PELATIHAN MODEL PEMBELAJARAN SENI TARI T (1)

PELATIHAN MODEL PEMBELAJARAN SENI TARI TERPADU SEBAGAI UPAYA
PENINGKATAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU SEKOLAH DASAR DI
KABUPATEN SEMARANG
Eny Kusumastuti
Staf Pengajar Pendidikan Sendratasik, FBS UNNES
e-mail: enyeny68@yahoo.com
Model Pembelajaran seni tari terpadu merupakan perpaduan dari pendekatan ekspresi
bebas, disiplin ilmu, dan multikultural. Model ini diberikan kepada guru dan kepala
Sekolah Dasar Kabupaten Semarang dengan harapan mampu meningkatkan kompetensi
profesional guru. Pengenalan model pembelajaran seni tari terpadu diberikan dengan
bentuk penyuluhan dan pelatihan dalam kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat di
Balemong Resot Ungaran . Metode yang digunakan adalah penyuluhan dan pelatihan.
Peserta berasal dari guru-guru Sekolah Dasar di wilayah Kabupaten Semarang. Hasil
penyuluhan dan pelatihan, guru mampu memahami konsep pembelajaran seni tari
terpadu dan mempraktekkan dalam pembelajaran di kelas.
Kata Kunci: Pembelajaran, Seni Tari, Ekspresi bebas, Disiplin Ilmu, Multikultural

PENDAHULUAN
Berdasarkan pengamatan awal, pembelajaran seni untuk anak Sekolah Dasar berjalan
sendiri-sendiri, dan tidak ada kesinambungan serta keterkaitan antara seni yang satu dengan seni
yang lain. Penyebabnya adalah salah satunya


karena ketidakmampuan guru dalam

mengembangkan kreativitas anak (Nursito 2000: 11). Keadaan ini lebih diperburuk dengan
kekurangmantapan keterampilan dalam berkarya seni dan minimnya wawasan guru terhadap
materi, tujuan dan hakekat pendidikan seni dan kurangnya sarana yang ada di sekolah.
Pada hakikatnya pembelajaran seni jika dikelola dengan baik akan dapat memberikan
banyak kontribusi dalam meningkatkan kreativitas anak didik. Karena pentingnya pembelajaran
ini, maka perlu dipersiapkan kondisi-kondisi yang memberikan kemungkinan pada anak didik
untuk dapat menyalurkan bakat dan kreativitasnya secara optimal. Untuk itu, bukan saja
diperlukan sarana yang memadai tetapi juga kesiapan pihak-pihak yang bertanggung jawab
terhadap pendidikan tari, termasuk guru sebagai pengelola sistem instruksional. Oleh sebab itu,
disamping menguasai teori-teori yang melandasi pendidikan seni, guru-guru yang mengajar seni
juga dituntut untuk mampu menerapkan strategi-strategi pembelajaran seni yang tepat. Guru
harus mampu memahami kurikulum yang sedang digunakan saat ini, mampu menjabarkan secara

lebih terperinci lagi, mampu merancang dan mengaplikasikan strategi instruksional yang tepat
serta dapat memacu dan mengembangkan kreatifitas anak didik.
Kendala-kendala tersebut diatas banyak dialami oleh guru yang mengajar di tingkat
pendidikan pra sekolah dan dasar. Hal ini disebabkan bidang keilmuan guru tersebut tidak

terfokuskan pada pendidikan seni. Guru Sekolah Dasar adalah guru kelas, yang harus
mengajarkan semua materi berdasarkan kurikulum yang berlaku. Karena pendidikan seni
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pelajaran lain, maka tidak semua guru mampu
menguasai pendidikan seni, baik itu seni musik, seni tari, maupun seni rupa. Berdasarkan
pengamatan awal, guru Sekolah Dasar dan kepala Sekolah Dasar mengajarkan pendidikan seni
khususnya seni tari, sebatas pada pengetahuan dan kemampuan masing-masing. Bahkan tidak
banyak guru Sekolah Dasar dan kepala Sekolah Dasar yang berani mengajarkan seni di kelas.
Sehingga mau tidak mau, pihak sekolah harus mendatangkan guru yang mempunyai spesifikasi
di bidang pendidikan seni secara khusus.
Melihat fenomena tersebut, muncul gagasan untuk memberikan penyuluhan dan pelatihan
model pendidikan seni tari terpadu sebagai usaha upaya untuk meningkatkan kompetensi
profesional bagi Guru dan kepala Sekolah Dasar. Penyuluhan dan pelatihan ini dilaksanakan
bekerjasama Diknas dan Kompass (Konsorsium Masyarakat Peduli Anak Kota Semarang).
Kompass adalah sebuah Lembaga Swadya Masyarakat yang bergerak dibidang pendidikan anak.
Sekolah yang mendapatkan pelatihan adalah Sekolah Dasar dampingan Kompass yang ada di
Kabupaten Semarang.

Kompetensi Profesional Guru Sekolah Dasar
Undang Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan
PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan kompetensi guru

meliputi kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial. Adapun yang dimaksud
dengan keempat jenis kompetensi guru adalah: (1) Kompetensi Kepribadian merupakan
kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia; (2) Kompetensi Pedagogik,
merupakan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,

evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimilikinya; (3) Kompetensi Profesional merupakan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata
pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan
terhadap struktur dan metodologi keilmuannya; (4) Kompetensi Sosial merupakan kemampuan
guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Hal ini mengacu
pandangan yang menyebutkan bahwa sebagai guru yang berkompeten memiliki (1) pemahaman
terhadap karakteristik peserta didik, (2) penguasaan bidang studi, baik dari sisi keilmuan maupun
kependidikan, (3) kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, dan (4) kemauan
dan kemampuan mengembangkan profesionalitas dan kepribadian secara berkelanjutan.
Kompetensi adalah sebuah kontinum perkembangan mulai dari proses kesadaran
(awareness), akomodasi, dan tindakan nyata sebagai wujud kinerja. Sebagai suatu keutuhan,
kompetensi guru Sekolah Dasar merujuk kepada penguasaan konsep, penghayatan dan

perwujudan nilai, penampilan pribadi yang bersifat membantu, dan unjuk kerja profesional yang
akuntabel. Kompetensi guru Sekolah Dasar harus dibangun dari landasan filosofis tentang
hakikat manusia dan kehidupannya sebagai mahluk Allah Yang Maha Kuasa, pribadi, dan warga
negara yang ada dalam konteks kultur tertentu, jelasnya kultur Indonesia. Guru Sekolah Dasar
adalah pendidik, karena itu guru Sekolah Dasar harus berkompeten sebagai pendidik.
Guru Sekolah Dasar adalah seorang profesional, karena itu layanan pendidikan yang
diberikan harus diatur dan didasarkan kepada regulasi perilaku profesional, yaitu Kode Etik.
Seorang guru Sekolah Dasar yang profesional perlu memiliki kesadaran etik karena di dalam
memberikan layanan kepada siswa (manusia) maupun dalam kolaborasi dengan pihak lain akan
selalu diperhadapkan kepada persoalan dan isu-isu etis dalam pengambilan keputusan untuk
membantu individu.
Gumelar dan Dahyat (2002: 127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher
Education, mengemukakan kompetensi profesional guru mencakup kemampuan dalam hal (1)
mengerti dan dapat menerapkan landasan pendidikan baik filosofis, psikologis, dan sebagainya,
(2) mengerti dan menerapkan teori belajar sesuai dengan tingkat perkembangan perilaku peserta
didik, (3) mampu menangani mata pelajaran atau bidang studi yang ditugaskan kepadanya, (4)
mengerti dan dapat menerapkan metode mengajar yang sesuai, (5) mampu menggunakan

berbagai alat pelajaran dan media serta fasilitas belajar lain, (6) mampu mengorganisasikan dan
melaksanakan program pengajaran, (7) mampu melaksanakan evaluasi belajar dan (8) mampu

menumbuhkan motivasi peserta didik. Johnson sebagaimana dikutip Anwar (2004: 63)
mengemukakan kemampuan profesional mencakup (1) penguasaan pelajaran yang terkini atas
penguasaan bahan yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan bahan yang
diajarkan tersebut, (2) penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan kependidikan
dan keguruan, (3) penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran siswa.
Pembelajaran Seni Tari sebagai Bentuk Pendidikan Seni di Sekolah Dasar

Pembelajaran seni untuk anak Sekolah Dasar idealnya diberikan saling keterkaitan antara
seni musik, seni tari, seni rupa dan drama. Sebagaimana yang telah dirumuskan oleh Depdiknas
(2001: 7) bahwa pembelajaran seni meliputi semua bentuk kegiatan tentang aktivitas fisik dan
cita rasa keindahan, yang tertuang dalam kegiatan berekspresi, bereksplorasi, berkreasi dan
berapresiasi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran.
Seni diajarkan saling berkaitan antara seni suara, gerak, rupa dan drama karena seni
memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan multikultural. Seni yang multidimensional
pada dasarnya dapat mengembangkan kemampuan dasar manusia seperti fisik, perseptual,
intelektual, emosional, sosial, kreativitas dan estetik (V. Lowenfeld, dalam Kamaril 2001: 2-3).
Seni yang multilingual dapat mengembangkan kemampuan manusia dalam berkomunikasi secara
visual atau rupa, bunyi, gerak dan keterpaduannya (Golberg 1997: 8). Seni yang multikultural
berarti seni yang bertujuan menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan berapresiasi
terhadap keragaman budaya lokal dan global sebagai pembentukan sikap menghargai, toleran,

demokratis, beradab dan hidup rukun dalam masyarakat dan budaya majemuk (Kamaril 2001: 4).
Tujuan yang paling utama dari pendidikan seni tari adalah membantu siswa melalui tari
untuk menemukan hubungan antara tubuhnya dengan seluruh eksistensinya sebagai manusia.
Dengan demikian pendidikan tari berfungsi sebagai alternatif pengembangan jiwa anak menuju
kedewasaannya. Melalui penekanan kreativitas anak diberi kesempatan yang seluas-luasnya di
dalam proses pengungkapan gerak tarinya, sehingga hasil akhir bukanlah merupakan tujuan
utama. Di samping itu, anak mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman estetis dan
mengenal berbagai budaya daerah lain, serta mampu melakukan interaksi sosial dalam
lingkungan sosial masyarakat.

Pembelajaran seni dapat dilakukan melalui pendekatan terpadu yaitu pendekatan yang
dapat memberikan pemahaman secara holistik pada anak tentang suatu konsep atau prinsip.
Dalam pembelajaran seni dikembangkan kemampuan yang terpadu antara konseptual,
operasional dan sintetik antar bidang seni dan lintas bidang seni. Goldberg (1997: 17-20)
memberikan alternatif belajar tentang seni melalui pendekatan terpadu, yaitu : (1) belajar dengan
seni (learning with the arts) adalah pengetahuan suatu subject matter yang dipelajari dari mata
pelajaran lain dengan bantuan suatu karya seni, (2) belajar melalui seni (learning througth the
arts) yaitu menggali suatu subject matter melalui berkarya seni dengan mengungkapkan suatu
konsep dari mata pelajaran lain yang sedang dipelajari, (3) belajar tentang seni (learning with
arts) yaitu belajar dengan seni adalah memahami dan mengekspresikan serta menciptakan

berbagai konsep seni kedalam karya seni, dimana anak murni belajar seni dengan melalui proses
penghayatan, penciptaan dan kreativitas.
Pembelajaran seni dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan yang membentuk jiwa dan
kepribadian anak. Hal ini sejalan dengan pernyataan Plato (dalam Rohidi 2000 : 7) bahwa
pendidikan seni dapat dijadikan dasar pendidikan. Pembelajaran seni memberikan andil untuk
mengoptimalkan perkembangan potensi yang ada pada anak usia dini, yang sesuai dengan
kebutuhan individu, sosial dan budaya warga masyarakatnya, yang hasilnya tercermin dalam cara
berfikir, bersikap dan bertindak.
Pembelajaran seni tari di Sekolah Dasar, dapat menjadi salah satu upaya melestarikan
seni tari. Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan, seperti yang dinyatakan Taba (dalam
Ismiyanto 1999) bahwa pendidikan berfungsi sebagai pemelihara dan penerus kebudayaan, alat
transformasi kebudayaan, dan alat pengembang individu peserta didik. Pendidikan seni sebagai
salah satu bentuk pendidikan pada hakikatnya juga: (a) mewariskan kebudayaan; (b)
mengupayakan pembaharuan kebudayaan; dan (c) memenuhi kebutuhan peserta didik.
Kompetensi yang diharapkan dari pembelajaran seni di Sekolah Dasar adalah: (1) mampu
memadukan unsur etika, logika dan estetika, meliputi: pengetahuan, pemahaman, persepsi,
analisis, evaluasi, apresiasi, dan berproduksi melalui bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran; (2)
memiliki kepekaan inderawi, perasaan estetis dan artistik melalui pengalaman bereksplorasi,
berekspresi dan berkreasi secara lintas bidang dalam mendukung kecerdasan emosional,
intelektual, moral, spiritual dan adversitas sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa;

(3) mampu berkreasi dalam bahasa rupa, bunyi, gerak dan peran dalam mengembangkan

kemampuan perseptual, pemahaman, apresiasi, kreativitas, dalam berproduksi; (4) memiliki
keterampilan dasar dan mampu berkreasi berdasarkan inspirasi yang bersumber pada alam dan
lingkungan sekitar siswa dalam mengolah medium seni; (5) Mampu menghargai karya sendiri
dan karya orang lain serta keragaman seni budaya setempat dan nusantara; (6) Mampu
mempergelarkan, menyajikan karya seni dan atau merancang, memamerkannya di kelas dan atau
di lingkungan sekolah (Depdiknas 2001: 8).
Model Pendidikan Seni Tari Terpadu
Model pembelajaran yang diperlukan adalah model yang memberikan peranan pada guru
untuk mengelola lingkungan alam dan fisik, sosial, budaya, dan individual, serta sekaligus hidup
atau bertindak di dalamnya dengan sikap-sikap yang memberi peluang berkembangnya potensi
pribadi ke arah kreatif dan apresiatif terhadap seni tari. Model pendidikan tersebut dapat
digambarkan sebagai sebuah sistem dengan tujuan akhir adalah kreatif dan apresiatif. Sebagai
sebuah sistem, model tersebut terdiri dari unsur-unsur yang satu dengan yang lain terkait erat
dalam satu kesatuan yang saling tergantung satu dengan yang lain dalam satuan sistem yang
bulat dan utuh untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam hal ini unsur-unsur yang terlibat
dalam model pembelajaran sebagai suatu sistem adalah (1) Guru; (2) Siswa dan potensi
pribadinya; (3) Lingkungan alam dan fisik, budaya, sosial, dan individual; (4) Kreatif dan
apresiatif.

METODE
Bentuk kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini adalah pelatihan dan penyuluhan. Dalam prosesnya kegiatan
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode seperti ceramah, tanya jawab, diskusi,
demonstrasi, latihan, dan tugas. Pada proses penyampaian materi teori beberapa metode seperti
ceramah, tanya jawab, dan demontrasi digunakan secara bervariasi. Sedangkan pada materi
praktek proses pelatihan dilakukan dengan menggunakan metode diskusi, demonstrasi, latihan,
dan tugas.
Kegiatan penyuluhan dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah teoretis tentang
Model Pembelajaran Seni tari Terpadu untuk Sekolah Dasar, sedangkan kegiatan pelatihan
dilakukan untuk memecahkan masalah keterampilan mengajarkan pelatihan Model Pembelajaran
Seni tari Terpadu untuk Sekolah Dasar.

Khalayak sasaran yang dilibatkan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini
adalah para guru dan kepala Sekolah Dasar Dampingan Kompass di Kabupaten Semarang.
Penentuan sasaran kegiatan tersebut selain sebagai upaya tindak lanjut kegiatan penelitian dan
pengabdian yang pernah dilakukan sebelumnya, juga dengan mempertimbangkan bahwa
Kabupaten Semarang merupakan salah satu wilayah Jawa Tengah yang berada pada posisi
pinggiran, sehingga para guru dan kepala sekolah Dasar pada umumnya kurang mendapat
kesempatan untuk mengikuti berbagai kegiatan pengembangan pembelajaran yang ada

(pelatihan, seminar, lokakarya, dan lain-lain).
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, dilakukan dengan kerjasama antara Fakultas
Bahasa dan Seni UNNES, Diknas Kabupaten Semarang, Kompass serta guru dan kepala Sekolah
Dasar dampingan Kompass Kabupaten Semarang. Fakultas Bahasa dan Seni UNNES dalam hal
ini berperan selaku penyandang dana yang memfasilitasi pengabdi untuk melaksanakan
pengabdian kepada masyarakat. Diknas Kabupaten Semarang selaku pengawas Sekolah Dasar,
Kompass Kota Semarang selaku pendamping Sekolah Dasar serta guru dan kepala Sekolah
selaku peserta pelatihan. Manfaat yang diperoleh Fakultas Bahasa dan Seni UNNES dalam
pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini adalah adanya masukan dari guru dan kepala
Sekolah Dasar tentang permasalahan-permasalahan, kebutuhan yang ada di lapangan sehingga
memacu Fakultas Bahasa dan Seni UNNES untuk semakin meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat. Guru dan kepala Sekolah Dasar dampingan Kompass Kota Semarang berperan
sebagai peserta penyuluhan dan pelatihan. Manfaat yang diperoleh guru dan kepala Sekolah
Dasar tersebut setelah mendapatkan pelatihan tentang pendidikan seni budaya adalah
meningkatnya pengetahuan, dan keterampilan tentang pendidikan seni budaya.
Keberhasilan sebuah kegiatan dapat diukur melalui kegiatan evaluasi. Evaluasi dilakukan
dengan cara evaluasi awal, proses dan evaluasi akhir. Evaluasi awal dilakukan untuk mengetahui
kemampuan awal mahasiswa sebelum mendapatkan penyuluhan dan pelatihan. Caranya dengan
memberikan pree test sebelum pemberian materi penyuluhan dan pelatihan. Evaluasi proses
dilakukan dengan cara memperhatikan dan menilai pemahaman dan keterampilan pendidikan

seni tari selama proses pelatihan berlangsung. Sedangkan evaluasi akhir dilakukan dengan cara
memberikan tugas membuat materi gerak tari secara sederhana untuk anak Sekolah Dasar.
Evaluasi ini dilakukan selama pelatihan berlangsung dan akhir pelatihan. Kriteria keberhasilan
kegiatan kepada masyarakat ini adalah (1) peserta pelatihan memenuhi kuota yang disediakan

pengabdi, (2) peserta pelatihan mengikuti setiap tahapan pelatihan sampai selesai, dan (3) peserta
pelatihan dapat menerapkan model pembelajaran seni tari terpadu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelatihan dilaksanakan di Balemong Resot selama 3 hari berturut-turut mulai tanggal 1 -3
Agustus 2013. Peserta yang hadir berasal dari SD Binaan Kompass yang terdiri dari SDN
Gondoriyo 01, SDN Gondoriyo 02, SDN Wonoyoso 01, SDN Wonoyoso 02, SDN Pringapus,
SDN Wonorejo 01, SDN Wonorejo 02, SDN Wonorejo 03, SDN Wonorejo 04, SDN Klepu o3,
SDN Bergas, UPTD Pendidikan Pringapus, UPTD Pendidikan Bergas, dengan jumlah peserta 37
orang. Pelatihan ini dibuka oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang, Sekretaris
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Negeri Semarang dan
Kompass Kabupaten Semarang. Berikut ini adalah gambar saat peserta sedang melakukan
registrasi, dan kegiatan tim pengabdi sesaat menunggu kegiatan penyuluhan dan pelatihan
dimulai.
Konsep-konsep Pendidikan Seni
Pelatihan Model Pembelajaran Seni Tari Terpadu Sebagai Upaya Peningkatan
Kompetensi Profesional Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Semarang diawali dengan pemberian
materi tentang konsep-konsep pendidikan seni. Konsep pendidikan seni dapat dibagi atas tiga
orientasi utama, yaitu:
1.1. Konsep pendidikan seni yang berorientasi pada subject matter (isi pelajaran dalam hal ini
bidang seni). Pakar yang berorientasi pada subject matter mengembangkan konsep yang
mengarahkan peserta didik untuk mempelajari secara intensif bidang seni. Menurutnya, seni
merupakan bidang yang perlu dipelajari dan diapresiasi oleh peserta didik karena memiliki
niali instrinsik dan manfaat dalam kehidupan manusia.
1.2. Konsep pendidikan seni yang berorientasi pada anak/peserta didik.
Menurut pandangan kelompok ini, alasan dilaksanakannya pendidikan seni adalah untuk
memenuhi kebutuhan yang mendasar bagi anak dalam rangka mengaktualisasikan dirinya.
Di sini, anak merupakan faktor yang utama sedangkan seni tidak lebih dari alat. Di dalam
konsep pendidikan seni yang berorientasi pada anak ini, guru perlu hati-hati dalam
memperlakukan anak. Seorang guru haruslah mengenal anak dengan baik agar anak dapat
membantu anak dalam mengembangkan potensi minat dan bakatnya. Karena kepeduliannya

terfokus pada kebutuhan anak, maka konsep pendidikan ini lebih populer di sebut konsep
pendidikan seni berbasis anak/peserta didik.
1.3. Konsep pendidikan seni yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
Konsep ini memandang pendidikan seni untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jika
masyarakat menuntut agar lembaga pendidikan menyiapkan tenaga terampil yang dapat
bekerja pada dunia industri, maka mata pelajaran yang diberikan (termasuk seni) haruslah
mengabdi pada kebutuhan industri. Tuntutan masyarakat dewasa ini untuk mempromosikan
gagasan multikultural telah disambut oleh pakar pendidikan seni dengan konsep pendidikan
seni multikultural.
Ketiga konsep pendidikan seni tersebut diatas, merupakan suatu rangkaian yang saling
berhubungan yang harus diberikan secara terpadu. Perbedaannya hanya terletak pada orientasi
atau penekanannya saja. Pendidikan seni mempunyai tujuan ganda, yaitu tujuan pribadi dan
tujuan masyarakat. Bertujuan pribadi karena pendidikan seni bersifat unik. Dengan keunikannya,
pendidikan seni berbeda dengan bidang studi lainnya, sehingga dimasukkan dalam kurikulum
(dalam konteks sekolah). Dalam tujuan masyarakat, pendidikan seni diajarkan karena memiliki
kekhususan (dalam konteks masyarakat) dengan melihat dimensi ruang dan waktu. Keunikan
pendidikan seni terletak pada dimensi estetik, dimensi ekspresif dan dimensi kreatif. Pada
hakekatnya pendidikan seni adalah pendidikan melalui kegiatan estetik, ekspresif dan kreatif.
Pada sesi ini, terjadi diskusi yang cukup ramai karena muncul banyak pertanyaan dari
peserta. Peserta banyak yang belum mengetahui dan memahami konsep-konsep pendidikan seni.
Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Model-model Pendidikan Seni bagi Guru dan Kepala Sekolah Dasar
Pada sesi ini, pengabdi mengenalkan model-model pendidikan seni budaya yang bias
dijadikan alternative pilihan untuk mengajar kepada peserta pelatihan. Model-model pendidikan
seni budaya meliputi pendidikan seni berbasis anak, pendidikan seni berbasis disiplin ilmu,
pendidikan seni multikultural.
Pendidikan Seni Berbasis Anak
Pendekatan ekspresi bebas bercirikan pemberian kesempatan bagi anak-anak untuk
menyatakan dirinya secara tidak terganggu melalui seni dalam kegiatan pembelajaran. Konsep

dasar pendekatan ekspresi bebas adalah seni anak hanya bisa diciptakan oleh anak, sehingga
anak harus diberi kebebasan untuk tumbuh kembang secara leluasa tanpa gangguan dari orang
dewasa. Dengan pendekatan ekspresi bebas ini, tugas guru adalah memberikan pengalaman
kepada anak yang dapat merangsang munculnya ekspresi pribadi anak. Pendekatan ekspresi
bebas yang digunakan guru adalah yang terarah, dengan cara (1) bercerita atau berdialog untuk
membangkitkan perhatian dan merangsang lahirnya motif untuk dijadikan dasar dalam berkarya,
(2) memberikan ank pengalaman kontak langsung dengan alam secara sadar, (3)
mendemonstrasikan proses penciptaan karya seni yang akan diajarkan. Setelah termotivasi, anak
diminta untuk mengekspresikan dirinya secara bebas.
Pendidikan Seni Berbasis Disiplin Ilmu
Pendidikan seni sebagai disiplin ilmu mempunyai pengertian bidang studi yang
mempunyai ciri (1) memiliki isi pengetahuan (body of knowledge), (2) adanya masyarakat pakar
yang mempelajari ilmu tersebut, (3) tersedianya metode kerja yang memfasilitasi kegiatan
eksplorasi dan penelitian. Pendidikan seni berbasis disiplin bertujuan menawarkan program
pembelajaran yang sistematik an berkelanjutan dalam empat bidang yaitu penciptaan,
penikmatan, pemahaman, dan penilaian. Keempat bidang tersebut haruslah tercermin dalam
kurikulum dan dilaksanakan secara terpadu.
Pendidikan Seni Berbasis Multikultural
Pendidikan

seni

multikultural

adalah

sebuah

pendekatan

pendidikan

untuk

mempromosikan keragaman budaya melalui kegiatan penciptaan, penikmatan, dan pembahasan
keindahan visual. Dalam pendidikan seni berbasis multikultural, terdapat 3 model yaitu model
pengenalan, model pengamalan, dan model perombakan.
Model pengenalan bertujuan untuk mengenalkan seni secara teoretis, apresiatif, dan
praktis dari berbagai kelompok suku, ras, agama, kelas sosial, jenis kelamin, pandangan atau
kondisi tertentu. Pengenalan dimaksudkan untuk memperluas wawasan murid agar ia dapat
memahami orang lain dan karya seni yang dianut oleh sang murid. Pembelajaran dilaksanakan
berupa kegiatan intrakurikuler atau ekstra kurikuler. Metode yang digunakan adalah ceramah,
dilengkapi media pandang dengar, diskusi, praktik studio, dan studi lapangan.
Model pengamalan, mengakui adanya keragaman dan berusaha untuk mengamalkan ide
persamaan dalam keragaman tersebut secara sistemik dan sistematis dalam kegiatan
pembelajaran. Kegiatan pembelajarannya dirancang sedemikian rupa sehingga setiap murid yang

berasal dari berbagai latar belakang suku, ras, agama, kelas sosial, jenis kelamin, pandangan, dan
kondisi tertentu, mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar.
Pendidikan seni multikultural model perombakan merasa tidak puas dengan sekedar
mengamalkan gagasan keragaman budaya dan sosial karena kondisi dasar suku, ras, agama,
kondisi sosial, jenis kelamin, atau pandangan yang dianut. Karena ketidakadilan ini, maka
pendidik seharusnya mengagendakan perombakan struktur dan pola hidup masyarakat dalam
kurikulum dan kegiatan pembelajarannya.
Keterampilan di Bidang Pendidikan Seni
Pada sesi terakhir, peserta diajak untuk mendemonstrasikan salah satu tari bentuk yang
sesuai dengan tingkat usia anak Sekolah Dasar yaitu tari Badindin. Tari Badindin ini merupakan
tari kreasi yang diambil dari tari Saman dari Aceh. Gerakannya sederhana mulai dari ujung
kepala dan ujung kaki. Peserta yang pada dasarnya tidak memiliki kemampuan menari terlihat
antusias mengikuti dan mendemonstrasikan gerakan-gerakan yang diajarkan oleh pengabdi,.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pembelajaran seni budaya khususnya seni tari perlu menggunakan konsep-konsep dan
model-model pendidikan seni yang tepat. Konsep pendidikan seni yang bisa dijadikan alternative
dalam pembelajaran seni tari yaitu (1) Konsep pendidikan seni yang berorientasi pada subject
matter (isi pelajaran dalam hal ini bidang seni), (2) Konsep pendidikan seni yang berorientasi
pada anak/peserta didik, dan (3) Konsep pendidikan seni yang berorientasi pada kebutuhan
masyarakat.
Model pendidikan seni yang bisa dijadikan alternatif pembelajaran seni tari yaitu
pendidikan seni berbasis anak, pendidikan seni berbasis disiplin ilmu dan pendidikan seni
berbasis multikultural.
Saran
Berdasarkan hasil pelatihan, disarankan agar guru-guru dalam mengajar pendidikan seni
menggunakan konsep-konsep dan model-model pendekatan pendidikan seni yang tepat, sehingga
mampu meningkatkan minat, apresiasi dan ekspresi anak.

Daftar Pustaka
Anwar, Moch. Idochi. 2004. Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Arikukunto, Suharisimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
---------------. 1993. Manajemen Pengajaran Secara Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. 1999. Konsep Pendidikan Kesenian, Panduan Teknis Sebagai Pelengkap Penataran
Pendidikan Kesenian Bagi Guru Taman Kanak-kanak dan Guru SD di DKI
Jakarta. Jakarta: Depdikbud.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kebijakan dan Strategi Direktorat PADU dalam
Pembinaan Anak Dini Usia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat
Pendidikan Anak Dini Usia.
Firdaus .2005. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Departemen Agama RI.
Golberg, Merryl. 1997. Arts and Learning. An Integrated Approach to Teaching and Learning in
Multicultural and Multilingual settings. New York: Longman.
Hidayat, Robby. 2005. Menerobos Pembelajaran Tari Pendidikan. Malang: Banjar Seni Gantar
Gumelar.
Kamaril, Cut. 2001. Konsep Pendidikan Seni Tingkat SD-SLTP_SMU. Makalah. Seminar dan
Lokakarya Nasional Pendidikan Seni. 18-20 April 2001. Jakarta: Hotel Indonesia.
Kusumastuti, Eny. 2003. Pendidikan Seni Tari Pada Anak Usia Dini Di Taman kanak-kanak
Tadika Puri cabang Erlangga Semarang sebagai Proses Alih Budaya. Laporan
Penelitian. Semarang : LEMLIT UNNES.
Kraus, Richard. 1969. History of The Dance In Art And Education. New Jersey: Prentice Hall
inc. Englewod Cliffs.
Lestari, Wahyu. 1989. Proses Sosialisasi, Enkulturasi dan Internalisasi dalam Pengajaran Seni
Tari Pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kabupaten Sleman Daerah
Istimewa Yogyakarta. Tesis. Yogyakarta: PPS IKIP Togyakarta.
Lasky dan Mukerji, 1984 . Art: Basic for Young Children. Washington DC: The National
Assosiation for The education of Young Children.
Rusyana, Yus. 2000. Tujuan Pendidikan Seni. Gelar : Jurnal Ilmu dan Seni STSI Surakarta: STSI
Press.

Surya, Muhammad. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Yayasan Bhakti
Winaya.
Rohidi, Tjetjep Rohendi. 1999.Fungsi Seni dan Pendidikan Serta Implikasinya dalam
Pengembangan kebudayaan. Makalah dalam Penlok Pengembangan Bahan Ajar
Pendidikan Seni Rupa.
-------------

2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan. Bandung: STSI Bandung.

Salam, Sofyan. 2005. Paradigma Dan Masalah Pendidikan Seni. Semarang: PPS UNNES.
Suryabrata, Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.
Triyanto. 2001. Pembelajaran Kreativitas Melalui Pendidikan Seni Rupa di Taman Kanakkanak. Lingua Artistika: Jurnal Bahasa dan Seni FBS UNNES Semarang : CV. IKIP
Semarang Press.
Yusuf LN, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset