A. Penutupan Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahannya - Analisis Perubahan Penutupan KawasanHutan Mangrove di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun2011 dan 2014

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penutupan Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahannya

  Perubahan penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri (Munibah, 2008).Dephut (2008) juga menyatakan penutupan lahan pada kawasan hutan, terutama yang terkait dengan tutupan hutan sangat dinamis dan berubah dengan cepat dimana kondisi hutan semakin menurun dan berkurang luasnya. Berdasarkan data yang ada, luas hutan selama periode 1985-1997 untuk tiga pulau besar (Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi) telah berkurang seluas ± 1,6 juta ha/tahun. Untuk periode 1997-2000 laju pengurangan hutan di dalam kawasan hutan mencapai angka ± 2,84 juta ha/tahun atau 8,5 juta ha selama 3 tahun.

  Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh.Letak geografi ekosistem mangrove yang berada pada daerah peralihan darat dan laut memberikan efek perekaman yang khas jika dibandingkan obyek vegetasi da-rat lainnya.Efek perekaman tersebut sa-ngat erat kaitannya dengan karakteritik spektral ekosistem mangrove.Dalam identi-fikasi ekosistem mangrove memerlukan suatu transformasi tersendiri, dan dalam penelitian ini digunakan transformasi indeks vegetasi (Danoedoro, 1996).

  Kebutuhan manusia akan kelangsungan produktivitas hidupnya menyebabkan manusia sebagai aktor utama dibalik terjadinya perubahan penutupan lahan. Perubahan penutupan lahan merupakan suatu kombinasi dari hasil interaksi faktor sosial-ekonomi, politik dan budaya.Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand dan Kiefer, 1990).

  Jayadinata (1992) menyatakan bahwa tindakan manusia menunjukkan cara bagaimana manusia atau masyarakat bertindak dalam hubungannya dengan nilai (values) dan cita-cita (ideas) mereka. Nilai dan cita-cita tersebut adalah hasil dari pengalaman manusia dalam perekonomian dan kebudayaan tertentu dan dalam keadaan alam tertentu, dan merupakan pelengkap dari naluri-naluri dasar dalam kehidupan manusia.Tindakan manusia dalam tata guna tanah disebabkan oleh kebutuhan manusia dan keinginan manusia dalam kehidupan sosial maupun ekonomi.Misalnya kemudahan atau kenyamanan yang sangat penting artinya bagi kehidupan masyarakat, dicerminkan dalam pengaturan lokasi tempat tinggal, tempat bekerja, dan rekreasi.

  Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan dan penutupan lahan adalah faktor- faktor yang terkait dengan kesesuaian lahannya, meliputi faktor-faktor lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan dan budidaya tanaman, kemudahan teknik budidaya ataupun pengolahan lahan dan kelestarian lingkungan. Faktor fisik ini meliputi kondisi iklim, sumberdaya air dan perairan, bentuk lahan dan topografi, serta karakteristik tanah yang secara bersama akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pada sebidang lahan (Gandasasmita, 2001).

B. Sistem Klasifikasi Penutupan Lahan

  Menurut Lo (1995) satu faktor penting untuk menentukan kesuksesan pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat dirancang untuk suatu tujuan tertentu.Pendekatan fungsional atau pendekatan berorientasi kegiatan akan lebih sesuai digunakan untuk citra satelit ruang angkasa, sebagai skema klasifikasi tujuan umum. Pendekatan ini merupakan system klasifikasi lahan yang umum digunakan di Amerika Serikat yang diperkenalkan oleh United State

  Geological Survey (USGS).Sistem klasifikasi yang diperkenalkan oleh USGS seperti tabel di bawah.

  a. Lahan Hutan Gugur Daun Semusim b. Lahan Hutan yang Selalu Hijau

  d. Tambang Terbuka, Pertambangan dan e. Tambang Kerikil

  c. Daerah Berpasir Selain Gisik

  b. Gisik

  a. Dataran Garam Kering

  7. Lahan Gundul

  b. Lahan Basah Bukan Hutan

  a. Lahan Hutan Basah

  6. Lahan Basah

  d. Teluk dan Muara

  c. Waduk

  b. Danau

  a. Sungai dan Kanal

  5. Air

  c. Lahan Hutan Campuran

  4. Lahan Hutan

  Tabel 1. Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan untuk

  e. Kompleks Industri dan Perdagangan f. Kekotaan Campuran dan Lahan Bangunan g. Kekotaan atau Lahan Bangunan Lainnya

  digunakan dengan data penginderaan jauh (Lillesand dan Kiefer,1990)

  No Tingkat I Tingkat II

  1. Perkotaan atau Lahan Perkotaan a. Pemukiman

  b. Perdagangan dan Jasa

  c. Industri

  d. Transportasi

  2. Lahan Pertanian

  b. Lahan Peternakan Semak dan Belukar c. Lahan Peternakan Campuran

  a. Tanaman Semusim dan Padang Rumput b. Daerah Buah-buahan, Jeruk, Anggur dan

  Tanaman Hias

  c. Lahan Tanaman Obat

  d. Lahan Pertanian Lainnya

  3. Lahan Peternakan

  a. Lahan Pengembalaan Terkurung

  Sistem klasifikasi diatas disusun berdasarkan kriteria berikut (USGSdalam Lillesand dan Kiefer, 1990): (1) tingkat ketelitian interpretasiminimum dengan menggunakan penginderaan jauh harus tidak kurang dari 85persen, (2) ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori harus kurang lebihsama, (3) hasil yang dapat diulang harus dapat diperoleh dari penafsir yangsatu ke yang lain dan dari satu saat penginderaan ke saat yang lain, (4) sistem klasifikasi harus dapat diterapkan untuk daerah yang luas, (5) kategorisasiharus memungkinkan penggunaan lahan ditafsir dari penutupan lahannya, (6)sistem klasifikasi harus dapat digunakan dengan data penginderaan jauh yangdiperoleh pada waktu yang berbeda, (7) kategori harus dapat dirinci ke dalamsub kategori yang lebih rinci yang dapat diperoleh dari citra skala besar atausurvey lapangan, (8) pengelompokan kategori harus dapat dilakukan, (9)harus memungkinkan untuk dapat membandingkan dengan data penggunaanlahan dan penutupan lahan pada masa yang akan datang, dan (10) lahanmultiguna harus dapat dikenali bila mungkin.

  Menurut Jaya (2010) klasifikasi secara kuantitatif dalam konteks multispektral dapat diartikan sebagai suatu proses mengelompokkan piksel ke dalam kelas-kelas yang ditetapkan berdasarkan peubah-peubah yang digunakan. Kelas-kelas ini sering juga disebut dengan segmentasi (segmentation).Kelas dapat berupa sesuatu yang terkait dengan fitur-fitur yang telah dikenali di lapangan atau berdasarkan kemiripan yang dikelompokkan oleh computer. Berdasarkan teknik pendekatannya, klasifikasi kuantitatif dibedakan atas klasifikasi tidak terbimbing (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification). Klasifikasi Tidak Terbimbing adalah klasifikasi yang proses pembentukan kelas-kelasnya sebagian besar dikerjakan oleh komputer. Kelas-kelas atau klaster yang terbentuk dalam klasifikasi ini sangat bergantung pada data itu sendiri.Dalam prosesnya, klasifikasi ini mengelompokkan piksel-piksel berdasarkan kesamaan atau kemiripan spektralnya.Klasifikasi Terbimbing (Supervised classification) dilakukan dengan menggunaan arahan analisis (supervised). Kriteria pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas yang diperoleh dari pembuatan training

  area.metode yang digunakan dalam klasifikasi termbimbing adalah metode peluang

  maksimum (Maximum Likelihood Classifier). Metode ini mempertimbangkan peluang dari suatu piksel untuk dikelaskan ke dalam kelas atau kategori tertentu. Dapat dihitung dengan menghitung persentase tutupan pada citra yang akan diklasifikasi.

  Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Lahan

  Menurut Darmawan (2002), salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan lahan adalah faktor sosial ekonomi masyarakat yangberhubungan dengan kebutuhan hidup manusia terutama masyarakat sekitar kawasan. Tingginya tingkat kepadatanpenduduk di suatu wilayah telah mendorong penduduk untuk membuka lahanbaru untuk digunakan sebagai pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya.Tingginya kepadatan penduduk akan meningkatkan tekanan terhadap hutan.Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat dengan kegiatanusaha yang dilakukan penduduk di wilayah tersebut.

  Menurut Wijaya (2004), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan penutupan lahan di suatu wilayah diantaranya adalah pertumbuhanpenduduk, mata pencaharian, aksesibilitas, dan fasilitas pendukung kehidupan serta kebijakan pemerintah. Tingginya tingkat kepadatanpenduduk di suatu wilayah telah mendorong penduduk untuk membuka lahanbaru untuk digunakan sebagai pemukiman ataupun lahan-lahan budidaya.Tingginya kepadatan penduduk akan meningkatkan tekanan terhadap hutan.Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah berkaitan erat dengan kegiatanusaha yang dilakukan penduduk di wilayah tersebut. Perubahan penduduk yang bekerja di bidang pertanian ini memungkinkan terjadinya perubahan penutupan lahankhususnya lahan budidaya.Semakin banyak penduduk yang bekerja dibidang pertanian, maka kebutuhan lahan semakin meningkat.Hal ini dapatmendorong penduduk untuk melakukan konversi lahan pada berbagaipenutupan lahan.

C. TeknologiSistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh untuk Studi Perubahan Penutupan Lahan

  Informasi penutupan lahan menjadi hal yang penting untuk memahami penutupan lahan dalam pengelolaan sumber daya alam.Dalam studi perubahan lingkungan memerlukan ketersediaan data penutupan lahan secara spasial.Pada skala lokal, foto udara dapat membantu untuk menghasilkan data ini, dalam skala nasional atau regional dapat menggunakan data statistik, data non-spasial, dan citra satelit. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang Sistem Informasi Geografi (SIG) dan penginderaan jauh, maka evaluasi penutupan lahan semakin mudah dilakukan dibandingkan dengan menggunakan cara konvensional.

  Sifat Spektral Beberapa Penutupan Lahan Karakteristik spektral terkait dengan panjang gelombang yang digunakan untuk mendeteksi obyek-obyek yang ada di permukaan bumi. Semakin sempit range panjang gelombang yang digunakan, maka semakintinggi kemampuan sensor itu dalam membedakan obyek. Untuk tujuan penggunaan teknik analisis dengan bantuan komputer pada data penginderaan jauh maka sangat dibutuhkan pengetahuan menyeluruh mengenai karakteristik spektral dari data tersebut.Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2. Aplikasi Prinsip dan Saluran Spektral Thematic Mapper (Lo,1995)

  Saluran Panjang Potensi Pemanfaatan (Band) Gelombang (μm) 1. 0,45-0,52 Dirancang untuk penetrasi tubuh air sehingga

bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai. Juga

berguna untuk membedakan antara tanah dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan konifer 2. 0,52-0,6 Dirancang untuk mengukur puncak pantulan hijau saluran tampak bagi vegetasi guna penilaian ketahanan 3. 0,63-0,69 Saluran absorbsi klorofil yang penting untuk diskriminasi vegetasi 4. 0,76-0,9 Bermanfaat untuk menentukan kandunganbiomassa dan untuk deliniasi tubuh air 5. 1,55-1,75 Menunjukkan kandungan kelembabanvegetasi dan

kelembaban tanah. Jugabermanfaat untuk membedakan

salju danawan

  6. 2,08-2,35 Saluran inframerah termal yangpenggunaannya untuk

perekaman vegetasi,diskriminasi kelembaban tanah

danpemetaan termal 7. 10,45-12,5 Saluran yang diseleksi karena potensinyauntuk

membedakan tipe batuan dan untukpemetaan

hidrotermal

  Sistem pada citra Landsat juga dirancang untuk mengumpulkan energi pantulan yang dilakukan oleh saluran 1-5, 7 dan 8 (7 saluran) danenergi pancaran yang dilakukan oleh saluran 6 (1 saluran). Sensor landsatakan mengkonversi energi pantulan matahari yang diterimanya menjadi satuan radiansi. Radiansi ini terkait erat dengan kecerahan pada arah tertentuterhadap sensor.Nilai radiansi kemudian dikuantifikasi menjadi nilai kecerahan (digital number) citra yang tersimpan dalam format digital.

  Data yang diperoleh dari SIG dapat dikolaborasikan dengan hasil penginderaan jarak jauh.Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan ilmu pengetahuan dan seni dalam memperoleh informasi tentang suatu objek, area, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tertentu tanpa ada kontak dan investigasi dengan objek tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1979).

D. Penginderaan Jarak Jauh (Remote Sensing)

  Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperolehinformasi suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah ataufenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Tujuan utama daripenginderaan jauh adalah mengumpulkan data dan informasi tentangsumberdaya alam dan lingkingan (Lo, 1995). Informasi remotesensing yang dihasilkan dari citra satelit (satellite image)untuk analisis lebih lanjutnya menggunakan SIG. Secara umum data dari pengginderaan jauh agar dapat digunakan di SIG harus diinterpretasi dan dikoreksi geometrik terlebih dahulu (Jaya, 2010).

  Analisis citra Landsat secara digital dapat dikelompokkan atas (Lillesand dan Kiefer, 1990):

  1. Pemulihan citra (image restoration) Merupakan kegiatan yang bertujuan memperbaiki citra ke dalam bentuk yang lebih mirip dengan pandangan aslinya.Perbaikan ini meliputi koreksi radiometrik dan geometrik yang ada pada citra asli.

  2. Penajaman citra (image enhancement) Kegiatan ini dilakukan sebelum data citra digunakan dalam analisis visual, dimana teknik penajaman dapat diterapkan untuk menguatkan tampak kontras diantara penampakan dalam adegan.Pada berbagai langkah ini banyak meningkatkan jumlah informasi yang dapat secara visual dari data citra.

  3. Klasifikasi citra (image classification) Terdapat dua pendekatan dasar dalam melakukan klasifikasi citra yaitusupervised

  classification (klasifikasi terbimbing). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

  kualitas citra untuk aplikasikehutanan tropis, yaitu:

  1. Tutupan awan. Terutama untuk sensor pasif, awan bisa menutupi bentuk-bentuk yang berada di bawah atau di dekatnya, sehingga interpretasi tidak dimungkinkan.

  2. Bayangan topografis. Metode pengkoreksian yang ada untuk menghilangkan pengaruh topografi pada radiometri belum terlalu maju perkembangannya.

  3. Pengaruh atmosferik. Pengaruh atmosferik, terutama ozon, uap air dan aerosol sangat mengganggu pada band tampak dan infrared.Penelitian akademis untuk mengatasi hal ini masih aktif dilakukan.

  4. Derajat kedetailan dari peta tutupan lahan yang ingin dihasilkan. Semakin detail peta yang ingin dihasilkan, semakin rendah akurasi dari klasifikasi. Hal ini salah satunya bisa diperbaiki dengan adanya resolusi spektral dan spasial dari citra komersial yang tersedia.

E. Sistem Informasi Geografis (SIG)

  Dalam berbagai literatur SIG dianggap sebagai hasil dari perpaduan antara sistem komputer untuk bidang kartografi (Computer AidedCartography) dengan teknologi basis data (database):

  1. Pengorganisasian data dan informasi

  2. Menempatkan informasi pada tempat tertentu

  3.Melakukan komputasi, memberikan ilustrasi keterhubungan satu samalainnya (koneksi) beserta analisa-analisa spasial lainnya

  SIG adalah kumpulan yang teroganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupadate, memanipulasi, menganalisis, menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografis (ESRI, 1990).