BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian - Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Dalam Pengelolaan Institusi Masjid Di Kota Medan
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan (Soekanto,1990: 106). Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten (Soekanto dan Sri Mumadji, 2001:1).
Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala tertentu dengan cara menganalisisnya. Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.
3.2. Jenis Penelitian
Penelitian mengenai peranan penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam terhadap institusi Masjid di Kota Medan, merupakan penelitian studi empiris yang bersifat deskriptif analitis, maksudnya memaparkan data-data yang ditemukan dan menganalisisnya untuk mendapatkan kesimpulan yang benar dan akurat (Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2005: 44).
Penelitian ini didasarkan pada penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer dan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder.
3.3. Jenis dan Sumber Data
Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian empiris dikenal data primer dan data skunder. Kedua hal tersebut menjadi pola acuan dalam melakukan penelitian ilmiah.
a) Data primer Data primer dalam penelitian ini adalah data- data yang diperoleh langsung dari pengurus Masjid di Kota Medan dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan. Pengambilan kuesioner dan daftar pertanyaan tersebut diacak melalui pemilihan sampel yang dianggap memenuhi persyaratan.
b) Data Sekunder Data sekunder adalah data diperoleh dari buku literature, internet, jurnal, tesis serta bacaan lain yang berhubungan dengan penelitian dan berbagai sumber.
Data-data yang berhubungan dengan penelitian ini digunakan hanya sebagai pembantu terhadap data primer.
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan terhadap sejumlah Masjid yang berada di Kota Medan dengan memilih Masjid dibeberapa lokasi sebagai sampel. Pemilihan sampel lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling, tujuannya untuk menjaring sampel yang benar-benar representatif dengan apa yang disajikan (Soekanto dan Sri Mamuji :33).
Dikarenakan Karakter sampel penelitian sangat banyak dan demi mempermudah penelitian maka kriteria pemilihan sampel adalah pemilihan secara acak dari 1040 Masjid di Kota Medan. Berdasarkan rumus Slovin (Sevilla dkk. 1960:182), sebagai berikut: dimana
n : jumlah sampel
N: jumlah populasi e:batas toleransi kesalahan (error tolerance) Untuk menggunakan rumus ini, pertama ditentukan berapa batas toleransi kesalahan. Batas toleransi kesalahan ini dinyatakan dengan persentase. Semakin kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan populasi. misalnya, penelitian dengan batas kesalahan 5% berarti memiliki tingkat akurasi 95%. Penelitian dengan batas kesalahan 2% memiliki tingkat akurasi 98%.
Dengan jumlah populasi yang sama, semakin kecil toleransi kesalahan, semakin besar jumlah sampel yang dibutuhkan.
Dengan menggunakan rumus Slovin dengan batas toleransi kesalahan 15,5%,maka: n = N / (1 + Ne²) 1040 / (1 + 15.5%²) = 40,03 = 40 Masjid Berdasarkan rumus tersebut maka diambil 40 sampel Masjid secara acak dari 1040 Masjid di Kota Medan.
3.5. Metode Pengumpulan Data
Metode atau teknik menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihatkan penggunaannya melalui angket, pengamatan, ujian, dokumen dan lainnya ( Riduwan, 2004: 97). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian lapangan yaitu dengan menanyakan dan mengamati objek secara langsung, dan mengumpulkan sumber bacaan yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, seperti buku-buku lembaga keuangan Syariah, buku tentang Masjid, majalah bisnis, artikel-artikel, pendapat para sarjana dan bahan lainnya.
Sedangkan alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Wawancara langsung dengan responden dilakukan dengan daftar pertanyaan guna memperoleh informasi tentang masalah yang berkaitan dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian (Soekanto: 115).
3.6. Analisis Data
Analisa data didalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 17.0. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisi dengan cara tabulasi data sehingga diperoleh jumlah dan persentase dari variebel yang diteliti, kemudian dilakukan juga dalam bentuk analisis lain seperti : tabulasi silang (cross tab), tabel dan frequensi, agar diperoleh gambaran informasi sehingga dapat menarik kesimpulan.
3.7. Defenisi Operasional
1. BKM (Badan Kenajiran Masjid) Adalah sekelompok orang/ masyarakat yang bertugas untuk menjaga dan mengurusi keperluan Masjid.
2. Harta Masjid adalah sejumlah harta yang dimiliki dan dikelola Masjid baik berupa uang tunai, benda berharga, tanah, dll, baik itu yang berasal dari sedekah, infaq, hibah masyarakat.
3. Syariah merupakan dasar hukum dalam agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadist.
4. Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-Qur’an dan hadist sedangkan ekonomi konvensional didasarkan pada akal pikiran manusia.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kota Medan
Kota Medan merupaka Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat. Kota Medan memiliki luas 26.510 Ha (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Bentuk topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Luas lahan untuk pemukiman 9.225 Ha dan 1.862 Ha untuk sektor jasa dan 740 Ha untuk cadangan bagi penetapan lokasi industri. Selebihnya 14.693 Ha merupakan areal non-urban, serta 7.000 Ha akan dipergunakan untuk lahan pengembangan sektor pertanian tanaman pangan (pemkomedan.go.id). Secara administratif, batas wilayahnya adalah sebagai berikut: 1.
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.
2. Sebelah Selatan berabatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Madya Binjai.
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang.
Medan merupakan daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, letak posisinya yang stategis menjadikannya sebagai gerbang perdagangan berupa barang dan jasa, terutama perdagangan domestik juga luar negeri (ekspor-impor). Letaknya yang strategis inilah yang mendorong Kota Medan berkembang terutama daerah Belawan dan pusat Kota Medan.
Menurut data kependudukan pada tahun 2005, jumlah penduduk Kota Medan berkisar 2.036.018 jiwa, dimana jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Penduduk tersebut merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar. Dari hasil jumlah penduduk Kota Medan yaitu 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan (BPS Kota Medan).
4.2 Gambaran Umum Masjid di Kota Medan
Setelah para pedagang dari Arab masuk ke wilayah Indonesia terutama di Sumaterara seperti dari Barus dan Aceh, penyebaran agama Islam diyakini terus berkembang, hingga akhirnya penyebarannya sampai ke Kota Medan yang telah melewati berbagai macam jalur. Perkembangan Islam di Kota Medan tidak terlepas dari peran Kesultanan Deli yang menganut agama Islam sehingga banyak masyarakat pengikutnya juga memilih agama Islam. Bahkan pada saat itu, hampir seluruh masyarakat Melayu beragama Islam. Pembangunan Masjid Al-Osmani didekat pelabuhan yang merupakan awal mula perkembangan Islam yang dibawa oleh Kesultanan Deli di Kota Medan. Ketika perdagangan mulai berlangsung dipusat Kota Medan, para pedagang dari berbagai daerah bahkan mancanegara mulai berinteraksi di pusat Kota Medan tepatnya pada daerah Kesawan. Interaksi antar agama pun terjadi tanpa terkecuali agama Islam itu sendiri. Dari interaksi inilah mulai dibangunnya beberapa rumah ibadah di daerah Kesawan tersebut, termasuk Masjid yang merupakan rumah ibadah umat Muslim. Tercatat dalam sejarah, tokoh penyebar Islam di Medan adalah KH Said Bakrin pada Abad 16. Ia berasal dari suku Melayu. Selain Said Bakrin, tercatat pula ulama-ulama pengembang ajaran Islam yang lain, seperti Abu Bakar Yakub dan Annas Tanjung. Mereka dilatih untuk menyebarkan ajaran Islam di Medan (pemkomedan.go.id).
Perkembangan Masjid di Kota Medan saat ini sangatlah pesat, hal ini dikarenakan banyaknya jumlah masyarakat yang beragama Islam di Kota Medan.
Pertumbuhan jumlah Masjid terus berkembang. Hal ini juga dikarenakan Pemerintah Kota Medan terus mendukung program yang berkenaan dengan pembinaan mental dan spiritual warga Kota Medan. Sampai saat ini tercatat sekitar 1040 bangunan Masjid dan Mushallah berdiri di Kota Medan. Jumlah tersebut juga menunjukkan bahwa besarnya antusias orang Muslim di Kota Medan untuk beribadah kepada Allah SWT. Untuk itu seharusnya peran Masjid yang banyak tersebut bisa dimanfaatkan orang Islam secara maksimal untuk mencapai keridhoan Allah SWT.
4.3 Hasil Penelitian
Medan Area
29 SMA Wiraswasta
4 Tahun
Medan Area
10
35 SMA Pegawai Negeri
3 Tahun
Medan Area
11
37 S1 Pegawai Negeri
5 Tahun
Medan Area
12
42 D3 Wiraswasta
8 Tahun
13
Medan Selayang
31 SMA Wiraswasta 2,5 Tahun
Medan Barat
14
47 SMA Wiraswasta
11 Tahun
Medan Barat
15
55 SMA Pegawai Negeri
15 Tahun
Medan Barat
16
53 D1 Wiraswasta
9 Tahun
Medan Belawan
9
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 40 nazir Masjid di Kota Medan yang menjadi responden dalam penelitian ini, maka didapatkan data para nazir Masjid sebagai berikut.
Tabel 4.1 Data 40 Nazir yang Menjadi Responden4
No Umur (Thn)
Pendidikan Pekerjaan Lama Jadi Nazir
Kecamatan
1
42 D1 Wiraswasta
18 Tahun
Medan Selayang
2
27 S1 Guru 1,5 Tahun
Medan Selayang
3
29 D3 Guru
3 Tahun
Medan Selayang
45 D1 Wiraswasta
26 S1 Guru
5 Tahun
8
Medan Selayang
12 Tahun
52 SMP Wiraswasta
7
Medan Selayang
33 SMA Guru
8 Tahun
6
Medan Selayang
9 Bulan
25 D3 Pegawai Negeri
5
Medan Selayang
2 Tahun
17
Medan Labuhan
33
Medan Petisah
27 S1 Pegawai Swasta 2 Tahun
32
Medan Labuhan
42 S1 Guru 7,5 Tahun
31
1 Tahun
4 Tahun
29 SMA Wiraswasta
30
Medan Johor
32 SMA Pegawai Swasta 4 Tahun
29
Medan Johor
13 Tahun
36 S1 Guru
Medan Petisah
28
40 SMA Wiraswasta 3,5 Tahun
29 S1 Pegawai Swasta 8 Bulan
38
Medan Sunggal
3 Tahun
45 SMA Wiraswasta
37
Medan Sunggal
36
34
Medan Polonia
11 Tahun
49 D3 Wiraswasta
35
Medan Polonia
8 Tahun
55 S2 Dosen
44 S1 Guru
Medan Johor
31 S1 Guru
Medan Deli
Medan Helvetia
3 Tahun
28 SMA Wiraswasta
21
Medan Deli
32 S1 Pegawai Swasta 5 Tahun
20
28 D3 Pegawai Swasta 1 Tahun
48 D3 Wiraswasta
19
Medan Belawan
15 Tahun
54 SMA Wiraswasta
18
Medan Belawan
2 Tahun
22
5 Tahun
7 Tahun
6 Tahun
49 D1 Wiraswasta
27
Medan Johor
12 Tahun
54 S2 Dosen
26
Medan Helvetia
37 S1 Guru
Medan Helvetia
25
Medan Helvetia
8 Tahun
45 SMA Wiraswasta
24
Medan Helvetia
33 D3 Pegawai Swasta 10 Bulan
23
Medan Sunggal
Medan Sunggal
39
27 SMA Wiraswasta 2,5 Tahun
Medan Sunggal
40
51 SMA Wiraswasta
14 Tahun Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian
4.4 Pembahasan
Agar mudah dianalisis data dari 40 responden tersebut di atas dikelompokkan kedalam beberapa kriteria. Setelah dikelompok-kelompokkan maka kemudian data tersebut dianalisis seperti berikut:
Tabel 4.2 Pengelompokan Berdasarkan Umur NazirUmur (tahun) Jumlah <16
16>29
11 30>39
10 40>49
12 50>
7 Total
40 Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian Berdasarkan analisis data tabel di atas dapat dilihat bahwa tidak ada nazir yang berumur di bawah 16 tahun, dimana umur 16 tahun tersebut sering dianggap sebagai umur dewasa seseorang. Hal ini berarti bahwa seluruh nazir Masjid di Kota Medan adalah orang yang telah dewasa dan dianggap mampu melaksanakan pengelolaan Masjid.
Dapat dilihat juga bahwa ada 11 orang yang berumur antara 16-29 dan 10 orang yang berusia antara 30-39 tahun, bisa dikatakan bahwa lebih dari setengah nazir ini dimasukkan kedalam golongan muda. Kelebihan dari para kelompok muda ini yakni mereka memiliki semangat dan ide-ide baru sehingga mereka lebih kreatif dan aktif dalam mengelola Masjid dibandingkan kelompok tua. Kekurangannya yaitu beberapa masyarakat belum terlalu yakin akan kemampuan mereka karena umurnya yang dianggap masih muda. Untuk nazir yang berumur di atas 40 tahun jumlahnya bila digabungkan sebanyak 19 orang. Ini menunjukkan bahwa masyarakat masih mempercayai mereka untuk mengelola Masjid, dan kelebihannya yaitu masyarakat sangat menghormati mereka. Kekurangannya yaitu karena umurnya yang bisa dibilang tua semangat mereka tidak seperti golongan muda, lebih sering sakit dan daya pikirnya juga mulai berkurang.
Tabel 4.3 Pengelompokan Berdasarkan Pendidikan NazirPendidikan Jumlah SMP
1 SMA
15 D1-D3
11 S1
12 S2
2 Total
40 Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian Dari tabel 4.3 terlihat data tentang pendidikan para nazir, dimana hanya terdapat 1 orang nazir yang berpendidikan SMP, sedangkan 39 orang nazir lainnya berpendidikan SMA keatas. Hal ini menunjukkan bahwa para nazir di Kota Medan merupakan orang-orang yang berpendidikan karena telah mengikuti anjuran pemerintah wajib belajar 12 tahun. Terdapat 12 nazir diantaranya berpendidikan cukup tinggi yakni S1, bahkan terdapat 2 nazir yang berpendidikan S2. Hal ini cukup menggembirakan karena para nazir Masjid di Kota Medan sebagian merupakan orang-orang yang berpendidikan tinggi.
Tabel 4.4
Pengelompokan Berdasarkan Lama Menjadi Nazir Masjid
Lama jadi Jumlah nazir (tahun) <2,1
9 2,1>3
6 3,1>4
4 4,1>5
4 5>
17 Total
40 Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian Dari hasil pengelompokan data di atas dapat dilihat ada 9 responden yang telah menjadi nazir di bawah 2,1 tahun, kebanyakan dari mereka merupakan nazir yang berumur dibawah 30 tahun. Untuk responden yang telah menjadi nazir melebihi 5 tahun berjumlah 17, dan hampir keseluruhannya adalah responden yang telah berumur di atas 30 tahun. Bahkan didapati juga responden yang telah menjadi nazir melebihi 18 tahun, hal ini cukup menggembirakan karena ini menunjukkan bahwa nazir-nazir di Kota Medan merupakan orang-orang yang cukup bisa dipercaya masyarakat.
Tabel 4.5 Pengelompokan Berdasarkan Pekerjaan NazirPekerjaan Jumlah Wiraswasta
19 Pegawai Negeri
5 Pegawai Swasta
5 Guru
9 Dosen
2 Total
40 Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian Dari data di atas dapat dilihat bahwa terdapat 19 nazir atau hampir sebagian dari responden yang berprofesi sebagai wiraswasta, contohnya pedagang, pemilik kontrakan, dll. Hampir seluruhnya juga bertempat tinggal didekat Masjid, sehingga mereka lebih sering dan lebih aktif dalam mengelola Masjid dibandingkan pegawai Negeri, pegawai swasta, guru dan dosen, dimana waktu mereka lebih sedikit karna tuntutan waktu untuk bekerja lebih banyak.
Dari data terlihat juga bahwa terdapat 9 nazir yang berprofesi sebagai guru dan 2 nazir sebagai dosen. Hal ini menunjukkan bahwa nazir Masjid di Kota Medan sebagian diisi oleh orang-orang yang cukup berpendidikan.
Tabel 4.6 Crosstab Antara Umur dan PendidikanUmur Pendidikan Total SMP SMA D1-D3 S1 S2 Jumlah
4
3
4
11 16-29 Jumlah yang 0,3 4,1
3 3 0,6
11 diharapkan Jumlah
4
1
5
10 30-39 Jumlah yang 0,3 3,8 2,8 2,8 0,5
10 diharapkan Jumlah
4
6
2
12 40-49 Jumlah yang 0,3 4,5 3,3 3,3 0,6
12 diharapkan Jumlah
1
3
1
2
7 50> Jumlah yang 0,2 2,6 1,9 1,9 0,4
7 diharapkan Jumlah
1
15
11
11
2
40 Total Jumlah yang
1
15
11
11
2
40 diharapkan
Dengan komposisi data di atas, maka dapat dilihat bahwa umur nazir berpengaruh terhadap jenjang pendidikan para nazir tapi tidak terlalu banyak pengaruhnya. Hal ini dapat dilihat dari makin tinggi umur nazir pendidikannya juga makin baik. Terlihat pada nazir yang berumur 16-29 tahun yang berpendidikan S1 ada 4 nazir sedangkan yang berumur 30-39 tahun lebih banyak ada 5 orang. Selanjutnya yaitu untuk yang berpendidikan S2 ada 2 nazir yang berumur di atas 50 tahun, sedangkan dibawah 50 tahun tidak ada. Hali ini menunjukkan bahwa umur nazir cukup berpengaruh terhadap tingkat pendidikan para nazir.
Tabel 4.7
Crosstab Antara Umur Terhadap Lama Menjadi Nazir
Umur Pendidikan Total <2,1 2,1-3 3,1-4 4,1-5 5> 16-29 Jumlah
7
3
1
11 Jumlah yang 2,5 1,9 0,8 1,1 4,7
11 diharapkan 30-39 Jumlah
2
2
2
3
1
10 Jumlah yang 2,3 1,8 0,8 1 4,3
10 diharapkan 40-49 Jumlah
2
1
9
12 Jumlah yang 2,7 2,1 0,9 1,2 5,1
12 diharapkan 50> Jumlah
7
7 Jumlah yang 1,6 1,2 0,5 0,7
3
7 diharapkan Total Jumlah
9
7
3
4
17
40 Jumlah yang
9
7
3
4
17
40 diharapkan
Dengan komposisi data di atas terlihat bahwa umur nazir cukup berpengaruh terhadap lama seseorang menjadi nazir. Bisa dilihat bahwa untuk nazir yang berumur antara 16-29 tahun kebanyakan lama mereka menjadi nazir Masjid yaitu di bawah 3 tahun yang berjumlah 10 dari 11 orang nazir. Sedangkan untuk yang menjadi nazir di atas 5 tahun tidak ada, padahal jumlah yang diharapkan sekitar sekitar 4-5 orang.
Untuk nazir yang berumur diatas 40 tahun banyak yang sudah menjadi nazir Masjid melebihi 5 tahun bahkan melebihi jumlah yang diharapkan, seperti yang terlihat untuk nazir yang berumur 50 lebih diharapkan hanya 3 ternyata terdapat 7 orang. Ini menandakan umur nazir cukup berpengaruh terhadap lama jadi nazir.
Tabel 4.8
Crosstab Antara Pekerjaan Terhadap Lama Menjadi Nazir
Pekerjaan Pendidikan Total <2,1 2,1-3 3,1-4 4,1-5 5> Wiraswasta Jumlah
1
5
1
1
11
19 Jumlah yang 4,3 3,3 1,4 1,9 8,1
19 diharapkan Pegawai Jumlah
4
1
1
6 Swasta
Jumlah yang 1,4 1,1 0,5 0,6 2,6
6 diharapkanPegawai Jumlah
1
1
1
1
4 Negeri
Jumlah yang 0,9 0,7 0,3 0,4 1,7
4 diharapkanGuru Jumlah
3
1
1
1
3
9 Jumlah yang 2 1,6 0,7 0,9 3,8
9 diharapkan Dosen Jumlah
2
2 Jumlah yang 0,5 0,4 0,2 0,2 0,9
2 diharapkan Total Jumlah
9
7
3
4
17
40 Jumlah yang
9
7
3
4
17
40 diharapkan
Dengan komposisi data di atas terlihat bahwa pekerjaan juga cukup berpengaruh terhadap lama seseorang menjadi nazir Masjid. Dapat dilihat yang telah menjadi nazir melebihi 5 tahun kebanyakan adalah wiraswasta dan dosen yang jumlahnya melebihi jumlah yang diharapkan. Contohnya wiraswasta jumlah yang diharapkan hanya 8 orang tetapi terdapat 11 orang. Salah satu penyebabnya adalah jam kerja mereka yang tidak terikat sehingga mereka lebih bisa meluangkan waktu untuk mengurus Masjid.
Analisis Penerapan 9 Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam di Institusi Masjid
4.4.1 Muslim yang Rajin dan Aktif Semua orang Muslim dituntut agar menjadi manusia yang rajin dan aktif.
Allah sangat membenci orang-orang yang malas dan menunda-nunda pekerjaannya. Apalagi dalam mengelola Masjid yang merupakan rumah Allah (Baitullah) maka sudah seharusnya dikelola dengan baik oleh masyarakat terutama para nazir Masjid, baik dalam kegiatan Masjid yaitu pengelolaan kas Masjid yang baik, kebersihan, kegiatan-kegiatan sosial ekonomi serta pengembangan perpustakaan. Oleh karena bekerja rajin dan aktif merupakan satu prinsip yang dituntut dalam pengelolaan Masjid dari aset Islam, maka patutlah hal ini dipertanyakan kepada nazir Masjid sebagai pengelola. Hasil penelitian terhadap keaktifan keanggotaan kenaziran Masjid didapatkan hasil sebagai berikut.
40
35
30
25
38
20
15
10
5
2 Ya Tidak
Gambar 4.1 Jawaban Responden Tentang Aktif/ Tidak Dalam Mengelola MasjidBerdasarkan Gambar 4.1 Dari 40 responden didapatkan 38 (95%) kenaziran Masjid yang aktif, sedangkan 2 (5%) nazir lainnya masih kurang aktif. Ini berarti pengelolaan Masjid di Kota Medan sudah aktif dalam pengelolaannya.
Berdasarkan penelitian ini juga didapati bahwa seluruh responden atau nazir Masjid telah berumur diatas 16 tahun, sehingga mereka diyakini cukup dewasa dalam melaksanakan seluruh tindakan pengelolaan.
4.4.2 Dilarang Memakan Harta Hasil Riba
Riba adalah penambahan yang disertakan terhadap barang pada saat pengembalian barang tersebut ketika diadakannya akad yang menyebabkan salah satu pihak rugi. Umat Islam dilarang keras mengambil dan memakan harta hasil riba. Rasulullah SAW bersabda, diriwayatkan dari Jabir r.a.: Rasulullah SAW mengutuk pemakan riba, orang yang memberi makan (keluarganya) dengan harta riba, penulis riba, dan kedua saksi riba. Beliau bersabda, “Semua itu (hukumnya)
sama”.
Di institusi Masjid hal ini dapat dilihat dalam pengelolaan kas Masjid, yaitu ketika melakukan penyimpanan kas. Apakah kas itu disimpan di bank konvensional yang menggunakan sistem bunga (riba) atau bank Syariah dengan sistem bagi hasil (diperbolehkan oleh syara’), maka jawaban responden ketika diadakan penelitian dapat dilihat dalam gambar berikut.
35
30
25
20
35
15
10
5
5 Menyimpan Di Bank Syariah Menyimpan Di Bank Konvensional
Gambar 4.2 Bank Tempat Penyimpanan Kas MasjidDari gambar 4.2 terdapat 35 nazir (87,5%) yang menyimpan uang kasnya di bank Syariah baik itu Bank Muamalat, Bank Mandiri Syariah, Bank Sumut Syariah, sedangkan 5 nazir lainnya dengan persentase (12,5%) masih menyimpan uang kasnya di bank konvensional seperti Bank BNI, Bank BRI, dan Bank MANDIRI. Dua nazir beralasan hal ini dikarenakan nazir-nazir terdahulu sudah menyimpan kas Masjid dibank konvensional dan 3 lagi dikarenakan lokasi Bank Syariah terlalu jauh sedangkan yang dekat hanya bank konvensional. Dari presentase di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Masjid di Kota Medan telah berusaha menghindari lembaganya terlibat unsur riba dengan cara menggunakan fasilitas bank Syariah dan menolak fasilitas bank konvensional.
4.4.3 Dapat Dipertanggungjawabkan (Pernah Diaudit Akuntan Publik).
Dalam Islam semua orang Muslim diwajibkan mampu mempertanggung jawabkan setiap perbuatannya, terutama diinstitusi Masjid para nazir harus mampu mempertanggung jawabkan pengelolaan harta Masjid dengan baik agar terhindar dari kecurigaan masyarakat. Untuk itu salah satu cara yang bisa dilakukan para nazir yaitu dengan cara melakukan pemeriksaan harta keuangan Masjid dengan bantuan jasa Akuntan Publik. Dari hasil penelitian terhadap Masjid apakah telah pernah diaudit Akuntan Publik atau tidak, maka didapatkan hasil sebagai berikut.
Pernah Di Audit Tidak Pernah Di Audit
5%
95%Gambar 4.3 Masjid yang Pernah Diaudit Akuntan Publik dan yang Belum PernahDari gambar 4.3 di atas dapat dilihat bahwa dari 40 Masjid yang ada di Kota Medan 38 (95%) belum pernah diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga keuangan swasta, sedangkan terdapat 2 Masjid (5%) lainnya yang telah pernah diaudit oleh Akuntan Publik yaitu Masjid Al-Musaddin yang berada di kompleks perumahan Taman Setia Budi Indah (Tasbih) dan Masjid Al-Jihad Jln. Abdul Lubis. Hal ini menunjukkan bahwa Masjid yang berada di Kota Medan belum banyak yang melakukan audit terhadap harta Masjid. Hal ini juga dikarenakan para nazir merasa belum perlu diadakannya audit keuangan terhadap kas Masjid karena jumlah kas Masjid tidaklah terlalu banyak, sebab lainnya yaitu pencatatan yang mereka lakukan dianggap sudah cukup sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada masyarakat. Jika dalam beberapa prinsip-prinsip lainnya didapati hasil penelitian yang relatif memuaskan, namun dalam hal audit, hasil penelitian ini relatif tidak memuaskan.
4.4.4 Keterbukaan
Salah satu prinsip Ekonomi Islam yaitu keterbukaan, prinsip ini dapat dilihat dari bagaimana para nazir Masjid menunjukkan hasil pengelolaan harta Masjid kepada masyarakat secara terbuka. Biasanya dengan memaparkan catatan pengelolan kas Masjid setiap minggunya dipapan catatan kas Masjid disetiap Masjid di Kota Medan. Dari hasil penelitian maka didapatkan hasil sebagai gambar berikut.
40
30
20
10 Terbuka Tertutup
Gambar 4.4 Masjid yang Memiliki Papan Pencatatan Kas Dari gambar 4.4 di atas diketahui bahwa 40 (100%) Masjid di Kota Medan memiliki papan pengumuman tentang pencatatan kas. Ini berarti Masjid-Masjid di Kota Medan telah menerapkan sistem keterbukaan secara menyeluruh. Hal ini dapat dilihat pada pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas Masjid terutama infaq masyarakat tiap hari Jum’at selalu dicatat dalam papan pencatatan keuangan Masjid. Baik itu digunakan untuk pembayaran honor khatib, pembelian peralatan dan perlengkapan Masjid, biaya pengajian, serta biaya lainnya.4.4.5 Pengembangan Harta Secara Ekonomis dan Sosial
Harta Masjid selain digunakan untuk pembiayaan sehari-hari Masjid seperti kebersihan, honor Khatib, biaya air, listrik semestinya harta Masjid tersebut dipergunakan untuk hal-hal lain yang berguna untuk kepentingan Masjid dan masyarakat dari pada hanya disimpan. Harta tersebut merupakan harta seluruh umat Islam maka alangkah baiknya apabila bisa digunakan untuk hal-hal yang bersifat ekonomis dan sosial yang dapat mendatangkan manfaat kepada Masjid dan masyarakat sekitar dengan tidak menyalahi aturan syariat Islam. Contoh penggunaanya seperti pendirian koperasi, puskesmas, kegiatan- kemasyarakatan, sunatan massal, Tk, bahkan sekolah dan universitas. Oleh karena itu, dipandang sesuai untuk menanyakan hal ini kepada para responden sehingga dapat diketahui kondisi harta Masjid secara ekonomis. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
12% Dikembangkan Secara Ekonomis dan Sosial Tidak Dikembangkan
88%
Gambar 4.5 Pengembangan Harta MasjidDari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa terdapat 35 (87,5%) Masjid di Kota Medan tidak mengembangkan hartanya. Artinya uang yang diperoleh Masjid tersebut tidak digunakan untuk sesuatu usaha yang bersifat produktif dan sosial hanya digunakan untuk pembiayaan Masjid dan selebihnya hanya disimpan di bank saja. Tetapi terdapat 5 Masjid (12,5%) yang telah mengembangkan hartanya terutama dibidang sosial, seperti Masjid Al-Musaddin yang telah memiliki sekolah TK, SD, SMP, Polimas, dan kegiatan sosial, seperti kitanan massal, pemberian makan anak yatim, subsidi terhadap LP, desa binaan, dan memberikan gaji terhadap guru-guru di desa. Masjid Agung juga mengembangkan hartanya untuk pendidikan anak-anak dengan mendirikan sekolah TK dan perpustakaan yang dibuka untuk umum.
4.4.6 Konsumsi Makanan dan Minuman yang Halal dan Baik
Dalam Islam semua orang-orang Muslim diwajibkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan yang baik untuk kesehatan. Dalam hal konsumsi, para pengurus Masjid telah terlebih dahulu memastikan pembelian barang yang digunakan untuk Masjid terutama ketika diadakannya kegiatan seperti ketika ceramah agama, perayaan hari raya, pembelian hewan qurban, pengajian bulan Ramadhan dan buka puasa bersama di bulan Ramadhan, pengurus Masjid telah memastikan bahwa yang dibeli merupakan barang yang halal, baik transaksinya maupun cara memperolehnya. Dari hasil penelitian terhadap 40 nazir Masjid maka ditemukan hasil sebagai berikut.
Dapat Dipastikan Kehalalannya Belum Dipastikan Kehalalannya 0% 100%
Gambar 4.6 Jawaban Nazir Tentang Kondisi KonsumsiDari hasil penelitian pada Gambar 4.6 diatas dapat dilihat bahwa 40 (100%) Masjid yang telah diteliti seluruhnya telah membelanjakan hartanya pada barang yang halal dan dapat dipastikan kehalalannya.
4.4.7 Tolong Menolong Sesama Muslim
Umat Islam dianjurkan untuk mengutamakan tolong-menolong sesama Muslim. Salah satu cara untuk menolong sesama umat Islam yaitu membantu perekonomian orang-orang Muslim dengan cara mengutamakan membelanjakan harta Masjid seperti pembelian peralatan serta perlengkapan Masjid di toko orang- orang Muslim dibandingkan toko orang-orang non-muslim agar perekonomian orang-orang Muslim dapat tumbuh dan berkembang. Hasil penelitian terhadap nazir menunjukkan data dan informasi sebagai berikut:
40
30
35
20
10
5 Toko Orang Muslim Toko Orang Non-muslim
Gambar 4.7 Tempat Para Nazir BelanjaDari hasil penelitian Gambar 4.7 diketahui bahwa 35 Masjid (87,5%) telah melaksanakan prinsip ekonomi Islam yaitu mendahulukan tolong-menolong sesama Muslim. Memang masih ada 5 Nazir (12,5%) yang belum mengutamakan berbelanja di toko orang-orang Islam, hal ini dikarenkan: a. Jumlah kas Masjid yang masih terbatas. Hal ini menyebabkan para nazir
Masjid agar membelanjakan harta Masjid dengan sehemat mungkin, dimana beberapa toko orang non-muslim sering memberikan harga lebih murah dan potongan harga dibanding toko orang Muslim.
b. Jarak dan lokasi toko. Toko orang-orang non-muslim cenderung jauh lebih banyak dan tersebar dimana-mana, sedang toko milik orang Islam tidaklah terlalu banyak menyebabkan mereka kesulitan untuk menjangkaunya.
c. Kelengkapan. Beberapa peralatan dan keperluan pembangunan Masjid tidak didapati di toko orang Muslim.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 87,5 % Masjid di Kota Medan telah cukup berperan dalam membantu perekonomian orang Muslim.
4.4.8 Pembangunan
Orang-orang Muslim dituntut untuk melakukan hal-hal yang baik dimuka bumi ini, manusia juga di tuntut untuk melakukan pembangunan demi kehidupan yang baik, bukan melakukan hal-hal yang dapat merusak. Untuk itu Masjid juga perlu diadakan pembangunan dan renovasi dari tahun ke tahun seperti halnya melakukan pemugaran, pengecatan, pembelian peralatan yang baru agar Masjid tampak indah dan keberadaan Masjid tetap terjaga serta masyarakat lebih tertarik untuk beribadah di Masjid dengan tenang dan senang. Dari hasil penelitian didapati jawaban sebagai berikut.
40 Pernah Melakukan Tidak Pernah Diadakan Pembangunan Pembangunan
Gambar 4.8 Masjid yang Pernah Melakukan Pembangunan dan yang BelumPernah Dari penelitian dapat dilihat dari Gambar 4.8 di atas bahwa 40 (100%)
Masjid di Kota Medan telah pernah mengalami pembangunan fisik, baik itu berupa pembangunan yang besar maupun baru sekedar renovasi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kota Medan sangat antusias dalam membantu pembangunan Masjid-Masjid di Kota Medan.
4.4.9 Melakukan Pembukuan Harta Masjid dengan Baik.
Islam sangat mendorong agar masyarakat Muslim menuntut ilmu setinggi- tingginya demi kehidupan yang lebih baik, bahkan Nabi Muhammad SAW menyuruh menuntut ilmu dari buaian sampai liang lahab. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnnya ilmu bagi umat Islam. Untuk para nazir Masjid sendiri diharapkan merupakan orang-orang yang visioner dan memiliki ilmu agar mampu mengelola dan mengembangkan harta Masjid. Mereka juga harus mampu melakukan proses pembukuan keuangan dengan baik agar proses keterbukaan dan pertanggung jawaban keuangan Masjid juga dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini telah dipertanyakan kepada para nazir Masjid dengan hasil seperti gambar di bawah ini.
5% Mampu Melakukan Pembukuan dengan Baik Belum Mampu Melakukan
95% Pembukuan dengan Baik Gambar 4.9 Kemampuan Nazir Dalam Hal Pembukuan Harta Masjid.
Dari gambar 4.9 dapat diketahui bahwa dalam proses pembukuan harta Masjid terdapat 38 (95%) nazir yang mampu melakukan proses pembukuan secara baik dan dapat dipertanggung jawabkan sedangkan masih terdapat 2 nazir yang belum mencatat dengan baik. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa orang- orang yang menjadi nazir Masjid di Kota Medan termasuk orang-orang yang berilmu.
. Tabel 4.6
Jumlah dan Persentase Penerapan 9 Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam di
Institusi Masjid di Kota MedanBerdasarkan seluruh hasil data yang diperoleh dari para nazir Masjid tentang penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam maka diperoleh hasil seperti berikut.
Jumlah Jumlah % Yang % Yang No Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Yang Telah Yang Belum Telah Belum Diterapkan Diterapkan Diterapkan Diterapkan Muslim yang Rajin
1
38 2 95% 5%
dan Aktif Dilarang Memakan
2
35 5 88% 12%
Harta Hasil Riba Harta Dapat
3
2 38 5% 95%
Dipertanggungjawabkan (Pernah Diaudit Akuntan Publik) Keterbukaan Pencatatan
4 40 100% 0%
Kas Pengembangan Harta
5
5 35 12% 88%
Secara Ekonomis dan Sosial Konsumsi Makanan dan
6 40 100% 0%
Minuman yang Halal dan Baik Tolong Menolong
7
35 5 88% 12%
Sesama Muslim Pembangunan/
8 40 100% 0%
Renovasi Masjid Mampu Melakukan
9
38 2 95% 5%
Proses Pembukuan Harta Masjid dengan Baik
273 87 76% 24% Jumlah 360 100% Setelah 9 prinsip-prinsip ekonomi Islam tersebut dianalisis maka akan terlihat seperti gambar 4.10 di bawah ini.
Gambar 4.10 Analisis Penerapan 9 Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam di Institusi Masjid di Kota Medan.3
12% 0% 5%
95% 0%
88%
0%100% 95% 5% 12%
100%
12%
100% 88%9 95% 88% 5%
8
7
6
5
4
2
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%
1
M am p u M e laku kan P ros e s P e m b u ku an Har ta M as ji d de nga n B a ik
P e m ba nguna n/ Re no v a si M a sj id
To lo n g M e n o lo n g S e sa m a M u sl im
K o ns um si M a k a na n da n M inum a n ya ng H a la l da n B a ik
P
e
n
g
e
m
b
an
g
an
Har
ta S
e
car
a
E
kon
om
is
d
an
S
os
ial
K e te rb u kaan P e n catatan K as
Pu b lik )
Da pa t Di pe rt a nggungj a w a bk a n (P e rna h Di a udi t Ak unt a n
D il ar an g M e m akan Har ta Has il R ib a
100% M us li m ya ng Ra ji n da n Ak ti f
Yang Telah Diterapkan Yang Belum Diterapkan
1. Dari diagram diatas dapat dilihat sejauh mana penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang telah diterapkan di institusi Masjid di Kota Medan.
Dari 9 poin prinsip-prinsip ekonomi Islam yang telah diteliti dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip ekonomi Islam yang belum banyak diterapkan yaitu: a. Pertanggung jawaban kepada masyarakat (pernah di audit oleh Akuntan Publik).
Dapat dilihat dari data bahwa masih sedikit Masjid yang berada di Kota Medan yang pernah diaudit (dalam hal ini Akuntan Publik). Hal ini dikarenkan jumlah harta yang dimiliki Masjid tidak terlalu banyak, sehingga para nazir masih bisa mengelola sendiri. Selain itu, masyarakat juga masih percaya kapada para nazir dalam mengelola harta Masjid tersebut. Hanya beberapa Masjid yang memiliki harta yang cukup besar yang pernah di audit oleh Akuntan Publik. Contohnya Masjid Al-Musaddin yang setiap tahunnya melakukan audit terhadap harta Masjid. Hal ini menunjukkan pengelolan harta Masjid yang baik dan professional serta dapat dipertanggung jawabkan di hadapan masyarakat.
b. Pengembangan harta untuk hal yang bersifat ekonomis dan sosial.
Hal ini juga dapat dilihat dari masih minimnya Masjid yang mengembangkan harta Masjid untuk sesuatu yang bersifat ekonomis dan sosial. Artinya uang yang diperoleh Masjid tersebut tidak digunakan untuk sesuatu usaha yang produktif maupun bersifat sosial. Apabila data digabung antara jumlah persentase prinsip yang telah diterapkan dan yang belum diterapkan maka akan terlihat seperti gambar berikut ini.
Yang Sudah Diterapkan Yang Belum Diterapkan 24% 76%
Gambar 4.11 Persentase Jumlah Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam yang Telah Diterapkan dan yang Belum Diterapkan di Institusi Masjid di Kota Medan.Dari hasil pengelolahan seluruh data maka dapat disimpulkan seperti gambar di atas bahwa penerapan 9 prinsip-prinsip ekonomi Islam di institusi Masjid di Kota Medan yang sudah diterapkan sekitar 76 % sedangkan yang belum diterapkan adalah sekitar 24 %. Hal ini menunjukkan bahwa para BKM Masjid di Kota Medan telah menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam dengan cukup baik.
4.5 Hambatan-Hambatan Dalam Penerapan Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
4.5.1 Jarak dan Lokasi Bank
Salah satu yang menghambat dalam menerapkan prinsip ekonomi Islam terutama pada prinsip “Dilarang memakan harta hasil riba” yang dalam hal ini dikaitkan dengan penyimpanan kas Masjid diantara bank konvensional atau bank Syariah. Hal yang menjadi masalah dalam hal ini adalah jarak dan lokasi bank mSyariah terhadap Masjid-Masjid di Kota Medan. Apakah para nazir Masjid merasa bahwa jarak dan lokasi bank Syariah tersebut menghambat mereka dalam menyimpan kas Masjid di bank Syariah tersebut. Hal ini telah dipertanyakan kepada 40 nazir Masjid di Kota Medan dan hasil jawaban mereka adalah sebagai berikut.
35
30
25
35
20
15
10
5
5 Menyatakan Menghambat Menyatakan Tidak Menghambat
Gambar 4.12 Jawaban Nazir tentang Jarak dan Lokasi BankDilihat dari data gambar 4.12 bahwa jarak dan lokasi bank syariah tidaklah terlalu menghambat para nazir untuk menabung di bank syariah, karena 5(12,5%) nazir yang merasa tidak terlalu menghambat. Selebihnya 35 (87,5%) nazir menjawab tidak menghambat, sebab di Kota Medan sarana transportasi sudah cukup memadai dan jumlah bank-bank syariah juga sudah mulai banyak dan menyebar, maka akan cukup mudah dijangkau apabila ingin menabung di bank- bank syariah.
4.5.2 Perbedaan Harga Barang Kebutuhan Masjid Pada Toko Pemilik Muslim dan Non-Muslim.
Hal selanjutnya yang menjadi hambatan dalam menerapkan prinsip ekonomi Islam terutama pada prinsip “saling tolong menolong sesama Muslim” yaitu perbedaan harga antara harga barang-barang di toko orang-orang Muslim dan toko orang-orang non-muslim. Apakah perbedaan harga tersebut mempengaruhi para nazir dalam menerapkan prinsip ekonomi Islam saling tolong-menolong sesama Muslim. Hal ini telah dipertanyakan kepada 40 nazir Masjid di Kota Medan dengan hasil jawaban sebagai berikut.
40
30
20
10 Menghambat Tidak Menghambat
Gambar 4.13 Pengaruh Perbedaan Harga Antara Toko Orang Muslim dan TokoOrang Non-muslim Terhadap Pilihan Nazir Dari gambar 4.13 diatas dapat dilihat bahwa dalam keputusan pembelian bahan-bahan baku dan peralatan Masjid terdapat 35 (87,5%) nazir yang menyatakan tidak mempengaruhi, mereka lebih mengutamakan membeli di toko orang-orang Islam meskipun harganya sedikit lebih mahal sebab tolong menolong sesama Muslim lebih utama dari harga. Adapun untuk 5(12,5%) nazir yang menyatakan mempengaruhi dan ini dikarenakan harta dan kas Masjid mereka yang kurang. untuk itu terpaksa mereka mendahulukan harga yang relatif murah meskipun harus membeli di toko orang non-muslim.
4.5.3 Kurangnya Kesadaran Terhadap Pentingnya Bantuan Akuntan Publik Dalam Membantu Proses Audit Keuangan Masjid.
Hal berikutnya yang menjadi hambatan dalam menerapkan prinsip ekonomi Islam terutama pada prinsip “Dapat dipertanggung jawabkan” yang dalam hal ini dikaitkan dengan pernah atau tidaknya keuangan Masjid diaudit oleh Akuntan Publik. Untuk itu telah dipertanyakan kepada para nazir Masjid akan hal perlu atau tidaknya bantuan Akuntan Publik dalam mengaudit harta Masjid, maka diperoleh hasil jawaban sebagai berikut.
35
30
25
20
15
10
5 Kurang Perlu Perlu
Gambar 4.14 Jawaban Nazir Masjid Tentang Perlu atau Tidaknya Harta Masjid Diaudit Oleh Akuntan Publik.Dari gambar 4.14 dapat dilihat bahwa terdapat hanya 6 (15%) nazir yang merasa hal ini diperlukan, sedangkan 34 (85%) nazir lainnya merasa belum perlu adanya bantuan Akuntan Publik dalam mengaudit harta Masjid, sebab mereka merasa jumlah harta Masjid belumlah terlalu banyak dan mereka merasa bahwa mereka masih mampu dalam mengelolanya dengan baik dan masyarakat masih percaya terhadap hasil pembukuan yang mereka lakukan.
4.5.4 Kekurangan Dana