BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian - Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

  Metodologi yang digunakan penulis dalam penelitian fungsi dan peran Mansion Tjong A Fie dalam melestarikan budaya Cina di Medan dengan metode Antropologi budaya dan dengan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

  Yang lebih menekankan hasil pengamatan terutama pada fungsi Tjong A fie Memorial Institute dalam melestarikan budaya Cina di Medan. Data dan informasi dikumpulkan selain bukan sekunder dari literatur-literatur tertulis, juga data-data penelitian dilapangan mengenai ke objek yang bersangkut paut dengan pokok pembahasan.

  Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskriptifkan apa-apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskriptifkan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa, melainkan variable-variabel yang diteliti.

  Metode deskriptif kualitatif adalah data-data yang dikumpulkan bukanlah angka- angka, tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal ini tersebut sebagai akibat dari metode kualitatif. Semua yang ikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan dengan penamaan kualitatif. Deskriptif merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat sesuai dengan sifat ilmiah, (Fatimah,1993:16) Data yang dikumpulkan berasal dari naskah, artikel, wawancara, catatan, lapangan, foto, dokumen pribadi, dsb. Data digambarkan sesuai hakikatnya (ciri kriteria ilmiah tertentu ) secara intitutif kebahasaan, berdasarkan pemerolehan (pengalaman gramatika) kaidah kebahasaan tertentu sebagai hasil studi pustaka pada awal penelitian dimulai). Hal ini tersebut hendaknya disusun dengan teliti bagian dengan bagian dengan pertimbagan ilmiah, (Fatimah, 1993:7). Secara deskriptif peneliti dapat memberikan ciri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilihan data yang dilakukan pada tahap pemilihan data setelah data terkumpul. Dengan demkian penulis akan selalu mempertimbangkan data dari watak itu sendiri, dan hubungannya dengan data lainnya secara keseluruhan, peneliti tidak berpandangan bahwa sesuatu itu memang demikian adanya, akan tetapi harus diberikan berdasarkan pertimbangan ilmiah yang digunakannya sebagai pisau (alat) kajiannya, (Fatimah, 1993 : 7). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis suatu keadaan atau status fenomena secara sistematis dan akurat mengenai fakta dari makna fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam melestarikan budaya Cina Medan.

3.1.1 Teknik Pengumpulan Data

  Langkah dalam teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui Studi lapangan dan Studi kepustakaan.

  Adapun proses yang dilakukan adalah : 1.

  Melakukan pengamatan ke lokasi penelitian, yaitu Tjong A Fie Memorial Institute.

  2. Mewawancarai beberapa tokoh masyarakat untuk memudahkan penulis untuk mengerjakan tulisan ini, serta mendapatkan informasi tentang peranan mansion Tjong A Fie dalam melestarikan budaya Cina di Medan.

  3. Mengumpulkan buku-buku, artikel atau skripsi yang diharapkan dapat mendukung penelitian ini kemudian memilih data yang dianggap paling penting dan penyusunannya secara sistematis.

3.1.1.1 Observasi

  Observasi atau pengamatan, dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan yang juga berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan. Dalam penelitian ini penulis hanya mengadakan berkali-kali pengamatansecara langsung ke Tjong A Fie Memorial Institute. Pengamatan tersebut dilakukan dengan berjalan mengelilingi museum tersebut,mengamati benda-benda peninggalan serta foto-foto yang masih terpajang.

3.1.1.2 Wawancara

  Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah teknik wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung kepada subjek penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Soehartono (1995 : 67) yang mengatakan “…wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara, jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alah perekam (tape recorder)” Koentjaraingrat (1981 : 139) juga mengemukakan bahwa wawancara itu sendiri terdiri dari beberapa bagian, yaitu, “…wawancara terfokus, bebas dan sambil lalu. Wawancara terfokus diskusi pada pokok permasalahan. Wawancara sambil lalu adalah diskusi langsung yang dilakukan untuk menambah/melengkapi data yang sudah terkumpul.” Sesuai dengan pendapat Soehartono dan Koentjaraningrat mengenal kegiatan wawancara maka penulis telah mempersiapkan hal yang berhubungan dengan kegiatan wawancara demi kelancaran seperti alat tulis, daftar pertanyaan. Wawancara penulis lakukan dengan beberapa orang yang menjadi populasi penelitian yaitu :

  1. Wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat Tionghoa yang juga keturunan Tjong A Fie, yaitu Fon Prawira, untuk mendapatkan informasi tentang sejarah Tjong A Fie, sejarah Museum Tjong A Fie, sejarah budaya Peranakan Cina.

  2. Wawancara dengan salah satu wisatawan yang juga pengamat budaya yaitu, Ibu Drg. Insan Mulyardewi. Untuk mendapat tambahan data mengingat data yang penulis dapat dari Informan pertama sudah hampir lengkap sesuai dengan yang penulis butuhkan.

3. Wawancara dengan bapak Lu Jun seorang masyarakat Tionghoa. Untuk mengetahui pendapatnya mengenai Tjong A Fie Memorial Institute.

  Pada saat proses wawancara berlangsung penulis menerapkan metode wawancara bebas. Dimana pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada informan berlangsung dari satu masalah ke masalah lain tetapi tidak keluar dari topik permasalahan.

3.1.1.3 Studi kepustakaan

  Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, sebagai kerangka landasan berfikir dalam tulisan ini, penulis melakukan studi kepustakaan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna melengkapi apa yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian dari hasil wawancara. Sumber bacaan atau literatur itu dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi. Selain itu sumber bacaan yang menjadi tulisan pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, skripsi, artikel atau berita dari surat kabar dan berita dari internet.

  3.1.2 Teknik Analisis Data

  Analisis data dalam penelitian ini akan diupayakan untuk memperdalam atau mengintepretasikansecara spesfik dalam rangka menjawab keseluruhan pertanyaan penelitian. Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis menggunakan teori uses and functions dan kemudian diklasifikasikan dengan melihat relevansi dari data tersebut. Pengklasifikasian bertujuan untuk menghindari data yang bertumpang tindih dan untuk mempermudah penulis untuk mengolah data tersebut. Hasil dari data yang telah diolah tersebut penulis jadikan sebagai laporan dalam bentuk skripsi.

  3.1.3 Lokasi Penelitian

  Lokasi penelitian berada di Medan, di jalan Jend. Ahmad Yani no. 105. Tepatnya Tjong A Fie Memorial institute. Pemilihan lokasi penelitian adalah dikarenakan tempat penelitian merupakan judul yang diangkat penulis dalam skripsinya. Dan penulis dengan mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan di sini.

  

BAB IV

GAMBARAN UMUM MENGENAI TJONG A FIE

4.1Tjong A Fie

4.1.1 Sejarah Kedatangan Tjong A Fie

Gambar 1.1 Tjong A Fie

  Tjong A Fie adalah seorang keturunan suku Hakka atau Khe dari desa kecil Meixian, didaerah Guandong, bagian selatan negeri Cina. Disana Tjong A Fie dikenal dengan nama Tjong Fung Nam atau Tjong Yao Xuan, berganti menjadi Tjong A Fie setelah pindah ke Medan sebagai pegusaha Cina tersukses ditanah Sumatera Ia berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya hanya memiliki toko kelontong yang tak banyak meraih untung. Ia bersama kakaknya Tjong Yong Hian, terpaksa harus meninggalkan bangku sekolahnya demi membantu menjaga toko setiap hari. Mereka berhenti sekolah ketika sudah pandai menulis dan membaca. Ketika sang kakak melihat Tjong A Fie sudah bisa menjaga toko sendiri, ia memutuskan untuk merantau ke tanah Sumatera. Tjong A Fie ditugaskan untuk memimpin usaha keluarga karena pada saat itu kesehatan ayahnya mulai menurun. Saat usia A Fie 17 tahun ia dinikahkan dengan seorang gadis. Pernikahanpun berlangsung sederhana. Setahun setelah ia menikah, keadaan Cina daratan tidak begitu baik karena bencana alam disertai terjadinya pemberontakan terhadap kekuasaan kaisar , membuat kehidupan semakin sulit. Ia mendengar kabar dari perantau Cina yang kembali dari Sumatera bahwa kakaknya mengalami kemajuan dan menjadi kaya di Sumatera. Ia pun tertarik untuk mengikuti jejak kakak nya untuk merantau dan meminta izin kepada orang tuanya. Dengan bekal sepuluh perak uang Manchu yang dijahitkan istrinya dan diikat dipinggang ia pun pergi merantau. Sesampai di tanah Sumatera ia bekerja di toko kelontong milik Tjong Sui Fo. Pada saat itu ia hanya mampu berbahasa Cina. Ia menyadari bahwa ia hidup ditanah Sumatera yang tidak semua mengerti bahasa Cina yang ia gunakan, ia bekerja keras untuk mendalami bahasa melayu yang biasa digunakan penduduk sekitar. Karena kegigihan dan kejujurannya ia sering ditugaskan untuk mengantar bahan kebutuhan ke penjara setempat. Lama kelamaan ia menjadi kenal dengan beberapa orang yang ada dipenjara. Banyak orang Cina yang ditahan bukan karena melakukan tindakan kriminal. Tetapi karena berbagai hal, seperti membuat rusuh diperkebunan atau terlibat hutang, ada juga yang difitnah. Karena sering berkunjung dan mendengarkan keluhan mereka lama kelamaan ia mendapat kepercayaan dari berbagai pihak. Masyarakat Cina meminta kepada penguasa Belanda agar Tjong A Fie menjadi kepala distrik bagi orang-orang Cina. Permintaan itu dikabulkan pemerintah Belanda. Karena pekerjaan baru tersebut Tjong A Fie mengundurkan diri dari majikannya.

  Dari waktu ke waktu karena sering menjadi penengah dan perantara berbagai etnis di Medan, ia membina hubungan baik dengan Sultan Deli, Makmoen Al Rasyid Perkasa Plamsyah dan Tuanku Raja Moeda. Pihak kerajaan puas dengan kinerjanya dan diberi gelar “Tengku” atau Bangsawan. Ia dipercaya untuk mewakili beliau dalam berbagai urusan. Suatu ketika Tjong A Fie ditugaskan Sultan untuk mengurus tanahnya di Penang. Disana ia tak sengaja bertemu dengan seorang putri kerajaan Chew, keluarga terkemuka di Penang dan juga pengusaha pionir seperti ia. Tuan Chew pun menjodohkan Tjong A Fie dengan putrinya. Setelah mendapatkan tawaran itu Tjong A Fie menceritakan kisah hidupnya termasuk tentang istrinya yang tidak bisa ia ceraikan di Cina. Mendengarkan kejujuran itu keluarga Chew semakin terkesan dan percaya. Pernikahanpun berlangsung. Dari pernikahan tersebut ia mempunyai tiga orang anak, satu orang lelaki dan duanya perempuan.

  Istrinya meninggal dunia karena wabah demam berdarah yang melanda Asia Pasifik. Ia berduka cukup lama dengan kematian istrinya. Tak lama sepeninggal istrinya, ia mencoba bangkit dan mencoba meninjau perkebunan milik Belanda, ia berkenalan dengan seorang tandir besar yang memiliki putri cantik yang bernama Lim Koei Yap, namun terkenal galak. Ia penasaran dengan sosok putri yang terkenal dikalangan para pekerja perkebunan itu, sehingga tanpa ia sadari, kelak putri galak itu menjadi pendamping sampai akhir hayat hidunya sebagai istri. Entah bagaimana mulanya Tjong A Fie mendapat tugas dari pemerintah Hindia Belanda untuk memantau perkebunan. Sejak mendapat tugas itu ia jadi sering bertemu dengan keluarga putri seorang tandir pemilik perkebunan tersebut. Tak lama kemudian ia pun menikah dengan putri tandir tersebut yang juga berkebudayaan Tionghoa-Melayu (Budaya Peranakan). Budaya itulah yang tetap ia jaga dan teruskan kepada keturunan nya hingga saat ini. Dari pernikahannya tersebut ia mempunyai tujuh orang anak. Ia beserta keluarganya tinggal dirumah yang terdapat di jalan Jend.Ahmad Yani yang sekarang berubah fungsi menjadi museum. Ia sempat membawa istrinya menemui orang tua beserta istri pertamanya ke Cina. Selang beberapa waktu mereka kembali ke Medan, mereka mendapat berita duka meninggalnya ayah Tjong A Fie menyusul ibunya. Tjong A Fie sempat meminta istri pertamanya untuk tinggal di Medan namun karena ketidakcocokan dengan istri ketiganya, ia memulangkan kembali istri pertamanya ke Cina daratan.

  Istri pertamanya beserta anak dari istri kedua meninggal dunia karena wabah penyakit yang menyerang Cina daratan.

  Kehidupan Tjong A Fie semakin suskes, ia meneruskan usaha bank yang ia dan kakaknya dirikan semenjak kakanya meninggal, bank tersebut bernama bank Deli, namun ia sempat sakit dan risau karena para kemenakannya yakni anak-anak kakaknya menggunakan uang warisan milik ayah mereka di bank Deli hanya untuk berfoya-foya dan sebagai jaminan sehingga membuat tekor dana di bank yang sedang mengalami masa sulit.

  Perang dunia pertama yang semakin buruk terjadi di Eropa juga turut menambah masalah bagi usaha perkebunan Tjong A Fie karena ekspor semakin berkurang .

  Krisis ekonomi mulai melanda seluruh dunia, ditambah dengan banyaknya rumah judi di Medan , akhirnya tanpa sadar pula mereka tidak bisa memperbaiki diri mereka, kekacauan pun melanda setiap orang yang tidak insyaf. Akhirnya masa-masa sulit perang dunia berhasil Tjong A Fie lewati hingga tahun 1920, bank miliknya tetap bertahan walau tidak sekuat dulu kala. Dari waktu ke waktu, ia merasa sudah tua. Ia meihat waktunya cepat atau lambat akan menyusul kakaknya, sebelum tiba saatnya ia sudah menyiapkan 12 rumah atas nama istrinya. Ia berharap kelak bisa memberikan penghasilan yang cukup untuk istrinya untuk memenuhi kebutuhan yang akan datang.

  Kesehatan Tjong A Fie semakin memelamah, awalnya dokter mengatakan ia hanya kelelahan karena mengurus semua usahanya. Pada 8 februari 1921 ia meninggal dunia karena pendarahan di otak setelah akhirnya dokter memeriksa lebih lanjut. Sebelum meninggal ia tidak bercerita apapun selain meminta istrinya untuk mencarikan pakaian yang paling ia sukai yakni jubah dinas yang biasa ia pakai dalam acara kedinasan. Proses pemakamannya sangat mengharukan , tangis terdengar dimana-mana. Orang-orang berdatangan dari tempat-tempat jauh seperti Jawa, Malaya dan Singapura. Sementara jalanan dipenuhi dengan masyarakat sekitar dan para pengemis yang mengharap makanan dari upacara pemakaman.(Agnes Danovar, 2013 )

4.1.2 Sejarah Tjong A Fie Memorial Institute

  Tjong A Fie Memorial Institute atau Tjong A Fie Mansion, merupakan sebuah bangunan kediaman Tjong A Fie yang didirikan Pada tahun 1895 dan selesai pada tahun 1900, berada di jalan Ahmad Yani, Kesawan, Medan. Rumah Tjong A Fie merupakan bangunan yang didesain dengan gaya arsitektur Tionghoa, Eropa, Melayu dan art deco. Sebagian dari bangunan rumah terbuat dari kayu jati berkualitas baik asal Malaysia dan semen beton untuk menopang lantai kayu.

  Rumah mewah milik Tjong A fie tersebut yang dulu ditempati oleh Tjong A Fie beserta istri (ketiga) Lim Koei Yap dan tujuh anaknya, saat ini ditempati oleh ahi waris Tjong A Fie, yaitu cucu Tjong A Fie, Fon Prawira yang juga merupakan direktur PT.Mitra Nusantara.

  Lantaran masih ditinggali ahli waris, rumah tersebut dikonsep Fon sebagai The

  

living museum atau museum hidup. Konsep tersebut terinspirasi museum Picasso

  di Barcelona, Spanyol. Dengan konsep itu, museum tak sekadar memajang benda- benda peninggalan. Namun, pengunjung bisa melihat secara langsung kehidupan pemilik museum yang masih tinggal disitu. Konsep semacam itu diadopsi museum Affandi di Yogjakarta. Selain menyimpan karya-karya sang maestro, museum tersebut ditinggali keluarga pelukis legendaris itu.

  Diantara jajaran ruko yang mendominasi jalan Kesawan, pagar Tjong A Fie Mansion pasti membuat orang memalingkan leher. Pagar tembok tinggi berwarna kuning dengan aksen kayu dan atap Cina disertai kaligrafi Cina besar yang terletak di kanan dan kiri gerbang pagar terlihat kontras. Saat ingin memasuki rumah tersebut kita menemui dua ekor singa masing-masing disisi kiri dan kanan.

  Mengapa patung singa, karena singa merupakan raja binatang. Dan menurut cerita pada zaman dahulu dan masih dipercayai hingga saat ini, patung singa merupakan hiasan pada kediaman pejabat tinggi, istana, kuil, pagoda dan makam kaisar. Patung singa itu terdiri atas jantan dan betina. Untuk membedakan yang mana singa jantan dan singa betina ternyata sangat mudah yakni, singa jantan kaki kanannya mencengkram bola dan singa betina kaki kirinya mencengkram anak singa. Singa jantan mencengkram bola untuk melambangkan kesatuan seluruh negeri. Sementara singa betina dengan anaknya menggambarkan kebahagiaan keluarga. Dalam budaya Cina semua hal memang selalu dibuat sepasang. Ini karena mereka menganut filosofi Yin Yang. Seperti rumah-rumah zaman dahulu,halaman depan terasa sangat kuno. Luas, dengan bagian rumput yang dibuat seperti lingkaran di tengah dan setengah lingkaran dibagian kanan dan kiri dengan jalur mobil diantara bagian rumput tersebut.

Gambar 1.2 Rumah Tjong A Fie

  Pohon besar dan rindang mengisi bagian kanan dan kiri, serta warna-warni dibagian tengah. Dari taman sudah terlihat jelas luasnya bangunan Tjong A Fie.

  Bangunan ini bertingkat dua dengan bagian tengah terlihat lebih besar dibandingkan bagian kanan dan kirinya jendela dibagian tengah, pintu tengah, pintu masuk. Arsiteknya campuran antara pilar bulat tinggi gaya Eropa, jeruji khas Melayu dan ukiran-ukiran Cina.

Gambar 1.3 Halaman depan

  Jangankan oven, kompor saja tidak ada. Yang ada hanya tungku panjang terbuat dari batu dengan empat tempat api yang harus diisi kayu bakar. Luas dapurnya saja sekitar 20 m². maklum saja, selain karena memiliki 10 anak, Tjong A Fie yang sempat ditunjuk sebagai wakil pemerintahan Cina di Medan, sering menerima tamu dirumahnya.

Gambar 1.4 Sudut ruangan yang berbeda

  Walau terlihat kuno, tapi tidak semua barang diruang makan keluarga asli peninggalan Tjong A Fie. Dalam perjalanannya, beberapa barang dalam rumah ini terpaksa dijual untuk membiayai beban operasional rumah besar ini. Seperti umumnya rumah pada zaman Cina kuno, dalam bangunan dengan 40 ruangan ini hanya ada 2 kamar mandi. Jadi aktivitas mandi, harus dilakukan dikamar dengan menggunakan bak mandi kuno tadi. Selain itu di setiap kamar ditempatkan sebuah pispot. Baju-baju asli mendiang Ny. Tjong A Fie juga masih tersisa. Hanya saja, baju-baju ini sudah berusia ratusan tahun, jadi jika disentuh sedikit benangnya saja nanti bisa robek.

  Dari kamar, kita menuju taman tengah. Jadi kita memulai perjalanan dari samping menuju belakang lalu maju kedepan bangunan. Disekitar taman, terdapat tempat sembahyang, tempat abu leluhur keluarga Tjong A Fie. Beberapa pengunjung lain yang beragama Buddha diperkenankan sembahyang disana.

Gambar 1.5 Altar

  Bangunan ini memiliki beberapa ruang tamu yang didekorasi dan digunakan sesuai tamunya. Ada ruang Cina, Pribumi, dan Belanda. Seperti juga di ruang makan keluarga, beberapa barang asli sudah terjual, bahkan ruang tamu ini terlihat agak kosong. Ruang dansa yang dikelilingi jendela besar dan tinggi. Sebagian menghadap kejalan Kesawan. Disayap kanan dari bangunan tersebut juga masih tertutup untuk umum.

  Dirumah ini, pengunjung bisa mengetahui sejarah kehidupan Tjong A Fie lewat foto-foto, lukisan, perabotan rumah yang digunakan oleh keluarganya serta mempelajari budaya Melayu-Tionghoa. Tepatnya pada 18 Juni 2009 rumah tersebut resmi dijadikan sebagai Tjong A Fie Memorial Institute. Adapun gagasan tersebut tercetus karena keluarga Fon menyadari bahwa masyarakat kota Medan juga berhak tahu lebih jauh tentang rumah salah seorang paling berpengaruh di kota Medan pada zamannya tersebut. Apalagi banyak peninggalan Tjong A Fie yang tersimpan dengan baik di dalam rumah tersebut. “Sayang kalau tidak dimanfaatkan. Apalagi, usia barang-barang peninggalan kakek tersebut sudah cukup tua, lebih dari seabad,” tutur Fon (Wawancara, 13 September 2013).

BAB V FUNGSI DANPERAN TJONG A FIE MEMORIAL INSTITUTE DALAM PERKEMBANGAN BUDAYA CINA DI KOTA MEDAN

  

5.1Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya

Cina Di Kota Medan

  Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia (1998:192), fungsi berarti kegunaan sesuatu hal pekerjaan yang dilakukan. Kata fungsi digunakan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. menunjukkan kepada aktivitas dan dinamika manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Dilihat dari tujuan hidupnya, kegiatan manusia merupakan fungsi dan mempunyai fungsi secara kualitatif. Fungsi dilihat dari segi kegunaan dan manfaat seseorang, kelompok, organisasi, atau asosiasi tertentu.

  Fungsi juga menuju pada proses yang sedang atau akan berlangsung, yaitu menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses tersebut. Sehingga bisa dikatakan “berfungsi” atau “tidak berfungsi”. Fungsi tergantung pada predikatnya, misalnya fungsi komputer, fungsi rumah, fungsi organ tubuh, fungsi mobil dan lain sebagainya. Secara kualitatif, fungsi dapat meningkatkan sejumlah tertentu, sesuai dengan target, proyeksi, atau program yang telah ditentukan.

  Pada bab ini membahas tentang Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan. Adapun analisis Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan akan dianalisis berdasarkan teori uses and functions Alan P. Merriam.

  5.1.1 Fungsi Penghayatan Estetis Mungkin fungsi ini dianggap kurang layak untuk dimasukan dalam daftar ini.

  Fungsi penghayatan estetis mengacu kepada keindahan sesuatu yang dipandang oleh mata. Tjong A Fie Memorial Institute adalah bangunan tua yang masih terjaga keasrian bangunannya. Mempertontonkan tampilannya yang indah dengan desain yang unik serta perabotan yang antik. Desain yang unik serta perabotan yang antik tersebut memiliki sejarah, secara tidak langung telah menghantarkan pengunjung kepada sejarah awal tentang budaya Cina peranakan sampai perkembangan budaya Cina peranakan.tersebut.

  5.1.2 Fungsi Komunikasi

  Walaupun hanya sebagai sebuah bangunan Tjong A Fie Memorial Institute dapat menceritakan sebagian besar tentang sejarah budaya peranakan dan kota Medan.

  Sebagai contoh komunikasi dapat dilihat dari susunan dan arsitektur ruang makan, yakni ada yang bergaya Melayu. Ruangan tersebut mengkomunikasikan kepada pengunjung bahwa dulu setiap tamu dari kerajaan datang berkunjung, mereka ditempatkan di ruangan tersebut. Begitu juga dengan ruangan yang lainnya, memiliki cerita tersendiri untuk dapat dikomunikasikan kepada pengunjung dan kepada keturunan Tionghoa.

  5.1.3 Fungsi Perlambangan (symbolic representation)

  Pada sebagian masyarakat Tionghoa peranakan yang sudah mengetahui sejarah Tjong A Fie Memorial Institute, menganggap Tjong A Fie Memorial Institute merupakan perlambangan dari diri mereka sendiri, karena bangunan tersebut dapat menggambarkan kepada masyarakat lain sedikit banyaknya tentang awal keberadaan leluhur mereka sampai kepada keberadaan mereka sendiri.

  5.1.4 Fungsi Kesinambungan Kebudayaan

  Didalam fungsi ini akan dibahas lebih mendalam tentang Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute dalam Perkembangan Budaya Cina Di kota Medan. Karena fungsi kesinambungan kebudayaan adalah teori yang paling kuat dan cocok dalam pembahasan judul yang penulis angkat. Sebagai sebuah bangunan Tjong A Fie Memorial Institute merupakan wahana pengajaran adat, bangunan ini menjamin kesinambungan dan stabilitas kebudayaan sampai generasi penerus. Keturunan Tjong A Fie sendiri, yaitu Fon Prawira hingga saat ini masih mempertahankan bangunan Tjong A Fie Memorial Institute agar tidak jatuh ke tangan para investor bahkan Pemerintah Kota Medan agar beliau dapat tetap menjaga kesinambungan dan kestabiitasan kebudayaan Cina Peranakan seperti yang beliau anut dan beliau akan terus berusaha untuk mengembangkan dan melestarikan budaya Cina Peranakan agar tidak hilang seiring perkembangan zaman.

  Semakin hari zaman semakin maju dan canggih. Kemajuan dan kecanggihan zaman mempengaruhi perkembangan teknologi, sehingga lewat teknologi pengaruh kebudayaan asing dapat melunturkan keaslian budaya lokal. Budaya Cina merupakan salah satu budaya yang hidup dan berkembang di kota Medan.

  Budaya Cina masuk di Medan karena adanya imigran Cina yang datang ke Medan, seperti yang penulis paparkan pada bab ke-2. Tentunya imigran yang datang ke Medan banyak mempersunting wanita pribumi. Keterkaitan antara Tjong A Fie Memorial Institute dengan perkembangan budaya Cina di Medan yakni, seperti yang kita ketahui Tjong A Fie yang merupakan pemilik Tjong A Fie Memorial Institute adalah seorang yang berkebangsaan Cina asli asal Meixian Guandong, Cina, juga seorang imigran yang awalnya hanya datang dengan niat untuk berdagang dan akhirnya menetap di kota Medan. Beliau mempersunting seorang gadis berdarah Melayu asal kota Binjai Timbangan, Sumatera Utara. Pernikahan beliau dengan Ny. Liam Koei Yap merupakan pernikahan dengan dua budaya yang berbeda, tentunya pernikahan tersebut akan menghasilkan keturunan dengan budaya yang tidak asli lagi atau dapat juga dikatakan sebagai budaya Cina yang berkembang. Budaya yang dihasilkan akibat pernikahan tersebut dikenal dengan budaya Peranakan.

5.1.4.1Budaya Peranakan

  Budaya Peranakan adalah percampuran antara dua budaya yang dihasilkan melalui perkawinan. Budaya Peranakan merupakan istilah bagi masyarakat Tionghoa yang menikah dengan budaya yang berbeda di Negara lain.

  Di Medan budaya Peranakan terlahir awalnya pada abad ke 15-16, karena pada saat itu banyak imigran Cina yang datang ke Medan untuk berdagang dan sebagian lagi bekerja sebagai kuli kontrak. Banyak dari mereka yang menikahi wanita pribumi khususnya etnis Melayu.

  Istilah “Peranakan” paling sering digunakan di kalangan etnis Tionghoa bagi orang keturunan Tionghoa, di Singapura dan Malaysia orang keturunan Tionghoa ini dikenal sebagai “Tionghoa Selat”. Pernikahan tersebut tak hanya menyatukan dua manusia berbeda bangsa saja, tapi juga menggabungkan ragam sosial budaya dan kuliner kedua bangsa. Kebudayaan yang lahir sebagai hasil perkawinan antar budaya inilah yang dikenal dengan kebudayaan Indo-Cina atau Peranakan. Budaya peranakan ini disebut-sebut sebagai percampuran budaya yang paling kaya di Asia. Karena ternyata budaya Peranakan merupakan asimilasi atau campuran budaya antara imigran dari Cina dengan Jawa, Belanda, Inggris, Arab, India, Melayu, dan Portugis.

  Selain di Indonesia, budaya Peranakan juga banyak tersebar di Negara lain seperti Malaysia dan Singapura. Karena sebagian besar masyarakatnya kaum Tionghoa, budaya Peranakan sangat dijunjung tinggi di dua Negara tersebut. Bahkan Singapura memiliki sebuah museum budaya Peranakan dengan dokumentasi produk budaya yang mampu membawa kita lebih mengenal budaya Peranakan di Singapura. Yang cukup mengejutkan, sejarah menunjukkan banyak benda dan kain Peranakan yang berasal dari Indonesia.

  Malaysia menyebut diri mereka sebagai “Baba-Nyonya”. “Baba” adalah istilah sebutan untuk laki-lakinya dan “Nyonya” istilah untuk wanitanya. Bahasa yang digunakan orang Peranakan, yaitu bahasa Kreol Melayu (atau bahasa Melayu Baba), adalah dialek Kreol dari bahasa Melayu, yang berisi banyak kata dialek Hokkian. Bahasa ini adalah bahasa yang hampir punah, dan penggunaan kontemporernya terbatas pada anggota generasi tua. Bahasa Indonesia, Melayu, Inggris, kini telah menggantikan bahasa ini sebagai bahasa utama yang digunakan dikalangan generasi muda.

  Di Indonesia, orang peranakan muda masih bisa berbicara bahasa kreol. Meskipun penggunaannya terbatas pada acara-acara informal. Peranakan muda telah kehilangan banyak bahasa Tradisional mereka, sehingga biasanya ada perbedaan dalam kosakata antara generasi tua dan muda.

  Kebanyakan Peranakan adalah dari keturunan Hokkien, meskipun sejumlah yang cukup besar adalah dari keturunandari awal abad ke-19 dan abad ke-20 pria Peranakan biasanya menikahi wanita dalam komunitas Peranakansetempat. Keluarga Peranakan kadang-kadang menikahi wanita dari Cina dan mengirim putri mereka ke Cina untuk mencari suami.Orang Peranakan banyak yang bermigrasi di antara Malaysia, Indonesia dan Singapura, yang mengakibatkan tingginya tingkat kesamaan adat dan budaya di antara komunitas peranakan di Negara-negara tersebut.Alasan ekonomi atau pendidikan biasanya mendorong migrasi Peranakan di antara wilayah Nusantara (Malaysia, Indonesia dan Singapura),mereka sangat dekat dengan bahasa asli Negara- negara tersebut, yang membuat adaptasi mereka jauh lebih mudah.Budaya peranakan sangat berkembang di Negara Malaysia dan Singapura.Di Indonesia budaya Peranakan hampir tidak diperhatikan perkembangannya.Hal tersebut terjadi karena pada adanya larangan terhadap kesenian dan tradisi Tionghoa selama era administrasi bapadi Indonesia.

  Di masa lalu orang Peranakan dijunjung tinggi oleh orang Pribumi Melayu. Beberapa orang Melayu di masa lalu mungkin telah mengambil kata "Baba",merujuk pada lelaki Tionghoa, dan memasukkannya ke dalam nama mereka, ketika nama ini masih digunakan Hal ini tidak diikuti oleh generasi muda Melayu, dasaat ini tidak memiliki status atau kehormatan yang sama seperti yang dimiliki orang Peranakan kala itu.

  Di Malaysia dan Singapura, Peranakan mempertahankan sebagian besar etnis dan agama asal mereka (seperti pemujaan leluhur), namun berasimilasi dengan bahasa dan kebudayaan Melayu. Busana Nyonya, yaitu (bros). Sandal manik-manik yang disebut "Kasot Manek" adalah buatan tangan yang memerlukan banyak keterampilan dan kesabaran: dirangkai, dimanik-manik dan dijahit ke kanvas dengan manik-manik kaca berbentuk tertentu yang kecil dari Di Indonesia, Peranakan mengembangkaatau “enci” untuk merujuk kepada seorang wanita Tionghoa yang sudah menikah. Kebaya encim biasanya dipakai oleh wanita Tionghoa di Kota-kota pesisir Jawa yang mempunyai permukiman Tionghoa yang cukup besar. Seperti Busana kebaya ini berbeda dari kebaya Jawa dengan bordiran yang lebih kecil dan halus-nya, kain ringan dan warna yang lebih cerah.Mereka juga mengembangkan pola batik mereka sendiri, yang menggabungkan simbol dari Cina.Kebaya encim cocok dipakai dengan kain Para Baba biasanya akan mengenakan baju yang merupakan busana penuh orang-orang Tionghoa), namun generasi muda memakai hanya bagian atasannya yang merupakan jaket sutra lengan panjang dengan kerah Tionghoa, ata Peranakan biasanya berkeyakinan Tionghoa:dan sembari mengadopsi adat istiadat tanah yang mereka tinggali, dan adat istiadat Negara penjajah. Namun dalam masyarakat modern, banyak masyarakat peranakan muda telah memeluk agam Terutama di Indonesia, Negara dengan jumlah Peranakan terbesar di dunia, di mana sebagian besar orang Tionghoa beragama Kristen. Namun terdapat pula kaum Peranakan yang memeluk agamatersebar di Indonesia dan Malaysia.

  Dari pengaruh Melayu yang unik,(atau juga disebut Masakan "Nyonya" di Singapura dan Malaysia) telah dikembangkan dengan menggunakan rempah-rempah khas Melayu. Contohnya adala kari ayam kering, daadalah sup ikan umum yang disajikan di Indonesia selama tahun baru Imlek dan begitu pula yang merupakan masakan daging katak.Nyonya Laksa adalah hidangan yang sangat populer di Singapura dan Malaysia, begitu pula sejenis kue yang bertingkat, paling sering dimakan di Tahun Baru Imlek untuk melambangkan tangga kemakmuran.Sejumlah kecil restoran yang menyajikan makanan Nyonya dapat ditemukan di Singapura;di Malaysia; dadi Indonesia.Selain pakaian dan makanan juga dapat dilihat dari kesenian musik contohnya lagu dondang sayang.

  Pada pertengahan abad Ke-20, kebanyakan Peranakan adalah orang berpendidikan Inggris atau Belanda, akibat dari penjajahan bangsa Belanda di Indonesia dan Inggris di Peranakan kala itu mudah memeluk budaya dan pendidikan Belanda atau Inggris sebagai sarana untuk memajukan perekonomian mereka, sehingga posisi-posisi administrasi dan pelayanan sipil sering diisi oleh Tionghoa Peranakan terkemuka. Banyak masyarakat Peranakan yang kemudian memilih untuk berpindah agama ke agar membangun kedekatan dengan Belanda dan Inggris. Budaya Peranakan telah mulai menghilang di Malaysia dan Singapura. Tanpa dukungan kolonial Inggris terhadap netralitas Ras mereka, kebijakan pemerintah di kedua negara setelah kemerdekaan dari Inggris telah mengakibatkan asimilasi budaya Peranakan kembali ke aliran umum budaya Tionghoa. Singapura kemudian mengklasifikasikan Peranakan sebagai etnis Tionghoa, sehingga mereka menerima instruksi formal dalamalih-alih Melayu sebagai bahasa kedua (sesuai dengan "Kebijaka- yang diperuntukkan untuk semua kelompok etnis - telah menyebabkan hilangnya karakteristik unik dari para Baba Melayu.

  Di Indonesia, budaya Peranakan kehilangan popularitas dibandingka modern, namun dalam beberapa tingkat kaum Peranakan mencoba untuk mempertahankan bahasa, masakan, dan adat istiadat mereka. Peranakan muda masih berbicarmereka, meskipun banyak perempuan muda Peranakan tidak memakai kebaya. Pernikahan biasanya mengikuti budaya barat karena kebiasaan tradisional Peranakan kehilangan popularitas. Tercatat hanya tiga komunitas Peranakan yang masih menjunjung tinggi adat pernikahan tradisional Peranakan, yaitu:, Peranakan Makassar dan Peranakan Padang. Dari tiga komunitas tersebut, orang Cina Benteng adalah yang paling patuh terhadap budaya Peranakan, namun jumlah mereka semakin berkurang.

  Tjong A Fie Memorial Institute dapat berfungsi sebagai pintu masuk bagi masyarakat untuk dapat mengetahui bagaimana sejarah ada dan berkembangnya kebudayaan Cina peranakan di kota Medan, khususnya bagi masyarakat Cina Peranakan di kota Medan sendiri. Mereka wajib tahu sejarah leluhur mereka.

5.1.5 Fungsi Pengintergrasian Masyarakat

  Keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute membangkitkan kembali rasa solidaritas berkelompok khususnya bagi masyarakat Tionghoa di Medan. Karena mereka menganggap bahwa mereka memiliki aset yang dapat mereka tunjukkan sebagai bentuk kebudayaan mereka. Tak hanya itu, masyarakat Tionghoa

  Peranakan di Medan juga menganggap memiliki wadah dimana mereka dapat melaksanakan kegiatan kebudayaan mereka .

  

5.2 Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya

Cina Di Kota Medan

  Peran selama ini selalu dikaitkan dengan fungsi, bahkan penggunaan peran dan fungsi terkadang dijadikan satu kesatua . Di sini penulis mencoba untuk memisah penggunaan peran dan fungsi. Dari uraian sebelumnya mengenai Fungsi Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan, penulis mengartikan kata “fungsi” sebagai “kegunaan”. Sedangkan penggunaan kata “Peran” pada Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan penulis bermaksud untuk mengartikan sebagai hasil dari “kegunaan”tersebut.

  Di Indonesia berdiri sebuah organisasi Cina yang bernama Paguyuban Masyarakat Tionghoa Indonesia atau disingkat dengan PMSTI. Di Medan, PMSTI berdiri pada tahun 2006. PMSTI merupakan organisasi semua etnis Cina, termasuk Cina peranakan. Keberadaan mereka selama ini masih belum banyak diketahui oleh masyarakat, termasuk masyarakat Tionghoa sendiri. Setiap organisasi yang berdiri tentunya memiliki visi dan misi tertentu. PMSTI sendiri mengakui bahwa seidikit generasi muda yang perduli dengan perkembangan budayanya sendiri, bahkan ada yang tidak mau tahu sama sekali.

  Untuk itulah mereka membangun organisasi tersebut, agar kebudayaan mereka tidak hilang dimakan zaman dan tetap berkembang.

  Sejak awal berdirinya PMSTI Medan, cita-cita untuk mengangkat eksistensi Tjong A Fie sudah ada. Hanya karena hubungan emosional PMSTI dengan keluarga Tjong A Fie belum terbangun dengan baik. Niat tersebut masih belum tercapai. “ …Sekarang hubungan emosional antara PMSTI dengan keluarga Tjong A Fie sudah tebangun dengan baik. Hubungan emosinal ini terlihat dengan telah dilaksanakan berbagai kegiatan yang dilakukan PMSTI di rumah Tjong A Fie ” ungkap Ketua PMSTI Kota Medan, Halim Leo, SE (Surat Kabar Analisa, 1 September 2013).

  Paguyuban Sosial Marga Tionghoa (PMSTI) Medan pernah menggelar upacara peringatan HUT ke 68 RI di museum Tjong A Fie, hal itu merupakan bentuk penghargaan bagi PMSTI. Kegiatan itu diliput oleh berbagai media elektronik, cetak dan online sehingga banyak masyarakat yang mengetahuinya.

  Berdasarkan fungsi Tjong A Fie Memorial Institute yang telah dipaparkan penulis yakni sebagai pintu masuk untuk menggali lebih banyak informasi tentang sejarah budaya peranakan Cina di Medan, Tjong A Fie Memorial Institute turut berperan dalam mendongkrak eksistensi organisasi agar lebih di ketahui oleh masyarakat. Salah satunya PMSTI, tentunya semakin di kenal maka keberadaan organisasi akan lebih cepat berkembang dan lebih mudah untuk menjalankan visi dan misi mereka. Keberadaan Tjong A Fie Memorial Institute sangat berperan dalam membantu PMSTI Medan dalam melaksanakan salah satu visinya yakni mengembangkan kebudayaan Cina di Medan. Bagi mereka Tjong A Fie Memorial Institute bukan hanya sekadar bangunan cagar budaya, tapi jati diri. Karena setiap bangunan pasti memiliki cerita masa lalu.

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

  Setelah dikemukakan tentang Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan, Tjong A Fie Memorial Institute memang belum jatuh ke tangan Pemerintahan Kota Medan, namun keberadaannya di Medan untuk kedepannya akan diupayakan kelestariannya agar lebih menarik minat wisatawan asing maupun lokal. Kebudayaan Cina di Medan yang semakin berkembang diakibatkan oleh beberapa hal. Salah satunya karena westernisasi yang mengakibatkan kebudayaan tersebut mengarah kebarat-baratan. sehingga sebagian masyarakat Tionghoa atau kesatuan organisasi yang masih perduli dengan kelestarian kebudayaan Tionghoa sangat senang dengan disahkannya rumah Tjong A Fie menjadi Tjong A Fie Memorial Institute.

  Tjong A Fie Memorial Institute bukan hanya sekadar cagar budaya bagi beberapa Masyarakat Tionghoa di Medan, karena bangunan tersebut melambangkan jati diri mereka yang masih berdiri kokoh sehingga masih dapat dilihat oleh khalayak ramai. Mengingat tidak banyak bangunan-bangunan

  

heritage yang masih berdiri kokoh. Sedangkan bangunan heritage sebenarnya

  penting bagi sebuah kota untuk kelestarian kebudayaan di kota itu sendiri. Disini penulis menemukan beberapa kesimpulan mengenai Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan : 1.

  Merupakan bangunan warisan yang diturun temurunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya atau dapat dikatakan sebagai kesinambungan kebudayaan.

  2. Merupakan alat bagi masyarakat Tionghoa khususnya Peranakan untuk mengingat sejarah leluhurnya agar dapat melestarikan kebudayaan mereka.

  3. Tempat untuk mendapatkan pengetahuan tentang kebudayaan Peranakan Cina yang juga merupakan Perkembangan dari budaya Cina.

  4. Sebagai pemersatu antara satu kelompok atau organisasi kebudayaan Tionghoa dengan kelompok Budaya Tionghoa lainnya yang memiliki visi dan misi yang sama.

6.2 Saran

  Dari hasil penelitian mengenai Fungsi dan Peran Tjong A Fie Memorial Institute Dalam Perkembangan Budaya Cina Di Kota Medan ini, penulis meilhat ada beberapa hal yang harus diperhatikan demi kelestarian bangunan dan perkembangan budaya Cina sendiri. Penulis berharap pada masyarakat, baik masyarakat Tionghoa maupun Pribumi agar tetap sama-sama menjaga kelestarian bangunan Tjong A Fie Memorial Institute. Dan kepada Pemerintahan Kota Medan agar dapat membantu lebih banyak dalam proses pelestariannya. Karena walaupun bangunan tersebut tidak menunjukkan jati diri asli kebudayaan setempat tetapi Tjong A Fie Memorial Institute merupakan bukti bahwa kota Medan adalah salah satu daerah yang memiliki etnis yang beragam, serta menjadi bukti bahwa budaya Cina di Medan masih ada dan berkembang. Khususnya bagi generasi muda etnis Tionghoa diharapkan agar lebih perduli dengan perkembangan budayanya sendiri dengan menumbuhkan rasa keingintahuan tentang leluhur mereka. Tidak perlu sering mengunjungi Tjong A Fie Memorial Institute, dengan hanya datang beberapakali dan mengetahui perkembangannya saja sudah cukup menjadi bekal untuk dapat menginformasikan kepada masyarakat Tionghoa lainnya. Karena jika kalau bukan generasi muda, siapa lagi yang akan menjadi generasi penerus.

  Skripsi ini kiranya juga menjadi rujuka n bagi mahasiswa-mahasiswa yang ingin melanjutkan penelitian tentang Tjong A Fie Memorial Institute dan perkembangan budaya Cina maupun budaya Peranakan yang merupakan perkembangan budaya Cina tersebut.

  Akhir kata penulis menyadari, bahwa hasil penelitian ini masih belum sempurna, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati penulis akan menerima dengan tangan terbuka segala kritikan maupun saran demi kesempurnaan skripsi ini.