LINA MUSTAQIMAH

PERAN PENGURUS MAJELIS TA’LIM JAMI’ATUL KHOIR DALAM

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA PARAKANJAYA KECAMATAN KEMANG KABUPATEN BOGOR

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING: Pembimbing I

Prof. Dr. Hj. Ihat Hatimah, M.Pd. NIP 195404021980112001

Pembimbing II

Dr. Yanti Shantini, M.Pd. NIP 197301282005012001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah

Dr. Jajat S. Ardiwinata, M.Pd. NIP 195908261986031003


(4)

PERAN PENGURUS MAJELIS TA’LIM JAMI’ATUL KHOIR DALAM

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA PARAKANJAYA KECAMATAN KEMANG KABUPATEN BOGOR

Lina Mustaqimah 0900380 ABSTRAK

Majelis ta’lim merupakan satuan pendidikan nonformal yang berbasis masyarakat dan berperan mewujudkan pendidikan sepanjang hayat, sehingga melalui program majelis ta’lim, diharapkan dapat menciptakan masyarakat yang berdaya. Namun, kerap dijumpai majelis ta’lim dengan kegiatannya yang terbatas pada ta’lim dan belajar al-qur’an. Padahal peran majelis ta’lim ini beragam dan berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat. Peran majelis ta’lim dalam masyarakat tersebut adalah pembinaan keimanan kaum perempuan, pendidikan keluarga sakinah, pemberdayaan kaum dhuafa, peningkatan ekonomi rumah tangga, dan pemberdayaan politik kaum perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: program apa saja yang direncakan oleh pengurus majelis ta’lim, bentuk keberdayaan yang dicapai masyarakat melalui program majelis ta’lim, dan jenis partisipasi masyarakat dalam mendukung kegiatan majelis ta’lim. Landasan teori yang digunakan pada penelitian ini adalah 1) majelis ta’lim sebagai satuan pendidikan nonformal, 2) pemberdayaan masyarakat, dan 3) partisipasi masyarakat. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah dua orang pengurus dan dua orang jama’ah Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir di Desa Parakanjaya Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini meliputi: 1) program-program yang sudah direncakan oleh pengurus majelis ta’lim adalah Baca Tulis Qur’an, Keaksaraan Fungsional, pelatihan membuat bross dari kain perca dan dompet dari sampah bungkus minuman, santunan anak yatim dan janda, bersih-bersih lingkungan, perlombaan, menanam tanaman obat, pembinaan keluarga sakinah, pembinaan ruhiyah, dan makan bersama, 2) bentuk pemberdayaan yang dihasilkan adalah berdaya pada pendidikannya terutama pendidikan agama, segi ekonomi beberapa jama’ah mampu menghasilkan uang dari keterampilan yang diajarkan oleh majelis ta’lim, segi psikologi berbentuk kesadaran akan posisi diri jama’ah sebagai seorang istri dan ibu, dan dari segi politiknya adalah jama’ah menjadi tahu informasi tentang


(5)

THE ROLE OF MAJELIS TA’LIM JAMI’ATUL KHOIR IN SOCIAL ENVIRONTMENT IN PARAKANJAYA VILLAGE, KEMANG SUB-DISTRICT,

BOGOR REGENCY

Lina Mustaqimah 0900380

ABSTRACT

Majelis ta’lim is a social-based informal education unit which continuously supports lifelong learning processes in order to present an empowered society. However, the role of majelis ta’lim nowadays has been narrowed into ta’lim and learning qur’an, whereas, in order to present an empowered society, majelis ta’lim has diverse role in society empowerment such as development of women’s faith, education of harmony (sakinah) in family, empowerment of the poor, increasing in household economics, and political empowerment of women. The aims of the study were to find out the majelis ta’lim programs arranged by the committee, the social empowerment achievement based on majelis ta’lim program, and social participation in supporting majelis ta’lim program. The theoretical foundation was majelis ta’lim as an informal education unit, society empowerment, and social participation. The design of study was descriptive qualitative method. Subjects of this study were two persons as committee and two persons as participant in Majelis ta’lim Jami’atul Khoir Parakanjaya village, Kemang sub-district, Bogor regency. Results of this study were 1) The programs which were designed by majelis ta’lim committee consist of learning to read and write qur’an, functional literary, training how to make patchwork brooches and wallet from recycled plastic trash, grant to aid orphans and widows, cleaning up the environment, contests, growing of medicinal plants, education of harmonious family, spirit (ruhiyah) building, and gathering. 2) The output of education, economic, psychology, and political sector were women empowerment through education especially in religion education, increased participant’s income by selling the handicraft products, self-esteem improvement as wife and mother, and increased knowledge of participants in election process, respectively. 3) Society participations found in this study were giving ideas during the meeting, donating for majelis ta’lim activity, participation power, handicraft knowledge sharing, and contributing in social activity.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN……… i

ABSTRAK………. ii

ABSTRACT……… iii

KATA PENGANTAR……… iv

UCAPAN TERIMAKASIH……… v

DAFTAR ISI……….. vii

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Identifikasi Masalah……… 6


(7)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Majelis Ta’lim Sebagai Satuan Pendidikan Nonformal

1. Konsep Pendidikan Nonformal………..……….. 11

2. Konsep Majelis Ta’lim……….. 12

3. Majelis Ta’lim Sebagai Satuan Pendidikan Nonformal……… 24

B. Konsep Pemberdayaan Masyarakat 1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat……… 25

2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat……….. 27

3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat………. 28

4. Indikator Keberdayaan………. 29

5. Jenis Pemberdayaan………. 30

C. Konsep Partisipasi Masyarakat 1. Pengertian Partisipasi Masyarakat……….. 32

2. Jenis-jenis Partisipasi……….. 33

3. Partisipasi dan Pemberdayaan………. 33

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sampel Penelitian……….. 35

B. Metode Penelitian………. 36

C. Definisi Operasional………. 37

D. Instrumen Penelitian………. 40

E. Teknik Pengumpulan Data……….... 40

F. Analisis Data……….. 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian………. 44

B. Profil Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir………. 47


(8)

1. Identitas Informan………... 53

2. Penyelenggaraan Majelis Ta’lim dalam Melakukan Program Pemberdayaan Masyarakat……… 53

3. Keberdayaan yang Diperoleh Melalui Program Majelis Ta’lim…………..105

4. Partisipasi Jama’ah dalam Kegiatan Majelis Ta’lim………... 129

D. Pembahasan Hasil Penelitian………. 137 1. Fungsi Majelis Ta’lim………...137

2. Peran Majelis Ta’lim………...143

3. Peran Pengurus Majelis Ta’lim……….151

4. Pemberdayaan Masyarakat………156

5. Jenis Partisipasi……….161 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Penyelenggaraan Majelis Ta’lim dalam Melakukan Program Pemberdayaan Masyarakat……….163 2. Keberdayaan yang Diperoleh Melalui Program Majelis Ta’lim…………...163

3. Partisipasi Jama’ah dalam Kegiatan Majelis Ta’lim……….164

B. Rekomendasi……….……...165

DAFTAR PUSTAKA………... 168 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jama’ah Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir………... 50 Tabel 4.2 Identitas Informan Penelitian……….. 53 Tabel 4.3 Jawaban Informan (fungsi majelis ta’lim sebagai tempat belajar

mengajar)………..……… 53 Tabel 4.4 Jawaban Informan (fungsi majelis ta’lim sebagai lembaga pendidikan dan keterampilan)………. 59 Tabel 4.5 Jawaban Informan (fungsi majelis ta’lim sebagai wadah berkegiatan dan berkreativitas)………. 64 Tabel 4.6 Jawaban Informan (fungsi majelis ta’lim sebagai pusat pembinaan dan pengembangan)……… 70 Tabel 4.7 Jawaban Informan (fungsi majelis ta’lim sebagai jaringan komunikasi, ukhuwwah, dan silaturrahim)………. 73 Tabel 4.8 Jawaban Informan (peran majelis ta’lim sebagai pembinaan keimanan kaum perempuan)………... 76 Tabel 4.9 Jawaban Informan (peran majelis ta’lim sebagai pendidikan keluarga sakinah)………. 79 Tabel 4.10 Jawaban Informan (peran majelis ta’lim sebagai pemberdayaan kaum dhuafa………. 82 Tabel 4.11 Jawaban Informan (peran majelis ta’lim sebagai peningkatan ekonomi rumah tangga)………. 86 Tabel 4.12 Jawaban Informan (peran majelis ta’lim sebagai pemberdayaan politik kaum perempuan)……….. 89 Tabel 4.13 Jawaban Informan (peran pengurus majelis ta’lim mengelola dan

mengurus organisasi)……… 93 Tabel 4.14 Jawaban Informan (peran pengurus majelis ta’lim melaksanakan berbagai macam program)……….. 96


(10)

Tabel 4.15 Jawaban Informan (peran pengurus majelis ta’lim mengadakan hubungan kerjasama dan komunikasi)……… 98 Tabel 4.16 Jawaban Informan (peran pengurus majelis ta’lim menyelenggrakan kegiatan musyawarah)……… 100 Tabel 4.17 Jawaban Informan (peran pengurus majelis ta’lim melaksanakan

evaluasi)………. 103 Tabel 4.18 Jawaban Informan (pemberdayaan masyarakat:

pendidikan)………...……….. 105 Tabel 4.19 Jawaban Informan (pemberdayaan masyarakat: ekonomi)………... 112 Tabel 4.20 Jawaban Informan (pemberdayaan masyarakat: social budaya)…….. 116 Tabel 4.21 Jawaban Informan (pemberdayaan masyarakat: psikologi)…………... 120 Tabel 4.22 Jawaban Informan (pemberdayaan masyarakat: politik)………... 124 Tabel 4.23 Jawaban Informan J1 Pemberdayaan Masyarakat………. 127 Tabel 4.24 Jawaban Informan J2 Pemberdayaan Masyarakat………. 128 Tabel 4.25 Jawaban Informan (jenis partisipasi)………. 129 Tabel 4.26 Jawaban Informan J1 Jenis Partisipasi………... 135 Tabel 4.27 Jawaban Informan J2 Jenis Partisipasi………... 136


(11)

TABEL GAMBAR


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kisi-kisi dan Instrument Penelitian a. Kisi-kisi Penelitian

b. Instrumen Penelitian untuk Pengurus Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir c. Instrumen Penelitian untuk Jama’ah Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir 2. Data Kehadiran Jama’ah

a. Pelatihan Membuat Dompet dari Sampah b. Ta’lim

3. Dokumentasi

4. Surat-surat dalam Proses Penelitian a. Lembar Bimbingan Skripsi

b. Surat Keputusan Pengangkatan Dosen Pembimbing c. Surat Permohonan Izin Penelitian

d. Surat Keterangan Penelitian dari Lembaga 5. Daftar Riwayat Penulis


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah serta memiliki keanekaragaman suku, budaya, dan agama. Meski beragam agama, namun Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Menurut data tahun 2010 dari Badan Pusat Statistik (dalam situs www.bps.go.id) 87,18% masyarakat menganut agama Islam, Kristen sebanyak 6,96%, Katolik 2,91%, Hindu 1,69%, Budha 0,72%, Khonghucu 0,05%, dan lainnya 0,13%. Artinya ada sebanyak 87,18% masyarakat muslim yang memiliki potensi untuk dibina baik itu dari segi ilmu pengetahuan umum dan agama, sampai keterampilan dan ekonomi, agar masyarakat muslim Indonesia mampu berdaya dalam segala hal.

Masyarakat harus mampu berdaya, tentu agar mereka dapat menjalani hidup dengan baik dan memiliki masa depan yang cerah. Jika masyarakat sudah berdaya, maka masyarakat dapat dikatakan sudah mandiri. Menurut Sulistiyani (dalam blog Aniamaharani) bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan. Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/ kemampuan yang dimiliki. Pengertian pemberdayaan menurut Rappaport dalam Edi Suharto (2005:59) adalah suatu cara di mana rakyat, organisasi, dan komunikasi diarahkan agar mampu menguasai (berkuasa atas) kehidupannya.


(14)

2

Menurut Ife dalam Edi Suharto (2005:59), pemberdayaan memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan yang dimaksud adalah:

1) Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal, pekerjaan.

2) Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya.

3) Ide atau gagasan: kemampuan menjangkai, menggunakan dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan social, pendidikan kesehatan.

4) Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal, dan kemasyarakatan.

5) Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa.

6) Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan, dan sosialisasi.

Selanjutnya Suharto (2005:59) menjelaskan pemberdayaan sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Untuk memberdayakan masyarakat bisa dilakukan berbagai macam cara, salah satu cara yang bisa ditempuh adalah melalui pendidikan. Layanan pendidikan di Indonesia menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 13


(15)

3

dan yang setaraf dengannya; termasuk ke dalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.

b. Pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis, di luar system persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakuan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.

c. Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 26 tentang pendidikan nonformal menjelaskan mengenai satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis ta’lim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

Majelis ta’lim merupakan satuan dari pendidikan keagamaan Islam yang disamping mengajarkan ilmu agama dan pengamalannya, namun juga pendidikan keagamaan Islam memiliki peran startegis dalam memberdayakan masyarakat sekitar, utamanya adalah pendidikan keagamaan Islam nonformal yang berbentuk diniyah dan pesantren. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2007 Pasal 21 dikatakan bahwa “majelis ta’lim merupakan salah satu satuan pendidikan diniyah nonformal.”

Fungsi dari majelis ta’lim adalah sebagai tempat belajar-mengajar, lembaga pendidikan dan keterampilan, tempat melakukan kegiatan atau aktivitas, pusat pembinaan dan pengembangan, dan wadah untuk melakukan silaturrahim. Sehingga aktivitas majelis ta’lim tidak terpaku pada kegiatan ta’lim atau ceramah tentang keagamaan saja, namun juga di dalamnya terdapat aktivitas yang bertujuan memberdayakan masyarakat. Majelis ta’lim merupakan lembaga pendidikan Islam yang sangat dekat dengan masyarakat, untuk itulah dikatakan bahwa peran majelis ta’lim sangat strategis dalam memberdayakan masyarakat.


(16)

4

Namun masih banyak ditemukan majelis ta’lim yang terpaku pada kegiatan sebatas transfer ilmu agama islam saja, seperti ta’lim di dalam masjid atau mushala. Padahal jika melihat fungsi dari majelis ta’lim, tentu tidak terbatas pada kegiatan tersebut. Menurut Muhsin MK (2009: 5-7), dikatakan bahwa selain berfungsi sebagai tempat belajar-mengajar dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan agama Islam, majelis ta’lim juga berfungsi sebagai pembekalan keterampilan, melatih untuk berorganisasi agar mampu melibatkan diri ke dalam kegiatan kemasyarakatan, sebagai tempat pembinaan dan pengembangan kemampuan serta kualitas sumber daya manusia dalam berbagai bidang seperti, da’wah, politik, dan pendidikan social, dan juga sebagai jaringan komunikasi, silaturrahim, dan jalinan ukhuwwah untuk membangun masyarakat dan tatanan kehidupan yang Islami. Artinya, pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat melalui wadah majelis ta’lim ini, adalah selain pesan kegamaan, juga pesan tentang kesehatan, social, kreativitas, dan sebagainya. Tentu saja pelaksanaan majelis ta’lim tidak terbatas pada masjid atau mushala, majelis ta’lim dapat dilakukan di rumah, dan gedung kegiatan (Muhsin MK, 2009: 143).

Keberadaan majelis ta’lim ini dapat diartikan sebagai wadah pendidikan masyarakat yang potensial untuk dikembangkan dan diberdayakan, melihat dari fungsinya yang membekali masyarakat dengan ilmu, iman, dan kreativitas untuk menanamkan hal-hal tersebut ke dalam diri masyarakat, sehingga masyarakat bisa maju dari cara berpikir, dari segi ekonomi, dan lain-lain. Majelis ta’lim jelas keberadaannya ingin memberdayakan masyarakat dari berbagai bidang. Tidak hanya masyarakat perempuan saja yang menjadi sasaran dari majelis ta’lim ini,


(17)

5

berbasis masyarakat dengan konsep pembelajaran majelis ta’lim yang disebut dengan istilah learning society, yaitu konsep yang memberikan keluwesan kepada masyarakat untuk menentukan strategi dan sasaran yang akan dicapai, karena masyarakat itu sendiri memiliki tradisi belajar sendiri yang tidak terbatas pada usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, aspek yang dipelajarinya, dan sebagainya. Sehingga majelis ta’lim yang fleksibel dan terbuka ini harus mampu menjadi salah satu solusi dari permasalahan masyarakat terkait dengan pendidikan formal yang minim diperoleh oleh masyarakat. Tentu saja hal ini bukan berarti menjadikan majelis ta'lim diperuntukkan bagi golongan tertentu.

Majelis ta’lim termasuk salah satu bentuk lembaga dan organisasi da’wah Islam dengan karakter umumnya bercirikan berasas Islam, berkomitmen dalam da’wah dan pembinaan ummat, bersumberkan al-Qur’an dan as-Sunnah, dan tidak berpolitik praktis. Sehingga setiap organisasi pasti ada pengurus yang memiliki fungsi dan tugas yang harus dijalankan, menurut Muhsin MK (2009:23) fungsi dan tugas pangurus majelis ta’lim adalah sebagai berikut:

1. Mengurus dan mengelola organisasi sesuai dengan peraturan yang ada seperti menyusun program kerja kegiatan, menyusun gambaran pembagian tugas dan kerja, menangani masalah administrasi dan pengelolaan secretariat, mengatur masalah keuangan dan pertanggungjawabannya, serta membenahi kekurangan dan kelemahan majelis ta’lim yang berjalan selama ini

2. Melaksanakan berbagai kegiatan majelis ta’lim sesuai dengan program yang disusun dan disepakati, membentuk kepanitiaannya, merencanakan masalah keuangan, serta menentukan masalah waktu, tempat, dan acaranya

3. Mengadakan hubungan kerjasama dan komunikasi dengan berbagai kalangan, baik dengan sesame majelis ta’lim, organisasi muslimah lainnya, maupun dengan pemerintah

4. Menyelenggarakan kegiatan musyawarah seperti rapat-rapat pengurus secara rutin, rapat kerja, rapat bersama dengan panitia penyelenggaraan kegiatan, rapat pada akhir periode, dan sebagainya

5. Melaksanakan evaluasi terhadap organisasi, kegiatan, keuangan, dan program yang sudah berjalan, termasuk menyusun laporan kegiatan tahunan dan persiapan untuk pertanggungjawaban di akhir masa jabatan, dan sebagainya.


(18)

6

Berdasarkan dari potensi dan tantangan yang dimiliki oleh majelis ta’lim inilah yang akhirnya mendorong peneliti untuk melakukan kajian mengenai peran pengurus majeis ta’lim.

B. Identifikasi Masalah

Melalui penjelasan di latar belakang masalah, dapat diperoleh identifikasi berbagai permasalahan yakni sebagai berikut:

1. Fungsi majelis ta’lim sering difokuskan hanya kepada kajian keislamaan saja dengan bentuk ta’lim atau tabligh akbar, sedangkan fungsi majelis ta’lim yang lainnya seperti tempat pembinaan dan pengembangan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia, wadah berkegiatan dan berkreativitas serta untuk memperoleh ketrampilan sebagai bekal bagi masyarakat, menjadi terabaikan. Peran majelis ta’lim khususnya dalam bidang pemberdayaan masyarakat masih kurang terasa oleh masyarakat sekitar.

2. Peran pengurus majelis ta’lim yang kurang massif dalam merumuskan kegiatan bagi jama’ahnya dan lebih senang menjalani kegiatan yang sudah ada tanpa adanya penambahan atau perubahan kegiatan yang didasari pada kebutuhan masyarakat sehingga terkesan tidak kreatif serta cenderung pasif mengajak masyarakat untuk ikut kegiatan majelis ta’lim.

3. Persepsi masyarakat dan pengurus majelis ta’lim tentang gender dan kelompok jama’ah majelis ta’lim yang hanya terbatas pada ibu-ibu, padahal pembinaan dan segala bentuk kegiatan yang berada di majelis ta’lim tidak


(19)

7

kepada anak yatim, orang-orang miskin dan para manula, kerja bakti, memberikan layanan masyarakat, membangun wirausaha atau lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja.

5. Dalam menjalankan kegiatan majelis ta’lim, sejauh mana melibatkan masyarakat dan tokoh masyarakat, melihat sasaran dari majelis ta’lim yang meliputi seluruh lapisan masyarakat, tentu perlu melibatkan banyak pihak untuk menjadikan majelis ta’lim produktif sesuai dengan fungsi majelis ta’lim itu sendiri.

6. Bila ingin mengetahui keberadaan suatu majelis ta’lim itu dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar atau majelis ta’lim tersebut sudah melaksanakan perannya dengan ideal, maka tentu dapat diketahui dengan jumlah partisipasi serta respon dari masyarakat terhadap setiap kegiatan atau program majelis ta’lim.

Fungsi majelis ta’lim sebagai tempat belajar-mengajar dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan agama Islam, majelis ta’lim juga berfungsi sebagai pembekalan keterampilan, melatih untuk berorganisasi agar mampu melibatkan diri ke dalam kegiatan kemasyarakatan, sebagai tempat pembinaan dan pengembangan kemampuan serta kualitas sumber daya manusia dalam berbagai bidang seperti, da’wah, politik, dan pendidikan social, dan juga sebagai jaringan komunikasi, silaturrahim, dan jalinan ukhuwwah untuk membangun masyarakat dan tatanan kehidupan yang Islami. Dari pemaparan fungsi majelis ta’lim tersebut, maka sudah pasti majelis ta’lim merencanakan berbagai macam kegiatan yang diselaraskan dengan fungsi majelis ta’lim, lalu bagaimanakah dampak atau pengaruh dari kegiatan yang diselenggarakan oleh majelis ta’lim tersebut bagi masyarakat.


(20)

8

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan hasil identifikasi masalah tersebut, maka perlu adanya pembatasan masalah, yakni penelitian ini dilakukan di Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir yang bertempat di Desa Parakanjaya Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor, serta penulis membatasi subjek penelitiannya hanya pada lingkup masyarakat yang terdaftar data dirinya di Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir sehingga masyarakat ini disebut sebagai jama’ah Majelista’lim Jami’atul Khoir.

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, terbentuklah rumusan masalah penelitian yaitu, “Bagaimanakah peran pengurus Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir terhadap pemberdayaan jama’ahnya”

Melalui rumusan masalah penelitian, maka berikut ini adalah poin-poin pembatasan masalah dalam penelitian ini:

1. Program-program apa sajakah yang sudah dilaksanakan oleh pengurus majelis ta’lim?

2. Bagaimanakah keberdayaan yang dicapai jama’ah majelis ta’lim melalui program dari majelis ta’lim?

3. Bagaimanakah partisipasi jama’ah majelis ta’lim dalam mendukung setiap program majelis ta’lim?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan jawaban terhadap rumusan masalah yaitu, untuk mengetahui peran pengurus majelis ta’lim terhadap


(21)

9

2. Untuk mengetahui bagaimana bentuk keberdayaan yang dicapai masyarakat melalui program dari majelis ta’lim.

3. Untuk mengetahui jenis partisipasi masyarakat dalam mendukung setiap program majelis ta’lim.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmiah untuk meningkatkan peran majelis ta’lim terhadap pemberdayaan masyarakat. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi keilmuan

pendidikan keagamaan Islam nonformal. 2. Manfaat praktis

a. Untuk Kementrian Agama Republik Indonesia dan pengelola majelis ta’lim, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan penambah wawasan mengenai kondisi ril majelis ta’lim.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan tentang variasi kegiatan ataupun pengembangan kegiatan yang dapat dilakukan majelis ta’lim dalam pemberdayaan masyarakat.

d. Untuk pengurus majelis ta’lim diharapkan dari penelitian ini kedepannya dapat membantu pengurus dalam merumuskan kegiatan majelis ta’lim dengan mengsinkronkan antara kegiatan dengan peran dan fungsi majelis ta’lim yang sesungguhnya.

e. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang peran majelis ta’lim dalam pemberdayaaan masyarakat.


(22)

10

F. Struktur Organisasi Skripsi

Stuktur organisasi skripsi berisi rincian urutan penulisan. Berikut ini adalah rincian urutan penulisan skripsi:

- Bab I: Pendahuluan.

Terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, struktur organisasi skripsi.

- Bab II: Kajian Pustaka

Kajian pustaka berfungsi sebagai landasan teoritik dalam menyusun pertanyaan penelitian.Kajian pustaka berisi konsep dan teori yang memiliki kaitan dengan masalah yang sedang diteliti.

- Bab III: Metode Penelitian

Menjabarkan secara rinci mengenai lokasi dan sampel penelitian, metode penelitian, instrument penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisis data. - Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan

Terdiri dari dua hal utama, yakni: pemaparan analisis data dan pembahasan data.

- Bab V: Kesimpulan dan Saran

Menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian. Kesimpulan berupa uraian padat berisi jawaban dari rumusan masalah. Setelah membuat kesimpulan, dilanjutkan dengan memberikan saran kepada para pengguna hasil penelitian ini juga untuk peneliti lain yang akan mengadakan penelitian seperti ini.


(23)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

1. Penyelenggaraan Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir dalam melaksanakan

pemberdayaan kepada jama’ahnya

Dalam menentukan program kegiatan, Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir tidak hanya melibatkan pengurus saja tetapi juga melibatkan jama’ahnya yang dapat dikatakan mewakili masyarakat sekitar. Berangkat dari kebutuhan masyarakat dan diselaraskan dengan fungsi majelis ta’lim itulah rancangan program kegiatan

mengacu. Sehingga Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir memiliki berbagai macam

program yang tidak hanya diperuntukkan untuk jama’ah saja namun juga menyeluruh ke seluruh masyarakat sekitar.

Evaluasi kepada jama’ah yang dilakukan oleh pengurus Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir ini adalah evaluasi non tes dimana evaluasinya hanya berdasarkan pada pengamatan dan penyimakan. Sedangkan evaluasi untuk kinerja pengurus adalah melalui pemantauan dari pembina dalam bentuk pertanyaan yang isinya menanyakan kondisi kegiatan.

Hal yang menjadi catatan bagi pengurus Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir dari

segi keprofesionalannya adalah berkaitan dengan administrasi. Tentu dengan administrasi yang baik akan memudahkan pengurus mengevaluasi dan memperoleh sumber informasi data mengenai jama’ah dan perkembangannya.

2. Keberdayaan yang diperoleh jama’ah melalui program kegiatan dari

majelis ta’lim

Dilihat dari aspek pendidikan, jama’ah sudah memperolehnya dengan terjadinya perubahan pengetahuan yang tercermin dalam perilaku jama’ah.

Dari aspek psikologi, jama’ah Majelis Ta’lim yang mengikuti pembinaan keluarga sakinah dan pembinaan ruhiyah akan menyadari perannya sebagai seorang istri dan ibu sehingga tahu bagaimana harus bersikap kepada suami dan


(24)

164

anak, sehingga jama’ah menomorsatukan keluarga, sedang dari sisi ruhaninya

jama’ah belajar untuk mengelola emosinya agar menciptakan kejernihan hati yang

berpengaruh kepada jiwa dan pikiran. Dengan ruhani yang bagus akan berpengaruh terhadap cara berperilaku di dalam rumah tangga dan berperilaku kepada tetangga atau social.

Pemberdayaan dari segi ekonomi adalah dengan mengadakan penyuluhan dan pelatihan keterampilan. Meskipun sederhana, yakni keterampilan membuat dompet dari sampah, menyulam, membuat bross dari kain perca, dan keterampilan memasak, namun dari yang sederhana itu beberapa jama’ah yang menekuninya dengan serius mengaku merasa terbantu pendapatannya dari hasil berjualan kreasi yang dia dapat saat pelatihan keterampilan. Pendapatannya memang belum menentu dan memroduksinya pun berdasarkan pesanannya saja, karena lingkup pemasarannya pun hanya sekitar lingkungan.

Pada aspek pemberdayaan social budaya, ini masih menjadi kelemahan di Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir. Meski menggeluti kesenian rebana dan juga qasidah, namun kurang digemari oleh jama’ah muda, sehingga yang menguasai kesenian rebana ini hanya jama’ah yang tua dan yang dahulu sempat mendapatkan pelatihan rebana.

Pada pemberdayaan politik, jama’ah tidak melibatkan diri di partai politik, namun mereka senantiasa diajak untuk berpatisipasi dalam pemilu dan diberi pengarahan tentang cara mencoblos. Untuk politik desa juga tidak terlibat, hanya ada yang biasa ke kantor desa karena statusnya sebagai Ibu RT. Sedangkan jama’ah lainnya ada yang aktif menjadi kader posyandu dan sebagian menjadi


(25)

165

karena mengikuti hasil kesepakatan saja dan mengandalkan jama’ah yang aktif, lalu partisipasi keterampilan dan kemahiran hanya dilakukan oleh beberapa orang

jama’ah saja yang senantiasa rajin mengikuti pembinaan keterampilan dan mau

berusaha bisa sehingga akhirnya menjadi mahir dan sudah diberdayakan menjadi tutor ketika ada pelatihan meski masih dalam lingkup majelis ta’lim.

B. Rekomendasi

Berdasarkan proses dan hasil penelitian di Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir, diperolehlah rekomendasi dari penulis untuk:

1. Pakar/ ahli Pendidikan Luar Sekolah

Sebagai satuan pendidikan nonformal, majelis ta’lim harus menjadi salah satu perhatian utama, mengingat majelis ta’lim merupakan lembaga dengan basic agama yang keberadaannya paling dasar sehingga dapat menyentuh masyarakat, terutama masyarakat awam. Sehingga ada baiknya pengurus mendapatkan pengarahan mengenai pengelolaan lembaga agar meskipun majelis ta’lim kecil tetapi pengelolaannya professional. Apabila suatu kegiatan terorganisir dengan baik, maka akan meperoleh hasil yang baik pula. Peluang melakukan pemberdayaan masyarakat di majelis ta’lim sangat besar, seluruh pengurus harus memahami itu agar tidak lagi menjadikan majelis ta’lim terbatas pada tempat ceramah saja.

Dengan adanya perhatian lebih kepada majelis ta’lim, akan memberikan tempat tersendiri bagi masyarakat. Sehingga majelis ta’lim akan menjadi sarana yang diinginkan oleh seluruh masyarakat, tidak hanya masyarakat kalangan kurang mampu saja tetapi bisa menjadi minat bagi masyarakat kalangan atas karena bargaining position majelis ta’lim. Artinya, majelis ta’lim ini perlu digaungkan keberadaannya.

2. Lembaga majelis ta’lim

Sebagai lembaga pendidikan diniyah nonformal yang tidak dibatasi jenis pekerjaan, usia, pendidikan, dan jenis kelamin haruslah bisa merangkul seluruh


(26)

166

elemen masyarakat. Rangkul masyarakat dengan kegiatan-kegiatan yang

beragam, karena majelis ta’lim tidak hanya tentang ceramah saja tetapi sangatlah

luas dan banyak manfaat yang diperoleh dari majelis ta’lim apabila kegiatannya variatif.

Majelis ta’lim harus mampu melakukan pemberdayaan pada masyarakat

karena majelis ta’lim adalah layanan pendidikan keagamaan yang berbasis

masyarakat sehingga kegiatannya diharapkan menyesuaikan dengan keinginan masyarakat dan mampu memberikan nilai-nilai keimanan dan taqwa, akhlaq mulia, berilmu, terampil, dan menjadi tempat aktualisasi diri sehingga menjadi seseorang yang bermanfaat untuk lingkungannya dan mampu berkontribusi di mana pun. Artinya dengan majelis ta’lim inilah seseorang harus menjadi orang yang aktif dan berdaya.

Para pengurus majelis ta’lim perlu memperhatikan kelengkapan sarana dan prasaran juga administrasi yang akan memudahkan pengorganisasiaan bagi majelis ta’lim itu sendiri.

Meskipun majelis ta’lim bukan lembaga partai namun jangan sampai menutup diri dari informasi mengenai politik. Majelis ta’lim harus tahu keadaan negaranya dan juga keadaan dunia. Karena agama adalah menyeluruh, maka tidak ada pengkhususan pada partai, jangan sampai majelis ta’lim alergi dan antipasti terhadap urusan dan keadaan dalam negeri dan akhirnya tidak mau berkontribusi pada saat pemilu karena tidak mengerti apa-apa.

3. Peneliti selanjutnya


(27)

167

masyarakat yang bukan jama’ah, bagaimanakah pengaruh majelis ta’lim terhadap kehidupan masyarakat. Atau bisa juga meneliti hal yang sama namun dengan cara dan tempat yang berbeda. Selain itu dapat pula dengan melakukan penelitian

kepada seluruh majelis ta’lim (misalnya se-desa) untuk menemukan berapa

jumlah majelis ta’lim yang sudah bagus seluruh aspeknya dan majelis ta’lim sebaliknya kemudian ditemukan alasannya mengapa hal tersebut bisa terjadi.


(28)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, B. (2012). Majelis Ta’lim Seputar Kedudukan Fungsi dan Tujuan. [Online]. Tersedia : http://bintuahmad.wordpress.com/2012/04/09/majelis-talim-seputar-pengertian-kedudukan-fungsi-dan-tujuan/ [20 September 2013]

Arikunto, S. (2011). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Badan Kepegawaian Daerah. (2014). Index. [Online]. Tersedia :

http://bkd.kulonprogokab.go.id/index.php?pilih=hal&id=3 [30 Juni 2014] Badan Pusat Statistik. (2010). Index. [Online]. Tersedia :

http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=3 [21 November 2013] Chika. (2013). Pemberdayaan Masyarakat. [Online]. Tersedia :

http://chikacimoet.blogspot.com/2013/02/pemberdayaan-masyarakat.html [8 Desember 2013]

Cangara, H. (2008). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Depag RI. (2004). Al-Qur’an dan terjemah. Jakarta: PT. Syamil Cipta Media. Fahrudin, A. ( ). Pemberdayaan Partisipasi dan Penguatan Kapasitas

Masyarakat. Bandung: Humaniora.

Helmawati. (2013). Pendidikan Nasional dan Optimalisasi Majelis Ta’lim. Jakarta : Rineka Cipta.

Kemenag. ( ). Bidang Penamas. [Online]. Tersedia : http://jabar.kemenag.go.id/file/file/BIDANGPENAMAS/tzmy1372647475. pdf [11 Juni 2014]

Kemenag. ( ). Produk Hukum. [Online]. Tersedia : http://jabar.kemenag.go.id/file/file/ProdukHukum/aedj1335423329.pdf [11 Juni 2014]


(29)

169

Muhsin. (2009). Manajemen Majelis Taklim. Jakarta: Pustaka Intermasa. Roesmidi dan Riza. (2008). Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Alqa.

Soerjono dan Budi. (2013). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sudjana. (2001). Pendidikan Luar Sekolah (Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, Asas). Bandung: Falah Production.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabet.

Suharto, E. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT Refika Aditama.

Suryadi, A. (2009). Mewujudkan Masyarakat Pembelajar (Konsep, Kebijakan, Implementasi). Bandung: Widya Aksara Press.

Tim Penulis. (2011). Menuju Masyarakat Pembelajar. Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.

Redaksi Sinar Grafika. (2011). Undang-Undang Sisdiknas. Jakarta: Sinar Grafika. Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah


(1)

Lina Mustaqimah, 2014

anak, sehingga jama’ah menomorsatukan keluarga, sedang dari sisi ruhaninya jama’ah belajar untuk mengelola emosinya agar menciptakan kejernihan hati yang berpengaruh kepada jiwa dan pikiran. Dengan ruhani yang bagus akan berpengaruh terhadap cara berperilaku di dalam rumah tangga dan berperilaku kepada tetangga atau social.

Pemberdayaan dari segi ekonomi adalah dengan mengadakan penyuluhan dan pelatihan keterampilan. Meskipun sederhana, yakni keterampilan membuat dompet dari sampah, menyulam, membuat bross dari kain perca, dan keterampilan memasak, namun dari yang sederhana itu beberapa jama’ah yang menekuninya dengan serius mengaku merasa terbantu pendapatannya dari hasil berjualan kreasi yang dia dapat saat pelatihan keterampilan. Pendapatannya memang belum menentu dan memroduksinya pun berdasarkan pesanannya saja, karena lingkup pemasarannya pun hanya sekitar lingkungan.

Pada aspek pemberdayaan social budaya, ini masih menjadi kelemahan di Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir. Meski menggeluti kesenian rebana dan juga qasidah, namun kurang digemari oleh jama’ah muda, sehingga yang menguasai kesenian rebana ini hanya jama’ah yang tua dan yang dahulu sempat mendapatkan pelatihan rebana.

Pada pemberdayaan politik, jama’ah tidak melibatkan diri di partai politik, namun mereka senantiasa diajak untuk berpatisipasi dalam pemilu dan diberi pengarahan tentang cara mencoblos. Untuk politik desa juga tidak terlibat, hanya ada yang biasa ke kantor desa karena statusnya sebagai Ibu RT. Sedangkan jama’ah lainnya ada yang aktif menjadi kader posyandu dan sebagian menjadi kader PKK. Namun ada juga yang tidak berkegiatan apapun, hanya sebagai ibu rumah tangga saja.

3. Partisipasi jama’ah dalam mendukung setiap kegiatan majelis ta’lim Partisipasi yang diberikan oleh jama’ah adalah partisipasi dalam bentuk tenaga, harta benda yang mereka mampu berikan, dan partisipasi social, sedangkan untuk partisipasi ide atau buah pikiran, jama’ah cenderung pasif


(2)

165

Lina Mustaqimah, 2014

karena mengikuti hasil kesepakatan saja dan mengandalkan jama’ah yang aktif, lalu partisipasi keterampilan dan kemahiran hanya dilakukan oleh beberapa orang jama’ah saja yang senantiasa rajin mengikuti pembinaan keterampilan dan mau berusaha bisa sehingga akhirnya menjadi mahir dan sudah diberdayakan menjadi tutor ketika ada pelatihan meski masih dalam lingkup majelis ta’lim.

B. Rekomendasi

Berdasarkan proses dan hasil penelitian di Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir, diperolehlah rekomendasi dari penulis untuk:

1. Pakar/ ahli Pendidikan Luar Sekolah

Sebagai satuan pendidikan nonformal, majelis ta’lim harus menjadi salah satu perhatian utama, mengingat majelis ta’lim merupakan lembaga dengan basic agama yang keberadaannya paling dasar sehingga dapat menyentuh masyarakat, terutama masyarakat awam. Sehingga ada baiknya pengurus mendapatkan pengarahan mengenai pengelolaan lembaga agar meskipun majelis ta’lim kecil tetapi pengelolaannya professional. Apabila suatu kegiatan terorganisir dengan baik, maka akan meperoleh hasil yang baik pula. Peluang melakukan pemberdayaan masyarakat di majelis ta’lim sangat besar, seluruh pengurus harus memahami itu agar tidak lagi menjadikan majelis ta’lim terbatas pada tempat ceramah saja.

Dengan adanya perhatian lebih kepada majelis ta’lim, akan memberikan tempat tersendiri bagi masyarakat. Sehingga majelis ta’lim akan menjadi sarana yang diinginkan oleh seluruh masyarakat, tidak hanya masyarakat kalangan kurang mampu saja tetapi bisa menjadi minat bagi masyarakat kalangan atas karena bargaining position majelis ta’lim. Artinya, majelis ta’lim ini perlu digaungkan keberadaannya.

2. Lembaga majelis ta’lim

Sebagai lembaga pendidikan diniyah nonformal yang tidak dibatasi jenis pekerjaan, usia, pendidikan, dan jenis kelamin haruslah bisa merangkul seluruh


(3)

Lina Mustaqimah, 2014

elemen masyarakat. Rangkul masyarakat dengan kegiatan-kegiatan yang beragam, karena majelis ta’lim tidak hanya tentang ceramah saja tetapi sangatlah luas dan banyak manfaat yang diperoleh dari majelis ta’lim apabila kegiatannya variatif.

Majelis ta’lim harus mampu melakukan pemberdayaan pada masyarakat karena majelis ta’lim adalah layanan pendidikan keagamaan yang berbasis masyarakat sehingga kegiatannya diharapkan menyesuaikan dengan keinginan masyarakat dan mampu memberikan nilai-nilai keimanan dan taqwa, akhlaq mulia, berilmu, terampil, dan menjadi tempat aktualisasi diri sehingga menjadi seseorang yang bermanfaat untuk lingkungannya dan mampu berkontribusi di mana pun. Artinya dengan majelis ta’lim inilah seseorang harus menjadi orang yang aktif dan berdaya.

Para pengurus majelis ta’lim perlu memperhatikan kelengkapan sarana dan prasaran juga administrasi yang akan memudahkan pengorganisasiaan bagi majelis ta’lim itu sendiri.

Meskipun majelis ta’lim bukan lembaga partai namun jangan sampai menutup diri dari informasi mengenai politik. Majelis ta’lim harus tahu keadaan negaranya dan juga keadaan dunia. Karena agama adalah menyeluruh, maka tidak ada pengkhususan pada partai, jangan sampai majelis ta’lim alergi dan antipasti terhadap urusan dan keadaan dalam negeri dan akhirnya tidak mau berkontribusi pada saat pemilu karena tidak mengerti apa-apa.

3. Peneliti selanjutnya

Skripsi ini meneliti peran pengurus Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir sekaligus meneliti pemberdayaan masyarakatnya namun dibatasi pada masyarakat yang tergabung sebagai jama’ah, sehingga menjadi penelitian tentang peran pengurus Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir dalam pemberdayaan masyarakat. Untuk soal program, Majelis Ta’lim Jami’atul Khoir sudah variatif dan bagus, jika berminat, bisa dilakukan penelitian tentang keberadaan majelis ta’lim dan hubungannya dengan masyarakat baik itu masyarakat yang tergabung sebagai jama’ah dan


(4)

167

Lina Mustaqimah, 2014

masyarakat yang bukan jama’ah, bagaimanakah pengaruh majelis ta’lim terhadap kehidupan masyarakat. Atau bisa juga meneliti hal yang sama namun dengan cara dan tempat yang berbeda. Selain itu dapat pula dengan melakukan penelitian kepada seluruh majelis ta’lim (misalnya se-desa) untuk menemukan berapa jumlah majelis ta’lim yang sudah bagus seluruh aspeknya dan majelis ta’lim sebaliknya kemudian ditemukan alasannya mengapa hal tersebut bisa terjadi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, B. (2012). Majelis Ta’lim Seputar Kedudukan Fungsi dan Tujuan. [Online]. Tersedia : http://bintuahmad.wordpress.com/2012/04/09/majelis-talim-seputar-pengertian-kedudukan-fungsi-dan-tujuan/ [20 September 2013]

Arikunto, S. (2011). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Badan Kepegawaian Daerah. (2014). Index. [Online]. Tersedia :

http://bkd.kulonprogokab.go.id/index.php?pilih=hal&id=3 [30 Juni 2014] Badan Pusat Statistik. (2010). Index. [Online]. Tersedia :

http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=3 [21 November 2013] Chika. (2013). Pemberdayaan Masyarakat. [Online]. Tersedia :

http://chikacimoet.blogspot.com/2013/02/pemberdayaan-masyarakat.html [8 Desember 2013]

Cangara, H. (2008). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Depag RI. (2004). Al-Qur’an dan terjemah. Jakarta: PT. Syamil Cipta Media. Fahrudin, A. ( ). Pemberdayaan Partisipasi dan Penguatan Kapasitas

Masyarakat. Bandung: Humaniora.

Helmawati. (2013). Pendidikan Nasional dan Optimalisasi Majelis Ta’lim. Jakarta : Rineka Cipta.

Kemenag. ( ). Bidang Penamas. [Online]. Tersedia : http://jabar.kemenag.go.id/file/file/BIDANGPENAMAS/tzmy1372647475. pdf [11 Juni 2014]

Kemenag. ( ). Produk Hukum. [Online]. Tersedia : http://jabar.kemenag.go.id/file/file/ProdukHukum/aedj1335423329.pdf [11 Juni 2014]

Kementrian Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat Bidang Penamas. (2010). Petunjuk Teknis penyelenggaraan Percontohan Program Pemberdayaan Perempuan. Mataram.

Kopertais2. (2013). Teori dan Teknik Pembuatan Desain Penelitian. [Online]. Tersedia : http://www.kopertais2.co.id/site/home/detail/teori-dan-teknik-pembuatan-desain-penelitian [5 Oktober 2013]


(6)

169

Muhsin. (2009). Manajemen Majelis Taklim. Jakarta: Pustaka Intermasa. Roesmidi dan Riza. (2008). Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Alqa.

Soerjono dan Budi. (2013). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sudjana. (2001). Pendidikan Luar Sekolah (Wawasan, Sejarah Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung, Asas). Bandung: Falah Production.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabet.

Suharto, E. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT Refika Aditama.

Suryadi, A. (2009). Mewujudkan Masyarakat Pembelajar (Konsep, Kebijakan, Implementasi). Bandung: Widya Aksara Press.

Tim Penulis. (2011). Menuju Masyarakat Pembelajar. Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.

Redaksi Sinar Grafika. (2011). Undang-Undang Sisdiknas. Jakarta: Sinar Grafika. Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah