METODOLOGI PENELITIAN sosial pokok bahasan

POKOK BAHASAN I. PENGERTIAN PENELITIAN DAN
JENIS-JENIS PENELITIAN
1. Pengertian Penelitian
Penelitian adalah terjemahan dari kata Inggris research. Darai kata itu kemudian
para ahli juga menerjemahkan research sebagai riset. Research itu sendiri berasal dari kata
re dan to search. Re berarti kembali dan to search berarti mencari. Dengan demikian arti
yang sebenarnya dari research adalah mencari kembali.
Menurut kamus Webster’s New Internasional, penelitian adalah penyelidikan yang
hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip, suatu penyelidikan yang amat
cerdik untuk menetapkan sesuatu.
Menurut Hillway, penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan
seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah,
sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut.
Menurut Whitney, penelitian merupakan suatu metode untuk menemukan
kebenaran, sehingga penelitian juga merupakan metode berpikir secara kritis. Selanjutnya
Whitney menjelaskan bahwa penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inquiry) secara
sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah
yang dapat dipecahkan .
Menurut John, penelitian adalah suatu pencarian fakta menurut metode objektif
yang jelas untuk menemukan hubungan antarfakta dan menghasilkan dalil atau hukum.
Menurut Dewey, penelitian adalah tranformasi yang terkendalikan atau terarah dari

situasi yang dikenal dalam kenyataan-kenyataan yang ada padanya dan hubungannya,
seperti mengubah unsur dari situasi orisinal menjadi suatu keseluruhan yang bersatu padu.

1

Menurut Woody, penelitian merupakan suatu metode untuk menemukan kebenaran
yang juga merupakan sebuah pemikiran kritis (critical thinking), penelitian meliputi
pemberian definisi dan redifinisi terhadap masalah, memformulasikan hipotesa atau
jawaban-jawaban sementara, membuat kesimpulan dan sekurang-kurangnya mengadakan
pengujian yang hati-hati atas semua kesimpulan untuk menentukan apakah ia cocok dengan
hipotesa.
Dalam hubungannya dengan definisi penelitian, Gee memberikan tanggapan bahwa
dalam berbagai definisi penelitian terkandung ciri tertentu yang lebih kurang sama. Adanya
suatu pencarian, penyelidikan atau investigasi terhadap pengetahuan baru, atau sekurangkurangnya sebuah pengaturan baru atau interpretasi (tafsiran) baru dari pengetahuan yang
timbul. Metode yang digunakan bisa saja ilmiah atau tidak, tetapi pandangan harus kritis
dan prosedur harus sempurna. Tenaga bisa signifikan atau tidak. Dalam masalah aplikasi,
maka nampaknya aktivitas lebih banyak tertuju kepada pencarian (search) daripada suatu
pencarian kembali (re-search). Jika proses yang terjadi adalah hal yang selalu diperlukan,
maka penelitian sebaiknya digunakan untuk menentukan ruang lingkup dari konsep dan
bukan kehendak untuk menambah definisi lain terhadap definisi-definisi yang telah begitu

banyak.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, Nasir (1986) menyimpulkan bahwa penelitian
adalah suatu penyelidikan yang terorganisasi. Penelitian bertujuan untuk mengubah
kesimpulan-kesimpulan yang telah diterima, ataupun mengubah dalil-dalil dengan adanya
aplikasi baru dari dalil-dalil tersebut. Dengan demikian, penelitian dapat diartikan sebagai
pencarian pengetahuan dan pemberi artian yang terus menerus terhadap sesuatu. Penelitian
juga merupakan percobaan yang hati-hati dan kritis untuk menemukan sesuatu yang baru.
2

2. Jenis-Jenis Penelitian
Penelitian dapat diklasifikasikan dari berbagai cara dan sudut pandang. Dilihat dari
pendekatan analisisnya, penelitian dibagi atas dua macam, yaitu (a) penelitian kuantitaif
dan (b) penelitian kualitatif.
Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data
numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika. Pada dasarnya, pendekatan
kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan
menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis
nihil. Dengan metoda kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau
siginifiknasi hubungan antarvariabel yang diteliti. Pada umumnya, penelitian kuantitatif
merupakan penelitian sampel besar.

Penelitian dengan pendekatan kualitatif lebih menekankan analisisnya pada proses
penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan
antarfenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti
bahwa pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif
akan tetapi penekanannya tidak pada pengujian hipoteisis melainkan pada usaha menjawab
pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif. Banyak penelitian
kualitatif yang merupakan penelitian sampel kecil.
Bila dilihat dari kedalaman analisisnya, jenis penelitian terbagi atas, (a) penelitian
deskriptif dan (b) penelitian inferensial.
Penelitian deskriptif melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu
menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis, sehingga dapat lebih mudah untuk
difahami dan disimpulkan. Kesimpulan yang diberikan selalu jelas dasar faktualnya
3

sehingga semuanya selalu dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. Uraian
kesimpulan didasai oleh angka yang diolah tidak secara terlalu dalam. Kebanyakan
pengolahan datanya didasarkan pada analisis persentase dan analisis kecenderungan
(trend).
Penelitian inferensial melakukan analisis hubungan antarvariabel dengan pengujian
hipotesis. Dengan demikian, kesimpulan penelitian jauh melampui sajian data kuantitatif

saja. Dalam penelitian inferensial kita dapat berbicara mengenai besarnya peluang
kesalahan dalam pengambilan kesimpulan.
Kalau dipandang dari karakteristik masalah berdasarkan kategori fungsionalnya,
penelitian dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam sebagaimana diuraikan oleh
Isaac dan Michael (Azwar, 1997) yaitu, antara lain (a) penelitian deskriptif, (b) penelitian
perkembangan, (c) studi kasus atau penelitian lapangan, (d) penelitian korelasional, (e)
penelitian kausal-komparatif, (f) penelitian eksperimental murni, dan (g) penelitian
semieksperimental.
Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta
dan karakterisitik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha
menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan semata-mata bersifat
deskriptif, sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat
prediksi, maupun mempelajari implikasi. Contoh penelitian deskriptif yang paling populer
adalah penelitian survai.

4

Penelitian Perkembangan
Penelitian perkembangan bertujuan mempelajari pola dan urutan perkembangan

dan/atau perubahan, sejalan dengan berlangsungnya perubahan waktu. Pelaksanaannya
dapat dilakukan secara longitudinal dan dapat pula dilakukan secara cross-sectional.
Penelitian perkembangan terpusat pada studi mengenai variabel-variabel dan perubahannya
dalam periode bulan atau tahun, dalam usaha memperoleh jawaban atas pertanyaan seperti
“Bagaimanakah pola pertumbuhan yang terjadi, kecepatan perubahan, arah, urutan, dan
faktor-faktor yang berkaitan yang mempengaruhinya ?”.
Studi Kasus dan Penelitian Lapangan
Tujuan studi kasus dan penelitian lapangan adalah mempelajari secara intensif latar
belakang, status terakhir, dan interkasi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial
seperti individu, kelompok, lembaga, atau komunitas.
Studi kasus merupakan penyelidikan mendalam (in-depth study) mengenai suatu
unit sosial sedemikian rupa sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan
dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut. Cakupan studi kasus dapat meliputi
siklus kehidupan atau dapat pula hanya meliputi segmen-segmen tertentu saja. Dapat
terpusat pada beberapa faktor yang spesifik dan dapat pula memperhatikan keseluruhan
elemen atau peristiwa.
Dibandingkan dengan penelitian survai yang biasanya menyelidiki sedikit variabel
pada sampel besar, studi kasus sebaliknya banyak variabel dan banyak kondisi pada sampel
yang kecil.


5

Penelitian Korelasional
Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauhmana variasi pada satu variabel
berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi.
Penelitian ini sangat cocok bila variabel-variabel yang terlibat sangat kompleks dan tidak
dapat diteliti lewat metode eksperimentasi atau yang variasinya tidak dapat dikendalikan.
Dengan penelitian korelasional, pengukuran terhadap beberapa variabel serta saling
hubungan diantara variabel-variabel tersebut dapat dilakukan secara serentak dalam kondisi
yang realistik.
Penelitian Kausal-Komperatif
Melalui suatu penelitian kausal-komparatif, hubungan sebab akibat dapat diselidiki
lewat pengamatan terhadap konsekuensi yang sudah terjadi dan menegok ulang data yang
ada untuk menemukan faktor-faktor penyebab yang mungkin terdapat di sana. Cara ini
dapat dikatakan berlawanan dengan metode eksperimental yang mengumpulkan data di
bawah suatu kondisi yang sangat terkendali.
Pada hakikatnya penelitian kausal-komparatif adalah “ex post facto”, artinya data
dikumpulkan setelah semua peristiwa yang diperhatikan terjadi. Kemudian peneliti memilih
satu atau lebeih efek (variabel dependent) dan menguji data dengan kembali menelusuri
waktu, mencari penyebab, melihat hubungan, dan memahami artinya.

Penelitian Eksperimental Murni
Penelitian eksperimental murni dilakukan untuk meneliti kemungkinan adanya
hubungan sebab akibat diantara variabel-variabel dengan cara menghadapkan kelompok
eksperimental pada beberapa macam kondisi perlakuan dan membandingkan akibat
(hasil)nya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai perlakukan.
6

Penelitian Eksperimental Semu
Penelitian ini meniru kondisi penelitian eksperimental murni semirip mungkin akan
tetapi tidak semua variabel yang relevan dapat dikendalikan dan dimanipulasi. Peneliti
harus menyadari betul keterbatasan penelitian ini dan seberapa jauh validitas internal dan
eksternalnya. Karena pengendalian dan maipulasi tidak sepenuhnya berada di tangan
peneliti, maka ciri unik penelitian ini adalah adanya metode kontrol parsial yang
berdasarkan pada identifikasi yang seksama terhadap faktor-faktor yang dicurigai akan
mempengaruhi validitas internal dan validitas eksternal.

POKOK BAHASAN II. IDENTIFIKASI, PEMILIHAN, DAN
PERUMUSAN MASALAH
1. Masalah
Makna suatu penelitian sangat ditentukan oleh sumbangannya dalam pemecahan

suatu masalah (problem solving). Karena pemecahan masalah menjadi referensi dasar dari
suatu penelitian, maka segala kegiatan dalam penelitian akan selalu merujuk kepada
pemecahan masalah tersebut. Itu pula nalarnya mengapa dalam usulan penelitian atau
dalam laporan hasil penelitian selalu didahului oleh pernyataan mengenai latar belakang
masalah.
Masalah itu ada kalau terdapat kesenjangan (gap) antara apa yang seharusnya dan
apa yang ada dalam kenyataan, atau kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Masalah
yang harus dipecahkan jumlahnya cukup banyak, tinggal si peneliti mengidentifikasikannya, memilihnya, dan merumuskannya. Dari masalah-masalah tersebut perlu dipilih

7

salah satu masalah yaitu yang paling layak dan penting untuk diteliti. Hal ini sangat
tergantung pada disiplin ilmu si peneliti. Jika yang ditemukan hanya satu masalah, masalah
tersebut juga harus dipertimbangkan layak dan tidaknya serta penting dan tidaknya untuk
diteliti. Pertimbangan untuk memilih dan menentukan apakah sesuatu masalah layak dan
penting untuk diteliti perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1) Apakah benar masalah yang ditentukan itu belum pernah dicari jawabannya
(orisinalitas masalah) ?
2) Apakah masalah yang ditentukan itu benar-benar urgen dan penting untuk
dipecahkan pada waktu penelitian dikerjakan (aktualitas masalah) ?

3) Apakah masalah yang ditentukan itu memenuhi jawaban 5 macam kata ganti
penanya secara teoritis : apa (what), di mana (where), mengapa (why), bilamana
(when), dan bagaimana (how) (filosofi keilmuwan) ?
4) Apakah masalah yang dipilih itu mempunyai relevansi dengan gerak pembangunan
(relevansi manfaat praktis) ?
5) Apakah dana yang tersedia cukup memadai untuk mencari jawaban masalah yang
ditentukan itu, sehingga dapat menghasilkan suatu pengetahuan yang bulat
(tersedianya dana) ?
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua masalah yang ditemui di masyarakat
merupakan masalah penelitian (research problem), atau dengan perkataan lain tidak semua
masalah memerlukan penelitian. Menurut Fisher et al. (Mantra, 2002) menjelaskan bahwa
suatu masalah merupakan masalah penelitian apabila dugaan penyebab masalah itu lebih
dari satu. Untuk jelasnya perhatikan contoh-contoh di bawah ini.

8

1) Bukan Masalah Penelitian (Non Research Problem)
Pada waktu bulan Juni penduduk Gunung Kidul bagian selatan kekurangan air
bersih. Timbul pertanyaan, kenapa mereka kekurangan air bersih pada bulan Juni.
Kemungkinan penyebabnya hanya satu yaitu pada bulan Juni adalah musim

kemarau. Pada waktu ini banyak kolam-kolam penampung air keadaannya kering.
2) Masalah Penelitian (Research Problem)
Untuk mengatasi kekurangan air bersih pada musim kemarau, Pemda Kabupaten
Gunung Kidul mendrop air dengan mobil tangki. Timbul masalah kenapa tidak
seluruh rumah tangga yang kekurangan air bersih kebagian air. Ada beberapa
kemungkinan jawaban.
a. Jumlah mobil tangki tidak cukup untuk mendrop air sampai ke wilayah
terpencil.
b. Oleh petugas penduduk yang mendapat droping air bersih dimintai sekedar
imbalan uang jasa, dan tidak semua penduduk mampu untuk memberikan
uang imbalan itu.
c. Ada beberapa mobil tangki yang rusak dan sedang diperbaiki, sehingga
mobil yang ada tidak mampu untuk mendrop air ke seluruh penduduk.
Beberapa sumber masalah adalah sebagai berikut :
1) Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian.
2) Seminar, diskusi, dan lain-lain pertemuan ilmiah.
3) Pernyataan pemegang otoritas.
4) Pengamatan sepintas.
5) Pengalaman pribadi.
9


6) Perasaan intuitif.
2. Perumusan Masalah
Setelah masalah diidentifikasi, dipilih, lalu dirumuskan. Perumusan masalah ini
penting karena hasilnya akan menjadi penuntun bagi langkah-langkah selanjutnya, terutama
dalam mengkonstruksi suatu hipotesis. Menurut Sumadi (Mantra, 2002) tidak ada aturan
umum mengenai cara merumuskan masalah, namun dapat disarankan hal-hal sebagai
berikut :
1) Masalah hendaklah dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya.
2) Rumusan ini hendaklah padat dan jelas.
3) Menautkan hubungan antara dua atau lebih variabel.
4) Rumusan itu hendaklah memberikan petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan
data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan itu.
Dapat pula dikatakan bahwa perumusan masalah adalah pertanyaan hubungan
antara independent variable dan dependent varable.
1) apakah mengajar dengan metode diskusi lebih berhasil daripada mengajar dengan
metode ceramah ?
2) apakah pendidikan seseorang mempengaruhi frekuensi mobilitasnya ?
3) apakah tinggi rendahnya mobilitas penduduk dari wilayah A ke wilayah B
dipengaruhi oleh perbedaan nilai kefaedahan wilayah antara dua tempat tersebut ?

10

POKOK BAHASAN III. PENELAAHAN KEPUSTAKAAN DAN
PENYUSUNAN HIPOTESIS
1. Penelaahan Kepustakaan
Setelah masalah dirumuskan, langkah selanjutnya adalah melakukan kajian terhadap
pustaka-pustaka yang relevan dengan masalah yang diteliti dengan maksud :
1) Menemukan konsep-konsep yang relevan dengan pokok masalah yang dibahas
dalam penelitian.
2) Menggali teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian dan melakukan
komparasi-komparasi.
3) Menelaah hasil-hasil penelitian yang lampau yang sangat erat kaitannya dengan
pokok-pokok masalah yang akan dibahas.
4) Menyusun suatu kerangka yang akan digunakan sebagai tumpuan semua kegiatan
berikutnya.
5) Menyusun dugaan-dugaan (hipotesis) yang dapat memberikan arah yang jelas bagi
pengumpulan data dan analisisnya.
Dari kajian pustaka dapat dihasilkan suatu kerangka berpikir baru yang dapat
dijadikan landasan, baik untuk penyusunan hipotesis penelitian, cara-cara penelitian
maupun kegiatan-kegiatan penelitian lainnya. Untuk mencapai sasaran itu, perlu dilakukan
sejumlah komparasi antara konsep yang satu dengan konsep

yang lain, antara hasil

penelitian yang satu dengan hasil penelitian yang lainnya. Konsep adalah istilah khusus
untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti.
Menurut Sutrisno Hadi (Mantra, 2002) ada tiga pedoman untuk pemilihan daftar
pustaka, yaitu : relevansi, kemutakhiran, dan adekuasi. Yang dimaksud relevansi adalah

11

keterkaitan atau kegayutan yang erat dengan masalah penelitian. Kemutakhiran adalah
sumber-sumber pustaka yang terbaru untuk menghindari teori-teori atau bahasan yang
sudah kadaluwarsa (untuk penelitian historis, masih diperlukan sumber bacaan yang sudah
“lama”). Sumber yang telah “lama” mungkin memuat teori-teori atau konsep-konsep yang
sudah tidak berlaku lagi karena kebenarannya telah dibantah oleh teori yang lebih baru atau
hasil penelitian yang lebih baru. Di samping sumber itu harus mutakhir, juga harus relevan
bagi masalah yang sedang digarap. Jadi, hendaklah dipilih sumber-sumber yang berkaitan
langsung dengan masalah yang sedang diteliti, dan inilah yang dimaksud dengan adekuasi.
Secara garis besar sumber bacaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : (a) sumber
acuan umum, dan (b) sumber acuan khusus. Kelompok (a) berwujud teori dan konsep,
biasanya terdapat dalam buku-buku teks, ensiklopedia, monograf dan sejenisnya.
Kelompok (b) yang merupakan sumber acuan khusus berupa hasil-hasil penelitian
terdahulu yang dapat ditemukan dalam jurnal ilmiah, buletin penelitian, tesis, dan disertasi.
Sebagian besar (lebih dari 50 %) kegiatan dalam keseluruhan proses penelitian
adalah membaca, dan membaca itu hampir seluruhnya terjadi pada langkah penelaahan
kepustakaan ini. Menurut Sumadi (Mantra, 2002), membaca merupakan keterampilan yang
harus dikembangkan dan dipupuk. Untuk ini kegemaran membaca harus dibuat
membudaya, membaca harus merupakan kegemaran dan kebutuhan.

2. Penyusunan Hipotesis
Untuk memecahkan suatu masalah, perlu diketahui terlebih dahulu penyebab dari
masalah tersebut. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab masalah itu perlu diadakan
penelitian. Agar penelitian dapat terarah, dirumuskan pendugaan terlebih dahulu terhadap
12

penyebab terjadinya masalah itu yang disebut dengan hipotesis. Hipotesis terdiri dari dua
kata, yaitu hipo berarti keraguan, dan tesis berarti kebenaran. Jadi, hipotesis berarti
kebenaran yang masih diragukan. Dia akan ditolak jika salah, dan diterima jika fakta-fakta
dalam penelitian membenarkan. Jadi penolakan dan penerimaan hipotesis sangat tergantung
kepada hasil-hasil penelitian empiris.
Hipotesis dapat juga dipandang sebagai suatu kongklusi yang sifatnya sementara.
Sebagai suatu kongklusi sudah tentu hipotesis tidak dibuat dengan semena-mena, tetapi atas
dasar pengetahuan tertentu yang sebagian dapat diambil dari hasil-hasil penelitian terdahulu
dan teori-teori yang relevan. Hipotesis mempunyai fungsi pengarah yang memberikan
batasan-batasan mengenai macam-macam data yang harus dikumpulkan, cara-cara
pengumpulan data dan model-model analisisnya.
Suatu hipotesis penelitian ilmiah harus memenuhi syarat-syarat tertentu, diantaranya
yang sangat penting adalah sebagai berikut.
1) Hipotesis adalah hasil konstruksi dari gagasan-gagasan yang dapat diterangkan
berdasarkan teori-teori atau hasil-hasil pengamatan tertentu.hipotesis yang
diciptakan dari gagasan-gagasan liar (wild guess) akan dianggap tidak sah.
2) Hipotesis harus dirumuskan dalam bentuk pernyataan (statement) dan sama sekali
tidak boleh dalam bentuk pertanyaan.
3) Hipotesis selalu dikaitkan dengan keadaan dalam populasi, bukan hanya keadaan
sampel (cuplikan) yang diteliti. Sampel penelitian hanya berfungsi sebagai ajang
atau

wahana

pengujian

hipotesis.

Hasil

penelitian

pada

sampel

akan

digeneralisasikan pada populasi sumber sampel yang diambil.

13

4) Dalam hipotesis harus dilibatkan sedikitnya dua variabel (ubahan). Pernyataan
mengenai hanya satu variabel tidak merupakan hipotesis yang perlu diuji.
5) Suatu hipotesis penelitian harus dapat dites (testable). Agar suatu hipotesis dapat
diuji, tiap-tiap variabel dalam hipotesis harus dapat ditentukan indikatorindikatornya atau aspek-aspeknya dan untuk tiap indikator atau aspek itu ada
instrumen atau metode untuk pengumpulan datanya.
6) Hipotesis harus menyatakan secara tegas hubungan antara variabel-variabel, apakah
hubungan berbentuk U terbalik atau berbanding lurus. Dengan hipotesis yang
definitif ini, pengujian dapat dilakukan dengan lebih seksama.
Hipotesis-hipotesis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (a) hipotesis hubungan,
dan (b) hipotesis perbedaan. Hipotesis hubungan adalah hipotesis yang menyatakan tentang
saling hubungan antara dua variabel atau lebih, yang memerlukan pembuktian (testing)
secara empiris. Hipotesis tentang perbedaan menyatakan perbedaan dalam variabel tertentu
pada kelompok yang berbeda.
Hipotesis hubungan antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel
tidak bebas (dependent variable) dapat langsung dapat pula tidak langsung. Hubungan
langsung adalah hubungan dimana variabel bebas langsung mempengaruhi variabel tidak
bebas. Sedangkan hubungan tidak langsung ialah variabel bebas mempengaruhi variabel
tidak bebas lewat varibel antara (intervening variables). Variabel antara ini dapat
meningkatkan atau menurunkan pengaruh independent variable dan dipendent variable.
Sering timbul pertanyaan, apakah setiap penelitian harus menggunakan hipotesis ?
Jika penelitian ini adalah penelitian survai yang sifatnya deduktif, maka penelitian ini

14

seyogyanya menggunakan hipotesis. Penelitian yang lain yang sifatnya induktif tidak perlu
menggunakan hipotesis, misalnya penelitian yang bersifat eksploratif.

POKOK BAHASAN IV. IDENTIFIKASI, KLASIFIKASI DAN
DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL-VARIABEL
1. Definisi Variabel
Variabel (ubahan) adalah konsep yang diberi lebih dari satu nilai. Misalnya, jenis
kelamin adalah variabel karena terdiri dari dua atribut, yaitu laki-laki dan perempuan. Jadi,
variabel tiada lain adalah pengelompokan yang logis dari dua atau lebih atribut. Apabila
konsep tersebut hanya mempunyai satu nilai, ini bukan variabel. Sebagai contoh “mati”
bukanlah variabel, karena mati adalah hilangnya tanda-tanda kehidupan secara permanen.
Jadi tidak ada seperempat mati, setengah mati, dan seterusnya.
Atribut-atribut dalam suatu variabel harus mencakup semua kemungkinan yang ada
dalam suatu variabel (exhaustive). Sebagai contoh, variabel status perkawinan di Jawa tidak
hanya meliputi atribut belum kawin, kawin, dan janda/duda, tetapi juga beberapa
kemungkinan lain, seperti pisah kebo, kumpul kebo, dan kawin gantung.
Variabel merupakan segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan peneltian.
Sering pula dinyatakan bahwa variabel penelitian itu merupakan faktor-faktor yang
berperan dalam peristiwa atau gejala yang diteliti. Apa yang merupakan variabel dalam
suatu penelitian ditentukan oleh tujuan penelitian, landasan teori, dan hipotesis. Kalau
penelitian lain, tujuan penelitian dan landasan teorinya berbeda, maka variabel-variabel
penelitiannya juga akan berbeda.

15

2. Hubungan Antara Variabel
Semua cabang ilmu pengetahuan mencari hubungan yang sistematis antara variabel.
Hubungan tersebut bervariasi menurut tempat atau lokasi dan urutan waktu. Dalam ilmu
sosial, suatu korelasi yang erat antara dua variabel yang ditemukan di suatu daerah belum
tentu berlaku untuk daerah lain. Hubungan yang paling dasar adalah hubungan antara dua
variabel : variabel bebas (independent variable) dan variabel tergantung (dependent
variable). Pembedaan ini didasarkan atas pola pemikiran hubungan sebab akibat.
Menurut Sumadi (Mantra, 2002), dalam mengklasifikasikan variabel menurut
peranannya dalam penelitian itu, biasanya orang mulai dengan mengidentifikasikan
variabel terpengaruh/tergantung (dependent variable). Hal ini disebabkan variabel
terpengaruh itulah yang menjadi titik pusat persoalan atau disebut kriterium. Misalnya,
usaha pendidikan, pokok persoalannya adalah hasil belajar, usaha pertanian pokok
persoalannya adalah produksi pangan, usaha pengobatan pokok persoalannya adalah taraf
kesembuhan.
Variabel terpengaruh ini dipengaruhi oleh satu atau beberapa variabel bebas lainnya.
Sebagai contoh, prestasi belajar murid (variabel terpengaruh) dipengaruhi oleh beberapa
variabel bebas, seperti : metode mengajar, jenis kelamin, dan umur.
1) Hubungan Asimetris
Inti pokok analisis-analisis sosial terdapat dalam hubungan asimetris, satu variabel
mempengaruhi variabel lainnya. Berbagai hubungan asimetris dari beberapa variabel adalah
sebagai berikut.
a) Hubungan asimetris dua variabel (hubungan bivariat).
b) Hubungan asimetris beberapa variabel (hubungan multivariat).
16

Berbeda dengan ilmu eksakta, dalam ilmu sosial hubungan tunggal antara satu
variabel dengan variabel lainnya tidak pernah ada dalam realita, karena itu, kesimpulan
yang diperoleh dari hubungan antara dua variabel harus dianggap sebagai kesimpulan
sementara dan harsu diinterpretasikan dengan hati-hati. Penelitian survai dan penelitian
sosial umumnya lebih banyak diarahkan kepada hubungan asimetris.
2. Hubungan Timbal Balik
Hubungan timbal balik adalah hubungan dimana suatu variabel dapat menjadi sebab
dan juga akibat dari variabel lainnya. Perlu diketahui bahwa tidak benar apabila dikatakan
bahwa hubungan timbal balik bukanlah hubungan, dimana tidak dapat ditentukan variabel
mana yang menjadi sebab dan variabel mana yang menjadi akibat. Yang dimaksudkan
adalah apabila pada sesuatu waktu variabel X mempengaruhi variabel Y, dan pada waktu
lainnya variabel Y mempengaruhi variabel X. Sebagai contoh, penanaman modal
mendatangkan keuntungan dan pada gilirannya keuntungan akan memungkinkan
penanaman modal. Dengan demikian, variabel terpengaruh dapat pula dijadikan variabel
pengaruh pada waktu yang lain.
3. Hubungan Simetris
Variabel-variabel dikatakan mempunyai hubungan simetris apabila variabel yang
satu tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh yang lainnya.

17

POKOK BAHASAN V. PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN
ALAT PENGAMBIL DATA
Dalam penelitian sosial, data dapat dikumpulkan melalui bermacam-macam cara
dan alat seperti : wawancara (interview), pengamatan (observasi), kuisioner, dan skala
penilaian (rating scale). Tiap metode ada kelemahan dan kekuatannya sendiri-sendiri.
Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode dan alat dalam suatu
penelitian.
Keputusan mengenai alat pengambil data mana yang akan digunakan terutama
ditentukan oleh variabel yang akan diamati atau data yang diambil. Dengan kata lain, alat
yang digunakan harus disesuaikan dengan variabelnya. Pertimbangan selanjutnya adalah
pertimbangan dari segi kualitas alat, yaitu dari taraf validitas dan reliabilitas.
Pertimbangan-pertimbangan lain biasanya dari sudut praktis, misalnya besar kecilnya
biaya, macam kualifikasi orang yang harus menggunakannya, mudah sukarnya
menggunakan alat tersebut, dan sebagainya.
1. Daftar Pertanyaan (Kuisioner)
Pada penelitian survai, penggunaan kuisioner terstruktur merupakan hal yang pokok
untuk pengumpulan data dari responden. Dari kuisioner tersebut akan didapat jawaban
berupa angka-angka dan pernyataan yang dapat diberi kode berupa angka-angka, sehingga
dapat dibuat tabel-tabel statistik.
Kuisioner, setelah selesai disusun dan diulas, selanjutnya harsu diuji coba (try out)
di lapangan. Dalam melakukan uji coba, kuisioner itu diujicobakan kepada sekelompok
responden yang memiliki ciri-ciri relatif sama dengan ciri-ciri responden pada siapa alat
pengukur akan diterapkan nanti.

18

Menurut Fisher, et al. (Mantra, 2002), jumlah responden untuk uji coba berkisar
antara 30-50 orang karena jumlah responden yang lebih dari 30 orang akan mendekati
distribusi normal. Tujuan utama dari pretest atau try out untuk meyakinkan kita bahwa
responden memahami pertanyaan yang diajukan. Di samping itu apakah perlu menambah
atau mengurangi pertanyaan dengan memperhatikan tujuan penelitian dan kerangka tulisan
(outline) yang akan dibuat. Setelah diperbaiki, maka diadakan pretest ulangan. Pelaksanaan
pretest juga dikandung maksud untuk mengetahui apakah alat ukur yang dibuat memiliki
validitas dan reliabilitas yang tinggi ?
Validitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur betulbetul mengukur apa yang perlu diukur. Menurut Djamaludin Ancok (Mantra, 2002),
timbangan hanya valid untuk mengukur berat, tidak valid untuk mengukur panjang.
Sebaliknya meteran hanya valid untuk mengukur panjang. Apakah alat pengukur yang telah
disusun memiliki validitas, yakni mampu mengukur apa yang ingin diukur, perlu diadakan
pengujian.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hasil pengukuran konsisten bila pengukuran
diulang dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan alat pengukur yang sama.
Apabila hasilnya tetap konsisten setelah hal yang sama diukur berkali-kali dengan alat ukur
yang sama, reliabilitas alat ukur itu tinggi. Suatu alat pengukur yang baik harus meiliki
validitas dan reliabilitas.
Sebagai contoh, seorang peneliti bertanya kepada seorang responden tentang
umurnya sekarang. Responden menjawab bahwa ia berumur 49 tahun. Peneliti lalu
mengajukan pertanyaan yang kedua, yaitu bulan dan tahun berapa bapak lahir ? lalu
19

dijawab oleh responden bahwa ia lahir bulan September 1941. Apabila hari ini adalah bulan
Februari 1991, peneliti tersebut setelah menghitung membenarkan bahwa responden
berumur 49 tahun.
Dalam contoh di atas, dua pertanyaan telah diajukan yang berhubungan dengan
umur responden, masing-masing pertanyaan memberi jawaban yang saling membenarkan.
Jawaban konsisten dan stabil, maka dapat disimpulkan bahwa kedua-duanya meiliki
reliabilitas. Apabila (setelah beberapa lama berselang) peneliti mendapatkan akte kelahiran
responden yang memuat bahwa kelahirannya pada bulan September 1938, maka peneliti
akhirnya mengambil kesimpulan, walaupun kedua pertanyaan pertama memberikan hasil
yang reliabel, mereka tidak memberikan jawaban yang benar (valid).

2. Observasi
Di muka telah disebutkan bahwa tugas peneliti tidak hanya mencari data dari
responden dengan mengisikan jawaban-jawaban pada kuisioner yang telah disiapkan, tetapi
lebih dari itu mereka harus mencocokan jawaban-jawaban responden dengan keadaan
lingkungan, baik di rumah tangga responden maupun di masyarakat lewat metode
observasi. Sekali lagi, sebelum ke lapangan peneliti harus memahami benar tujuan dan
sasaran penelitian sehingga dapat direncanakan hal-hal apa yang perlu direkam dalam
observasi ini.
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomenafenomena yang diteliti. Menurut Jehoda (Mantra, 2002), observasi menjadi alat penelitian
ilmiah apabila :
1) Mengacu kepada tujuan dan sasaran penelitian yang akan dirumuskan.
20

2) Direncanakan secara sistematik.
3) Dicatat dan dihubungkan secara sistematik dengan proposisi-preposisi yang lebih
umum.
4) Dapat dicek dan dikontrol ketelitiannya.
Metode observasi merupakan cara yang sangat baik untuk mengawasi perilaku
penduduk, seperti : perilaku dalam lingkungan atau ruang, waktu, dan keadaan tertentu.
Meskipun demikian metode ini ada pula kelemahannya yaitu tidak dapat mengungkapka
hal-hal yang sangat pribadi dan perbuatan-perbuatan pada masa lampau.
Sebelum melaksanakan observasi, maka perlu terlebih dahulu dibuat catatan
(pedoman observasi) mengenai hal-hal yang perlu diamati sesuai dengan tujuan penelitian
yang sedang dilaksanakan. Secara singkat pedoman observasi itu berisi hal-hal sebagai
berikut : Pertama, apa atau apa saja yang harus diobservasi. Kedua, bilamana dan
bagaimana mengadakan pencatatan. Ketiga, bagaimana memelihara hubungan baik antara
pengamat (observer) dengan orang-orang atau masyarakat (observed) yang diamati.
Ada dua macam observasi sederhana (simple observation), yaitu observasi
nonpartisipasi dan observasi partisipasi. Observasi nonpartisipasi adalah observasi jika
orang yang mengadakan observasi tersebut tidak ikut mengambil bagian dalam aktivitas
masyarakat dan perikehidupan orang-orang yang diobservasi. Sebaliknya, dalam observasi
partisipasi orang yang mengadakan observasi (observer) turut mengambil bagian dalam
perikehidupan orang atau orang-orang yang diobservasi (observed). Menurut Sutrisno Hadi
(Mantra, 2002), kata partisipasi mempunyai arti bahwa observers betul-betul turut
berpartisipasi (bukan hanya pura-pura).

21

Dalam penelitian yang mengadakan metode survai, umumnya petugas lapangan
tidak lama bertempat tinggal di daerah penelitian. Jadi, tidak mungkin menerapkan metode
observasi partisipasi. Metode observasi nonpartisipasi sangat berguna untuk mengecek
antara realitas dengan jawaban responden. Metode ini sering lebih berhasil mendapatkan
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian dibandingkan dengan menggunakan metode
formal. Dalam metode formal misalnya wawancara terstruktur dengan menggunakan daftar
pertanyaan, sering responden memberikan jawaban yang kira-kira diinginkan pewancara
dan hal ini perlu dihindari.
Menurut Hsin Pao Yang (Mantra, 2002), ada lima alat perlengkapan untuk
observasi, yaitu buku harian (diaries), buku catatan (notebooks), pedoman wawancara, alat
pemotret (photograps), dan peta (maps).
1) Buku harian (diaries)
Buku harian merupakan perlengkapan penting dalam observasi, semua kejadian dan
fenomena yang ada dapat dicatat. Di samping itu bagaimana kesan dan evaluasi
observer terhadap fenomena segera dapat dicatat dalam buku harian. Di samping
peneliti utama, asisten peneliti yang bertugas untuk mewancarai responden perlu
dilengkapi pula dengan buku harian.
2) Buku catatan (notebooks)
Di samping buku harian, observer perlu pula membawa buku catatan. Buku catatan
ini digunakan untuk mencatat proses penelitian, hambatan yang dialami dalam
penelitian, hasil-hasil penelitian sementara dan problem-problem baru yang muncul
selama melaksanakan penelitian. Catatan hasil penelitian (field notes) ini sangat
berguna dalam penulisan laporan akhir.
22

3) Pedoman wawancara
Pedoman wawancara ini memuat butir-butir pertanyaan yang perlu diperhatikan
pada waktu melaksanakan observasi. Butir-butir pertanyaan ini sudah tentu disusun
berdasarkan tujuan penelitian. Pedoman wawancara ini disusun sebelum kita
melaksanakan observasi.
4) Alat pemotret (kamera)
Agar pembaca mendapat gambaran yang maksimal tentang fenomena yang ditulis
dalam laporan perlu dibuat beberapa foto. Misalnya foto kerusakan lingkungan
karena erosi, permukiman kumuh dan sebagainya. Foto dapat merupakan fakta yang
autentik.
5) Peta
Peta sangat penting untuk menggambarkan tempat observasi itu dilakukan. Di
samping itu, juga fenomena lingkungan, sosial budaya, dan lain-lain dapat juga
diplot dalam peta itu. Dari bermacam fenomena yang diletakkan dalam peta,
beberapa kesimpulan penelitian dapat ditarik. Misalnya, wilayah dengan kepadatan
penduduk yang tinggi terdapat pada wilayah yang mempunyai potensi pertanian
yang tinggi, sebagai contoh wilayah lembah Sungai Berantas di Jawa Timur, di
Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, dan seterusnya. Para penelti yang
mengadakan observasi perlu dilengkapi dengan peta situasi.

3. Wawancara Mendalam (in-depth interviews)
Seperti halnya dengan observasi, maka wawancara mendalam juga merupakan
instrumen penelitian. Dengan wawancara mendalam kepada informan, peneliti dapat
23

mengetahui alasan yang sebenarnya dari responden mengambil keputusan seperti itu.
Sebagai contoh, TKI yang berasal dari Kabupaten Lombok Tengah yang bekerja di
malaysia kebanyakan memilih jalur tidak resmi (ilegal) daripada jalur legal yang jauh lebih
aman. Lewat wawancara terstruktur dengan banuan kuisioner hal ini tidak terungkap.
Setelah mengadakan wawancara mendalam terhadap informan barulah terungkap alasan
mereka lebih memilih jalur ilegal dibandingkan dengan jalur resmi (legal) yang ada.
Informan adalah orang yang dapat memberikan keterangan atau informasi mengenai
masalah yang sedang diteliti dan dapat berperan sebagai nara sumber selama proses
penelitian.
Informan penelitianterdiri dari tiga kelompok :
1) Informan kunci (key informant), misalnya isteri migran TKI ilegal dari Lombok ke
malaysia.
2) Informan ahli (expert informant), yaitu para ahli yang sangat memahami dan dapat
memberikan penjelasan berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian dan tidak
dibatasi dengan wilayah tempat tinggal, misalnya para akademisi, budayawan,
tokoh masyarakat, tokoh agama, dan lain-lain.
3) Informan insidental (man on the street), yaitu siapa saja yang ditemukan di wilayah
penelitian yang diduga dapat memberikan informasi tentang masalah yang kita
teliti.
Sebelum dilaksanakan wawancara mendalam terhadap informan, maka perlu
disusun pedoman wawancara yang mengacu pada tujuan peneliti.
Pengiriman TKI melalui jalur resmi yang dikoordinasikan oleh Departemen Tenaga
Kerja masih dirasakan oleh para TKI sangat birokratis. Proses pengurusannya sangat
24

berbelit-belit, menghabiskan waktu dan biaya yang tidak sedikit, serta masa tunggu yang
lama (rata-rata satu tahun sejak pendaftaran hingga pemberangkatan). Hal ini menyebabkan
para calon TKI lebih memilih jalur ilegal. Jadi, tanpa mengadakan wawancara mendalam
hal-hal seperti di atas sulit untuk diungkapkan.
Keberhasilan pengumpulan data yang mendekati kebenaran, kuncinya terletak pada
pewawancara. Menurut Irawati Singarimbun (Mantra, 2002), sikap yang simpatik atau
kesan yang baik yang diberikan oleh pewawancara sangat penting. Untuk mencapai hal ini,
kesan yang positif tersebut lebih penting daripada keterangan ilmiah dari tujuan penelitian
yang biasa diajukan pada waktu permulaan wawancara.
Seperti halnya dengan pelaksanaan observasi, maka dalam wawancara mendalam
ini terlebih dahulu perlu dipersiapkan pedoman wawancara, sesuai dengan tujuan
penelitian. Tanpa pedoman wawancara ini, wawancara mendalam tidak akan terarah.

4. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion)
Untuk menghemat waktu, biaya dan terbatasnya anggota peneliti untuk
melaksanakan wawancara mendalam kepada informan, maka dapat mengundang beberapa
informan dalam suatu diskusi kelompok yang dipandu oleh peneliti. Seperti juga halnya
dengan proses wawancara mendalam, pemandu diskusi perlu mempersiapkan pedoman
diskusi dan melakukan probing untuk mendapatkan jawaban yang detail.
Orang-orang yang diundang dalam diskusi tersebut adalah orang-orang yang
mempunyai perhatian yang sama terhadap suatu masalah. Misalnya, bagaimana sebaiknya
pelaksanaan program transmigrasi pada era otonomi daerah. Maka mereka yang diundang
misalnya wakil-wakil dari Kantor Transmigrasi, Kantor Departemen Tenaga Kerja,
25

Pemerintah Daerah, LSM, dan Perguruan Tinggi. Supaya diskusinya dapat hidup, maka
jumlah mereka yang diundang sekitar 7 hingga 10 orang.
Perlu dijelaskan, di samping beberapa manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan
diskusi kelompok ini, ada pula kelemahannya diantaranya :
1) Data sukar dianalisis.
2) Membutuhkan moderator dengan skill dan kemampuan tinggi.
3) Sering terjadi perbedaan pendapat diantara peserta.
4) Informasi yang diperoleh adalah informasi deskriptif/kualitatif.

5. Analisis Isi dan Materi tertulis (Content Analysis of Written Materials)
Analisis penelitian untuk topik-topik tertentu (terutama di bidang komunikasi) dapat
pula dipelajari melalui analisis isi (content analysis) dari beberapa materi tertulis. Sebagai
contoh, bagaimana cara-cara mengevaluasi pengetahuan dan keterampilan peserta kursus
setelah kursus itu berakhir. Untuk itu dikumpulkan beberapa buku-buku yang memuat caracara mengevaluasi hal tersebut. Materi tertulis juga didapatkan dari beberapa majalah dan
surat kabar. Dari analisis isi ini peneliti merencanakan membuat cara-cara yang efisien
untuk mengevaluasi kemampuan peserta kursus setelah kursus selesai.
Contoh lain, seorang ahli kependudukan merencanakan membuat silabus mata
ajaran pendidikan kependudukan untuk murid-murid Sekolah Dasar. Untuk itu analisis isi
dari materi-materi tertulis sangat membantu.

26

POKOK BAHASAN VI. PENYUSUNAN RANCANGAN PENELITIAN
Seperti halnya alat pengambilan data, rancangan penelitian ditentukan oleh jenis
penelitian yang akan dilaksanakan. Menurut Babbie (Mantra, 2002), ada tiga jenis
penelitian sosial yang sering dilakukan, yaitu : penelitian penjajagan (exploration),
deskripsi (description), dan penjelasan (explanation).
Penelitian penjajagan (exploration) bersifat terbuka, masih mencari-cari karena
pengetahuan peneliti tentang masalah yang akan diteliti masih terlalu sedikit. Penelitian
deskripsi (description) dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena
sosial tertentu, misalnya : pengangguran, perceraian, kemiskinan. Peneliti mengembangkan
konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.
Menurut Masri Singarimbun (Mantra, 2002), apabila peneliti menjelaskan
hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis, penelitian tersebut
bukan lagi dinamakan penelitian deskriptif, melainkan penelitian pengujian hipotesis atau
penelitian penjelasan (explanation research). Jadi, perbedaan pokok antara penelitian
deskriptif dan penelitian penjelasan tidak terletak pada sifat datanya, tetapi pada sifat
analisisnya.
Ada beberapa jenis penelitian sosial, tetapi yang banyak dilakukan adalah penelitian
survai, eksperimen, dan penelitian mendalam (grounded research). Penelitian dengan
metode survai dan grounded research) akan dibicarakan tersendiri.
Penelitian eksperimen sangat baik untuk pengujian hipotesis tertentu. Penelitian
eksperimen dapat dilaksanakan di laboratorium, di kelas, atau di lapangan. Penelitian
eksperimen yang paling mudah dilaksanakan adalah di laboratorium karena alat-alat yang

27

khusus dapat tersedia di sini dan pengaruh luar mudah untuk dicegah selama ekperimen
berlangsung.
Eksperimen dapat dilakukan tanpa atau dengan kelompok pembanding (control
group). Sebagai contoh, dalam rancangan ini digunakan satu kelompok subjek. Pertamatama dilakukan pengukuran, lalu dikenakan perlakuan untuk jangka waktu tertentu,
kemudian dilakukan pengukuran untuk kedua kalinya. (pretest (T1) – treatment (X) –
posttest (T2)).
Prosedur dari penelitian eksperimen menurut Sumadi (Mantra, 2002) :
1) Kenakan T1, yaitu pretest, mengukur rata-rata (mean) prestasi belajar sebelum
subjek diajar dengan metode diskusi.
2) Kenakan subjek dengan X, yaitu metode mengajar dengan diskusi untuk jangka
waktu tertentu.
3) Berikan T2, yaitu posttest, untuk mengukur rata-rata prestasi belajar setelah subjek
dikenakan variabel eksperimental X.
4) Bandingkan T1 dan T2 untuk menentukan seberapakah perbedaan yang timbul, jika
sekiranya ada, sebagai akibat dari digunakannya variabel eksperimental X
5) Terapkan test statistik yang sesuai apakah perbedaan itu signifikan atau tidak.
Beberapa kelemahan dari metode eksperimen ini adalah tidak ada jaminan bahwa X
adalah satu-satunya faktor yang menimbulkan perbedaan antara T1 dan T2. meskipun
demikian, menurut Sumadi (Mantra, 2002), penelitian eksperimen pada umumnya dianggap
sebagai penelitian yang memberikan informasi yang paling mantap.
Di samping rancangan penelitian mana yang perlu digunakan sesuai dengan jenisjenis penelitian, rancangan penelitian juga didektekan oleh variabel-variabel penelitian
28

yang telah diidentifikasi seta oleh hipotesis yang akan diuji kebenarannya. Dalam
menentukan rancangan penelitian yang mana yang perlu digunakan, perlu selalu diingat
bahwa seluruh komponen penelitian ini harus terjalur secara serasi dan tertib.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan rancangan analisis, yaitu (1)
rancangan itu harus dapat menembak tepat hipotesis yang diuji, (2) rancangan itu harus
mampu mengendalikan sumber kesalahan secara maksimal, dan (3) rancangan itu harus
mampu menerima sejumlah variabel yang dikendalikan.
Penentuan rancangan penelitian memang merupakan suatu tahap yang agak sulit
dan rawan. Untuk berapa rancangan yang tidak terlalu canggih dapat diberikan pedoman
secara singkat seperti diuraikan pada pembicaraan variabel. Tampak dari pembicaraan
tersebut bahwa salah satu parameter penting untuk menentukan pemilihan rancangan adalah
skala variabel yang diteliti : nominal, ordinal, atau interval (termasuk rasio) pada variabel
bebas (independent variable) maupun variabel terpengaruh (dependent variable).
Apakah dalam rancangan analisis perlu atau tidak dicantumkan rumus-rumus yang
akan digunakan, tergantung kepada ke’istimewaan’ rumusnya. Bentuk rumus-rumus yang
sangat rutin seperti rerata, median, simpang baku, korelasi produk momen, analisis variansi
dan regresi umum. Pada umumnya pencantumannya kurang diperlukan. Mungkin ada
beberapa rumus yang sama sekali baru atau jarang dipakai, rumus-rumus yang demikian
perlu dicantumkan dalam rancangan analisis.
Dalam penelitian sosial sering sulit untuk mengungkapkan “kebenaran” dalam
masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut perlu menggunakan bermacam-macam metode
untuk memecahkan masalah yang sama. Metode chek dan rechek ini disebut dengan metode
“triangulasi”.
29

POKOK BAHASAN VII. PENENTUAN SAMPEL (CUPLIKAN)
Dalam suatu penelitian yang menggunakan metode survai tidaklah terlalu perlu
untuk meneliti semua individu dalam populasi karena disamping memakan biaya yang
sangat besar, juga membutuhkan waktu yang lama. Dengan meneliti sebagian dari populasi
kita mengharapkan bahwa hasil yang diperoleh akan dapat menggambarkan sifat populasi
yang bersangkutan.
Peristiwa ini dapat kita analogikan sebagai sepanci sayur yang sedang dimasak oleh
seorang ibu di dapaur. Untuk mengetahui apakah sayur tersebut kurang garam atau tidak,
ibu tersebut mengambil satu sendok the sayur tersebut untuk dicicipinya. Ternyata hasilnya
masih kurang garam, ini berarti satu panci sayur yang diambil contohnya tadi kekurangan
garam. Satu sendok teh sayur yang dicicipi merupakan bagian dari seluruh sayur itu kita
sebut dengan sampel (cuplikan, contoh).
Agar sampel tersebut dapat mewakili seluruh sayur tersebut harus memenuhi
beberapa syarat :
1) Ibu tersebut harus tahu berapa volume dari sayur tersebut misalnya ¾ panci, 5 liter
atau sepuluh liter. Kalau dikaitkan dengan penelitian, kita harus tahu jumlah objek
yang akan diteliti. Misalnya penelitian tentang rata-rata pendapatan tukang becak di
Kota Yogyakarta, kita harus mendaftar seluruh tukang becak yang beroperasi di
Kota Yogyakarta. Seluruh tukang becak itu disebut “populasi” atau kerangka
sampel (sampling frame).
2) Biasanya sayur itu baru dicicipi setelah masak dan diaduk dengan sendok pengaduk.
Ini berarti bahwa sayur tersebut sudah homogen yang berarti setiap unsur dari sayur
tersebut berhak diambil sebagai sampel atau cuplikan. Dalam lingkup penelitian
30

seluruh poplasi harus homogen dan tiap unsur dari populasi tersebut mempunyai
peluang (probability) yang sama untuk dijadikan sampel.
3) Di muka telah disebut sampel adalah

bagian dari populasi asal memenuhi

persyaratan tertentu. Misalnya dari 300 tukang becak yang ada di Kota Yogyakarta
akan diambil sampel sebesar 75 orang. Besarnya sampel sering ditulis dengan
simbol n (n kecil). Karena seluruh unit populasi mempunyai peluang yang sama
untuk dijadikan sampel, maka pengambilan 75 orang tukang becak harus dengan
lotre atau random.
Dari analogi di atas dapat disimpulkan bahwa populasi haruslah homogen, sehingga
setiap satuan elemen mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk dipilih menjadi
sampel dan besarnya peluang tersebut tidak boleh sama dengan nol. Kesimpulankesimpulan penelitian mengenai sampel akan digeneralisaikan terhadap populasi. Meskipun
demikian, generalisasi dari sampel ke populasi ini mengandung resiko bahwa tidak akan
mencerminkan secara tepat keadaan populasi. Makin tidak sama hasil dari sampel itu
dengan hasil populasinya, makin besar kemungkinan kekeliruan dalam generalisasi itu.
Ada tiga hal ang sangat menentukan tingkat representativitas sampel, yaitu (1)
kecermatan kerangka sampel, (2) besarnya sampel, dan (3) teknik pengambilan sampel.
1) Kerangka Sampel (Sampling Frame)
Kerangka sampel harus berisi semua ciri yang relevan dengan masalah-masalah
yang diteliti. Misalnya, akan diteliti faktor-faktor yang paling menentukan
kesediaan penduduk untuk bertransmigrasi. Untuk menentukan ciri-ciri yang
relevan untuk diisikan pada kerangka sampel, perlu dipersoalkan apakah kesediaan
bertransmigrasi itu akan dipengaruhi oleh tingkat kepadatan penduduk daerah asal,
31

tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, jumlah keluarga yang ditanggung, luas
lahan yang dimiliki, kualitas lahan, akses komunikasi masyarakat, dan sebagainya.
Untuk faktor-faktor yang dianggap iku mempengaruhi kesediaan bertransmigrasi,
faktor-faktor tersebut perlu diteliti, kecermatan pemasukan ciri-ciri populasi yang
ikut mempengaruhi variabel terpengaruh ke dalam kerangka sampel akan ikut
menentukan keadaan generalisasi hasil penelitian pada populasinya.
2) Besarnya Sampel (Sample Size)
Sampel yang terlalu kecil kurang mewakili populasinya, sedang sampel yang terlalu
besar memberatkan pelaksanaan penelitian. Tidak ada rumus matematik apapun
yang paling pas untuk menentukan besar sampel ini. Semua rumus matematik untuk
pengambilan sampel hanyalah suatu pendekatan dan masih tergantung kepada
banyak hal yang sangat kondisional.
Ada empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan besarnya sampel
dalam suatu penelitian, sebagai berikut :
a) Derajat keseragaman (degree of homogenity) dari populasi. Makin homogen
(seragam) populasi itu, makin kecil sampel yang diambil. Apabila populasi itu
seragam sempurna (completely homogenous), satu satuan elementer saja
representatif untuk diteliti.
b) Presisi yang dikehendaki dalam penelitian. Presisi adalah tingkat ketetapan yang
ditentukan oleh perbedaan hasil yang diperoleh dari sampel dibandingkan hasil
yang diperoleh dari pencacahan lengkap, dengan syarat bahwa