Kebijakan umum manajemen risiko revisi

KEBIJAKAN UMUM MANAJEMEN RISIKO

(REVISI IV)

2013

KATA PENGANTAR

Sehubungan dengan adanya ketentuan Bank Indonesia yang baru yaitu Peraturan Bank Indonesian No.13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 dan Surat Edaran Bank Indonesia No 14/37/DPNP tanggal 27 Desember 2012 perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) serta perubahan terkini mengenai Risk Appetite dan Risk Tolerance Bank, maka Biro Manajemen Risiko melakukan pengkinian (revisi ke-4) Kebijakan Umum Manajemen Risiko untuk menjadi panduan bagi masing - masing unit kerja (risk owner) dan pihak-pihak yang terkait dalam melakukan proses manajemen risiko.

Hal baru dari pengkinian Kebijakan Umum Manajemen Risiko ini adalah penambahan sub bab Risk Appetite dan perubahan sub bab Risk Tolerance Bank yang menjelaskan tentang parameter / kriteria-kriteria kuantitatif (Quantitative Statement) dan pernyataan kualitatif (Qualitative Statement) ; perubahan Laporan Penerapan Manajemen Risiko (Laporan Tingkat Kesehatan Bank/RBBR, Laporan Penilaian Kecukupan Modal sesuai Profil Risiko/ICAAP) ; serta pengkinian terhadap mengenai

pihak-pihak yang terkait dalam penerapan manajemen risiko sesuai perubahan terkini.

Dengan pengkinian kebijakan ini diharapkan kualitas tata kelola Bank pada seluruh jenjang organisasi melalui pengelolaan risiko dapat semakin ditingkatkan.

Jakarta, Juli 2013

Kata Pengantar i Daftar Isi

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pengertian I-1

B. Tujuan I-1

C. Landasan Hukum I-2

D. Pengesahan, Peninjauan dan Perubahan Kebijakan

I-3

E. Distribusi Kebijakan I-4

F. Kode Etik dan Perilaku (Code of Conduct) I-4

H. Pengelolaan Kebijakan I-4

BAB II KONSEP-KONSEP MANAJEMEN RISIKO

A. Peran Manajemen Risiko

II - 1

B. Proses Manajemen Risiko

II - 1

C. Jenis - Jenis Risiko

II - 2

1. Risiko Kredit

II - 2

2. Risiko Pasar

II - 2

3. Risiko Likuiditas

II - 3

4. Risiko Operasional

II - 3

5. Risiko Hukum

II - 4

6. Risiko Stratejik

II - 4

7. Risiko Kepatuhan

II - 4

8. Risiko Reputasi

II - 4

D. Penerapan Manajemen Risiko II - 5

BAB III FILOSOFI MANAJEMEN RISIKO, RISK APPETITE DAN RISK TOLERANCE

A. Filosofi Manajemen Risiko

III - 1

1. Sudut Pandang Pemegang Saham terhadap Risiko III - 1

2. Hubungan Fokus Usaha dengan Risiko

III - 1

3. Elemen dalam Menyusun Filisofi Risiko

III - 1

4. Filosofi Risiko Disesuaikan dengan Strategi Usaha III - 2

B. Risk Appetite

III - 2

C. Risk Tolerance

III - 5

D. Pelanggaran Terhadap Risk Appetite dan Risk Tolerance III - 6

BAB IV MANAJEMEN RISIKO UMUM

A. Kebijakan Manajemen Risiko Umum

IV - 1

1. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi

IV - 1

2. Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit

IV - 1

3. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko serta Sistem Informasi Manajemen

IV - 7

4. Sistem Pengendalian Intern (SPI)

IV - 17

B. Kebijakan Lainnya Terkait Penerapan Manajemen Risiko IV - 20

1. Pengelolaan Risiko Produk & Aktivitas Baru dan Transaksi Derivatif

IV - 20

2. Laporan Penerapan Manajemen Risiko

IV - 20

BAB V STRUKTUR ORGANISASI, PERAN DAN TANGGUNG JAWAB MANAJEMEN RISIKO

A. Cakupan dan Tujuan V-1

B. Struktur Organisasi V-1

1. Struktur Organisasi Bank V-1

2. Struktur Organisasi Biro Manajemen Risiko V-2

3. Struktur Pelaporan Risiko V-2

C. Peran & Tanggung Jawab Dewan Komisaris V-3

D. Peran & Tanggung Jawab Direksi (BOD) V-8

E. Peran & Tanggung Jawab Komite Manajemen Risiko V - 8

1. Keanggotaan Kuorum KMR V-8

2. Peran dan Tanggung Jawab KMR V-9

F. Peran & Tanggung Jawab ALCO

V - 11

G. Peran & Tanggung Jawab Pemilik Risiko Secara Umum

V - 12

H. Peran & Tanggung Jawab Biro Manajemen Risiko (BMR) V - 16

I. Peran & Tanggung Jawab Biro Pengawasan (SKAI) V - 21 J. Peran & Tanggung Jawab Pejabat Koordinator Risiko (KR) V - 24 K. Peran & Tanggung Jawab Pejabat Koordinator Jenis

V - 25 L. Peran & Tanggung Jawab Corporate Banking Group (CIB), Commercial Banking Group (CBG), Retail Banking Group (RBG) dan Divisi Institutional Banking & BUMN (IBD)

Risiko (KJR)

V - 26 M. Peran & Tanggung Jawab Divisi Liquidity (DLI), Divisi Currency Trading & Commercial (DCC) dan Divisi Capital Market (DCM)

V - 29

N. Peran & Tanggung Jawab Biro Umum & Personalia (BUP)

dan Biro Pengembangan & Pelatihan (BPE)

V - 32

O. Peran & Tanggung Jawab Biro Teknologi Informasi (BTI)

V - 33 P. Peran & Tanggung Jawab Biro Administrasi Keuangan (BAK) V - 34 Q. Peran & Tanggung Jawab Operations Group (OPG) V - 36 R. Peran & Tanggung Jawab Biro Hukum (BHU)

V - 37 S. Peran & Tanggung Jawab Biro Kepatuhan (BCO)

V - 38 T. Peran & Tanggung Jawab Divisi Internasional Operations (DIO)

V - 38 U. Peran & Tanggung Jawab Corporate Secretary (CSE)

V - 41

V - 41 W. Peran & Tanggung Jawab Komite Pemantau Risiko

V. Peran & Tanggung Jawab Komite Audit

V - 42

X. Peran & Tanggung Jawab Komite Remunerasi & Nominasi V - 42

LAMPIRAN 1 - Risk Appetite dan Risk Tolerance

A. Pengertian

Terminologi yang digunakan dalam kebijakan ini adalah sebagai berikut :

1. Bank adalah PT. Bank Pan Indonesia Tbk.

2. Dewan Komisaris adalah Dewan Komisaris PT. Bank Pan Indonesia Tbk.

3. Komite Manajemen Risiko (KMR) adalah Komite Manajemen Risiko PT. Bank Pan Indonesia Tbk.

4. Direksi adalah Direksi PT. Bank Pan Indonesia Tbk.

5. Unit Manajemen Risiko adalah Biro Manajemen Risiko (BMR) PT. Bank Pan Indonesia Tbk.

6. Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu.

Selanjutnya definisi risiko yang lebih komprehensif mempunyai pengertian yang lebih luas dan tidak hanya mencakup berbagai risiko keuangan saja, tetapi juga berbagai risiko yang berkaitan dengan kegiatan operasi dan tujuan strategis Bank. Risiko meliputi kemungkinan adanya peristiwa yang tidak pasti terjadi di masa mendatang yang menyebabkan Bank tidak dapat mencapai tujuan operasional dan tujuan strategisnya, serta kemungkinan mengalami timbulnya “opportunity-cost” sebagai akibat dari hilangnya peluang pasar.

7. Manajemen Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha Bank.

B. Tujuan

1. Menetapkan kebijakan yang komprehensif terkait dengan aspek umum manajemen risiko.

2. Sebagai acuan umum untuk:

a. Penerapan manajemen risiko atas seluruh jenis risiko.

b. Manajemen dalam memahami risiko yang dihadapi Bank dan langkah mitigasi risiko yang harus dilakukan.

c. Menetapkan tugas dan tanggung jawab yang jelas pada masing- masing unit.

d. Menetapkan kecukupan kuantitas dan kualitas SDM untuk mendukung penerapan Manajemen Risiko secara efektif.

e. Memastikan bahwa budaya risiko telah disosialisasikan pada setiap jenjang organisasi.

C. Landasan Hukum

Kebijakan ini dibuat dalam rangka memenuhi :

1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003, tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

2. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No.5/21/DPNP tanggal 29 September 2003, perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

3. Peraturan Bank Indonesia No.8/6/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006, tentang Penerapan Manajemen Risiko Secara Konsolidasi Bagi Bank yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan Anak.

4. Surat Edaran Bank Indonesia No. 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006, perihal Prinsip Kehati - hatian dan Laporan Dalam Rangka Penerapan Manajemen Risiko Secara Konsolidasi Bagi Bank yang Melakukan Pengendalian Terhadap Perusahaan Anak.

5. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007, perihal Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum.

6. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.9/13/PBI/2007 tanggal 1 November 2007, tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar.

7. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009, tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

8. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No.13/23/DPNP tanggal 25 Oktober 2011, perihal perubahan atas Surat Edaran No. 5/21/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

9. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

10. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No.13/24/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

11. Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No. 14/37/DPNP tanggal 27 Desember 2012, perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA).

D. Pengesahan, Peninjauan dan Perubahan Kebijakan

Kebijakan ini adalah revisi keempat dari Kebijakan Manajemen Risiko Umum. Seiring dengan perkembangan dunia perbankan Indonesia dan internasional serta perubahan prosedur Bank, pengkinian secara bertahap dari Kebijakan ini dapat dilakukan secara berkala.

1. Kebijakan atau perubahan yang dilakukan pada Kebijakan ini wajib disetujui oleh Direksi dan disahkan oleh Komisaris.

2. Kebijakan ini wajib ditinjau ulang secara berkala sesuai ketentuan Bank Indonesia atau seiring dengan adanya perubahan dalam 2. Kebijakan ini wajib ditinjau ulang secara berkala sesuai ketentuan Bank Indonesia atau seiring dengan adanya perubahan dalam

3. Setiap perubahan berupa penambahan atau pengurangan Kebijakan ini dapat diajukan kepada BMR yang bertanggung jawab melakukan revisi/kaji ulang Kebijakan ini.

E. Distribusi Kebijakan

1. Kebijakan ini wajib didistribusikan kepada Dewan Komisaris & Direksi, Divisi, Biro dan Group.

2. Semua pejabat yang memperoleh copy Kebijakan ini tidak diperkenankan memberikan, meminjamkan atau membuat fotocopy baik sebagian dan atau seluruhnya untuk pihak lain.

3. Seluruh karyawan yang menerima Kebijakan ini diharuskan untuk mempelajarinya dan memahami seluruh kebijakan yang telah dijabarkan, serta menjamin kerahasiaan dari isi Kebijakan ini.

F. Kode Etik dan Perilaku (Code of Conduct)

Untuk mendukung penerapan kebijakan yang dijabarkan dalam Kebijakan ini, seluruh karyawan yang relevan diharapkan untuk menjunjung tinggi standar etika dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan standar etika dan perilaku (code of conduct) yang berlaku di PT. Bank Panin, Tbk.

G. Pengelolaan Kebijakan Tata Cara Mengelola Buku Kebijakan

1.1. Divisi / Biro / Group terkait menunjuk seorang pejabat / petugas yang mengelola Buku Kebijakan ini sebagai staf pengelola.

1.2. Pengelola yang ditunjuk bertanggung jawab atas pemeliharaan, penggunaan, pengkinian (up dating) serta penyimpanannya.

1.3. Dalam hal pengelola beralih tugas, maka pengelola Buku Kebijakan harus diserahterimakan kepada pengelola pengganti yang ditunjuk. Serah terima dicatat dalam Kartu Pengelola.

A. Peran Manajemen Risiko

Manajemen Risiko Bank dibentuk untuk meningkatkan kualitas tata kelola Bank melalui pengelolaan risiko atas risiko kredit, pasar (suku bunga dan nilai tukar), likuiditas, operasional, hukum, stratejik, kepatuhan dan reputasi yang melekat pada seluruh aktivitas fungsional Bank.

B. Proses Manajemen Risiko

Proses manajemen risiko merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri atas :

1. Identifikasi Risiko

Risiko dan sumber-sumber risiko harus diidentifikasi, ditentukan, dan dianalisis. Risk Appetite (selera risiko) Bank dijabarkan dan didasarkan pada tujuan dan kompleksitas usaha Bank.

2. Pengukuran Risiko

Pengkajian terhadap dampak potensial pada kegiatan usaha dan proses pengukuran dilakukan komprehensif dalam mencakup seluruh sumber-sumber eksposur risiko yang signifikan. Pengkajian dan penanganan risiko bersifat responsif terhadap kebutuhan dari para pengguna informasi tersebut.

3. Pemantauan Risiko

Pelaporan yang disampaikan memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu mengenai eksposur risiko kepada manajemen. Petugas yang memantau risiko bersikap independen terhadap mereka yang mengambil posisi (yang dapat menimbulkan risiko). Manajemen risiko memastikan bahwa aktivitas-aktivitas operasional tidak menimbulkan kerugian yang dapat mengancam kelangsungan usaha Bank.

4. Pengendalian Risiko

Menentukan tindakan yang dapat diambil untuk menghilangkan atau mengurangi risiko serta mengantisipasi dampak dari peristiwa yang tidak dapat diperkirakan dan menimbulkan kerugian. Penanganan dan pengelolaan risiko dapat meliputi berbagai strategi manajemen risiko seperti lindung nilai eksposur risiko keuangan dengan melakukan transaksi derivatif. Limit risiko harus sesuai dengan kebijakan dan kewenangan yang ditetapkan Bank.

Pemilik risiko memiliki tanggung jawab utama untuk mengendalikan dan mengelola berbagai risiko transaksi dan portfolio.

C. Jenis-Jenis Risiko

Risiko-risiko yang merupakan prioritas dalam aktivitas fungsional Bank adalah sebagai berikut :

1. Risiko Kredit (Credit Risk)

Risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat kegagalan debitur dan / atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank.

2. Risiko Pasar (Market Risk)

Risiko Pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk Risiko perubahan harga option. Risiko Pasar terbagi atas :

2.1. Risiko Suku Bunga (Interest Rate Risk)

Risiko suku bunga adalah potensi kerugian yang timbul akibat pergerakan suku bunga di pasar yang berlawanan dengan posisi atau transaksi Bank yang mengandung risiko suku bunga.

2.1.1 Risiko Suku Bunga mencakup : 2.1.1 Risiko Suku Bunga mencakup :

b. Risiko Umum adalah risiko perubahan harga instrumen keuangan akibat perubahan faktor-faktor pasar, seperti perubahan (naik / turun) harga surat berharga akibat kasus sub-prime mortgage.

2.2. Risiko Nilai Tukar (Foreign Exchange Risk)

Risiko Nilai Tukar (Foreign Exchange/FX Risk) adalah risiko kerugian akibat pergerakan yang berlawanan dari nilai tukar pada saat Bank memiliki posisi terbuka.

3. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)

Risiko Likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan / atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Risiko likuiditas dapat dikategorikan sebagai berikut:

3.1. Risiko Likuiditas Pasar, yaitu risiko yang timbul karena Bank tidak mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar (market disruption)

3.2. Risiko Likuiditas Pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena Bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain.

4. Risiko Operasional (Operational Risk)

Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, Risiko operasional adalah risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem,

5. Risiko Hukum (Legal Risk)

Risiko hukum adalah risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis.

6. Risiko Stratejik (Strategic Risk)

Risiko stratejik adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis.

7. Risiko Kepatuhan (Compliance Risk)

Risiko Kepatuhan adalah risiko akibat Bank tidak mematuhi dan / atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Pada prakteknya risiko kepatuhan melekat pada risiko Bank yang terkait pada peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku, seperti risiko kredit terkait dengan ketentuan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aktiva Produktif, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif (PPAP), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), risiko pasar terkait dengan ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN), risiko stratejik terkait dengan ketentuan Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) Bank, dan risiko lain yang terkait dengan ketentuan tertentu.

8. Risiko Reputasi (Reputation Risk)

Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank.

D. Penerapan Manajemen Risiko

Penerapan Manajemen Risiko paling kurang mencakup 4 (empat) yaitu:

a. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi.

b. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit manajemen risiko.

c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko.

d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

RISK APPETITE DAN RISK TOLERANCE

A. Filosofi Manajemen Risiko

1. Sudut Pandang terhadap Risiko

Filosofi Risiko dapat bervariasi mulai dari tingkat “risk averse” (tidak mengambil risiko) ke tingkat “risk appetite dan risk tolerance” (menerima batasan risiko tertentu), atau hal ini dapat terjadi di antara kedua tingkat tersebut.

2. Hubungan Fokus Usaha dengan Risiko

Seringkali ada argumen mengenai apakah risiko mempengaruhi fokus usaha atau apakah fokus usaha mempengaruhi risiko. Sebuah Bank biasanya menyusun strategi usaha pertama kali berdasarkan analisis SWOT. Kemudian, berdasarkan fokus usaha yang telah disetujui, jumlah risiko yang akan diambil ditentukan. Dalam hal ini, risiko adalah sebuah hasil dari strategi dan fokus usaha.

3. Elemen dalam Menyusun Filosofi Risiko

Direksi memahami fokus usaha dari pemegang saham Bank atau mitra mayoritas. Hal ini harus dinyatakan dalam Laporan Tahunan Bank. Filosofi Risiko harus disusun dengan mempertimbangkan keinginan pemegang saham dan fokus usaha yang telah disetujui. Filosofi Risiko adalah pernyataan umum yang menjelaskan mengenai sikap Bank terhadap risiko.

4. Filosofi Risiko Disesuaikan dengan Strategi Usaha

4.1. Filosofi Risiko harus selaras dengan fokus dan strategi usaha bank. Sebagai contoh, bila Fil osofi Risiko menyatakan bahwa “Bank ingin mempunyai laba yang stabil dari tahun ke tahu n tanpa adanya kejutan”, namun Bank mengambil posisi nilai tukar atau suku bunga yang besar di mana kerugian potensial dapat menghapuskan sebagian besar dari laba Bank, maka Filosofi Risiko yang ada dapat dikatakan tidak selaras dengan strategi usaha.

BMR-2004 (Rev.4-07/2013) III - 1/6

RISK APPETITE DAN RISK TOLERANCE

4.2. Keselarasan antara Filosofi Risiko dengan strategi usaha Bank dapat menghindari berdampak :

4.2.1. Bank dapat mengambil lebih sedikit risiko tetapi kehilangan kesempatan; atau

4.2.2. Bank mengambil terlalu banyak risiko tetapi membahayakan pendapatan dan kelangsungan operational Bank.

Filosofi Risiko yang telah didiskusikan dan disetujui oleh Direksi PT. Bank Panin, Tbk adalah sebagai berikut :

“TO ENHANCE STAKE HOLDER’S VALUE THROUGH EFFECTIVE RISK MANAGEMENT AND GOOD CORPORATE GOVERNANCE ”

B. Risk Appetite

1. Risk appetite atau tingkat risiko yang akan diambil merupakan tingkat dan jenis risiko yang bersedia diambil oleh Bank dalam rangka mencapai sasaran Bank. Pendefinisian risk appetite didahului dengan terdapatnya perangkat untuk menentukan profil risiko pada suatu Bank untuk semua kategori risiko (risiko pasar, risiko kredit, risiko operational, risiko bisnis, risiko reputasi, kepatuhan, dan lain-lain) yang dianggap bisa berpengaruh pada pencapaian objektif Bank yang terangkum dalam pernyataan visi dan misi Bank yang tercermin pada strategi bisnis, ekspektasi dari stakeholders, sifat dan karakteristik risiko yang diambil, dan kemungkinan dari situasi risiko tertentu lintas unit organisasi.

2. Biro Manajemen Risiko merangkum parameter / kriteria-kriteria kuantitatif (Quantitative Statement) dan pernyataan kualitatif (Qualitative Statement) yang dinyatakan sebagai Risk Appetite dan Risk Tolerance Bank (lihat lampiran 1).

3. Dalam menetapkan Risk Appetite Bank menggunakan parameter / kriteria- kriteria yang besarannya ditentukan oleh Dewan Direksi (Komite Manajemen Risiko) dalam Risalah Meeting sebagai berikut :

BMR-2004 (Rev.4-07/2013) III - 2/6

RISK APPETITE DAN RISK TOLERANCE

Risk Appetite

No Metrics Pertimbangan

Statement

Quantitative Statement

Regulatory capital minimum 8% plus

indicative add-on penerapan Pilar 2. 1 Kecukupan

Target CAR Ratio

conservation buffer pada Penyediaan

minimum x %

Adanya

penerapan modal Basel III. Modal

Batasan minimum regulasi untuk tier-1 Minimum

Target Tier-1

capital dibandingkan dengan ATMR 5%. 2 (CAR)

Capital Ratio

minimum x %

Mempertimbangkan penerapan Modal Basel III.

3 Minimum NIM Ratio x%

Bentuk perwujudan dalam pencapaian

visi dan misi Bank.

Menjaga kestabilan pertumbuhan dan 4 Sustainability of x%

Target ROA Ratio >

usaha Bank tanpa Earnings

kelangsungan

mengabaikan

risiko bisnis yang

Minimum Earnings

dihadapi.

5 Asset / Total Asset Ratio x % Target NPL Gross

6 Minimum regulatory NPL Ratio (gross)

<x%

Rating Surat

Asset Quality

Berharga minimum 7 Investment Grade

Eksposur

Minimum regulatory NOP Ratio 20%. Trading Net

Target NOP < x %

8 Open Position

Target LDR Ratio x

Batas bawah ketentuan BI = 78%

9 %-x%

Kecukupan

Likuiditas Menjaga kestabilan likuiditas untuk

DPK < x % Target

Perbandingan x

kelangsungan

usaha Bank secara

10 Deposan Inti / Total sehat.

Target Cost /

Menjaga kestabilan pertumbuhan dan

usaha Bank tanpa Efficiency 11 Usaha

Income Ratio < x %

kelangsungan

mengabaikan

risiko bisnis yang

dihadapi.

BMR-2004 (Rev.4-07/2013) III - 3/6

RISK APPETITE DAN RISK TOLERANCE

Risk Appetite

No Metrics Pertimbangan

Statement

Qualitative Statement

indikator finansial secara komprehensif dan penetapan early warning dalam mengukur

Melakukan

pengawasan terhadap

Aktivitas Bisnis

efektivitas bisnis.

Pengembangan pada sektor-sektor yang sudah menjadi expertise Bank dengan pembatasan terhadap sektor-sektor yang berisiko tinggi.

Menjaga kualitas pemberian kredit UKM baik secara langsung maupun melalui channeling.

Menjaga etika bisnis yang bersih dan sehat.

Peningkatan kualitas SDM dan optimalisasi pengembangan teknologi yang berkaitan dengan aktifitas untuk meminimalisasi kesalahan

Aktivitas operational yang berdampak kerugian pada nasabah. Operasional

Peningkatan integritas dan kesadaran SDM akan perkembangan tindak kejahatan perbankan maupun tindak pidana pencucian uang.

Berdasarkan parameter / kriteria-kriteria tersebut Dewan Direksi menetapkan risk appetite Bank per jenis risiko dan berdasarkan risiko secara keseluruhan. Risk appetite yang telah ditentukan Dewan Direksi harus selalu dipantau dan jika terdapat profil risiko aktual melewati risk appetite yang telah ditetapkan, Dewan Direksi harus mengambil tindakan-tindakan tertentu untuk membawa profil risiko agar berada dalam risk appetite Bank.

C. Risk Tolerance

Risk tolerance atau toleransi risiko biasanya disebut juga limit toleransi, yaitu tingkat variasi relatif kejadian risiko yang dapat diterima untuk pencapaian tujuan stratejik Bank atau tingkat dimana kejadian risiko yang terjadi tidak akan menggangu pencapaian tujuan Bank.

1. Toleransi risiko merupakan tingkat dan jenis risiko yang secara maksimum ditetapkan oleh Bank sebagai penjabaran dari tingkat risiko yang akan diambil

(risk appetite) setelah mempertimbangkan strategi dan tujuan bisnis Bank

serta kemampuan Bank dalam mengambil Risiko (risk bearing capacity).

2. Toleransi risiko ditetapkan per jenis risiko dan risiko Bank secara keseluruhan sebagaimana halnya risk appetite, melalui pendekatan sebagai berikut :

BMR-2004 (Rev.4-07/2013) III - 4/6

RISK APPETITE DAN RISK TOLERANCE

2.1.Melakukan pengukuran posisi berbagai parameter jenis risiko dalam portfolio Bank saat ini (“as is” position) dan posisi proyeksi yang akan dicapai ( “to be” position) di masa depan (satu tahun ke depan), untuk Risiko Nilai Tukar, Suku Bunga, Likuiditas, Kredit, Operational dan Risiko Lainnya, serta Sistem Pemeringkatan Kredit internal dengan metode “quick dan dirty” untuk Risiko Kredit.

2.2. Setelah eksposur risiko nilai tukar, suku bunga, likuiditas, kredit, operational dan risiko lainnya bagi Bank diukur dan dikuantifikasi dengan model pengukuran dan formula tertentu, hasil akhir harus dikaji.

2.2.1. Bila Direksi menyetujui besarnya risiko yang diambil dan direncanakan saat ini harus diaplikasikan atau diproyeksikan untuk tahun mendatang, maka B ank dapat, menggunakan “jumlah kerugian potensial”, dan kerugian aktual yang diderita menentukan kerugian maksimum yang dapat diterima Bank.

2.2.2. Sebaliknya, bila model pengukuran menentukan bahwa risiko yang ada saat ini terlalu rendah atau terlalu tinggi, besarnya risiko yang akan diambil dapat dinaikkan atau dikurangi secara tepat dengan mengurangi eksposur yang relevan pada risiko nilai tukar dan obligasi, suku bunga, likuiditas, kredit dan operational. Jumlah yang dihasilkan dapat disesuaikan menurut pendapatan atau ekuitas Bank.

2.3. Sebagai pedoman umum, Direksi telah menetapkan batas toleransi risiko maksimum Bank dengan parameter sebagai berikut :

No

Quantitative Risk Appetite

Risk Tolerance

1 Target CAR Ratio minimum at least x % x% 2 Target Tier - 1 Capital Ratio minimum at least x %

x%-x% 3 Minimum NIM Ratio x%

x%-x% 4 Target ROA Ratio > x %

x% 5 Minimum Earnings Asset / Total Asset Ratio x %

x%-x% 6 Target NPL Gross < x %

x% 7 Target NOP < x %

x% 8 Target LDR Ratio x % - x %

≤x% 9 Target Perbandingan 50 Deposan Inti / Total DPK < x %

x%-x% 10 Target Cost / Income Ratio < x%

x%-x%

BMR-2004 (Rev.4-07/2013) III - 5/6

RISK APPETITE DAN RISK TOLERANCE

No

Qualitative Risk

Risk Tolerance

Metric

1 Zero Tolerance for Fraud Aktivitas Operasional

2 No Breach of Delegated Authorities

Risk tolerance yang telah ditentukan Dewan Direksi selalu dipantau dan jika terdapat parameter risk tolerance yang melewati batasan / limit yang telah ditetapkan, Dewan Direksi harus mengambil tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki dan/atau menyesuaikan dengan kondisi terkini yang tidak melampaui risk appetite Bank.

D. Pelanggaran Terhadap Risk Appetite dan Risk Tolerance

Jika terjadi pelanggaran terhadap Risk Appetite dan Risk Tolerance, maka hal- hal yang harus diperhatikan adalah :

1. Memberikan laporan kepada Direksi termasuk hasil analisa terhadap penyebab dari adanya pelampauan atau pelanggaran terhadap Risk Appetite/Risk Tolerance.

2. BMR melakukan koordinasi untuk mengadakan rapat Komite Manajemen Risiko (extra-ordinary) dengan mengundang Divisi/Biro/Group yang berkepentingan terhadap indikator Risk Appetite/Risk Tolerance yang melampaui batasan yang ditetapkan.

3. Rapat memutuskan dilakukannya action plan termasuk batas waktu yang ditetapkan untuk mengembalikan keadaan semula.

4. Jika hal tersebut masih tidak memungkinkan, maka atas persetujuan Direksi dan Dewan Komisaris, diadakan kaji ulang pembentukan Risk Appetite/Risk Tolerance.

BMR-2004 (Rev.4-07/2013) III - 6/6

A. KEBIJAKAN MANAJEMEN RISIKO UMUM

Penerapan Manajemen Risiko secara efektif baik untuk Bank secara individual maupun untuk Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak, yang paling kurang mencakup 4 (empat) pilar yaitu:

1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;

2. Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit;

3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan

4. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dari masing-masing pilar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris Dan Direksi

Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab atas efektivitas penerapan Manajemen Risiko di Bank dengan wewenang dan tanggung jawab merujuk pada Bab V Kebijakan ini.

2. Kebijakan, Prosedur & Penetapan Limit

Dalam Penetapan Kerangka Kebijakan Manajemen Risiko Bank harus memperhatikan faktor-faktor pendukungnya yang mencakup:

Strategi Manajemen Risiko Kebijakan dan prosedur Limit Risk Appetite dan Risk Tolerance

I. Strategi Manajemen Risiko

a) Penetapan Kerangka Kebijakan Manajemen Risiko antara lain dengan cara menyusun Strategi Manajemen Risiko, yang memastikan bahwa :

1) Bank tetap mempertahankan eksposur risiko yang sesuai dengan kebijakan, prosedur intern Bank, peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku;

2) Bank dikelola oleh sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keahlian di bidang manajemen risiko, sesuai dengan kompleksitas dan kemampuan usaha Bank.

3) Bank merumuskan strategi manajemen risiko sesuai strategi bisnis secara keseluruhan dengan memperhatikan tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko.

4) Direksi mengkomunikasikan strategi manajemen risiko dimaksud secara efektif kepada seluruh satuan kerja, manajer, dan staf yang relevan agar dipahami secara jelas.

5) Direksi melakukan review atas strategi manajemen risiko dimaksud secara berkala termasuk dampaknya terhadap kinerja keuangan Bank, untuk menentukan apakah perlu dilakukan perubahan terhadap strategi manajemen risiko Bank.

b) Strategi manajemen risiko disusun berdasarkan prinsip-prinsip umum berikut:

1) Strategi manajemen risiko harus berorientasi jangka panjang untuk memastikan kelangsungan usaha Bank dengan mempertimbangkan kondisi/siklus ekonomi;

2) Strategi manajemen risiko secara komprehensif dapat mengendalikan dan mengelola risiko Bank dan perusahaan anak; dan

3) Mencapai kecukupan permodalan yang diharapkan disertai alokasi sumber daya yang memadai.

c) Strategi manajemen risiko disusun dengan mempertimbangkan faktor- faktor berikut:

1) Perkembangan ekonomi dan industri serta dampaknya pada risiko Bank;

2) Organisasi Bank termasuk kecukupan sumber daya manusia dan infrastruktur pendukung;

3) Kondisi keuangan Bank termasuk kemampuan untuk menghasilkan laba, dan kemampuan Bank mengelola risiko yang timbul sebagai akibat perubahan faktor eksternal dan faktor internal;

4) Bauran serta diversifikasi portfolio Bank.

II. Kebijakan dan Prosedur

a) Kebijakan Manajemen Risiko merupakan arahan tertulis dalam menerapkan Manajamen Risiko dan harus sejalan dengan visi, misi, strategis bisnis Bank dan dalam penyusunannya harus dikoordinasikan dengan fungsi atau unit kerja terkait.

b) Kebijakan dan prosedur harus didesain dan diimplementasikan dengan memperhatikan karakteristik dan kompleksitas kegiatan usaha, tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko, profil risiko serta peraturan yang ditetapkan otoritas dan/atau praktek perbankan yang sehat.

c) Bank harus memiliki prosedur dan proses untuk menerapkan kebijakan manajemen risiko. Prosedur dan proses tersebut dituangkan dalam pedoman pelaksanaan yang harus direview dan dikinikan secara berkala untuk mengakomodasikan perubahan yang terjadi.

d) Kebijakan Manajemen Risiko harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1) Penetapan risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan yang didasarkan atas hasil analisis Bank terhadap risiko yang melekat pada setiap produk dan transaksi perbankan yang telah dan akan 1) Penetapan risiko yang terkait dengan produk dan transaksi perbankan yang didasarkan atas hasil analisis Bank terhadap risiko yang melekat pada setiap produk dan transaksi perbankan yang telah dan akan

2) Penetapan metode dalam melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko dalam rangka menilai secara tepat eksposur risiko pada setiap produk dan transaksi perbankan serta aktivitas bisnis Bank;

3) Penetapan data yang harus dilaporkan, format laporan, dan jenis informasi yang harus dimasukkan dalam laporan manajemen risiko sehingga mencerminkan eksposur risiko yang menjadi pertimbangan dalam rangka pengambilan keputusan bisnis dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian;

4) Penetapan kewenangan dan besaran limit secara berjenjang termasuk batasan transaksi yang memerlukan persetujuan Direksi, serta penetapan toleransi risiko yang merupakan batasan potensi kerugian yang mampu diserap oleh kemampuan permodalan Bank dan sarana pemantauan terhadap perkembangan eksposur risiko Bank;

5) Penetapan sistem pengendalian intern dalam penerapan manajemen risiko guna memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ekstern dan intern yang berlaku, efektivitas dan efisiensi kegiatan operasional Bank, efektivitas budaya risiko pada setiap jenjang organisasi Bank, serta tersedianya informasi manajemen dan keuangan yang akurat, lengkap, tepat guna, dan tepat waktu;

6) Penetapan peringkat profil risiko sebagai dasar bagi Bank untuk menentukan langkah-langkah perbaikan terhadap produk, transaksi perbankan, dan area aktivitas bisnis Bank tertentu dan mengevaluasi hasil pelaksanaan kebijakan dan strategi manajemen risiko;

7) Struktur organisasi yang secara jelas merumuskan peran dan tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi, komite-komite, Satuan Kerja Manajemen Risiko, Satuan Kerja Operasional, Satuan Kerja Audit Intern, dan satuan kerja pendukung lainnya;

8) Kebijakan rencana kelangsungan usaha (business continuity plan atau business continuity management) atas kemungkinan kondisi eksternal dan internal terburuk, sehingga kelangsungan usaha Bank dapat dipertahankan termasuk rencana pemulihan bencana (disaster recovery plan) dan rencana kontijensi (contigency plan).

III. Limit

a) Bank harus memiliki limit risiko yang sesuai dengan tingkat risiko yang akan diambil, toleransi risiko, dan strategi Bank secara keseluruhan dengan memperhatikan kemampuan modal Bank untuk dapat menyerap eksposur risiko atau kerugian yang timbul, pengalaman kerugian di masa lalu, kemampuan sumber daya manusia, dan kepatuhan terhadap ketentuan eksternal yang berlaku.

b) Limit harus dipahami oleh setiap pihak yang terkait dan dikomunikasikan dengan baik termasuk apabila terjadi perubahan.

c) Prosedur dan penetapan limit risiko mencakup :

1) Akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas;

2) Dokumentasi prosedur dan penetapan limit secara memadai untuk memudahkan pelaksanaan kaji ulang dan jejak audit; dan

3) Pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur dan penetapan limit secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun atau frekuensi yang lebih sering, sesuai dengan jenis risiko, kebutuhan dan perkembangan Bank.

d) Dalam rangka pengendalian risiko, limit digunakan sebagai ambang batas untuk menentukan tingkat intensitas mitigasi risiko yang akan dilaksanakan manajemen.

e) Bank harus memiliki mekanisme persetujuan apabila terjadi pelampauan limit.

f) Besaran limit diusulkan oleh satuan kerja operasional terkait, yang selanjutnya direkomendasikan kepada Satuan Kerja Manajemen Risiko untuk mendapat persetujuan Direksi atau Dewan Komisaris melalui Komite Manajemen Risiko, atau Direksi sesuai dengan kewenangannya masing-masing yang diatur dalam kebijakan internal Bank.

g) Limit tersebut harus direview secara berkala oleh Direksi dan/atau Satuan Kerja Manajemen Risiko untuk menyesuaiakan terhadap perubahan kondisi yang terjadi.

h) Penetapan limit yang didasarkan atas :

15.1 Limit secara keseluruhan;

15.2 Limit perjenis risiko, dan

15.3 Limit peraktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur risiko.

IV. Risk Appetite dan Risk Tolerance

a) Tingkat risiko yang akan diambil (Risk Appetite) dan toleransi risiko (Risk Tolerance)

1) Tingkat risiko yang akan diambil merupakan tingkat dan jenis risiko yang bersedia diambil oleh Bank dalam rangka mencapai sasaran Bank.

2) Toleransi risiko merupakan tingkat dan jenis risiko yang secara maksimum ditetapkan oleh Bank.

3) Dalam menyusun kebijakan manajemen risiko, Direksi harus memberikan arahan yang jelas mengenai tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko Bank.

4) Tingkat risiko yang akan diambil dan toleransi risiko harus diperhatikan dalam penyusunan kebijakan manajemen risiko, termasuk dalam penetapan limit.

5) Dalam menetapkan toleransi risiko, Bank perlu mempertimbangkan strategi dan tujuan bisnis Bank serta kemampuan Bank dalam mengambil risiko (risk bearing capacity).

3. Proses Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan, Dan Pengendalian Risiko

Serta Sistem Informasi Manajemen Risiko

Identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko merupakan bagian utama dari proses penerapan manajemen risiko. Identifikasi risiko bersifat proaktif, mencakup seluruh aktivitas Bank, dan dilakukan dalam rangka menganalisa sumber dan probabilitas timbulnya risiko serta konsekuensinya. Selanjutnya, Bank perlu melakukan pengukuran Risiko sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas kegiatan usaha, kemampuan sistem pengumpulan data, dan tingkat risiko Bank. Pada proses pemantauan terhadap hasil pengukuran risiko, Bank perlu menetapkan unit yang independen dari pihak yang melakukan transaksi dalam rangka memantau tingkat dan tren serta analisis kemungkinan perubahan risiko. Selain itu, efektivitas proses penerapan manajemen risiko perlu disertai dengan upaya pengendalian risiko dengan mempertimbangkan hasil pengukuran dan pemantauan risiko. Dalam rangka mendukung proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, Bank juga perlu mengembangkan Sistem Informasi Manajemen yang disesuaikan dengan karakteristik, kegiatan dan kompleksitas usaha Bank.

I. Identifikasi Risiko

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan proses identifikasi risiko antara lain :

a) Bank wajib melakukan identifikasi seluruh risiko secara berkala.

b) Bank wajib memiliki metode atau sistem untuk melakukan identifikasi risiko pada seluruh produk dan aktivitas bisnis Bank.

c) Proses indetifikasi risiko dilakukan dengan menganalisis sumber risiko yang paling kurang dilakukan terhadap risiko dari produk dan aktivitas Bank serta memastikan bahwa risiko dari produk dan aktivitas baru telah melalui proses Manajemen Risiko yang layak sebelum diperkenalkan atau dijalankan.

II. Pengukuran Risiko

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan proses pengukuran risiko antara lain :

a) Sistem pengukuran risiko digunakan untuk mengukur eksposur risiko bank sebagai acuan untuk melakukan pengendalian.

b) Sistem tersebut harus dapat mengukur :

1) Sensitivitas produk / aktivitas terhadap perubahan faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik dalam kondisi normal maupun tidak normal;

2) Kecenderungan perubahan faktor-faktor dimaksud berdasarkan fluktuasi perubahan yang terjadi di masa lalu dan korelasinya;

3) Faktor risiko (risk factors) secara individual;

4) Eksposur risiko secara keseluruhan (aggregate) maupun per risiko dengan mempertimbangkan keterkaitan antar risiko; dan

5) Seluruh risiko yang melekat pada seluruh transaksi serta produk perbankan, termasuk produk dan aktivitas baru, dan dapat diintegrasikan dalam sistem informasi manajemen Bank.

c) Metode pengukuran risiko dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Metode pengukuran tersebut dapat berupa metode yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam rangka penilaian risiko dan perhitungan modal (baik berupa metode standar) atau metode internal yang dikembangkan sendiri oleh Bank yang disesuaikan dengan karakteristik dan kompleksitas kegiatan usaha Bank.

d) Bagi Bank yang menggunakan metode alternatif dengan metode internal (internal model) dalam pengukuran risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional paling kurang mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) Persyaratan penggunaan model internal;

a. Isi dan kualitas data yang dibuat atau dipelihara harus sesuai dengan standar umum yang berlaku sehingga memungkinkan hasil statistik yang handal;

b. Tersedianya sistem informasi manajemen yang memungkinkan sistem tersebut mengambil data informasi yang layak dan akurat pada saat yang tepat;

c. Tersedianya sistem yang dapat menghasilkan data risiko pada seluruh Bank;

d. Tersedianya dokumentasi dari sumber data yang digunakan untuk keperluan proses pengukuran risiko;

e. Basis data dan proses penyimpanan data harus merupakan bagian dari rancangan sistem guna mencegah terputusnya serangkaian data statistik.

2) Apabila bank melakukan back-testing terhadap model internal seperti Internal Credit Risk Rating Tools, Value at Risk (VaR), dan Stress Testing untuk eksposur yang mengandung risiko tertentu, Bank harus menggunakan data historis/serangkaian parameter 2) Apabila bank melakukan back-testing terhadap model internal seperti Internal Credit Risk Rating Tools, Value at Risk (VaR), dan Stress Testing untuk eksposur yang mengandung risiko tertentu, Bank harus menggunakan data historis/serangkaian parameter

3) Dalam hal model internal tersebut diaplikasikan maka keperluan data terkait harus disesuaikan pula dengan sistem pelaporan data yang diwajibkan oleh Bank Indonesia.

4) Dalam rangka mengatasi kelemahan yang dapat timbul atas penggunaan model pengukuran risiko tertentu maka Bank harus melakukan validasi model tersebut yang dilakukan oleh pihak yang independen (internal/eksternal) terhadap satuan kerja yang mengaplikasikan model tersebut.

5) Validasi model merupakan suatu proses:

a. Evaluasi terhadap logika internal suatu model tertentu dengan cara verifikasi keakurasian matematikal;

b. Membandingkan prediksi model dengan peristiwa setelah tanggal posisi tertentu (subsequent events);

c. Membandingkan model satu dengan model lain yang ada, baik internal maupun eksternal, apabila tersedia.

6) Validasi juga harus dilakukan terhadap model baru, baik yang dikembangkan sendiri oleh Bank maupun yang dibeli dari vendor. Model yang digunakan oleh Bank harus dievaluasi secara berkala maupun sewaktu-waktu terutama dalam hal terjadi perubahan kondisi pasar yang signifikan.

7) Proses pengukuran Risiko harus secara jelas memuat proses validasi, frekuensi validasi, persyaratan dokumentasi data dan informasi, persyaratan evaluasi terhadap asumsi-asumsi yang digunakan, sebelum suatu model diaplikasikan oleh Bank.

8) Metode pengukuran risiko harus dipahami secara jelas oleh pejabat yang yang terkait dalam pengendalian risiko, seperti 8) Metode pengukuran risiko harus dipahami secara jelas oleh pejabat yang yang terkait dalam pengendalian risiko, seperti

e) Pemilihan metode pengukuran disesuaikan dengan karakteristik dan kompleksitas kegiatan usaha.

f) Sistem pengukuran Risiko harus dievaluasi dan disempurnakan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan untuk memastikan kesesuaian asumsi, akurasi, kewajaran dan integritas data, serta prosedur yang digunakan untuk mengukur Risiko.

g) Stress Test dilakukan untuk melengkapi sistem pengukuran Risiko dengan cara mengestimasi potensi kerugian Bank pada kondisi pasar yang tidak normal dengan menggunakan skenario tertentu guna melihat sensitivitas kinerja Bank terhadap perubahan faktor Risiko dan mengidentifikasi pengaruh yang berdampak signifikan terhadap portofolio Bank.

h) Bank perlu melakukan stress testing secara berkala dan mereview hasil stress testing tersebut serta mengambil langkah-langkah yang tepat apabila perkiraan kondisi yang akan terjadi melebihi tingkat toleransi yang dapat diterima. Hasil tersebut digunakan sebagai masukan pada saat penetapan atau perubahan kebijakan dan limit.

i) Dalam melakukan Stress Testing Bank harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Sistem pengukuran risiko harus cukup fleksibel untuk memfasilitasi berbagai macam skenario yang dijalankan. Asumsi yang digunakan dalam Stress Testing harus secara cermat dikembangkan untuk menguji kecenderungan kondisi portofolio Bank. Stress Testing dilakukan berdasarkan pengalaman kerugian terbesar yang dialami pada masa lalu (large historical market moves).

2. Analisis Stress Testing harus dapat mengkuantifikasi besarnya potensi kerugian sehingga memungkinkan Bank untuk melihat dampak terburuk dari berbagai perubahan yang terjadi terhadap pendapatan dan permodalan Bank. Hasil Stress Testing termasuk penggunaan asumsi yang dilakukan oleh BMR harus disampaikan kepada Direksi secara berkala. Minimal 1 kali setahun atau bila dianggap perlu.

3. Harus dilakukan analisis kualitatif mengenai tindakan dan keputusan yang akan diambil oleh Direksi atau pejabat terkait guna mengantisipasi kemungkinan yang terburuk (worst case scenario).

III. Pemantauan Risiko

a) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan proses pemantauan risiko antara lain :

1) Bank harus memiliki sistem dan prosedur pemantauan yang antara lain mencakup pemantauan terhadap besarnya eksposur Risiko, kepatuhan limit internal dan hasil stress testing maupun konsistensi pelaksanaan dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.

2) Pemantauan dilakukan baik oleh unit pelaksana (risk taking unit)

maupun oleh Biro Manajemen Risiko .

3) Hasil pemantauan disajikan dalam laporan berkala yang disampaikan kepada Manajemen dalam rangka mitigasi Risiko dan tindakan yang diperlukan.

4) Bank harus menyiapkan suatu sistem back-up dan prosedur yang efektif untuk mencegah terjadinya gangguan (disruptions) dalam proses pemantauan Risiko, dan melakukan pengecekan serta 4) Bank harus menyiapkan suatu sistem back-up dan prosedur yang efektif untuk mencegah terjadinya gangguan (disruptions) dalam proses pemantauan Risiko, dan melakukan pengecekan serta

b) Sebagai bagian dari penerapan pemantauan risiko maka limit risiko mencakup :

1) Tersedianya limit secara individual dan keseluruhan/ konsolidasi;

2) Memperhatikan kemampuan modal Bank untuk dapat menyerap eksposur risiko atau kerugian yang timbul, dan tinggi rendahnya eksposur Bank;

3) Mempertimbangkan pengalaman kerugian di masa lalu dan kemampuan sumber daya manusia; dan

4) Memastikan bahwa posisi yang melampaui limit yang telah ditetapkan mendapat perhatian BMR, Komite Manajemen Risiko dan Direksi.

c) Penetapan jenis limit meliputi :

1) Limit transaksi (transaction limit);

2) Limit overnight NOP;

3) Limit intraday NOP;

4) Limit mata uang (currency limit);

5) Limit eksposur (exposure limit);

6) Limit daily loss (realized);

7) Limit kerugian (stop loss limit);

8) Limit Value at Risk (VaR);

9) Limit PV01;

10) Limit nasabah dan counterparty;

11) Limit pihak terkait / BMPK (related party limit);

12) Limit sektor industri/ekonomi dan wilayah (industry/economic sector and geographic limit).

d) Penetapan batasan diajukan oleh unit yang mengambil risiko (pemilik risiko), dianalisa, dan bila konsisten dengan Filosofi Risiko secara keseluruhan, direkomendasikan oleh BMR untuk persetujuan Direksi melalui Komite Manajemen Risiko, atau secara langsung kepada Direksi menurut kewenangan yang telah ditentukan.

e) Penetapan limit dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku, antara lain ketentuan tentang Kecukupan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan Posisi Devisa Neto (PDN).

f) Dalam hal terjadi pelampauan limit, maka Bank harus segera melakukan penyesuaian dan mengantisipasi pelampauan tersebut sehingga tidak mempengaruhi jumlah alokasi modal atas risiko yang telah ditetapkan sebelumnya.

g) Setiap pelampauan limit harus dapat diidentifikasi dengan segera dan mendapat otorisasi dari Direksi atau pejabat yang berwenang, sesuai ketentuan dan prosedur intern Bank.

IV. Pengendalian Risiko