Kafaah dalam perkawinan sebagai pembentukan keluarga sakinah : Studi kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor
KAFAAH DALAM PERKAWINAN
SEBAGAI PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH
(Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor )
Oleh :
HAERUL ANWAR NIM: 204044103037
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
(2)
KAFAAH DALAM PERKAWINAN
SEBAGAI PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH
(Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor )
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh:
HAERUL ANWAR
NIM: 204044103037
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Noryamin Aini, MA Sri Hidayati, M.Ag.
Nip: 150 247 330 Nip: 150 282 403
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AKHWAL AL-SYKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1430H/2OO9M
(3)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul KAFAAH DALAM PERKAWINAN SEBAGAI PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH( Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor ) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 3 Maret 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Syakshiyyah (Peradilan Agama)
Jakarta, 4 Maret 2009 Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA
(...)
NIP: 130 789 745
2. Sekertaris : Drs. Ahmad Yani, MA
(...)
NIP: 150 269 678
3. Pembimbing I : Drs. Noryamin Aini, MA
(...)
NIP: 150 247 330
4. Pembimbing II : Sri Hidayati, M.Ag.
(... ...)
(4)
5. Penguji I : Prof. DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM(...)
NIP. 150 210 422
6. Penguji II : Drs. Djawahir Hejazziey, SH. MA
(...) NIP: 130 789 745
(5)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima hukuman dan sanksi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Februari 2009
(6)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain memanjatkan untaian puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayat-Nya yang senantiasa berlimpah kepada penulis, sehingga penulis diberikan kemampuan, kekuatan serta ketabahan hati dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Revolusioner Besar junjungan Nabi Muhammad SAW, yang senantiasa membawa cahaya dan rahmat bagi seru sekalian alam.
Kini tiba saat dinanti-nantikan, sebuah perjalanan panjang yang penuh dengan perjuangan, walau dengan yang tertatih-tatih dan melelahkan akhirnya penulis mampu menyelesaikan studi di kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari banyak sekali kesulitan dan hambatan yang dihadapi, serta saat ini juga masih jauh dari kesempurnaan dalam hal ini tidak terlepas dari sifat manusia yaitu tempatnya salah dan lupa.
Selanjutnya penulis ingin sekali mengucapkan ribuan terima kasih tiada tara dan tiada terhingga atas bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis, yaitu kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., M.M. dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pembantu Dekan I, II, dan III yang telah membimbing dan memberikan ilmu serta waktunya di tengah-tengah kesibukan beliau.
(7)
2. Bapak Drs.H.A. Basiq Djalil, SH. MA. Ketua Program Studi Ahwâl Al-Syakhsiyyah fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Kamarusdiana S. Ag, MH. Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhsiyyah yang telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.
4. Bapak Drs. Noryamin Aini, MA. Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, petunjuk, dan pengarahan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik
5. Ibu Sri Hidayati, M.Ag. dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga,
dan pikiran selama membimbing penulis.
6. Seluruh Dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif HIdayatullah Jakarta, serta kepada karyawan dan Staf Perpustakaan yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
7. Yang sangat teristimewa dan sangat penulis cintai orangtuaku yang setia dan sabar memberikan motivasi dan doa yang tak henti-hentinya, karena kalianlah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima Kasih atas cinta dan kasih sayangnya dan segala bimbingan baik moril maupun materil
8. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada adik abang yang sabar mau membantu proses penghitungan data kualitatif, yaitu Sari Wahyuni Nasution.
9. Kepada Ibu Dra.Budi Purwantini MH. Dan Dra. Istianah MH. Hakim Pengadilan
Agama Bogor yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data sehingga
(8)
10.Untuk Sahabat-sahabatku (Soria Adi, Akhmad Nurkholis, Saipul Hadi, Katiran, Melqy, Ion, Daulay, Beni Ferez, Eko Julianto, Endu, Martua Pulungan, Ranto Hasibuan dan Azwar Nasution) terima kasih atas doa dan bantuan kalian semua. 11.Rekan-rekan SAS Non-Regular angkatan 2004, semoga kalian semua selalu dalam
kesuksesan.
12.Untuk teman-teman UMC (Uin Motor Club), Emir faisal, Iman Hendri, Bogel dan Ote terima kasih sudah memberi semangat dan dorongan terhadap penulis
Kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, hingga terselesaikan skripsi ini, hanya ucapkan terima kasih yang penulis haturkan. Semoga segala bantuan tersebut diterima sebagai amal baik disisi Allah SWT. Dan memperoleh balasan pahala yang berlipat ganda (Amin). Maka akhirnya penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat, bagi penulis khususnya dan pembaca umum.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta : 20 Februari 2009 M Penulis
(9)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Batasan dan Perumusan Masalah... 5
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6
D. Metode Penelitian... 7
E. Review Studi Terdahulu... 10
F. Sistematika Penulisan... 12
BAB II KONSEP KAFAAH MENURUT HUKUM ISLAM A. Pengertian Kafaah... 13
B. Landasan Hukum dan Ukuran Kafaah ... 23
C. Tujuan dan Pentingnya Kafaah dalam Perkawinan... 27
D. Kafaah Dalam Perspektif Imam Mazhab... 29
BAB III GAMBARAN UMUM SERTA DEMOGRAFI DESA KEMANG A. Letak Geografis Desa Kemang... 34
(10)
B. Kondisi Demografis Desa Kemang ... 35
C. Kondisi Sosiologi dan Kependudukan ... 37
BAB IV ANALISIS PENELITIAN A. Profil Responden Masyarakat desa Kemang... 41
B. Sejarah Pernikahan Masyarakat Desa Kemang... 51
C. Pemahaman Kafaah Masyarakat Desa Kemang ... 53
D. Signifikasi Kafaah Dalam Pernikahan ... 57
E. Praktek Kafaah Dalam Pernikahan... 64
F. Suasana Keharmonisan Dalam Rumah Tangga... 68
G. Analisis Data... 91
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 95
B. Saran-saran... 96
DAFTAR PUSTAKA... 97 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Defenisi dan Unsur Kafaah Perspektif Imam Mazhab …………. 33
Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah (Ha)... 34
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Umur ... 35
Tabel 3.3 Penduduk Menurut Jenis Kelamin... 36
Tabel 3.4 Penduduk Menurut Jenis Profesi/ Pekerjaan... 37
Tabel 3.5 Jumlah Pemeluk Agama di Desa Kemang... 38
Tabel 3.6 Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Kemang... 38
Tabel 3.7 Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Kemang... 39
Tabel 3.8 Jumlah Tingkatan Sekolah Yang di Selsesaikan... 39
Tabel 3.9 Prasarana Keamanan di Desa Kemang... 40
Tabel 4.1 Responden Menurut Usia... 41
Tabel 4.2 Responden Menurut Jenjang dan Jenis Pendidikan Terakhir... 42
Tabel 4.3 Responden Menurut Status Perkawinan... 42
Tabel 4.4 Responden Menurut Asal Daerah... 43
Tabel 4.5 Responde Menurut Asal Daerah Sebagai Pendatang... 43
Tabel 4.6 Responden Menurut Lamanya bermukim... 44
Tabel 4.7 Responden Menurut Status Bekerja... 45
Tabel 4.8 Responden Menurut Jenis Pekerjaan Suami dan Istri... 46
Tabel 4.9 Responden Menurut Jabatan tetap... 47
Tabel 4.10 Responden Menurut Pekerjaan Sampingan... 48
(12)
Tabel 4.12 Responden Menurut Asal–Usul Suku Ayah Kandung... 49
Tabel 4.13 Responden Menurut Asal–Usul Suku Ibu Kandung... 50
Tabel 4.14 Status Responden Pada Saat Menikahan, ... 51
Tabel 4.15 Responden Menurut Proses Pernikahan Sekarang... 52
Tabel 4.16 Responden Menurut Status Administrasi Pernikahan... 52
Tabel 4.17 Pernah Tidaknya Responden Mendengar Istilah Kafaah... 53
Tabel 4.18 Pemahaman Responden Dengan Istilah Kafaah... 54
Tabel 4.19 Sumber Responden Mendapatkan Pengetahuan Kafaah... 55
Tabel 4.20 Persepsi Responden Tentang Wajib Tidaknya Kafaah Dalam Perkawinan... 55
Tabel 4.21 Persepsi Responden Tentang Pernikahan Yang Tidak Sekufu... 56
Tabel 4.22 Persepsi Responden Tentang Pentingnya Persamaan Tingkatan Pendidikan Dalam Pernikahan... 57
Tabel 4.23 Persepsi Responden Tentang Pentingnya Persamaan Tingkatan Agama Dalam Pernikahan... 58
Tabel 4.24 Persepsi Responden Tentang Persamaan Ketaqwaan/ Kesalehan Dalam Pernikahan... 59
Tabel 4.25 Persepsi Responden Tentang Persamaan Suku... 60
Tabel 4.26 Persepsi Responden Tentang Persamaan Tingkat Status Sosial dalam pernikahan... 61
Tabel 4.27 Persepsi Responden Tentang Persamaan Tingkat Ekonomi... 61
(13)
Tabel 4.29 Persepsi Responden Tentang Perbedaan Latar Belakang
Antara Suami Istri... 63
Tabel 4.30 Latar Belakang Responden Menurut Tingkat Pendidikan... 64
Tabel 4.31 Latar Belakang pasangan menurut Agama... 65
Tabel 4.32 Latar Belakang Ketaqwaan Pasangan... 65
Tabel 4.33 Responden Menurut Latar Belakang Suku... 66
Tabel 4.34 Tingkatan Status Sosial Antara Suami atau Istri... 66
Tabel 4.35 Latar Belakang Ekonomi Suami dan Istri... 67
Tabel 4.36 Latar Belakang Tampilan Wajah Suami dan Istri... 68
Tabel 4.37 Tingkatan Keharmonisan Antra Suami/ Istri... 68
Tabel 4.38 Tingkatan Rasa Sayang Terhadap Pasangannya... 69
Tabel 4.39 Tingkatan Rasa Cinta Terhadap Pasangannya... 70
Tabel 4.40 Tingkatan Suasana Keceriaan Antara Suami dan Istri... 71
Tabel 4.41 Tingkatan Suasana Kehangatan Antara Suami dan Istri... 71
Tabel 4.42 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang Pendapat Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan... 72
Tabel 4.43 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang Pendapat Menurut Persamaan Tingkatan Agama…... 73
Tabel 4.44 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang Pendapat Menurut Persamaan Tampilan Wajah…... 74
Tabel 4.45 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang Pendapat Menurut persaman Suku... 74 Tabel 4.6 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Silang
(14)
Pendapat Menurut Status Sosial... 75 Tabel 4.47 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut
Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan... 76 Tabel 4.48 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut
Menurut tingkatan Agama... 77 Tabel 4.49 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut
Menurut Persamaan Tampilan Wajah……... 77 Tabel 4.50 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut
Menurut Persamaan Tingkatan Suku……... 78 Tabel 4.51 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Adu Mulut
Menurut persamaan Status Sosial... 79 Tabel 4.52 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan
Fisik Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan... 80 Tabel 4.53 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan
Fisik Menurut Persamaan Tingkatan Agama... 80 Tabel 4.54 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan
Fisik Menurut Persamaan Tampilan Wajah……... 81 Tabel 4.55 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan
Fisik Menurut Persamaan Suku... 82 Tabel 4.56 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Kekerasan
Fisik Menurut Persamaan Status Sosial... 82 Tabel 4.57 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus pisah ranjang
(15)
Tabel 4.58 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus pisah ranjang
Menurut Persamaan Agama... 84 Tabel 4.59 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Ranjang
Menurut Persamaan Tampilan Wajah……... 84 Tabel 4.60 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Ranjang
Menurut Persamaan Tingkatan Agama... 85 Tabel 4.61 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Ranjang
Menurut Persamaan Status Sosial... 86 Tabel 4.62 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah
Menurut Persamaan Tingkatan Pendidikan... 86 Tabel 4.63 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah
Menurut Persamaan Tingkatan Agama... 87 Tabel 4.64 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah
Menurut Persamaan Tampilan Wajah……... 88 Tabel 4.65 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah
Menurut Persamaan Suku... 88 Tabel 4.66 Keharmonisan Keluarga Responden dalam kasus Pisah Rumah
Menurut Persamaan Status Sosial... 89 Tabel 4.67 Unsur kafaah yang paling berperan dalam pembentukan
(16)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Pengantar Kesediaan Menjadi Pembimbing
2. Surat Pengantar Permohonan Data dan Wawancara ke Pengadilan Agama Bogor.
3. Surat Pengantar Permohonan Data dan Wawancara ke Kantor Urusan agama (KUA) Kecamatan Kemang.
4. Surat Pengantar Permohonan Data dan Wawancara ke Desa Kemang 5. Hasil Wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Bogor.
6. Hasil Wawancara dengan BP4 KUA Kemang.
7. Hasil Wawancara dengan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Desa Kemang. 8. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dan Wawancara dari Pengadilan
Agama Bogor.
9. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dan Wawancara dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Kemang.
10. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dan Wawancara dari kepala Desa Kemang.
11. Surat Pernyataan Bahwa Responden yang bersangkutan telah diwawancarai 12. Sampel Quisioner yang disebar pada masyarakat Desa Kemang yang digunakan
sebagai instrumen penelitian kualitatif
(17)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Islam, setiap akan memulai perkawinan dianjurkan untuk diadakan pinangan terlebih dahulu. Peminangan ini bertujuan, salah satunya, untuk mengetahui apakah calon suami dan calon istri mempunyai tingkatan keseimbangan atau kafa’ah
dalam bahasa Arab. Tinjauan kafaah ini selalu dilakukan agar perkawinan dapat
dilakukan secara baik dan dapat lestari. Kebiasaan yang terjadi dalam menilai kafaah ini
dalam praktek di masyarakat indonesia sangat relatif, karena dasar dan pedoman peninjauan bukan berdasarkan Hukum Islam. Namun pada prakteknya, dasar pedomannya adalah pertimbangan Hukum adat kebiasaan masyarakat setempat.
Sejak jaman dahulu hingga sekarang perkawinan merupakan kebutuhan manusia. Oleh karena itu perkawinan, merupakan masalah yang selalu hangat dibicarakan di kalangan masyarakat. Perkawinan juga mempunyai pengaruh yang sangat besar dan luas, baik dalam hubungan kekeluargaan pada khususnya maupun dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya. Adapun hikmah dari perkawinan adalah menghalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diizinkan syara’ dan menjaga kehormatan
diri dari terjatuh pada kerusakan seksual.1
Perkawinan yang dalam istilah Agama Islam disebut “Nikah” ialah: melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang pria dan wanita untuk
1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 48
(18)
menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar suka rela dan keridhoan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara yang di ridhoi oleh Allah.2
Sedangkan arti perkawinan itu sendiri menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah “ ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa”3
Dafinisi di atas terlihat sangat menghargai dimensi keagamaan untuk misi perkawinan. Namun dengan berkembangnya zaman sekarang ini, nampaknya masih banyak dari kalangan masyarakat kita yang terus mementingkan pada penilaian materi saja dalam menempuh perkawinan. Mereka lupa bahwa ada aspek lain yang tidak dapat dihargai dengan nilai materi. Karena pada umumnya mereka memandang pada aspek yang nyata saja dalam kehidupan ini, maka akhirnya mereka lupa apa makna dan tujuan perkawinan itu.
Ada beberapa motivasi yang mendorong seseorang laki-laki memilih seorang perempuan untuk pasangan hidupnya dalam perkawinan. Demikian pula dorongan seorang perempuan waktu memilih laki-laki menjadi pasangan hidupnya. Hal yang pokok di antaranya adalah: karena penampilan fisik wanita/ pria, kekayaan, keturunan, agama
2
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, cet.II (yogyakarta: Liberty 1986), h.8
3
(19)
dan kesuburan keduanya dalam mengharapkan keturunan, kebangsawanan dan karena keberagaman.4
Pada zaman ini banyak dari kalangan masyarakat yang melupakan aspek rohaniah dalam melakukan perkawinan. Mereka tidak lagi memandang aspek agama dan akhlak sebagai modal utama dalam membina kehidupan rumah tangga. Bahkan di antara mereka ada yang beranggapan bahwa kebahagiaan berumah tangga hanya dapat dicapai apabila kedua belah pihak mempunyai status yang sama walaupun beda dalam hal keyakinan.
Untuk melestarikan kehidupan berumah tangga, ada aspek yang sangat menentukan dan perlu diperhatikan serta dipahami, yaitu aspek yang di dalam ilmu fiqih disebut dengan kafaah. Kafaah sendiri mempunyai arti kesamaan, serasi, seimbang.
Sedangkan arti luas yaitu keserasian antara calon suami dan istri, baik dalam agama, ahlak kedudukan, keturunan, pendidikan dan lain-lain.
Dalam sebuah hadist diterangkan :
……
!"
#
$
%
…
Artinya : (Bangsa Arab)’Arab, sebahagiannya sekufu bagi sebagian Orang Arab lainnya dan Mawalli sekufu bagi mawalli lainnya (Riwayatkan oleh hakim) 5
Berdasarkan hadist tersebut suami istri yang sederajat, sepadan atau sebanding dalam perkawinan yaitu laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama kedudukannya, sebanding dengan tingkatan status sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan. Tidaklah diragukan makna kesebandingan kedudukan antara laki-laki dan perempuan menjaga keutuhan perkawinan
4
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h.48 5
(20)
Kafaah bisa menjadi faktor kebahagiaan hidup suami istri dan lebih menjamin
keselamatan perempuan dari kegagalan atau kegoncangan rumah tangga.6
Mengetahui calon sangat penting dan bisa dijadikan pertimbangan sebelum melangsungkan pernikahan. Calon suami istri bisa melihat apakah ada kesekufuan atau tidak di antara mereka, baik sekufu dari segi agama, akhlak, keturunan, kedudukan, pendidikan dan lain-lain.
Memang Islam tidak mengenal perbedaan antara manusia dengan manusia lainnya, asalkan mereka Islam dan bertaqwa. Ketentuan itu sudah menjadi ukuran kafaah
dalam perkawinan, dengan alasan bahwa setiap muslim itu bersaudara.
Untuk dapat terbina dan terciptanya suatu rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rohmah, Islam menganjurkan akan adanya kafaah atau keseimbangan antara calon
suami istri. Tetapi ini bukan sesuatu hal yang mutlaq, melainkan suatu hal yang perlu diperhatikan guna terciptanya tujuan pernikahan yang bahagia dan abadi. Karena pada prinsipnya Islam memandang sama kedudukan ummat manusia dengan manusia yang lainnya.
Para imam mazhab di antaranya, Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad dan Imam Hanafi, mereka banyak berbeda pandangan untuk menentukan ukuran kafaah
dalam perkawinan. Terdapat perbedaan di antara para Imam Mazhab pada waktu menentukan apa saja yang menjadi ukuran standar kesamaan antara calon suami dan istri.
Oleh karena itu, menjadi hal yang menarik untuk penulis teliti faktor-faktor apa yang termasuk kategori kafaah menurut masyarakat Desa Kemang dan apakah kafaah dalam perkawinan dapat membentuk keluarga sakinah. Penulis tertarik untuk mengkaji fenomena tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul :
6
(21)
“KAFAAH DALAM PERKAWINAN SEBAGAI PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH (Studi Kasus di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor) ”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya pembahasan mengenai kafaah dalam pernikahan, maka pada pembahasan skripsi ini penulis membatasi hanya menyangkut penerapan prinsip
kafaah dalam perkawinan di Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten
Bogor.
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan diteliti dan diuraikan dalam skripsi ini adalah :
1). Bagaimana peranan kafaah dalam membentuk keluarga yang sakinah ?
2). Bagaimana pemahaman masyarakat Desa Kemang Kecamatan Kemang tentang konsep kafaah dalam pernikahan ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini yaitu : 1) Untuk mengetahui peranan kafaah dalam pembentukan keluarga sakinah
(22)
2) Untuk mengetahui pemahaman masyarakat Desa Kemang tentang kafaah dalam
perkawinan 2. Kegunaan Penelitian
1) Pengembangan dan pengaktualisasian konsep kafaah dalam konteks hukum
perkawinan.
2) Sumbangsih kepada masyarakat dalam memberikan pemahaman tentang pentingnya mencari pasangan yang sekufu dalam perkawinan.
3) Memberikan gambaran terhadap praktek nikah secara kafaah dalam tarap
pelaksanaannya di masyarakat.
4) Kegunaan akademik, untuk memenuhi satu syarat guna memperoleh gelar S1 dalam bidang hukum Islam.
D. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empirik. Studi diawali dengan menelaah bahan pustaka. Hasil telaah pustaka dijadikan sebagai kerangka konsep dan landasan teori dalam operasi penelitian ini. Studi kemudian menjadikan masyarakat sebagai objek penelitian.
Untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan masalah yang diangkat, maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Bogdan dan Taylor seperti dikutip Moleong, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang dan prilaku yang diamati. 7
7
Lexy J, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. XVII (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h.3
(23)
Di samping itu, penulis juga menggunakan data kuantitatif, untuk membuktikan serta memperkuat hasil penelitian kualitatif. Data kuantitatif ini penulis memperoleh dari hasil angket yang penulis sebarkan di Desa Kemang Kecamatan Kemang Bogor. Dalam penelitian, penulis lebih mendahulukan pendekatan kualitatif.
2. Sumber Data
Data penelitian ini dua jenis data, yaitu : a. Data Primer
Data penelitian ini terutama diperoleh dari hasil wawancara dan survei yang dilakukan oleh penulis terhadap masyarakat Desa Kemang Kecamatan Kemang Bogor
b. Data Skunder
Data sekunder yang dalam hal ini bersifat pelengkap diperoleh dari kantor Desa Kemang, Pengadilan Agama Bogor, Kantor Urusan Agama Kemang, buku, majalah, dan koran yang membahas tentang kafa’ah dalam perkawinan.
3. Populasi dan Sempel
Populasi studi ini adalah masyarakat Desa Kemang Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor yang telah menikah, penulis memilih responden yang sudah menikah karena responden yang sudah menikah lebih memiliki pengalaman tentang kehidupan berumah tangga dan berusia minimal tujuh belas sampai dengan tujuh puluh tahun sesuai dengan daftar nama yang diperoleh dari kantor Desa Kemang terdaftar sebanyak 9.496 jiwa. Penulis mengalami kendala dalam pencarian daftar orang, dikarenakan data yang diperoleh sudah banyak berubah disebabkan data Desa Kemang belum diperbaharui yang ada data tahun 2007, penulis juga menemukan tidak sedikit
(24)
responden yang tidak mengerti atau tidak peduli akan sampel yang disebarkan. Namun pada akhirnya penulis dapat memperoleh 100 responden yang dapat ditemui dengan cara exidentil.
Untuk sampel wawancara, penulis menggunakan pertimbangan yang matang guna mendapatkan data yang akurat dan tepat. Sampel ini ditujukan kepada beberapa pihak yang terkait diantaranya :
1. Dua orang tokoh Agama di Desa Kemang Kecamatan Kemang Bogor yaitu H. Hanafi dan H. Dani Raharja
2. Satu orang tokoh masyarakat Desa Kemang yaitu : H. Soma Harja 3. BP4 Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kemang yaitu :
H. Istikhori. SAg
4. Dua orang hakim Pengadilan Agama (PA) Bogor yaitu : Dra Budi Purwantini MH dan Dra Istianah MH
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik berupa wawancara dan survei.
5. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu suatu teknik analisis data dimana penulis menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian.
(25)
Sedangkan dalam penyusunan secara teknik penulisan semuanya berpedoman pada prinsip-prinsip yang telah diatur dan dibukukan dalam Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
E. Review Studi Terdahulu
Dari beberapa literatur skripsi yang berada di perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan perpustakaan utama, penulis menemukan sejumlah skripsi yang membahas masalah kafaah. Karena tema-tema skripsi itu terlalu luas, penulis hanya
akan mereview skripsi yang secara khusus terkait dengan bahasan skripsi penulis Daftar skripsi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Umar, Eksistensi Kafaah Merupakan Upaya Menjaga Kemuliaan Dzat Ahlul Bait.
Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Ahwal Al-Syakshiyyah (SAS). Fakultas Syariah dan Hukum 2004
Skripsi ini membahas tentang kemuliaan Ahlul bait, dari segi pernikahan terhadap wanita-wanita keturunan mulia-Syarifah yang akan dinikahi oleh seorang laki-laki yang bukan dari keturunan Syarif. Dari beberapa pendapat imam mazhab. Hasilnya adalah keturunan mulia Syarifah harus menjaga keturunan Nabi Saw karena silsilah ini merupakan anugrah ilahi yang tidak semua orang dapat memilikinya.
2. Ilyas, Studi Kritis Tentang Konsep Kafaah Dalam Perspektif Liberalisme Hukum
Islam, Perbandingan Mazhab Hukum (PMH).Fakultas Syariah dan Hukum 2006 Skripsi ini membahas persepsi mahasiswa JABODETABEK tentang kesamaan agama dalam perkawinan. Hasilnya adalah mahasiswa masih sangat
(26)
konservatif dalam menyikapi perbedaan agama dalam perkawinan untuk memilih pasangan
3. Aulia, Ulfah Asep. Kafaah Dalam Perkawinan Menurut Masyarakat Desa Sirna
Rasa Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Bogor. Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Ahwal Al-Syakshiyyah (SAS). Fakultas Syariah dan Hukum 2007
Skripsi ini membahas tradisi masyarakat Desa Sirna Rasa Kecamatan Tanjung Sari Kabupaten Bogor, dalam hal perkawinan yang memiliki kesamaan dengan konsep
kafaah.
Dari beberapa judul skripsi di atas, sudah jelas berbeda pembahasannya dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis. Penulis akan mencoba membahas perkawinan dengan fokus kafaah dalam masyarakat Kemang Bogor dan bagaimana masyarakat
kemang mengetahui konsep kafaah, serta sejauh mana peranan kafaah dalam membentuk
keluarga yang sakinah. Dalam skripsi ini penulis akan mencoba melihat dari aspek sosiologi hukum, yang terdapat dalam masyarakat.
F. Sistematika Penulisan
Agar penulis menjadi lebih sistematis, maka tata uraian terbagi menjadi lima bab dengan susunan sebagi berikut :
(27)
Bab I Pendahuluan yang didalamnya berisi latar Belakang Masalah, Pembatasan dan
Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian, Review Studi Terdahulu, Sistematika Penulisan.
Bab II Menguraikan tentang Tujuan teoritis. Bab ini memuat: Pengertian kafaah,
Dasar Hukum Kafaah dalam Perkawinan, dan Pendapat Para Imam Mazhab
Tentang Konsep Kafaah.
Bab III Memaparkan gambaran umum lokasi penelitian. Bab ini meliputi: Kondisi
Umum Desa Kemang, serta kondisi sosiologis dan kependudukan.
Bab IV Bab ini berisi tentang: analisis hasil penelitian. Bab ini memuat: Profil
responden, Sejarah Perkawinan, Pemahaman masyarakat Desa Kemang tentang kafaah, Signifikasi kafa’ah dalam pernikahan, Praktek kafaah dan
Suasana keharmonisan dalam rumah tangga responden.
BabV Adalah bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran. Dalam bab ini,
penulis membuat kesimpulan atas masalah yang telah dibahas dan mengemukakan saran-saran sebagai solusi dari permasalahan-permasalahan tersebut.
(28)
BAB II
KONSEP KAFAAH MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Kafaah
Dari segi etimologi (bahasa) kafaah berasal dari bahasa Arab yaitu :
$&
-' $&
atau( $&
-
" $&
-
" $&
artinya: sama, semacam, sepadan. Jadi kafaahatau sekufu itu artinya sepadan, sejodoh, seimbang sederajat.8 Dalam kamus Al-munawwir kata kafaah disebutkan
)
"*)
artinya: yang sama.9
Disebutkan juga dalam Kamus Kontemporer Arab- Indonesia karangan Ahmad Zuhdi Muhdor
' $ #
# " $
artinya: sama, persamaan dan kesepadanan.10Kafaah yang berasal dari bahasa Arab dari kata
& )
"&*)
berarti sama atau setara, kata ini kata yang terpakai dalam bahasa Arab dan terdapat dalam Al-Qur’an dalam arti “sama”. Contoh dalam Al-Qur’an surat al-khlash Ayat 4:+ , -" $ . )ی $
yang berarti “tidak satupun yang sama dengan-Nya”
Kata kufu atau kafaah dalam perkawinan mengandung arti bahwa perempuan
harus sama atau setara dengan laki-laki. Sifat kafaah mengandung arti sifat yang terdapat
pada perempuan yang dalam perkawinan sifat tersebut harus ada pada laki-laki yang mengawininya.11
8
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, Yayasan Penyelenggara Penterjemah Penafsiran Al-Qur’an ), h.378-379
9 Al-Munawwir, Kamus Arab indonesia (Jakarta, Pustaka Progresif, 2002) h. 1221
10
Ahmad Zuhdi Muhdor, Kamus Kontemporer Arab- Indonesia, Cet II ( Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum, 1996 ), h.1511
11
(29)
Kafaah dalam terminologi hukum Islam ialah mensyaratkan agar seorang suami
muslim mesti sederajat, sepadan atau lebih unggul dibandingkan dengan istrinya, meskipun seorang perempuan boleh memilih pasangannya dalam perkawinan. Ini bertujuan agar ia tidak kawin dengan laki-laki yang derajatnya berada dibawahnya.12
Hasbullah Bakry menjelaskan bahwa pengertian kafaah ialah kesepadanan di
antara calon suami dengan calon istrinya setidak-tidaknya dalam tiga perkara yaitu: 1. Agama (sama-sama Islam),
2. Harta (sama-sama berharta)
3. Kedudukan dalam masyarakat (sama-sama merdeka)13
Pengertian kafaah menurut istilah juga dikemukakan oleh M. Ali Hasan yang
mengartikan kafaah sebagai kesetaraan yang perlu dimiliki oleh calon sumi dan istri, agar
dihasilkan keserasian hubungan suami istri secara mantap dalam menghindari celaan di dalam masalah-masalah tertentu.14 Di saat laki-laki hendak dipinang seorang gadis, maka keluarganya pertama kali harus menyelidiki status sosial dan hartanya15
Kafaah atau kufu berarti sederajat, sepadan atau sebanding. Yang dimaksud
kufu dalam pernikahan adalah laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkatan sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan. Jadi, tekanan dalam hal kafaah adalah keseimbangan, keharmonisan dan keserasian,
terutama dalam hal agama, yaitu akhlak dan ibadah.16
12
Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir Perempuan Islam, (Bandung: Nuansa, 2007), h 83
13
Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta, UI PRESS, 1998), h. 159
14
M. Ali hasan , Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam.( Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 33
15
Zaid Husein Ahmad, Terjemah Fiqhul Mar’atil Muslimah, (Jakarta, T.tp, 1995), h. 267
16
(30)
Kafaah (persamaan atau derajat) itu adalah hak perempuan dan walinya. Wali
tidak bisa memaksa mengawinkan perempuan dengan orang yang tidak sekufu kecuali yang bersangkutan ridha, demikian pula para walinya. Maka si perempuan tidak boleh dikawinkan kecuali atas persetujuan dengan para wali. Apabila perempuan dan walinya sudah ridha maka perkawinannya boleh dilaksanakan. Sebab, persetuju akan menghilangkan halangan untuk kawin.17
Penentuan kafaah itu merupakan hak perempuan yang akan kawin sehingga bila
dia akan dikawinkan oleh walinya dengan orang yang tidak se-kufu dengannya, dia dapat
menolak atau tidak memberikan izin kepada walinya.18
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) hanya sekilas menyebutkan tentang
kafaah dalam bab 10 tentang pencegahan perkawinan yaitu pasal pasal 61: Tidak se-kufu
tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan kecuali tidak se-kufu karena
perbedaan Agama atau ikhtilaful al-dien. 19
Oleh karena itu, hendaklah pihak-pihak yang mempunyai hak se-kufu itu menyatakan pendapatnya tentang calon mempelai keduanya. Sebaiknya persetujuan tentang sekufu itu oleh pihak-pihak yang terkait berhak dicatat, sehingga dapat dijadikan alat bukti, seandainya ada para pihak yang akan yang menggugat nanti.20
Kriteria kafaah masih menjadi bahan perbincangan di kalangan ahli hukum
Islam. Namun demikian ada beberapa aspek kafaah yang dianggap mendasar dalam
perkawinan diantaranya :
17Ibid
., h. 24-25, 18
Abd Rahman Ghazaliy, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2003), h. 140
19
Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 1992) 20
(31)
1. Keturunan (Nasab)
Dalam menentapkan nasab sebagai kriteria kafaah ulama berbeda
pendapat. Jumhur ulama menempatkan nasab sebagai kriteria dalam kafaah.
Dalam pandangan ini orang non Arab tidak setara dengan orang Arab. Ketinggian nasab orang Arab itu menurut mereka karena Nabi sendiri adalah orang Arab. Bahkan di antara sesama orang Arab, kabilah Quraisy lebih utama dibandingkan dengan non Quraisy. Alasannya karena Nabi sendiri orang Quraisy.” 21
Pada masa Nabi masih hidup banyak terjadi perkawinan antar bangsa dan Nabi tidak mempersoalkannya. Di antaranya adalah hadist yang di riwayatkan oleh imam nasa’i bunyinya :
0112
-3)45 6 7 8 94 : ; < =ﺱ . =?
@A
B"ﺱ
ﻡ,
:ﻡ ﺱ,
ﻡ D
)4< E"ﻡ +یF
+ ,
Artinya :Nabi Muhammad SAW. menyuruh Fatimah binti Qais untuk kawin dengan Usamah bin Zaid, hamba sahaya Nabi, maka Usamah mengawini perempuan itu dengan suruhan Nabi tersebut (Riwayatkan oleh Ahmad).22
Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya berpendapat bahwa wanita Quraisy tidak boleh kawin kecuali dengan laki- laki Quraisy, dan perempuan Arab tidak boleh kawin kecuali dengan lelaki Arab.23
2. Merdeka
21
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam, h. 143
22
Imam Nasa’I, Al-Sunan Al-Kubro li Al-Nasa’i, Al-Maktabah Al-Syamilah, (http://. al-islam.com) juz III, h. 266
23
(32)
Dalam hukum Islam, status budak hanya didapat melalui kelahiran atau tawanan, yaitu apabila seorang non-Muslim yang tidak dilindungi oleh suatu perjanjian atau akte jaminan yang jatuh ke tangan muslim akan dijadikan budak. Sejak semula, perbudakan merupakan hukuman bagi orang yang tidak beriman dan bagi yang tidak mau mengakui otoritas sang pemberi hukum. Perbudakan akan membuat dirinya cacat dalam hal kapasitas hukum, setelah merdeka pun statusnya tetap berbeda dengan perempuan yang merdeka sejak lahir.24
Perbudakan menjadikan perbedaan antara orang yang merdeka dengan seorang budak. Berkenaan dengan perkawinan, tidak sama perempuan yang merdeka dengan laki-laki yang dimerdekakan. Syarat kesederajatan dalam kemerdekaan amat penting bagi kaum muslim.25
Laki-laki yang merdeka sejak dari bapaknya tidak sekufu dengan perempuan yang merdeka sejak dari kakeknya, tetapi lelaki yang merdeka sejak sepertiga generasi adalah sekufu dengan perempuan yang merdeka sejak dari kakeknya, jika bisa membuktikan dan menyebutkan nama bapaknya sekaligus nama kakeknya.26 Begitu juga perempuan yang merdeka sejak dari bapaknya dan perempuan yang dimerdekakan tidak se-kufu dengan pria yang merdeka sejak dari sepertiga generasi.27
3. Beragama Islam
24
Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir, h. 87
25Ibid ., h. 88 26
Farhat J. Ziadeh, “Equality (Kafaah) in the Muslim law of Mariage” American Jurnal of Comparative Law, (1957): h. 511
20
(33)
Waktu keislaman leluhur atau penganutnya menjadi aspek yang dibincangkan dalam kafaah. Orang yang baru memeluk Islam tidak sederajat
dengan seorang perempuan yang mempunyai dua-tiga generasi ke atas sudah memeluk Islam. Ini hanya relevan bagi tempat yang Islam sudah ada dalam waktu yang cukup lama. Jika keberadaan Islam datangnya belakang, maka tidak menjadi aib.28
Menurut Farhat J. Ziadeh yang mengutip Saybani mengatakan, orang yang sholeh tidak usah lagi diragukan keimanannya kecuali kalau menemukan ketidak sesuaian dengan keimanannya.29
Maka dapat disimpulkan bahwa seorang laki-laki yang beragama Islam dengan seorang perempuan non muslimah, maka dapat dikategorikan tidak sekufu, yaitu tidak sepadan. Allah menerangkan di dalam Al-Qur’an :
!"
# %&
'()#*+
,(-.
# /#
' 01
2
"
3#
4(
/#
0
056 7)8
9 % :
GGGGG
' HI
J
:ی
KKL
Artinya :Janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu….. (Al-Baqarah : 221)
4. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, khususnya untuk laki-laki. Karena dari sinilah dapat diketahui kesanggupan seorang lelaki untuk membelanjai istrinya. Seorang perempuan yang pekerjaannya terhormat, ia tidak kufu dengan laki-laki yang pekerjaannya kasar. Akan tetapi, kalau pekerjaan itu hampir bersamaan tingkat antara satu dengan
28
Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir, h. 86-87
29
(34)
yang lain, ini tidaklah dianggap ada perbedaan. Untuk mengetahui pekerjaan yang terhormat atau kasar, ini dapat diukur dengan kebiasaan setempat. Adakalanya pekerjaan terhormat di satu tempat kemungkinan dipandang tidak terhormat di tempat lain, mereka menganggap ukuran kufu’ menurut pekerjaan adalah berdasarkan hadist di bawah ini 30
L
-B"ﺱ B 8
4?
Mﺽ
?
?
GGGGGGGGGGG
"
!
#
-ﻡ O
-)P *E
Artinya : Dari ibnu Umar ra, berkata : Mawalli sekufu bagi mawalli lainnya kecuali tukang bekam. (Riwayatkan oleh hakim) 31
5. Kekayaan
Dalam kehidupan di masyarakat manusia tidak bisa lepas dari kebutuhan kesehariannya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka akan terlihat perbedaan dalam segi harta untuk mencukupi kebutuhannya. Sehingga semakin besar kebutuhan seseorang dapat menunjukkan kekayaannya
Kekayaan menjadi ukuran kafaah menurut Ulama Syafi’iyah karena
suami yang fakir tidak sama nafkahnya dengan orang kaya. Pendapat ini dikuatkan oleh ulama Hanafiah yang mengatakan tentang kekayaan Sebagai ukuran kafaah, maka yang dianggap sekufu ialah seorang laki-laki yang dianggap
sanggup membayar mas kawin dan uang belanja, apabila tidak sanggup membayar mas kawin dan nafkah atau salah satunya maka tidak dianggap sekufu.32
30
Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah jilid 2, (Beirut, Dar El Fikri, 1983), h. 131
31
Assaidil Imam Muhammad Bin Ismail Al-Kahlani, Subulussalam juz 3, (Bandung: Dahlan, 1183), h. 128
32
(35)
Hal ini sebagaimana riwayat Imam At-Tirmidzi bahwa Rasulullah bersabda :
LQKR1
-ﺱ *6 ' " -ﺱ ?
B 8 *=ﺱ . =?
=A
B"
S
B
T
U"HVW X )
UY ﻡ V
Artinya :Dari samarah bahwa Rasulullah SAW “berkata kebangsawanan adalah pada kekayaan dan kemuliaan pada takwa (Riwayatkan oleh Tirmizi)”.33
Seorang laki-laki dianggap mampu memberikan nafkah dengan melihat kekayaan ayahnya. Sehingga harta merupakan ukuran kufu’ dikarenakan kalau perempuan yang kaya bila berada di tangan suami yang melarat akan mengalami bahaya. Sebab suami menjadi susah dalam memenuhi nafkahnya dan jaminan anak-anaknya.34
6. Tidak Cacat
Dengan cacatnya suami, istri dapat menuntut fasakh karena dianggap tidak sekufu. Meskipun cacatnya tidak menyebabkan fasakh, tetapi hal itu akan
membuat orang tidak senang mendekatinya, seperti buta, terpotong atau rusak anggota tubuhnya. Ulama Hanafiah dan Hanabilah berpendapat cacat fisik tidak dapat dijadikan sebagai ukuran kafaah dalam perkawinan 35
Ibnu Qadamah sebagaimana di kutip oleh Hamdani berpendapat, syarat tidak cacat itu bukan faktor kafaah, karena tidak ada pendapat yang menyatakan
bahwa perkawinan akan batal dengan tidak adanya kafaah, tetapi siperempuan
serta walinya berhak meminta khiyar (pilihan) untuk meneruskan atau membatalkan perkawinan, karena kerugian akan diterima pihak perempuan,
33
Imam At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Al-Maktabah Al-Syamilah (http://www. al-islam.com) juz, II, h. 73
34Ibid , h. 48 35
(36)
sehingga wali boleh mencegah apabila seorang perempuan kawin dengan laki-laki yang berpenyakit kusta, supak atau gila.36
Perempuan mempunyai hak untuk menerima atau menolaknya, karena resiko tentu akan dirasakan oleh pihak perempuan. Adapun bagi wali perempuan boleh mencegah untuk kawin denga laki-laki gila, tangannya buntung atau kehilangan jari-jari.37
B. Landasan Hukum dan Ukuran Kafaah 1. Landasan hukum
Konsep kafaah merupakan perwujudan dari kehidupan sosial dalam
berinteraksi di masyarakat, ketika akan memilih pasangan untuk dinikahi. Pada dasarnya kafaah sudah diterapkan di masyarakat namun dalam kafaah tidak diatur
secara jelas mengenai batasan dan ukuran ke-sekufuan seseorang. Namun demikian, kafaah tetap menjadi bahan pertimbangan, sebab perkawinan
merupakan penggabungan dua keluarga.38
Sebelum melangsungkan perkawinan seseorang perlu mempertimbangkan : a. Adanya kesamaan status sosial, sehingga pada ahirnya perbedaan dalam
jenjang sosial dapat dijadikan aturan hukum.
Tetapi Farhat J Ziadeh, berpendapat bahwa kafaah tidak cukup kuat untuk
dijadikan aturan hukum.
36 Ibid
37
Muhammad Thalib, h. 49 38
(37)
b. Sumber-sumber kafaah berasal dari Imam-imam mazhab, yang memunculkan
kafaah dari kemapanan seseorang dalam masyarakat. Para imam mazhab
berpendapat bahwa kemapanan diukur dari status sosial.39
Tidak ada dalil yang secara jelas menyatakan bahwa kafaah menjadi syarat
yang wajib dalam perkawinan. Imam mazhab yang empat (Hanafi, Syafi’i, Hambali, dan Malik) mempunyai kesamaan pendapat bahwa kafaah tidaklah wajib. Namun dalam penyampaian kafaah terdapat perbedaan dalam menjelaskan
secara rinci. Rasul bersabda :
LQ0Z
-B 8 ' ی [ M
?
S
=ﺱ . =?
=A
B"ﺱ B 8
S
ﻡ
5 \
6"ﺽ 5
.4ی]
< .H=^
] < _ E < `:4V< )5 "= 5 *E " )ﻥ
GGG
.Oﻡ
Artinya : Dari Abu Hurairah, beliau berkata : Rasulullah SAW bersabda “Apabila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan ahlaknya, maka nikahkan dia kalau tidak kamu lakukan maka nanti akan menimbulkan fitnah dan kerusakan didunia…”. (Riwayatkan oleh Ibnu Majah ).40Dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim :
RZZL
-B 8 =ﺱ . =?
=A I4
? .4?
MA ' ی [ M
?
S
3)45
b c ',
S
O # I
#
d +ی 9 5 یW] e Y f< # 4ی+ #
= ﻡ g hI
Artinya : Dari Abu Hurairah R.A berkata Rasul SAW “perempuan itu dinikahi karena empat perkara : karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Jatuhkanlah pilihanmu karena agamanya, maka kamu akan mendapatkan keberuntungan. (HR Al Bukhari dan Muslim)41
39 Ibid 40
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Al-Maktabah Al-Syamilah (http://www. al-islam.com) juz, VI, h. 105
41
(38)
2. Ukuran Kafaah
Ulama berpendapat ukuran kafaah yaitu sikap hidup yang lurus dan sopan
bukan dari segi keturunan, pekerjaan, kekayaan, dan lain sebagainya. Jadi bagi laki-laki yang soleh, walaupun bukan keturunan yang terpandang, maka ia boleh menikahi wanita manapun. Seorang laki-laki pekerja rendah, boleh kawin dengan wanita kaya, asalkan pihak perempuan rela.42
Kafaah dipertimbangkan hanya pada pelaksanaan perkawinan dan ketidak
sederajatan yang terjadi kemudian tidak dapat mempengaruhi kualitas perkawinan yang sudah terjadi. Maka jika seorang pria kawin dengan seorang wanita dan kedua pasangan tersebut se-kufu namun ternyata pria tersebut seorang pezina, ini tidak bisa menjadi alasan bagi bubarnya perkawinan.43
Anshori Umar dalam bukunya Fiqih Wanita mengatakan iTak ada perbedaan pendapat dalam mazhab Maliki, bahwa perawan yang dipaksa
ayahnya untuk kawin dengan laki-laki peminum khamar, atau orang fasik, maka
ia berhak menolak. Hakim perlu meninjau perkawinan itu, lalu menceraikan
kedua suami istri tersebut.i44
Alasan dari mazhab ini adalah terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Hujuraat ayat 13 :
;<
=
..
>6
-. =?@
2
"
3#
1
A
B<C:
056
-.D@
E
F
B> %E6G
HJK
)4 L
M ED N
E)7
.
G
e O
J
:ی
L1
42
Muhammad Thalib,h. 38 43
Mona Siddiqui, Menyingkap Tabir Perempuan Islam, h. 84
44
(39)
Artinya :...Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal ... (Al-Hujuraat : 13)
Ayat tersebut mengakui bahwa manusia adalah sama dan tidak seorangpun yang paling mulia dari pada-Nya selain dengan taqwa kepada Allah SWT. Dengan menunaikan kewajiban kepada Allah dan kewajibannya kepada sesama manusia45
Pemikiran di atas diperkuat oleh hadist Rasullullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibn Laal :
c @ <E jk 6 4ﺱ D l W4
g"H*V *E + , =? +
BE
'
Artinya :“Manusia itu adalah seperti gigi-gigi sisir, tidak ada keutamaan atas satu dengan yang lainnya kecuali karena ketakwaan ” (HR. Ibn Laal)46
Hadist ini menyatakan manusia itu diibaratkan gigi sikat yang sebaris dan sama panjang, tidak ada perbedaan antara satu suku bangsa dengan suku lain, letak geografis dan tradisi. Akan tetapi faktor yang membedakan antara manusia adalah ketaqwaan. 47
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prinsip dalam ukuran kafaah itu adalah dilihat dari keteguhan agama dan ahlak yang luhur,
bukan dilihat dari segi kedudukan, harta, keturunan, atau lainnya karena dalam syariat Islam pada dasarnya semua manusia adalah sama.
45
Muhammad Thalib, h 38 46
Subulussalam, Bab kafaah dan khiyar dalam pernikahan, (http:// www. al-islam.com), juz III, h. 494
47
(40)
Para Imam Mazhab telah berbeda pendapat dalam menetapkan aspek apa saja yang menjadi ukuran kafaah, adapun yang menjadi persaman dan perbedaan
di kalangan Imam Mazhab tentang kafaah sebagai berikut : a. Aspek kafaah yang telah disepakati para ulama yaitu :
1). Agama, Para Imam Mazhab mensyaratkan agama sebagai unsur yang mesti ada.
2). Kemerdekaan, Merupakan unsur yang mesti ada dan ini tidak diperselisihkan lagi.
b. Sedangkan dari segi unsur kafaah yang masih diperselisihkan yaitu :
1). Nasab, Terdapat perbedaan dalam menentukan perlu tidaknya faktor nasab
2). Pekerjaan, Faktor penunjang dalam keseharian, masih diperselisihkan perlu tidaknya
3). Harta, Harta merupakan cerminan dari kemapanan ekonomi sebuah keluarga.
C. Tujuan dan Pentingnya Kafaah dalam Perkawinan 1. Tujuan kafaah
48
Abd Rahman Ghazaliy, Fiqih Munakahat. h. 97 49
(41)
!"
2. Pentingnya kafaah
Kiki Sakinatul Fuad dalam tesis berjudul “Posisi Perempuan Keturunan
Arab Dalam Budaya Perjodohan”, yang mengutip dari Zainal Abidin Al-Alawy
berpandangan bahwa kafaah ini perlu mendapat perhatian dalam pernikahan
sebagaimana para ulama mengatakan untuk menolak datangnya aib juga untuk meneliti sesuatu yang lima yakni Agama, peribadi, ketelitian, harta, dan akalnya.51
Farhat J. Ziadeh dalam artikelnya Equality in The Muslim Law Of Mariage,
menyatakan konsep kafaah bertujuan melindungi wanita dari pernikahan yang
singkat dan menjaga wanita dari rasa malu karena perbedaan. Kafaah akan
meredam gejala perceraian dan mewujudkan kebahagiaan rumah tangga.
Kafaah dianjurkan oleh Islam dalam memilih calon suami-istri, tetapi tidak
menentukan sah atau tidaknya dalam pernikahan. Karena jika perkawinan tidak seimbang antara suami dan istri akan menimbulkan problem berkelanjutan dan besar kemungkinan menyebabkan terjadinya perceraian.. 52
D. Kafaah Dalam Perspektif Imam Mazhab
50
Hasyim Assegaf, Derita Putri-Putri Nabi Studi Historis Kafaah Syarifah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), h. 27
51
Kiki Sakinatul Fuad, “Posisi Perempuan Keturunan Arab Dalam Budaya Perjodohan”, (Tesis, S 2 Universitas Indonesia, Depok, 2005), h.44
52
(42)
#
$% & & ' '
' #
( ( ) ( *
( )
' ( * '
' *
( !+
,% - ( *
( #
*
+% .
)
/
* !
% )
53
Hasyim Assegaf, h. 46 54Ibid,
(43)
!% '
' ) * *
0 * 1 ' *!!
#
$% &
-( (
2 0 ) * 1 0
3 * '
,% ' / 4
/ * *
4 0
*
55Ibid, h. 49
(44)
+% 3
% * /
*
*
2 * !5#
$% / * *
,% /
*
+% 3 / *
*
%
*
!% & / ' * '
56 Ibid . h. 53
(45)
Mazhab Maliki tidak mengakui kafaah dalam nasab kemerdekaan dan harta,
karena masalah kafaah dalam perkawinan hanya berhubungan dengan dua hal yang
menjadi hak bagi perempuan bukan walinya yaitu : 1) Keagamaan : yakni muslim bukan fasik
2) Bebas dari aib : yang dapat membahayakan pihak perempuan.
Untuk lebih mudah memahami pandangan tentang definisi dan unsur kafaah
berdasarkan mazhab secara singkat dapat dilihat dalam tabel57 2.1
Tabel 2.1
Ringkasan Defenisi dan Unsur Kafaah Perspektif Imam Mazhab
MAZHAB DEFINISI KRITERIA
Imam Hanafi
Kesamaan, kesepadanan dan kecocokan antara laki-laki dan perempuan
Keturunan, Islam, Merdeka, Kesalehan, Perkerjaan
Imam Syafi’i
Kesamaan dan kesepadanan dalam perkawinan yang menjadi aib apabila tidak menjalankan
Nasab Agama Kemerdekaan Pekerjaan
Imam Hambali Kesepadanan antara laki-laki dan perempuan dalam lima hal
Keagamaan, pekerjaan, harta, kemerdekaan, dan nasab
Imam Malik
Kesepadanan dan kesamaan yang menjadi hak perempuan bukan walinya
Keagamaan,
Tidak Memiliki aib yang Membahayakan
Bagi pihak perempuan. Data bersumber dari : Tesis Kiki Sakinatul Fuad
57
(46)
Data dari tabel di atas menunjukkan bahwa di antara para imam mazhab yang empat banyak yang memiliki kesamaan pada definisi dan unsur kafaah. ini
(47)
BAB III
GAMBARAN UMUM SERTA DEMOGRAFI DESA KEMANG
A. Letak Geografis
Desa Kemang merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Desa Kemang adalah daerah yang terdiri dari lima dusun. Desa Kemang berada pada 175m di atas Permukaan Air Laut dan mempunyai curah hujan rata 2500-3000 Milimeter/ Tahun. Sedangkan suhu kelembapan udara rata-rata 26,5 °Celcius
Desa Kemang merupakan Desa yang menjadi pusat Kecamatan Kemang jumlah penduduk pada akhir bulan Desember 2007 sebanyak 9.496 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga 2.281. Luas wilayah Desa Kemang adalah 270.694 ha, saling berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Pondok Udik, Sebelah Timur : Berbatasan dengan PTPN XI Cimulang, Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Tonjong/ Cimanggis, Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Parakan Jaya.
Tabel 3.1.
Luas Wilayah Desa Kemang Menurut Jenis Penggunaan Tanah (Ha)
Tanah Sawah Tanah Perkebunan
Bangunan/ Pekarangan
Hutan Negara
Lain- lain Jumlah
179,2 56,9 16,5 --- 35.5 288.1
(48)
Data dari tabel di atas, menjelaskan bahwa di Desa Kemang wilayah yang lebih luas adalah tanah persawahan dibandingkan dengan tanah perkebunan seluas 56, 9 ha.
B. Kondisi Demografis
Pemerintahan kantor Desa Kemang dipimpin oleh seorang Kepala Desa dibantu oleh beberapa stafnya dan dibantu oleh 10 Kepala Rukun Warga atau 46 Rukun Warga. Berikut tabel penduduk Desa Kemang berdasarkan usia:
Tabel 3.2.
Jumlah Penduduk Menurut Umur
No. Umur/ Usia
Laki-laki dan Perempuan Jumlah Persentase 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 49-49 50-54 55-59 > 60 761 1.025 845 768 724 890 855 847 808 616 520 506 331 8.01 % 10.79 % 8.90 % 8.09 % 7.62 % 9.37 % 9.00 % 8.92 % 8.51 % 6.49 % 5.48 % 5.33 % 3.49 %
Jumlah 9496 100 %
Sumber data : Kantor Desa Kemang
Pencatatan atau pendataan penduduk di kantor Desa Kemang berpedoman pada register yang telah ada antara lain register datang, pindah, lahir, meninggal
(49)
dunia sehingga untuk pencatatan atau pendaftaran selalau mengacu kepada register yang berlaku. Sedangkan penduduk Desa Kemang menurut jenis kelamin sebagaimana tabel berikut :
Tabel 3.3.
Penduduk Menurut Jenis Kelamin
No. Jenis kelamin Jumlah Orang Persentase
1 2
Laki-laki Perempuan
4.861 4.635
51.29 % 48.81 %
Jumlah seluruh jiwa 9.496 100 %
Sumber data : Kantor Desa Kemang
Masyarakat Desa Kemang Kecamatan Kemang memiliki kepadatan penduduk yaitu 0,35 jiwa/ km2 dari segi tingkat pertumbuhan penduduk: 1, 55% pertahun, berdasarkan data kependudukan Desa Kemang tahun 2007.
1) Kondisi ekonomi masyarakat Desa Kemang
Perkembangan perekonomian di wilayah Desa Kemang. Masyarakat banyak yang berprofesi di luar sektor pertanian ini dapat diketahui melalui tabel berikut :
(50)
Tabel 3.4.
Penduduk Menurut Jenis Profesi/ Pekerjaan
No. Jenis Pekerjaan Jumlah Orang Persentase
1 2 3. 4. 5. 6
Sektor Jasa Pegawai Swasta Petani/ peternak Pegawai Negeri Sipil
TNI/ POLRI Lain-lain
1.316 1.312 310
55 31 3024
21.75 % 21.70 % 5.13 % 0.91 % 0.51 % 50 %
Jumlah 6048 100 %
Sumber data : Kantor Desa Kemang
C. Kondisi Sosiologi dan Kependudukan
1. Bidang Keagamaan.
Warga Desa Kemang merupakan penduduk yang terdiri dari beragam Agama. Namun mayoritas penduduknya beragama Islam dari jumlah keseluruhan penduduk Desa Kemang, 88% adalah beragama Islam. Ini dapat dilihat dari data Statistik Kependudukan Desa Kemang adapun rincian para pemeluk agama sebagai berikut :
(51)
Tabel 3.5.
Jumlah Pemeluk Agama menurut keyakinan masyarakat Desa Kemang
No. Agama Jumlah Orang Persentase
1 2 3 4 5 6
Islam Khatolik Protestan Hindu Budha Konghucu
8. 368 123 361 29 358 257
88,12 % 1,30 % 3,80 % 3,77 % 3,77 % 257 %
Jumlah 9496 100 %
Sumber data : Kantor Desa Kemang
Untuk mendukung pelaksanaan ibadah di Desa Kemang tersedia tempat- tempat ibadah sebagai berikut :
Tabel 3.6.
Jumlah Sarana Peribadatan di Desa Kemang menurut jenis tempatnya
No. Sarana peribadatan Jumlah Keterangan
1 2 3 4 5
Masjid
Musholla/ Surau Majlis Taklim Gereja
Wihara
9 17 25 - 1
Sumber data : Kantor Desa Kemang
2. Bidang Pendidikan
Fasilitas pendidikan di Desa Kemang, khususnya pendidikan dasar cukup memadai.
(52)
Adapun sarana pendidikan yang ada sebagai berikut :
Tabel 3.7.
Jumlah Sarana Pendidikan di Desa Kemang
SD/MI SMP/MTS SMA/ ALIYAH KETERANGAN
No.
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
1 3 3 --- 2 --- 2
Sumber data : Kantor Desa Kemang
Dari hasil laporan bulan Desember 2007, diketahui bahwa di samping pendidikan formal, di Desa Kemang terdapat pendidikan non formal yaitu satu Pondok pesantren. Warga Desa Kemang kebanyakan hanya menyelesaikan Sekolah Dasar. Ini terbukti dari data yang di peroleh di Desa Kemang sebagai berikut :
Tabel 3.8.
Jumlah Tingkatan Sekolah Yang di Selsesaikan
No. Pendidikan Jumlah Orang Persentase
1 2 3. 4. 5. 6
Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah Sekolah Menengah Pertama
SMU/ SMK/ MA Sarjana D-1 D-3 Sarjana S1- S3 Tidak Sekolah
3.235 1.272 815
74 45 935
50.73 % 19.94 % 12.79 % 1.17 % 0.71 % 14.66 %
Jumlah 6376 100 %
Sumber data : Kantor Desa Kemang
(53)
Dari hasil laporan bulan Desember 2007, dalam meningkatkan pengetahuan dan kehidupan masyarakat di bidang kesehatan telah dilaksanakan hal-hal sebagai sebagai berikut :
a. Mengadakan kegiatan kerja bakti dalam rangka meningkatkan kesehatan lingkungan.
b. Membentuk POSYANDU untuk meningkatkan gizi dan pemeliharaan kesehatan anak.
4. Bidang Keamanan
Desa Kemang memiliki sistem keamanan yang cukup memadai. Sarana dan fasilitas keamanan di Desa Kemang adalah :
Tabel 3.9.
Prasarana Keamanan Desa Kemang
No. Jenis Jumlah
1 2 3
Pos Kamling
Bapak Bimbingan Desa Bapak Bimbingan Masyarakat
30 Unit 1 Orang 1 Orang
(54)
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
H. Profil Responden Masyarakat Desa Kemang
Pada sub bagian ini penulis mencoba mendeskripsikan profil responden dari beberapa aspek berikut : usia, jenjang pendidikan, status perkawinan, asal daerah, asal daerah suami atau istri dan pekerjaan. Penyajian dan uraian identitas responden diharapkan dapat memberikan gambaran yang cukup jelas tentang karakter responden dan kaitannya dengan masalah-masalah tujuan penelitian. Berikut ini tabel-tabel tentang profil responden.
Tabel 4.1.
Responden menurut Usia
No Alternatif Jawaban F %
1 2
17 s/d 40 41 s/d 50
85 15
m5 15
Jumlah 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel di atas dapat diketahui, bahwa 65% responden berusia 17 s/d 40 tahun, dan sisanya responden berusia 40 s/d 50 tahun. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden berusia 17 s/d 40 tahun. Tabel selanjutnya penulis mencoba untuk memperlihatkan jenjang pendidikan responden.
(55)
Tabel 4.2.
Responden menurut Jenjang Dan Jenis Pendidikan Terakhir
No Alternatif Jawaban F % Umum Agama
1 2 3 4 5 SD/ MI SMP/ MTS SMA/ MA Pesantren S1/ D2 35 29 24 5 7 35 29 24 5 7 32 22 18 0 6 3 7 6 5 1
Jumlah 100 100 78 22
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.2 Menunjukkan bahwa mayoritas (35%) responden lulusan pendidikan sekolah dasar, sedangkan responden menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama hanya 29% dan yang paling sedikit pendidikan responden yang sampai perguruan tinggi mencapai 7%. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan responden lebih didominasi oleh tamatan sekolah dasar. Ini dikuatkan oleh pendapat tokoh masyarakat Desa Kemang: “masyarakat hanya mampu menyelesaikan Sekolah Dasar”58. Tabel
selanjutnya menyajikan tentang status perkawinan responden.
Tabel 4.3.
Respoden menurut Status Perkawinan
No Alternatif Jawaban F %
1 2 3
Menikah
Janda/ duda cerai hidup Janda/ duda cerai mati
92 2 6 92 2 6
Jumlah 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
58
(56)
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, 92% responden berstatus masih menikah, 8% respoden berstatus duda atau janda pada saat menikah. Dari data ini menunjukkan bahwa mayoritas responden masih mempertahankan status perkawinannya.
Dalam tabel berikutnya penulis akan memperlihatkan Asal Daerah suami atau istri responden
Tabel 4.4.
Responden menurut Asal Daerah
No Alternatif Jawaban F %
1 2
Penduduk asli Warga pendatang
59 39
60.2 39.8
Jumlah 98 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel 4.4 di atas memperlihatkan, bahwa 60.2% responden adalah penduduk asli Desa Kemang dimana penelitian dilakukan. 39.8% responden yang berasal dari luar desa. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang lebih didominasi oleh penduduk asli.
Tabel selanjutnya disajikan guna mendapatkan informasi tentang asal daerah responden yang pendatang.
Tabel 4.5.
Responden menurut Asal Daerah Sebagai Pendatang
No Alternatif Jawaban F %
1 2 3 4
Dari asal kecamatan yang sama (Kemang) Dari asal kabupaten/kodya yang sama (Bogor) Dari asal provinsi yang sama (Jawa Barat) Dari asal provinsi yang berbeda
12 14 5 8
30.8 35.9 12.8 20.5
Jumlah 39 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel 4.5 terlihat bahwa 35.1% responden adalah pendatang di Desa Kemang kebanyakan berasal dari propinsi yang berbeda, sedangkan yang berasal dari kecamatan
(57)
yang sama hanya 24.6% responden. Data ini menunjukkan para pendatang di Desa Kemang didominasi oleh luar Provinsi.
Dalam tabel berikutnya akan diketahui berapa lama responden pendatang bermukim di Desa Kemang
Tabel 4.6.
Responden menurut Lamanya Bermukim
No Alternatif Jawaban F %
1 2 3 4 5
1 s/d 5 6 s/d 10 11 s/d 20 21 s/d 30 31 s/d 40
9 10 11 7 5
21.4 23.8 36.2 16.7 11.9
Jumlah 42 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.6 di atas bisa diketahui, bahwa 36.2% responden yang pendatang baru bermukim sekitar 10 sampai 20 tahun. Sedangkan pendatang yang sudah lama menetap berjumlah 11.9% responden. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa para pendatang kebanyakan baru bermukim sepuluh sampai dengan dua puluh tahun.
Data selanjutnya disajikan untuk mengetahui seberapa banyak responden yang memiliki pekerjaan tetap.
(58)
Tabel 4.7.
Responden menurut Status Bekerja
No Alternatif Jawaban F %
1 2 3 4
Memiliki pekerjaan tetap
Baru memiliki pekerjaan tidak tetap Ibu Rumah Tangga
Tidak bekerja
46 19 29 6
46 19 29 6
Jumlah 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, 46% responden memiliki pekerjaan tetap, sedangkan responden yang tidak memiliki pekerjaan minim sekitar 6%. Dari data di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa responden atau masyarakat Desa Kemang memiliki pekerjaan tetap. Dari data statistik di atas diakui oleh salah satu tokoh masyarakat Desa Kemang: “Masyarakat kebanyakan bekerja tetap dibandingkan dengan pekerja yang
tidak tetap seperti halnya pertanian dan perdagangan, sedangkan pekerja yang sifatnya
sementara sering berganti pekerjaan seperti buruh bangunan disaat bangunan selesai
maka pekerjaan kemungkinan bisa berganti”59. Keterangan ini senada dengan pengasuh
yayasan Nurul Iman Desa Kemang : “Masyarakat sudah banyak yang memiliki
pekerjaan tetap karena mereka sudah banyak yang mempunyai usaha sendiri”60.Tabel
berikutnya penulis mencoba untuk memperlihatkan jenis pekerjaan responden.
59 Ibid
60
(59)
Tabel 4.8.
Responden menurut Jenis Pekerjaan Suami dan Istri
No Alternatif Jawaban F %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Perdagangan Pertanian Bangunan Jasa Angkutan Admin TU Peternakan Jasa elektronik Pendidikan Karyawan Kesehatan Hiburan 23 12 6 7 6 2 1 7 2 1 4 32.4 16.9 8.4 9.9 8.4 2.8 1.4 9.9 2.8 1.4 5.7
Jumlah 71 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Berdasarkan jenis pekerjaan responden, ternyata responden lebih banyak (32.4%) bekerja sebagai pedagang, dan 16.9% responden berprofesi sebagai petani. Sementara itu sangat sedikit jumlah responden yang bekerja untuk sektor formal (PNS). Data ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Kemang mayoritas bekerja di sektor informal yang dekat dengan tradisi masyarakat desa.
Tabel selanjutnya menyajikan informasi tentang status jabatan responden dalam pekerjaannya.
(60)
Tabel 4.9
Responden menurut Jabatan Pekerjaan
No Alternatif Jawaban F %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Pedagang di warung Pedagang keliling Buruh bangunan Karyawan Pegawai TU Guru TK Gurur SMU Pedagang di toko Perawat Penjahit Gurur ngaji Konsultan Hukum Lurah Supir Manggung/ Penyanyi Tukang Ojek 11 6 6 6 5 4 2 3 1 1 1 1 1 1 1 3 20.7 11.3 11.3 11.3 9.4 7.5 3.8 5.7 1.9 1.9 1.9 1.9 1.9 1.9 1.9 5.7
Jumlah 53 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Dari tabel ini terlihat bahwa 20.7% responden sebagai pedagang di warung, dan (11.3%) karyawan dan (11.3%) buruh bangunan. Data di atas menjelaskan sebagian besar responden bergerak pada sektor informal.
Tabel selanjutnya masih ada kaitannya dengan pekerjaan yaitu, pekerjaan sampingan.
(61)
Tabel 4.10
Responden menurut Pekerjaan Sampingan
No Alternatif Jawaban F %
1 2
Tidak memiliki pekerjaan sampingan Bisnis
3 4 5 6 7 8 9 10
Bertani
Pedagang di toko Guru SMP Pengerajin Kayu P3N
Tukang Ojek Supir
Pedagang keliling
49 3 3 2 1 1 1 1 1 1
77.8 4.7 4.7 3.2 1.6 1.6 1.6 1.6 1.6 1.6
Jumlah 63 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa 77.8% responden tidak memiliki pekerjaan sampingan sedangkan yang memiliki pekerjaan sampingan 9.4% responden lebih banyak memiliki pekerjaan sampingan pada sektor pertanian dan berbisnis. Dari data di atas dapat diketahui hampir seluruh responden tidak mempunyai pekerjaan sampingan. Maka dapat disimpulkan yang memiliki pekerjaan sampingan dari seluruh responden berjumlah 22.2% responden.
Tabel berikutnya penulis mencoba menyajikan informasi tentang penghasilan responden dalam satu bulan.
(1)
[1] Dicatatkan di (KUA) [2] Nikah sirri (menurut agama saja) 5. Selama ini, sudah berapa Bapak menikah? ____ kali
6. Pada saat memilih istri yang ada sekarang, sebutkan 3 (tiga) faktor yang paling menjadi dasar pertimbangan pemilihan tersebut?
[1] Dasar pertimbangan cinta [6] Dasar pertimbangan keturunan/ningrat [2] Dasar pertimbangan materi [7] Dasar pertimbangan kesukuan
[3] Dasar pertimbangan kecantikan [8] Dasar pertimbangan kedaerahan [4] Dasar pertimbangan status sosial [9] Dasar pertimbangan akhlak/kesopanan [5] Dasar pertimbangan kesalehan [0] _________________________________
F.
P
EMAHAMANK
AFA’
AH/S
EKUFU1. Apakah Bapak pernah mendengar ajaran tentang sekufu/setara dalam pernikahan.? [1] Pernah [2] Tidak pernah [langsung ke Nomor C-4] 2. Jika pernah mendengar, apa yang Bapak pahami dengan istilah tersebut?
[Tandai semua pilihan yang benar menurut pilihan Bapak] [1] Kesamaan latar belakang antara calon suami dan istri [2] Kesetaraan latar belakang antara calon suami dan istri [3] Kecocokan antara calon suami dan istri
[4] Kecintaan antara calon suami dan istri
[5] Pernikahan yang direstui oleh calon orangtua suami dan orangtua istri [6] Kesepahaman antara calon suami dan istri
[7] Kesepakatan antara calon suami dan istri
3. Dari manakah Bapak mengetahui tentang ajaran kesekufuan/kafa’ah dalam pernikahan? [Tandai semua pilihan yang benar menurut pilihan Bapak]
[1] Membaca dari buku hukum Islam
[2] Mendengar ceramah ustadz di mejlis taklim
[3] Mendengar ceraman ustdaz di pengajian mesjid/mushoka [4] Mendengar ceramah ustadz di TV/radio
[5] Mendengar pembicaraan teman-teman dekat [6] Mendengar materi/isi penyuluhan hukum Islam [7] Membaca majalah/surat kabar Islam
[8] ______________________________________________________
4. Apakah kafa’ah antara calon suami dan istri menjadi suatu kewajiban dalam pernikahan? [1] Wajib menurut agama, harus dipenuhi [4] Hanya anjuran agama
[2] Wajib menurut adat, harus dipenuhi [5] Hanya ajaran adat/kebiasaan [3] Tidak wajib, tapi ia baik bagi calon pasangan [6] Tidak tahu
5. Apakah pernikahan yang tidak sekufu antara calon suami dan istri perlu dibatalkan? [1] Tidak perlu dibatalkan [4] Harus dibatalkan
[2] Perlu diingatkan [5] Tidak tahu
(2)
Pertanyaan Sangat Tdk Penting Tidak Penting Kurang Penting Sedikit Penting Cukup
Penting Penting Sangat Penting
Tidak Tahu 13.Seberapa penting calon suami dan
istri memiliki kesamaan TINGKAT
PENDIDIKAN dalam pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
14.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan AGAMA
YANG DIPELUK dalam pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
15.Seberapa penting calon suami-istri memiliki kesamaan
ALIRAN/MAZHAB keagamaan dlm
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
16.Seberapa penting calon suami-istri memiliki kesamaan
ORGANISASI SO-SIAL-KEAGAMAAN
dlm pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
17.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki ke-samaan TINGKAT
KETAQWAAN/ KESALEHAN dalam
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
18.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan SUKU dlm
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
19.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan ASAL
DAERAH dalam pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
20.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan PILIHAN
PARTAI POLITIK dalam
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
21.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT
KENINGRATAN/KETURUN-AN
dalam pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
22.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT
STATUS SOSIAL dalam
pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
23.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan TINGKAT
KEKAYAAN dalam pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
24.Seberapa penting calon suami dan istri memiliki kesamaan KETAM
-PANAN dalam pernikahan?
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [0]
13. Menurut PENGALAMAN Bapak, apakah banyak perbedaan latar belakang antara suami dan istri dapat membatalkan sebuah pernikahan?
[1] Dapat membatalkan [2] Tidak dapat membatalkan [3] Tidak tahu
E.
P
RAKTEKK
ESAMAAN[K
AFA’
AH]
DALAMP
ERNIKAHAN 1. Pada saat menikah, bagaimana TINGKAT PENDIDIKAN istri Bapak?(3)
[1] Pendidikan istri dua tingkat lebih tinggi [4] Pendidikan istri dua tingkat lebih rendah [2] Pendidikan istri satu tingkat lebih tinggi [5] Pendidikan istri satu tingkat lebih rendah [3] Pendidikan istri sama dengan pendidikanku [6] Tidak tahu
2. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang AGAMA istri Bapak?
[1] Dulu beda agama, tapi sudah lama Islam [3] Tetap beda agama [5] Tidak tahu [2] Dulu beda agama, baru masuk Islam [4] Seagama
3. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang ALIRAN/MAZHAB istri Bapak?
[1] Beda mazhab [2] Sama mazhab
4. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang ORGANISASI SOSIAL-KEAGAMAAN istri Bapak?
[1] Sama organisasi [2] Beda organisasi [3] Tidak tahu
5. Pada saat menikah, bagaimana latar belakang TINGKAT KETAQWAAN/KESALEHAN istri Bapak?
[1] Ketakwaan istri dua tingkat lebih tinggi [4] Ketakwaan istri satu tingkat lebih rendah [2] Ketakwaan istri satu tingkat lebih tinggi [5] Ketakwaan istri satu tingkat lebih rendah [3] Ketakwaan istri sama dengan ketakwaanku [6] Tidak tahu
6. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang SUKU istri Bapak?
[1] Sama suku [2] Beda suku
7. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang asal kedaerahan istri Bapak?
[1] Sama asal daerah [2] Beda asal daerah
8. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang pilihan PARTAI POLITIK istri Bapak? [1] Sama partai politik [2] Beda partai politik [3] Tidak tahu 9. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KENINGRATAN/KETURUNAN istri Bapak?
[1] Keturunan istri dua tingkat lebih tinggi [4] Keturunan istri dua tingkat lebih rendah [2] Keturunan istri satu tingkat lebih tinggi [5] Keturunan istri satu tingkat lebih rendah [3] Keturunan istri sama dengan keturunanku [6] Tidak tahu
10. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang TINGKAT STATUS SOSIAL istri Bapak? [1] Status sosial istri dua tingkat lebih tinggi [4] Status sosial istri dua tingkat lebih rendah
[2] Status sosial istri satu tingkat lebih tinggi [5] Status sosial istri satu tingkat lebih rendah
[3] Status sosial istri sama dengan Status sosial ku [6] Tidak tahu
11. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KEKAYAAN istri Bapak?
[1] Kekayaan istri dua tingkat lebih tinggi [4] Kekayaan istri dua tingkat lebih rendah [2] Kekayaan istri satu tingkat lebih tinggi [5] Kekayaan istri satu tingkat lebih rendah [3] Kekayaan istri sama dengan kekayaanku [6] Tidak tahu
12. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang KECANTIKAN istri Bapak? [1] Istri lebih jelek [2] Istri lebih cantik [3] Tidak tahu 13. Pada saat mau menikah, bagaimana latar belakang AGAMA istri Bapak?
(4)
[1] Sama-sama Islam [2] Beda agama
F.
S
UASANAK
EHARMONISAN DALAMR
UMAHT
ANGGA19. Menurut penilaian Bapak, seberapa harmonis kehidupan pernikahan yang dijalani sekarang? [1] Sangat tidak harmonis [5] Cukup harmonis
[2] Tidak harmonis [6] Harmonis
[3] Kurang harmomis [7] Sangat harmonis
[4] Agak harmonis [8] Tidak tahu
20. Setelah menikah, bagaimana RASA SAYANG Bapak terhadap istri selama ini? [1] Berkurang, memudar [3] Semakin sayang
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
21. Setelah menikah, bagaimana RASA CINTA Bapak terhadap istri selama ini? [1] Berkurang, memudar [3] Semakin cinta
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
22. Setelah menikah, bagaimana RASA KEAKRABAN Bapak terhadap istri selama ini?
[1] Berkurang [3] Semakin akrab
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
23. Setelah menikah, bagaimana SUASANA KECERIAAN Bapak dengan istri selama ini?
[1] Berkurang [3] Semakin ceria
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
24. Setelah menikah, bagaimana RASA KEHANGATAN/KEINTIMAN Bapak dengan istri selama ini?
[1] Berkurang [3] Semakin hangat/intim
[2] Masih seperti dulu [4] Tidak tahu
25. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi SILANG PENDAPAT yang bapak alami dengan istri dalam pernikahan?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14 [2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan [3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
26. Selama pernikahan yang ada, apakah pernah terjadi PERTENGKARAN ADU MULUT dengan istri?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14 [2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan [3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
27. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi KEKERASAN FISIK yang Bapak lakukan terhadap istri dalam rumah tangga?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14 [2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan [3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
(5)
28. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi PISAH RANJANG dengan istri? [1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14 [2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan [3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah 29. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi PISAH RUMAH dengan istri?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14 [2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan [3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah 30. Selama pernikahan yang sekarang, apakah pernah terjadi TALAK 1-2 dengan istri?
[1] Ya, pernah 1-2 kali [4] Ya, pernah 7-8 kali [7] Ya, pernah kali 13-14 [2] Ya, pernah 3-4 kali [5] Ya, pernah 9-10 kali [8] Ya, tidak kehitungan [3] Ya, pernah 5-6 kali [6] Ya, pernah 11-12 kali [9] Tidak pernah
31. JIKA PERNAH terjadi SILANG PENDAPAT dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi
[2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
32. JIKA PERNAH terjadi PERTENGKARAN ADU MULUT dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi
[2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
33. JIKA PERNAH terjadi KEKERASAN FISIK terhadap istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi
[2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
34. JIKA PERNAH terjadi PISAH RANJANG dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi
[2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
35. JIKA PERNAH terjadi PISAH RUMAH dengan istri, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya?
(6)
[2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________
36. JIKA PERNAH terjadi TALAK 1-2- oleh Bapak, apa faktor PALING utama yang menjadi penyebabnya?
[1] Kecemburuan [4] Kekurangan ekonomi
[2] Kehadiran orang ketiga [5] Perbedaan pendapat
[3] Tidak punya keturunan [6]
____________________________________