Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI (2)

1

HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HAKI)
Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) adalah hak yang berasal dari hasil kegiatan intelektual manusia yang memiliki
manfaat ekonomi. HKI dalam dunia internasional dikenal dengan nama Intellectual
Property Rights (IPR) yaitu hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan
suatu produk atau proses yang berguna untuk kepentingan manusia. Konsep dasar
tentang HaKI berdasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual yang telah
diciptakan atau dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan waktu, tenaga dan
biaya.
Pada intinya Pengertian Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI) atau Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) dan Intellectual Property Rights (IPR) adalah hak untuk menikmati
secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual. Berdasarkan pengertian ini
maka perlu adanya penghargaan atas hasil karya yang telah dihasilkan yaitu
perlindungan hukum bagi kekayaan intelektual tersebut. Tujuannya adalah untuk
mendorong dan menumbuhkembangkan semangat terus berkarya dan mencipta.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI/ HKI)
Objek perlindungan hukum yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul
atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Secara garis besar HaKI dibagi
dalam 2 (dua) bagian,yaitu:

1) Hak Cipta (copyright);
2) Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang mencakup:







Paten (patent);
Desain industri (industrial design);
Merek (trademark);
Penanggulangan praktek persaingan curang (repression of
competition);
Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit);
Rahasia dagang (trade secret).

unfair

HKI merupakan hak privat (private rights).

Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftar Hak Atas
Kekayaan Intelektual atau tidak. Hak eksklusif yang diberikan negara kepada
individu pelaku HKI (inventor, pencipta, pendesain, dan sebagainya) tidak lain
dimaksud sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas)nya dan agar orang
lain terangsang untuk lebih lanjut mengembangkan lagi, sehingga dengan sistem
HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar.
Di samping itu, sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi
yang baik atas bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkan

2

teknologi atau hasil karya lain yang sama dapat dihindarkan/ dicegah. Dengan
dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat
memanfaatkan dengan maksimal untuk keperluan hidup atau mengembangkan
lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.
Hak Kekayaan Intelektual Dunia
Badan Khusus yang menangani Hak Kekayaan Intelektual Dunia adalah
World Intellectual Property Organization(WIPO), suatu badan khusus PBB, dan
Indonesia termasuk salah satu anggota dengan diratifikasinya Paris Convention for


the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World
Intellectual Property Organization.

Kedudukan HKI di mata dunia Internasional.
Pada saat ini, HKI telah menjadi isu yang sangat penting dan mendapat
perhatian baik dalam nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPs dalam
paket Persetujuan WTO di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru
perkembangan HKI di seluruh dunia. Dengan demikian pada saat ini permasalahan
HKI tidak dapat dilepaskan dari dunia perdagangan dan investasi. Pentingnya HKI
dalam pembangunan ekonomi dan perdagangan telah memacu dimulai era baru
pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan.
RUANG LINGKUP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik, yaitu :
(1) Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan
telekominukasi dan informasi, dan sebagainya;
(2) Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan pabrik;
(3) Benda tidak berwujud, seperti paten, merek, dan hak cipta.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak
berwujud. Berbeda dengan hak-hak kelompok pertama dan kedua yang sifatnya
berwujud, Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud, berupa informasi, ilmu

pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebaginya yang tidak
mempunyai bentuk tertentu.
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau Hak Milik Intelektual (HMI) atau harta
intelek (di Malaysia) ini merupakan padanan dari bahasa Inggris intellectual
property right. Kata "intelektual" tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual
tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the
creations of the human mind) (WIPO, 1988:3).
Ruang Lingkup Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang memerlukan
perlindungan hukum secara internasional yaitu :

3

1. hak cipta dan hak-hak berkaitan dengan hak cipta;
2. merek;
3. indikasi geografis;
4. rancangan industri;
5. paten;
6. desain layout dari lingkaran elektronik terpadu;
7. perlindungan terhadap rahasia dagang (undisclosed information);
8. pengendalian praktek-praktek persaingan tidak sehat dalam perjanjian lisensi.


“Penemuan; Desain Produk; Literatur, Seni, Pengetahuan, Software; Nama dan
Merek Usaha; Know-How & Informasi Rahasia; Desain Tata Letak IC; Varietas Baru
Tanaman”
Tujuan Penerapan HAKI
        Setiap hak yang digolongkan ke dalam HAKI harus mendapat kekuatan hukum
atas karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan tujuan penerapan HAKI. Berikut ini
merupakan tujuan penerapan HAKI:
Antisipasi kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain
Meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan
intelektual
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian,
usaha dan industri di Indonesia
Pengaturan HAKI di Indonesia
       Pengaturan HAKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap dan
memadai. Dikatakan lengkap, karena menjangkau ke-7 jenis HAKI yang telah
disebutkan di atas. Dikatakan memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi
dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut
secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang ditentukan pada
Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.

       Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/ TRIP’s dan
diratifikasinya beberapa konvensi internasional di bidang HAKI sebagaimana
dijelaskan pada pengaturan HAKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia
harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HAKI. Untuk itu,
pada tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di

4

bidang HAKI, dengan mengundangkan:
Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6
Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987
tentang Hak Cipta
Undang-undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6
Tahun 1989 tentang Paten
Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No.
19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang tersebut di atas, undang-undang HAKI yang
menyangkut ke-7 HAKI antara lain:
1) Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2) Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten

3) Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4) Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5) Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6) Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7) Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
        Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang
-undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka
ketiga undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya
telah diundangkan:
Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU
tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR)
        HAKI memiliki ruang lingkup untuk mengetahui berbagai jenis hak intelektual
yang dilindungi. Berikut ini merupakan lingkup perlindungan HAKI:
a.   Hak Cipta (Copyright)
World Intellectual Property Organization (WIPO) pada tahun 2001 telah menetapkan
tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia:
b.   Hak Milik Industri (Industrial Property)
c.   Paten
d.   Paten Sederhana

e.   Merek & Indikasi Geografis

5

f.   Desain Industri
g.   Rahasia Dagang
h.   Desain Tata Letak Sirkit Terpadu
i.   Perlindungan Varietas Tanaman Hak Cipta (copyright)
j.   Melindungi sebuah karya
k.   Hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut Peraturan Perundangundangan
yang berlaku.
l.   Orang lain berhak membuat karya lain yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat
berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak cipta. Hak-hak tersebut adalah
sebagai berikut: hak-hak untuk membuat salinan dari ciptaannya tersebut; hak
untuk membuat produk derivative; hak-hak untuk menyerahkan hak-hak tersebut ke
pihak lain.
m.   Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat.
n.   Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu.


HAK CIPTA

Ciptaan yang dapat dilindungi oleh UU Hak Cipta, diantaranya sebagai berikut:
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain.
2. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang diwujudkan dengan cara
diucapkan.
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4. Karya Seni, yaitu:
a. Seni rupa dengan segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni   pahat,seni patung, kolase dan seni terapan, seni batik,
fotografi.
b. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
c. Drama, drama
sinematografi.
d. Arsitektur, Peta.

musikal,


tari,

koreografi,

pewayangan,

pantomim,

6

e. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
        Hukum Kekayaan Intelektual (HAKI) di bidang hak cipta memberikan sanksi
jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana
penjara dan/ atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/ atau denda
dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut:
Pasal 72 ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1)
dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu)
bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana

penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
Pasal 72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Pasal 72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak
Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Pasal 72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Pasal 72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau
Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/ atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (6) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24
atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/ atau
denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/ atau denda paling
banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (8) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/ atau denda paling
banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 72 ayat (9) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau denda paling banyak
Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak

7

cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana
tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.
Pasal 73 ayat (2) : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan
bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
         J elasnya yang dimaksud dengan “bersifat unik” adalah bersifat lain daripada
yang lain, tidak ada persamaan dengan yang lain, atau yang bersifat khusus.
Ketentuan pidana tersebut di atas, menunjukkan kepada pemegang hak cipta atau
pemegang hak terkait lainnya untuk memantau perkara pelanggaran hak cipta
kepada Pengadilan Niaga dengan sanksi perdata berupa ganti kerugian dan tidak
menutup hak negara untuk menuntut perkara tindak pidana hak cipta kepada
Pengadilan Niaga dengan sanksi pidana penjara bagi yang melanggar hak cipta
tersebut. Ketentuan-ketentuan pidana dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta dimaksudkan untuk memberikan ancaman pidana denda yang paling berat,
paling banyak, sebagai salah satu upaya menangkal pelanggaran hak cipta, serta
untuk melindungi pemegang hak cipta.
Tinjauan Umum tentang Pengetahuan Tradisional (Traditional Knowledge = TK)
     Harmonisasi antara pengetahuan modern dan pengetahuan tradisional
merupakan hal penting dalam pencapaian pembangunan yang berkelanjutan,
konsep yang mengedepankan bahwa kebutuhan untuk pembangunan selaras
dengan kebutuhan untuk pelestarian yang dapat berlangsung tanpa
membahayakan lingkungan sekitarnya. Sebagai konsekuensinya, TK telah
mendapat arti penting dan menjadi isu baru dalam perlindungan HAKI. Istilah TK
sebenarnya dapat diterjemahkan sebagai pengetahuan tradisional. TK merupakan
masalah hukum baru yang berkembang baik ditingkat nasional maupun
internasional. TK telah muncul menjadi masalah hukum baru disebabkan belum
ada instrumen hukum domestik yang mampu memberikan perlindungan hukum
secara optimal terhadap TK yang saat banyak dimanfaatkan oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab. Di samping itu, di tingkat internasional TK ini belum menjadi
suatu kesepakatan internasional untuk memberikan perlindungan hukum. Istilah TK
adalah istilah umum yang mencakup ekspresi kreatif, informasi, know how yang
secara khusus mempunyai ciri-ciri sendiri dan dapat mengidentifikasi unit sosial.
TK mulai berkembang dari tahun ketahun seiring dengan pembaharuan hukum dan
kebijakan, seperti kebijakan pengembangan pertanian, keragaman hayati
(intellectual property).
      WIPO menggunakan istilah TK untuk menunjuk pada kesusasteraan berbasis
tradisi, karya artistik atau ilmiah, pertunjukan, invensi, penemuan ilmiah, desain,
merek, nama dan simbol, informasi yang tidak diungkapkan, dan semua inovasi dan
kreasi berbasis tradisi lainnya yang disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam
bidang-bidang industri, ilmiah, kesusasteraan atau artistik. Gagasan ”berbasis
tradisi” menunjuk pada sistem pengetahuan, kreasi, inovasi dan ekspresi cultural
yang umumnya telah disampaikan dari generasi ke generasi, umumnya dianggap
berkaitan dengan masyarakat tertentu atau wilayahnya, umumnya telah
dikembangkan secara non sistematis, dan terus menerus sebagai respon pada
lingkungan yang sedang berubah.

8

HAK PATEN
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di
bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya
tersebut atau memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya
(Pasal 1 Undang-undang Paten).
Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu
penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah
kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi yang berupa :
a. proses;
b. hasil produksi;
c. penyempurnaan dan pengembangan proses;
d. penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi.
Pengaturan Paten diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 tahun
1989 tentang Paten telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten. Untuk mempermudah
penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 jo
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 atau Undang-Undang Paten (UUP) saja.
Pemberian Paten
Penemuan diberikan Paten oleh negara apabila telah melewati suatu proses
pengajuan permintaan paten pada Kantor Paten (Departemen Kehakiman Republik
Indonesia di J akarta).
Penemuan yang tidak dapat dipatenkan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Undang
-Undang Paten, yaitu :
a. Penemuan tentang proses atau hasil produksi yang pengumuman dan
penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, ketertiban umum, dan kesusilaan.
b. Penemuan tentang metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan
pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan, tetapi tidak
menjangkau produk apapun yang digunakan atau berkaitan dengan metode
tersebut.
c. Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan
matematika.

9

HAK MEREK
Tanda yang berupa gambar, nama,kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna
atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang
Merek).
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum
untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Sedangkan Merek jasa
yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau
beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan
hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis
lainnya.
Pengaturan Merek diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 1992 tentang Merek telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek. Untuk mempermudah
penyebutannya dapat disingkat menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 jo
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 atau dapat juga disingkat Undang-Undang
Merek (UUM).
Pendaftaran Merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kantor
Merek.
Unsur-unsur yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 5 UndangUndang Merek yaitu :
a. Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
b. Tanda yang tidak memiliki daya pembeda.
c. Tanda yang telah menjadi milik umum.
d. Tanda yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimintakan pendaftaran.