Implementasi Stakeholder permasalahan dalam Perkemban

Itang Noorsha M.
071112090

Implementasi Stakeholder dalam Perkembangan Pariwisata
Pariwisata adalah salah satu bentuk pembangunan yang menjangkau luas ke banyak
elemen. Wawasan pembangunan yang mengupayakan terwujudnya hubungan interaksi yang
“simbiosis mutualisme” antara industri pariwisata dan lingkungan setempat sering disebut juga
sebagai Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Sustainable
Tourism Development). Dimana fokus STD ini kearah dampak Pariwisata baik positif dan
negatif terhadap perekonomian, lingkungan serta masyarakat sekitar. Kunci utama kesuksesan
implementasi dari pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah peran aktif dari para
stakeholder yang terkait. Stakeholder didefinisikan sebagai suatu kelompok atau individu yang
dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh sebuah pengembangan pariwisata disuatu daerah.
Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan tidak dapat dicapai jika dipaksakan tanpa
memperhatikan kepentingan stakeholder. Para pemangku kepentingan harus terlibat dalam
seluruh proses demi tercapainya pembangunan pariwisata berkelanjutan. Untuk itu perlu kajian
tersendiri tentang peran penting stakeholder dalam kaitannya terhadap perkembangan
pembangunan pariwisata berkelanjutan. Teori Stakeholder dapat menggambarkan beberapa
elemen pariwisata dalam suatu komunitas, sejarah pengembangan pariwisata di masyarakat,
prosedur dan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan dan pengelolaan pariwisata di
daerah tersebut, jenis objek wisata di masyarakat, dampak ekonomi secara keseluruhan kepada

masyarakat, ukuran industri pariwisata di masyarakat, dan hubungan antara berbagai lembaga
dan organisasi yang terlibat dalam pariwisata. Terdapat 3 aspek dalam teori stakeholder yaitu :
Deskriptif, digunakan untuk memeriksa dan menjelaskan masa lalu, sekarang dan masa depan
dari sebuah kesatuan organisasi dan dari para pemangku kepentingan yang ada. Kedua adalah
Instrumental, mengidentifikasikan koneksi atau kurangnya hubungan antara manajemen
stakeholder dengan pencapaian organisasi / pengembangan sasaran dan tujuan. Normatif, adalah
inti dasar dari teori stakeholder, yang digunakan untuk menafsirkan fungsi kerjasama,
mengidentifikasi nilai moral dari filosofis pedoman yang digunakan, serta mengarahkan sistem
kerja / manajemen dari kerjasama tersebut. Oleh karena itu, pengidentifikasian stakeholder lebih
didasarkan kepada minat / ketertarikan stakeholder di dalam organisasi tersebut, bukan
sebaliknya dari minat / ketertarikan dari organisasi terhadap stakeholdernya. Semua stakeholder
harus berpartisipasi dalam menentukan arah organisasi di mana mereka memiliki kepentingan
disitu. Sementara itu, kegagalan dalam pengidentifikasian kepentingan dapat mengakibatkan
kegagalan proses, meskipun dari gagalnya identifikasi kepentingan dari salah satu pemangku
kepentingan saja.Uraian di atas mengisyaratkan perlunya kita mengantisipasi perilaku politik
stakeholder dalam proses formulasi kebijakan. Pluralitas sosiopolitik yang melekat pada konsep
dan mewarnai kehidupan demokrasi, bersama dengan masalahmasalah etika dan psikokultural
yang berpengaruh terhadap perilaku para aktor sosial politik, perlu mendapat perhatian tersendiri
dalam manajemen proses kebijakan pada keseluruhan tahapannya. Pada tahap formulasi kita
perlu menandai peta politik dengan mengantisipasi kemungkinan sikap para stakeholder yang

berperan dalam pengambilan keputusan, khususnya dalam menentukanpilihan atas sejunlah opsi
kebijakan.
Dalam Formulasi kebijakan menurut Mustopadidjaja (2003), para Stakeholder harus
memiliki Views (pandangan), yakni semacam intellectual ventures yang bertalian dengan kajian

Itang Noorsha M.
071112090

dan formulasi kebijakan. Adapaun pandangan ataupun prinsip-prinsip dari Stakeholder sebagai
berikut: Agenda setting adalah suatu tahap sebelum perumusan kebijakan dilakukan, yaitu
bagaimana isu-isu itu muncul pada agenda pemerintah yang perlu ditindakianjuti berupa
tindakan-tindakan pemerintah. Banyak isu yang masuk ke pemerintah, yang diharapkan agar
pemerintah segera mengambil tindakan, ternyata pemerintah tidak bertindak sesuai dengan
keinginan masyarakat. Cara pandang sistemik; tak ada suatu permasalahan kebijakan publik yang
tidak terkait dengan masalah-masalah lainnya, kita harus mengenali benar saling hubungan
tersebut, dan mengidentifikasi secara obyektif posisi permasalahan yang dihadapi dalam konteks
keseluruhan masalah yang dihadapi masyarakat.
Salah satu fenomena yang sarat dalam pengelolaan potensi alam adalah kurangnya
integrasi stakeholder yang terlibat. Urgensi perbaikan integrasi stakeholder karena praktik yang
selama ini terjadi di bebagai kementrian dan lembaga terkait mempunyai program-program

tersendiri, sehingga mengakibatkan tumpang tindih, disharmoni, dan mencuatnya ego sektoral.
Terjadinya disharmoni dan ego sektoral inilah yang kemudian disinyalir sebagai wujud nyata
stakeholder gagal dalam mengelola potensi alam yang ada dan salah satu penyebab mengapa
pemerintah daerah menjadi tidak optimal dalam melaksanakan otonomi daerah. Sebenarnya
bukan tanpa alasan bila potensi alam (tambang, hutan, laut, keindahan dan sebagainya) sangat
menarik untuk dikelola dan menjadi “ lahan basah ” kementerian/ lembaga terkait untuk saling
berebut untuk memiliki otoritas yang lebih dari yang lain. Potensi alam tersebut khususnya
keindahan alam Indonesia menjadikan bisnis pariwisata khususnya ekowisata sebagai
primadona baru dalam sektor unggulan dengan multiple effect yang sangat tinggi. Pariwisata
telah diakui oleh seluruh negara di dunia termasuk Indonesia sebagai sumber potensial bagi
pemasukan devisa. Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, periode
2005 hingga 2008, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara meningkat dari 5,0 juta menjadi
6,4 juta, atau meningkat sebesar 28,0 persen diikuti dengan peningkatan devisa sebesar 63,05
persen. Jumlah wisatawan nusantara meningkat dari 198,4 juta menjadi 225,0 juta atau
meningkat dari Rp. 74,72 triliun menjadi Rp. 123,7 triliun atau meningkat 64,84 persen. Dalam
kenyataannya, kegiatan wisata ini juga berpengaruh pada perputaran uang dalam negeri,
merangsang timbulnya berbagai usaha seperti industri cinderamata, hotel , travel , restoran dan
objek wisata dapat meningkatkan lapangan kerja (Garrod, 2011). Yoeti (2001:57) mengatakan
bahwa semakin menurunnya kapasitas dan melambungnya harga tambang sebagai sumber
pendapatan utama seperti minyak bumi, batu bara dan hasil tambang lain, membuat orientasi dan

pola pikir beralih pada sektor jasa yaitu jasa wisata. Pariwisata dipilih karena lebih mudah dan
cepat mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Potensi
pariwisata tersebut setidaknya tergambar dari karekteristik Indonesia sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia. Indonesia memiliki ±18.110 pulau dengan garis pantai sepanjang 108.000 km
disertai potensi alam, keanekaragaman flora dan fauna, peninggalan purbakala, peninggalan
sejarah, serta seni dan budaya yang semuanya merupakan sumberdaya dan modal besar dalam
pembangunan (Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah 2003:2).
Survei World Economic Forum 2012 menempatkan keindahan alam Indonesia pada
peringkat keenam dan Indonesia pada peringkat kedua dari 17 negara dengan megadiversity dari
Conservation International (CI). Modal yang besar ini harus bisa dimanfaatkan secara optimal
dan berkelanjutan oleh bangsa ini, karena dapat meningkatkan pendapatan perkapita untuk
kesajahteraan masayarakat. Hal ini juga tertuang dalam Rencana Program Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 sebagai berikut: “ Secara khusus pariwisata memiliki peran

Itang Noorsha M.
071112090

signifikan dalam aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam aspek ekonomi, sektor
pariwisata mengkontribusi devisa dari kunjungan wisatawan manca negara dan Produk Domestik
Bruto (PDB) beserta komponen-komponennya. Dalam aspek sosial, pariwisata berperan dalam

penyerapan tenaga kerja, apresiasi seni, tradisi dan budaya bangsa, dan peningkatan jati diri
bangsa. Dalam aspek lingkungan, pariwisata juga mengambil peran khususnya konsep ekowisata
dapat mengangkat produk dan jasa wisata seperti kekayaan dan keunikan alam dan laut, dan alat
yang efektif bagi pelestarian lingkungan alam dan seni. ” Terlebih lagi ditengah dinamika
ekonomi dunia, ditandai krisis ekonomi dunia, globalisasi ekonomi yang belum tuntas, kenaikan
harga minyak dunia, serta tarik menarik kepentingan ekonomi dunia maju dan dunia ketiga,
ekowisata berkembang menjadi suatu jenis jasa wisata yang memberi jaminan bagi terciptanya
kesejahteraan (Chaminuka, 2011). Dengan mengoptimalkan potensi keindahan dan kekayaan
alam yang bernilai tinggi dalam pasar industri wisata alam, pengembangan ekowisata akan
membawa peran besar dalam berbagai aspek seperti ekonomi, sosial dan lingkungan.“ Menurut
Damanik dan Weber (2006:42), definisi maupun prinsip-prinsip ekowisata memiliki implikasi
langsung kepada wisatawan dan penyedia jasa. Wisatawan dituntut untuk tidak hanya
mempunyai kesadaran lingkungan dan kepekaan sosial yang tinggi, tetapi juga mampu
melakukannya pada kegiatan wisata. Sedangkan penyedia jasa juga dituntut mampu
menyediakan produk-produk yang ramah lingkungan. Dalam pengembangan atraksi wisata,
misalnya, lokasinya dekat dengan alam, model pengembangannya serasi dengan lingkungan,
layanan ramah, dan harus memberdayakan masyarakat lokal secara sosial, ekonomi dan budaya.”
“ Menurut Nugroho (2011:3), sebagai bentuk wisata yang sedang trend , ekowisata mempunyai
kekhususan tersendiri yaitu mengedepankan konservasi lingkungan, pendidikan lingkungan,
kesejahteraan penduduk lokal dan menghargai budaya lokal. Taman nasional sebagai kawasan

pelestarian alam yang memiliki potensi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang
melimpah menjadi salah satu pengembangan ekowisata. Taman nasional menawarkan wisata
ekologis yang banyak diminati wisatawan, hal ini karena adanya pergeseran paradigma
kepariwisataan internasional dari bentuk pariwisata masal ke wisata minat khusus yaitu
ekowisata.”
Berdasarkan hasil penelitian, Format kerjasama pengembangan Pantai Kenjeran antara
pihak pertama, kedua maupun ketiga adalah saling berhubungan. Dikaji dalam teori NPM (New
Public Management), kerjasama antara masing-masing pihak dalam pengembangan Pantai
Kenjeran sebagai obyek wisata ini dilakukan untuk memperbaiki manajemen pengembangan
pantai sebelumnya yang dinilai kurang optimal. Pemerintah Kota Surabaya sebagai pihak
pertama mempunyai peran dalam peraturan walikota melalui kebijakan pengelolaan obyek
wisata oleh Dinas Pariwisata. PT. Granting Jaya sebagai pihak kedua memiliki tanggung jawab
untuk mencari win win solution dalam usaha mengembangkan Pantai Kenjeran sebagai salah
satu obyek wisata andalan Kota Surabaya, berpatokan dalam peraturan Dinas Pariwisata Kota
Surabaya. PT. Granting Jaya mengajak kerjasama masyarakat sekitar pantai sebagai pihak kedua
untuk menciptakan hubungan timbal balik yang positif dan tentu saja dengan berkembangnya
Pantai Kenjeran ini akan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar lokasi seperti penciptaan
lapangan kerja, serta penertiban lokasi Pantai Kenjeran, sehingga citra kawasan ini lebih baik
dari sebelumnya yang sempat dicap sebagai ajang prostitusi. Sehingga kawasan ini bisa
mendatangkan keuntungan baik bagi Pemerintah Kota Surabaya, pengelola, maupun masyarakat

sekitar lokasi Pantai Kenjeran.

Itang Noorsha M.
071112090

Referensi :
Anderson, James E. 2006. Public Policy Making: An Introduction. Boston: Houghton Mifflin
Dunn, William N.. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Dye, Thomas R.. 1995. Understanding Public Policy. New Jersey: Prentice Hall.
Mustopadidjaja AR. 2003. Manajemen Proses Kebijakan Publi: formulasi, implementasi dan
evaluasi kinerja. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara RI.
Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Riant Nugroho Dwijowijoto. 2009. Public Policy, Teori Kebijakan, Analisis Kebijakan, Proses
Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management Dalam Kebijakan
Publik, Kebijakan Sebagai The Fifth Estate, Metode Penelitian Kebijakan. Jakarta: PT. Elex
Media Computindo.
Santoso, Purwo. 2010. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: POLGOV