Kebijakan Luar Negeri AS Terhadap Demokr
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat terhadap Demokratisasi Myanmar
A. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap demokratisasi Myanmar?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap
demokratisasi Myanmar?
B. Kerangka Penelitian
Penulis akan menjawab pertanyaan penelitan tersebut dengan menggunakan teori
liberalisme dan konsep kebijakan luar negeri. Liberalisme mulai mendominasi hubungan
internasional pada dekade 1970an. Pada 1970an, kaum liberal mulai membuat serangan
terhadap dominasi realisme dalam hubungan internasional. Namun tradisi liberal dalam
pemikiran politik bisa ditelusuri dari pemikiran John Locke pada akhir abad ke
17[ CITATION Joh \p "h. 111" \l 1057 ]. John Locke menghasilkan karya-karya seperti Two
Treaties of Government (1690), A Letter on Toleration (1689), dan Some Thoughts
Concerning Education (1693) [ CITATION Suh07 \p "h. 185" \l 1057 ].
Karya-karyanya merefleksikan penenentangannya terhadap kekuasaan absolut dan
pembelaannya terhadap kebebasan dan civil society [ CITATION Suh07 \p ", h. 186" \n \l
1057 ]. Locke memiliki gagasan-gagasan tentang kemerdekaan, kebebasan individu, serta
Hak Asasi Manusia (HAM) [ CITATION Suh07 \p ", h. 181" \n \l 1057 ]. Gagasan-gagasan
tersebut berasal dari karyanya yang berjudul Two Treaties of Government. Sejak saat itu ideide
liberal
telah
membentuk
pemikiran
tentang
hubungan
pemerintahan
dan
masyarakat[ CITATION Joh \p ", h. 111" \n \l 1057 ]. Di Perancis, gagasan-gagasan
pemikiran Locke dipertahankan oleh Voltaire melalui karyanya Lettres Philosophique (SuratSurat Filsafat). Karya-karya Locke dan Voltaire mendorong Revolusi Perancis.
Liberalisme juga tidak bisa dilepaskan dari Revolusi Perancis tahun 1789. Revolusi
ini banyak diilhami oleh pemikiran-pemikiran liberal. Hal ini bisa dilihat dari slogan
Revolusi Perancis. Revolusi Perancis memiliki slogal berupa kebebasan (liberty), persamaan
(egality) dan persaudaraan (fraternity)[ CITATION Pau09 \p "h. 100" \l 1057 ]. Liberalisme
adalah sebuah teori tentang pemerintahan dalam suatu negara dan good governance antara
negara dan masyarakat[ CITATION Joh \l 1057 ].
1
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Dimana liberalisme menggunakan nilai-nilai seperti keteraturan, kebebasan, keadilan
dan toleransi dalam hubungan internasional. Institusi domestik dan internasional dibutuhkan
untuk melindungi dan menjaga nilai-nilai tersebut[ CITATION Joh \p ", h. 111" \n \l 1057 ].
Liberalisme merupakan doktrin yang universalis dan juga berkomitmen pada beberapa
konsepsi tentang suatu komitmen umat manusia yang universal yang melampaui
pengidentifikasian diri dengan dan keanggotaan dari komunitas negara-bangsa.
Konsep
kaum liberal tentang interdependensi dan masyarakat dunia menyatakan bahwa dalam dunia
kontemporer batas-batas antar-negara menjadi lebih mudah ditembus [ CITATION Jil092 \p
"h. 111" \l 1057 ].
Rasionalitas
Kaum liberalisme percaya bahwa seluruh umat manusia adalah makhluk rasional.
Rasionalitas manusia bisa digunakan untuk memahami prinsip-prinsip moral dan hidup
berdasarkan aturan hukum. Secara rasional orang-orang mengejar kepentingan-kepentingan
mereka sendiri, tetapi ada satu keselarasasn kepentingan yang potensial diantara masingmasing orang. Dalam hal ini, rasionalitas dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk
mempertimbangkan untung ruginya setiap tindakan[ CITATION Jil092 \p ", h. 100 - 102"
\n \l 1057 ].
Rasionalitas bisa digunakan dengan dua cara yang berbeda. Dalam pengertin
istrumen, sebagai kemampuan untuk mengungkapkan pikiran dan mengejar kepentingan
seseorang. Kedua rasionalitas dipahami sebagai kemampuan untuk memahami prinsip-prinsip
moral dan hidup bersama berdasarkan hukum. Rasionalitas atau esensi logika atau pikiran
lebih sebagai kemampuan umat manusia untuk memahami prinsip-prinsip moral daripada
dalam kerangka pengertian alat - tujuan atau untung - rugi[ CITATION Jil092 \p ", h. 109 111" \n \l 1057 ].
Kaum liberal percaya bahwa kemampuan untuk berpikir dan memahami prinsipprinsip moral merupakan hal yang universal, dengan kata lain merupakan sesuatu yang
dimiliki oleh semua umat manusia. Negara pun dianggap memiliki rasionalitas yang sama
sebagai aktor dalam hubungan internasional. Kaum liberal menilai kebebasan individu diatas
segala-galanya [ CITATION Jil092 \p ", h. 109 - 111" \n \l 1057 ]
Negara dan Pemerintah
Aktor-aktor yang berperan penting dalam politik internasional adalah individu yang
rasional, dan kelompok masyarakat yang mengorganisir dan saling bertukar untuk
2
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
mempromosikan kepentingannya. Kaum liberal melihat negara sebagai aktor penting dalam
hubungan internasional. Negara (aktor politik lainnya) berperan dalam sistem internasional
yang anarki dan negara memutuskan suatu kebijakan secara rasional.
Namun kaum
liberalisme juga menganggap penting societal actor seperti individu, private group,
kelompok kepentingan, media dan organisasi non pemerintahan (Non Government
Organizations). Negara bersifat self help [ CITATION Placeholder5 \p "h. 2 - 7" \l 1057 ]
Liberalisme menerima bahwa ciri utama dari negara adalah kedaulatan. Kaum Liberal
menyatakan bahwa kekuasaan militer tidak lagi efekif sehingga tidak lagi menjadi indikator
yang dapat dipercaya kekuatan suatu negara dalam perpolitikan dunia. Salah seorang pemikir
liberal yang paling diakui pada abad XIX, John Stuart Mill, berpendapat bahwa pemerintah
itu merupakan sosok ancaman yang diperlukan (a necessary evil)[ CITATION Jil092 \p ", h.
108 - 123" \n \l 1057 ].
Dengan kata lain, pemerintah diperlukan guna melindungi kebebasan indvidu, tetapi
dapat menjadi opresif dan tirani jika kekuasannya tidak dikontrol. Untuk itu, kaum liberal
biasanya mengusulkan adanya pemisahan seorang pemimpin kekuasaan dan check and
balances yang menjamin bahwa tak ada seorang pemimpin politik atau aparat pemerintahpun
yang mendominasi. Di negara demokrasi liberal keberadaan negara dipandang sebagai
penengah netral (neutral arbiter) diantara berbagai kepentingan yang saling bersaing dalam
suatu masyarakat yang terbuka dan plural [ CITATION Jil092 \p ", h. 108 & 118" \n \l
1057 ].
Negara memberikan kerangka acuan (secara hukum dan politik) yang didalamnya
memungkinkan seseorang untuk menjalankan urusan sehari-hari dengan perasaan aman dari
bahaya, sehingga berbagai jenis kesepakatan akan dilindungi dan orang-orang akan mampu
mengejar berbagai tujuan dan kepentingan mereka tanpa adanya larangan, namun dengan
catatan bahwa mereka tidak membahayakan orang lain[ CITATION Jil092 \p ", h. 118" \n \l
1057 ].
Kaum liberal menolak anggapan bahwa negara mencerminkan kepentingan seseorang,
kelas sosial yang sangat dominanan, atau salah satu kelompok elit manapun. Kaum liberal
mengakui bahwa negara dan masyarakat sipil itu saling berinteraksi. Negara memberikan
kerangka
regulasi
yang
mengatur
diberlangsungkannya
aktivitas-aktivitas
masyarakat[ CITATION Jil092 \p ", h. 119 - 120" \n \l 1057 ].
Kerjasama
3
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Sistem internasional dianggap sebagai arena tempat terjadinya berbagai interaksi
positif antar aktor yang berbeda. Karakteristik dari interaksi positif ini terdiri dari
interdependensi antar aktor, masyarakat internasional dan anarki. Liberalisme percaya bahwa
terdapat kerjasama diantara negara-negara dan aktor-aktor lainnya dalam politik
internasional. Kaum liberal percaya bahwa interaksi diantara negara-negara dalam berbagai
bidang menciptakan masalah-masalah yang membutuhkan kerjasama untuk memecahkannya[
CITATION Jil092 \p ", h. 124 & 126" \n \l 1057 ].
Keuntungan positif dan kepercayaan bersama yang muncul dari kerjasama dibidang
mana pun akan mendorong kerjasama dalam area yang lebih signifikan lainnya. Ketika
tingkat kerjasama dan integrasi semakin meningkat, maka akan bertambah sulit bagi negaranegara untuk menarik diri dari komitmen-komitmen yang meraka buat karena rakyat mereka
akan menyadari berbagai keuntungan yang diperoleh dengan bekerjasama[ CITATION Jil092
\p ", h. 127" \n \l 1057 ].
Dalam HI kontemporer, kaum liberal terus berpendapat bahwa interdependensi
memaksa negara-negara untuk saling bekerjasama secara lebih ekstensif dari pada
sebelumnya. Dari 1970an, jelas sudah bahwa negara menjadi lebih tergantung - lebih sensitif
terhadap atau bahkan dipengaruhi oleh tindakan-tindakan dari aktor-aktor lain[ CITATION
Jil092 \p ", h. 128 - 129" \n \l 1057 ].
Demokrasi
Bentuk interdependensi yang kompleks telah menghasilkan penyebaran nilai-nilai
universal secara global, contohnya:ak asasi manusia dan demokrasi. Liberalisme memandang
demokrasi menjadi bagian penting karena demokrasi memberikan penghargaan terhadap hak
individu, persamaan hak dan komitemen pada rule of law. Dimana kaum liberal menekankan
pada hak individu untuk diperlakukan sama di mata hukum dan kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam masyarakat atau bersaing di dalam pasar - dari pada persamaan sebagai
suatu hasil[ CITATION Jil092 \p ", h. 137 & 140" \n \l 1057 ].
Guna menciptakan situasi yang memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang
untuk mencapai sukses, diperlukan jaminan bahwa semua orang itu terdidik atau memiliki
tingkat keamanan sosial dan ekonomi secara mendasar. Demokrasi juga menyatakan bahwa
pemerintah adalah representasi dari masyarakat atas persetujuan mayoritas. Poin-poin
tersebutlah yang disetujui juga oleh kaum liberal. Kaum liberal percaya bahwa pemerintahan
itu diperlukan, tetapi sentralisasi kekuasaan tidaklah baik.[ CITATION Jil092 \p ", h. 100 4
NABILA FATMA GIYANTI
140" \n \l 1057 ].
111011300023
Liberalisme juga memandang sistem politik yang demokratis disuatu
negara mempengaruhi sistem internasional. Oleh karena itu kaum liberal sangat percaya akan
pentingnya demokrasi bagi suatu negara. Dalam negara-negara berdemokrasi liberal,
kekuasaan berada ditangan rakyat, sejauah rakyat tersebut secara periodik mampu memilih
untuk mengganti para pemimpin dari jabatannya[ CITATION Jil092 \p ", h. 122" \n \l
1057 ].
Dalam suatu negara berdemokrasi maju dengan masyarakat sipil yang kuat, kita juga
mungkin berharap untuk melihat rakyat terlibat secara aktif dalam percaturan politik melalui
keikutsertaan mereka dalam pergerakan - pergerakan sosial atau memberikan dukungan pada
program kerja NGOs. Kaum liberal sangat serius menghadapi gagasan bahwa rakyat
terkadang individu tetapi biasanya cenderung pada tindakan kolektif melalui kelompok atau
institusi penekan bisa meluaskan pengaruh. Kaum liberal percaya bahwa kekuasaan
disebarkan pada serangkaian institusi dan diantara berbagai negara dan aktor non
negara[ CITATION Jil092 \p ", h. 123" \n \l 1057 ].
Kemudian terkait demokrasi penulis juga menggunakan pemikiran-pemikiran Francis
Fukuyama dalam bukunya The End of History and The Last Man. Fukuyaman berpendapat
bahwa sebuah konsensus luar biasa berkenaan dengan legitimasi demokrasi liberal sebagai
sistem pemerintahan telah muncul diseluruh dunia selama beberapa tahun terakhir, setelah ia
menaklukan ideologi pesaing-pesaingnya seperti monarki turun-menurun, fasisme dan barubaru ini komunisme[ CITATION tra04 \l 1057 ]
Lebih dari itu, saya (fukuyama) berpendapat bahwa demokrasi liberal mungkin
merupakan “titik akhir dari evolusi ideologis umat manusia” dan “bentuk final pemerintahan
manusia”, sehingga ia bisa disebut sebagai “akhir sejarah”[ CITATION tra04 \p ", h. 1" \n \l
1057 ]. Keyakinana Fukuyama bahwa bentuk-bentuk pemerintahan, ekonomi politik, dan
masyarakat politik Barata adalah tujuan puncak yang pada akhirnya akan diraih semua umat
manusia akan menghadapi setidaknya tiga tantangan ortodoksi dalam Hubungan
Internasional[ CITATION Bur96 \l 1057 ].
Pertama, pernyataannya bahwa perkembangan politik dan ekonomi selalu berpusat
pada demokrasi liberal - kapitalis mengasumsikan bahwa perkembangan politik dan ekonomi
selalu berpusat pada demokrasi liberal - kapitalis mengasumsikan bahwa dunia non - Barat
berupaya mengikuti jalan yang dilalui Barat ke arah modernisasi: dengan kata lain, jalan yang
5
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
dilalui Barat menuju modernitas pada akhirnya akan menghasilkan kesepakatan
universal[ CITATION Bur96 \p ", h. 1" \n \l 1057 ].
Kedua, pendekatan Fukuyama menunjukan bahwa Barat adalah penjaga kebenaran
moral, dimana “kemajuan” akan mengharuskan semua masyarakat untuk mematuhi, tidak
memandang perbedaan bangsa dan negara. Ketiga, Fukuyama yakin bahwa kemajuan sejarah
umat manusia bisa diukur dengan tidak adanya konflik global dan penerapan prinsip
legitimasi secara internasional yang telah berkembang sepanjang masa dalam suatu tatanan
politik domestik[ CITATION Bur96 \p ", h. 1" \n \l 1057 ].
Keyakinan ini mendasari pendekatan “dalam-luar” (inside-out) terhadap hubungan
internasional, dimana perilaku eksternal negara bisa dijelaskan dengan mengkaji
kecenderungan politik dan ekonomi internal. Fukuyama memunculkan kembali pandangan
lama di antara para internasionalis liberla, bahwa penyebar-luasan tatanan politik yang sah
(legitimate) pada akhirnya akan mengakhiri konflik internasional [ CITATION Bur96 \p ", h.
1" \n \l 1057 ].
Posisi neo-Kantian ini mengasumsikan bahwa beberapa negara tertentu, yang
memiliki kredensi demokrasi-liberal, merupakan sebuah contoh atau model yang sempurna
yang akan ditiru oleh negara-negara lain diseluruh dunia. Penerjemahan yang progresif
terhadap prinsip-prinsip demokrasi-liberal bagi dunia internasional dikatakan telah
memberikan prospek terbaik bagi tatanan dunia yang damai karena ‘dunia yang terbentuk
atas demokrasi liberal ... seharusnya tidak boleh memicu perang, karena semua bangsa satu
sama lain akan memahami legitimasi bangsa lain[ CITATION Bur96 \p ", h. 1 - 2" \n \l 1057
].
Menurut kaum liberal, perdamaian merupakan permasalahan negara yang lazim :
istilah Kant, perdamaian bisa bersifat abadi. Hukum alam mengatur keselarasan dan
kerjasama antar manusia. Oleh karenanya, perang itu tidak alami dan tidak masuk akal :
perang meruapakan alat buatan dan bukanlah hasil dari hubungan sosial atau keganjilan sifat
manusia yang tak sempurna. Hal sama yang ada dalam pikitan kaum liberal, dari Rosenau,
Kant dan Cobden:ingga Schumpter dan Doyle, bahwa perang dimunculkan oleh
pemerintahan militeris dan non demokratis demi kepentingan pribadi mereka[ CITATION
Bur96 \p ", h. 2" \n \l 1057 ].
Penyelesaian yang mulai dikemukakan sejak abad ke - 18 tidak pernah berubah :
penyakit perang bisa disembuhkan melalaui dua pengobatan : demokrasi dan pasar bebas.
6
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Doyle menyatakan bahwa demokrasi liberal memiliki keunikan dalam hal kemampuan dan
kehendak mereka untuk menciptakan hubungan yang damai diantara mereka sendiri.
Perdamaian hubungan luar negeri antara negara-negara liberal ini dikatakan merupakan hasil
langsung dari tatanan politik bersama mereka yang sah, nerlandaskan pada prinsip-prinsip
dan landasan-landasan demokratis[ CITATION Bur96 \p ", h. 42 - 43" \n \l 1057 ].
Doyle menyimpulkan bahwa demokrasi mempertahankan selera konflik yang sehat
dengan negara-negara otoriter. Tetapi:al ini menunjukan bahwa prospek terbaik untuk
mengakhiri perang antara negara tergantung pada penyebaran pemerintahan demokratisliberal di seluruh dunia. Selain itu Fukuyama yakin bahwa kita telah memasuki sebuah
periode ketika perang sebagai sebuah instrumen diplomasi internasional mulai menjadi
usang[ CITATION Bur96 \p ", h. 43 - 44" \n \l 1057 ].
Kaum liberal selalu yakin bahwa legitimasi tatanan politik domestik sebagian besar
tergantung pada dukungan terhadap kedaulatana hukum (rule of law) dan penghormatan
negara terhadap hak asasi warga negaranya. Manusia dikatakan dikaruniai - semata-mata
kerena kemanusiaan mereka - dengan hak-hak, kebaikan-kebaikan, dan perlindunganperlindungan tertentu yang bersifat mendasar dan tidak dapat dihilangkan[ CITATION
Bur96 \p ", h. 51" \n \l 1057 ].
Dalam pemikiran kaum liberal mengenai kebijakan asing dalam hubungan
internasional, perluasan hak-hak ini kepada semua orang mempunyai tempat yang sangat
penting, karena negara-negara yang memperlakukan warga negara mereka sendiri secara eti
dan mengijinkan mereka berpartisipasi penuh dalam proses politik kemungkinan begitu
agresif perilakunya secara internasional. Pemerintah, khususnya pemerintahan yang tidak
demokratis, dipandang sebagai biang keladi utama timbulnya konflik dan kekacauan
internasional[ CITATION Bur96 \p ", h. 51 & 53" \n \l 1057 ].
Kebijakan Luar Negeri
Jika demokratisasi politik domestik dapat menciptakan berbagai perubahan penting
dalam bidang sosial dan ekonomi, maka akan terjadi sebuah kemajuan sepadan dalam
pelaksanaan kebijakan luar negeri sebagai hasil konsensus bersama[ CITATION Bur96 \p ",
h. 2" \n \l 1057 ]. Sifat rasionalitas dari aktor negara kemudian mempengaruhi kebijakan
luar negeri. Liberalisme memiliki asumsi bahwa negara merupakan representasi dari
masyarakat domestik yang membentuk state preferences[ CITATION Placeholder5 \p ", h.
7
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
3" \n \l 1057 ]. Sebelum membahas lebih lanjut terkait kebijakan luar negeri, penulis akan
membahas definisi kebijakan luar negeri dari beberapa tokoh liberal.
James N. Rosenau mendefinisikan kebijakan luar negeri dengan tiga konsep yaitu
sekumpulan orientasi (a cluster of orientations), seperangkat komitmen dan rencana untuk
bertindak (a set of commitments to and plans for action) dan bentuk perilaku atau aksi (a
form of behaviour). Kebijakan luar negeri sebagai sekumpulan orientasi merupakan pedoman
bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi kondisi-kondisi eksternal yang menuntut
pembuatan keputusan dan tindakan berdasarkan orientasi tersebut. Orientasi ini terdiri dari
sikap, persepsi, dan nilai-nilai yang dijabarkan dari pengalaman sejarah, dan keadaaan
strategis yang menentukan posisi negara dalam politik internasional [ CITATION Jam72 \p ":
15 - 16" \l 1057 ].
Kebijakan luar negeri sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak
diartikan berupa rencana dan komitmen yang konkrit yang dikembangkan oleh para pembuat
keputusan untuk membina dan mempertahankan situasi lingkungan eksternal yang konsisten
dengan orientasi kebijakan luar negeri. Rencanan dan tindakan ini termasuk tujuan yang
spesifik serta alat atau cara untuk mencapai cara yang dianggap cukup memadai untuk
menjawab peluang dan tantangan dari luar negeri. Kebijakan luar negeri sebagai bentuk
perilaku atau tindakan diartikan pada tingkatan yang lebih empiris yaitu berupa langkahlangkah nyata yang diambil oleh para pembuat keputusan yang berhubungan dengan kejadian
serta situasi dilingkungan eksternal. Langkah - langkah tersebut dilakukan berdasarkan
orientasi umum yang dianut serta dikembangkan berdasarkan komitmen dan sasaran yang
lebih spesifik[ CITATION Jam72 \p ", h. 17" \n \l 1057 ].
Disisi lain Michael Doyle menyatakan bahwa liberalisme berkontribusi dalam
memahami kebijakan luar negeri dengan menitikberatkan pada individu, idealisme dan ideide yang diusung seperti Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan dan demokrasi. Modal sosial
seperti kapitalisme dan pasar serta institusi politik (demokrasi dan representasi) berdampak
langsung pada hubungan internasional[ CITATION Doy86 \p ": 1" \l 1057 ].
Sedangkan Moravcik menyatakan bahwa asumsi rasionalitas dapat dilihat dari
keterlibatan pimpinan negara dan dukungan domestik dalam pembentukan kebijakan luar
negeri. Keterlibatan ini untuk tujuan instrumental guna menjaga keuntungan dari aktor diluar
batas negara. Sehingga negara dapat membuat kalkulasi guna mencapai tujuan dengan biaya
yang paling efektif[ CITATION And10 \p ": 1" \l 1057 ].
8
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Preferensi Negara
Liberalisme mampu memberikan kontribusi positif dalam memahami kebijakan luar
negeri dengan berbagai asumsi yang dimilikinya. Pertama, negara merepresentasikan
masyarakat domestik yang membentuk preferensi negara (state preference). Bagi liberalisme
negara merupakan institusi yang representatif yang mengkonstruksi koalisi domestik sosial.
Moravcik berpendapat bahwa :
These social coalition define state “preferences” in world politics at any point in time : the “tastes,”
“ends,””basic interests,” or “fundamental social purpose” that underlie foreign policy[ CITATION
Placeholder5 \p ": 3" \n \l 1057 ].
Individu dan kelompok tidak memiliki pengaruh yang sama dalam kebijakan luar
negeri. Power individu dan kelompok bervariasi secara beragam tergantung konteks. Variasi
dari institusi dan tindakan representatif membantu mendefinisikan kelompok mana yang
mempengaruhi kepentingan nasional. Preferensi kelompok yang memiliki power domestik
membentuk preferensi negara dalam politik internasional.
Kedua, interdependensi antar preferensi mempengaruhi tindakan yang dilakukan oleh
negara. Oleh karena itu negara membutuhkan sebuah tujuan sosial yang dijadikan dasar dan
diperhatikan dalam hubungan internasional baik berupa konflik, kerjasama atau kebijakan
luar negeri lainnya[ CITATION Placeholder5 \p ": 3" \n \l 1057 ].
Hubungan teoritis antara preferensi dan tindakan negara dapat dilihat dari konsep
interdependensi kebijakan. Interdependensi kebijakan merujuk pada distribusi dan interaksi
prefensi dari berbagai negara. Dimana negara harus melihat cost and benefit dari negara lain
guna mendapatkan preferensi. Interdependensi kebijakan memiliki tiga pola yaitu preferensi
zero sum, preferensi harmonis, dan preferensi gabungan [ CITATION Placeholder5 \p ": 5" \n
\l 1057 ].
Preferensi zero sum dilakukan oleh suatu kelompok sosial dominan dalam suatu
negara guna mendapatkan preferensi negara melalui tindakan internasional yang menekan
dana serta mendominasi kelompok dominan dari negara lain.Preferensi harmonis terjadi
ketika kebijakan unilateral menjadi optimal bagi negara lain.Sedangkan preferensi gabungan
terjadi ketika negara bisa mendapatkan keuntungan jika setuju untuk mengkoordinasikan
tindakan [ CITATION Placeholder5 \p ": 5" \n \l 1057 ].
Bagi liberalisme, akar dari interdependensi antar preferensi merupakan asimetris
interdependesi seperti yang didefinisikan oleh Nye dan Keohane. Semua bersifat sama,
9
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
semakin kuat suatu negara memiliki interdependensi maka semakin instens prefensi yang
dimiliki
guna
mendapatkan
outcome
yang
diinginkan.
Semakin
negara
kurang
memperhatikan outcomes, maka semakin kurang intens preferensi yang dimiliki negara
tersebut. Sehingga power yang dimiliki pun rendah [ CITATION Placeholder5 \p ": 5" \n \l
1057 ].
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh faktor-faktor domestik dan
faktor-faktor internasional. Faktor-faktor domestik yang mempengaruhi kebijakan luar negeri
dapat dilihat dengan Model Rosenau dan Mintz.
Faktor Domestik
Menurut Rosenau, faktor domestik yang mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu
negara terdiri dari sumber masyarakat, sumber pemerintahan dan sumber idiosinkretik.
Sumber masyarakat merupakan sumber yang berasal dari lingkunga internal. Sumber ini
terdiri dari budaya dan sejarah, perkembangan ekonomi, struktur sosial dan opini publik
(Rosenau 1972).
Budaya dan sejarah mencangkup nilai, norma, tradisi, dan pengalaman masa lalu yang
mendasari hubungan antar anggota masyarakat. Perkembangan ekonomi mencangkup
kemampuan suatu negara untuk mencapai kesejahteraan. Hal ini dapat mendasari
kepentingan negara tersebut untuk berhubungan dengan negara lain.
Dimana kepentingan masing-masing negara berbeda. Struktur sosial mencangkup
sumber daya manusia yang dimiliki suatu negara atau seberapa besar konflik dan harmoni
internal dalam masyarakat. Opini publik menjadi faktor yang mempengaruhi. Dimana opini
publik dapat melihat perubahan kecenderungan masyarakat terhadap dunia luar [ CITATION
Jam72 \p ": 15" \n \l 1057 ].
Sumber pemerintah merupakan sumber internal yang menjelaskan tentang
pertanggung jawaban politik dan struktur dalam pemerintahan. Pertanggung jawaban politik
seperti pemilu, kompetisi partai dan tingkat kemampuan dimana pembuat keputusan dapat
secara fleksibel merespon situasi eksternal. Struktur kepemimpinan dari berbagai kelompok
dan individu yang terdapat dalam pemerintahan juga termasuk didalamnya [ CITATION
Jam72 \p ": 15" \n \l 1057 ].
10
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Sumber idiosinkretik merupakan sumber internal yang melihat nilai-nilai
pengalaman, bakat, serta kepribadian pembuat kebijakan yang mempengaruhi presepsi,
kalkulasi, dan perilaku mereka terhadap kebijakan luar negeri. Dimana tercangkup persepsi
seorang elit politik tentang keadaan alamiah dari arena internasional dan tujuan nasional yang
hendak dicapai [ CITATION Jam72 \p ": 15" \n \l 1057 ]. Sedangkan Mintz menyatakan
bahwa faktor domestik yang mempengaruhi kebijakan luar negeri terdiri dari taktik
pengalihan isu, kepentingan ekonomi, peranan opini publik dan siklus pemilu.
Taktik pengalihan isu sangat berhubungan dengan teori pengalihan. Teori pengalihan
merupakan teori yang menjelaskan gagasan pemimpin yang menggunakan kekuatan pada
waktu yang tepat. Dimana pemimpin yang ingin mempertahankan kekuasannya sering
menggunakan teori ini guna mengalihkan perhatian dari permasalah domestik dengan
menggunakan kekuatan militer negara untuk melawan musuh dari eksternal. Kepentingan
ekonomi menjadi pertimbangan tersendiri bagi negara dalam menentukan kebijakan luar
negeri.
Dimana kepentingan ekonomi mempengaruhi kebijakan luar negeri terutama dalam
bidang militer dan industri yang kompleks. Perdagangan dan pertukaran senjata menjadi
bagian dari kebijakan luar negeri. Opini publik terkait suatu persitiwa bisa memiliki peranan
signifikan. Dimana opini publik bisa mempengaruhi penggunaan kekuatan, eskalasi,
penghentian dan kebijakan luar negeri lainnya. Tekanan internal terhadap pimpinan kepala
negara di suatu negara dengan sistem demokrasi dapat memaksan kepala negara untuk
mencapai kesepakatan perdamaian.
Korban dari peperang juga bisa mempengaruhi opini publik dalam mendukung
penggunaan kekuatan militer di internasional. Kemudian siklus pemilu menjadi faktor
domestik penting penentu kebijakan luar negeri. Siklus pemilu menjadi momentum penting
untuk kepala negara bertahan. Dimana bila siklus politik mendekat, maka kepala negara akan
mencari kesempatan untuk dipilih kembali. Hal ini bisa membuat kepala negara
memanipulasi kebijakan ekonomi atau menggunakan opsi ikut berperang demi kepentingan
pribadi [ CITATION Min10 \p ": 129 - 133" \l 1057 ].
Faktor Eksternal
Selain faktor domestik negara memiliki faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
kebijakan luar negeri. Menurut Rosenau, faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar
negeri berupa faktor sumber sistemik. Sumber sistemik merupakan sumber yang berasal dari
11
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
lingkungan eksternal suatu negara. Sumber ini menjelaskan struktur hubungan antar negaranegara besar, aliansi yang terbentuk antara negara-negara, ukuran, letak geografis dan
teknologi.
Struktur hubungan antar negara besar merupakan jumlah negara besar yang ikut andil
dalam struktur hubungan internasional dan bagaimana pembagian kapabilitas antar mereka.
Dimana hal ini berhubungan dengan sistem internasional yang ada. Aliansi yang terbentuk
antar negara bisa mempengaruhi suatu negara di berbagai isu, komitmen aksi untuk masa
depan dan aturan pembentukan kebijakan secara formal.
Ukuran suatu negara mempengaruhi gambaran dan persepsi peranan dalam politik
internasional. Kemudian letak geografis suatu negara yang dilihat dari pulau-pulau,
kesuburan, iklim, akses terhadap air mempengaruhi pemerintah dan publik mendefinisikan
hubungan negara dengan dunia internasional. Disisi lain teknologi berkontribusi aktif
mendorong perubahan kapabilitas ekonomi dan militer serta status negara dalam sistem
internasional[ CITATION Jam72 \p ": 15 - 18" \l 1057 ].
Alex Mintz memiliki pendapat yang berbeda mengenai faktor eksternal yang
mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara. Mintz menyatakan bahwa faktor - faktor
eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara terdiri dari pencegahan dan
perlombaan militer, taktik strategis yang tidak terduga, aliansi dan rezim pemerintahan yang
berkuasa.
Faktor pencegahan dan perlomabaan militer sangat mempengaruhi kebijakan luar
negeri suatu negara. Dimana pencegahan terdiri dari pencegahan umum (general deterrence)
dan pencegahan yang diperluas (extended deterrence). Pencegahan umum (general
deterrence) berupa tindakan negara yang membangun pertahanan di dalam negeri guna
mencegah serbuan dari negara lain.
Sedangkan pencegahan yang diperluas (extended deterrence) berupa tindakan negara
yang memperluas pencegahan dengan bekerjasama dengan negara lain. Salah satunya berupa
tindakan negara yang membangun pangkalan militer di negara lain. Tindakan tersebut
bertujuan untuk menjadi pihak yang memberikan respon dini bila terdapat serangan dari
negara lain. Teori pencegahan sering dipahami secara rasional. Dimana rasionalitas ini
berhubungan dengan analisa keuntungan dan kerugian.
Perlombaan militer bisa mempengaruhi proses pembuatan kebijakan luar negeri. Hal
ini bisa dipahami dengan menggunakan game theory. Dimana terdapat dua alternatif yaitu
12
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
terus mempertahankan perlombaan militer atau menghentikannya dan bekerjasama satu sama
lain. Kemudian taktik strategis yang tidak terduga mempengaruhi kebijakan luar negeri.
Taktik strategis yang tidak terduga bisa berasal dari geopolitik, budaya, teknologi dan
kegagalan intelejen.
Taktik strategis yang tidak terduga membuat pembuat kebijakan luar negeri harus
segera meresponnya dengan cepat. Hal ini bisa dilihat pada peristiwa 9/11. Namun kebijakan
luar negeri bisa menangani taktik strategis yang ada. Aliansi menjadi faktor eksternal ketiga
yang mempengaruhi kebijakan luar negeri. Dimana Mintz berpendapat terdapat tiga jenis
aliansi yaitu netralitas, kesepakatan antar negara dan pakta pertahanan. Netralitas berarti
bentuk komitmen dari negara untuk tidak ikut berpartisipasi dalam penyerangan apapun.
Kesepakatan antar negara merupakan bentuk komitmen antar negara yang didalamnya
berisi akan saling berkonsultasi apabila salah satu negara diserang oleh lain. Sedangkan pakta
pertahanan berarti bentuk komitmen antar negara yang terlibat berupa negara akan membantu
negara lainnya bila diserang. Rezim pemerintahan yang berkuasa akan mempengaruhi
kebijakan luar negeri suatu negara. Dimana terdapat bukti yang nyata bahwa negara yang
demokratis akan cenderung tidak menyerang negara lain[ CITATION Min10 \p ": 121 128" \l 1057 ].
Daftar Pustaka
Baylis, Smith. The Globalization of World Politics An Introduction to International Relations. New
York: Oxford University Press, 2001.
Doyle, Michael W. “Liberalism and World Politic.” Jstore The American Political Science Review, Vol.
80 No. 04, 1986: 1155.
Fukuyama, Francis. The End of History and The Last Man Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi
Liberal. trans. Amrulloh. Yogjakarta: Qalam, 2004.
13
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Linkalter, Andrew. Teori - Teori Hubungan Internasional. trans. Sobirin. New York: ST MArtin Press,
INC, 1996.Mintz, Alex. Understanding Foreign Policy Decision Making. New York: Cambridge
University Press,
2010.
Moravcsik, Andrew. Liberal Theories of International Relations : A Primer. New Jersey: Princeton
University Press, 2010.
Rosenau, James N. The Study of Foreign Policy. New York: Free Press, 1972.
Steans, Pettiford. Hubungan Internasional Perspektif dan Tema. Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: 2007, 2007.
Viotti, Kauppi. International Relations Theory. Washington: Pearson, 2009.
14
111011300023
Kebijakan Luar Negeri Amerika Serikat terhadap Demokratisasi Myanmar
A. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap demokratisasi Myanmar?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap
demokratisasi Myanmar?
B. Kerangka Penelitian
Penulis akan menjawab pertanyaan penelitan tersebut dengan menggunakan teori
liberalisme dan konsep kebijakan luar negeri. Liberalisme mulai mendominasi hubungan
internasional pada dekade 1970an. Pada 1970an, kaum liberal mulai membuat serangan
terhadap dominasi realisme dalam hubungan internasional. Namun tradisi liberal dalam
pemikiran politik bisa ditelusuri dari pemikiran John Locke pada akhir abad ke
17[ CITATION Joh \p "h. 111" \l 1057 ]. John Locke menghasilkan karya-karya seperti Two
Treaties of Government (1690), A Letter on Toleration (1689), dan Some Thoughts
Concerning Education (1693) [ CITATION Suh07 \p "h. 185" \l 1057 ].
Karya-karyanya merefleksikan penenentangannya terhadap kekuasaan absolut dan
pembelaannya terhadap kebebasan dan civil society [ CITATION Suh07 \p ", h. 186" \n \l
1057 ]. Locke memiliki gagasan-gagasan tentang kemerdekaan, kebebasan individu, serta
Hak Asasi Manusia (HAM) [ CITATION Suh07 \p ", h. 181" \n \l 1057 ]. Gagasan-gagasan
tersebut berasal dari karyanya yang berjudul Two Treaties of Government. Sejak saat itu ideide
liberal
telah
membentuk
pemikiran
tentang
hubungan
pemerintahan
dan
masyarakat[ CITATION Joh \p ", h. 111" \n \l 1057 ]. Di Perancis, gagasan-gagasan
pemikiran Locke dipertahankan oleh Voltaire melalui karyanya Lettres Philosophique (SuratSurat Filsafat). Karya-karya Locke dan Voltaire mendorong Revolusi Perancis.
Liberalisme juga tidak bisa dilepaskan dari Revolusi Perancis tahun 1789. Revolusi
ini banyak diilhami oleh pemikiran-pemikiran liberal. Hal ini bisa dilihat dari slogan
Revolusi Perancis. Revolusi Perancis memiliki slogal berupa kebebasan (liberty), persamaan
(egality) dan persaudaraan (fraternity)[ CITATION Pau09 \p "h. 100" \l 1057 ]. Liberalisme
adalah sebuah teori tentang pemerintahan dalam suatu negara dan good governance antara
negara dan masyarakat[ CITATION Joh \l 1057 ].
1
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Dimana liberalisme menggunakan nilai-nilai seperti keteraturan, kebebasan, keadilan
dan toleransi dalam hubungan internasional. Institusi domestik dan internasional dibutuhkan
untuk melindungi dan menjaga nilai-nilai tersebut[ CITATION Joh \p ", h. 111" \n \l 1057 ].
Liberalisme merupakan doktrin yang universalis dan juga berkomitmen pada beberapa
konsepsi tentang suatu komitmen umat manusia yang universal yang melampaui
pengidentifikasian diri dengan dan keanggotaan dari komunitas negara-bangsa.
Konsep
kaum liberal tentang interdependensi dan masyarakat dunia menyatakan bahwa dalam dunia
kontemporer batas-batas antar-negara menjadi lebih mudah ditembus [ CITATION Jil092 \p
"h. 111" \l 1057 ].
Rasionalitas
Kaum liberalisme percaya bahwa seluruh umat manusia adalah makhluk rasional.
Rasionalitas manusia bisa digunakan untuk memahami prinsip-prinsip moral dan hidup
berdasarkan aturan hukum. Secara rasional orang-orang mengejar kepentingan-kepentingan
mereka sendiri, tetapi ada satu keselarasasn kepentingan yang potensial diantara masingmasing orang. Dalam hal ini, rasionalitas dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk
mempertimbangkan untung ruginya setiap tindakan[ CITATION Jil092 \p ", h. 100 - 102"
\n \l 1057 ].
Rasionalitas bisa digunakan dengan dua cara yang berbeda. Dalam pengertin
istrumen, sebagai kemampuan untuk mengungkapkan pikiran dan mengejar kepentingan
seseorang. Kedua rasionalitas dipahami sebagai kemampuan untuk memahami prinsip-prinsip
moral dan hidup bersama berdasarkan hukum. Rasionalitas atau esensi logika atau pikiran
lebih sebagai kemampuan umat manusia untuk memahami prinsip-prinsip moral daripada
dalam kerangka pengertian alat - tujuan atau untung - rugi[ CITATION Jil092 \p ", h. 109 111" \n \l 1057 ].
Kaum liberal percaya bahwa kemampuan untuk berpikir dan memahami prinsipprinsip moral merupakan hal yang universal, dengan kata lain merupakan sesuatu yang
dimiliki oleh semua umat manusia. Negara pun dianggap memiliki rasionalitas yang sama
sebagai aktor dalam hubungan internasional. Kaum liberal menilai kebebasan individu diatas
segala-galanya [ CITATION Jil092 \p ", h. 109 - 111" \n \l 1057 ]
Negara dan Pemerintah
Aktor-aktor yang berperan penting dalam politik internasional adalah individu yang
rasional, dan kelompok masyarakat yang mengorganisir dan saling bertukar untuk
2
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
mempromosikan kepentingannya. Kaum liberal melihat negara sebagai aktor penting dalam
hubungan internasional. Negara (aktor politik lainnya) berperan dalam sistem internasional
yang anarki dan negara memutuskan suatu kebijakan secara rasional.
Namun kaum
liberalisme juga menganggap penting societal actor seperti individu, private group,
kelompok kepentingan, media dan organisasi non pemerintahan (Non Government
Organizations). Negara bersifat self help [ CITATION Placeholder5 \p "h. 2 - 7" \l 1057 ]
Liberalisme menerima bahwa ciri utama dari negara adalah kedaulatan. Kaum Liberal
menyatakan bahwa kekuasaan militer tidak lagi efekif sehingga tidak lagi menjadi indikator
yang dapat dipercaya kekuatan suatu negara dalam perpolitikan dunia. Salah seorang pemikir
liberal yang paling diakui pada abad XIX, John Stuart Mill, berpendapat bahwa pemerintah
itu merupakan sosok ancaman yang diperlukan (a necessary evil)[ CITATION Jil092 \p ", h.
108 - 123" \n \l 1057 ].
Dengan kata lain, pemerintah diperlukan guna melindungi kebebasan indvidu, tetapi
dapat menjadi opresif dan tirani jika kekuasannya tidak dikontrol. Untuk itu, kaum liberal
biasanya mengusulkan adanya pemisahan seorang pemimpin kekuasaan dan check and
balances yang menjamin bahwa tak ada seorang pemimpin politik atau aparat pemerintahpun
yang mendominasi. Di negara demokrasi liberal keberadaan negara dipandang sebagai
penengah netral (neutral arbiter) diantara berbagai kepentingan yang saling bersaing dalam
suatu masyarakat yang terbuka dan plural [ CITATION Jil092 \p ", h. 108 & 118" \n \l
1057 ].
Negara memberikan kerangka acuan (secara hukum dan politik) yang didalamnya
memungkinkan seseorang untuk menjalankan urusan sehari-hari dengan perasaan aman dari
bahaya, sehingga berbagai jenis kesepakatan akan dilindungi dan orang-orang akan mampu
mengejar berbagai tujuan dan kepentingan mereka tanpa adanya larangan, namun dengan
catatan bahwa mereka tidak membahayakan orang lain[ CITATION Jil092 \p ", h. 118" \n \l
1057 ].
Kaum liberal menolak anggapan bahwa negara mencerminkan kepentingan seseorang,
kelas sosial yang sangat dominanan, atau salah satu kelompok elit manapun. Kaum liberal
mengakui bahwa negara dan masyarakat sipil itu saling berinteraksi. Negara memberikan
kerangka
regulasi
yang
mengatur
diberlangsungkannya
aktivitas-aktivitas
masyarakat[ CITATION Jil092 \p ", h. 119 - 120" \n \l 1057 ].
Kerjasama
3
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Sistem internasional dianggap sebagai arena tempat terjadinya berbagai interaksi
positif antar aktor yang berbeda. Karakteristik dari interaksi positif ini terdiri dari
interdependensi antar aktor, masyarakat internasional dan anarki. Liberalisme percaya bahwa
terdapat kerjasama diantara negara-negara dan aktor-aktor lainnya dalam politik
internasional. Kaum liberal percaya bahwa interaksi diantara negara-negara dalam berbagai
bidang menciptakan masalah-masalah yang membutuhkan kerjasama untuk memecahkannya[
CITATION Jil092 \p ", h. 124 & 126" \n \l 1057 ].
Keuntungan positif dan kepercayaan bersama yang muncul dari kerjasama dibidang
mana pun akan mendorong kerjasama dalam area yang lebih signifikan lainnya. Ketika
tingkat kerjasama dan integrasi semakin meningkat, maka akan bertambah sulit bagi negaranegara untuk menarik diri dari komitmen-komitmen yang meraka buat karena rakyat mereka
akan menyadari berbagai keuntungan yang diperoleh dengan bekerjasama[ CITATION Jil092
\p ", h. 127" \n \l 1057 ].
Dalam HI kontemporer, kaum liberal terus berpendapat bahwa interdependensi
memaksa negara-negara untuk saling bekerjasama secara lebih ekstensif dari pada
sebelumnya. Dari 1970an, jelas sudah bahwa negara menjadi lebih tergantung - lebih sensitif
terhadap atau bahkan dipengaruhi oleh tindakan-tindakan dari aktor-aktor lain[ CITATION
Jil092 \p ", h. 128 - 129" \n \l 1057 ].
Demokrasi
Bentuk interdependensi yang kompleks telah menghasilkan penyebaran nilai-nilai
universal secara global, contohnya:ak asasi manusia dan demokrasi. Liberalisme memandang
demokrasi menjadi bagian penting karena demokrasi memberikan penghargaan terhadap hak
individu, persamaan hak dan komitemen pada rule of law. Dimana kaum liberal menekankan
pada hak individu untuk diperlakukan sama di mata hukum dan kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam masyarakat atau bersaing di dalam pasar - dari pada persamaan sebagai
suatu hasil[ CITATION Jil092 \p ", h. 137 & 140" \n \l 1057 ].
Guna menciptakan situasi yang memberikan kesempatan yang sama bagi setiap orang
untuk mencapai sukses, diperlukan jaminan bahwa semua orang itu terdidik atau memiliki
tingkat keamanan sosial dan ekonomi secara mendasar. Demokrasi juga menyatakan bahwa
pemerintah adalah representasi dari masyarakat atas persetujuan mayoritas. Poin-poin
tersebutlah yang disetujui juga oleh kaum liberal. Kaum liberal percaya bahwa pemerintahan
itu diperlukan, tetapi sentralisasi kekuasaan tidaklah baik.[ CITATION Jil092 \p ", h. 100 4
NABILA FATMA GIYANTI
140" \n \l 1057 ].
111011300023
Liberalisme juga memandang sistem politik yang demokratis disuatu
negara mempengaruhi sistem internasional. Oleh karena itu kaum liberal sangat percaya akan
pentingnya demokrasi bagi suatu negara. Dalam negara-negara berdemokrasi liberal,
kekuasaan berada ditangan rakyat, sejauah rakyat tersebut secara periodik mampu memilih
untuk mengganti para pemimpin dari jabatannya[ CITATION Jil092 \p ", h. 122" \n \l
1057 ].
Dalam suatu negara berdemokrasi maju dengan masyarakat sipil yang kuat, kita juga
mungkin berharap untuk melihat rakyat terlibat secara aktif dalam percaturan politik melalui
keikutsertaan mereka dalam pergerakan - pergerakan sosial atau memberikan dukungan pada
program kerja NGOs. Kaum liberal sangat serius menghadapi gagasan bahwa rakyat
terkadang individu tetapi biasanya cenderung pada tindakan kolektif melalui kelompok atau
institusi penekan bisa meluaskan pengaruh. Kaum liberal percaya bahwa kekuasaan
disebarkan pada serangkaian institusi dan diantara berbagai negara dan aktor non
negara[ CITATION Jil092 \p ", h. 123" \n \l 1057 ].
Kemudian terkait demokrasi penulis juga menggunakan pemikiran-pemikiran Francis
Fukuyama dalam bukunya The End of History and The Last Man. Fukuyaman berpendapat
bahwa sebuah konsensus luar biasa berkenaan dengan legitimasi demokrasi liberal sebagai
sistem pemerintahan telah muncul diseluruh dunia selama beberapa tahun terakhir, setelah ia
menaklukan ideologi pesaing-pesaingnya seperti monarki turun-menurun, fasisme dan barubaru ini komunisme[ CITATION tra04 \l 1057 ]
Lebih dari itu, saya (fukuyama) berpendapat bahwa demokrasi liberal mungkin
merupakan “titik akhir dari evolusi ideologis umat manusia” dan “bentuk final pemerintahan
manusia”, sehingga ia bisa disebut sebagai “akhir sejarah”[ CITATION tra04 \p ", h. 1" \n \l
1057 ]. Keyakinana Fukuyama bahwa bentuk-bentuk pemerintahan, ekonomi politik, dan
masyarakat politik Barata adalah tujuan puncak yang pada akhirnya akan diraih semua umat
manusia akan menghadapi setidaknya tiga tantangan ortodoksi dalam Hubungan
Internasional[ CITATION Bur96 \l 1057 ].
Pertama, pernyataannya bahwa perkembangan politik dan ekonomi selalu berpusat
pada demokrasi liberal - kapitalis mengasumsikan bahwa perkembangan politik dan ekonomi
selalu berpusat pada demokrasi liberal - kapitalis mengasumsikan bahwa dunia non - Barat
berupaya mengikuti jalan yang dilalui Barat ke arah modernisasi: dengan kata lain, jalan yang
5
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
dilalui Barat menuju modernitas pada akhirnya akan menghasilkan kesepakatan
universal[ CITATION Bur96 \p ", h. 1" \n \l 1057 ].
Kedua, pendekatan Fukuyama menunjukan bahwa Barat adalah penjaga kebenaran
moral, dimana “kemajuan” akan mengharuskan semua masyarakat untuk mematuhi, tidak
memandang perbedaan bangsa dan negara. Ketiga, Fukuyama yakin bahwa kemajuan sejarah
umat manusia bisa diukur dengan tidak adanya konflik global dan penerapan prinsip
legitimasi secara internasional yang telah berkembang sepanjang masa dalam suatu tatanan
politik domestik[ CITATION Bur96 \p ", h. 1" \n \l 1057 ].
Keyakinan ini mendasari pendekatan “dalam-luar” (inside-out) terhadap hubungan
internasional, dimana perilaku eksternal negara bisa dijelaskan dengan mengkaji
kecenderungan politik dan ekonomi internal. Fukuyama memunculkan kembali pandangan
lama di antara para internasionalis liberla, bahwa penyebar-luasan tatanan politik yang sah
(legitimate) pada akhirnya akan mengakhiri konflik internasional [ CITATION Bur96 \p ", h.
1" \n \l 1057 ].
Posisi neo-Kantian ini mengasumsikan bahwa beberapa negara tertentu, yang
memiliki kredensi demokrasi-liberal, merupakan sebuah contoh atau model yang sempurna
yang akan ditiru oleh negara-negara lain diseluruh dunia. Penerjemahan yang progresif
terhadap prinsip-prinsip demokrasi-liberal bagi dunia internasional dikatakan telah
memberikan prospek terbaik bagi tatanan dunia yang damai karena ‘dunia yang terbentuk
atas demokrasi liberal ... seharusnya tidak boleh memicu perang, karena semua bangsa satu
sama lain akan memahami legitimasi bangsa lain[ CITATION Bur96 \p ", h. 1 - 2" \n \l 1057
].
Menurut kaum liberal, perdamaian merupakan permasalahan negara yang lazim :
istilah Kant, perdamaian bisa bersifat abadi. Hukum alam mengatur keselarasan dan
kerjasama antar manusia. Oleh karenanya, perang itu tidak alami dan tidak masuk akal :
perang meruapakan alat buatan dan bukanlah hasil dari hubungan sosial atau keganjilan sifat
manusia yang tak sempurna. Hal sama yang ada dalam pikitan kaum liberal, dari Rosenau,
Kant dan Cobden:ingga Schumpter dan Doyle, bahwa perang dimunculkan oleh
pemerintahan militeris dan non demokratis demi kepentingan pribadi mereka[ CITATION
Bur96 \p ", h. 2" \n \l 1057 ].
Penyelesaian yang mulai dikemukakan sejak abad ke - 18 tidak pernah berubah :
penyakit perang bisa disembuhkan melalaui dua pengobatan : demokrasi dan pasar bebas.
6
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Doyle menyatakan bahwa demokrasi liberal memiliki keunikan dalam hal kemampuan dan
kehendak mereka untuk menciptakan hubungan yang damai diantara mereka sendiri.
Perdamaian hubungan luar negeri antara negara-negara liberal ini dikatakan merupakan hasil
langsung dari tatanan politik bersama mereka yang sah, nerlandaskan pada prinsip-prinsip
dan landasan-landasan demokratis[ CITATION Bur96 \p ", h. 42 - 43" \n \l 1057 ].
Doyle menyimpulkan bahwa demokrasi mempertahankan selera konflik yang sehat
dengan negara-negara otoriter. Tetapi:al ini menunjukan bahwa prospek terbaik untuk
mengakhiri perang antara negara tergantung pada penyebaran pemerintahan demokratisliberal di seluruh dunia. Selain itu Fukuyama yakin bahwa kita telah memasuki sebuah
periode ketika perang sebagai sebuah instrumen diplomasi internasional mulai menjadi
usang[ CITATION Bur96 \p ", h. 43 - 44" \n \l 1057 ].
Kaum liberal selalu yakin bahwa legitimasi tatanan politik domestik sebagian besar
tergantung pada dukungan terhadap kedaulatana hukum (rule of law) dan penghormatan
negara terhadap hak asasi warga negaranya. Manusia dikatakan dikaruniai - semata-mata
kerena kemanusiaan mereka - dengan hak-hak, kebaikan-kebaikan, dan perlindunganperlindungan tertentu yang bersifat mendasar dan tidak dapat dihilangkan[ CITATION
Bur96 \p ", h. 51" \n \l 1057 ].
Dalam pemikiran kaum liberal mengenai kebijakan asing dalam hubungan
internasional, perluasan hak-hak ini kepada semua orang mempunyai tempat yang sangat
penting, karena negara-negara yang memperlakukan warga negara mereka sendiri secara eti
dan mengijinkan mereka berpartisipasi penuh dalam proses politik kemungkinan begitu
agresif perilakunya secara internasional. Pemerintah, khususnya pemerintahan yang tidak
demokratis, dipandang sebagai biang keladi utama timbulnya konflik dan kekacauan
internasional[ CITATION Bur96 \p ", h. 51 & 53" \n \l 1057 ].
Kebijakan Luar Negeri
Jika demokratisasi politik domestik dapat menciptakan berbagai perubahan penting
dalam bidang sosial dan ekonomi, maka akan terjadi sebuah kemajuan sepadan dalam
pelaksanaan kebijakan luar negeri sebagai hasil konsensus bersama[ CITATION Bur96 \p ",
h. 2" \n \l 1057 ]. Sifat rasionalitas dari aktor negara kemudian mempengaruhi kebijakan
luar negeri. Liberalisme memiliki asumsi bahwa negara merupakan representasi dari
masyarakat domestik yang membentuk state preferences[ CITATION Placeholder5 \p ", h.
7
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
3" \n \l 1057 ]. Sebelum membahas lebih lanjut terkait kebijakan luar negeri, penulis akan
membahas definisi kebijakan luar negeri dari beberapa tokoh liberal.
James N. Rosenau mendefinisikan kebijakan luar negeri dengan tiga konsep yaitu
sekumpulan orientasi (a cluster of orientations), seperangkat komitmen dan rencana untuk
bertindak (a set of commitments to and plans for action) dan bentuk perilaku atau aksi (a
form of behaviour). Kebijakan luar negeri sebagai sekumpulan orientasi merupakan pedoman
bagi para pembuat keputusan untuk menghadapi kondisi-kondisi eksternal yang menuntut
pembuatan keputusan dan tindakan berdasarkan orientasi tersebut. Orientasi ini terdiri dari
sikap, persepsi, dan nilai-nilai yang dijabarkan dari pengalaman sejarah, dan keadaaan
strategis yang menentukan posisi negara dalam politik internasional [ CITATION Jam72 \p ":
15 - 16" \l 1057 ].
Kebijakan luar negeri sebagai seperangkat komitmen dan rencana untuk bertindak
diartikan berupa rencana dan komitmen yang konkrit yang dikembangkan oleh para pembuat
keputusan untuk membina dan mempertahankan situasi lingkungan eksternal yang konsisten
dengan orientasi kebijakan luar negeri. Rencanan dan tindakan ini termasuk tujuan yang
spesifik serta alat atau cara untuk mencapai cara yang dianggap cukup memadai untuk
menjawab peluang dan tantangan dari luar negeri. Kebijakan luar negeri sebagai bentuk
perilaku atau tindakan diartikan pada tingkatan yang lebih empiris yaitu berupa langkahlangkah nyata yang diambil oleh para pembuat keputusan yang berhubungan dengan kejadian
serta situasi dilingkungan eksternal. Langkah - langkah tersebut dilakukan berdasarkan
orientasi umum yang dianut serta dikembangkan berdasarkan komitmen dan sasaran yang
lebih spesifik[ CITATION Jam72 \p ", h. 17" \n \l 1057 ].
Disisi lain Michael Doyle menyatakan bahwa liberalisme berkontribusi dalam
memahami kebijakan luar negeri dengan menitikberatkan pada individu, idealisme dan ideide yang diusung seperti Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan dan demokrasi. Modal sosial
seperti kapitalisme dan pasar serta institusi politik (demokrasi dan representasi) berdampak
langsung pada hubungan internasional[ CITATION Doy86 \p ": 1" \l 1057 ].
Sedangkan Moravcik menyatakan bahwa asumsi rasionalitas dapat dilihat dari
keterlibatan pimpinan negara dan dukungan domestik dalam pembentukan kebijakan luar
negeri. Keterlibatan ini untuk tujuan instrumental guna menjaga keuntungan dari aktor diluar
batas negara. Sehingga negara dapat membuat kalkulasi guna mencapai tujuan dengan biaya
yang paling efektif[ CITATION And10 \p ": 1" \l 1057 ].
8
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Preferensi Negara
Liberalisme mampu memberikan kontribusi positif dalam memahami kebijakan luar
negeri dengan berbagai asumsi yang dimilikinya. Pertama, negara merepresentasikan
masyarakat domestik yang membentuk preferensi negara (state preference). Bagi liberalisme
negara merupakan institusi yang representatif yang mengkonstruksi koalisi domestik sosial.
Moravcik berpendapat bahwa :
These social coalition define state “preferences” in world politics at any point in time : the “tastes,”
“ends,””basic interests,” or “fundamental social purpose” that underlie foreign policy[ CITATION
Placeholder5 \p ": 3" \n \l 1057 ].
Individu dan kelompok tidak memiliki pengaruh yang sama dalam kebijakan luar
negeri. Power individu dan kelompok bervariasi secara beragam tergantung konteks. Variasi
dari institusi dan tindakan representatif membantu mendefinisikan kelompok mana yang
mempengaruhi kepentingan nasional. Preferensi kelompok yang memiliki power domestik
membentuk preferensi negara dalam politik internasional.
Kedua, interdependensi antar preferensi mempengaruhi tindakan yang dilakukan oleh
negara. Oleh karena itu negara membutuhkan sebuah tujuan sosial yang dijadikan dasar dan
diperhatikan dalam hubungan internasional baik berupa konflik, kerjasama atau kebijakan
luar negeri lainnya[ CITATION Placeholder5 \p ": 3" \n \l 1057 ].
Hubungan teoritis antara preferensi dan tindakan negara dapat dilihat dari konsep
interdependensi kebijakan. Interdependensi kebijakan merujuk pada distribusi dan interaksi
prefensi dari berbagai negara. Dimana negara harus melihat cost and benefit dari negara lain
guna mendapatkan preferensi. Interdependensi kebijakan memiliki tiga pola yaitu preferensi
zero sum, preferensi harmonis, dan preferensi gabungan [ CITATION Placeholder5 \p ": 5" \n
\l 1057 ].
Preferensi zero sum dilakukan oleh suatu kelompok sosial dominan dalam suatu
negara guna mendapatkan preferensi negara melalui tindakan internasional yang menekan
dana serta mendominasi kelompok dominan dari negara lain.Preferensi harmonis terjadi
ketika kebijakan unilateral menjadi optimal bagi negara lain.Sedangkan preferensi gabungan
terjadi ketika negara bisa mendapatkan keuntungan jika setuju untuk mengkoordinasikan
tindakan [ CITATION Placeholder5 \p ": 5" \n \l 1057 ].
Bagi liberalisme, akar dari interdependensi antar preferensi merupakan asimetris
interdependesi seperti yang didefinisikan oleh Nye dan Keohane. Semua bersifat sama,
9
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
semakin kuat suatu negara memiliki interdependensi maka semakin instens prefensi yang
dimiliki
guna
mendapatkan
outcome
yang
diinginkan.
Semakin
negara
kurang
memperhatikan outcomes, maka semakin kurang intens preferensi yang dimiliki negara
tersebut. Sehingga power yang dimiliki pun rendah [ CITATION Placeholder5 \p ": 5" \n \l
1057 ].
Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Luar Negeri
Kebijakan luar negeri suatu negara dipengaruhi oleh faktor-faktor domestik dan
faktor-faktor internasional. Faktor-faktor domestik yang mempengaruhi kebijakan luar negeri
dapat dilihat dengan Model Rosenau dan Mintz.
Faktor Domestik
Menurut Rosenau, faktor domestik yang mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu
negara terdiri dari sumber masyarakat, sumber pemerintahan dan sumber idiosinkretik.
Sumber masyarakat merupakan sumber yang berasal dari lingkunga internal. Sumber ini
terdiri dari budaya dan sejarah, perkembangan ekonomi, struktur sosial dan opini publik
(Rosenau 1972).
Budaya dan sejarah mencangkup nilai, norma, tradisi, dan pengalaman masa lalu yang
mendasari hubungan antar anggota masyarakat. Perkembangan ekonomi mencangkup
kemampuan suatu negara untuk mencapai kesejahteraan. Hal ini dapat mendasari
kepentingan negara tersebut untuk berhubungan dengan negara lain.
Dimana kepentingan masing-masing negara berbeda. Struktur sosial mencangkup
sumber daya manusia yang dimiliki suatu negara atau seberapa besar konflik dan harmoni
internal dalam masyarakat. Opini publik menjadi faktor yang mempengaruhi. Dimana opini
publik dapat melihat perubahan kecenderungan masyarakat terhadap dunia luar [ CITATION
Jam72 \p ": 15" \n \l 1057 ].
Sumber pemerintah merupakan sumber internal yang menjelaskan tentang
pertanggung jawaban politik dan struktur dalam pemerintahan. Pertanggung jawaban politik
seperti pemilu, kompetisi partai dan tingkat kemampuan dimana pembuat keputusan dapat
secara fleksibel merespon situasi eksternal. Struktur kepemimpinan dari berbagai kelompok
dan individu yang terdapat dalam pemerintahan juga termasuk didalamnya [ CITATION
Jam72 \p ": 15" \n \l 1057 ].
10
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Sumber idiosinkretik merupakan sumber internal yang melihat nilai-nilai
pengalaman, bakat, serta kepribadian pembuat kebijakan yang mempengaruhi presepsi,
kalkulasi, dan perilaku mereka terhadap kebijakan luar negeri. Dimana tercangkup persepsi
seorang elit politik tentang keadaan alamiah dari arena internasional dan tujuan nasional yang
hendak dicapai [ CITATION Jam72 \p ": 15" \n \l 1057 ]. Sedangkan Mintz menyatakan
bahwa faktor domestik yang mempengaruhi kebijakan luar negeri terdiri dari taktik
pengalihan isu, kepentingan ekonomi, peranan opini publik dan siklus pemilu.
Taktik pengalihan isu sangat berhubungan dengan teori pengalihan. Teori pengalihan
merupakan teori yang menjelaskan gagasan pemimpin yang menggunakan kekuatan pada
waktu yang tepat. Dimana pemimpin yang ingin mempertahankan kekuasannya sering
menggunakan teori ini guna mengalihkan perhatian dari permasalah domestik dengan
menggunakan kekuatan militer negara untuk melawan musuh dari eksternal. Kepentingan
ekonomi menjadi pertimbangan tersendiri bagi negara dalam menentukan kebijakan luar
negeri.
Dimana kepentingan ekonomi mempengaruhi kebijakan luar negeri terutama dalam
bidang militer dan industri yang kompleks. Perdagangan dan pertukaran senjata menjadi
bagian dari kebijakan luar negeri. Opini publik terkait suatu persitiwa bisa memiliki peranan
signifikan. Dimana opini publik bisa mempengaruhi penggunaan kekuatan, eskalasi,
penghentian dan kebijakan luar negeri lainnya. Tekanan internal terhadap pimpinan kepala
negara di suatu negara dengan sistem demokrasi dapat memaksan kepala negara untuk
mencapai kesepakatan perdamaian.
Korban dari peperang juga bisa mempengaruhi opini publik dalam mendukung
penggunaan kekuatan militer di internasional. Kemudian siklus pemilu menjadi faktor
domestik penting penentu kebijakan luar negeri. Siklus pemilu menjadi momentum penting
untuk kepala negara bertahan. Dimana bila siklus politik mendekat, maka kepala negara akan
mencari kesempatan untuk dipilih kembali. Hal ini bisa membuat kepala negara
memanipulasi kebijakan ekonomi atau menggunakan opsi ikut berperang demi kepentingan
pribadi [ CITATION Min10 \p ": 129 - 133" \l 1057 ].
Faktor Eksternal
Selain faktor domestik negara memiliki faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi
kebijakan luar negeri. Menurut Rosenau, faktor eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar
negeri berupa faktor sumber sistemik. Sumber sistemik merupakan sumber yang berasal dari
11
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
lingkungan eksternal suatu negara. Sumber ini menjelaskan struktur hubungan antar negaranegara besar, aliansi yang terbentuk antara negara-negara, ukuran, letak geografis dan
teknologi.
Struktur hubungan antar negara besar merupakan jumlah negara besar yang ikut andil
dalam struktur hubungan internasional dan bagaimana pembagian kapabilitas antar mereka.
Dimana hal ini berhubungan dengan sistem internasional yang ada. Aliansi yang terbentuk
antar negara bisa mempengaruhi suatu negara di berbagai isu, komitmen aksi untuk masa
depan dan aturan pembentukan kebijakan secara formal.
Ukuran suatu negara mempengaruhi gambaran dan persepsi peranan dalam politik
internasional. Kemudian letak geografis suatu negara yang dilihat dari pulau-pulau,
kesuburan, iklim, akses terhadap air mempengaruhi pemerintah dan publik mendefinisikan
hubungan negara dengan dunia internasional. Disisi lain teknologi berkontribusi aktif
mendorong perubahan kapabilitas ekonomi dan militer serta status negara dalam sistem
internasional[ CITATION Jam72 \p ": 15 - 18" \l 1057 ].
Alex Mintz memiliki pendapat yang berbeda mengenai faktor eksternal yang
mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara. Mintz menyatakan bahwa faktor - faktor
eksternal yang mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara terdiri dari pencegahan dan
perlombaan militer, taktik strategis yang tidak terduga, aliansi dan rezim pemerintahan yang
berkuasa.
Faktor pencegahan dan perlomabaan militer sangat mempengaruhi kebijakan luar
negeri suatu negara. Dimana pencegahan terdiri dari pencegahan umum (general deterrence)
dan pencegahan yang diperluas (extended deterrence). Pencegahan umum (general
deterrence) berupa tindakan negara yang membangun pertahanan di dalam negeri guna
mencegah serbuan dari negara lain.
Sedangkan pencegahan yang diperluas (extended deterrence) berupa tindakan negara
yang memperluas pencegahan dengan bekerjasama dengan negara lain. Salah satunya berupa
tindakan negara yang membangun pangkalan militer di negara lain. Tindakan tersebut
bertujuan untuk menjadi pihak yang memberikan respon dini bila terdapat serangan dari
negara lain. Teori pencegahan sering dipahami secara rasional. Dimana rasionalitas ini
berhubungan dengan analisa keuntungan dan kerugian.
Perlombaan militer bisa mempengaruhi proses pembuatan kebijakan luar negeri. Hal
ini bisa dipahami dengan menggunakan game theory. Dimana terdapat dua alternatif yaitu
12
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
terus mempertahankan perlombaan militer atau menghentikannya dan bekerjasama satu sama
lain. Kemudian taktik strategis yang tidak terduga mempengaruhi kebijakan luar negeri.
Taktik strategis yang tidak terduga bisa berasal dari geopolitik, budaya, teknologi dan
kegagalan intelejen.
Taktik strategis yang tidak terduga membuat pembuat kebijakan luar negeri harus
segera meresponnya dengan cepat. Hal ini bisa dilihat pada peristiwa 9/11. Namun kebijakan
luar negeri bisa menangani taktik strategis yang ada. Aliansi menjadi faktor eksternal ketiga
yang mempengaruhi kebijakan luar negeri. Dimana Mintz berpendapat terdapat tiga jenis
aliansi yaitu netralitas, kesepakatan antar negara dan pakta pertahanan. Netralitas berarti
bentuk komitmen dari negara untuk tidak ikut berpartisipasi dalam penyerangan apapun.
Kesepakatan antar negara merupakan bentuk komitmen antar negara yang didalamnya
berisi akan saling berkonsultasi apabila salah satu negara diserang oleh lain. Sedangkan pakta
pertahanan berarti bentuk komitmen antar negara yang terlibat berupa negara akan membantu
negara lainnya bila diserang. Rezim pemerintahan yang berkuasa akan mempengaruhi
kebijakan luar negeri suatu negara. Dimana terdapat bukti yang nyata bahwa negara yang
demokratis akan cenderung tidak menyerang negara lain[ CITATION Min10 \p ": 121 128" \l 1057 ].
Daftar Pustaka
Baylis, Smith. The Globalization of World Politics An Introduction to International Relations. New
York: Oxford University Press, 2001.
Doyle, Michael W. “Liberalism and World Politic.” Jstore The American Political Science Review, Vol.
80 No. 04, 1986: 1155.
Fukuyama, Francis. The End of History and The Last Man Kemenangan Kapitalisme dan Demokrasi
Liberal. trans. Amrulloh. Yogjakarta: Qalam, 2004.
13
NABILA FATMA GIYANTI
111011300023
Linkalter, Andrew. Teori - Teori Hubungan Internasional. trans. Sobirin. New York: ST MArtin Press,
INC, 1996.Mintz, Alex. Understanding Foreign Policy Decision Making. New York: Cambridge
University Press,
2010.
Moravcsik, Andrew. Liberal Theories of International Relations : A Primer. New Jersey: Princeton
University Press, 2010.
Rosenau, James N. The Study of Foreign Policy. New York: Free Press, 1972.
Steans, Pettiford. Hubungan Internasional Perspektif dan Tema. Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: 2007, 2007.
Viotti, Kauppi. International Relations Theory. Washington: Pearson, 2009.
14