Kesadaran Hukum Masyarakat Nias Dalam Rangka Pendaftaran Tanah (Studi Kasus Di Kabupaten Nias)

  KATA PENGANTAR Masalah pertanahan merupakan masalah yang sangat melekat dengan masyarakat, dan rentan terjadi dimana-mana. Sangat banyak sengketa tanah yang terjadi, baik antara masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan pihak swasta maupun masyarakat dengan pemerintah, yang menimbulkan kerugian besar dan tidak jarang menimbulkan korban jiwa. Maraknya terjadi sengketa tanah terutama terjadi karena tanah tersebut belum didaftarkan, atau sudah didaftarkan tapi masih belum jelas ataupun tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dilapangan. Dalam hal ini, perlu ditinjau kembali bagaimana kondisi penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia serta fungsinya sebagai jaminan bagi kepastian hukum.

  Dari masalah ini, penulis tertarik untuk melihat realitas pelaksanaan peraturan yang mengatur pendaftaran tanah di seluruh Indonesia. Akhirnya penulis memutuskan untuk melakukan penelitian tentang pendaftaran tanah di Kabupaten Nias. Maka penulis menyajikan skripsi yang berjudul “Kesadaran Hukum Masyarakat Nias dalam Rangka Pendaftaran Tanah di Kabupaten Nias”.

  Pertama-tama, pennulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan pertolongan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

  Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan dan kontribusinya dalam proses penyelesaian skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung diantaranya adalah :

  1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu, SH, MS selaku Dekan Fakultas Hukum Universitar Sumatera Utara Medan.

  2. Ibu Suria Ningsih, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Universitar Sumatera Utara Medan.

  3. Bapak Prof.Dr.Muh.Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Kekhususan Hukum Agraria.

  4. Ibu Mariati Zendratö, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan semangat dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

  5. Ibu Zaidar SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan perhatian kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

  6. Bapak Faigizaro Zega,SH, Bapak Pangasihan Sirait dan para pejabat BPN

  Kabupaten Nias, yang telah membantu dalam memberikan data dan informasi mengenai pendaftaran tanah di Kabupaten Nias.

  7. Masyarakat Kabupaten Nias, yang telah membantu dalam memberikan informasi melalui wawancara mengenai pendaftaran tanah.

  8. Kedua Orangtuaku, yang selama ini telah bersusah payah mendidik, mendoakan dan senantiasa memberikan semangat yang tiada henti kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitar Sumatera Utara.

  9. Teman-teman seperjuangan Program Kekhususan Hukum Agraria, yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini, serta semua pihak yang telah berperan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan ruang tidak dapat disebutkan satu persatu.

  Mengingat skripsi ini masih membutuhkan kajian yang cukup mendalam dan sifat ilmu pengetahuan yang cukup mendalam, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kemajuan ilmu pengetahuan dan kesempurnaan skripsi ini.

  Penulis juga menyadari bahwa tanpa dukungan dari semua pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, penulis memohon maaf apabila ada kekurangan atau tindakan penulis yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

  Medan, 24 Maret 2015 Penulis

  

DAFTAR ISI

  Halaman Pengesahan................................................................................................. i Abstraksi.................................................................................................................... ii Kata Pengantar........................................................................................................... iv Daftar Isi.................................................................................................................... vii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang......................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah................................................................................. 14 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan................................................................ 14 D. Keaslian Penulisan.................................................................................. 16 E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian-pengertian........................................................................ 19 2. Asas-asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah......................................... 20 3. Tata Cara Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997............................................................................ 23 F. Metode Penulisan.................................................................................... 32 G. Sistematika Penulisan.............................................................................. 34 BAB II PERANAN DAN UPAYA PEMERINTAH (BPN) A. Pendaftaran tanah dalam pandangan Yuridis................................................. 37

  B.

  Peranan Kantor Badan Pertanahan di Kabupaten Nias terhadap pendaftaran tanah dan Struktur Organisasi BPN Kabupaten Nias................................... 43

  BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran dan Struktur Pertanahan di Kabupaten Nias................................ 60 B. Pemahaman Masyarakat Nias Tentang Pendaftaran Tanah.......................... 62 C. Cara Memperoleh Tanah oleh Warga Masyarakat di Kabupaten Nias......... 69 BAB IV HAMBATAN YANG DI HADAPI DALAM PENDAFTARAN TANAH 1. HAMBATAN YANG DI HADAPI MASYARAKAT A. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang Pendaftaran Tanah.. 78 B. Tingkat Pendidikan Masyarakat yang masih terbatas............................ 79 C. Pengaruh Keadaan Ekonomi dan Sosial Budaya Masyarakat................ 80 2. HAMBATAN YANG DI HADAPI BPN A. Luasnya jangkauan tugas Kantor BPN Kabupaten Nias........................ 83 B. Kurangnya petugas dilapangan............................................................... 84 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.............................................................................................. 87 B. Saran........................................................................................................ 89 Daftar Pustaka............................................................................................................. ix Lampiran.................................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah pertanahan dewasa ini menjadi masalah yang rumit. Dimana-

  mana kita dapat menjumpai adanya sengketa tanah, tidak hanya di kota-kota besar, tetapi sampai kepada daerah-daerah terpencilnya. Tragisnya, kebanyakan dari masalah tanah tersebut tidak mendapat penyelesaian yang jelas, sehingga masyarakat sering main hakim sendiri dalam menyelesaikan persoalan pertanahan, dengan kata lain, tidak adanya kepastian hukum ditengah masyarakat.

  Bagi masyarakat Nias, secara filosofis tanah adalah bumi, air dan segala yang ada didalamnya. Ditinjau dari sudut keruangan secara horizontal, tanah dapat diklasifikasikan sebagai ruang pemukiman, ruang produksi, serta ruang cadangan dan pelestarian. Rincian keuangan tersebut satu sama lain saling berhubungan secara mikro dan makro, walau rincian itu tidaklah mutlak. Penggolongannya hanya didasarkan pada fungsinya saja.

  Namun lebih daripada itu, baik secara materil dalam arti hubungan magis antara tanah itu dengan dirinya, terutama dalam tindakannya mengelola tanah tersebut demi kelangsungan hidupnya. UUPA sebagai hukum yang mengatur tanah di negara kita bukan hanya sekedar mengatur hubungan manusia dengan tanah secara formal.

  Bila kita teliti lebih lanjut tentang hubungan antara manusia dan tanah, maka dapat kita lihat pada Pasal 2 UUPA bahwa jelas tergambar hubungan antara manusia dan tanah diatur oleh negara dalam memberi keseimbangan dan keselarasan antara hubungan hukum yang bersifat formal dan juga hubungan hukum yang bersifat

   materil yang disebut dengan hubungan magis.

  Dari uraian tersebut, tergambar bagaimana arti dan fungsi tanah bagi masyarakat Nias. Tanah mengacu kepada makna dan arti kehidupan dan penghidupan masyarakat Nias, karena merupakan unsur penting dalam sistim dan nilai budayanya.

  Pasal 19 UUPA yang diundangkan tanggal 24 September 1960, menyatakan bahwa pendaftaran tanah diseluruh Indonesia diadakan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemilik tanah yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya pendaftaran tersebut.

  Pendaftaran tanah berarti mencatat hak-hak yang dipegang oleh perorangan atau kelompok ataupun suatu lembaga atas sebidang tanah oleh pejabat yang berwenang dan mengeluarkan surat bukti hak-hak. Hak-hak ini bermacam- macam, seperti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai dan lain- lain.

  Secara Yuridis pendaftaran tanah telah dijamin seluruh wilayah Republik Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari Pasal 19 UUPA yang menyatakan bahwa demi kepastian hukum tanah harus didaftarkan, dengan memperhatikan keadaan sosial ekonomis dan rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya 1 pendaftaran.

  Muh.Yamin, Abdul Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, PustakaBangsa Press, Medan, 2004. Hal 126

  Namun demikian, pendaftaran tanah tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal itu tentu bukan lagi disebabkan oleh faktor-faktor hukum, akan tetapi faktor-faktor diluar hukum seperti faktor sosial ekonomi. Faktor tersebut sangat mempengaruhi para pemilik tanah yang seharusnya didaftarkan.

  Dalam hal ini hukum menghendaki adanya kepastian. Kepastian dibutuhkan untuk menghilangkan keragu-raguan di masyarakat. Hukum pertanahan di Indonesia menginginkan kepastian mengenai siapa pemegang hak milik atau hak-hak lain atas sebidang tanah jika kita pandang dari segi hukum. Tetapi bagaimana dari

  

  segi masyarakat atau pendukung hukum itu sendiri ? Mengenai status tanah ditinjau dari sudut hukum belum / tidak merupakan masalah bagi masyarakat awam yang masih kurang paham tentang hukum itu sendiri.

  Malahan apabila mereka mendengar hukum, maka persepsi mereka akan menjurus kepada hal-hal negatif lainnya, seperti perampasan hak milik, pengacara yang membela para pejabat yang besalah, polisi yang menerima uang suap apabila dirazia, jaksa dan hakim yang korupsi, penjara, dan semuanya itu mereka tanggapi sebagai sesuatu yang menakutkan dan dirasakan semata-mata merupakan permainan orang pintar / terpelajar yang penuh dengan manipulasi, dan para mafia tanah yang selalu memanfaatkan kurangnya pengetahuan masyarakat yang kurang mampu tentang hukum. Hal-hal seperti diatas mungkin timbul dalam pemikiran mereka dari apa yang 2 pernah mereka dengar atau baca dari koran, televisi, maupun dari mulut ke mulut

  Maria Somardjono, Martin Samosir, Hukum Pendaftaran, dalam Berbagai Aspek, Bina Media, Medan, 2000. Hal 36 tentang keburukan para oknum penegak hukum. Kemudian hal-hal negatif itu sendiri meresap kedalam hati dan sanubari mereka, sehingga mempengaruhi psikologis

   mereka terhadap hukum.

  Maka dari itu, terlebih dahulu kita tinjau dari segi masyarakat tani yang umumnya tinggal dipedesaan dan merupakan mayoritas rakyat Indonesia. Tampaknya mereka hampir tidak pernah berpikir tentang pasti tidak pastinya hukum itu. Mereka memiliki dan atau menguasai sebidang tanah. Mereka mengolahnya untuk memperoleh nafkah untuk diri mereka sendiri maupun keluarga mereka, tanpa berpikir soal hukum itu sendiri.

  Kecurigaan segelintir masyarakat terhadap proyek pensertifikatan tanah ini dapat dimengerti karena kemungkinan masih trauma dengan pengalaman masa lalu saat PKI berkuasa di Indonesia pada zaman orde lama, yang menggunakan tanah sebagai isu sentral partainya yang bertujuan politis guna menarik simpati rakyat, karena. Belakangan ini diketahui isu “tanah untuk rakyat” merupakan perampasan tanah rakyat, karena hak individu/perseorangan tidak diketahui dalam sistem hukum

   komunis, yang ada hanyalah hak/tanah negara.

  Jadi, jika disinggung mengenai hukum, maka mengimajinasikan malapetaka yang akan menimpa mereka dan juga tanah mereka. Maka hukum dan hukum tanah, tidak akan pernah dirasakan oleh masyarakat sebagai alat perlindungan, 3 tetapi sebaliknya menjadi alat perampasan dan penindasan kepada mereka. Dengan 4 Ibid.37.

  Muh.Yamin,Op.Cit,Hal 89 demikian, untuk apa main hukum-hukuman? bukannya tanah ini sudah pasti milik kita, yang penting hidup kita terjamin. Demikian mereka berpikir. Jadi tanah dipandang sebagai sumber kehidupan tanpa dikaitkan dengan masalah hukum.

  Dengan latar belakang pemikiran demikian, sudah barang tentu maksud baik dari undang –undang mengenai pendaftaran tanah tidak mendapat tempat yang layak dikalangan para petani, dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka terhadap tanah dan hukum tanah.

  Apabila kita beralih kepada masyarakat kota atau pinggiran kota, lain pula hal yang akan kita temui. Kebanyakan dari mereka ingin mendaftarkan tanahnya untuk memperoleh sertifikat. Kemudian sertifikat tersebut digunakan jaminan untuk melakukan peminjaman sejumlah uang di bank, atau dengan mereka memperoleh sertifikat tanah tersebut, mereka akan lebih mudah menjadikannya objek bisnis. Sebab dengan adanya sertifikat ini, maka para pembeli akan lebih yakin bahwa sebidang tanah tersebut tidak berada dalam sengketa. Jadi, masyarakat kota atau pinggiran kota lebih berpikir intelek daripada masyarakat tani di pedesaan yang pada umumnya agak jauh dari keramaian kota.

  Namun, pada kenyataannya masyarakat kota atau pinggiran kotapun tidak mendaftarkan tanahnya sebagaimana yang dicita-citakan peraturan perundang- undangan mengenai tanah. Penghalang utamanya adalah mahalnya biaya pendaftaran

   5 dan rumitnya prosedur yang harus ditempuh dalam melakukan pendaftaran tanah.

  Maria Somardjono, Op.cit, Hal 38

  Jika kita berbicara mengenai pendaftaran tanah, maka masalah finansial ekonomi turut memegang peranan yang sangat vital. Biaya yang dibutuhkan cukup tinggi dirasakan sangat berat oleh pemegang hak atas tanah terutama petani-petani kecil, turut menjadi penghalang besar bagi mereka dalam mendaftarkan tanahnya.

  Sehingga para petani di pedesaan yang merupakan pemegang hak atas tanah yang tadinya ingin mendaftarkan tanahnya, tetapi karena biaya tersebut, terpaksa mengurungkan niatnya. Apabila kebutuhan primer sehari-hari tidak terpenuhi dengan mengharapkan hasil tanahnya, bagaimana mungkin mereka bisa mendaftarkan tanahnya ?

  Sebelum tahun 2002, biaya-biaya pelayanan pertanahan yang berlaku di instansi Badan Pertanahan Nasional (BPN) termasuk biaya sertifikasi tanah, tersebar dalam berbagai Peraturan dan Keputusan Menteri. Namun sejak tahun 2002, Pemerintah menyatukan dan membaharui semua biaya-biaya pelayanan pertanahan di BPN melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2002, Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan.

  Memasuki tahun 2010, pada bulan Januari 2010, Pemerintah kembali mengatur dan membaharui biaya pelayanan pertanahan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah yang baru, pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2002, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada BPN. Adapun biaya-biaya pelayanan pertanahan (PNBP) pada BPN, termasuk biaya-biaya yang berkaitan dengan permohonan sertifikasi tanah, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 secara garis besarnya disebutkan dalam Pasal 1, antara lain terdiri atas : A.

  Jenis Pelayanan 1.

  Pelayanan Survei, Pengukuran dan Pemetaan, 2. Pelayanan Pemeriksaan Tanah, 3. Pelayanan Konsolidasi Tanah Swadaya, 4. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan, 5. Pelayanan Pendaftaran Tanah, 6. Pelayanan Informasi Pertanahan, 7. Pelayanan Lisensi, 8. Pelayanan Pendidikan, 9. Pelayanan Penetapan Tanah Objek Penguasaan Benda-benda Tetap Milik

  Negara Belanda (P3MB), 10. Pelayanan dibidang pertanahan yang berasal dari kerjasama dengan pihak lain.

  B.

  Tarif Pelayanan 1.

  Pelayanan Pengukuran (Pasal 4 Ayat 1)

  • Luas Tanah sampai 10 Ha (Hektar),

  Tu = (L/500 x HSBKu) + Rp. 100.000

  • Luas Tanah diatas 10 Ha s/d 1.000 Ha,

  Tu = (L/4.000 x HSBKu) + Rp. 14.000.000

  • Luas Tanah diatas 1.000 Ha,

  Tu = (L/10.000 x HSBKu) + Rp. 134.000.000 2. Pelayanan Pemeriksaan Tanah (Pasal 7 Ayat 1).

  Tpa = (L/500 x HBSKpa) + Rp.350.000 3. Pelayanan Pendaftaran Tanah (Pasal 17 Ayat 1 dan Lampirannya).

  Pendaftaran untuk pertama kali Rp.50.000 4. Biaya Transportasi, Konsumsi dan Akomodasi (TKA-Pasal 20 Ayat 2). Biaya TKA, ditanggung oleh Pemohon.

  Keterangan : 1.

  Tu : Taruf Ukur 2. L = Luas Tanah 3. HBSKu = Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan Pengukuran yang berlaku untuk tahun berkenaan.

  4. Tpa = Tarif pemeriksaan tanah oleh Panitia A 5.

  HSBKpa = Harga satuan biaya khusus kegiatan Pemeriksaan Tanah oleh Panitia A.

  6. NPOP = Nilai Perolehan Objek Pajak 7.

  NPOPKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak 8. NPOPTKP = Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak. Besarannya ditetapkan oleh Kanwil DIRJEND Pajak an. Menteri Keuangan RI, berdasarkan usulan PEMBDA Kab/Kota setempat.

  9. BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan), sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2000 jo. UU No.21 Tahun 1997, adalah bea yang harus dilunasi terlebih dahulu sebelum sertifikat tanahnya diterbitkan.

  10. BPHTB bersifat Self Assesment, yang artinya wajib pajak (pemohon) menghitung sendiri dan menyetor sendiri BPHTBnya ke Kas Negara melalui bank-bank milik Pemerintah.

  Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, terkadang ada saja oknum petugas BPN yang tidak memperhatikan aturan-aturan tersebut untuk kepentingan pribadinya.

  Hal ini terlihat jelas para oknum pejabat pemerintah tertentu tidak menjalankan peraturan tersebut dalam melakukan tugasnya, sehingga tergolong dalam tindakan pemerasan. Masyarakat awam yang kurang paham akan peraturan dan proses pendaftaran tanah yang ditentukan pemerintah merasa sangat dirugikan. Ini merupakan beban yang sangat berat bagi masyarakat pemegang hak atas sebidang tanah, sehingga dipandang sebagai momok yang menakutkan, apalagi jika tanahnya tergolong tanah yang tidak produktif, misalnya karena kurang subur

  Jadi dapat kita katakan bahwa naluri manusia dalam mencari untung sekalipun tanpa melalui kerja keras atau tidak halal tercermin juga dalam bidang pendaftaran tanah. Para petugas hukum pun tega melanggar norma hukum demi keuntungan material. Hal ini berpengaruh negatif jika ditinjau dari sudut sosial psikologis. Pemegang hak atas tanah yang merupakan sebagian besar petani adalah yang pada umumnya terdiri dari golongan ekonomi lemah menjadi tidak percaya terhadap aparat atau petugas pendaftaran tnah. Sebagai konsekuensinya, mereka menutup telinga terhadap gagasan atau perintah untuk mendaftarkan tanahnya.

  Apalagi bagi para petani yang pada umumnya bukan orang terpelajar, tentunya tidak terasa urgensinya untuk mendaftarkan tanahnya. Jadi dengan mahalnya biaya pendaftaran, rumitnya prosedur yang harus di tempuh dan persyaratan lainnya yang harus dipenuhi, maka hampir tidak mungkin lagi diterobos oleh petani-petani kecil atau masyarakat umum, ditambah lagi manipulasi dari pihak lainnya, maka semakin lengkaplah masalah yang dihadapi.

  Permasalahan lain yang dihadapi adalah status tanah sebagai tanah adat. Tanah adat ini dimiliki oleh sejumlah individu atau kelompok masyarakat secara turun temurun sejak nenek moyangnya. Oleh sebab itu, mereka menganggap pemilikan ini sudah kuat dan pasti, sehingga tidak dibutuhkan lagi bukti-bukti lainnya untuk memperkuat status hak atas tanah tersebut. Mereka sudah begitu lama dan bahkan telah berabad-abad menguasainya dan memperoleh nafkah dari tanah tersebut. Dalam kurun waktu yang begitu lama tidak ada gangguan dari pihak lain.

  Dengan latar belakang seperti ini, mereka sama sekali tidak merasakan fungsi dan manfaat dari pendaftaran tanah tersebut. Malahan hal ini menjadikan sebuah beban terutama dari segi ekonomi mereka. Selanjutnya pendaftaran tanah bahkan mereka anggap sebagai penyimpangan terhadap norma-norma pemilikan tanah yang mereka pegang teguh selama ini, yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Yang terpenting bagi mereka, mereka bisa mendiami, mengerjakan dan memperoleh hasil dari tanah tersebut demi kelangsungan hidup mereka.

  Gaya pemikiran seperti ini mudah dipahami, sebab masyarakat adat yang menghuni tanah adat pada umumnya sekaligus masyarakat agraris, yang semata-mata hidup dari hasil pertanian dan peternakan tradisional. Selama ini mereka hampir tidak mengalami interaksi sosial yang menyangkut tanah dengan orang-orang diluar

   masyarakat adatnya.

  Kenyataan menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat adat saling menghargai dan menghormati milik masing-masing atas tanah. Ini mungkin karena tanah tidak/belum menjadi objek bisnis modern yang bisa mendatangkan keuntungan dan kekayaan secara mendadak. Dari uraian diatas, kiranya jelas bahwa masyarakat belum/tidak begitu merasakan urgensi pendaftaran tanah.

  Jika kita melihat secara yuridis, memang benar dikatakan bahwa orang yang tidak mampu dibebaskan dari biaya pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 ayat (4) UUPA. Akan tetapi, dalam kenyataannya perintah

  pasal 19 ayat (4) UUPA ini tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Mungkin saja masalahnya terbentur pada biaya. Bagaimanapun juga, pendaftaran tanah tetap memerlukan biaya yang mahal. Soalnya apakah biaya Negara mampu menutupi biaya pendaftaran tanah bagi orang mampu diseluruh Indonesia ?. Disamping itu juga,

6 Ibid, Hal.40

  biaya pendaftaran tanah yang dibayar di Kantor Badan Pertanahan tersebut

   merupakan pendapatan daerah yang akan dimasukkan kedalam pendapatan negara.

  Apabila masyarakat yang yang tidak mampu, khususnya masyarakat pedesaan yang mata pencahariannya mayoritas sebagai petani dan nelayan tidak membayarkan biaya pendaftaran tanah sesuai dengan perintah pasal 19 ayat (4) UUPA tersebut, maka secara langsung dapat mengurangi pendatapan daerah dan pendapatan negara. Bahkan negara yang akan dirugikan dengan menanggulangi biaya pendaftaran tersebut.

  Dipandang dari sikap mental masyarakat dapat dikatakan bahwa salah satu syarat yang diperlukan untuk menunjang suatu kegiatan ialah kesadaran atau kepatuhan. Demikian pula halnya dalam pendaftaran tanah. Namun kesadaran tidak datang dengan sendirinya, maka hal itu hendaknya ditimbulkan, terutama oleh pihak yang berwenang. Tetapi tampaknya pihak berwenang belum mengusahakan tumbuhnya kesadaran masyarakat secara maksimal.

  Tanah-tanah di Indonesia sangat bervariasi, baik dari segi kesuburan maupun letak geografisnya. Tanah subur lebih tinggi nilai ekonomisnya daripada tanah kurang subur atau tandus ditinjau dari segi produksi pertanian. Tanah kota atau tanah yang letaknya didekat kota akan lebih mahal harganya jika dijual dibandingkan dengan tanah-tanah yang jauh dari kota. Bahkan tanah-tanah yang jauh dari

7 Ibid, Hal.35

  perkotaan, sekalipun sudah didaftarkan dan pemiliknya sudah memegang sertifikat

   hak milik belum tentu diterima oleh bank sebagai jaminan kredit.

  Hal-hal tersebut merupakan penghalang terhadap akselerasi pendaftaran tanah, sementara tanah-tanah dekat perkotaan tetap menjadi ajang sengketa dan objek spekulasi bisnis yang turut menyebabkan lajunya inflasi keuangan. Jadi, tanah-tanah yang jauh atau agak jauh dari kota yang merupakan bagian terbesar dari tanah-tanah Indonesia sulit diterapkan pelaksanaan pendaftaran tanah.

  Ketidakadaan prioritas (lack of priority) turut mempengaruhi pendaftaran tanah. Selama ini pemerintah Indonesia belum pernah memberikan prioritas pendaftaran tanah secara simultan. Dengan kata lain, dalam pelaksanaan PELITA demi PELITA, pendaftaran tanah belum pernah ditangani secara besar-besaran.

  Keadaan seperti inilah yang tidak mendukung pertumbuhan kesadaran masyarakat akan perlunya pendaftaran tanah. Untuk masyarakat luas, kesadaran tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi kesadaran itu perlu ditanamkan didalam hati mereka. Dalam keadaan yang seperti ini, perlu diberikan penyuluhan hukum. Dan yang terpenting aparat pemerintah dan petugas pendaftaran tanah hendaknya bertindak jujur, artinya tidak membuat adanya kesenjangan antara apa yang direncanakan dengan apa yang dilaksanakan. Jadi jelaslah bahwa prioritas terhadap pendaftaran tanah dari Pemerintah perlu diadakan, bukannya seperti selama ini dalam ketiadaan prioritas

   8 (lack of priority) 9 Ibid, Hal.43 Ibid, Hal.44

  B. Perumusan Masalah

  Bertitik tolak dari uraian dan pembahasan diatas, maka dapatlah dirumuskan permasalahan yang menjadi pokok bahasan berkenaan dengan kesadaran hukum masyarakat Nias dalam rangka pendaftaran tanah di Kabupaten Nias sebagai berikut : 1.

  Sejauh mana pemahaman masyarakat di Kabupaten Nias tentang Pendaftaran Tanah ? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh masyarakat dan BPN

  Kabupaten Nias dalam melakukan Pendaftaran Tanah ? 3. Sejauhmana peranan atau upaya pemerintah melalui BPN Kabupaten Nias dalam rangka pendaftaran tanah di Kabupaten Nias ?

  C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai untuk menjawab permasalahan yang ada. Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat di Kabupaten Nias tentang Pendaftaran Tanah.

  2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi oleh masyarakat dan BPN Kabupaten Nias dalam melakukan Pendaftaran Tanah.

  3. Untuk mengetahui peranan atau upaya pemerintah dalam rangka pendaftaran tanah di Kabupaten Nias.

  Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana dimaksud diatas, maka penulisan skripsi ini juga bermanfaat untuk :

  1. Manfaat secara teoritis a.

  Untuk menambah wawasan dan pengetahuan kepada mahasiswa atau kalangan akademis mengenai Pendaftaran Tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997.

  b.

  Untuk memberikan suatu pengembangan wawasan dan pemikiran modern tentang pendaftaran tanah kepada masyarakat yang memiliki hak atas tanah, baik yang tanahnya sudah terdaftar maupun yang belum terdaftar.

  2. Manfaat secara Praktis Untuk dapat memberi pemahaman kepada msyarakat mengenai pendaftaran tanah, sehingga mudah-mudahan dengan skripsi ini masyarakat Kabupaten Nias khsusnya memperoleh pemahaman mengenai Pendaftaran Tanah. Selain itu, kiranya skripsi ini juga bermanfaat untuk mendorong pemerintah berperan dalam pendaftaran tanah sebagaimana yang diperintahkan oleh PP No. 24 Tahun 1997.

  D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan hasil pemikiran penulis sendiri.

  Sepanjang penelusuran diperpustakaan yang dilakukan, belum terdapat judul dan permasalahan yang sama dengan tulisan ini. Kalaupun ada skripsi yang mirip dengan skripsi ini, penulis yakin substansi pembahasannya berbeda. Sehingga skripsi ini benar-benar merupakan tulisan yang berbeda dengan tulisan yang lain. Dengan demikian, keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

  E. Tinjauan Pustaka

  Didalam skripsi ini penulis membahas mengenai : Kesadaran Hukum Masyarakat Nias dalam Rangka Pendaftaran Tanah di Kabupaten Nias.

1. Pengertian-pengertian

a. Pengertian Kesadaran Hukum dan Masyarakat

  Menurut Sudikno Mertokusumo, “Pada hakekatnya Kesadaran Hukum adalah kesadaran akan adanya atau terjadinya “kebatilan” atau “onrecht” tentang apa hukum itu, atau apa yang seharusnya hukum itu. Atau dengan perkataan lain, kesadaran hukum itu berarti kesadaran tentang apa yang seharusnya kita lakukan atau apa yang seharusnya tidak kita lakukan terutama terhadap orang lain. Kesadaran

  

  hukum mengandung tepo seliro atau toleransi.”

10 Sudikno Mertokusumo,Kesadaran Hukum Sebagai Landasan Untuk Memperbaiki Sistem

  (Internet) tanggal 18 Januari 2015, Hal 1

  Adapun definisi Masyarakat menurut kamus hukum Sudarsono adalah “sejumlah manusia dalam arti yang sangat luas dan terikat oleh suatu kebudayaan

  

  yang mereka nilai sama.” Sedangkan definisi dari Masyarakat Hukum adalah “sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dimana didalam kelompok tersebut berlaku suatu rangkaian peraturan yang menjadi tingkah laku bagi setiap kelompok dalam

  

  pergaulan hidup mereka”

b. Pengertian dan Dasar Hukum Pendaftaran Tanah

  Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting dalam UUPA, karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti kepemilikan atas hak tanah. Begitu pentingnya persoalan pendaftaran tanah tersebut, sehingga UUPA memerintahkan kepada Pemerintah untuk melakukan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini tentunya sesuai dengan pasal 19 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa : “untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  Sebagai tindak lanjut dari pemerintah pasal 19 ayat (1) UUPA tersebut, pemerintah mengeluarkan PP No. 10 Tahun 1961, maka setelah berlaku kurang lebih selama 28 tahun, pemerintah mengeluarkan PP No. 24 Tahun 1997 tentang 11 pendaftaran tanah. 12 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2005 R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika Jakarta, 2006, Hal.298

  Pada PP No. 10 Tahun 1961, pengertian pendaftaran tanah lebih menekankan pada kegiatan penyelenggaraan kegiatan. Terutama pada kegiatan pengukuran desa demi desa, yang dapat kita lihat pada pasal 1 : “Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh jawatan . Pendaftaran Tanah menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan mulai pada tanggal ditetapkan oleh Menteri Agraria untuk masing-masing daerah”, dan Pasal 2 : “Pendaftaran Tanah

   diselenggarakan desa demi desa atau daerah-daerah setingkat dengan itu” .

  Adapun pengertian pendaftaran tanah menurut Pasal 1 ayat (1) PP No. 24 Tahun 1997 adalah “rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”.

  Dari ayat (1) ini, maka disebutkan bahwa pendaftaran tanah tersebut dipertegas sebagai berikut : a.

  Pendaftaran awal yang mendaftarkan hak-hak atas tanah untuk pertama kali dan harus terus dipelihara (ajudikasi) b.

  Pendaftaran hak-hak karena adanya mutasi hak, ataupun adanya pengikatan 13 jaminan hutang dengan tanah sebagai agunan dan pendirian hak baru (Hak

  Syarifuddin Chandra, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah, Pustaka Bangsa Press, Medan, Hal. 16

  Guna Bangunan atau Hak Pakai diatas Hak Milik) hak-hak yang timbul dari rumah susun dan bagian-bagian dari rumah susun.

  c.

  Pendaftaran tersebut meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan

   penyajian serta memelihara data fisik dan data yuridis .

  Guna menjamin kepastian hukum dari hak-hak atas tanah, di satu pihak UUPA mengharuskan Pemerintah untuk mengadakan Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Indonesia, dan dilain pihak UUPA mengharuskan para pemegang hak yang bersangkutan untuk mendaftarkan hak-hak atas tanahnya.

  Boedi Harsono juga merumuskan pengertian pendaftaran tanah sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur dan terus menerus untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan menyajikan data tertentu mengenai bidang-bidang atau tanah-tanah tertentu yang ada disuatu wilayah tertentu dengan

  

  AP Parlindungan juga mengatakan bahwa pendaftaran tanah juga berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda kadaster) suatu untuk istilah teknis untuk suatu record atau rekaman menunjuk pada luas, nilai dan kepemilikan, misalnya atas sebidang tanah. Kata ini berasal dari Bahasa Latin Capitastrum yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk tanah pajak Romawi (CapotatioTerreus). Dalam artian yang tegas, cadastre adalah record (rekaman

  14 15 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999, Hal 73 Daliyo,dkk, Hukum Agraria I, PT Prenhallindo, Jakarta, 2001, Hal 80 daripada lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan

   perpajakan) .

  2. Asas-asas dan Tujuan Pendaftaran Tanah

  Menurut Pasal 2 PP No. 24 Tahun 1997, Pendaftaran Tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir, dan terbuka. Penjelasan dari Pasal tersebut sebagai berikut :

  Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksud agar ketentuan- ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak- pihak yang berkepentingan, terutama para pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

  Sedangkan asas aman dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu dilaksanakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

  Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak pemegang hak yang membutuhkan pendaftaran tanah, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak- pihak yang memerlukannya.

  16 Tampil Anshari Siregar, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, Multi Grafik, Medan, 2007, Hal 24

  Asas mutakhir adalah asas yang dimaksudkan untuk melengkapi dalam proses pelaksanaan dan keseimbangan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian hari. Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Badan Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan yang ada dilapangan tanpa adanya manipulasi data, dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang

   benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan asas terbuka .

  Adapun prinsip-prinsip pendaftaran tanah menurut Pasal 19 UUPA adalah:

  1. Torrens System, adalah sistem yang dapat diketahui siapa yang memiliki dari pertama kali diatas bidang-bidang tanah tersebut, siapa pejabat-pejabat yang menandatanganinya dapat diketahui pemilik yang baru.

  2. Asas negatif adalah bahwa sesorang yang telah tercantum namanya dalam sertifikat itu tidak mutlak sebagai pemilik hak atas tanah tersebut, akan tetapi dapat diajukan suatu keberatan untuk menemukan pemilik dari suatu bidang tanah tersebut dengan suatu pembuktian yang lebih daripada yang tercantum namanya tersebut, dalam hal ini dapat diajukan ke depan Pengadilan.

  3. Asas publisitas, adalah suatu informasi pertanahan kepada umum dan pemerintah, oleh karena itu setiap orang berhak meminta surat keterangan yang berisikan 17 keterangan tentang haknya, luasnya, lokasinya dan sebagainya.

  A.P. Parlindungan, Op.Cit, Hal.76

  4. Asas spesialitas, adalah pendaftaran tanah dapat dilihat dari surat ukurannya karena himpunannya adalah desa disertai jalan, nomor dari jalan tersebut sehingga akan mudah ditelusuri tempat tersebut.

  5. Asas rechts-cadaster, adalah suatu kegiatan daripada Kantor Pertanahan apabila seseorang yang akan melakukan suatu peralihan harus lebih dahulu dibayar pajak

   balik namanya dan biaya balik nama kepada orangnya .

  Menurut Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997, Pendaftaran Tanah bertujuan : a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

  b.

  Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

  c.

  Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

  Dari penjelasan pasal-pasal disebutkan sebagai berikut : Tujuan pendaftaran tanah sebagaimana tercantum pada huruf a merupakan tujuan utama pendaftaran tanah oleh pasal 19 UUPA. Disamping itu, 18 dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat

  Affan Mukti, Pokok-pokok Bahasan Hukum Agraria, USU Press, Medan, 2006, Hal 52 informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak-pihak termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak-pihak termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan

   perwujudan tertib admisnistrasi di bidang pertanahan .

  3. Mekanisme Pendaftaran Tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997

  PP No. 24 Tahun 1997 memerintahkan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan pendaftaran tanah. Namun dalam skripsi ini penulis hanya membahas mengenai pendaftaran tanah untuk pertama kalinya.

  Bertolak dari luasnya cakupan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kalinya, ada beberapa hal pokok yang terdapat pada kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali itu yang harus dipahami, yaitu : a.

  Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali b. Pengumpulan dan pengolahan data fisik c. Pembuktian hak dan pembukuannya d. Penerbitan sertifikat e. Penyajian data fisik dan data yuridis, dan f. 19 Penyimpangan daftar umum dan dokumen

  A.P. Parlindungan, Op.Cit, Hal 78

  Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali itu dilakukan melalui 2 cara, yaitu secara sistematik dan secara sporadik. Dalam PP No. 24 Tahun 1997 kedua cara itu diberi penegasan bahwa pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegaiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa / kelurahan. Sementara pendaftaran tanah secara sporadik merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa /

  

  Adapun tahap-tahapan dalam pendaftaran tanah secara sporadik sebagaimana tercantum dalam PerMen. Agra/Ka.BPN No.3/1997 sebagai berikut :

  1. Permohonan Pendaftaran Tanah secara Sporadik Kegiatan pendaftaran tanah secara sporadik dilakukan atas dasar permohonan perorangan atau massal dengan surat permohonan yang bentuknya sebagaimana yang diatur dalam PerMen. Agra/Ka.BPN No.3/1997 yang meliputi permohonan untuk : a.

  Melakukan pengukuran bidang tanah untuk keperluan tertentu yaitu untuk persiapan permohonan hak baru, untuk pemisahan, pemecahan, penggabungan bidang tanah, untuk pengembalian batas, untuk penataan batas dalam rangka

  20 Tampil Anshari Siregar, Op.Cit, Hal.81 pengadaan tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk hal-hal lain dengan persetujuan pemegang hak, b.

  Mendaftarkan hak baru berdasarkan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 23 PP No. 24 Tahun 1997, c.

  Mendaftarkan hak baru berdasarkan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 23 PP No. 24 Tahun 1997.

  Setiap permohonan yang diajukan harus disertakan dengan dokumen asli untuk membuktikan hak atas bidang tanah yang bersangkutan.

  2. Pengukuran dan Pemetaan Untuk keperluan pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan yang meliputi : a.

  Pembuatan peta dasar pendaftaran, b. Penetapan batas bidang-bidang tanah, c. Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran, d.

  Pembuatan daftar tanah, e. Pembuatan surat ukur.

  3. Pengumpulan dan Penelitian data Yuridis bidang tanah Hak atas tanah baru dibuktikan dengan : a.

  Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah negara atau tanah hak pengelolaan; b. Asli akta PPAT yang menurut pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik; c. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh pejabat yang berwenang; d.

  Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf; e. Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan; f. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.

  Sedangkan Hak lama dibuktikan dengan : a. Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftarkan hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya; b.

  Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengakp alat-alat pembuktian, maka pembuktian hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya dengan syarat : Penguasaan tanah tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya;

  Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 PP No.24 Tahun 1997 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa / kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

  c.

  Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana dimaksud dalam

  pasal 24 PP No.24 Tahun 1997 dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Kepala Kantor Pertanahan.

  d.

  Hasil penelitian alat-alat bukti di tuangkan dalam suatu daftar isian.

  4. Pengumpulan Data Fisik, Data Yuridis dan Pengesahannya.

  a.

  Daftar isian beserta peta bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran diumumkan selama 60 (enam puluh) hari untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan; b.

  Pengumuman dilakukan di Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan serta ditempat lain yang dianggap perlu, seperti media massa; c.

  Jika dalam jangka waktu pengumuman ada yang mengajukan keberatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan, maka Kepala Kantor Pertanahan mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat; d.

  Setelah jangka waktu pengumuman berakhir, data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik disahkan dengan suatu berita acara; e. Jika setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman masih ada kekuranglengkapan data fisik dan atau data yuridis yang bersangkutan atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, pengesahan dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan.

5. Pembukuan Hak

  Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun didaftar dengan membukukannya dalam buku tanah. Dalam buku tanah tersebut tercantum data yuridis dan data fisik bidang tanah yang bersangkutan, dan apabila ada surat ukurnya maka dicatat pula pada surat ukur tersebut. Pembukuan hak dilakukan bersadarkan alat bukti dan berita acara pengesahan.

6. Penerbitan Sertifikat

  Sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.

  Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya dengan data yang ada didalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

  Apabila atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah, atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik, dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu, tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan atau penerbitan sertifikat tersebut.

  Adapun tahapan-tahapan pendaftaran tanah secara sistematis sebagaimana diatur dalam Permen.Agra/Ka/BPN No.3/1997 adalah sebagai berikut :

1. Penetapan lokasi oleh Menteri atas usul Kepala Kantor Wilayah; 2.

  Persiapan Kepala Kantor Pertanahan menyiapkan peta dasar yang berbentuk peta garis atau peta foto;

  3. Pembentukan Panitia Ajudikasi danSatuan Tugas (satgas) Dalam melaksanakan pendaftaran tanah secara sistematik, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh Panitia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.

  4. Penyelesaian permohonan yang ada pada saat mulainya pendaftaran tanah secara sistematik.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Keberhasilan otonomi daerah tidak lepas dari kemampuan bidang - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah Pada Pemda Di Sumatera Utara

0 0 18

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dan Jumlah Penduduk Terhadap Belanja Daerah Pada Pemda Di Sumatera Utara

0 0 16

A. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut - Perbedaan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dan Pengalaman Karies Pada Siswa Pendidikan Formal (Sdit Alif) Dan Nonformal (Sd Yayasan Amal Shaleh) Di Kecamatan Medan Polonia

0 1 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Karies - Perbedaan Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Gigi Dan Mulut Dan Pengalaman Karies Pada Siswa Pendidikan Formal (Sdit Alif) Dan Nonformal (Sd Yayasan Amal Shaleh) Di Kecamatan Medan Polonia

0 2 19

Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Berdasarkan Hukum Positif Indonesia(Studi Padaunit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)

0 0 13

Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Berdasarkan Hukum Positif Indonesia(Studi Padaunit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)

0 0 34

KATA PENGANTAR - Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Berdasarkan Hukum Positif Indonesia(Studi Padaunit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)

0 0 23

Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara Pt. Pelindo I Dengan Pt. Metito Indonesia

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara Pt. Pelindo I Dengan Pt. Metito Indonesia

1 2 16

BAB II PERANAN DAN UPAYA PEMERINTAH (BPN) A. Pendaftaran Tanah dalam Pandangan Yuridis - Kesadaran Hukum Masyarakat Nias Dalam Rangka Pendaftaran Tanah (Studi Kasus Di Kabupaten Nias)

0 1 23