Sistem Pendukung Keputusan Kesesuaian Lahan di Kecamatan Percut Sei Tuan

  TINJAUAN PUSTAKA Letak dan Geografis Kecamatan Percut Sei Tuan

  2 Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan mempunyai luas 190,79 km yang

  terdiri dari 18 desa dan 2 kelurahan dimana 5 desa dari wilayah Kecamatan merupakan Desa Pantai dengan ketinggian dari permukaan air laut berkisar dari 10–20 m dengan curah hujan rata-rata 243 persen. Pusat pemerintahannya berkedudukan di Jalan Medan – Batang Kuis Desa Bandar Klippa (BPS, 2011).

  Konsep Evaluasi dan Kesesuaian Lahan

  Jika kita mengamati tanah pada suatu tempat dan membandingkannya dengan tanah di tempat lain, maka akan terlihat beberapa perbedaan warna, tekstur keadaan permukaan dan lain-lain. Belum lagi jika mengamati dan mendeskripsikan profil tanahnya, jelas sekali akan terlihat perbedaan dalam hal susunan dan sifat horizon tanah. Perbedaan-perbedaan itu kadang-kadang dapat terjadi di tempat-tempat yang berdekatan yang hanya berjarak beberapa meter saja karena lahan memiliki sifat fisik, sosial, ekonomi dan geografi yang bervariasi. Variasi tersebut mempengaruhi penggunaan lahan yang lebih atau kurang sesuai dalam pengertian fisik dan atau ekonomi yang paling tidak sebagian terjadi secara sistematik dan sebab-sebab yang diketahui dengan pasti. Adanya perbedaan (variasi) tersebut menyebabkan timbulnya perbedaan potensi masing-masing tanah bagi pengembangan suatu tanaman atau komoditas tertentu maupun untuk kepentingan di luar pertanian (Rossiter, 1996).

  5 Evaluasi lahan menurut Rayes (2007) ini adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai contoh lahan untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim.

  Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi dan atau drainase yang sesuai untuk usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif.

  Berdasarkan pada tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan. Klasifikasi kesesuaian lahan bersifat spesifik untuk suatu tanaman atau untuk penggunaan tertentu, misalnya klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah, kesesuaian lahan untuk tanaman jati, dan sebagainya. Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Clasification) adalah penilaian lahan (komponen- komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokkannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari (FAO, 1976).

  Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan lahan (land capability). Kemampuan lahan lebih menekankan kepada kapasitas berbagai penggunaan lahan secara umum yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Jadi semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah, semakin tinggi kemampuan lahan tersebut. Sedangkan kesesuaian lahan adalah kesesuaian dari suatu bidang lahan untuk tujuan penggunaan atau komoditas spesifik, misalnya padi, jagung, kedelai, kelapa sawit, rambutan, durian, mahoni, akasia, meranti dan sebagainya (Rayes, 2007).

  Klasifikasi Kesesuaian Lahan

  Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian lahan suatu kawasan dapat berbeda-beda, tergantung penggunaan lahan yang dikehendaki. Klasifikasi kesesuaian lahan menyangkut matching antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang dinginkan (FAO, 1976).

  Dalam tingkat kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya faktor-faktor penghambat. Dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) diterangkan mengenai tanah yang dikelompokkan ke dalam kelas I sampai kelas

  VIII, dimana semakin tinggi kelasnya, kualitas lahannya semakin jelek, berarti resiko kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan penggunaan lahan yang dapat diterapkan semakin terbatas. Tanah kelas I sampai

  IV merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, sedangkan kelas V sampai VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian atau diperlukan biaya yang sangat tinggi untuk pengelolaannya.

  a.

  Kelas I Lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Lahannya datar, solumnya dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah diolah dan responsif terhadap pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai penghambat atau ancaman kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usaha tani tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan struktur tanah yang baik diperlukan guna menjaga kesuburan dan mempertinggi produktivitas.

  b.

  Kelas II Lahan kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi pilihan jenis tanaman yang diusahakan atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang tingkatnya sedang, seperti pengolahan menurut kontur, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau, pembuatan guludan, disamping tindakan-tindakan pemupukan. Faktor penghambat lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: lereng melandai (gentle slope), kepekaan erosi atau erosi yang telah terjadi adalah sedang, kedalaman tanah agak kurang ideal, struktur tanah agak kurang baik, sedikit gangguan salinitas atau Na tetapi mudah diperbaiki, kadang-kadang tergenang atau banjir, drainase yang buruk (wetness) yang mudah diperbaiki dengan saluran drainase, dan iklim sedikit menghambat.

  c.

  Kelas III Lahan kelas III mempunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha pengawetan tanah yang khusus, atau kedua-duanya. Tindakan pengawetan tanah yang perlu dilakukan antara lain adalah penanaman dalam strip, pembuatan teras, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah dengan waktu untuk tanaman tersebut lebih lama, disamping usaha-usaha untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah. Faktor penghambat lahan kelas III adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: lereng agak curam, kepekaan erosi agak tinggi atau erosi yang telah terjadi cukup berat, sering tergenang banjir, permeabilitas sangat lambat, masih sering tergenang meskipun drainase telah diperbaiki, dangkal, daya menahan air rendah, kesuburan tanah rendah dan tidak mudah diperbaiki, salinitas atau kandungan Na sedang, dan penghambat iklim sedang.

  d.

  Kelas IV Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat yang membatasi pilihan tanaman yang dapat diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati, atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas karena salah satu atau kombinasi dari penghambat berikut: lereng curam, kepekaan erosi besar, erosi yang telah terjadi berat, tanah dangkal, daya menahan air rendah, sering tergenang banjir yang menimbulkan kerusakan berat pada tanaman, drainase terhambat dan masih sering tergenang meskipun telah dibuat saluran drainase, salinitas atau kandungan Na agak tinggi, dan penghambat iklim sedang.

  e.

  Kelas V Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi mempunyai penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat membatasi penggunaan lahan ini. Akibatnya, lahan ini hanya cocok untuk tanaman rumput ternak secara permanen atau dihutankan. Lahan ini datar, akan tetapi mempunyai salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: drainase yang sangat buruk atau terhambat, sering kebanjiran, berbatu-batu, dan penghambat iklim cukup besar.

  f.

  Kelas VI Lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak sesuai untuk pertanian dan hanya sesuai untuk tanaman rumput ternak atau dihutankan. Penggunaan untuk padang rumput harus dijaga agar rumputnya selalu menutup dengan baik. Bila dihutankan, penebangan kayu harus selektif. Bila dipaksakan untuk tanaman semusim, harus dibuat teras bangku. Lahan ini mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki, yaitu salah satu atau lebih sifat-sifat berikut: lereng sangat curam, bahaya erosi atau erosi yang telah terjadi sangat berat, berbatu-batu, dangkal, drainase sangat buruk atau tergenang, daya menahan air rendah, salinitas atau kandungan Na tinggi, dan penghambat iklim besar.

  g.

  Kelas VII Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usaha tani tanaman semusim dan hanya sesuai untuk padang penggembalaan atau dihutankan. Faktor penghambatnya lebih besar dari kelas VI, yaitu salah satu atau kombinasi sifat- sifat berikut: lereng terjal, erosi sangat berat, tanah dangkal, berbatu-batu, drainase terhambat, salinitas atau kandungan Na sangat tinggi, dan iklim sangat menghambat.

  h.

  Kelas VIII Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian dan harus dibiarkan dalam keadaan alami atau di bawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat digunakan untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung. Penghambat yang tidak dapat diperbaiki lagi dari lahan ini adalah salah satu atau lebih sifat berikut: erosi atau bahaya erosi sangat berat, iklim sangat buruk, tanah selalu tergenang, berbatu-batu, kapasitas menahan air sangat rendah, salinitasnya atau kandungan Na sangat tinggi, dan sangat terjal.

  Karakteristik dan Kualitas Lahan Karakteristik lahan Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diduga.

  Menurut FAO (1976), karakteristik lahan terdiri atas: a.

  Karakteristik tunggal, misalnya total curah hujan, kedalaman tanah, lereng dan lain lain.

  b.

  Karakteristik majemuk, misalnya permeabilitas tanah, drainase, kapasitas tanah menahan air dan lain lain.

  Menurut Rayes (2007), macam dan jumlah kualitas lahan dan karakteristik lahan dapat ditambah atau dikurangi sesuai dengan skala dan tujuan evaluasi serta kondisi lahan di daerah yang dievaluasi. Penentuan nilai-nilai karakteristik lahan yang berhubungan dengan kedalaman tanah seperti tekstur, kedalaman efektif, kapasitas tukar kation (KTK), reaksi tanah atau derajat kemasaman (pH), unsur hara dalam tanah (N, P O , K O) yang disesuaikan dengan kedalaman zona

  2

  5

  2

  perakaran dari tanaman yang dievaluasi. Untuk kualitas lahan retensi hara (KTK, pH) dan ketersediaan hara karena relatif mudah diatasi tidak merupakan pembatas utama, sehingga hasil penilaian kalau ada pembatas tersebut tidak akan menjatuhkan pada kelas N (tidak sesuai).

  Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu: topografi, tanah dan iklim.

  Karakteristik lahan tersebut (terutama topografi dan tanah) merupakan unsur pembentuk satuan peta tanah.

1. Topografi

  Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel 1.

  Tabel 1. Bentuk wilayah dan kelas lereng

  No. Relief Lereng (%)

  1. Datar (A) < 3

  2. Berombak/landai (B) 3 - 8

  3. Bergelombang/agak miring (C) 8 - 15

  4. Miring berbukit (D) 15 - 30

  5. Agak Curam (E) 30 - 45

  6. Curam (F) 45 - 65

  7. Sangat Curam (G) > 65 (Utomo, 1989).

  Ketinggian tempat diukur dari permukaan laut (dpl) sebagai titik nol. Dalam kaitannya dengan tanaman, secara umum sering dibedakan antara dataran rendah (<700 m dpl.) dan dataran tinggi (>700 m dpl.). Namun dalam kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat berkaitan erat dengan temperatur dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut, maka temperatur semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari cenderung menurun dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian tempat dapat dikelaskan sesuai kebutuhan tanaman.

  2. Tanah

  Faktor tanah dalam evaluasi kesesuaian lahan ditentukan oleh beberapa sifat atau karakteristik tanah di antaranya drainase tanah, tekstur, kedalaman tanah dan retensi hara (pH, KTK), serta beberapa sifat lainnya diantaranya alkalinitas, bahaya erosi dan banjir/genangan.

  1. Drainase Tanah Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Drainase tanah menurut Rayes (2007) diklasifikasikan sebagai berikut: d = Berlebihan (excessively drained) d

  1 = Baik

  d

  2 = Agak baik

  d

  3 = Agak buruk

  d = Buruk

  4

  d

  5 = Sangat buruk

  2. Tekstur Tanah Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat yang dinyatakan dengan persentase. Pengamatan tekstur tanah dapat dilakukan dengan cara merasa dengan tangan (texture by feel) atau analisis mekanis di laboratorium (Tim Dasar Ilmu Tanah FP USU, 2010).

  Untuk menentukan klasifikasi kemampuan lahan tekstur lapisan atas tanah (0 – 30 cm) dan lapisan bawah (30 – 60 cm), perhatikan pengelompokan berikut: t

  

1 = tanah bertekstur halus, meliputi tekstur liat berpasir, liat berdebu dan liat

  t

  2

  = tanah bertekstur agak halus, meliputi tekstur lempung liat berpasir, lempung berliat dan lempung liat berdebu t

  

3 = tanah bertekstur sedang, meliputi tekstur lempung, lempung berdebu dan

  debu t

  

4 = tanah bertekstur agak kasar, meliputi tekstur lempung berpasir, lempung

  berpasir halus dan lempung berpasir sangat halus t

  5 = tanah bertekstur kasar, meliputi tekstur pasir berlempung dan pasir (Rayes, 2007).

  3. Kedalaman Tanah Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman. Kedalaman efektif tanah diklasifikasikan sebagai berikut: k = dalam (>90 cm) k

  1 = sedang (90 – 50 cm) k

  2 = dangkal (50 – 25 cm)

  k = sangat dangkal (<25 cm)

  3 (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

4. Kemasaman Tanah

  Keasaman tanah (pH) mempengaruhi pertumbuhan akar. pH tanah dengan kisaran 5,0 – 8,0 berpengaruh langsung pada pertumbuhan akar. Meskipun masing-masing tanaman menghendaki kisaran pH tertentu, tetapi kebanyakan tanaman tidak dapat hidup pada pH sangat rendah (di bawah 4,0) dan sangat tinggi (di atas 9,0). Karena pada pH tersebut merupakan kondisi yang beracun bagi pertumbuhan akar tanaman. Keasaman tanah (pH) dapat juga menentukan kelakuan dari unsur-unsur hara tertentu karena pH dapat mengendapkan atau membuatnya tersedia (Islami dan Utomo, 1995).

  Ditentukan atas dasar pH tanah pada kedalaman 0 – 20 cm dan 20 – 50 cm seperti dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

  Tabel 2. Klasifikasi pH tanah

  

Kelas pH Tanah

Sangat masam < 4,5 Masam

  4,5 - 5,5 Agak masam 5,6 - 6,5 Netral

  6,6 - 7,5 Agak alkalis 7,6 - 8,5 Alkalis

  > 8,5

  Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) 5.

  Bahaya Erosi Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion) dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon

  A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relatif mengandung bahan organik yang lebih tinggi. Tingkat bahaya erosi tersebut disajikan sebagai berikut. Tabel 3. Tingkat bahaya erosi

  Jumlah tanah permukaan yang hilang Tingkat bahaya erosi (cm/tahun) Sangat ringan (sr) < 0,15

  Ringan (r) 0,15 - 0,9 Sedang (s) 0,9 - 1,8 Berat (b)

  1,8 - 4,8 Sangat berat (sb) > 4,8

  (Rayes, 2007).

3. Iklim 1.

  Suhu Udara Ada dua komponen iklim yang paling mempengaruhi kemampuan lahan, yaitu temperatur dan curah hujan. Di daerah tropis, faktor yang mempengaruhi temperatur udara adalah elevasi (ketinggian tempat dari permukaan laut). Pada daerah yang data suhu udaranya tidak tersedia, suhu udara diperkirakan berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat, semakin rendah suhu udara rata-ratanya dan hubungan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus Braak (1928) dalam Mohr et al. (1972) berdasarkan hasil penelitiannya di Indonesia memprediksi suhu menggunakan persamaan berikut :

  o

  T = 26,3 C – 0,61 h ......................................................................... (1) Keterangan :

  o

  T = temperatur (

  C)

  o

  26,3 C = temperatur rata-rata pada permukaan laut h = ketinggian tempat dalam hektometer (100 meter)

2. Curah Hujan

  Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah.

  Oldeman (1975) dalam Guslim (2007) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan, terutama untuk padi.

  Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Intensitas hujan dapat diklasifikasikan sebagaimana tertera pada tabel.

  Tabel 4. Klasifikasi intensitas hujan (dalam Kohnke dan Bertrand, 1959)

  Intensitas Hujan (mm/jam) Klasifikasi

Kurang dari 6,25 Rendah (gerimis)

6,25 – 12,50 Sedang 12,50 – 50,00 Lebat

  Lebih dari 50,00 Sangat lebat

  Sumber : Guslim (2007)

  Kualitas lahan

  Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau atribut yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976).

  Kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif adalah yang sifatnya menguntungkan bagi suatu penggunaan lahan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannya akan merugikan terhadap penggunaan tertentu sehingga merupakan faktor pembatas.

  Setiap kualitas lahan pengaruhnya tidak selalu terbatas hanya pada satu jenis penggunaan. Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas lahan yang sama bisa berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis penggunaan. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan, sebagai contoh ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman menurut Beek (1978) dipengaruhi antara lain oleh faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah, zona perakaran dan pecahan batuan/bahan kasar di dalam profil tanah.

  Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh banyak kualitas lahan berikut: tersedianya air, tersedianya unsur hara, tersedianya oksigen di perakaran, daya memegang unsur hara, kondisi untuk perkecambahan, mudah tidaknya diolah, kadar garam, unsur-unsur beracun, hama dan penyakit tanaman, bahaya banjir, suhu, sinar matahari dan photo period, iklim, kelembaban udara, masa kering untuk pematangan tanaman dan kepekaan erosi. Kualitas lahan tersedianya oksigen di daerah perakaran tanaman misalnya, dapat ditaksir dari sering tidaknya daerah tersebut tergenang air. Kualitas lahan tersedianya air dapat ditentukan dari curah hujan, evapotranspirasi, tersedianya air irigasi dan sebagainya (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

  Kualitas lahan yang berhubungan dan berpengaruh terhadap hasil atau produksi tanaman di dalam FAO (1976), antara lain terdiri atas: Ketersediaan air, Ketersediaan hara, Ketersediaan oksigen dalam zona perakaran, Kondisi dan sifat fisik dan morfologi tanah, Kemudahan lahan untuk diolah, Salinitas dan alkalinitas, Toksisitas tanah (misalnya aluminium, pirit), Ketahanan terhadap erosi, Hama dan penyakit tanaman yang berhubungan dengan kondisi lahan, Bahaya banjir, Rezim temperatur, Energi radiasi, Bahaya unsur iklim terhadap pertumbuhan tanaman (angin, kekeringan), dan Kelembaban udara yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

  Hubungan antara karakteristik lahan dengan kualitas lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan diberikan pada Tabel 5.

  Tabel 5. Hubungan antara karakteristik lahan dengan kualitas lahan

  Kualitas Lahan Karakteristik Lahan o Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) atau evaluasi (m)

  Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm), Lamanya masa kering (bulan), Kelembaban udara (%) Ketersediaan oksigen (oa) Drainase Media perakaran (rc) Drainase, Tekstur, Bahan kasar (%),

  Kedalaman tanah, Ketebalan gambut, Kematangan gambut Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg), Kejenuhan basa (%), pH H 2 O, C-organik(%) Toksisitas (xc) Aluminium, Salinitas/DHL (dS/m) Sodisitas (xn) Alkalinitas (%) Bahaya sulfidik (xs) Pirit (bahan sulfidik) Bahaya erosi (eh) Lereng (%), Bahaya erosi Bahaya banjir (fh) Genangan Penyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%), Singkapan batuan (%)

  Sumber: Rayes (2007)

  Persyaratan Tumbuh Tanaman

  Persyaratan penggunaan lahan dari sebuah tipe penggunaan lahan adalah suatu perangkat kualitas lahan yang akan dibutuhkan agar tipe penggunaan lahan yang spesifik dapat berfungsi dengan baik. Semua jenis komoditas, termasuk tanaman pertanian untuk dapat tumbuh dan berproduksi memerlukan persyaratan tertentu yang berbeda satu sama lain. Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur (suhu), lengas (kelembaban), oksigen dan hara.

  Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya digabungkan dan selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan. Persyaratan tumbuh tanaman lainnya adalah yang tergolong sebagai kualitas lahan media perakaran. Media perakaran ditentukan oleh drainase, tekstur, struktur dan konsistensi tanah, serta kedalaman efektif tanah. Pada umumnya tanaman menghendaki drainase yang baik sehingga aerasi tanah cukup baik. Dengan demikian akan cukup tersedia oksigen dalam tanah dan akar tanaman dapat berkembang dengan baik serta mampu menyerap unsur hara secara optimal (FAO, 1983).

  Di dalam Rayes (2007) dikatakan bahwa persyaratan tumbuh atau persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan oleh masing-masing komoditas mempunyai batasan kisaran minimum, optimum dan maksimum. Untuk menentukan kelas kesesuaian lahan, persyaratan tersebut dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Kualitas lahan yang optimum bagi kebutuhan tanaman atau penggunaan lahan tersebut merupakan batasan kelas kesesuaian lahan yang paling sesuai (S1). Sedangkan kualitas lahan yang dibawah optimum merupakan batasan kelas kesesuaian lahan antara kelas yang cukup sesuai (S2) dan atau sesuai marginal (S3). Diluar batasan tersebut di atas merupakan lahan-lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai (N).

  Kesesuaian Lahan dengan Tanaman

  Tanaman yang dapat tumbuh pada suatu lahan merupakan tanaman yang mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, tidak semua jenis tanaman dapat tumbuh di sembarang lahan. Meskipun dapat tumbuh, pertumbuhan tanaman menjadi kurang sempurna. Berdasarkan hal ini, pemilihan tanaman perlu dilakukan secara selektif agar diperoleh produksi yang sesuai dengan harapan (Indriani, 1993).

  Selain itu, dalam Indriani (1993) juga dinyatakan bahwa untuk memilih tanaman yang cocok dengan kondisi lingkungan sekitarnya diperlukan data-data dari Pusat Meteorologi dan Geofisika atau di Dinas Pertanian setempat. Faktor lingkungan perlu diperhatikan karena berpengaruh pada pertumbuhan tanaman.

  Tanaman yang ditanam pada daerah yang tidak sesuai dengan syarat tumbuhnya akan mengalami gangguan pertumbuhan.

  Setelah kondisi lingkungan setempat diketahui, maka jenis tanaman dapat segera dipilih. Pemilihan ini dilakukan dengan mencocokkan syarat tumbuh tanaman dengan kondisi lingkungan, demikian juga dengan jenis tanahnya. Setelah jenis tanahnya diketahui, dicocokkan dengan jenis tanaman yang sesuai. Syarat tumbuh tanaman yang telah diketahui kemudian dicocokkan dengan keadaan lingkungan. Setelah mempertimbangkan keadaan lingkungan yang meliputi tipe iklim, curah hujan, ketinggian tempat, temperatur, kelembaban dan jenis tanahnya, maka dapat diketahui beberapa jenis tanaman yang dapat ditanam di lahan yang tersedia (Indriani, 1993).

  Sistem Informasi Pertanian Informasi merupakan sumber daya penting dalam pertanian modern.

  Perkembangan komputer dan perbaikan teknologi komunikasi memberikan petani kesempatan untuk memperoleh informasi teknis dan ekonomi dengan cepat dan menggunakannya secara efektif untuk pengambilan keputusan. Pelaku pengembangan pertanian membutuhkan informasi inovasi pertanian yang memadai sebagai dasar strategi perencanaan dan pertimbangan untuk pengembangan usaha tani lebih lanjut (BPPT, 2004).

  Pengembangan sistem informasi pertanian memerlukan dukungan data yang akurat, sistem informasi dan layanan data, serta informasi yang baik. Dengan sistem informasi yang baik, akan dapat dilakukan pemantauan dan penyebarluasan informasi pertanian secara cepat, akurat dan murah. Pengembangan sistem informasi juga diperlukan dalam membangun kegiatan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pertanian baik oleh departemen pertanian maupun swasta (Hanani et al, 2003).

  Sistem Pendukung Keputusan (SPK) Definisi SPK

  Definisi awal sistem pendukung keputusan (SPK) menunjukkan SPK sebagai sebuah sistem yang dimaksudkan untuk mendukung para pengambil keputusan manajerial dalam situasi keputusan semi terstruktur. SPK dimaksudkan untuk menjadi alat bantu bagi para pengambil keputusan untuk memperluas kapabilitas mereka, namun tidak untuk menggantikan penilaian mereka. SPK ditujukan untuk keputusan-keputusan yang memerlukan penilaian atau pada keputusan-keputusan yang sama sekali tidak dapat didukung oleh algoritma. Beberapa ahli memberikan defenisi mengenai SPK sebagai berikut:

  Menurut Mann dan Watson, Sistem pendukung keputusan merupakan − suatu sistem interaktif, yang membantu pengambilan keputusan melalui penggunaan data dan model-model keputusan untuk memecahkan masalah-masalah yang sifatnya semi terstruktur dan tidak terstruktur.

  Menurut Gorry dan Scott Morton (1971), Sistem pendukung keputusan − adalah sistem berbasis komputer interaktif, yang membantu para pengambil keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah-masalah tidak terstruktur.

  Menurut Keen dan Scott Morton (1978), Sistem pendukung keputusan − memadukan sumber daya intelektual dari individu dengan kapabilitas komputer untuk meningkatkan kualitas keputusan. SPK adalah sistem pendukung berbasis komputer bagi para pengambil keputusan manajemen yang menangani masalah-masalah tidak terstruktur. Menurut Kendall dan Kendall (1992), SPK merupakan suatu cara untuk

  − mengatur atau mengorganisir informasi dengan tujuan penggunaan dalam pengambilan keputusan. SPK secara tidak langsung memberikan output dalam bentuk laporan, tetapi lebih bertujuan untuk menyediakan atau menunjang proses pengambilan keputusan melalui penyajian informasi yang di desain untuk pemecahan masalah dan kebutuhan aplikasi. Jadi, SPK tidak dapat menggantikan pengambilan keputusan manajerial dengan membuat keputusan untuk pengguna (Render dan Stair, 1994).

  SPK adalah sistem yang memberi penekanan pada proses, bukan pada produk seperti halnya sistem informasi manajemen (Management Information

  System = MIS). Interaksi antara pengambil keputusan (Decision Maker = DM)

  dengan sistem merupakan fokus dalam SPK. Melalui interaksi dalam sistem, DM akan diberikan pilihan atau alternatif oleh SPK yang dapat membantu DM dalam membuat keputusan. O’Brien (1990) menuliskan bahwa SPK terdiri dari beberapa komponen, yaitu:

  • Perangkat keras (hardware resource) berupa sistem komputer yang terhubung dengan jaringan telekomunikasi
  • Perangkat lunak (software resource) terdiri dari paket software SPK yang disebut SPK generator, yang meliputi modul basis data, model dan manajemen dialog
  • Basis data yang mengandung data dan informasi yang diekstrak dari suatu organisasi, data eksternal, dan basis data manajer
  • Basis model yang merupakan kumpulan dari model matematis dan teknik analitis yang disimpan dalam berbagai modul program dan file
  • Sumber daya manusia (people resources) yaitu manajer atau staf spesialis untuk mengeksplorasi alternatif keputusan. Penerapan SPK telah berkembang di berbagai bidang, termasuk bidang pertanian. Baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan telah mulai menggunakan SPK. Untuk tanaman suatu komoditi yang sama bisa terdapat lebih dari satu SPK, terutama disebabkan sudut pandang perancang SPK yang berbeda (O’Brien, 1990).

  Karakteristik dan nilai guna SPK

  Di dalam Daihani (2001) diuraikan adanya berbagai karakteristik yang membedakan SPK dengan sistem informasi lain yaitu:

1. SPK dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur ataupun tidak terstruktur.

  2. Dalam proses pengolahannya, SPK mengkombinasikan model- model/teknik-teknik analisis dengan teknik pemasukan data konvensional serta fungsi-fungsi pencari/interogasi informasi.

  3. SPK dirancang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan/dioperasikan dengan mudah oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar pengoperasian komputer yang tinggi. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan biasanya model interaktif.

  4. SPK dirancang dengan menekankan pada aspek fleksibilitas serta kemampuan adaptasi yang tinggi sehingga mudah disesuaikan dengan berbagai perubahan lingkungan yang terjadi pada kebutuhan pemakai. Dengan berbagai karakter khusus seperti yang dikemukakan di atas, SPK dapat memberikan berbagai manfaat atau keuntungan bagi pemakainya.

  Keuntungan dimaksud diantaranya meliputi: 1.

  SPK memperluas kemampuan pengambil keputusan dalam memproses data/informasi bagi pemakainya.

  2. SPK membantu pengambil keputusan dalam hal penghematan waktu yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah terutama berbagai masalah yang sangat kompleks dan tidak terstruktur.

  3. SPK dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta hasilnya dapat diandalkan.

  4. Walaupun suatu SPK mungkin saja tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi oleh pengambil keputusan, namun ia mampu menjadi stimulan bagi pengambil keputusan dalam memahami persoalannya karena SPK mampu menyajikan berbagai alternatif.

  5. SPK dapat menyediakan bukti tambahan untuk memberikan pembenaran sehingga dapat memperkuat posisi pengambil keputusan.

  Di samping berbagai keuntungan dan manfaat seperti dikemukakan di atas, SPK juga memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya adalah: 1.

  Ada beberapa kemampuan manajemen dan bakat manusia yang tidak dapat dimodelkan, sehingga model yang ada dalam sistem tidak semuanya mencerminkan persoalan sebenarnya.

  2. Kemampuan suatu SPK terbatas pada perbendaharaan pengetahuan yang dimilikinya (pengetahuan dasar serta model dasar).

  3. Proses-proses yang dapat dilakukan oleh SPK biasanya tergantung juga pada kemampuan perangkat lunak yang digunakannya.

  4. SPK tidak memiliki kemampuan intuisi seperti yang dimiliki oleh manusia. Karena walau bagaimanapun canggihnya suatu SPK, dia hanyalah suatu kumpulan perangkat keras, perangkat lunak dan sistem operasi yang tidak dilengkapi dengan kemampuan berpikir.

  Komponen-komponen SPK

  Daihani (2001) juga menyatakan bahwa SPK terdiri atas tiga komponen utama atau subsistem yaitu:

1. Subsistem Data (data base)

  Subsistem data merupakan komponen SPK penyedia data bagi sistem. Data dimaksud disimpan dalam suatu pangkalan data (data base) yang dioganisasikan oleh suatu sistem yang disebut dengan sistem manajemen pangkalan data (Data Base Management System/DBMS). Melalui manajemen pangkalan data inilah data dapat diambil dan diekstraksi dengan cepat.

  2. Subsistem Model (model base) Keunikan dari SPK adalah kemampuannya dalam mengintegrasikan data dengan model-model keputusan. Kalau pada pangkalan data, organisasi data dilakukan oleh manajemen pangkalan data, maka dalam hal ini ada fasilitas tertentu yang berfungsi sebagai pengelola berbagai model yang disebut dengan pangkalan model. Model adalah suatu peniruan dari alam nyata. Kendala yang sering kali dihadapi dalam merancang suatu model adalah bahwa model yang disusun ternyata tidak mampu mencerminkan seluruh variabel alam nyata, sehingga keputusan yang diambil yang didasarkan pada model tersebut menjadi tidak akurat dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, dalam menyimpan berbagai model pada sistem pangkalan model harus tetap dijaga fleksibilitasnya. Artinya harus ada fasilitas yang mampu membantu pengguna untuk memodifikasi atau menyempurnakan model, seiring dengan perkembangan pengetahuan.

  3. Subsistem Dialog (user system interface) Keunikan lainnya dari SPK adalah adanya fasilitas yang mampu mengintegrasikan sistem terpasang dengan pengguna secara interaktif.

  Fasilitas atau subsistem ini dikenal sebagai subsistem dialog. Melalui sistem dialog inilah sistem diartikulasikan dan diimplementasikan sehingga pengguna atau pemakai dapat berkomunikasi dengan sistem yang dirancang. Fasilitas yang dimiliki oleh subsistem ini dapat dibagi atas tiga komponen, yaitu:

  • Bahasa Aksi (action language), yaitu suatu perangkat lunak yang dapat digunakan pengguna untuk berkomunikasi dengan sistem. Komunikasi ini
dilakukan melalui berbagai pilihan media seperti keyboard, joystic atau key function lainnya.

  • Bahasa Tampilan (display atau presentation language), yaitu suatu perangkat yang berfungsi sebagai sarana untuk menampilkan sesuatu. Peralatan yang digunakan untuk merealisasikan tampilan ini diantaranya adalah printer, grafik monitor, plotter dan lain-lain.
  • Basis Pengetahuan (knowledge base), yaitu bagian yang mutlak diketahui oleh pengguna sehingga sistem yang dirancang dapat berfungsi secara efektif. Kombinasi dari berbagai kemampuan di atas dikenal sebagai gaya dialog

  (dialog style). Gaya dialog ini terdiri atas beberapa jenis, diantaranya: 1.

  Dialog Tanya Jawab Dalam dialog ini, sistem bertanya kepada pengguna dan pengguna menjawab. Kemudian dari hasil dialog ini sistem akan menawarkan alternatif keputusan yang dianggap memenuhi keinginan pengguna.

  2. Dialog Perintah Dalam dialog ini, pengguna memberikan perintah-perintah yang tersedia pada sistem untuk menjalankan fungsi yang ada pada SPK.

  3. Dialog Menu Model dialog ini merupakan gaya dialog yang paling populer dalam SPK.

  Dalam hal ini pengguna dihadapkan pada berbagai alternatif menu yang telah disediakan sistem. Menu ini akan ditampilkan pada monitor. Dalam menentukan pilihannya, pengguna sistem cukup menekan tombol-tombol tertentu dan setiap pilihan akan menghasilkan respon/jawaban tertentu.

4. Dialog Masukan/Keluaran

  Dialog ini menyediakan form input atau masukan. Melalui media ini, pengguna memasukkan perintah dan data. Disamping form input, juga disediakan form keluaran yang merupakan respon dari sistem. Setelah memeriksa keluaran, penggunaan dapat mengisi form masukan lainnya untuk melanjutkan dialog berikutnya. (Daihani, 2001).

  Proses pembangunan SPK

  Menurut Daihani (2001), pada dasarnya untuk membangun suatu SPK dikenal 8 tahapan sebagai berikut:

  1. Perencanaan Pada tahap ini, yang paling penting dilakukan adalah perumusan masalah serta penentuan tujuan dibangunnya SPK. Langkah ini merupakan langkah awal yang sangat penting, karena akan menentukan pemilihan jenis SPK yang akan dirancang serta metode pendekatan yang akan dipergunakan.

  2. Penelitian Berhubungan dengan pencarian data serta sumber daya yang tersedia.

  3. Analisis Dalam tahap ini termasuk penentuan teknik pendekatan yang akan dilakukan serta sumber daya yang dibutuhkan.

  4. Perancangan Pada tahap ini dilakukan perancangan dari ketiga subsistem utama SPK yaitu subsistem basis data, subsistem model dan subsistem dialog.

  5. Konstruksi Tahap ini merupakan kelanjutan dari perancangan, dimana ketiga subsistem yang ada digabungkan menjadi suatu SPK.

  6. Implementasi Tahap ini merupakan penerapan SPK yang dibangun. Pada tahap ini terdapat beberapa tugas yang harus dilakukan yaitu testing, evaluasi, penampilan, orientasi, pelatihan dan penyebaran.

  7. Pemeliharaan Merupakan tahap yang harus dilakukan secara terus menerus untuk mempertahankan keandalan sistem.

  8. Adaptasi Dalam tahap ini dilakukan pengulangan terhadap tahapan di atas sebagai tanggapan terhadap perubahan kebutuhan pengguna.

  Basis Data

  Basis data (database) merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan perangkat lunak guna memanipulasinya. Basis data merupakan salah satu komponen yang penting dalam sistem informasi, karena merupakan basis dalam menyediakan informasi bagi para pemakai. Penerapan database dalam sistem informasi disebut dengan database system (Jogiyanto, 2003).

  Di dalam Asrianda dan Fadlisyah (2008) dinyatakan bahwa database adalah sekumpulan tabel-tabel yang saling berelasi, relasi tersebut bisa ditunjukkan dengan kunci dari tiap tabel yang ada. Satu database menunjukkan satu kumpulan data yang dipakai dalam satu lingkup perusahaan atau instansi.

  Database mempunyai kegunaan dalam mengatasi penyusunan dan penyimpanan data, maka seringkali masalah yang dihadapi adalah: redundansi dan inkonsistensi data, kesulitan dalam pengaksesan data, isolasi data untuk standarisasi, multi user, keamanan data, integritas data, serta kebebasan data.

  Menurut Kadir dan Triwahyuni (2005) berdasarkan pengaksesannya, basis data dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:

  • Basis data individual Basis data individual adalah basis data yang digunakan oleh perseorangan. biasanya basis data seperti ini banyak dijumpai di lingkungan PC. Visual

  dBASE , Microsoft Acces, Corel Paradox, dan Filemaker Pro merupakan

  contoh perangkat lunak yang biasa digunakan untuk mengelola basis data untuk kepentingan pribadi .

  • Basis data perusahaan

  Basis data perusahaan adalah basis data yang dimaksudkan untuk diakses oleh sejumlah pegawai dalam sebuah perusahaan dalam sebuah lokasi.

  Basis data seperti ini tersimpan dalam sebuah server dan para pemakai dapat mengakses dari masing-masing komputer yang berkedudukan sebagai client.

  • Basis data terdistribusi

  Basis data terdistribusi adalah basis data yang tersimpan pada sejumlah komputer yang terletak pada beberapa lokasi. Model seperti ini banyak digunakan pada bank yang memiliki sejumlah cabang di berbagai kota dan melayani transaksi perbankan yang bersifat online.

  • Bank data publik

  Bank data publik adalah jenis basis data yang dapat dikases oleh siapa saja

  yang menyediakan data

  (publik) sebagai contoh, banyak situs web yang bersifat publik dan dapat diambil siapa saja secara gratis.

  PHP dan MySQL PHP

  PHP adalah bahasa server-side scripting yang menyatu dengan hypertext

  

markup language (HTML) untuk membuat halaman web yang dinamis. Maksud

  dari server-side scripting adalah sintak dan perintah-perintah yang diberikan akan sepenuhnya dijalankan di server akan tetapi disertakan pada dokumen HTML.

  Pembuatan web merupakan kombinasi antara PHP sendiri sebagai bahasa pemrograman dan HTML sebagai pembangun halaman web. Hampir seluruh aplikasi berbasis web dapat dibuat dengan PHP, namun kekuatan utama adalah konektivitas basis data dengan web. Dengan kemampuan ini akan didapatkan sistem basis data yang dapat diakses dari web. PHP menawarkan koneksitas yang baik dengan structured query language (SQL) dalam hal ini MySQL sebagai basis data (Sunarfrihantono, 2002).

  Menurut Peranginangin (2006), PHP tidak terbatas pada hasil keluaran HTML (HyperText Markup Languages). PHP juga memiliki kemampuan untuk mengolah keluaran gambar, file PDF, dan movies Flash. PHP juga dapat menghasilkan teks seperti XHTML dan file XML lainnya. Salah satu fitur yang dapat diandalkan oleh PHP adalah dukungannya terhadap banyak database.

  Berikut database yang dapat didukung oleh PHP: Adabas D, dBase, Direct MS- SQL, Empress, FilePro (read only), FrontBase, Hyperwave, IBM DB2, Informix, Ingres, Interbase, MSQL, MySQL, ODBC, Oracle (OCI7 dan OCI8), Ovrimos, PostgrSQL, Solid, Sybase, Unix DBM, dan Velocis.

  MySQL

  MySQL termasuk dalam kategori database management system, yaitu suatu database yang terstruktur dalam pengolahan dan penampilan datanya.

  MySQL merupakan database yang bersifat client server, dimana data diletakkan di sever yang bisa diakses melalui computer client. Pengaksesan dapat dilakukan apabila komputer telah terhubung dengan server. Berbeda dengan database desktop, dimana segala pemrosesan data harus dilakukan pada komputer yang bersangkutan (Sugiri dan Saputro, 2008).

  MySQL adalah aplikasi database yang berjalan sebagai aplikasi service. Aplikasi service berjalan tanpa menampilkan antarmuka pada desktop atau pada

  

taskbar . MySQL menyediakan beberapa aplikasi tambahan yang berfungsi

  sebagai antarmuka. MySQL server merupakan aplikasi yang berjalan sebagai service dalam suatu sistem operasi. Penggunaan MySQL untuk website dinamis telah didukung oleh beberapa macam bahasa pemrograman website, seperti active server page (ASP), PHP, dan Java (Wahana Komputer, 2006).

  SQL singkatan dari Structure Query Language. Dalam bahasa Inggris sering dibaca SEQUEL. SQL merupakan bahasa query standar yang digunakan untuk mengakses basis data relasional. Standarisasi internasional terhadap SQL pertama kali dilakukan oleh ANSI (American National Standards Institution), melalui publikasi Database Language SQL. Saat ini ANSI dan ISO (International

  

Standards Organization) merupakan dua organisasi yang membuat standarisasi

terhadap SQL (Kadir, 2003).

  Dalam Sugiri dan Saputro (2008) dinyatakan juga bahwa MySQL merupakan database yang dikembangkan dari bahasa SQL (Structured Query

  

Language ). SQL merupakan bahasa terstruktur yang digunakan untuk interaksi

  antara script program dengan database server dalam hal pengolahan data. Dengan SQL, maka dapat dibuat tabel yang akan diisi data, memanipulasi data seperti menambah, menghapus dan meng-update data, serta membuat suatu perhitungan berdasarkan data yang ditemukan. SQL tidak hanya terbatas digunakan untuk mendapat suatu tampilan database statis, namun juga dikembangkan SQL3 yang berencana membuat SQL menjadi bahasa yang mendekati mesin turing misalnya computable query atau recursive query.

  Selain itu, Sugiri dan Saputro (2008) juga menjabarkan beberapa alasan mengapa MySQL menjadi database yang sangat popular dan digunakan oleh banyak orang, diantaranya ialah:

  1. MySQL merupakan database yang memiliki kecepatan tinggi dalam pemrosesan data, dapat diandalkan, mudah digunakan dan mudah dipelajari. MySQL telah banyak digunakan, sehingga jika ada masalah maka dapat bertanya langsung kepada banyak orang maupun melalui internet.

  2. MySQL mendukung banyak bahasa pemrograman seperti C, C++, Perl, Phython, Java, dan PHP. Bahasa pemrograman tersebut dapat digunakan untuk berinteraksi maupun berkomunikasi dengan MySQL server. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai komponen pembentuk antarmuka (interface) database MySQL. Pada MySQL tersedia MyODBC untuk koneksi dengan aplikasi lain seperti MS Access, Visual Basic, Delphi dan lain-lain. Selain MyODBC, juga tersedia JDBC yang digunakan untuk berinteraksi dengan Java.

  3. Koneksi, kecepatan, dan keamanannya, membuat MySQL sangat cocok diterapkan untuk pengaksesan database melalui internet dengan menggunakan bahasa pemrograman Perl atau PHP sebagai interfacenya.

  4. MySQL dapat melakukan koneksi dengan client menggunakan protocol TCP/IP, Unix socket (Unix), atau Named Pipes (NT).

  5. MySQL dapat menangani database dengan skala sangat besar, dengan jumlah record lebih dari 50 juta, 60 ribu tabel, dan bias menampung 5 milyar baris data. Selain itu, pada MySQL setelah versi 4.1.2, batas indeks pada tiap tabel dapat menampung sampai 64 index.

  6. Dalam relasi antartabel pada suatu database, MySQL menerapkan metode yang sangat cepat, yaitu dengan menggunakan metode one-sweep

  multijoin . MySQL sangat efisien dalam mengelola informasi yang diminta dari banyak tabel sekaligus.