Dosen Program Studi Penidikan IPA STKIP Citra Bakti email: tryupayogicitrabakti.ac.id Abstrak - ANALISIS TINGKAT KEMANDIRIAN BELAJAR DALAM MENGGUNAKAN SIMULASI PHET
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
ANALISIS TINGKAT KEMANDIRIAN BELAJAR DALAM MENGGUNAKAN SIMULASI PHET,
AN ANALYSIS ON STUDENTS’ AUTONOMOUS LEARNING LEVEL THROUGH PHET
SIMULATION
1)
I Nyoman Try Upayogi1)
Dosen Program Studi Penidikan IPA STKIP Citra Bakti
email: [email protected]
Abstrak
Kemandirian belajar memiliki pengaruh besar dalam pencapaian belajar peserta didik.
Penelitian tentang kemandirian belajar merupakan suatu hal yang penting untuk
merencanakan pembelajaran yang sesuai. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
kemandirian belajar peserta didik pada mata kuliah konsep dasar IPA II menggunakan media
belajar virtual laboratorium. Kemandirian belajar pada penelitian ini terdiri dari tiga dimensi
yaitu pengelolaan diri, keinginan untuk belajar, dan kontrol diri. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata kemandirian belajar peserta didik berada pada kualifikasi tinggi. Rata-rata
dimensi kontrol diri peserta didik masih berada pada kualifikasi sedang. Dalam pembelajaran
mengunakan media PhET, terdapat keinginan untuk belajar dan kontrol diri peserta didik
yang berada pada kualifikasi sangat kurang.
Abstract
Autonomous learning has influence in learning achievement. Research on autonomous
learning of studensts is an important thing before design a lesson plan. The aim of this
research is to describe the autonomous learning in subject of konsep dasar IPA II which use
virtual laboratory on learning activities. In this research, autonomous learning consists three
dimensions i.e. self-management, desire for learning, and self-control. The results showed
that the average of students' autonomy learning is in high qualification. The average of selfcontrol dimension of learners is still in the medium qualifications. In learning using PhET
application, there are a students has very poor qualifications in desire for learning and selfcontrol.
Kata Kunci: Kemandirian Belajar, PhET.
PENDAHULUAN
pendidikan tinggi adalah Universitas, Institut,
Pendidikan tinggi adalah lanjutan
Sekolah Tinggi, Politeknik, dan Akademi.
dari pendidikan menengah. Pendidikan tinggi
Lulusan dari pendidikan tinggi didesain untuk
dilaksanakan
mampu bersaing dan bertahan di era global
untuk
mengembangkan
kemampuan peserta didik lebih mendalam
sehingga mampu memenuhi tantangan yang
dihadapi pada dunia nyata. Bentuk dari
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
yang penuh dengan tantangan.
Kegiatan belajar di perguruan tinggi
merupakan
suatu
hal
yang
istimewa
1
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
(Privilege), karena hanya
yang memenuhi
belajar memberi sumbangan besar pada
syarat saja yang berhak belajar di lembaga
peningkatan
pendidikan tersebut. Privilege yang melekat
Menurut Sudjana (2006) 70% prestasi belajar
tidak hanya terletak pada sarana fisik dan
dipengaruhi oleh kemampuan individu itu
sumber daya manusia yang disediakan,
sendiri.
kemampuan
seseorang.
tetapi juga pada pengakuan secara formal
Dalam autonomy learning sangat
bahwa seseorang telah menjalani kegiatan
dibutuhkan sumber belajar pendukung untuk
belajar dan pelatihan tertentu.
bisa
Belajar
pembelajaran
secara
kegiatan
mandiri. Sumber belajar yang dimaksud
individual. Kegiatan yang sengaja dipilih
adalah buku dan media belajar. Buku bisa
secara sadar untuk memenuhi suatu tujuan
berupa buku cetak atau buku elektronik
atau
(ebook). Media belajar bisa berupa alat
hanya
merupakan
melakukan
untuk
mengobati
hasrat
keingintahuan. Belajar di perguruan tinggi
peraga
merupakan suatu pilihan di antara berbagai
laboratorium bisa berupa alat peraga virtual
alternatif strategi untuk mencapai tujuan
yang
individual.
kegiatan
Kesadaran
mengenai
tujuan
di
laboratorium.
membantu
Alat
mensimulasikan
praktikum
yang
peraga
setiap
seharusnya
individual ini sangat menentukan sikap dan
menggunakan alat-alat laboratorium. Salah
pandangan belajar di perguruan tinggi yang
satu alat veraga virtual adalah simulasi
pada akhirnya akan menentukan bagaimana
Physic Education Technology (PhET). PhET
seseorang
tinggi.
membantu memudahkan melakukan kegiatan
Karena seseorang mendapat privilege belajar
praktikum ke dalam bentuk simulasi virtual
di perguruan tinggi, seseorang dituntut untuk
laboratorium.
belajar
di
perguruan
berbuat atau bertindak lebih dari mereka
Simulasi PhET ini memungkinkan
yang tidak mendapatkan privilege tersebut.
pelajar
melakukan
Kesadaran ini yang membentuk kemandirian
mandiri.
Semua
belajar pada diri siswa.
dijalankan secara gratis dan memberikan
pembelajaran
fitur
dalam
secara
aplikasi
Kemandirian belajar adalah belajar
visualisasi terhadap praktikum yang imajiner
yang dilakukan dengan sedikit atau sama
seperti tentang atom yang tidak bisa dilihat
sekali tanpa bantuan pihak luar (Slameto,
dengan mata telanjang. Dalam PhET semua
2010).
untuk
praktikum divisualisasikan sesuai konsep dan
ilmu,
teori. Simulasi PhET juga memungkinkan
meningkatkan keterampilan, dan menjadi
siswa mengurangi miskonsepsinya terkait
pribadi yang pantas mendapatkan privilege
konsep-konsep dalam praktikum.
Kesadaran
mengembangkan
diri,
seseorang
menambah
merupakan esensi dari kemandirian belajar
Berdasarkan
hal
tersebut
maka
(autonomy learning). Kemandirian belajar
penting dianalisis tingkat kemandirian siswa
memiliki pengaruh besar dalam prestasi
dalam menggunakan simulasi PhET.
belajar yang dicapai siswa. Kemandirian
KAJIAN LITERASI
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
2
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
Kemandirian Belajar
Belajar merupakan
kognitifnya
proses
aktif
pengalaman
Belajar
juga
fisis,
dan
lain-lain.
merupakan
mengasimilasikan
dan
kecenderungan
yang
merupakan
diri
sendiri
untuk
proses
menyelesaikan suatu masalah secara bebas,
menghubungkan
progresif, dan penuh dengan inisiatif (Utomo,
2007).
dengan
Tirtarahardja
seseorang
inilah
Kemandirian
pengalaman atau bahan yang dipelajari
pengertian
mandiri
membentuk kemandirian belajar.
siswa (pelajar) mengkonstruksi arti teks,
dialog,
secara
yang
sudah
sehingga
dimiliki
pengertiannya
Kemandirian
dan
belajar
Sulo
menurut
(2005),
adalah
aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih
dikembangkan. Lebih lanjut, belajar dapat
didorong
diartikan
sendiri dan tanggung jawab sendiri dari
juga
pengetahuan
sebagai
dari
penyusunan
pengalaman
konkrit,
oleh
kemauan
pembelajaran.
aktivitas kolaboratif, refleksi, dan interpretasi
diperlukan
(Suparno, 1997).
tanggung
sendiri,
Kemandirian
agar
jawab
pebelajar
dalam
pilihan
belajar
mempunyai
mengatur
dan
Menurut pandangan konstruktivisme
mendisiplinkan dirinya. Sikap tanggung jawab
masuknya informasi baru ke dalam skemata
dan disiplin diri perlu dimiliki karena hal
melalui dua mekanisme, yakni asimilasi dan
tersebut merupakan ciri dari kedewasaan
akomodasi. Pada proses asimilasi seseorang
orang terpelajar.
menggunakan
struktur
kemampuan
yang
kognitif
dan
Indikator paling mendasar dalam
ada
untuk
autonomy learning adalah keinginan sendiri
sudah
beradaptasi dengan masalah atau informasi
(inisiatif)
baru
Keinginan
yang
Sedangkan
datang
dari
lingkungannya.
pada
proses
dan
tanggung
jawab
rasa
tanggung
dan
akomodasi
mendorong
seseorang
untuk
merupakan proses pembentukan skemata
melakukan
berbagai
kegiatan
baru atau memodifikasi struktur yang sudah
tercapainya tujuan belajar.
individu.
jawab
berusaha
untuk
ada supaya struktur kognitif tersebut dapat
Kemandirian belajar (self-direction in
menyerap informasi baru yang dihadapi.
learning) dapat diartikan sebagai sifat dan
Ketidaksesuaian struktur kognitif yang dimiliki
sikap
seseorang
yang
pebelajar untuk melakukan kegiatan belajar
dihadapai menyebabkan ketidakseimbangan
secara mandiri maupun dengan bantuan
dalam struktur kognitifnya. Dalam kondisi
orang lain berdasarkan motivasinya sendiri
seperti ini, orang menyadari bahwa cara
untuk menguasai suatu kompetensi tertentu
berpikirnya bertentangan dengan kejadian
sehingga
yang ada di sekitarnya, ia akan berusaha
memecahkan masalah yang dijumpainya di
untuk mereorganisasi struktur kognitifnya
dunia nyata (Sunarto, 2008).
dengan
informasi baru
agar sesuai dengan informasi baru yang
dihadapi (Darma, 2007; Suarbawa, 2008).
Usaha
untuk
mereorganisasi
serta
kemampuan
dapat
Kemandirian
yang
digunakannya
nantinya
dimiliki
untuk
akan
menentukan tingkatan otonomi yang dimiliki
struktur
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
3
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
oleh siswa. Sunarto (2008) menyatakan jika
5. Level 5 – Pelajar menentukan tujuan,
pebelajar telah mencapai kemandirian belajar
hasil yang ingin dicapai, menentukan
yang tinggi maka dia akan berpeluang
dan
menjadi pebelajar yang mandiri. Jika dilihat
mengidentifikasi
dari tingkatan otonomi yang dimiliki oleh
sumber dengan efektif lalu mengevaluasi
siswa, maka
belajar dapat
hasil belajar secara mandiri. Fasilitator
terbentang dari instruksi yang 100% di kelas
mendukung pelajar dalam cara yang
hingga siswa yang mempunyai tanggung
bersahabat, mengusulkan dan memandu
jawab terhadap proses pembelajaran di
bila diperlukan serta berbagi kontrol
dalam suatu pengalaman belajar mandiri
dalam proses pembelajaran.
pengalaman
melaksanakan
dan
aktivitas,
menggunakan
(kontrol penuh dari siswa). Tingkatan otonomi
Sedangkan Grow (dalam Muslimin,
yang dimiliki oleh siswa menurut Ricard
2008) mengklasifikasikan kemandirian belajar
(2007) terbagi menjadi 5 tingkatan atau level
ke dalam empat tahap: 1) pebelajar yang
yaitu:
tergantung (dependent learner), 2) pebelajar
1. Level 1 – Tujuan, objek, aktivitas,
yang tertarik (interested learner), 3) pebelajar
sumber dan evaluasi sudah ditentukan.
yang
Fasilitator mendukung, membantu dan
pebelajar mandiri (self-directed learner).
mendemontrasikan
aktivitas
terlibat
(involved
learner)
dan
4)
belajar
Berdasarkan model tahapan belajar
tetapi pada dasarnya mengontrol proses
mandiri di atas, pebelajar yang mempunyai
belajar itu sendiri.
karakteristik tahap 1 dan 2 akan sangat sulit
2. Level 2 – Pelajar dan fasilitator bersama-
mengikuti pendidikan dengan sistem belajar
sama menentukan tujuan dan objek
mandiri. Pebelajar dengan karakteristik tahap
serta
3
menentukan
berkolaborasi.
sumber
aktivitas
Fasilitator
belajar
dan
dengan
menentukan
mengevaluasi
pengalaman yang didapat.
menentukan
tujuan,
keterampilan
learners),
dan
telah
mempunyai
pengetahuan
serta
memandang dirinya sebagai partisipan dalam
belajarnya sendiri. Peran guru dalam hal ini
3. Level 3 – Pelajar dan fasilitator bersamasama
(involved
objek,
adalah
sebagai
fasilitator
yang
berkonsentrasi pada upaya memfasilitasi,
aktivitas, serta mengidentifikasi sumber
mengkomunikasikan
belajar dengan berkolaborasi. Fasilitator
pebelajar
mengevaluasi
terutama
keterampilan
pada kondisi formal di mana nilai itu
(MacDougall,
dibutuhkan.
karakteristik tahap 4 (self-directed learners)
pengalaman
tersebut
dan
mendukung
dalam
menggunakan
yang
2008).
telah
mereka
Pebelajar
miliki
dengan
4. Level 4 – Serupa dengan level 3 hanya
sudah mampu menyusun tujuan dan standar
pada saat mengevaluasi pelajar memiliki
belajarnya sendiri, baik dengan atau tanpa
kebebasan untuk terlibat atau tidak.
bantuan ahli. Ia telah mampu memanfaatkan
ahli, lembaga dan sumber-sumber lain untuk
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
4
EJOURNAL IMEDTECH
mencapai
tujuan
eISSN 2580-6033
belajarnya.
Pebelajar
menjadikan siswanya sebagai pebelajar yang
mandiri bukan berarti penyendiri, tapi ia telah
mandiri.
mampu berkolaborasi dengan orang lain baik
bahwa, karakteristik guru efektif antara lain
dalam klub atau kelompok belajar informal
mengakui dan menghargai keunikan masing-
(MacDougall, 2008). Peranan guru dalam hal
masing siswa dengan cara mengakomodasi
ini adalah sebagai konsultan untuk terus
pemikiran
memberikan delegasi atau memberdayakan
perkembangan, kemampuan,bakat, persepsi
kemampuan belajarnya.
diri, serta kebutuhan akademis dan non
Kemandirian
siswa,
(2007)
gaya
menyatakan
belajar,
tingkat
dalam
akademis siswa. Selanjutnya guru yang
penelitian ini didefinisikan sebagai sikap yang
efektif akan memulai pembelajaran dengan
ditunjukkan
asumsi dasar bahwa semua siswa bersedia
oleh
pengelolaan
belajar
Nugraheni
siswa
diri
yang
meliputi
(self-management),
untuk belajar dengan sebaik-baiknya.
keinginan untuk belajar (desire for learning),
dan
kontrol
diri
Aspek
yang baik akan membantu siswa mampu
siswa
memaksimalkan siswa dalam
melakukan
dalam mencukupi kebutuhannya sendiri dan
autonomy
merancang
bertanggung jawab atas tindakannya. Aspek
sebuah rencana pembelajaran yang baik
keinginan belajar meliputi sikap inisiatif dan
perlu dilakukan sharing dan diskusi dengan
mampu mengatasi masalah. Kemampuan
pengajar lain
kontrol diri meliputi sikap percaya diri dan
mengajar
dapat mengambil keputusan.
belajar peserta didik (upayogi, 2017).
pengelolaan
(self-control).
Perancangan rencana pembelajaran
diri meliputi perilaku
Kemandirian
hakekatnya
otonomi
adalah
dan
belajar
tentang
Dalam
untuk menentuan metode
yang
sesuai dengan
karakter
pada
kebebasan,
Laboratorium biasanya didefinisikan
sendiri.
sebagai: (1) tempat yang dilengkapi untuk
siswa
eksperimental studi dalam ilmu pengetahuan
memegang peran dan kendali terhadap
atau untuk pengujian dan analisa; tempat
pembelajaran
memberikan
Walaupun
proses
dalam
di
samping
belajar
itu
Physic Education Technology
juga
melakukan
pilihan,
learning.
belajar
bukan
mandiri
berarti
guru
tidak
kesempatan
untuk
memiliki andil dalam pembelajaran. Guru
bereksperimen, pengamatan, atau praktek
dalam konteks belajar mandiri mempunyai
dalam
peran
akademis
sebagai
konsultan
yang
bidang
bekerja.
dan
didefinisikan
mengidentifikasi dan
pebelajar
dalam
atau
disisihkan
memberdayakan kemampuan belajar siswa
membantu
studi,
untuk
Sebuah
(2)
laboratorium
laboratorium
sebagai
periode
lingkungan
virtual
yang
mengenali cakupan
interaktif untuk menciptakan dan melakukan
pilihan yang ada untuk mampu berbuat lebih
eksperimen simulasi: taman bermain untuk
bagi pebelajar (Brockett, 2006). Guru dituntut
bereksperimen.
efektif dalam pembelajaran sehingga mampu
dependent
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
Ini
terdiri
program
dari
simulasi,
domain
unit
5
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
eksperimental disebut objek yang mencakup
pembelajaran
file data, alat yang beroperasi pada benda-
memberikan alat kepada siswa untuk bekerja
benda, dan buku referensi.
dalam IPA; (2) memberikan kesempatan
Laboratorium
sistem
yang
virtual
dapat
merupakan
digunakan
IPA
dengan
tujuan:
(1)
kepada siswa dalam rangka memperoleh
untuk
pemahaman yang lebih mendalam tentang
mendukung system praktikum yang berjalan
IPA, bila dibandingkan dengan pengajaran
secara konvensional. laboratorium virtualini
konvensional yang telah diperolehnya; (3)
biasa disebut dengan Virtual Laboratory atau
mendorong
V-Lab.
adanya
permasalahan IPA dalam cara yang sama
laboratorium virtual ini dapat memberikan
dengan bagaimana para ahli bekerja dalam
kesempatan kepada siswa khususnya untuk
konteks penelitiannya.
Diharapkan
dengan
siswa
untuk
mengungkap
melakukan praktikum baik melalui atau tanpa
Perkembangan Laboratorium Virtual
akses internet sehingga siswa tersebut tidak
di dunia sangat cepat. Saat ini mayoritas
perlu hadir untuk mengikuti praktikum di
Laboratorium
ruang
menjadi
terpasang berbasis web atau online, tetapi
pembelajaran efektif karena siswa dapat
banyak juga yang masih dikembangkan
belajar sendiri secara aktif tanpa bantuan
secara offline. Dengan semakin banyaknya
instruktur ataupun asisten seperti sistem
Laboratorium
yang
secara gratis atau bahkan bisa didownload.
laboratorium.
berjalan.
Hal
Dengan
ini
format
tampilan
Virtual
Virtual
terbesar
yang
bisa
sudah
diakses
berbasis web cukup membantu siswa untuk
Salah satu laboratorium virtual yang
dapat mengikuti praktikum secara mandiri
berkembang dan banyak digunakan saat ini
(Puspita dan Yamin, 2008).
adalah
Laboratorium Virtual adalah berupa
software
komputer
kemampuan
untuk
yang
melakukan
memiliki
modeling
Physics
Education
Technology
(PhET). PhET menyediakan simulasi yang
menyenangkan,
pengetahuan
gratis,
interaktif,
ilmu
berbasis
penelitian
dan
peralatan komputer secara matematis yang
matematika. Physics Education Technology
disajikan
(Phet)
melalui
Laboratorium
sebuah
simulasi
interaktif
fenomena-fenomena fisis, berbasis riset yang
dalam
diberikan secara gratis. Dengan pendekatan
proses pembelajaran. Laboratorium Virtual
berbasis-riset yang menggabungkan hasil
bukanlah
penelitian sebelumnya memungkinkan para
pemahaman
pengganti
Laboratorium
diperlukan
merupakan
untuk
memperkuat
Virtual
simulasi.
riil
konsep
tetapi
yang
bagian
digunakan
dari
untuk
siswa
untuk
menghubungkan
fenomena
melengkapi dan memperbaiki kelemahan-
kehidupan
kelemahan yang ada. Laboratorium Virtual
mendasarinya, pada akhirnya memperdalam
mungkin tidak perlu komprehensif, namun
pemahaman
pada
mereka terhadap Sains.
prinsipnya
pengintegrasikan
adalah
TIK
bentuk
dalam
upaya
nyata
dan
dan
ilmu
meningkatkan
yang
minat
kurikulum
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
6
EJOURNAL IMEDTECH
Di
dalam
eISSN 2580-6033
materi
peralatan laboratorium nyata. Mahasiswa
pembelajaran, guru pastinya akan lebih
dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu
terbantu
kelompok
dengan
pembelajaran.
penyampaian
menggunakan
Bagaimana
media
meggunakan
yang
menggunakan
komputer, kelompok
yang
simulasi
menggunakan
PhET. PhET bisa digunakan secara online
laboratorium nyata dan kelompok yang sama
dan juga bisa diguakan secara offline. Secara
sekali
online tentu guru harus punya koneksi
Hasilnya
internet ketika mengajar. PhET juga bisa
mahasiswa
digunakan
komputer memiliki pemahaman yang paling
secara
offline
yaitu
dengan
menginstal Program PhET pada laptop.
tidak
ternyata
unggul
Khusus untuk mata pelajaran Fisika,
guru sudah terbantu dengan adanya media
menggunakan
yang
secara
laboratorium.
menunjukkan
bahwa
menggunakan
konseptual
simulasi
dan
dapat
menerangkan bagaimana sirkuit listrik yang
sebenarnya bekerja.
pembelajaran berupa animasi yang telah
Pada tahun berikutnya, Finkelstein,
disediakan oleh website khusus yaitu situs
et,. al. Melanjutkan penelitian serupa dengan
PhET. PhET digunakan untuk membantu
perlakuan
siswa memahami konsep visual, simulasi.
Mahasiswa dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu
PhET
mahasiswa
menganimasikan
besaran-besaran
kelompok
yang
yang
berbeda.
menggunakan
simulasi
dengan menggunakan grafis dan kontrol
PhET dan mahasiswa yang menggunakan
intuitif seperti klik dan tarik, penggaris dan
peralatan
tombol.
ternyata menunjukkan bahwa efek belajar
Dan
eksplorasi
untuk
lebih
kuantitatif,
mendorong
nyata.
Hasilnya
juga
dengan simulasi PhET tetap memberikan
menyediakan instrumen pengukuran seperti
hasil yang menakjubkan (Finkelstein et,. al,
penggaris,
2005).
stopwatch,
termometer.
Pada
saat
simulasi
laboratorium
voltmeter
dan
alat-alat
ukur
digunakan secara interaktif, hasil pengukuran
akan
langsung
ditampilkan
atau
dianimasikan, sehingga secara efektif akan
menggambarkan hubungan sebab-akibat dan
representasi terkait dari sejumlah parameter
percobaan
seperti
gerak
benda,
grafik,
tampilan angka dan sebagainya.
Finkelstein,
et
al.
sebagai pengganti laboratorium nyata dalam
pembelajaran fisika di kelas. Simulasi yang
digunakan adalah simulasi arus listrik DC dan
dengan
menggunakan
pendekatan deskriptif kuantitatif. Pendekatan
ini digunakan untuk mengungkap masalah
dalam
penelitian
ini.
Sugiyono
2012
menyatakan penelitian kuantitatif digunakan
pada realitas/gejala/fenomena yang dapat
(2004) telah
melakukan pengujian efek simulasi komputer
dibandingkan
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
teramati
dan
terukur.
Penelitian
yang
dilakukan ini ingin mengungkap fenomena
yang terjadi dalam dunia pendidikan yang
terkait dengan tingkat kemandirian belajar
mahasiswa. Pendekatan ini diharapkan dapat
mengungkap masalah yang secara rinci dan
7
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
jelas tentang kemandirian belajar mahasiswa
dalam mengikuti mata kuliah Konsep Dasar
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data kemandirian
IPA II.
belajar dilakukan dengan metode kuesioner
dengan
memberikan
angket
yang
telah
mahasiswa
yang
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Program
disediakan
Studi
Dasar
Penskoran dengan model skala likert yang
(PGSD) STKIP Citra Bakti yang beralamat di
telah ditetapkan yaitu: SL (Selalu) skor 5, SR
Jl. Bajawa - Ruteng, Kecamatan Bajawa,
(Sering) skor 4, KD (Kadang-kadang) skor 3,
Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
J (Jarang) skor 4, TP (Tidak Pernah) skor 1.
C. Populasi dan sampel penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
E. Anlisis Data
Data dianalisis
seluruh mahasiswa PGSD STKIP Citra Bakti
kuantitatif dengan menggunakan skala 5
yang mengikuti mata kuliah Konsep Dasar
teoritik, untuk menetukan klasifikasi skala
IPA II pada semester II dan Semester IV
kemandirian siswa menurut masing-masing
yang berjumlah 90 mahasiswa. Sampel pada
dimensi
penelitian
menuntjukkan skala penilaian pada skala
Pendidikan
ini
Guru
adalah
Sekolah
mahasiswa
PGSD
STKIP Citra Bakti yang mengikuti mata kuliah
sebelumnya
kepada
subjeknya
kemandirian
telah
ditentukan.
secara
belajar.
deskriptif
Tabel
1
lima teoritik menurut Koyan (2012).
Konsep Dasar IPA II
Tabel 1. Skala Penilaian atau kategori/ Klasifikasi pada skala lima Teoritik
Rentang Skor
Klasifikasi
Mi + 1,5 SDi - < Mi + 3,0 SDi
Sangat tinggi
Mi + 0,5 SDi - < Mi + 1,5 SDi
Tinggi
Mi - 0,5 SDi - < Mi + 0,5 SDi
Sedang
Mi - 1,5 SDi - < Mi - 0,5 SDi
Kurang
Mi - 3,0 SDi - < Mi - 1,5 SDi
Sangat kurang
(Koyan, 2012)
HASIL DAN PEMBAHASAN
atas tindakannya. Aspek keinginan belajar
Dari hasil pengumpulan data yang
meliputi sikap inisiatif dan mampu mengatasi
dilakukan melalui angket dan wawancara,
masalah. Kemampuan kontrol diri meliputi
diperoleh data mengenai kemandirian belajar
sikap percaya diri dan dapat mengambil
yang
keputusan.
meliputi
management),
pengelolaan
keinginan
diri
untuk
(selfbelajar
(desire for learning), dan kontrol diri (selfcontrol). Aspek pengelolaan diri meliputi
perilaku
siswa
dalam
mencukupi
Berdasarkan analisis data diperoleh
tingkat
kemandirian
Kemandirian
belajar
belajar
mahasiswa.
mahasiswa
dalam
belajar konsep dasar IPA II menggunakan
kebutuhannya sendiri dan bertanggung jawab
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
8
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
simulasi PhET termasuk dalam kategori
orang (42% mahasiswa), dan berkategori
sangat
kurang sebanyak 2 orang (2% mahasiswa).
tinggi
sebanyak
5
orang
(6%
mahasiswa), kategori Tinggi 45 orang (50%
Hasil
analisis
mahasiswa), kategori sedang sebanyak 38
ditunjukkan
data
kemandirian
belajar
Grafik
1.
pada
45
50
Jumlah Mahasiswa
38
40
30
20
5
10
2
0
0
Sangat
Tinggi
Tinggi
Sedang
Kurang
Sangat
Kurang
Grafik 1. Tingkat Kemandirian Belajar
Berdasarkan Grafik 1 terlihat 45
dalam beradaptasi dengan teknologi, (5)
mahasiswa memiliki kualifikasi kemandirian
kekurangan sarana berupa buku pegangan
belajar
memiliki
dan laptop atau komputer, (6) aplikasi PhET
kualifikasi kemandirian belajar sedang. Hal ini
yang tidak bisa dijalan di beberapa versi
menujukkan masih cukup banyak mahasiswa
Windows
yang memiliki tingkat kemandirian belajar
mahasiswa dikampus membuat mahasiswa
yang sedang meskipun sudah berapa di
sering melupakan tugas yang telah diberikan,
tingkat
dan (8)
karakter mahasiswa yang masih
kurang
dalam
tinggi.
35
perguruan
privilege.
mahasiswa
tinggi
Hasil
yang
dari
memiliki
wawancara
mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor
yang
menyebabkan
tingkat
kemandirian
belajar mahasiswa berada pada kategori
sedang dalam matakuliah Konsep Dasar IPA
II yang menggunakan simulasi PhET. Faktor
yang menjadi penyebab adalah (1) waktu
belajar dirumah yang kurang karena harus
membantu
orang
tua
berkebun,
(2)
keenganan mahasiswa untuk mengulang
pembelajaran yang telah dibahas dikampus,
(3) keenganan mahasiswa mencari terlebih
dahulu materi yang akan diajar pada saat
perkuliahan,
(4)
kelemahan
10,
(7)
padatnya
hal
tanggung
aktivitas
jawab
menyelesaikan study dengan baik.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut
dapat disimpulkan 4 aspek dasar penyebab
tingkat kemandirian belajar dalam kategori
sedang yaitu (1) kemampuan manajemen
waktu yang kurang, (2) kurangnya rasa
tanggungjawab
pribadi
mahasiswa,
(3)
kurangnya sarana belajar yang mendukung,
dan (4) tidak sinkronnya beberapa simulasi
dalam program PhET dengan beberapa versi
dari Windows 10.
mahasiswa
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
9
EJOURNAL IMEDTECH
Data
eISSN 2580-6033
tetang
aspek-aspek
memilih. Data kualifikasi tiap aspek-aspek
kemandirian belajar menunjukkan kelemahan
kemandirian belajar ditunjukkan pada Tabel
dalam aspek mampu mengatasi masalah dan
2.
aspek dapat mengambil keputusan dalam
Tabel 2. Aspek-Aspek Kemandirian Belajar Mahasiswa
Kualifikasi (%)
Dimensi
Aspek
ST
T
S
K
Mencukupi Kebutuhan
8
62
28
2
Sendiri
Pengelolaan diri
(Self-Management)
Bertanggung Jawab Atas
18
60
21
1
Tindakannya
Memiliki Inisiatif
16
62
17
4
Keinginan untuk Belajar
Mampu Mangatasi
(Desire for Learning)
2
36
57
2
Masalah
Percaya Diri
7
56
36
1
Kontrol Diri
Dapat Mengambil
(Self-Control)
1
28
60
10
Keputusan Dalam Memilih
SK
1
3
1
1
Hasil analisis data menunjukkan
sedang dan bahkan masih ada mahasiswa
bahwa dimensi pengelolaan diri rata-rata
yang berada pada kategori kurang. Menurut
berada pada kualifikasi Tinggi. Pada aspek
hasil observasi dan wawancara mahasiswa
mencukupi kebutuhan sendiri, sebesar 62%
yang
mahasiswa berada pada kualifikasi tinggi, 8%
disebabkan karena kurang bisa mengatur
mahasiswa berada pada kualifikasi sangat
waktu dan kurang bertanggung jawab atas
tinggi,
pada
dirinya. Mahasiswa merasa enggan untuk
mahasiswa
berusaha lebih keras lagi mencoba setiap
berada pada kualifikasi kurang. Pada aspek
simulasi yang ada di aplikasi PhET. Simulasi
bertanggung jawab atas tindakannya sebesar
yang dicoba hanya sebatas simulasi yang
18% mahasiswa berada pada kualifikasi
telah diterangkan pada saat kuliah.
28%
kualifikasi
mahasiswa
sedang,
dan
berada
2%
sangat tinggi, 60% mahasiswa berada pada
kualifikasi tinggi, 21% mahasiswa berada
pada kualifikasi sedang, dan 1% mahasiswa
berada pada kualifikasi kurang.
Rata-rata kualifikasi pengelolaan diri
berada
pada
kategori
Dimensi keinginan
untuk
kurang
belajar
rata-rata berada pada kualifikasi tinggi. Pada
aspek
memiliki
inisiatif,
sebesar
16%
mahasiswa berada pada kategori sangat
tinggi,
62%
mahasiswa
berada
pada
untuk aspek mencukupi kebutuhan sendiri
kualifikasi tinggi, 17% mahasiswa berada
dan bertanggung jawab atas tindakannya
pada kualifikasi sedang, 4% mahasiswa
berada pada kategori tinggi, namun cukup
berada pada kualifikasi kurang, dan 1%
besar mahasiswa berada pada kategori
mahasiswa berada pada kualifikasi sangat
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
10
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
rendah. Pada aspek mampu mengatasi
Dimensi kontrol diri rata-rata berada
masalah, sebesar 2% mahasiswa berada
pada
pada
percaya diri, sebesar 7% mahasiswa berada
kualifikasi
sangat
tinggi,
36%
kualifikasi
sedang.
Pada
aspek
mahasiswa berada pada kualifikasi tinggi,
pada
57% mahasiswa berada pada kualifikasi
mahasiswa berada pada kualifikasi tinggi,
sedang,
36% mahasiswa berada pada kualifikasi
2%
kualifikasi
mahasiswa
kurang,
dan
berada
3%
pada
mahasiswa
berada pada kualifikasi sangat kurang.
mahasiswa
kualifikasi
sedang
yang
berada
pada
dan
bahkan
ada
mahasiswa yang terkategori sangat kurang.
Pada
aspe
mampu mengatasi masalah
menunjukkan rata-rata mahasiswa berada
pada kualifikasi sedang dan 3% mahasiswa
berada pada kualifikasi sangat kurang. Hasil
observasi
keingginan
dan
wawancara
mahasiswa
menunjukkan
untuk
sedang,
1%
kualifikasi
Pada aspek memiliki inisiatif masih
banyak
kualifikasi
sangat
tinggi,
mahasiswa
kurang,
dan
berada
1%
56%
pada
mahasiswa
berada pada kualifikasi sangat kurang. Pada
aspek dapat mengambil keputusan untuk
memilih, sebesar 1% mahasiswa berada
pada
kualifikasi
mahasiswa
sangat
tinggi,
28%
berkualifikasi
tinggi,
60%
mahasiswa berada pada kualifikasi sedang,
10% mahasiswa berada pada kualifikasi
kurang, dan 1% mahasiswa berada pada
kualifikasi sangat kurang.
mencoba
Berdasarkan hasil observasi dan
teknologi baru masih rendah. Mahasiswa
wawancara,
cenderung
sebuah
percaya diri dalam menyampaian tanggapan
teknologi karena takut merusak komputer
saat sesi diskusi. Mahasiswa juga cenderung
atau laptopnya. Kurang keinginan bertanya
enggan bertanya walaupun belum terlalu
pada teman saat simulasinya tidak dapat
paham. Alasan yang banyak terlontar adalah
dijalankan
Keinginan
malu untuk bertanya, malu terlihat tidak tahu,
mencoba-coba simulasi-simulasi diluar materi
dan tidak berani jika ditanyakan balik oleh
konsep dasar IPA juga kurang. Mahasiswa
pengajar.
cenderung pasif jika tidak diarahkan secara
disebabkan oleh dua faktor, pertama karena
terus menerus. Saat mahasiswa dihadapi
tidak memiliki kompetensi untuk mengajukan
dengan masalah laptop yang tidak support
pertanyaan dan kedua karena kurangnya
dengan aplikasi PhET, mahasiswa lebih
motivasi untuk
memilih diam saja. Belum ada keinginan
Sebagian mahasiswa sering membandingkan
untuk bertanya pada teman, tidak ada usaha
dirinya
meminjam dan ikut belajar dengan laptop
bertanya dan aktif di kelas, ia merasa sudah
temannya yang bisa digunakan. Mahasiswa
ada yang menjawab atau sudah ada yang
juga tidak berinisiatif untuk menginstal ulang
bertanya maka tidak perlu dipertanyakan lagi.
laptopnya
Selain faktor malu dan perbandingan diri,
takut
pada
dengan
mencoba-coba
laptopnya.
versi
windows
yang
support terhadap aplikasi PhET.
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
kesiapan
mahasiswa
Malu
dengan
masih
untuk
bertanya
menambah
temannya
mahasiswa
kurang
bisa
pengetahuan.
yang
dalam
sering
mengikuti
11
EJOURNAL IMEDTECH
perkuliahan
hasil
juga
eISSN 2580-6033
berpengaruh.
wawancara
Rata-rata
menunjukkan
bahwa
ketakutan dalam dirinya daripada keinginan
untuk mencoba terlebih dahulu.
sebagian besar mahasiswa yang aspek
percaya dirinya berkategori sedang kebawah,
kurang mempersiapkan diri dalam mengikuti
perkuliahan. Persiapan diri yang dimaksud
adalah belajar terlebih dahulu materi yang
akan dibahas saat perkulihan. Berlawanan
dengan
hal
itu,
menunjukkan
beberapa
gejala
yang
mahasiswa
mengejutkan.
Beberapa mahasiswa yang berkualifikasi
percaya diri sedang memiliki nilai Ujian
tengah Semester dan Ujian Akhir Semester
yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang
berada pada kualifikasi tinggi.
Pada
aspek
Mahasiswa
kemandirian
yang
dalam
memiliki
belajar
mampu
mengontrol dirinya sendiri, memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi, memiliki motivasi untuk
belajar.
Aspek
yang
sangat
perlu
dikembangkan dalam diri mahasiswa adalah
kontrol diri. Hasil wawancara menunjukkan
pembelajaran
membuat
melalui
mahasiswa
simulasi
PhET
termotivasi
untuk
belajar karena mampu memvisualisasikan
berbagai percobaan yang bersifat abstrak.
Simulasi
PhET
juga
bisa
membantu
menurunkan miskonsepsi mahasiswa seperti
dapat
mengambil
penentuan sudut datang dan sudut pantul,
keputusan untuk memilih, rata-rata kualifikasi
penentuan sudut simpangan pada percobaan
mahasiswa masih kategori sedang. Hal ini
bandul
disebabkan karena kurangnya kesadaran diri
setimbang.
Media
mahasiswa
memberikan
keleluasaan
tentang pentingnya menambah
sederhana,
dan
konsep
pembelajaran
belajar
titik
yang
secara
ilmu. Hasil observasi menunjukkan saat
mandiri untuk menemukan konsep yang bisa
pengajar telat datang mahasiswa sebagian
dipelajari perlu dikembangkan lebih jauh lagi.
besar mengobrol dengan temannya. Tugas
Mahasiswa
juga lebih banyak yang mengumpul tidak
yang luas untuk mencari dan memilih sendiri
tepat waktu dengan alasan ada kesibukan
kompetensi yang ingin dikembangkannya.
lain, alasan lupa, dan alasan sakit. Aspek
Mahasiswa
dapat
dapat
mendapat
kompetensi
mengambil
keputusan
ini
juga
harus
diberikan
berlatih
kesempatan
sendiri untuk
tersebut
melalui
cenderung dipengaruhi oleh kemampuan
fasilitas pengajar berupa pemberian media
mengalisis
pembelajaran
yang
tepat.
Media
pembelajaran
membuat
semua
kegiatan
masalah
menyimpulkan
sebuah
dan
kemampuan
masalah.
Jika
mahasiswa belum bisa menganalisis sebuah
pembelajaran tidak lagi bergantung pada
masalah dan tidak bisa menyimpulkans
kehadiran
ebuah masalah maka mahasiswa tidak akan
langsung.
bisa memilih keputusan yang harus diambil.
Mahasiswa cenderung tidak percaya akan
kemampuan dirinya sendiri. Terlalu banyak
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
seorang
pengajar
secara
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
12
EJOURNAL IMEDTECH
Hasil
bahwa
eISSN 2580-6033
penelitian
rata-rata
menunjukkan
mahasiswa
memiliki
dilakukan kajian lebih mendalam hubungan
antara kemampuan bertanya, menganalisis
kualifikasi kemandirian belajar tinggi dalam
masalah,
mengikuti perkuliahan menggunakan aplikasi
dengan kemandirian bejalar.
dan
menyimpulkan
masalah,
PhET. Dimensi kemandirian belajar yang
masih perlu perhatian kusus adalah kontrol
diri.
Sebagian
besar
mahasiswa
memiliki kepercayaan diri yang sedang dan
kemampuan
mengambil
DAFTAR PUSTAKA
masih
keputusan
Brockett, R. G. 2006. Self-directed learning
and
saat
the
paradox
of
dihadapkan dalam pilihan masih tergolong
International
sedang.
Directed Learning. 3(2). 27-33.
Kemandirian
dikembangkan
melalui
belajar
dapat
bantuan
media
Darma,
K.
Journal
choice.
2007.
Pengaruh
pembelajaran yang tepat. Pemilihan media
pembelajaran
pembelajaran
terhadap
yang
memberikan
tepat
pelajar
mampu
peluang
untuk
of
Self-
model
kontruktivisme
prestasi
matematika
belajar
terapan
pada
melakukan pembelajaran tanpa bantuan tutor
mahasiswa Politeknik Negeri Bali.
atau pengajar.
Laporan
Penelitian.
Politeknik
Negeri Bali.
Finkelstein, N. D., Perkins K. K., Adams W.
K., Kohl P. B., &. Podolefsky N.
Saran
S.2004.
Berdasarkan
simpulan
di
atas,
Can
Simulations
Computer
Replace
beberapa saran yang bisa diberikan adalah
Equipment
sebagai
perlu
Laboratories?. Physics Education
dikembangkannya dimensi kontrol diri pada
Research Conference. 790. 101-
mahasiswa karena dimensi ini masih sangat
104.
berikut.
Pertama,
lemah pada sebagian besar diri mahasiswa.
Kedua,
perlu
dikembangkannya
media
in
Real
Undergraduate
Finkelstein, N. D., Perkins, K. K., Adams, W.
K.,
Kohl,
P.
B.,
Reid,
S.,
pembelajaran lain yang lebih memudahkan
LeMaster, R., &. Podolefsky, N.
mahasiswa belajar secara mandiri. Ketiga,
S. 2005. When Learning About
perlu dikembangkannya kompetensi bertanya
the Real World Is Better Done
pada
Virtually: A Study of Subtituting
diri
mahasiswa,
karena
masih
lemahnya kemampuan mahasiswa untuk
Computer
mengajukan
Laboratory Equipment. Physics
pertanyaan
yang
tepat.
Keempat, perlu dikembangkan kemampuan
mahasiswa dalam menganalisis masalah dan
menyimpulkan
masalah.
Kelima,
perlu
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
Simulations
for
Education Research. 1(1). 1– 8.
Koyang, I W. 2012. Statistik Pendidikan
Teknik Analisis Data. Singaraja:
13
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
Universitas Pendidikan Ganesha
Journal of Self-Directed Learning.
Press.
4(1). 53-64.
MacDougall, M. 2008. Ten tips for promoting
autonomous
effective
and
yang Mempengaruhinya. Jakarta:
in
the
Rineka Cipta.
statistics
to
learning
engagement
teaching
of
J.
2008.
Pengaruh
model
pembelajaran
involved in short-term research
siklus terhadap hasil belajar K3
projects.
dan
Journal
of
Applied
kontruktivisme
psikologi
industri.
4
Jurnal
Quantitative Methods. 3(3). 223-
Teknodik. Volume XII, No. 1 Juni
240.
2008.
pada
Sudjana, N. 2006. Cara Belajar Siswa Aktif.
http://musculi-
kaltim08.blogspot.
Jakarta: Sinar Baru Algesindo.
Sunarto. 2008. Kemandirian belajar. Tersedia
com/2008/10/belajar-
pada
mandiri.html. Diakses tanggal 19
wordpress.com/2008/09/10/kema
Desember 2016.
ndirian-belajar-siswa/.
E.
2007.
Student
centered
http://banjarnegarambs.
Diakses
tanggal 2 Januari 2017.
implikasinya
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme
terhadap proses pembelajaran.
dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Jurnal Pendidikan. 8(2). 1-10.
Kanisius.
learning
Puspita,
Suarbawa,
undergraduate medical students
Muslimin. 2008. Belajar mandiri. Tersedia
Nugraheni,
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor
dan
M. (2008) Sistem
Tirtarahardja, U. & Sulo, L. 2005. Pengantar
informasi aplikasi virtual lab pada
Pendidikan. Jakarta: PT Rineka
laboratorium
Cipta.
R. & Yamin,
sistem
informasi
universitas
Upayogi
T.
I.
N.
2017.
Peningkatan
guru
menerapkan
gunadarma. Proceeding, Seminar
kemampuan
Ilmiah Nasional Komputer dan
pendekatan
Sistem Intelijen (KOMMIT 2008).
lesson study. Jurnal Penelitian
ISSN 1411-6286
Inovasi
Ricard, B. R. 2007. Self-directed learning: A
process perspective. International
saintifik
Pembelajaran
melalui
(Pijar
Nusantara). 2 (2):
Utomo, J. 2007. Membangun Harga Diri.
Jakarta: Gramedia.
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
14
eISSN 2580-6033
ANALISIS TINGKAT KEMANDIRIAN BELAJAR DALAM MENGGUNAKAN SIMULASI PHET,
AN ANALYSIS ON STUDENTS’ AUTONOMOUS LEARNING LEVEL THROUGH PHET
SIMULATION
1)
I Nyoman Try Upayogi1)
Dosen Program Studi Penidikan IPA STKIP Citra Bakti
email: [email protected]
Abstrak
Kemandirian belajar memiliki pengaruh besar dalam pencapaian belajar peserta didik.
Penelitian tentang kemandirian belajar merupakan suatu hal yang penting untuk
merencanakan pembelajaran yang sesuai. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
kemandirian belajar peserta didik pada mata kuliah konsep dasar IPA II menggunakan media
belajar virtual laboratorium. Kemandirian belajar pada penelitian ini terdiri dari tiga dimensi
yaitu pengelolaan diri, keinginan untuk belajar, dan kontrol diri. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata kemandirian belajar peserta didik berada pada kualifikasi tinggi. Rata-rata
dimensi kontrol diri peserta didik masih berada pada kualifikasi sedang. Dalam pembelajaran
mengunakan media PhET, terdapat keinginan untuk belajar dan kontrol diri peserta didik
yang berada pada kualifikasi sangat kurang.
Abstract
Autonomous learning has influence in learning achievement. Research on autonomous
learning of studensts is an important thing before design a lesson plan. The aim of this
research is to describe the autonomous learning in subject of konsep dasar IPA II which use
virtual laboratory on learning activities. In this research, autonomous learning consists three
dimensions i.e. self-management, desire for learning, and self-control. The results showed
that the average of students' autonomy learning is in high qualification. The average of selfcontrol dimension of learners is still in the medium qualifications. In learning using PhET
application, there are a students has very poor qualifications in desire for learning and selfcontrol.
Kata Kunci: Kemandirian Belajar, PhET.
PENDAHULUAN
pendidikan tinggi adalah Universitas, Institut,
Pendidikan tinggi adalah lanjutan
Sekolah Tinggi, Politeknik, dan Akademi.
dari pendidikan menengah. Pendidikan tinggi
Lulusan dari pendidikan tinggi didesain untuk
dilaksanakan
mampu bersaing dan bertahan di era global
untuk
mengembangkan
kemampuan peserta didik lebih mendalam
sehingga mampu memenuhi tantangan yang
dihadapi pada dunia nyata. Bentuk dari
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
yang penuh dengan tantangan.
Kegiatan belajar di perguruan tinggi
merupakan
suatu
hal
yang
istimewa
1
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
(Privilege), karena hanya
yang memenuhi
belajar memberi sumbangan besar pada
syarat saja yang berhak belajar di lembaga
peningkatan
pendidikan tersebut. Privilege yang melekat
Menurut Sudjana (2006) 70% prestasi belajar
tidak hanya terletak pada sarana fisik dan
dipengaruhi oleh kemampuan individu itu
sumber daya manusia yang disediakan,
sendiri.
kemampuan
seseorang.
tetapi juga pada pengakuan secara formal
Dalam autonomy learning sangat
bahwa seseorang telah menjalani kegiatan
dibutuhkan sumber belajar pendukung untuk
belajar dan pelatihan tertentu.
bisa
Belajar
pembelajaran
secara
kegiatan
mandiri. Sumber belajar yang dimaksud
individual. Kegiatan yang sengaja dipilih
adalah buku dan media belajar. Buku bisa
secara sadar untuk memenuhi suatu tujuan
berupa buku cetak atau buku elektronik
atau
(ebook). Media belajar bisa berupa alat
hanya
merupakan
melakukan
untuk
mengobati
hasrat
keingintahuan. Belajar di perguruan tinggi
peraga
merupakan suatu pilihan di antara berbagai
laboratorium bisa berupa alat peraga virtual
alternatif strategi untuk mencapai tujuan
yang
individual.
kegiatan
Kesadaran
mengenai
tujuan
di
laboratorium.
membantu
Alat
mensimulasikan
praktikum
yang
peraga
setiap
seharusnya
individual ini sangat menentukan sikap dan
menggunakan alat-alat laboratorium. Salah
pandangan belajar di perguruan tinggi yang
satu alat veraga virtual adalah simulasi
pada akhirnya akan menentukan bagaimana
Physic Education Technology (PhET). PhET
seseorang
tinggi.
membantu memudahkan melakukan kegiatan
Karena seseorang mendapat privilege belajar
praktikum ke dalam bentuk simulasi virtual
di perguruan tinggi, seseorang dituntut untuk
laboratorium.
belajar
di
perguruan
berbuat atau bertindak lebih dari mereka
Simulasi PhET ini memungkinkan
yang tidak mendapatkan privilege tersebut.
pelajar
melakukan
Kesadaran ini yang membentuk kemandirian
mandiri.
Semua
belajar pada diri siswa.
dijalankan secara gratis dan memberikan
pembelajaran
fitur
dalam
secara
aplikasi
Kemandirian belajar adalah belajar
visualisasi terhadap praktikum yang imajiner
yang dilakukan dengan sedikit atau sama
seperti tentang atom yang tidak bisa dilihat
sekali tanpa bantuan pihak luar (Slameto,
dengan mata telanjang. Dalam PhET semua
2010).
untuk
praktikum divisualisasikan sesuai konsep dan
ilmu,
teori. Simulasi PhET juga memungkinkan
meningkatkan keterampilan, dan menjadi
siswa mengurangi miskonsepsinya terkait
pribadi yang pantas mendapatkan privilege
konsep-konsep dalam praktikum.
Kesadaran
mengembangkan
diri,
seseorang
menambah
merupakan esensi dari kemandirian belajar
Berdasarkan
hal
tersebut
maka
(autonomy learning). Kemandirian belajar
penting dianalisis tingkat kemandirian siswa
memiliki pengaruh besar dalam prestasi
dalam menggunakan simulasi PhET.
belajar yang dicapai siswa. Kemandirian
KAJIAN LITERASI
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
2
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
Kemandirian Belajar
Belajar merupakan
kognitifnya
proses
aktif
pengalaman
Belajar
juga
fisis,
dan
lain-lain.
merupakan
mengasimilasikan
dan
kecenderungan
yang
merupakan
diri
sendiri
untuk
proses
menyelesaikan suatu masalah secara bebas,
menghubungkan
progresif, dan penuh dengan inisiatif (Utomo,
2007).
dengan
Tirtarahardja
seseorang
inilah
Kemandirian
pengalaman atau bahan yang dipelajari
pengertian
mandiri
membentuk kemandirian belajar.
siswa (pelajar) mengkonstruksi arti teks,
dialog,
secara
yang
sudah
sehingga
dimiliki
pengertiannya
Kemandirian
dan
belajar
Sulo
menurut
(2005),
adalah
aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih
dikembangkan. Lebih lanjut, belajar dapat
didorong
diartikan
sendiri dan tanggung jawab sendiri dari
juga
pengetahuan
sebagai
dari
penyusunan
pengalaman
konkrit,
oleh
kemauan
pembelajaran.
aktivitas kolaboratif, refleksi, dan interpretasi
diperlukan
(Suparno, 1997).
tanggung
sendiri,
Kemandirian
agar
jawab
pebelajar
dalam
pilihan
belajar
mempunyai
mengatur
dan
Menurut pandangan konstruktivisme
mendisiplinkan dirinya. Sikap tanggung jawab
masuknya informasi baru ke dalam skemata
dan disiplin diri perlu dimiliki karena hal
melalui dua mekanisme, yakni asimilasi dan
tersebut merupakan ciri dari kedewasaan
akomodasi. Pada proses asimilasi seseorang
orang terpelajar.
menggunakan
struktur
kemampuan
yang
kognitif
dan
Indikator paling mendasar dalam
ada
untuk
autonomy learning adalah keinginan sendiri
sudah
beradaptasi dengan masalah atau informasi
(inisiatif)
baru
Keinginan
yang
Sedangkan
datang
dari
lingkungannya.
pada
proses
dan
tanggung
jawab
rasa
tanggung
dan
akomodasi
mendorong
seseorang
untuk
merupakan proses pembentukan skemata
melakukan
berbagai
kegiatan
baru atau memodifikasi struktur yang sudah
tercapainya tujuan belajar.
individu.
jawab
berusaha
untuk
ada supaya struktur kognitif tersebut dapat
Kemandirian belajar (self-direction in
menyerap informasi baru yang dihadapi.
learning) dapat diartikan sebagai sifat dan
Ketidaksesuaian struktur kognitif yang dimiliki
sikap
seseorang
yang
pebelajar untuk melakukan kegiatan belajar
dihadapai menyebabkan ketidakseimbangan
secara mandiri maupun dengan bantuan
dalam struktur kognitifnya. Dalam kondisi
orang lain berdasarkan motivasinya sendiri
seperti ini, orang menyadari bahwa cara
untuk menguasai suatu kompetensi tertentu
berpikirnya bertentangan dengan kejadian
sehingga
yang ada di sekitarnya, ia akan berusaha
memecahkan masalah yang dijumpainya di
untuk mereorganisasi struktur kognitifnya
dunia nyata (Sunarto, 2008).
dengan
informasi baru
agar sesuai dengan informasi baru yang
dihadapi (Darma, 2007; Suarbawa, 2008).
Usaha
untuk
mereorganisasi
serta
kemampuan
dapat
Kemandirian
yang
digunakannya
nantinya
dimiliki
untuk
akan
menentukan tingkatan otonomi yang dimiliki
struktur
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
3
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
oleh siswa. Sunarto (2008) menyatakan jika
5. Level 5 – Pelajar menentukan tujuan,
pebelajar telah mencapai kemandirian belajar
hasil yang ingin dicapai, menentukan
yang tinggi maka dia akan berpeluang
dan
menjadi pebelajar yang mandiri. Jika dilihat
mengidentifikasi
dari tingkatan otonomi yang dimiliki oleh
sumber dengan efektif lalu mengevaluasi
siswa, maka
belajar dapat
hasil belajar secara mandiri. Fasilitator
terbentang dari instruksi yang 100% di kelas
mendukung pelajar dalam cara yang
hingga siswa yang mempunyai tanggung
bersahabat, mengusulkan dan memandu
jawab terhadap proses pembelajaran di
bila diperlukan serta berbagi kontrol
dalam suatu pengalaman belajar mandiri
dalam proses pembelajaran.
pengalaman
melaksanakan
dan
aktivitas,
menggunakan
(kontrol penuh dari siswa). Tingkatan otonomi
Sedangkan Grow (dalam Muslimin,
yang dimiliki oleh siswa menurut Ricard
2008) mengklasifikasikan kemandirian belajar
(2007) terbagi menjadi 5 tingkatan atau level
ke dalam empat tahap: 1) pebelajar yang
yaitu:
tergantung (dependent learner), 2) pebelajar
1. Level 1 – Tujuan, objek, aktivitas,
yang tertarik (interested learner), 3) pebelajar
sumber dan evaluasi sudah ditentukan.
yang
Fasilitator mendukung, membantu dan
pebelajar mandiri (self-directed learner).
mendemontrasikan
aktivitas
terlibat
(involved
learner)
dan
4)
belajar
Berdasarkan model tahapan belajar
tetapi pada dasarnya mengontrol proses
mandiri di atas, pebelajar yang mempunyai
belajar itu sendiri.
karakteristik tahap 1 dan 2 akan sangat sulit
2. Level 2 – Pelajar dan fasilitator bersama-
mengikuti pendidikan dengan sistem belajar
sama menentukan tujuan dan objek
mandiri. Pebelajar dengan karakteristik tahap
serta
3
menentukan
berkolaborasi.
sumber
aktivitas
Fasilitator
belajar
dan
dengan
menentukan
mengevaluasi
pengalaman yang didapat.
menentukan
tujuan,
keterampilan
learners),
dan
telah
mempunyai
pengetahuan
serta
memandang dirinya sebagai partisipan dalam
belajarnya sendiri. Peran guru dalam hal ini
3. Level 3 – Pelajar dan fasilitator bersamasama
(involved
objek,
adalah
sebagai
fasilitator
yang
berkonsentrasi pada upaya memfasilitasi,
aktivitas, serta mengidentifikasi sumber
mengkomunikasikan
belajar dengan berkolaborasi. Fasilitator
pebelajar
mengevaluasi
terutama
keterampilan
pada kondisi formal di mana nilai itu
(MacDougall,
dibutuhkan.
karakteristik tahap 4 (self-directed learners)
pengalaman
tersebut
dan
mendukung
dalam
menggunakan
yang
2008).
telah
mereka
Pebelajar
miliki
dengan
4. Level 4 – Serupa dengan level 3 hanya
sudah mampu menyusun tujuan dan standar
pada saat mengevaluasi pelajar memiliki
belajarnya sendiri, baik dengan atau tanpa
kebebasan untuk terlibat atau tidak.
bantuan ahli. Ia telah mampu memanfaatkan
ahli, lembaga dan sumber-sumber lain untuk
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
4
EJOURNAL IMEDTECH
mencapai
tujuan
eISSN 2580-6033
belajarnya.
Pebelajar
menjadikan siswanya sebagai pebelajar yang
mandiri bukan berarti penyendiri, tapi ia telah
mandiri.
mampu berkolaborasi dengan orang lain baik
bahwa, karakteristik guru efektif antara lain
dalam klub atau kelompok belajar informal
mengakui dan menghargai keunikan masing-
(MacDougall, 2008). Peranan guru dalam hal
masing siswa dengan cara mengakomodasi
ini adalah sebagai konsultan untuk terus
pemikiran
memberikan delegasi atau memberdayakan
perkembangan, kemampuan,bakat, persepsi
kemampuan belajarnya.
diri, serta kebutuhan akademis dan non
Kemandirian
siswa,
(2007)
gaya
menyatakan
belajar,
tingkat
dalam
akademis siswa. Selanjutnya guru yang
penelitian ini didefinisikan sebagai sikap yang
efektif akan memulai pembelajaran dengan
ditunjukkan
asumsi dasar bahwa semua siswa bersedia
oleh
pengelolaan
belajar
Nugraheni
siswa
diri
yang
meliputi
(self-management),
untuk belajar dengan sebaik-baiknya.
keinginan untuk belajar (desire for learning),
dan
kontrol
diri
Aspek
yang baik akan membantu siswa mampu
siswa
memaksimalkan siswa dalam
melakukan
dalam mencukupi kebutuhannya sendiri dan
autonomy
merancang
bertanggung jawab atas tindakannya. Aspek
sebuah rencana pembelajaran yang baik
keinginan belajar meliputi sikap inisiatif dan
perlu dilakukan sharing dan diskusi dengan
mampu mengatasi masalah. Kemampuan
pengajar lain
kontrol diri meliputi sikap percaya diri dan
mengajar
dapat mengambil keputusan.
belajar peserta didik (upayogi, 2017).
pengelolaan
(self-control).
Perancangan rencana pembelajaran
diri meliputi perilaku
Kemandirian
hakekatnya
otonomi
adalah
dan
belajar
tentang
Dalam
untuk menentuan metode
yang
sesuai dengan
karakter
pada
kebebasan,
Laboratorium biasanya didefinisikan
sendiri.
sebagai: (1) tempat yang dilengkapi untuk
siswa
eksperimental studi dalam ilmu pengetahuan
memegang peran dan kendali terhadap
atau untuk pengujian dan analisa; tempat
pembelajaran
memberikan
Walaupun
proses
dalam
di
samping
belajar
itu
Physic Education Technology
juga
melakukan
pilihan,
learning.
belajar
bukan
mandiri
berarti
guru
tidak
kesempatan
untuk
memiliki andil dalam pembelajaran. Guru
bereksperimen, pengamatan, atau praktek
dalam konteks belajar mandiri mempunyai
dalam
peran
akademis
sebagai
konsultan
yang
bidang
bekerja.
dan
didefinisikan
mengidentifikasi dan
pebelajar
dalam
atau
disisihkan
memberdayakan kemampuan belajar siswa
membantu
studi,
untuk
Sebuah
(2)
laboratorium
laboratorium
sebagai
periode
lingkungan
virtual
yang
mengenali cakupan
interaktif untuk menciptakan dan melakukan
pilihan yang ada untuk mampu berbuat lebih
eksperimen simulasi: taman bermain untuk
bagi pebelajar (Brockett, 2006). Guru dituntut
bereksperimen.
efektif dalam pembelajaran sehingga mampu
dependent
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
Ini
terdiri
program
dari
simulasi,
domain
unit
5
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
eksperimental disebut objek yang mencakup
pembelajaran
file data, alat yang beroperasi pada benda-
memberikan alat kepada siswa untuk bekerja
benda, dan buku referensi.
dalam IPA; (2) memberikan kesempatan
Laboratorium
sistem
yang
virtual
dapat
merupakan
digunakan
IPA
dengan
tujuan:
(1)
kepada siswa dalam rangka memperoleh
untuk
pemahaman yang lebih mendalam tentang
mendukung system praktikum yang berjalan
IPA, bila dibandingkan dengan pengajaran
secara konvensional. laboratorium virtualini
konvensional yang telah diperolehnya; (3)
biasa disebut dengan Virtual Laboratory atau
mendorong
V-Lab.
adanya
permasalahan IPA dalam cara yang sama
laboratorium virtual ini dapat memberikan
dengan bagaimana para ahli bekerja dalam
kesempatan kepada siswa khususnya untuk
konteks penelitiannya.
Diharapkan
dengan
siswa
untuk
mengungkap
melakukan praktikum baik melalui atau tanpa
Perkembangan Laboratorium Virtual
akses internet sehingga siswa tersebut tidak
di dunia sangat cepat. Saat ini mayoritas
perlu hadir untuk mengikuti praktikum di
Laboratorium
ruang
menjadi
terpasang berbasis web atau online, tetapi
pembelajaran efektif karena siswa dapat
banyak juga yang masih dikembangkan
belajar sendiri secara aktif tanpa bantuan
secara offline. Dengan semakin banyaknya
instruktur ataupun asisten seperti sistem
Laboratorium
yang
secara gratis atau bahkan bisa didownload.
laboratorium.
berjalan.
Hal
Dengan
ini
format
tampilan
Virtual
Virtual
terbesar
yang
bisa
sudah
diakses
berbasis web cukup membantu siswa untuk
Salah satu laboratorium virtual yang
dapat mengikuti praktikum secara mandiri
berkembang dan banyak digunakan saat ini
(Puspita dan Yamin, 2008).
adalah
Laboratorium Virtual adalah berupa
software
komputer
kemampuan
untuk
yang
melakukan
memiliki
modeling
Physics
Education
Technology
(PhET). PhET menyediakan simulasi yang
menyenangkan,
pengetahuan
gratis,
interaktif,
ilmu
berbasis
penelitian
dan
peralatan komputer secara matematis yang
matematika. Physics Education Technology
disajikan
(Phet)
melalui
Laboratorium
sebuah
simulasi
interaktif
fenomena-fenomena fisis, berbasis riset yang
dalam
diberikan secara gratis. Dengan pendekatan
proses pembelajaran. Laboratorium Virtual
berbasis-riset yang menggabungkan hasil
bukanlah
penelitian sebelumnya memungkinkan para
pemahaman
pengganti
Laboratorium
diperlukan
merupakan
untuk
memperkuat
Virtual
simulasi.
riil
konsep
tetapi
yang
bagian
digunakan
dari
untuk
siswa
untuk
menghubungkan
fenomena
melengkapi dan memperbaiki kelemahan-
kehidupan
kelemahan yang ada. Laboratorium Virtual
mendasarinya, pada akhirnya memperdalam
mungkin tidak perlu komprehensif, namun
pemahaman
pada
mereka terhadap Sains.
prinsipnya
pengintegrasikan
adalah
TIK
bentuk
dalam
upaya
nyata
dan
dan
ilmu
meningkatkan
yang
minat
kurikulum
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
6
EJOURNAL IMEDTECH
Di
dalam
eISSN 2580-6033
materi
peralatan laboratorium nyata. Mahasiswa
pembelajaran, guru pastinya akan lebih
dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu
terbantu
kelompok
dengan
pembelajaran.
penyampaian
menggunakan
Bagaimana
media
meggunakan
yang
menggunakan
komputer, kelompok
yang
simulasi
menggunakan
PhET. PhET bisa digunakan secara online
laboratorium nyata dan kelompok yang sama
dan juga bisa diguakan secara offline. Secara
sekali
online tentu guru harus punya koneksi
Hasilnya
internet ketika mengajar. PhET juga bisa
mahasiswa
digunakan
komputer memiliki pemahaman yang paling
secara
offline
yaitu
dengan
menginstal Program PhET pada laptop.
tidak
ternyata
unggul
Khusus untuk mata pelajaran Fisika,
guru sudah terbantu dengan adanya media
menggunakan
yang
secara
laboratorium.
menunjukkan
bahwa
menggunakan
konseptual
simulasi
dan
dapat
menerangkan bagaimana sirkuit listrik yang
sebenarnya bekerja.
pembelajaran berupa animasi yang telah
Pada tahun berikutnya, Finkelstein,
disediakan oleh website khusus yaitu situs
et,. al. Melanjutkan penelitian serupa dengan
PhET. PhET digunakan untuk membantu
perlakuan
siswa memahami konsep visual, simulasi.
Mahasiswa dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu
PhET
mahasiswa
menganimasikan
besaran-besaran
kelompok
yang
yang
berbeda.
menggunakan
simulasi
dengan menggunakan grafis dan kontrol
PhET dan mahasiswa yang menggunakan
intuitif seperti klik dan tarik, penggaris dan
peralatan
tombol.
ternyata menunjukkan bahwa efek belajar
Dan
eksplorasi
untuk
lebih
kuantitatif,
mendorong
nyata.
Hasilnya
juga
dengan simulasi PhET tetap memberikan
menyediakan instrumen pengukuran seperti
hasil yang menakjubkan (Finkelstein et,. al,
penggaris,
2005).
stopwatch,
termometer.
Pada
saat
simulasi
laboratorium
voltmeter
dan
alat-alat
ukur
digunakan secara interaktif, hasil pengukuran
akan
langsung
ditampilkan
atau
dianimasikan, sehingga secara efektif akan
menggambarkan hubungan sebab-akibat dan
representasi terkait dari sejumlah parameter
percobaan
seperti
gerak
benda,
grafik,
tampilan angka dan sebagainya.
Finkelstein,
et
al.
sebagai pengganti laboratorium nyata dalam
pembelajaran fisika di kelas. Simulasi yang
digunakan adalah simulasi arus listrik DC dan
dengan
menggunakan
pendekatan deskriptif kuantitatif. Pendekatan
ini digunakan untuk mengungkap masalah
dalam
penelitian
ini.
Sugiyono
2012
menyatakan penelitian kuantitatif digunakan
pada realitas/gejala/fenomena yang dapat
(2004) telah
melakukan pengujian efek simulasi komputer
dibandingkan
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
teramati
dan
terukur.
Penelitian
yang
dilakukan ini ingin mengungkap fenomena
yang terjadi dalam dunia pendidikan yang
terkait dengan tingkat kemandirian belajar
mahasiswa. Pendekatan ini diharapkan dapat
mengungkap masalah yang secara rinci dan
7
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
jelas tentang kemandirian belajar mahasiswa
dalam mengikuti mata kuliah Konsep Dasar
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data kemandirian
IPA II.
belajar dilakukan dengan metode kuesioner
dengan
memberikan
angket
yang
telah
mahasiswa
yang
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Program
disediakan
Studi
Dasar
Penskoran dengan model skala likert yang
(PGSD) STKIP Citra Bakti yang beralamat di
telah ditetapkan yaitu: SL (Selalu) skor 5, SR
Jl. Bajawa - Ruteng, Kecamatan Bajawa,
(Sering) skor 4, KD (Kadang-kadang) skor 3,
Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur.
J (Jarang) skor 4, TP (Tidak Pernah) skor 1.
C. Populasi dan sampel penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah
E. Anlisis Data
Data dianalisis
seluruh mahasiswa PGSD STKIP Citra Bakti
kuantitatif dengan menggunakan skala 5
yang mengikuti mata kuliah Konsep Dasar
teoritik, untuk menetukan klasifikasi skala
IPA II pada semester II dan Semester IV
kemandirian siswa menurut masing-masing
yang berjumlah 90 mahasiswa. Sampel pada
dimensi
penelitian
menuntjukkan skala penilaian pada skala
Pendidikan
ini
Guru
adalah
Sekolah
mahasiswa
PGSD
STKIP Citra Bakti yang mengikuti mata kuliah
sebelumnya
kepada
subjeknya
kemandirian
telah
ditentukan.
secara
belajar.
deskriptif
Tabel
1
lima teoritik menurut Koyan (2012).
Konsep Dasar IPA II
Tabel 1. Skala Penilaian atau kategori/ Klasifikasi pada skala lima Teoritik
Rentang Skor
Klasifikasi
Mi + 1,5 SDi - < Mi + 3,0 SDi
Sangat tinggi
Mi + 0,5 SDi - < Mi + 1,5 SDi
Tinggi
Mi - 0,5 SDi - < Mi + 0,5 SDi
Sedang
Mi - 1,5 SDi - < Mi - 0,5 SDi
Kurang
Mi - 3,0 SDi - < Mi - 1,5 SDi
Sangat kurang
(Koyan, 2012)
HASIL DAN PEMBAHASAN
atas tindakannya. Aspek keinginan belajar
Dari hasil pengumpulan data yang
meliputi sikap inisiatif dan mampu mengatasi
dilakukan melalui angket dan wawancara,
masalah. Kemampuan kontrol diri meliputi
diperoleh data mengenai kemandirian belajar
sikap percaya diri dan dapat mengambil
yang
keputusan.
meliputi
management),
pengelolaan
keinginan
diri
untuk
(selfbelajar
(desire for learning), dan kontrol diri (selfcontrol). Aspek pengelolaan diri meliputi
perilaku
siswa
dalam
mencukupi
Berdasarkan analisis data diperoleh
tingkat
kemandirian
Kemandirian
belajar
belajar
mahasiswa.
mahasiswa
dalam
belajar konsep dasar IPA II menggunakan
kebutuhannya sendiri dan bertanggung jawab
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
8
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
simulasi PhET termasuk dalam kategori
orang (42% mahasiswa), dan berkategori
sangat
kurang sebanyak 2 orang (2% mahasiswa).
tinggi
sebanyak
5
orang
(6%
mahasiswa), kategori Tinggi 45 orang (50%
Hasil
analisis
mahasiswa), kategori sedang sebanyak 38
ditunjukkan
data
kemandirian
belajar
Grafik
1.
pada
45
50
Jumlah Mahasiswa
38
40
30
20
5
10
2
0
0
Sangat
Tinggi
Tinggi
Sedang
Kurang
Sangat
Kurang
Grafik 1. Tingkat Kemandirian Belajar
Berdasarkan Grafik 1 terlihat 45
dalam beradaptasi dengan teknologi, (5)
mahasiswa memiliki kualifikasi kemandirian
kekurangan sarana berupa buku pegangan
belajar
memiliki
dan laptop atau komputer, (6) aplikasi PhET
kualifikasi kemandirian belajar sedang. Hal ini
yang tidak bisa dijalan di beberapa versi
menujukkan masih cukup banyak mahasiswa
Windows
yang memiliki tingkat kemandirian belajar
mahasiswa dikampus membuat mahasiswa
yang sedang meskipun sudah berapa di
sering melupakan tugas yang telah diberikan,
tingkat
dan (8)
karakter mahasiswa yang masih
kurang
dalam
tinggi.
35
perguruan
privilege.
mahasiswa
tinggi
Hasil
yang
dari
memiliki
wawancara
mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor
yang
menyebabkan
tingkat
kemandirian
belajar mahasiswa berada pada kategori
sedang dalam matakuliah Konsep Dasar IPA
II yang menggunakan simulasi PhET. Faktor
yang menjadi penyebab adalah (1) waktu
belajar dirumah yang kurang karena harus
membantu
orang
tua
berkebun,
(2)
keenganan mahasiswa untuk mengulang
pembelajaran yang telah dibahas dikampus,
(3) keenganan mahasiswa mencari terlebih
dahulu materi yang akan diajar pada saat
perkuliahan,
(4)
kelemahan
10,
(7)
padatnya
hal
tanggung
aktivitas
jawab
menyelesaikan study dengan baik.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut
dapat disimpulkan 4 aspek dasar penyebab
tingkat kemandirian belajar dalam kategori
sedang yaitu (1) kemampuan manajemen
waktu yang kurang, (2) kurangnya rasa
tanggungjawab
pribadi
mahasiswa,
(3)
kurangnya sarana belajar yang mendukung,
dan (4) tidak sinkronnya beberapa simulasi
dalam program PhET dengan beberapa versi
dari Windows 10.
mahasiswa
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
9
EJOURNAL IMEDTECH
Data
eISSN 2580-6033
tetang
aspek-aspek
memilih. Data kualifikasi tiap aspek-aspek
kemandirian belajar menunjukkan kelemahan
kemandirian belajar ditunjukkan pada Tabel
dalam aspek mampu mengatasi masalah dan
2.
aspek dapat mengambil keputusan dalam
Tabel 2. Aspek-Aspek Kemandirian Belajar Mahasiswa
Kualifikasi (%)
Dimensi
Aspek
ST
T
S
K
Mencukupi Kebutuhan
8
62
28
2
Sendiri
Pengelolaan diri
(Self-Management)
Bertanggung Jawab Atas
18
60
21
1
Tindakannya
Memiliki Inisiatif
16
62
17
4
Keinginan untuk Belajar
Mampu Mangatasi
(Desire for Learning)
2
36
57
2
Masalah
Percaya Diri
7
56
36
1
Kontrol Diri
Dapat Mengambil
(Self-Control)
1
28
60
10
Keputusan Dalam Memilih
SK
1
3
1
1
Hasil analisis data menunjukkan
sedang dan bahkan masih ada mahasiswa
bahwa dimensi pengelolaan diri rata-rata
yang berada pada kategori kurang. Menurut
berada pada kualifikasi Tinggi. Pada aspek
hasil observasi dan wawancara mahasiswa
mencukupi kebutuhan sendiri, sebesar 62%
yang
mahasiswa berada pada kualifikasi tinggi, 8%
disebabkan karena kurang bisa mengatur
mahasiswa berada pada kualifikasi sangat
waktu dan kurang bertanggung jawab atas
tinggi,
pada
dirinya. Mahasiswa merasa enggan untuk
mahasiswa
berusaha lebih keras lagi mencoba setiap
berada pada kualifikasi kurang. Pada aspek
simulasi yang ada di aplikasi PhET. Simulasi
bertanggung jawab atas tindakannya sebesar
yang dicoba hanya sebatas simulasi yang
18% mahasiswa berada pada kualifikasi
telah diterangkan pada saat kuliah.
28%
kualifikasi
mahasiswa
sedang,
dan
berada
2%
sangat tinggi, 60% mahasiswa berada pada
kualifikasi tinggi, 21% mahasiswa berada
pada kualifikasi sedang, dan 1% mahasiswa
berada pada kualifikasi kurang.
Rata-rata kualifikasi pengelolaan diri
berada
pada
kategori
Dimensi keinginan
untuk
kurang
belajar
rata-rata berada pada kualifikasi tinggi. Pada
aspek
memiliki
inisiatif,
sebesar
16%
mahasiswa berada pada kategori sangat
tinggi,
62%
mahasiswa
berada
pada
untuk aspek mencukupi kebutuhan sendiri
kualifikasi tinggi, 17% mahasiswa berada
dan bertanggung jawab atas tindakannya
pada kualifikasi sedang, 4% mahasiswa
berada pada kategori tinggi, namun cukup
berada pada kualifikasi kurang, dan 1%
besar mahasiswa berada pada kategori
mahasiswa berada pada kualifikasi sangat
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
10
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
rendah. Pada aspek mampu mengatasi
Dimensi kontrol diri rata-rata berada
masalah, sebesar 2% mahasiswa berada
pada
pada
percaya diri, sebesar 7% mahasiswa berada
kualifikasi
sangat
tinggi,
36%
kualifikasi
sedang.
Pada
aspek
mahasiswa berada pada kualifikasi tinggi,
pada
57% mahasiswa berada pada kualifikasi
mahasiswa berada pada kualifikasi tinggi,
sedang,
36% mahasiswa berada pada kualifikasi
2%
kualifikasi
mahasiswa
kurang,
dan
berada
3%
pada
mahasiswa
berada pada kualifikasi sangat kurang.
mahasiswa
kualifikasi
sedang
yang
berada
pada
dan
bahkan
ada
mahasiswa yang terkategori sangat kurang.
Pada
aspe
mampu mengatasi masalah
menunjukkan rata-rata mahasiswa berada
pada kualifikasi sedang dan 3% mahasiswa
berada pada kualifikasi sangat kurang. Hasil
observasi
keingginan
dan
wawancara
mahasiswa
menunjukkan
untuk
sedang,
1%
kualifikasi
Pada aspek memiliki inisiatif masih
banyak
kualifikasi
sangat
tinggi,
mahasiswa
kurang,
dan
berada
1%
56%
pada
mahasiswa
berada pada kualifikasi sangat kurang. Pada
aspek dapat mengambil keputusan untuk
memilih, sebesar 1% mahasiswa berada
pada
kualifikasi
mahasiswa
sangat
tinggi,
28%
berkualifikasi
tinggi,
60%
mahasiswa berada pada kualifikasi sedang,
10% mahasiswa berada pada kualifikasi
kurang, dan 1% mahasiswa berada pada
kualifikasi sangat kurang.
mencoba
Berdasarkan hasil observasi dan
teknologi baru masih rendah. Mahasiswa
wawancara,
cenderung
sebuah
percaya diri dalam menyampaian tanggapan
teknologi karena takut merusak komputer
saat sesi diskusi. Mahasiswa juga cenderung
atau laptopnya. Kurang keinginan bertanya
enggan bertanya walaupun belum terlalu
pada teman saat simulasinya tidak dapat
paham. Alasan yang banyak terlontar adalah
dijalankan
Keinginan
malu untuk bertanya, malu terlihat tidak tahu,
mencoba-coba simulasi-simulasi diluar materi
dan tidak berani jika ditanyakan balik oleh
konsep dasar IPA juga kurang. Mahasiswa
pengajar.
cenderung pasif jika tidak diarahkan secara
disebabkan oleh dua faktor, pertama karena
terus menerus. Saat mahasiswa dihadapi
tidak memiliki kompetensi untuk mengajukan
dengan masalah laptop yang tidak support
pertanyaan dan kedua karena kurangnya
dengan aplikasi PhET, mahasiswa lebih
motivasi untuk
memilih diam saja. Belum ada keinginan
Sebagian mahasiswa sering membandingkan
untuk bertanya pada teman, tidak ada usaha
dirinya
meminjam dan ikut belajar dengan laptop
bertanya dan aktif di kelas, ia merasa sudah
temannya yang bisa digunakan. Mahasiswa
ada yang menjawab atau sudah ada yang
juga tidak berinisiatif untuk menginstal ulang
bertanya maka tidak perlu dipertanyakan lagi.
laptopnya
Selain faktor malu dan perbandingan diri,
takut
pada
dengan
mencoba-coba
laptopnya.
versi
windows
yang
support terhadap aplikasi PhET.
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
kesiapan
mahasiswa
Malu
dengan
masih
untuk
bertanya
menambah
temannya
mahasiswa
kurang
bisa
pengetahuan.
yang
dalam
sering
mengikuti
11
EJOURNAL IMEDTECH
perkuliahan
hasil
juga
eISSN 2580-6033
berpengaruh.
wawancara
Rata-rata
menunjukkan
bahwa
ketakutan dalam dirinya daripada keinginan
untuk mencoba terlebih dahulu.
sebagian besar mahasiswa yang aspek
percaya dirinya berkategori sedang kebawah,
kurang mempersiapkan diri dalam mengikuti
perkuliahan. Persiapan diri yang dimaksud
adalah belajar terlebih dahulu materi yang
akan dibahas saat perkulihan. Berlawanan
dengan
hal
itu,
menunjukkan
beberapa
gejala
yang
mahasiswa
mengejutkan.
Beberapa mahasiswa yang berkualifikasi
percaya diri sedang memiliki nilai Ujian
tengah Semester dan Ujian Akhir Semester
yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang
berada pada kualifikasi tinggi.
Pada
aspek
Mahasiswa
kemandirian
yang
dalam
memiliki
belajar
mampu
mengontrol dirinya sendiri, memiliki rasa ingin
tahu yang tinggi, memiliki motivasi untuk
belajar.
Aspek
yang
sangat
perlu
dikembangkan dalam diri mahasiswa adalah
kontrol diri. Hasil wawancara menunjukkan
pembelajaran
membuat
melalui
mahasiswa
simulasi
PhET
termotivasi
untuk
belajar karena mampu memvisualisasikan
berbagai percobaan yang bersifat abstrak.
Simulasi
PhET
juga
bisa
membantu
menurunkan miskonsepsi mahasiswa seperti
dapat
mengambil
penentuan sudut datang dan sudut pantul,
keputusan untuk memilih, rata-rata kualifikasi
penentuan sudut simpangan pada percobaan
mahasiswa masih kategori sedang. Hal ini
bandul
disebabkan karena kurangnya kesadaran diri
setimbang.
Media
mahasiswa
memberikan
keleluasaan
tentang pentingnya menambah
sederhana,
dan
konsep
pembelajaran
belajar
titik
yang
secara
ilmu. Hasil observasi menunjukkan saat
mandiri untuk menemukan konsep yang bisa
pengajar telat datang mahasiswa sebagian
dipelajari perlu dikembangkan lebih jauh lagi.
besar mengobrol dengan temannya. Tugas
Mahasiswa
juga lebih banyak yang mengumpul tidak
yang luas untuk mencari dan memilih sendiri
tepat waktu dengan alasan ada kesibukan
kompetensi yang ingin dikembangkannya.
lain, alasan lupa, dan alasan sakit. Aspek
Mahasiswa
dapat
dapat
mendapat
kompetensi
mengambil
keputusan
ini
juga
harus
diberikan
berlatih
kesempatan
sendiri untuk
tersebut
melalui
cenderung dipengaruhi oleh kemampuan
fasilitas pengajar berupa pemberian media
mengalisis
pembelajaran
yang
tepat.
Media
pembelajaran
membuat
semua
kegiatan
masalah
menyimpulkan
sebuah
dan
kemampuan
masalah.
Jika
mahasiswa belum bisa menganalisis sebuah
pembelajaran tidak lagi bergantung pada
masalah dan tidak bisa menyimpulkans
kehadiran
ebuah masalah maka mahasiswa tidak akan
langsung.
bisa memilih keputusan yang harus diambil.
Mahasiswa cenderung tidak percaya akan
kemampuan dirinya sendiri. Terlalu banyak
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
seorang
pengajar
secara
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
12
EJOURNAL IMEDTECH
Hasil
bahwa
eISSN 2580-6033
penelitian
rata-rata
menunjukkan
mahasiswa
memiliki
dilakukan kajian lebih mendalam hubungan
antara kemampuan bertanya, menganalisis
kualifikasi kemandirian belajar tinggi dalam
masalah,
mengikuti perkuliahan menggunakan aplikasi
dengan kemandirian bejalar.
dan
menyimpulkan
masalah,
PhET. Dimensi kemandirian belajar yang
masih perlu perhatian kusus adalah kontrol
diri.
Sebagian
besar
mahasiswa
memiliki kepercayaan diri yang sedang dan
kemampuan
mengambil
DAFTAR PUSTAKA
masih
keputusan
Brockett, R. G. 2006. Self-directed learning
and
saat
the
paradox
of
dihadapkan dalam pilihan masih tergolong
International
sedang.
Directed Learning. 3(2). 27-33.
Kemandirian
dikembangkan
melalui
belajar
dapat
bantuan
media
Darma,
K.
Journal
choice.
2007.
Pengaruh
pembelajaran yang tepat. Pemilihan media
pembelajaran
pembelajaran
terhadap
yang
memberikan
tepat
pelajar
mampu
peluang
untuk
of
Self-
model
kontruktivisme
prestasi
matematika
belajar
terapan
pada
melakukan pembelajaran tanpa bantuan tutor
mahasiswa Politeknik Negeri Bali.
atau pengajar.
Laporan
Penelitian.
Politeknik
Negeri Bali.
Finkelstein, N. D., Perkins K. K., Adams W.
K., Kohl P. B., &. Podolefsky N.
Saran
S.2004.
Berdasarkan
simpulan
di
atas,
Can
Simulations
Computer
Replace
beberapa saran yang bisa diberikan adalah
Equipment
sebagai
perlu
Laboratories?. Physics Education
dikembangkannya dimensi kontrol diri pada
Research Conference. 790. 101-
mahasiswa karena dimensi ini masih sangat
104.
berikut.
Pertama,
lemah pada sebagian besar diri mahasiswa.
Kedua,
perlu
dikembangkannya
media
in
Real
Undergraduate
Finkelstein, N. D., Perkins, K. K., Adams, W.
K.,
Kohl,
P.
B.,
Reid,
S.,
pembelajaran lain yang lebih memudahkan
LeMaster, R., &. Podolefsky, N.
mahasiswa belajar secara mandiri. Ketiga,
S. 2005. When Learning About
perlu dikembangkannya kompetensi bertanya
the Real World Is Better Done
pada
Virtually: A Study of Subtituting
diri
mahasiswa,
karena
masih
lemahnya kemampuan mahasiswa untuk
Computer
mengajukan
Laboratory Equipment. Physics
pertanyaan
yang
tepat.
Keempat, perlu dikembangkan kemampuan
mahasiswa dalam menganalisis masalah dan
menyimpulkan
masalah.
Kelima,
perlu
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
Simulations
for
Education Research. 1(1). 1– 8.
Koyang, I W. 2012. Statistik Pendidikan
Teknik Analisis Data. Singaraja:
13
EJOURNAL IMEDTECH
eISSN 2580-6033
Universitas Pendidikan Ganesha
Journal of Self-Directed Learning.
Press.
4(1). 53-64.
MacDougall, M. 2008. Ten tips for promoting
autonomous
effective
and
yang Mempengaruhinya. Jakarta:
in
the
Rineka Cipta.
statistics
to
learning
engagement
teaching
of
J.
2008.
Pengaruh
model
pembelajaran
involved in short-term research
siklus terhadap hasil belajar K3
projects.
dan
Journal
of
Applied
kontruktivisme
psikologi
industri.
4
Jurnal
Quantitative Methods. 3(3). 223-
Teknodik. Volume XII, No. 1 Juni
240.
2008.
pada
Sudjana, N. 2006. Cara Belajar Siswa Aktif.
http://musculi-
kaltim08.blogspot.
Jakarta: Sinar Baru Algesindo.
Sunarto. 2008. Kemandirian belajar. Tersedia
com/2008/10/belajar-
pada
mandiri.html. Diakses tanggal 19
wordpress.com/2008/09/10/kema
Desember 2016.
ndirian-belajar-siswa/.
E.
2007.
Student
centered
http://banjarnegarambs.
Diakses
tanggal 2 Januari 2017.
implikasinya
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme
terhadap proses pembelajaran.
dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Jurnal Pendidikan. 8(2). 1-10.
Kanisius.
learning
Puspita,
Suarbawa,
undergraduate medical students
Muslimin. 2008. Belajar mandiri. Tersedia
Nugraheni,
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor
dan
M. (2008) Sistem
Tirtarahardja, U. & Sulo, L. 2005. Pengantar
informasi aplikasi virtual lab pada
Pendidikan. Jakarta: PT Rineka
laboratorium
Cipta.
R. & Yamin,
sistem
informasi
universitas
Upayogi
T.
I.
N.
2017.
Peningkatan
guru
menerapkan
gunadarma. Proceeding, Seminar
kemampuan
Ilmiah Nasional Komputer dan
pendekatan
Sistem Intelijen (KOMMIT 2008).
lesson study. Jurnal Penelitian
ISSN 1411-6286
Inovasi
Ricard, B. R. 2007. Self-directed learning: A
process perspective. International
saintifik
Pembelajaran
melalui
(Pijar
Nusantara). 2 (2):
Utomo, J. 2007. Membangun Harga Diri.
Jakarta: Gramedia.
IMEDTECH VOL.1, NO. 2, DESEMBER 2017
14