Analisis Penerapan Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam Dalam Pengelolaan Institusi Masjid Di Kota Medan

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM DALAM PENGELOLAAN INSTITUSI MASJID

DI KOTA MEDAN

OLEH:

MHD TAGOR SALEH HRP 090501120

DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sudah sejauh manakah institusi-institusi Masjid di Kota Medan telah melaksanakan prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam pengelolaan harta Masjid dan untuk mengetahui hambatan dan kendala apa yang dialami pihak pengelola Masjid dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam di institusi Masjid di Kota Medan.

Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan kepada 40 nazir yang bertugas mengelola Masjid. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif yaitu data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan cara tabulasi data, tabulasi silang (cross tab) dan tabel, sehingga diperoleh jumlah dan persentasenya agar diperoleh gambaran informasi dan seterusnya ditarik kesimpulan.

Pada analisis yang pertama yaitu tentang sejauh mana penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang telah diterapkan di institusi Masjid di Kota Medan ditemukan sekitar 76% dan yang belum diterakan sekitar 24%. Untuk hal-hal yang menjadi hambatan dalam penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam di institusi Masjid tersebut yaitu: Kesadaran terhadap pentingnnya bantuan Akuntan Publik dalam membantu proses audit keuangan Masjid (43%), kurangnnya dana (42%), perbedaan harga barang kebutuhan Masjid pada toko pemilik Muslim dan non-muslim (9%), lokasi dan jarak antara Masjid dan bank syariah (6%).

Kata Kunci: Penerapan, Hambatan, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam dan Institusi Islam


(3)

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine is the extent to which institutions Mosque in Medan has implemented the principles of Islamic economics in the management of the Mosque property and to find out what barriers and constraints experienced by the manager of the mosque in applying the principles of Islamic economic institutions in the Mosque Medan city.

Data were collected through questionnaires distributed to 40 nazir in charge of managing the Mosque. Analysis method used is descriptive analysis method, namely the data obtained and analyzed by means of data tabulation , cross tabulation ( cross tab ) and table, in order to obtain the number and percentage in order to obtain an overview of information and so on conclusions drawn.

In the first analysis, that is about the extent of the application of Islamic economic principles that have been applied in institutions Mosque in Medan , was found about 76 % and that have not yet etched approximately 24%. For the things which become obstacles in the application of the principles of Islamic economics in the Mosque institution that is: Awareness of the need for assistance in helping Public Accounting financial audit process Mosque (43%), lack of funds (42%), the difference prices between Muslims store and non-Muslims store (9%), the location and distance between the Mosque and Islamic banks (6%).

Keywords : Implementation, Barriers, Principles of Islamic Economics and Islamic Institutions


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………... i

ABSTRACT………... ii

KATA PENGANTAR………... iii

DAFTAR ISI……….... iv

DAFTAR TABEL………... v

DAFTAR GAMBAR ……….. vi

DAFTAR SINGKATAN... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Perumusan Masalah………... 6

1.3 Tujuan Penelitian………... 6

1.4 Manfaat Penelitian………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Masjid dan Sejarah Masjid……... 8

2.2 Fungsi Masjid ………... 9

2.2.1 Fungsi Masjid di Zaman Rasul dan Dimasa Khalifah……….. 9

2.2.2 Fungsi Masjid di Zaman Sekarang…….... 10

2.3 Pengertian Sistem Ekonomi Islam………... 13

2.4 Nilai-Nilai Ekonomi Islam Menurut Sistem Ekonomi Islam………... 15

2.5 Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam………... 16

2.6 Institusi Islam ………... 20

2.7 Transaksi Yang Dilarang Dalam Islam…….. ... 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian……….…... 32

3.2 Jenis Penelitian………...…. 32

3.3 Jenis dan Sumber Data………...………. 33

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian……...………. 33

3.5 Metode Pengumpulan Data………....……. 35

3.6 Analisis Data………...…. 35

3.7 Defenisi Operasional………..…. 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kota Medan…………...….. 37

4.2 Gambaran Umum Masjid di Kota Medan……... 38

4.3 Hasil Penelitian………...…. 40

4.4 Pembahasan………....…. 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN………...…. 72

5.2 SARAN………...…. 73

DAFTAR PUSTAKA ………...……. 75 LAMPIRAN


(5)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Perbedaan Sistem Kepemilikan Ekonomi Islam, 20

Kapitalis dan Sosialis

4.1 Data 40 Nazir yang Menjadi Responden 40

4.2 Pengelompokan Berdasarkan Umur Nazir 42

4.3 Pengelompokan Berdasarkan Pendidikan Nazir 43

4.4 Pengelompokan Berdasarkan Lama Menjadi Nazir Masjid 44

4.5 Pengelompokan Berdasarkan Pekerjaan Nazir 45

4.6 Crosstab Antara Umur dan Pendidikan 46

4.7 Crosstab Antara Umur Terhadap Lama Menjadi Nazir 47 4.8 Crosstab Antara Pekerjaan Terhadap Lama Menjadi Nazir 48 4.9 Jumlah dan Persentase Penerapan 9 Prinsip-Prinsip

Ekonomi Islam di Institusi Masjid di Kota Medan 61

4.10 Jumlah dan Persentase Hambatan Penerapan 69


(6)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

4.1 Jawaban Responden Tentang Aktif/ Tidak 49

Dalam Mengelola Masjid

4.2 Bank Tempat Penyimpanan Kas Masjid 51

4.3 Masjid yang Pernah Diaudit Akuntan Publik

dan yang Belum Pernah 52

4.4 Masjid yang Memiliki Papan Pencatatan Kas

yang Terbuka dan yang Tertutup 53

4.5 Pengembangan Harta Masjid 55

4.6 Jawaban Nazir Tentang kondisi Konsumsi 56

4.7 Tempat Para Nazir Belanja 57

4.8 Masjid yang Pernah Melakukan Pembangunan

dan yang Belum Pernah 59

4.9 Kemampuan Nazir Dalam Hal Pembukuan Harta Masjid 60 4.10 Analisis Penerapan 10 Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

di Institusi Masjid di Kota Medan 62

4.11 Persentase Jumlah Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam yang Telah Diterapkan dan yang Belum Diterpkan di Institusi

Masjid di Kota Medan 64

4.12 Jawaban Nazir tentang Pengaruh Jarak dan Lokasi Bank 65 4.13 Pengaruh Perbedaan Harga Antara Toko Orang Muslim

dan Toko Orang Non-muslim Terhadap Pilihan Nazir 66 4.14 Jawaban Nazir Masjid Tentang Perlu atau Tidaknya

Harta Masjid Diaudit Oleh Akuntan Publik. 67 4.15 Nazir yang Mengatakan Dana Merupakan

Penghambat Utama Dalam Pengembangan Harta

Secara Ekonomis dan Sosial 68

4.16 4 Hal yang Menghambat Dalam Menerapkan

Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam 70

4.17 Analisis 4 Hal yang Menghambat Penerapan


(7)

DAFTAR SINGKATAN

BAZIS Badan Amil Zakat, Infaq, Shadaqah

BKM Badan Kenaziran Masjid

BMI Bank Muamalah Indonesia

BMT Baitul Maal Watamwil

BNI Bank Negara Indonesia

BRI Bank Rakyat Indonesia

BPS Badan Pusat Statistik

dkk dan kawan-kawan

dll dan lain-lain

dsb dan sebagainya

Ha Hektar Are

KH Kyai Haji

Km Kilometer

KUA Kantor Urusan Agama

ra Radiallahu 'anha

SWT Subhanahu wa Ta'ala

SAW Shallallahu 'Alaihi wa Sallam

SMA Sekolah Menegah Atas

SMP Sekolah Menegah Pertama


(8)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sudah sejauh manakah institusi-institusi Masjid di Kota Medan telah melaksanakan prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam pengelolaan harta Masjid dan untuk mengetahui hambatan dan kendala apa yang dialami pihak pengelola Masjid dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam di institusi Masjid di Kota Medan.

Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner yang disebarkan kepada 40 nazir yang bertugas mengelola Masjid. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif yaitu data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan cara tabulasi data, tabulasi silang (cross tab) dan tabel, sehingga diperoleh jumlah dan persentasenya agar diperoleh gambaran informasi dan seterusnya ditarik kesimpulan.

Pada analisis yang pertama yaitu tentang sejauh mana penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang telah diterapkan di institusi Masjid di Kota Medan ditemukan sekitar 76% dan yang belum diterakan sekitar 24%. Untuk hal-hal yang menjadi hambatan dalam penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam di institusi Masjid tersebut yaitu: Kesadaran terhadap pentingnnya bantuan Akuntan Publik dalam membantu proses audit keuangan Masjid (43%), kurangnnya dana (42%), perbedaan harga barang kebutuhan Masjid pada toko pemilik Muslim dan non-muslim (9%), lokasi dan jarak antara Masjid dan bank syariah (6%).

Kata Kunci: Penerapan, Hambatan, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam dan Institusi Islam


(9)

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine is the extent to which institutions Mosque in Medan has implemented the principles of Islamic economics in the management of the Mosque property and to find out what barriers and constraints experienced by the manager of the mosque in applying the principles of Islamic economic institutions in the Mosque Medan city.

Data were collected through questionnaires distributed to 40 nazir in charge of managing the Mosque. Analysis method used is descriptive analysis method, namely the data obtained and analyzed by means of data tabulation , cross tabulation ( cross tab ) and table, in order to obtain the number and percentage in order to obtain an overview of information and so on conclusions drawn.

In the first analysis, that is about the extent of the application of Islamic economic principles that have been applied in institutions Mosque in Medan , was found about 76 % and that have not yet etched approximately 24%. For the things which become obstacles in the application of the principles of Islamic economics in the Mosque institution that is: Awareness of the need for assistance in helping Public Accounting financial audit process Mosque (43%), lack of funds (42%), the difference prices between Muslims store and non-Muslims store (9%), the location and distance between the Mosque and Islamic banks (6%).

Keywords : Implementation, Barriers, Principles of Islamic Economics and Islamic Institutions


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi kehidupan manusia termasuk masalah ekonomi. Kegiatan perekonomian manusia diatur dalam prinsip Illahiyah1 melalui Al Qur’an, sunnah, qiyas2 dan Ijma’3

“Suatu cabang ilmu pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui suatu alokasi dan distribusi sumberdaya alam yang langka yang sesuai dengan maqhasid

. Harta yang ada pada manusia, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah SWT agar dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah SWT untuk dipertanggungjawabkan. Dalam Islam pengaturan dalam hal ekonomi sering disebut dengan ekonomi Islam. Ekonomi Islam menurut Chapra (2001:10) adalah:

4

Maqashid syariah adalah tujuan dari ekonomi Islam. Yakni mewujudkan kemaslahatan umat manusia, yang terletak pada perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan kekayaan. Maqashid berbeda dengan ekonomi

, tanpa mengekang kebebasan individu untuk menciptakan keseimbangan makroekonomi dan ekologi yang berkesinambungan, membentuk solidaritas keluarga, sosial, dan jaringan moral masyarakat”.

1

Illahiyah : Bersumber dari Allah SWT 2

Sunnah: Segala sesuatu baik perkataan, perbuatan dan takrir Nabi Muhammad SAW 3

Ijma’: Pendapat para Ulama setelah dilakukan musawarah dan tidak mingkin mereka melakukan kebohongan bersama-sama.


(11)

konvensional, yaitu dalam maqashid sangat berdampak signifikan pada keimanan yaitu dampak pada hakikat, kuantitas dan kualitas kebutuhan material dan non-material manusia beserta cara-cara pemuasannya, sedangkan ekonomi konvensional tidak mementingkan dampak keimanan seseorang.

Ada tiga asas filsafat dalam ekonomi Islam, Huda dkk (2008:3) yaitu:

1. Semua yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah SWT, manusia hanya khalifah yang memegang amanah dari Allah untuk menggunakan milik Allah. Semuanya harus tunduk pada Allah sang pencipta dan pemilik alam semesta. Firman Allah dalam QS.An-Najm: 31, yang artinya:

“Dan hanya kepunyaan Allahlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga)”. 2. Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, manusia wajib

tolong-menolong dan saling membantu dalam melaksanakan kegitan ekonomi yang bertujuan untuk beribadah kepada Allah.

3. Beriman kepada hari kiamat, yang merupakan asas penting dalam suatu sistem ekonomi Islam karena dengan keyakinan ini tingkah laku ekonomi manusia akan dapat terkendali sebab ia sadar bahwa akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak oleh Allah SWT.

Dari filsafat ekonomi Islam tersebut kita harus sadar dan mengetahui bahwa semua yang ada di alam semesta ini adalah milik Allah. Sebagai kalifah kita diperbolehkan Allah untuk mempergunakan semua yang ada di langit dan di bumi


(12)

tapi dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat. Untuk itu manusia sebagai khalifah Allah di bumi dalam melaksanakan kegiatan perekonomian juga harus sesuai dengan hukum Islam agar kita memperoleh ridho dari Allah SWT.

Manusia harus berupaya untuk mendapatkan keridhoan dari Allah tersebut. Salah satunya yaitu dengan menerapkan perekonomian yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam (Eko Suprayitno, 2005: 2), yaitu:

1. Produk dan jasa harus halal lagi baik. Islam menyuruh manusia untuk menjauhi segala sesuatu yang haram atau tidak halal. Baik itu zatnya berupa barang dan jasanya dan juga selain zatnya berupa cara-cara memproduksinya serta bahan-bahan yang dilarang dalam Islam.

2. Jauh dari riba. Islam melarang riba dalam segala bentuknya, karena riba sangat memberatkan orang lain. Contohnya bunga bank dan bunga uang dari pinjam-meminjam uang lainnya.

3. Sumber daya dipandang sebagai amanah Allah kepada manusia, sehingga pemanfaatannya harus bisa dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. 4. Saling berbagi rejeki. Allah sangat menyukai orang-orang yang saling

berbagi dan tolong menolong.

5. Bekerja adalah kekuatan penggerak utama kegiatan ekonomi Islam. Islam mendorong manusia untuk bekerja dan berjuang untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik, sesuai dengan aturan yang ditetapkan Allah. Baik itu bekerja untuk diri sendiri dan keluarga, dan memberi kesempatan kerja bagi orang lain bukan hanya untuk diri sendiri.


(13)

6. Kejujuran dan tepat janji. Segala perbuatan seseorang harus mengandung kejujuran, baik berbicara, takaran dan timbangan, kualitas, informasi, serta selalu menepati janjinya.

7. Kepemilikan kekayaan tidak boleh hanya dimiliki oleh segelintir orang-orang kaya, serta tidak diperbolehkannya menimbun harta agar terciptanya kesejahteraan dalam bermasyarakat.

8. Semua yang kita lakukan di dunia ini akan kita pertanggungjawabkan kelak di akhirat. Hal ini mendorong seorang Muslim menjauhkan diri dari hal-hal yang batil.

9. Mengadakan pembangunan untuk kehidupan yang lebih baik. Allah sangat membenci orang-orang yang melakukan kerusakan dan kejahatan di muka bumi.

Dari prinsip-prinsip ekonomi Islam di atas, maka salah satu institusi dalam perekonomian Islam yang berpengaruh dalam menerapkan perekonomian Islam tersebut adalah institusi Masjid, sebab Masjid merupakan rumah ibadah bagi umat Islam dan merupakan tempat yang sering dikunjungi umat Islam. Masjid artinya tempat shalat bersujud menyembah Allah SWT. Banyak kegiatan yang dilaksanakan oleh umat Islam di Masjid, baik kegiatan keagamaan maupun hal lain seperti, kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an.

Masjid merupakan institusi pertama yang dibangun oleh Rasulullah SAW saat beliau hijrah ke Kota Madinah, yakni Masjid Quba’ (Supardi dkk: 2001:2).


(14)

Selain sebagai tempat ibadah, Rasulullah SAW juga menjadikan Masjid sebagai sarana melakukan pemberdayaan umat.

Masjid menjadi sarana pemberdayaan ekonomi. Sejumlah infaq dan sedekah yang diberikan masyarakat yang ada di Masjid harus dikelola dengan cara menerapkan ekonomi Islam. Dalam mengelola keuangan Masjid ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam demi kesejahteraan bersama. Banyaknya jumlah Masjid dan Surau di Kota Medan yang mencapai 1040, maka apabila dapat diterapkan tentu akan banyak hal yang dapat diperankan Masjid dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat demi mencapai keridhoan Allah SWT. Selain itu, Masjid sebagai tempat suci umat Islam memang seharusnya menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam dan menjauhi hal-hal yang haram sesuai dengan syariat Islam.

Seperti firman Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 96 yang artinya:

“Dan jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Dari ayat di atas dapat dilihat apabila Masjid-Masjid di Kota Medan telah mampu menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam, maka Allah SWT akan menurunkan berkahnya dari langit dan bumi kepada semua orang khusunya masyarakat Kota Medan.

Untuk itu pada kesempatan ini, penulis bermaksud memfokuskan untuk membahas penerapan ekonomi Islam tersebut pada institusi Masjid dimasa


(15)

sekarang dalam bentuk skripsi dengan judul “ANALISIS PENERAPAN

PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM DALAM PENGELOLAAN

INSTITUSI MASJID PADA KOTA MEDAN”\

1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan diuraikan penulis adalah sebagai berikut: • Sejauh manakah institusi-institusi Masjid di kota Medan melaksanakan

prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam pengelolaan harta Masjid?

• Hambatan dan kendala apa yang dialami pihak pengelola Masjid dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam di institusi Masjid?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

• Untuk mengetahui sejauh manakah institusi-institusi Masjid di kota Medan melaksanakan prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam pengelolaan harta Masjid.

• Untuk mengetahui hambatan dan kendala apa yang dialami pihak pengelola Masjid dalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam di institusi Masjid

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bagi Pemerintah khususnya Departemen Agama, sebagai bahan

pertimbangan agar dapat memanfaatkan Masjid lebih optimal, dan membantu penyuluhan kepada masyarakat bahwa pentingnya menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam termasuk di Institusi Masjid.


(16)

2) Sebagai motivasi dan penyemangat bagi umat Islam untuk bangkit dan menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang sesuai dengan perintah Allah SWT dimulai dari hal-hal yang kecil dalam kehidupan sehari-hari demi mendapatkan ridho Allah SWT.

3) Sebagai bahan pertimbangan bagi kalangan pengurus Masjid dan masyarakat sekitar untuk mulai memberdayakan Masjid, bukan hanya sekedar tempat shalat semata tetapi sebagai sarana untuk membantu meningkatkan ekonomi masyarakat.

4) Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat mengembangkan pola berfikir penulis sekaligus sebagai penunjang dan syarat menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana penulis nantinya.

5) Secara teoritis tulisan ini diharapkan dapat memperkaya kepustakaan ilmu ekonomi Islam, dan mampu memberikan pemahaman bagi yang membacanya.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Masjid dan Sejarah Masjid

Masjid merupakan suatu institusi utama dan paling besar dalam Islam, serta merupakan salah satu institusi yang pertama kali berdiri. Masjid adalah rumah tempat ibadah umat beribadah kepada Allah SWT. Akar kata dari Masjid adalah sajadah dimana berarti sujud atau tunduk.

Selain tempat ibadah Masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, Masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan.

Ketika Nabi Muhammad SAW tiba d membangun sebuah Masjid, yang sekarang dikenal dengan nama yang berarti Masjid Nabi (Supardi dkk: 2001:2). Masjid Nabawi terletak di pusat Nabawi, juga terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad SAW. Masjid Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik, perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. (Hasan Ibrohim :2009)


(18)

2.2 Fungsi Masjid

Masjid di zaman Rasulullah SAW mempunyai banyak fungsi. Itulah sebabnya Rasulullah SAW membangun Masjid terlebih dahulu. Masjid menjadi simbol persatuan umat Islam. Selama sekitar 700 tahun sejak Nabi mendirikan Masjid pertama, fungsi Masjid masih kokoh dan original sebagai pusat peribadatan dan peradaban yang mencerdaskan dan mensejahterakan umat manusia. (Supardi dkk: 2001:1)

Lewat Masjid Rasulullah SAW membangun kultur masyarakat baru yang lebih dinamis dan progressif. Masjid adalah rumah Allah yang dibangun atas dasar ketaqwaan kepadaNya. Oleh karena itu, membangun Masjid harus diawali dengan niat yang tulus, ikhlas, mengharap ridha Allah semata, sehingga Masjid yang dibangun mampu memberikan ketenangan, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan, rasa aman kepada para jamaah dan lingkungannya.

2.2.1 Fungsi Masjid di zaman Rasul dan dimasa Khalifah

Di zaman Rasul fungsi Masjid sangat banyak dibanding zaman sekarang ini. Hal ini karena Rasul dan para sahabat mampu memberdayakan Masjid dengan optimal. Beberapa fungsi Masjid di zaman Rasul (Supardi dkk: 2001:6)

• Tempat shalat (ibadah), baik shalat, zikir, iktikap, dsb, maka karna itulah Masjid jadi tempat paling mulia dalam Islam.

• Sebagai sarana melakukan pemberdayaan umat, seperti tempat pembinaan dan penyebaran dakwah Islam.

• Sebagai tempat untuk mengobati orang sakit.


(19)

• Sebagai tempat untuk konsultasi dan komunikasi masalah ekonomi, sosial dan budaya, tapi tidak diperkenankan berdagang didalam Masjid.

• Sebagai tempat menerima duta-duta asing.

• Sebagai tempat pertemuan pemimpin-pemimpin Islam. • Sebagai tempat bersidang.

• Sebagai tempat mengurus Baitul Maal.

• Sebagai tempat menyusun taktik dan strategi perang. • Sebagai tempat mengurus prajurit yang terluka. • Sebagai sarana tempat pendidikan.

• Sebagai tempat singgah orang-orang yang belum memiliki tempat tinggal untuk sementara.

2.2.2 Fungsi Masjid di Zaman Sekarang

Dilihat dari sisi pertumbuhan Masjid di Indonesia, cukup menggembirakan, dari tahun ke tahun jumlah Masjid makin bertambah, tetapi dapat diakui bahwa fungsinya berkurang dan belum maksimal. Banyak fungsi Masjid yang telah hilang dibandingkan pada zaman Rasul dan para Khalifah. Saat ini jumlah Masjid dan Mushallah di Kota Medan sangat banyak sekitar 1040 unit (pemkomedan.go.id). Jika dilihat pemberdayaan Masjid di Kota Medan selama ini kurang begitu diperhatikan. Hal ini dapat dilihat setiap hari sebagian besar Masjid di Kota Medan hanya dibuka pada saat waktu shalat 5 waktu dan hanya sebagian kecil yang memanfaatkan Masjid untuk kegiatan umat lainnya seperti pengajian, pendidikan agama Islam, ceramah, klinik, akad nikah dan lainnya. Padahal Masjid mempunyai peran strategis dalam membangun kesejahteraan umat. Masjid selama


(20)

ini hanya berperan sebatas tempat ibadah shalat ritual semata, seharusnya jika masyarakat bisa memberdayakan harta Masjid sesuai syariat Islam dengan jumlah Masjid yang cukup banyak maka akan cukup membantu untuk masyarakat sekitar. Karena itu, harus dilakukan rekonstruksi paradigma pemahaman manajemen Masjid sesuai dengan fitrahnya. Seperti yang diketahui misi Masjid yaitu:

Hayya ‘alash shalaah (mari kita melaksanakan shalat), dan Hayya ‘alal falaah (mari meraih kemenangan).

Artinya, mengajak melalui Masjid untuk meningkatkan kualitas ibadah ritual dan melalui Masjid pula diraih kemenangan. Meraih kemengan memiliki makna yang sangat luas, untuk itu manusia harus berusaha menjadikan hukum Islam sebagai landasan dalam menjalani kehidupan agar kelak selamat dunia dan akhirat.

Masjid menjadi simbol kebesaran Islam, namun jauh dari kegiatan memakmurkannya. Masjid sejak zaman Rasulullah SAW telah dijadikan pusat kegiatan Islam. Dari Masjid Rasulullah SAW membangun umat Islam, dan mengendalikan pemerintahannya, namun saat ini, Masjid masih belum diberdayakan secara proposional bagi pembangunan umat Islam. Memang tidak mudah untuk mengajak umat kembali ke Masjid seperti pada zaman Rasulullah SAW, tetapi semua umat Islam berkewajiban untuk menerapkannya kembali sesuai dengan syariat Islam. Memakmurkan Masjid memiliki arti yang sangat luas, yakni menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang bernilai ibadah.

Di antara kegiatan yang tergolong memakmurkan Masjid saat ini adalah (Supardi dkk: 2001:26)


(21)

1. Pengelolaan Masjid yang professional 2. Menyemarakkan Majelis taklim 3. Taman pendidikan Al-Qur’an 4. Memberdayakan remaja Masjid 5. Mengelola perpustakaan

6. Mengelola keuangan Masjid sesuai prinsip-prinsip Islam 7. Unit pelayanan zakat

8. Baitul Maal

9. Bimbingan penyelenggaraan haji dan umrah, dll.

Selain kegiatan-kegiatan di atas, pengurus Masjid harus tanggap terhadap kondisi sosial yang terjadi di masyarakat. Kendala-kendala maupaun masalah-masalah sosial yang dialami warga sekitarnya, misalnya kelaparan, musibah, kesusahan, kefakiran, deviasi sosial, kenakalan remaja, musafir 5

Oleh karena Masjid merupakan instrumen pemberdayaan umat, yang memiliki peranan sangat strategis dalam upaya peningkatan kualitas masyrakat dan kesejahteraan umat, maka pengelolaan manajemen Masjid harus professional.

(pendatang yang kesusahan), ketiadaan air, dan lain sebagainya. Masjid melalui pengurusnya harus bertindak sebagai, pengayom, pencegah, pengobat dan konseling. Dalam hal peristiwa-peristiwa besar, pengurus Masjid perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga di atasnya, dengan organisasi terkait lain, ataupun dengan Pemerintah.

Seorang pengelola Masjid yang mendapat amanah Allah SWT untuk mengurus Masjid, haruslah seorang yang ikhlas, jujur, amanah, adil, disiplin,

5


(22)

bertanggung jawab, peduli, bisa bekerja sama, bahkan dia seharusnya seorang visioner, berfikir maju bagaimana Masjid bisa memberi manfaat yang banyak kepada umat. Allah berfirman dalam QS. At Taubah : 18 yang artinya :

“Hanya yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk”.

2.3 Pengertian Sistem Ekonomi Islam

Menurut Jogianto (2005: 2) yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. sistem ini menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata, seperti tempat, benda, dan orang-orang yang betul-betul ada dan terjadi.”

Sedangkan menurut Murdick, R.G, (1991 : 27). “Sistem adalah seperangkat elemen yang membentuk kumpulan atau prosedur-prosedur/bagan-bagan pengolahan yang mencari suatu tujuan bagian atau tujuan bersama dengan mengoperasikan data dan/atau barang pada waktu rujukan tertentu untuk menghasilkan informasi dan/atau energi dan/atau barang”.

Dengan demikian sistem merupakan kumpulan dari beberapa bagaian yang memiliki keterkaitan dan saling bekerja sama serta membentuk suatu kesatuan


(23)

untuk mencapai suatu tujuan dari sistem tersebut. Maksud dari suatu sistem adalah untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran dalam ruang lingkup yang terbatas.

Selanjutnya pengertian ekonomi Islam menurut para ahli yaitu: 1) Menurut Muhammad Abdul Manan,

“Ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam”.

2) Menurut M. Umer Chapra.

“Ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagian manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.” Dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi Islam didefenisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya memandang, meneliti, dan menyelesaikan permasalah-permasalahan ekonomi untuk mencapai tujuan bersama sesuai syariat Islam yang didasarkan Al-Quran dan hadist yang dimana tujuan bersama tersebut adalah selamat dunia dan akhirat.

Untuk memudahkan dalam melihat bentuk sistem ekonomi Islam, maka inti pertanyaan terhadap barang dan jasa sebagai pemenuh kebutuhan hidup manusia. Hal tersebut dapat disederhanakan dengan tiga komponen. yaitu:


(24)

1. Konsep kepemilikan (al-milkiyah),

2. Konsep pemanfaatan kepemilikan (tasharruf fil milkiyah)

3. Konsep distribusi kekayaan ditengah-tengah masyarakat (tauzi’u tsarwah baina an-nas).

Dengan digambarkannya sistem ekonomi dengan tiga bagian tersebut (kepemilikan, pemanfaaatan dan distribusi) maka akan dengan mudah melihat sistem ekonomi Islam secara global. Sekaligus dapat pula membedakannya dengan sistem ekonomi lainnya. Sebab, letak perbedaan antara satu sistem ekonomi dengan sistem ekonomi lainnya terletak pada tiga poin, yaitu jenis-jenis kepemilikan terhadap harta, cara memanfaatkan harta dan cara membagikan harta tersebut kepada masyarakat.

2.4 Nilai-Nilai Ekonomi Islam Menurut Sistem Ekonomi Islam:

1. Kepemilikan bukanlah penguasaan mutlak atas sumber-sumber ekonomi, tetapi setiap orang atau badan dituntut kemampuannya untuk memanfaatkan sumber-sumber ekonomi tersebut.

2. Lama kepemilikan manusia atas sesuatu benda terbatas pada lamanya manusia tersebut hidup didunia.

3. Sumber daya yang menyangkut kepentingan umum atau yang menjadi hajat hidup orang banyak harus menjadi milik umum, seperti minyak dan gas bumi, barang tambang dan lainnya.

Islam memiliki nilai instrumental yang mempengaruhi tingkah laku ekonomi seorang muslim dan masyarakat pada umumnya. Adapaun nilai instrumental tersebut adalah:


(25)

1. Zakat

2. Larangan riba

3. Kerjasama ekonomi

4. Jaminan sosial

Jika nilai instrumental ini dilaksanakan, maka akan terwujud sistem ekonomi yang seimbang dan menguntungkan. Apabila hal-hal di atas dapat dicapai maka akan dapat mensejahterakan masyarakat.

2.5 Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam

Islam sebagai agama Allah, mengatur kehidupan manusia agar menjadi lebih baik kehidupan di dunia dan di akhirat. Perekonomian adalah bagian dari kehidupan manusia, maka tentulah telah diatur dalam sumber yang mutlak yaitu Al-Quran dan Sunnah, yang menjadi panduan dalam menjalani kehidupan manusia.

Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar: (Zaenal Arifin, 2002:3)

a. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah SWT kepada manusia. Untuk itu pemanfaatannya haruslah dapat dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Implikasinya adalah manusia harus menggunakannya dalam kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

b. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu. Yaitu yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat dan tidak mengakui pendapatan yang diperoleh secara tidak sah.


(26)

c. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama. Islam mendorong manusia untuk bekerja sama dan berjuang untuk mendapatkan harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Hal ini dijamin oleh Allah bahwa Allah telah menetapkan rizki setiap mahluk yang diciptakan-Nya.

d. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang saja. Mereka harus berperan sebagai kapital produktif yang akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

e. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk kepentingan banyak orang. Prinsip ini didasari oleh sunnah Rasulullah yang menyatakan bahwa masyarakat mempunyai hak yang sama atas air, padang rumput, dan api.

f. Seorang muslim harus takut kepada Allah SWT dan hari penentuan di akhirat nanti. Bahwa semua harta dan transaksi ekonomi manusia di dunia ini kelak akan dipertanyakan oleh Allah dan harus dipertanggungjawabkan kemana telah dibelanjakan dan bahkan bagaimana membelanjakannya. g. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).

Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya yang ditujukan untuk orang miskin dan mereka yang membutuhkan. Menurut pendapat para ulama, zakat dikenakan 2,5 % untuk semua kekayaan yang tidak produktif, termasuk didalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan permata, serta 10 % dari pendapatan bersih investasi.


(27)

h. Islam melarang riba dalam segala bentuk. Hal ini sudah jelas tercantum dalam Surat Al-Baqarah ayat 275, yang artinya:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.

Dalam Ekonomi Islam Konsep Kepemilikan Terbagi Tiga a. Kepemilikan Individu (milkiyatu fardiyah)

b. Kepemilikan umum (milkiyatu ‘ammah) c. Kepemilikan Negara (milkiyatu daulah)

Artinya harta-harta kekayaan tertentu hanya boleh dimiliki dan dikelola oleh pihak-pihak tertentu yang sesuai dengan jenis kepemilikannya. Seperti harta yang termasuk dalam jenis kepemillikan umum, harta tersebut hanya boleh dimiliki oleh umum (masyarakat). Masjid termasuk ke dalam kepemilikan umum (milkiyatu ‘ammah), oleh karena itu fungsi Masjid haruslah dioptimalkan agar


(28)

berguna bagi seluruh masyarakat. Jumlah harta Masjid yang berasal dari infaq dan shodaqah jika dihitung-hitung dan dijumlahkan akan sangat besar jumlahnya dan apabila dikelola dengan baik maka akan cukup membantu perekonomian masyarakat sekitar. Demikian juga sebaliknya, harta individu tidak dibolehkan untuk dimilliki oleh umum kecuali dengan jalan yang dibenarkan menurut syara’. Begitu juga dengan harta yang berjenis kepemilikan Negara, juga memiliki konsekuensi yang sama dengan sebelumnya, tidak dapat menjadi milik individu ataupun umum kecuali dengan jalan yang dibenarkan menurut syara’. Dengan demikian dapat diberi pengertian terhadap konsep kepemilikan (al-milkiyah), bahwa kepemilikan adalah izin dari syari’ (Allah SWT) kepada manusia untuk memanfaatkan suatu harta benda. Semuanya berdasarkan Al-Quran dan hadist.


(29)

Tabel 2.1

Perbedaan Sistem Kepemilikan Ekonomi Islam, Kapitalis dan Sosialis ASAS EKONOMI SISTEM EKONOMI ISLAM SISTEM EKONOMI KAPITALISME SISTEM EKONOMI SOSIALISME Kepemilikan (Modal)

Individu Mobil, rumah, laptop, televisi, dsb. Individu (Amerika) Negara (China)

Umum Barang

tambang, jalan, pulau dsb (tidak boleh dimiliki individu

maupun negara) Negara Jizyah,

ghanimah, fa’i, kharaj, dharibah, dsb. Pemanfaatan Kepemilikan Berdasar asas halal-haram Pembelanjaan harta Berdasar asas manfaat (Utilitarianisme) Berdasarkan asas manfaat (Dialektika materialisme) Pengembangan harta Distribusi Kekayaan

Individu Hukum Islam tentang bai’, mudharabah, ijarah dsb. Individu (mekanisme pasar) meminimalisir campur tangan negara Negara (campur tangan Pemerintah sangat besar dalam setiap kegiatan ekonomi)

Negara Non-ekonomi

Sumber: Jeraislamsolusion.com Catatan: Dengan sedikit perubahan

2.6 Institusi Islam

Institusi yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah menekankan kepada pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan (Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud ,1995:1). “Tujuan institusi secara umum adalah memenuhi segala kebutuhan


(30)

pokok manusia seperti kebutuhan keluarga, hukum, sosial, politik dan budaya.” Adapun fungsi institusi secara lebih rinci adalah sebagai berikut:

1. Memberikan pedoman kepada masyarakat dalam upaya melakukan pengendalian sosial berdasarkan sistem tertentu, yaitu sistem pengawasan tingkah laku.

2. Menjaga stabilitas dan keamanan masyarakat.

3. Memberikan pedoman kepada masyarakat tentang norma tingkah laku yang seharusnya dilakukan dalam memenuhi kebutuhan mereka.

Di Indonesia ada beberapa institusi Islam yang telah berkembang. Semua institusi yang ada di Indonesia itu bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat muslim, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan nonfisik. Contoh institusi Islam di Indonesia yaitu:

1) Institusi perkawinan diasosiasikan melalui Kantor Urusan Agama (KUA) dan Peradilan Agama, dengan tujuan agar perkawinan dan perceraian dapat dilakukan secara tertib untuk melindungi hak keluarga, terutama perempuan.

2) Institusi pendidikan yang diasosiasikan dalam bentuk pesantren dan madrasah.

3) Institusi ekonomi yang diasosiasikan menjadi Bank Muamalah Indonesia (BMI), Baitul Maal Watamwil (BMT).

4) Institusi zakat yang diasosiasikan menjadi Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS).


(31)

2.7 Institusi dakwah yang diasosiasikan menjadi Lembaga Dakwah Kampus.

Transaksi Yang Dilarang Dalam Islam

Dalam ibadah kaidah hukum yang berlaku adalah, bahwa semua hal dilarang, kecuali yang ada ketentuannya berdasarkan Al-Qur’an dan hadist. Sedangkan dalam urusan mu‘amalah, semuanya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Ini berarti ketika suatu transaksi baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam hukum Islam, maka transaksi tersebut dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil Al-Qur’an dan hadist yang melarangnya. Demikian, dalam bidang mu‘amalah, semua transaksi dibolehkan kecuali yang diharamkan. Dilarangnya transaksi itu sesuai dengan faktor penyebabnya. Adapun faktor penyebab dilarangnya transaksi tersebut, dan macam-macam transaksi yang dilarang adalah:

2.7.1 Haram zatnya (haram li-zatihi)

Transaksi dilarang karena objek (barang/ jasa) yang ditransaksikan juga dilarang, misalnya minuman keras, bangkai, daging babi, dan sebagainya. Jadi, transaksi jual beli minuman keras atau barang yang diharamkan dalam Islam adalah haram, walaupun akad jual belinya sah. Sebagaimana Fiman Allah SWT dalam QS. An-Nahl ayat 115, yang artinya:

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.”


(32)

Hadist yang diriwayatkan dari Ibn Abas r.a, yang artinya:

“Telah sampai berita kepada Umar bahwa Samurah menjual tuak. Kemudian Umar berkata, semoga Allah memerangi Samurah, tidak tahukah dia bahwa Rasulullah SAW. bersabda, Allah mengutuki orang-orang Yahudi. Telah diharamkan atas mereka lemak, maka mereka memaksanya untuk dicairkan, kemudian menjualnya.”

2.7.2 Haram selain zatnya (haram li gairihi)

A. Melanggar prinsip ‘an taradin minkum yaitu Penipuan (Tadlis)

Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-sama ridho). Mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi (ditipu) karena ada sesuatu yang di mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain, ini disebut tadlis, dan tadlis dapat terjadi dalam 4 (empat) hal, yaitu:

1) Kuantitas, tadlis dalam kuantitas contohnya adalah pedagang yang mengurangi takaran (timbangan) barang yang dijualnya.

2) Kualitas, tadlis dalam kualitas contohnya adalah penjual yang menyembunyikan cacat barang yang ditawarkannya. Dalam tadlis kualitas terdapat dua bentuk yaitu yang pertama dengan cara menyembunyikan cacat yang ada pada barang yang bersangkutan, dan yang kedua dengan menghiasi atau memperindah barang yang ia jual sehingga harganya bisa naik dari biasanya.


(33)

3) Harga, tadlis dalam harga contohnya adalah memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga pasar dengan menaikan harga produk di atas harga pasar.

4) Waktu penyerahan, tadlis dalam waktu penyerahan contohnya adalah petani buah yang menjual buah diluar musimnya padahal petani mengetahui bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah yang dijanjikannya itu pada waktunya. 5) Adapun dasar hukum tentang larangan penipuan (tadlis) terhadap

bertransaksi adalah sebagai berikut: • Al-Baqarah ayat 42, yang artinya:

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.

• An-Nahl ayat 105, yang artinya:

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.”

• Hadist Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a, yang artinya:

“Rasulullah SAW pernah lewat dihadapan orang yang menjual setumpuk makanan lalu beliau memasukkan tangannya kedalam tumpukan makanan itu, ternyata tangan beliau mengenai makanan basah di dalamnya. Kemudian beliau bertanya kepada orang itu, “Mengapa ini basah wahai penjual makanan?” Orang itu menjawab, “Makanan yang di dalam itu terkena hujan wahai Rasulullah.”


(34)

Beliau bersabda, “Mengapa tidak kamu letakkan di atasnya supaya diketahui oleh orang yang akan membelinya? Barang siapa menipu, dia bukan dari golonganku.”

B. Melanggar prinsip la tazlimuna wa la tuzlamun a. Garar

Artinya keraguan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain. Suatu akad mengandung unsur garar, karena tidak ada kepastian, baik mengenai ada atau tidak ada objek akad, besar kecilnya jumlah maupun menyerahkan akad tersebut.

Garar disebut juga tagrir adalah situasi dimana terjadi incomplete information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Dalam tadlis yang terjadi adalah pihak yang satu tidak mengetahui apa yang diketahui pihak yang lain, sedang dalam gharar atau tagrir, baik pihak yang satu dengan yang lainnya sama-sama tidak mengetahui sesuatu yang ditransaksikan.

Larangan jual beli garar dalam hadist yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a, yang artinya:

“Rasulullah SAW. melarang jual beli dengan cara melempar krikil kepada barang yang dibelinya dan melarang menjual barang yang tidak jelas rupa dan sifatnya (bai’ al-gharar)”.

b. Ihtikar (Penimbunan barang)

Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemudian menyimpannya, sehingga barang tersebut berkurang dipasaran dan


(35)

mengakibatkan peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan kelangkaannya/sulit didapat dan harganya yang tinggi, dengan kata lain penimbunan mendapatkan keuntungan yang besar di bawah penderitaan orang lain. Larangan menimbun harta juga terdapat dalam hadist Nabi yang diriwayatkan dari Ma’mar bin ‘Abdillah r.a, yang artinya:

“Barang siapa menimbun (barang pokok), dia bersalah (berdosa)”. Setiap Masjid memiliki harta yang cukup banyak jika dikumpulkan yang berasal dari infaq, shodaqoh dan hibah. Apalagi Institusi Masjid yang cukup besar dan berada di tengah-tengah Kota akan memiliki harta yang cukup banyak. Apabila harta-harta ini hanya didiamkan dan akan bertambah sesuai dengan banyaknya jumlah infaq dan shadaqah masyarakat dalam waktu yang lama tanpa dipergunakan atau hanya menunggu sampai dipergunakan untuk pembangunan Masjid dikhawatirkan dapat masuk kedalam golongan ikhtiyar (penimbunan harta). Untuk itu alangkah baiknya harta tersebut dipergunakan untuk membantu menigkatkan kesejahteraan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam, seperti membuka klinik, memberdayakan tanah infaq dengan tanaman yang bermanfaat, memberikan bantuan modal kepada masyarakat, dll. Dengan demikian harta Masjid akan terbebas dari ikhtiyar dan dapat membantu perekonomian masyarakat serta meningkatkan harta Masjid.

Contoh pemberdayaan harta Masjid berupa uang tunai. Yaitu kerjasama Wakaf Center dan institusi Masjid pada produk uang tunai. Misalnya, Masjid Al-Fath bekerjasama dengan Wakaf Center memanfaatkan harta Masjid sebesar Rp 100 juta. Wakaf Center sebagai penerima amanah uang tunai mengelola dan


(36)

menginvestasikan secara professional sesuai syariah dengan nisbah mudharabah 70:30, 70% untuk operasional Masjid Al-Fath dan 30% untuk maslahat umat Wakaf Center. Bila hasil investasi uang tunai tersebut sebesar Rp 1.500.000,- per bulan, maka Rp 1.050.000,- untuk menunjang biaya operasional Masjid Al-Fath per bulan, dan Rp 450.000,- untuk program maslahat umat lainnya yang dikelola oleh Wakaf Center.

c. Reakayasa permintaan (Bai‘an Najsy)

Rekayasa permintaan yaitu produsen atau pembeli menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk tersebut akan naik. Dasar hukum terhadap larangan bai’an najsy terdapat dalam Hadis Nabi yang diriwayatkan Ibnu ‘Umar r.a, yang artinya:

“Rasulullah SAW melarang najsy (penipuan yaitu menawar tinggi dengan maksud membeli, tetapi untuk menaikkan penawaran orang lain)”.

d. Riba

Riba adalah penyerahan pergantian sesuatu dengan sesuatu yang lain, yang tidak dapat terlihat adanya kesamaan menurut timbangan syara’ pada waktu akad-akad, atau disertai mengakhirkan dalam tukar menukar atau hanya salah satunya. Dasar hukum tentang larangan riba sangatlah banyak baik dalam Al-Qur’an maupun hadist Nabi, diantaranya adalah sebagai berikut:


(37)

Surat Al-Baqarah ayat 275 yang artinya:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.

Hadist yang diriwayatkan dari Jabir r.a, yang artinya:

“Rasulullah SAW mengutuk pemakan riba, orang yang memberi makan (keluarganya) dengan harta riba, penulis riba, dan kedua saksi riba. Beliau bersabda, “semua itu (hukumnya) sama”.

e. Perjudian (Maysir)

Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, dimana mereka menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, tebak sekor


(38)

bola, atau media lainnya. Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Sebaliknya, bila dalam permainan itu kalah, maka uangnya pun harus direlakan untuk diambil oleh pemenang.

Allah telah melarang judi (maysir) sebagaimana firma-Nya dalam surat Al-Ma’idah ayat 90 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.

f. Suap-menyuap (Risywah)

Yang dimaksud dengan perbuatan risywah adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada di dalam masyarakat, sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.

Allah telah melarang pebuatan risywah atau suap-menyuap sebagaimana dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 188 yang artinya:

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”


(39)

2.7.3 Tidak sahnya (lengkap) akadnya

Suatu transaksi tidak masuk kategori haram li gairihi maupun la tazlimuna wa la tuzlamun, belum tentu halal. Masih ada kemungkinan transaksi tersebut menjadi haram bila akad transaksi itu tidak sah atau tidak lengkap. Suatu transaksi dapat dikatakan tidak sah dan/atau tidak lengkap akadnya, bila terjadi salah satu atau lebih faktor-faktor berikut:

a) Terjadi ta‘alluq (jual beli bersyarat)

Ta‘alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan dimana berlakunya akad pertama tergatung pada akad kedua, sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun (sesuatu yang harus ada pada akad) yaitu objek akad.

a) Two in one (safqatain fi al-safqah)

Two in in one atau safqatain fi al-safqah adalah kondisi di mana satu transaksi diwadahi oleh dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian mengenai akad mana yang harus digunakan (berlaku). Contoh dari two in in one atau safqatain fi al-safqah adalah transaksi sewa-beli. Dalam transaksi ini terjadi ketidakjelasan dalam akad, karena tidak diketahui akad mana yang berlaku akad jual beli atau akad sewa.

Adapun dasar hukumnya adalah sebagaimana hadist yang diriwayatkan ‘Amr ibn Syu’aib r.a, yang artinya:

“Tidak dihalalkan meminjam dan menjual dua syarat dalam satu transaksi jual beli, keuntungan yang belum dapat dijamin, dan menjual sesuatu yang bukan mil


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan (Soekanto,1990: 106). Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten (Soekanto dan Sri Mumadji, 2001:1).

Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala tertentu dengan cara menganalisisnya. Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

3.2. Jenis Penelitian

Penelitian mengenai peranan penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam terhadap institusi Masjid di Kota Medan, merupakan penelitian studi empiris yang bersifat deskriptif analitis, maksudnya memaparkan data-data yang ditemukan dan menganalisisnya untuk mendapatkan kesimpulan yang benar dan akurat (Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, 2005: 44).

Penelitian ini didasarkan pada penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer dan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder.


(41)

3.3. Jenis dan Sumber Data

Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian empiris dikenal data primer dan data skunder. Kedua hal tersebut menjadi pola acuan dalam melakukan penelitian ilmiah.

a) Data primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data- data yang diperoleh langsung dari pengurus Masjid di Kota Medan dengan menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan. Pengambilan kuesioner dan daftar pertanyaan tersebut diacak melalui pemilihan sampel yang dianggap memenuhi persyaratan.

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah data diperoleh dari buku literature, internet, jurnal, tesis serta bacaan lain yang berhubungan dengan penelitian dan berbagai sumber. Data-data yang berhubungan dengan penelitian ini digunakan hanya sebagai pembantu terhadap data primer.

3.4. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan terhadap sejumlah Masjid yang berada di Kota Medan dengan memilih Masjid dibeberapa lokasi sebagai sampel. Pemilihan sampel lokasi penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, tujuannya untuk menjaring sampel yang benar-benar representatif dengan apa yang disajikan (Soekanto dan Sri Mamuji :33).


(42)

Dikarenakan Karakter sampel penelitian sangat banyak dan demi mempermudah penelitian maka kriteria pemilihan sampel adalah pemilihan secara acak dari 1040 Masjid di Kota Medan. Berdasarkan rumus Slovin (Sevilla dkk. 1960:182), sebagai berikut:

dimana

n: jumlah sampel N: jumlah populasi

e:batas toleransi kesalahan (error tolerance)

Untuk menggunakan rumus ini, pertama ditentukan berapa batas toleransi kesalahan. Batas toleransi kesalahan ini dinyatakan dengan persentase. Semakin kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan populasi. misalnya, penelitian dengan batas kesalahan 5% berarti memiliki tingkat akurasi 95%. Penelitian dengan batas kesalahan 2% memiliki tingkat akurasi 98%. Dengan jumlah populasi yang sama, semakin kecil toleransi kesalahan, semakin besar jumlah sampel yang dibutuhkan.

Dengan menggunakan rumus Slovin dengan batas toleransi kesalahan 15,5%,maka:

n = N / (1 + Ne²) 1040 / (1 + 15.5%²) = 40,03

= 40 Masjid

Berdasarkan rumus tersebut maka diambil 40 sampel Masjid secara acak dari 1040 Masjid di Kota Medan.


(43)

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode atau teknik menunjuk suatu kata yang abstrak dan tidak diwujudkan dalam benda, tetapi hanya dapat dilihatkan penggunaannya melalui angket, pengamatan, ujian, dokumen dan lainnya ( Riduwan, 2004: 97). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian lapangan yaitu dengan menanyakan dan mengamati objek secara langsung, dan mengumpulkan sumber bacaan yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, seperti buku-buku lembaga keuangan Syariah, buku tentang Masjid, majalah bisnis, artikel-artikel, pendapat para sarjana dan bahan lainnya.

Sedangkan alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Wawancara langsung dengan responden dilakukan dengan daftar pertanyaan guna memperoleh informasi tentang masalah yang berkaitan dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian (Soekanto: 115).

3.6. Analisis Data

Analisa data didalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 17.0. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisi dengan cara tabulasi data sehingga diperoleh jumlah dan persentase dari variebel yang diteliti, kemudian dilakukan juga dalam bentuk analisis lain seperti : tabulasi silang (cross tab), tabel dan frequensi, agar diperoleh gambaran informasi sehingga dapat menarik kesimpulan.


(44)

3.7. Defenisi Operasional

1. BKM (Badan Kenajiran Masjid) Adalah sekelompok orang/ masyarakat yang bertugas untuk menjaga dan mengurusi keperluan Masjid.

2. Harta Masjid adalah sejumlah harta yang dimiliki dan dikelola Masjid baik berupa uang tunai, benda berharga, tanah, dll, baik itu yang berasal dari sedekah, infaq, hibah masyarakat.

3. Syariah merupakan dasar hukum dalam agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadist.

4. Ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-Qur’an dan hadist sedangkan ekonomi konvensional didasarkan pada akal pikiran manusia.


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan merupaka ini merupakan kota terbesar di Pula gerbang wilayah Indonesia bagian barat. Kota Medan memiliki luas 26.510 Ha (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Bentuk topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Luas lahan untuk pemukiman 9.225 Ha dan 1.862 Ha untuk sektor jasa dan 740 Ha untuk cadangan bagi penetapan lokasi industri. Selebihnya 14.693 Ha merupakan areal non-urban, serta 7.000 Ha akan dipergunakan untuk lahan pengembangan sektor pertanian tanaman pangan (pemkomedan.go.id). Secara administratif, batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.

2. Sebelah Selatan berabatasan dengan Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Madya Binjai.

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang.


(46)

Medan merupakan daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, letak posisinya yang stategis menjadikannya sebagai gerbang perdagangan berupa barang dan jasa, terutama perdagangan domestik juga luar negeri (ekspor-impor). Letaknya yang strategis inilah yang mendorong Kota Medan berkembang terutama daerah Belawan dan pusat Kota Medan.

Menurut data kependudukan pada tahun 2005, jumlah penduduk Kota Medan berkisar 2.036.018 jiwa, dimana jumlah wanita lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Penduduk tersebut merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter. Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar. Dari hasil penduduk Kota Medan yaitu 2.109.339 jiwa. Penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan (BPS Kota Medan).

4.2Gambaran Umum Masjid di Kota Medan

Setelah para pedagang dari Arab masuk ke wilayah Indonesia terutama di Sumaterara seperti dari Barus dan Aceh, penyebaran agama Islam diyakini terus berkembang, hingga akhirnya penyebarannya sampai ke Kota Medan yang telah melewati berbagai macam jalur. Perkembangan Islam di Kota Medan tidak terlepas dari peran Kesultanan Deli yang menganut agama Islam sehingga banyak masyarakat pengikutnya juga memilih agama Islam. Bahkan pada saat itu, hampir seluruh masyarakat Melayu beragama Islam. Pembangunan Masjid Al-Osmani didekat pelabuhan yang merupakan awal mula perkembangan Islam yang dibawa oleh Kesultanan Deli di Kota Medan. Ketika perdagangan mulai berlangsung


(47)

dipusat Kota Medan, para pedagang dari berbagai daerah bahkan mancanegara mulai berinteraksi di pusat Kota Medan tepatnya pada daerah Kesawan. Interaksi antar agama pun terjadi tanpa terkecuali agama Islam itu sendiri. Dari interaksi inilah mulai dibangunnya beberapa rumah ibadah di daerah Kesawan tersebut, termasuk Masjid yang merupakan rumah ibadah umat Muslim. Tercatat dalam sejarah, tokoh penyebar Islam di Medan adalah KH Said Bakrin pada Abad 16. Ia berasal dari suku Melayu. Selain Said Bakrin, tercatat pula ulama-ulama pengembang ajaran Islam yang lain, seperti Abu Bakar Yakub dan Annas Tanjung. Mereka dilatih untuk menyebarkan ajaran Islam di Medan (pemkomedan.go.id).

Perkembangan Masjid di Kota Medan saat ini sangatlah pesat, hal ini dikarenakan banyaknya jumlah masyarakat yang beragama Islam di Kota Medan. Pertumbuhan jumlah Masjid terus berkembang. Hal ini juga dikarenakan Pemerintah Kota Medan terus mendukung program yang berkenaan dengan pembinaan mental dan spiritual warga Kota Medan. Sampai saat ini tercatat sekitar 1040 bangunan Masjid dan Mushallah berdiri di Kota Medan. Jumlah tersebut juga menunjukkan bahwa besarnya antusias orang Muslim di Kota Medan untuk beribadah kepada Allah SWT. Untuk itu seharusnya peran Masjid yang banyak tersebut bisa dimanfaatkan orang Islam secara maksimal untuk mencapai keridhoan Allah SWT.


(48)

4.3Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 40 nazir Masjid di Kota Medan yang menjadi responden dalam penelitian ini, maka didapatkan data para nazir Masjid sebagai berikut.

Tabel 4.1

Data 40 Nazir yang Menjadi Responden

No Umur

(Thn)

Pendidikan Pekerjaan Lama Jadi Nazir

Kecamatan

1 42 D1 Wiraswasta 18 Tahun Medan Selayang

2 27 S1 Guru 1,5 Tahun Medan Selayang

3 29 D3 Guru 3 Tahun Medan Selayang

4 45 D1 Wiraswasta 8 Tahun Medan Selayang

5 25 D3 Pegawai Negeri 9 Bulan Medan Selayang

6 33 SMA Guru 5 Tahun Medan Selayang

7 52 SMP Wiraswasta 12 Tahun Medan Selayang

8 26 S1 Guru 2 Tahun Medan Selayang

9 29 SMA Wiraswasta 4 Tahun Medan Area

10 35 SMA Pegawai Negeri 3 Tahun Medan Area

11 37 S1 Pegawai Negeri 5 Tahun Medan Area

12 42 D3 Wiraswasta 8 Tahun Medan Area

13 31 SMA Wiraswasta 2,5 Tahun Medan Barat

14 47 SMA Wiraswasta 11 Tahun Medan Barat

15 55 SMA Pegawai Negeri 15 Tahun Medan Barat


(49)

17 31 S1 Guru 2 Tahun Medan Belawan

18 54 SMA Wiraswasta 15 Tahun Medan Belawan

19 28 D3 Pegawai Swasta 1 Tahun Medan Deli

20 32 S1 Pegawai Swasta 5 Tahun Medan Deli

21 28 SMA Wiraswasta 3 Tahun Medan Helvetia

22 48 D3 Wiraswasta 5 Tahun Medan Helvetia

23 33 D3 Pegawai Swasta 10 Bulan Medan Helvetia

24 45 SMA Wiraswasta 8 Tahun Medan Helvetia

25 37 S1 Guru 6 Tahun Medan Helvetia

26 54 S2 Dosen 12 Tahun Medan Johor

27 49 D1 Wiraswasta 7 Tahun Medan Johor

28 44 S1 Guru 13 Tahun Medan Johor

29 32 SMA Pegawai Swasta 4 Tahun Medan Johor

30 29 SMA Wiraswasta 1 Tahun Medan Labuhan

31 42 S1 Guru 7,5 Tahun Medan Labuhan

32 27 S1 Pegawai Swasta 2 Tahun Medan Petisah

33 36 S1 Guru 4 Tahun Medan Petisah

34 55 S2 Dosen 8 Tahun Medan Polonia

35 49 D3 Wiraswasta 11 Tahun Medan Polonia

36 40 SMA Wiraswasta 3,5 Tahun Medan Sunggal

37 45 SMA Wiraswasta 3 Tahun Medan Sunggal


(50)

39 27 SMA Wiraswasta 2,5 Tahun Medan Sunggal

40 51 SMA Wiraswasta 14 Tahun Medan Sunggal

Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian

4.4Pembahasan

Agar mudah dianalisis data dari 40 responden tersebut di atas dikelompokkan kedalam beberapa kriteria. Setelah dikelompok-kelompokkan maka kemudian data tersebut dianalisis seperti berikut:

Tabel 4.2

Pengelompokan Berdasarkan Umur Nazir

Umur (tahun) Jumlah

<16 0

16>29 11

30>39 10

40>49 12

50> 7

Total 40

Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian

Berdasarkan analisis data tabel di atas dapat dilihat bahwa tidak ada nazir yang berumur di bawah 16 tahun, dimana umur 16 tahun tersebut sering dianggap sebagai umur dewasa seseorang. Hal ini berarti bahwa seluruh nazir Masjid di Kota Medan adalah orang yang telah dewasa dan dianggap mampu melaksanakan pengelolaan Masjid.

Dapat dilihat juga bahwa ada 11 orang yang berumur antara 16-29 dan 10 orang yang berusia antara 30-39 tahun, bisa dikatakan bahwa lebih dari setengah


(51)

nazir ini dimasukkan kedalam golongan muda. Kelebihan dari para kelompok muda ini yakni mereka memiliki semangat dan ide-ide baru sehingga mereka lebih kreatif dan aktif dalam mengelola Masjid dibandingkan kelompok tua. Kekurangannya yaitu beberapa masyarakat belum terlalu yakin akan kemampuan mereka karena umurnya yang dianggap masih muda. Untuk nazir yang berumur di atas 40 tahun jumlahnya bila digabungkan sebanyak 19 orang. Ini menunjukkan bahwa masyarakat masih mempercayai mereka untuk mengelola Masjid, dan kelebihannya yaitu masyarakat sangat menghormati mereka. Kekurangannya yaitu karena umurnya yang bisa dibilang tua semangat mereka tidak seperti golongan muda, lebih sering sakit dan daya pikirnya juga mulai berkurang.

Tabel 4.3

Pengelompokan Berdasarkan Pendidikan Nazir

Pendidikan Jumlah

SMP 1

SMA 15

D1-D3 11

S1 12

S2 2

Total 40

Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian

Dari tabel 4.3 terlihat data tentang pendidikan para nazir, dimana hanya terdapat 1 orang nazir yang berpendidikan SMP, sedangkan 39 orang nazir lainnya berpendidikan SMA keatas. Hal ini menunjukkan bahwa para nazir di Kota Medan merupakan orang-orang yang berpendidikan karena telah mengikuti


(52)

anjuran pemerintah wajib belajar 12 tahun. Terdapat 12 nazir diantaranya berpendidikan cukup tinggi yakni S1, bahkan terdapat 2 nazir yang berpendidikan S2. Hal ini cukup menggembirakan karena para nazir Masjid di Kota Medan sebagian merupakan orang-orang yang berpendidikan tinggi.

Tabel 4.4

Pengelompokan Berdasarkan Lama Menjadi Nazir Masjid

Lama jadi nazir (tahun)

Jumlah

<2,1 9

2,1>3 6

3,1>4 4

4,1>5 4

5> 17

Total 40

Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian

Dari hasil pengelompokan data di atas dapat dilihat ada 9 responden yang telah menjadi nazir di bawah 2,1 tahun, kebanyakan dari mereka merupakan nazir yang berumur dibawah 30 tahun. Untuk responden yang telah menjadi nazir melebihi 5 tahun berjumlah 17, dan hampir keseluruhannya adalah responden yang telah berumur di atas 30 tahun. Bahkan didapati juga responden yang telah menjadi nazir melebihi 18 tahun, hal ini cukup menggembirakan karena ini menunjukkan bahwa nazir-nazir di Kota Medan merupakan orang-orang yang cukup bisa dipercaya masyarakat.


(53)

Tabel 4.5

Pengelompokan Berdasarkan Pekerjaan Nazir

Pekerjaan Jumlah

Wiraswasta 19

Pegawai Negeri 5

Pegawai Swasta 5

Guru 9

Dosen 2

Total 40

Sumber: Hasil Kuesioner Penelitian

Dari data di atas dapat dilihat bahwa terdapat 19 nazir atau hampir sebagian dari responden yang berprofesi sebagai wiraswasta, contohnya pedagang, pemilik kontrakan, dll. Hampir seluruhnya juga bertempat tinggal didekat Masjid, sehingga mereka lebih sering dan lebih aktif dalam mengelola Masjid dibandingkan pegawai Negeri, pegawai swasta, guru dan dosen, dimana waktu mereka lebih sedikit karna tuntutan waktu untuk bekerja lebih banyak.

Dari data terlihat juga bahwa terdapat 9 nazir yang berprofesi sebagai guru dan 2 nazir sebagai dosen. Hal ini menunjukkan bahwa nazir Masjid di Kota Medan sebagian diisi oleh orang-orang yang cukup berpendidikan.


(54)

Tabel 4.6

Crosstab Antara Umur dan Pendidikan

Umur Pendidikan Total

SMP SMA D1-D3 S1 S2

16-29 Jumlah 0 4 3 4 0 11

Jumlah yang diharapkan

0,3 4,1 3 3 0,6 11

30-39 Jumlah 0 4 1 5 0 10

Jumlah yang diharapkan

0,3 3,8 2,8 2,8 0,5 10

40-49 Jumlah 0 4 6 2 0 12

Jumlah yang diharapkan

0,3 4,5 3,3 3,3 0,6 12

50> Jumlah 1 3 1 0 2 7

Jumlah yang diharapkan

0,2 2,6 1,9 1,9 0,4 7

Total Jumlah 1 15 11 11 2 40

Jumlah yang diharapkan

1 15 11 11 2 40

Dengan komposisi data di atas, maka dapat dilihat bahwa umur nazir berpengaruh terhadap jenjang pendidikan para nazir tapi tidak terlalu banyak pengaruhnya. Hal ini dapat dilihat dari makin tinggi umur nazir pendidikannya juga makin baik. Terlihat pada nazir yang berumur 16-29 tahun yang berpendidikan S1 ada 4 nazir sedangkan yang berumur 30-39 tahun lebih banyak ada 5 orang. Selanjutnya yaitu untuk yang berpendidikan S2 ada 2 nazir yang berumur di atas 50 tahun, sedangkan dibawah 50 tahun tidak ada. Hali ini menunjukkan bahwa umur nazir cukup berpengaruh terhadap tingkat pendidikan para nazir.


(55)

Tabel 4.7

Crosstab Antara Umur Terhadap Lama Menjadi Nazir

Umur Pendidikan Total

<2,1 2,1-3 3,1-4 4,1-5 5>

16-29 Jumlah 7 3 1 0 0 11

Jumlah yang diharapkan

2,5 1,9 0,8 1,1 4,7 11

30-39 Jumlah 2 2 2 3 1 10

Jumlah yang diharapkan

2,3 1,8 0,8 1 4,3 10

40-49 Jumlah 0 2 0 1 9 12

Jumlah yang diharapkan

2,7 2,1 0,9 1,2 5,1 12

50> Jumlah 0 0 0 0 7 7

Jumlah yang diharapkan

1,6 1,2 0,5 0,7 3 7

Total Jumlah 9 7 3 4 17 40

Jumlah yang diharapkan

9 7 3 4 17 40

Dengan komposisi data di atas terlihat bahwa umur nazir cukup berpengaruh terhadap lama seseorang menjadi nazir. Bisa dilihat bahwa untuk nazir yang berumur antara 16-29 tahun kebanyakan lama mereka menjadi nazir Masjid yaitu di bawah 3 tahun yang berjumlah 10 dari 11 orang nazir. Sedangkan untuk yang menjadi nazir di atas 5 tahun tidak ada, padahal jumlah yang diharapkan sekitar sekitar 4-5 orang.

Untuk nazir yang berumur diatas 40 tahun banyak yang sudah menjadi nazir Masjid melebihi 5 tahun bahkan melebihi jumlah yang diharapkan, seperti yang terlihat untuk nazir yang berumur 50 lebih diharapkan hanya 3 ternyata terdapat 7 orang. Ini menandakan umur nazir cukup berpengaruh terhadap lama jadi nazir.


(56)

Tabel 4.8

Crosstab Antara Pekerjaan Terhadap Lama Menjadi Nazir

Pekerjaan Pendidikan Total

<2,1 2,1-3 3,1-4 4,1-5 5>

Wiraswasta Jumlah 1 5 1 1 11 19

Jumlah yang diharapkan

4,3 3,3 1,4 1,9 8,1 19 Pegawai

Swasta

Jumlah 4 0 1 1 0 6

Jumlah yang diharapkan

1,4 1,1 0,5 0,6 2,6 6

Pegawai Negeri

Jumlah 1 1 0 1 1 4

Jumlah yang diharapkan

0,9 0,7 0,3 0,4 1,7 4

Guru Jumlah 3 1 1 1 3 9

Jumlah yang diharapkan

2 1,6 0,7 0,9 3,8 9

Dosen Jumlah 0 0 0 0 2 2

Jumlah yang diharapkan

0,5 0,4 0,2 0,2 0,9 2

Total Jumlah 9 7 3 4 17 40

Jumlah yang diharapkan

9 7 3 4 17 40

Dengan komposisi data di atas terlihat bahwa pekerjaan juga cukup berpengaruh terhadap lama seseorang menjadi nazir Masjid. Dapat dilihat yang telah menjadi nazir melebihi 5 tahun kebanyakan adalah wiraswasta dan dosen yang jumlahnya melebihi jumlah yang diharapkan. Contohnya wiraswasta jumlah yang diharapkan hanya 8 orang tetapi terdapat 11 orang. Salah satu penyebabnya adalah jam kerja mereka yang tidak terikat sehingga mereka lebih bisa meluangkan waktu untuk mengurus Masjid.


(57)

Analisis Penerapan 9 Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam di Institusi Masjid 4.4.1 Muslim yang Rajin dan Aktif

Semua orang Muslim dituntut agar menjadi manusia yang rajin dan aktif. Allah sangat membenci orang-orang yang malas dan menunda-nunda pekerjaannya. Apalagi dalam mengelola Masjid yang merupakan rumah Allah (Baitullah) maka sudah seharusnya dikelola dengan baik oleh masyarakat terutama para nazir Masjid, baik dalam kegiatan Masjid yaitu pengelolaan kas Masjid yang baik, kebersihan, kegiatan-kegiatan sosial ekonomi serta pengembangan perpustakaan. Oleh karena bekerja rajin dan aktif merupakan satu prinsip yang dituntut dalam pengelolaan Masjid dari aset Islam, maka patutlah hal ini dipertanyakan kepada nazir Masjid sebagai pengelola. Hasil penelitian terhadap keaktifan keanggotaan kenaziran Masjid didapatkan hasil sebagai berikut.

Gambar 4.1 Jawaban Responden Tentang Aktif/ Tidak Dalam Mengelola Masjid

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Ya Tidak

38


(58)

Berdasarkan Gambar 4.1 Dari 40 responden didapatkan 38 (95%) kenaziran Masjid yang aktif, sedangkan 2 (5%) nazir lainnya masih kurang aktif. Ini berarti pengelolaan Masjid di Kota Medan sudah aktif dalam pengelolaannya. Berdasarkan penelitian ini juga didapati bahwa seluruh responden atau nazir Masjid telah berumur diatas 16 tahun, sehingga mereka diyakini cukup dewasa dalam melaksanakan seluruh tindakan pengelolaan.

4.4.2 Dilarang Memakan Harta Hasil Riba

Riba adalah penambahan yang disertakan terhadap barang pada saat pengembalian barang tersebut ketika diadakannya akad yang menyebabkan salah satu pihak rugi. Umat Islam dilarang keras mengambil dan memakan harta hasil riba. Rasulullah SAW bersabda, diriwayatkan dari Jabir r.a.: Rasulullah SAW mengutuk pemakan riba, orang yang memberi makan (keluarganya) dengan harta riba, penulis riba, dan kedua saksi riba. Beliau bersabda, “Semua itu (hukumnya) sama”.

Di institusi Masjid hal ini dapat dilihat dalam pengelolaan kas Masjid, yaitu ketika melakukan penyimpanan kas. Apakah kas itu disimpan di bank konvensional yang menggunakan sistem bunga (riba) atau bank Syariah dengan sistem bagi hasil (diperbolehkan oleh syara’), maka jawaban responden ketika diadakan penelitian dapat dilihat dalam gambar berikut.


(59)

Gambar 4.2 Bank Tempat Penyimpanan Kas Masjid

Dari gambar 4.2 terdapat 35 nazir (87,5%) yang menyimpan uang kasnya di bank Syariah baik itu Bank Muamalat, Bank Mandiri Syariah, Bank Sumut Syariah, sedangkan 5 nazir lainnya dengan persentase (12,5%) masih menyimpan uang kasnya di bank konvensional seperti Bank BNI, Bank BRI, dan Bank MANDIRI. Dua nazir beralasan hal ini dikarenakan nazir-nazir terdahulu sudah menyimpan kas Masjid dibank konvensional dan 3 lagi dikarenakan lokasi Bank Syariah terlalu jauh sedangkan yang dekat hanya bank konvensional. Dari presentase di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar Masjid di Kota Medan telah berusaha menghindari lembaganya terlibat unsur riba dengan cara menggunakan fasilitas bank Syariah dan menolak fasilitas bank konvensional.

4.4.3 Dapat Dipertanggungjawabkan (Pernah Diaudit Akuntan Publik).

Dalam Islam semua orang Muslim diwajibkan mampu mempertanggung jawabkan setiap perbuatannya, terutama diinstitusi Masjid para nazir harus mampu mempertanggung jawabkan pengelolaan harta Masjid dengan baik agar

0 5 10 15 20 25 30 35

Menyimpan Di Bank

Syariah Menyimpan Di Bank Konvensional

35


(60)

terhindar dari kecurigaan masyarakat. Untuk itu salah satu cara yang bisa dilakukan para nazir yaitu dengan cara melakukan pemeriksaan harta keuangan Masjid dengan bantuan jasa Akuntan Publik. Dari hasil penelitian terhadap Masjid apakah telah pernah diaudit Akuntan Publik atau tidak, maka didapatkan hasil sebagai berikut.

Gambar 4.3 Masjid yang Pernah Diaudit Akuntan Publik dan yang Belum Pernah Dari gambar 4.3 di atas dapat dilihat bahwa dari 40 Masjid yang ada di Kota Medan 38 (95%) belum pernah diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga keuangan swasta, sedangkan terdapat 2 Masjid (5%) lainnya yang telah pernah diaudit oleh Akuntan Publik yaitu Masjid Al-Musaddin yang berada di kompleks perumahan Taman Setia Budi Indah (Tasbih) dan Masjid Al-Jihad Jln. Abdul Lubis. Hal ini menunjukkan bahwa Masjid yang berada di Kota Medan belum banyak yang melakukan audit terhadap harta Masjid. Hal ini juga dikarenakan

5%

95%


(61)

para nazir merasa belum perlu diadakannya audit keuangan terhadap kas Masjid karena jumlah kas Masjid tidaklah terlalu banyak, sebab lainnya yaitu pencatatan yang mereka lakukan dianggap sudah cukup sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada masyarakat. Jika dalam beberapa prinsip-prinsip lainnya didapati hasil penelitian yang relatif memuaskan, namun dalam hal audit, hasil penelitian ini relatif tidak memuaskan.

4.4.4 Keterbukaan

Salah satu prinsip Ekonomi Islam yaitu keterbukaan, prinsip ini dapat dilihat dari bagaimana para nazir Masjid menunjukkan hasil pengelolaan harta Masjid kepada masyarakat secara terbuka. Biasanya dengan memaparkan catatan pengelolan kas Masjid setiap minggunya dipapan catatan kas Masjid disetiap Masjid di Kota Medan. Dari hasil penelitian maka didapatkan hasil sebagai gambar berikut.

Gambar 4.4 Masjid yang Memiliki Papan Pencatatan Kas

0 10 20 30 40

Terbuka


(62)

Dari gambar 4.4 di atas diketahui bahwa 40 (100%) Masjid di Kota Medan memiliki papan pengumuman tentang pencatatan kas. Ini berarti Masjid-Masjid di Kota Medan telah menerapkan sistem keterbukaan secara menyeluruh. Hal ini dapat dilihat pada pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas Masjid terutama infaq masyarakat tiap hari Jum’at selalu dicatat dalam papan pencatatan keuangan Masjid. Baik itu digunakan untuk pembayaran honor khatib, pembelian peralatan dan perlengkapan Masjid, biaya pengajian, serta biaya lainnya.

4.4.5 Pengembangan Harta Secara Ekonomis dan Sosial

Harta Masjid selain digunakan untuk pembiayaan sehari-hari Masjid seperti kebersihan, honor Khatib, biaya air, listrik semestinya harta Masjid tersebut dipergunakan untuk hal-hal lain yang berguna untuk kepentingan Masjid dan masyarakat dari pada hanya disimpan. Harta tersebut merupakan harta seluruh umat Islam maka alangkah baiknya apabila bisa digunakan untuk hal-hal yang bersifat ekonomis dan sosial yang dapat mendatangkan manfaat kepada Masjid dan masyarakat sekitar dengan tidak menyalahi aturan syariat Islam. Contoh penggunaanya seperti pendirian koperasi, puskesmas, kegiatan- kemasyarakatan, sunatan massal, Tk, bahkan sekolah dan universitas. Oleh karena itu, dipandang sesuai untuk menanyakan hal ini kepada para responden sehingga dapat diketahui kondisi harta Masjid secara ekonomis. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


(63)

Gambar 4.5 Pengembangan Harta Masjid

Dari gambar 4.5 dapat dilihat bahwa terdapat 35 (87,5%) Masjid di Kota Medan tidak mengembangkan hartanya. Artinya uang yang diperoleh Masjid tersebut tidak digunakan untuk sesuatu usaha yang bersifat produktif dan sosial hanya digunakan untuk pembiayaan Masjid dan selebihnya hanya disimpan di bank saja. Tetapi terdapat 5 Masjid (12,5%) yang telah mengembangkan hartanya terutama dibidang sosial, seperti Masjid Al-Musaddin yang telah memiliki sekolah TK, SD, SMP, Polimas, dan kegiatan sosial, seperti kitanan massal, pemberian makan anak yatim, subsidi terhadap LP, desa binaan, dan memberikan gaji terhadap guru-guru di desa. Masjid Agung juga mengembangkan hartanya untuk pendidikan anak-anak dengan mendirikan sekolah TK dan perpustakaan yang dibuka untuk umum.

12%

88%

Dikembangkan Secara Ekonomis dan Sosial Tidak Dikembangkan


(64)

4.4.6 Konsumsi Makanan dan Minuman yang Halal dan Baik

Dalam Islam semua orang-orang Muslim diwajibkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan yang baik untuk kesehatan. Dalam hal konsumsi, para pengurus Masjid telah terlebih dahulu memastikan pembelian barang yang digunakan untuk Masjid terutama ketika diadakannya kegiatan seperti ketika ceramah agama, perayaan hari raya, pembelian hewan qurban, pengajian bulan Ramadhan dan buka puasa bersama di bulan Ramadhan, pengurus Masjid telah memastikan bahwa yang dibeli merupakan barang yang halal, baik transaksinya maupun cara memperolehnya. Dari hasil penelitian terhadap 40 nazir Masjid maka ditemukan hasil sebagai berikut.

Gambar 4.6 Jawaban Nazir Tentang Kondisi Konsumsi

Dari hasil penelitian pada Gambar 4.6 diatas dapat dilihat bahwa 40 (100%) Masjid yang telah diteliti seluruhnya telah membelanjakan hartanya pada barang yang halal dan dapat dipastikan kehalalannya.

100% 0%


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Dari hasil seluruh pengelolahan data maka dapat disimpulkan bahwa penerapan 9 prinsip-prinsip ekonomi Islam di Institusi Masjid di Kota Medan yang telah diterapkan sekitar 79 %, sedangkan yang masih belum diterapkan adalah sekitar 21 %. Hal ini menunjukkan bahwa para BKM Masjid di Kota Medan telah berusaha untuk menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam relative lebih baik.

2. Dari hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang termasuk menghambat dalam proses penerapan prisnsip-prinsip ekonomi Islam di institusi Masjid adalah sebagai berikut:

a. Kesadaran terhadap pentingnya bantuan Akuntan Publik dalam membantu proses audit keuangan Masjid 43%.

b. Kekurangan dana sebanyak 42 %.

c. Perbedaan harga barang kebutuhan Masjid pada toko pemilik Muslim dan non-muslim sebanyak 9%.

d. Lokasi dan jarak bank sebanyak 6%.

3. Dari 40 responden yang diteliti terdapat 1 Masjid yang telah mampu menerapkan 9 prinsip ekonomi Islam yang disebutkan dalam skripsi ini yaitu Masjid Al-Musaddin di komplek TASBIH. Masjid ini bahkan mampu membantu masyarakat sekitar dengan mendirikan beberapa sekolah seperti TK, SD, SMP bahkan berencana untuk membangun universitas juga. Selain


(2)

itu mereka juga sering memberikan bantuan sosial berupa santunan terhadap anak yatim, desa binaan, kitanan massal, pembayaran gaji guru dibeberapa desa, Polimas, dan mobil pick up yang diperuntukkan membantu masyarakat sekitar.

5.2Saran

1. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dari 9 Prinsip-Prinsip ekonomi Islam ditemukan 2 poin yang masih belum banyak diterapkan di institusi Masjid, yaitu:

1) Pertanggungjawaban harta Masjid kepada masyarakat dengan cara diaudit oleh Akuntan Publik.

Untuk itu perlu adanya perhatian pemerintah lebih serius dalam membantu mengelola harta Masjid dan perlu adanya kerjasama dengan Akuntan Publik, agar para nazir Masjid sadar bahwa harta Masjid juga perlu diaudit agar bentuk pertanggungjawabannya lebih dipercayai masyarakat, khususnya masyarakat Kota Medan.

2) Pengembangan harta secara ekonomis dan social.

Dalam hal ini pemerintah seharusnya lebih mendorong masyarakat untuk lebih giat dalam menginfaqkan dan mensedekahkan sebagian hartanya di Masjid agar dapat dipergunakan untuk perkembangan Masjid dan agama Islam, serta agar dapat dikembangkan untuk kemaslahatan, terutama masyarakat sekitar Masjid. Pemerintah juga seharusnya bekerjasama dengan para ekonom Islam dan para Ulama


(3)

untuk menemukan cara ataupun produk-produk yang sesuai dalam mengembangkan harta Masjid agar para nazir Masjid lebih baik dalam mengembangkan harta Masjid, karna harta Masjid adalah harta seluruh orang Islam.

2. Pemerintah seharusnya bekerjasama dengan para Ulama dan para ekonom Islam untuk membentuk sebuah badan yang mengurus harta dan keuangan Masjid di Kota Medan, serta menciptakan produk-produk ekonomi yang sesuai dengan ekonomi Islam agar harta Masjid dapat dikelola dengan baik, yang pada akhirnya akan dapat menyatukan keuangan Masjid. Selanjutnya harta Masjid ini dapat dipergunakan untuk kepentingan umat Islam, baik itu secara ekonomis dan secara sosial.

3. Seharusnya Pemerintah dan masyarakat mampu mengelola Masjid terutama untuk hal yang bisa mendatangkan keuntungan kepada Masjid dan masyarakat, dengan cara mengembangkan suatu usaha berbasis syariah yang produktif, apabila berhasil maka akan didapati Masjid yang mandiri, yang mampu membantu mensejahterakan masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA Buku:

A. Karim, Adiwarman, 2006. Bank Islam, Jakarta :PT. Raja Grafindo. Chapra, M. Umer, 2000. Sistem Moneter Islam, Jakarta:Gema Insani Press.

Huda, Nurul, dkk. 2009. Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Hasan, M. Ali, 2003. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Krismiaji, 2002. Sistem Informasi Akuntansi, Yogyakarta: AMP Ykpn.

Manna, M. Abdul, 1997. Teori dan Praktik Ekonomi Islam ( terjemahan M. Nastangin). Yogyakarta: PT Dana Bakti Wakaf.

Rianto, Amalia, dkk, 2010. Teori Mikro Ekonomi: Suatu Perbandingan Ekonomi

Islam dan Ekonomi Konvensional. Jakarta: Kencana Media Group.

Sukirno, Sadono, 2000. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Supardri dan Teuku Amiruddin, 2001. Manajemen Masjid dalam Pembangunan Masyarakat: Optimalisasi Peran & Fungsi Masjid, Yogyakarta: UII Press. Suprayitno, Eko, 2005. Ekonomi Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tim Abdi Guru (Wahyu Adji, Suwerli dan Suratno), 2004. Ekonomi SMA untuk SMA Kelas X, Jakarta: Erlangga.

Zallum, Abdul Qadim, 1983. Al Amwal Fi Daulah Al Khilafah, Beirut: Darul ‘Ilmi Lil Malayin.

Website:

Irfan Syauqi Beik.

KH Ahmad Thoha. MA. Peranan Masjid Dalam Meningkatkan Kesejahteraan

Uma. http://www.Masjidalakbar.com

KH Umar Fanani. Nabi Muhammad Saw, Figur Teladan Umat. Masjidalakbar.com.


(5)

www.wakafcenter.com Koran:

Syahrial Malik, 2013. “Masjid tempat kegiatan kepentingan dunia akhirat” Koran Analisa, tangal 06 April 2013, hal 16.


(6)

Contoh Lampiran Keterbukaan Pencatatan Keuangan Masjid

DAFTAR NAMA YANG INFAQ PEMBANGUNAN MASJID AL-MUTAQIN TAHAP II.

Gg. Tengah. Jln.Setiabudi. Tanjung Sari. Medan.

NO TANGGAL NAMA JUMLAH (RP)

1 3-7-2013 Alm. Johanuddin SE 21.500.000

2 5-7-2013 Ibu Jamiah 200.000

3 7-7-2013 Alm. Rejowino 300.000

4 10-7-2013 Hamba Allah 300.000

5 16-7-2013 Hamba Allah 1.000.000

6 17-7-2013 Hamba Allah 100.000

7 17-7-2013 Hamba Allah 00.000

8 17-7-2013 Hamba Allah 00.000

9 21-7-2013 Alm. H.M Ali Puteh 500.000

10 21-7-2013 Alm. Hj. Nasrah 1.500.000

11 24-7-2013 Ibu Kasiah 1.500.000

12 26-7-2013 Perwiritan Ibu Istiqomah 1.000.000

13 5-8-2013 Alm. Siti Maryam 500.000

14 7-8-2013 Infaq Bakso Paiman 2.150.000

15 7-8-2013 Alm. Muryadi 1.000.000

16 10-8-2013 Hj. Dewa Srg 1.000.000

17 13-8-2013 Isnaini Yulinar 200.000

18 15-8-2013 Kel. Bambang 500.000

19 29-8-2013 Perwiritan Ibu gg Tengah 300.000

20 2-9-2013 Hamba Allah 700.000

21 Dst.

Catatan:

Infaq pembangunan Masjid AL-MUTAQIN tahap I Uang masuk: Rp. 317.562.000

Uang keluar: Rp. 317.565.000 -Rp. 3000