Bahaya sampah bagi kesehatan manusia IKD

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang sampai saat
ini masih tetap menjadi “PR” besar bagi bangsa Indonesia adalah faktor pembuangan
limbah sampah plastik. Kantong plastik telah menjadi sampah yang berbahaya dan sulit
dikelola. Manusia memang dianugerahi Panca Indera yang membantunya mendeteksi
berbagai hal yang mengancam hidupnya. Namun di dalam dunia modern ini muncul
berbagai bentuk ancaman yang tidak terdeteksi oleh panca indera kita, yaitu berbagai
jenis racun yang dibuat oleh manusia sendiri. Lebih dari 75.000 bahan kimia sintetis telah
dihasilkan manusia dalam beberapa puluh tahun terakhir.
Banyak darinya yang tidak berwarna, berasa dan berbau, namun potensial
menimbulkan bahaya kesehatan. Sebagian besar dampak yang diakibatkannya memang
berdampak jangka panjang, seperti kanker, kerusakan saraf, gangguan reproduksi dan
lain-lain. Sifat racun sintetis yang tidak berbau dan berwarna, dan dampak kesehatannya
yang berjangka panjang, membuatnya lepas dari perhatian kita. Kita lebih risau dengan
gangguan yang langsung bisa dirasakan oleh panca indera kita. Hal ini terlebih dalam
kasus

sampah,

di


mana

gangguan

bau

yang

menusuk

dan

pemandangan

(keindahan/kebersihan) sangat menarik perhatian panca indera kita. Begitu dominannya
gangguan bau dan pemandangan dari sampah inilah yang telah mengalihkan kita dari
bahaya racun dari sampah, yang lebih mengancam kelangsungan hidup kita dan anak
cucu kita.
Tujuan

Mengetahui bahaya racun racun dari sampah Saat ini sampah telah banyak
berubah. Setengah abad yang lalu masyarakat belum banyak mengenal plastik. Mereka
lebih banyak menggunakan berbagai jenis bahan organis. Di masa kecil saya (awal
dasawarsa 1980), orang masih menggunakan tas belanja dan membungkus daging dengan
daun jati. Sedangkan sekarang kita berhadapan dengan sampah-sampah jenis baru,
khususnya berbagai jenis plastik. Sifat plastik dan bahan organis sangat berbeda. Bahan

organis mengandung bahan-bahan alami yang bisa diuraikan oleh alam dengan berbagai
cara, bahkan hasil penguraiannya berguna untuk berbagai aspek kehidupan. Sampah
plastik dibuat dari bahan sintetis, umumnya menggunakan minyak bumi sebagai bahan
dasar, ditambah bahan-bahan tambahan yang umumnya merupakan logam berat
(kadnium, timbal, nikel) atau bahan beracun lainnya seperti Chlor. Racun dari plastik ini
terlepas pada saat terurai atau terbakar.
Penguraian plastik akan melepaskan berbagai jenis logam berat dan bahan kimia
lain yang dikandungnya. Bahan kimia ini terlarut dalam air atau terikat di tanah, dan
kemudian masuk ke tubuh kita melalui makanan dan minuman. Sedangkan pembakaran
plastik menghasilkan salah satu bahan paling berbahaya di dunia, yaitu Dioksin. Dioksin
adalah salah satu dari sedikit bahan kimia yang telah diteliti secara intensif dan telah
dipastikan menimbulkan Kanker. Bahaya dioksin sering disejajarkan dengan DDT, yang
sekarang telah dilarang di seluruh dunia. Selain dioksin, abu hasil pembakaran juga berisi

berbagai logam berat yang terkandung di dalam plastik.
Perumusan Masalah
1. Apakah yang di maksud dengan sampah
2. Apa saja bagian – bagian sampah
3. Bagaimana dampak sampah bagi kehidupan
4. Bagaimana bahaya sampah plastic bagi kesehatan dan lingkungan
5. Bagaimana cara mengurangi sampah
6. Apa yang di maksud dengan prinsip produksi bersih

KERANGKA PEMIKIRAN
Pengertian Sampah
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil
aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Berangkat
dari pandangan tersebut sehingga sampah dapat dirumuskan sebagai bahan sisa dari
kehidupan sehari-hari masyarakat.

Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah yang dihasilkan dari:
1. Rumah tangga
2. kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat
hiburan.

3. fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah sakit, klinik,
puskesmas
4. fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan,
5. Industri
6. hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai.
Sampah padat pada umumnya dapat di bagi menjadi dua bagian : Sampah
Organik sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah
kering).
Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang
diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain.
Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian
besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran dll.
Sampah Anorganik Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti
mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri.
Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium.
Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang
sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini
pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol, tas plsti. Dan botol kaleng
Kertas, koran, dan karton merupakan pengecualian. Berdasarkan asalnya, kertas, koran,
dan karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat

didaur ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik), maka
dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik.

Dampak Sampah bagi Manusia dan lingkungan
Sudah kita sadari bahwa pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun
rumah tangga sangat merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Melalui kegiatan perindustrian dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan dapat lebih
ditingkatkan. Namun seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak
negatif yang tidak sedikit. Dampak bagi kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah yang
kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang
cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan
anjing yang dapat menimbulkan penyakit.
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut: Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari
sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam
berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang
pengelolaan sampahnya kurang memadai. - Penyakit jamur dapat juga menyebar
(misalnya jamur kulit). - Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah
satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing
ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang
berupa sisa makanan/sampah. - Sampah beracun:

Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat
mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari
sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi baterai dan akumulator.
Dampak Terhadap Lingkungan Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase
atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga
beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan
biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik
dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam
konsentrasi tinggi dapat meledak. Dampak terhadap keadaan social dan ekonomi Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang

menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk
karena sampah bertebaran dimana-mana. - Memberikan dampak negatif terhadap
kepariwisataan. - Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya
tingkat kesehatan masyarakat.
Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk
mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja,
rendahnya produktivitas). - Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan
banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan,
jembatan, drainase, dan lain-lain. - Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh
pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk

pengolahan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan
cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering
dibersihkan dan diperbaiki.
Bahaya Sampah Plastik bagi Kesehatan dan Lingkungan
Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang sampai saat
ini masih tetap menjadi “PR” besar bagi bangsa Indonesia adalah faktor pembuangan
limbah sampah plastik. Kantong plastik telah menjadi sampah yang berbahaya dan sulit
dikelola. Diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk membuat sampah bekas
kantong plastik itu benar-benar terurai. Namun yang menjadi persoalan adalah dampak
negatif sampah plastik ternyata sebesar fungsinya juga.
Dibutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara
terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Ini adalah sebuah waktu yang sangat lama.
Saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan air tanah. Jika dibakar,
sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi kesehatan yaitu
jika proses pembakaranya tidak sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai
dioksin. Senyawa ini sangat berbahaya bila terhirup manusia. Dampaknya antara lain
memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati, gangguan sistem saraf dan
memicu depresi. Kantong plastik juga penyebab banjir, karena menyumbat saluran-

saluran air, tanggul. Sehingga mengakibatkan banjir bahkan yang terparah merusak turbin

waduk. Diperkirakan, 500 juta hingga satu miliar kantong plastik digunakan di dunia tiap
tahunnya. Jika sampah-sampah ini dibentangkan maka, dapat membukus permukaan
bumi setidaknya hingga 10 kali lipat!
Coba anda bayangkan begitu fantastisnya sampah plastik yang sudah terlampau
menggunung di bumi kita ini. Dan tahukah anda? Setiap tahun, sekitar 500 milyar – 1
triliyun kantong plastik digunakan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap orang
menghabiskan 170 kantong plastik setiap tahunnya (coba kalikan dengan jumlah
penduduk kotamu!) Lebih dari 17 milyar kantong plastik dibagikan secara gratis oleh
supermarket di seluruh dunia setiap tahunnya. Kantong plastik mulai marak digunakan
sejak masuknya supermarket di kota-kota besar. Sejak proses produksi hingga tahap
pembuangan, sampah plastik mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer. Kegiatan
produksi plastik membutuhkan sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon setiap
tahunnya. Proses produksinya sangat tidak hemat energi. Pada tahap pembuangan di
lahan penimbunan sampah (TPA), sampah plastik mengeluarkan gas rumah kaca.
Usaha Pengendalian Sampah
Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan
alternatif pengolahan yang benar. Teknologi landfill yang diharapkan dapat
menyelesaikan masalah lingkungan akibat sampah, justru memberikan permasalahan
lingkungan yang baru. Kerusakan tanah, air tanah, dan air permukaan sekitar akibat air
lindi, sudah mencapai tahap yang membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya dari

segi sanitasi lingkungan. Gambaran yang paling mendasar dari penerapan teknologi lahan
urug saniter (sanitary landfill) adalah kebutuhan lahan dalam jumlah yang cukup luas
untuk tiap satuan volume sampah yang akan diolah.
Teknologi ini memang direncanakan untuk suatu kota yang memiliki lahan dalam
jumlah yang luas dan murah. Pada kenyataannya, lahan di berbagai kota besar di
Indonesia dapat dikatakan sangat terbatas dan dengan harga yang tinggi pula. Dalam hal

ini, penerapan lahan urug saniter sangatlah tidak sesuai. Berdasarkan pertimbangan di
atas, dapat diperkirakan bahwa teknologi yang paling tepat untuk pemecahan masalah di
atas, adalah teknologi pemusnahan sampah yang hemat dalam penggunaan lahan.
Konsep utama dalam pemusnahan sampah selaku buangan padat adalah reduksi volume
secara maksimum. Salah satu teknologi yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah
teknologi pembakaran yang terkontrol atau insinerasi, dengan menggunakan insinerator.
Teknologi insinerasi membutuhkan luas lahan yang lebih hemat, dan disertai dengan
reduksi volume residu yang tersisa ( fly ash dan bottom ash ) dibandingkan dengan
volume sampah semula. Ternyata pelaksanaan teknologi ini justru lebih banyak
memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran udara. Produk
pembakaran yang terbentuk berupa gas buang COx, NOx, SOx, partikulat, dioksin, furan,
dan logam berat yang dilepaskan ke atmosfer harus dipertimbangkan. Selain itu proses
insinerator menghasilakan Dioxin yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan,

misalnya kanker, sistem kekebalan, reproduksi, dan masalah pertumbuhan. Global AntiIncenatot Alliance (GAIA) juga menyebutkan bahwa insinerator juga merupakan sumber
utama pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat, yang
mengganggu sistem motorik, sistem panca indera dan kerja sistem kesadaran. Belajar dari
kegagalan program pengolahan sampah di atas, maka paradigma penanganan sampah
sebagai suatu produk yang tidak lagi bermanfaat dan cenderung untuk dibuang begitu
saja harus diubah.

Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang
ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk
samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan
produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis.
Prinsip-prinsip Produksi
Bersih adalah prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam keseharian,
misalnya, dengan menerapkan Prinsip 4R, yaitu: Reduce (Mengurangi); sebisa mungkin

lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita
menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan. Re-use (Memakai
kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari
pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini dapat
memperpanjang waktu pemakaian barang sebelum ia menjadi sampah. Recycle (Mendaur

ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang.
Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal
dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Teknologi
daur ulang, khususnya bagi sampah plastik, sampah kaca, dan sampah logam, merupakan
suatu jawaban atas upaya memaksimalkan material setelah menjadi sampah, untuk
dikembalikan lagi dalam siklus daur ulang material tersebut. Replace ( Mengganti); teliti
barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai
sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai
barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita
dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua bahan
ini tidak bisa didegradasi secara alami. Selain itu, untuk menunjang pembangunan yang
berkelanjutan ( sustainable development ), saat ini mulai dikembangkan penggunaan
pupuk organik yang diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia yang
harganya kian melambung. Penggunaan kompos telah terbukti mampu mempertahankan
kualitas unsur hara tanah, meningkatkan waktu retensi air dalam tanah, serta mampu
memelihara mikroorganisme alami tanah yang ikut berperan dalam proses adsorpsi
humus oleh tanaman. Penggunaan kompos sebagai produk pengolahan sampah organik
juga harus diikuti dengan kebijakan dan strategi yang mendukung. Pemberian insentif
bagi para petani yang hendak mengaplikasikan pertanian organik dengan menggunakan
pupuk kompos, akan mendorong petani lainnya untuk menjalankan sistem pertanian
organik. Kelangkaan dan makin membubungnya harga pupuk kimia saat ini, seharusnya
dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengembangkan sistem pertanian organik.
Peran Pemerintah dalam Menangani Sampah
Dari perkembangan kehidupan masyarakat dapat disimpulkan bahwa penanganan
masalah sampah tidak dapat semata-mata ditangani oleh Pemerintah Daerah (Pemerintah

Kabupaten/Kota). Pada tingkat perkembangan kehidupan masyarakat dewasa ini
memerlukan pergeseran pendekatan ke pendekatan sumber dan perubahan paradigma
yang pada gilirannya memerlukan adanya campur tangan dari Pemerintah. Pengelolaan
sampah meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pemanfaatan,
pengangkutan, pengolahan. Berangkat dari pengertian pengelolaan sampah dapat
disimpulkan adanya dua aspek, yaitu penetapan kebijakan (beleid, policy) pengelolaan
sampah, dan pelaksanaan pengelolaan sampah.] Kebijakan pengelolaan sampah harus
dilakukan oleh Pemerintah Pusat karena mempunyai cakupan nasional.
Kebijakan pengelolaan sampah ini meliputi : Penetapan instrumen kebijakan:
instrumen regulasi: penetapan aturan kebijakan (beleidregels), undang- undang dan
hukum yang jelas tentang sampah dan perusakan lingkungan instrumen ekonomik:
penetapan instrumen ekonomi untuk mengurangi beban penanganan akhir sampah
(sistem insentif dan disinsentif) dan pemberlakuan pajak bagi perusahaan yang
menghasilkan

sampah,

serta

melakukan

uji

dampak

lingkungan

Mendorong

pengembangan upaya mengurangi (reduce), memakai kembali (re- use), dan mendaurulang (recycling) sampah, dan mengganti (replace); Pengembangan produk dan kemasan
ramah lingkungan; Pengembangan teknologi, standar dan prosedur penanganan sampah:
Penetapan kriteria dan standar minimal penentuan lokasi penanganan akhir sampah;
penetapan lokasi pengolahan akhir sampah; luas minimal lahan untuk lokasi pengolahan
akhir sampah; penetapan lahan penyangga.
Kompos, Alternatif Problem Sampah
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata
persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan
alternatif penanganan yang sesuai. Pengomposan dapat mengendalikan bahaya
pencemaran

yang

mungkin

terjadi

dan

menghasilkan

keuntungan.

Teknologi

pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan
atau tanpa bahan tambahan. Pengomposan merupakan penguraian dan pemantapan
bahan-bahan organik secara biologis dalam temperatur thermophilic (suhu tinggi) dengan
hasil akhir berupa bahan yang cukup bagus untuk diaplikasikan ke tanah. Pengomposan

dapat dilakukan secara bersih dan tanpa menghasilkan kegaduhan di dalam maupun di
luar ruangan. Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik
maupun anaerobik, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang biasa
digunakan Activator Kompos seperti Green Phoskko Organic Decomposer dan
SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan
kompos (vermicompost). Keunggulan dari proses pengomposan antara lain teknologinya
yang sederhana, biaya penanganan yang relatif rendah, serta dapat menangani sampah
dalam jumlah yang banyak (tergantung luasan lahan).
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah
untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi
bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara.
Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak
membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik. Hasil akhir dari pengomposan
ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di
Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah,
sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari
pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis,
menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan,
sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai
media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. Bahan baku pengomposan
adalah semua material organik yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran
hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.

PENUTUP
Kesimpulan
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu
proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia, dalam proses-proses alam tidak ada
sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat berada pada
setiap fase materi: padat, cair, atau gas. Ketika dilepaskan dalam dua fase yang

disebutkan terakhir, terutama gas, sampah dapat dikatakan sebagai emisi. Emisi biasa
dikaitkan dengan polusi. Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar datang
dari aktivitas industri (dikenal juga dengan sebutan limbah), misalnya pertambangan,
manufaktur, dan konsumsi.
Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan
jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi. Upaya yang dilakukan
pemerintah dalam usaha mengatasi masalah sampah yang saat ini mendapatkan
tanggapan pro dan kontra dari masyarakat adalah pemberian pajak lingkungan yang
dikenakan pada setiap produk industri yang akhirnya akan menjadi sampah. Industri yang
menghasilkan produk dengan kemasan, tentu akan memberikan sampah berupa kemasan
setelah dikonsumsi oleh konsumen. Industri diwajibkan membayar biaya pengolahan
sampah untuk setiap produk yang dihasilkan, untuk penanganan sampah dari produk
tersebut. Dana yang terhimpun harus dibayarkan pada pemerintah selaku pengelola IPS
untuk mengolah sampah kemasan yang dihasilkan. Pajak lingkungan ini dikenal sebagai
Polluters Pay Principle. Solusi yang diterapkan dalam hal sistem penanganan sampah
sangat memerlukan dukungan dan komitmen pemerintah. Tanpa kedua hal tersebut,
sistem penanganan sampah tidak akan lagi berkesinambungan.
Tetapi dalam pelaksanaannya banyak terdapat benturan, di satu sisi, pemerintah
memiliki keterbatasan pembiayaan dalam sistem penanganan sampah. Namun di sisi lain,
masyarakat akan membayar biaya sosial yang tinggi akibat rendahnya kinerja sistem
penanganan sampah. Sebagai contoh, akibat tidak tertanganinya sampah selama beberapa
hari di Kota Bandung, tentu dapat dihitung berapa besar biaya pengelolaan lingkungan
yang harus dikeluarkan akibat pencemaran udara ( akibat bau ) dan air lindi, berapa besar
biaya pengobatan masyarakat karena penyakit bawaan sampah ( municipal solid waste
borne disease ), hingga menurunnya tingkat produktifitas masyarakat akibat gangguan
bau sampah.

DAFTAR PUSTAKA
Hadiwijoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Penerbit Yayasan Idayu.
Jakarta Biro Bina Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta. 1998. Laporan
Neraca Kualitas Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta. Biro Bina Lingkungan
Hidup Provinsi DKI Jakarta. Jakarta
Djuwendah, E., A. Anwar, J. Winoto, K. Mudikdjo. 1998. Analisis Keragaan Ekonomi
dan Kelembagaan Penanganan Sampah Perkotaan.