BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kanker Serviks - Hubungan Perilaku Seksual Dan Riwayat IMS Pada Wanita Dengan Terjadinya Kanker Serviks, Pada Pasien Yang Datang Berobat Dan Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kanker Serviks

  Kanker servik merupakan penyakit keganasan yang menimbulkan masalah dalam kesehatan kaum wanita terutama di negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia. Penyakit kanker servik menyerang leher rahim, saluran rahim, bagian dalam rahim, dan bisa juga luar rahim atau kandungan ( Supriyanto, 2010 ).

  Kanker servik atau kanker mulut rahim adalah pertumbuhan sel

  • – sel kanker di mulut rahim atau serviks yang tidak normal. Kanker servik merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi pada wanita Indonesia. Di negara maju kanker servik sudah agak menurun. Penyebab kanker serviks belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, sekitar 95% kanker serviks diduga terjadi karena sejenis virus, yaitu Human

  Papiloma Virus ( HPV ). Virus ini dapat menular melalui perilaku seksual seperti sering berganti pasangan dan berhubungan seksual diusia muda ( Setiati, 2009 ).

  2.1.1. Defenisi Kanker Serviks

  Kanker serviks adalah penyakit kanker yang terjadi pada daerah leher rahim, yaitu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk kearah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dengan liang senggama wanita (vagina) (Wijaya, 2010).

  2.1.2. Faktor Penyebab Kanker Serviks

  Peristiwa kanker serviks diawali dari sel serviks normal yang terinfeksi oleh HPV (Human Papiloma Virus).Virus ini berasal dari familia Papovaviridae dangenus

  Papiloma virus. Infeksi HPV umumnya terjadi setelah wanita melakukan hubungan seksual. Human Papiloma Virus telah diketahui memiliki lebih dari 100 tipe, dimana sebagian besar diantaranya tidak berbahaya dan akan lenyap dengan sendirinya.

  Dari 100 tipe HPV, hanya 30 diantaranya yang beresiko kanker serviks. Adapun tipe yang paling beresiko adalah HPV 16, 18, 31, dan 45 yang sering ditemukan pada kanker maupun lesi prakanker serviks, yaitu menimbulkan kerusakan sel lendir luar menuju keganasan. Sementara, tipe yang beresiko sedang yaitu HPV tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, dan 68, dan yang beresiko rendah adalah HPV tipe 6, 11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, dan 56. Dari tipe ini, HPV tipe 16 dan 18 merupakan penyebab tersering kanker serviks yang telah terjadi di seluruh dunia. HPV tipe 16 mendominasi infeksi ( 50

  • – 60% ) pada penderita kanker serviks disusul dengan tipe 18 ( 10 – 15% ) ( Wijaya, 2010 ).

2.1.3. Gejala Kanker Serviks

  Gejala awal kondisi pra-kanker umumnya ditandai dengan ditemukannya sel- sel abnormal. Sering kali pula kanker serviks tidak menimbulkan gejala. Namun bila sel-sel abnormal ini berkembang menjadi kanker serviks barulah muncul gejala-gejala kanker serviks sebagai berikut : a.

  Munculnya rasa sakit dan perdarahan saat berhubungan seksual ( contact

  bleeding ) b.

  Perdarahan vagina yang tidak normal, seperti perdarahan diluar siklus menstruasi yang regular, periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, dan perdarahan setelah menopause.

  c.

  Keputihan yang berlebihan dan tidak normal. d.

  Penurunan berat badan secara drastis.

  e.

  Apabila kanker sudah menyebar ke panggul, maka pasien menderita keluhan nyeri punggung, hambatan dalam berkemih, serta pembesaran ginjal.

2.1.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kanker Serviks

  Faktor resiko adalah faktor yang memudahkan terjadinya infeksi virus HPV dan faktor lain yang memudahkan terjadinya kanker serviks. Semua wanita beresiko untuk terserang kanker serviks, faktor

  • – faktor yang dapat meningkatkan terjadinya kanker serviks pada wanita adalah : 1.

  Infeksi HPV HPV adalah suatu virus yang dapat menyebabkan terjadinya kutil di daerah genital ( kondiloma akltminata ), yang ditularkan melalui hubungan seksual. HPV sering diduga sebagai penyebab terjadinya perubahan yang abnormal dari sel

  • – sel rahiim ( Supriyanto, 2010 ) 2.

  Jumlah Pasangan Seksual ( Multipartner ).

  Ada lebih dari 100 jenis HPV dan beberapa diantaranya ditularkan melalui hubungan seksual. Dengan demikian, kanker serviks juga berkaitan dengan jumlah partner seksual. Semakin banyak partner seksual yang dimilki seorang wanita, maka semakin meningkat pula resiko terjadinya kanker serviks pada wanita.

  Bahwa setiap wanita beresiko untuk terinfeksi HPV walaupun setia pada satu pasangan. Pasangan yang terinfeksi HPV akan menjadi sumber infeksi HPV bagi wanita lainnya. Walaupun kanker serviks adalah perempuan, tetapi lelaki juga memiliki peranan penting didalam penyebarannya (Wijaya, 2010)

  3. Umur Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah mereka yang berusia

  35

  • – 50 tahun dan masih aktif berhubungan seksual (prevalensi 5 – 10%). Meski fakta memperlihatkan bahwa terjadi pengurangan resiko infeksi HPV seiring pertambahan usia, namun sebaliknya resiko infeksi menetap semakin meningkat (Wijaya, 2010).

  4. Aktivitas Seksual Pertama Kali Prevalensi atau angka kejadian tertinggi kanker serviks (sekitar 20%) terutama dijumpai pada perempuan yang telah aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun.

  Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa meningkatkan resiko terserang kanker serviks dua kali lebih besar dibandingkan perempuan yang melakukan hubungan seksual setelah usia 20 tahun (Wijaya, 2010).

  5. Frekuensi Kehamilan Jumlah kehamilan yang pernah dialami wanita juga meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks. Sehingga, wanita yang mempuyai banyak anak atau sering melahirkan mempunyai resiko terserang kanker serviks lebih besar.

  6. Merokok Merokok merupakan penyebab penting terjadinya kanker serviks jenis karsinoma sel skuamosa. Faktor resiko meningkat dua kali dibandingkan orang yang tidak merokok dengan resiko tertinggi terdapat pada orang yang merokok dalam jangka waktu lama serta jumlah yang banyak.

  7. Penggunaan Pil Kontrasepsi Penggunaan pil kontrasepsi ( kombinasi estrogen dan progesteron ) dalam jangka waktu lama, yakni 5 tahun atau lebih, dapat meningkatkan resiko kanker serviks dua kali lipat lebih besar.

  8. Kekebalan Tubuh Seseorang yang terinfeksi HIV dan yang dnyatakan memiliki hasil uji Pap

  Smear abnormal, serta para penderita gizi buruk juga beresiko terinfeksi HPV. Pada orang yang melakukan diet ketat, rendahnya konsumsi vitamin A, C, dan E setiap hari dapat menyebabkan berkurangnya tingkat kekebalan pada tubuh, sehingga orang tersebut mudah terinfeksi oleh berbagai virus, termasuk HPV. Penurunan kekebalan tubuh dapat mempercepat pertumbuhan sel kanker dari noninvasive menjadi invasiv (Wijaya, 2010).

  9. Ras ( Keturunan ) Ras sedikit banyak juga berpengaruh terhadap resiko terjadinya kanker serviks. Pada ras Afrika

  • – Amerika kejadian kanker serviks meningkat dua kali dari ras Amerika – Hispanik. Sementara, untuk ras Asia – Amerika memiliki angka kejadian kanker serviks yng sama dengan warga Amerika ( Wijaya, 2010 ).

  10. Penggunaan antiseptik Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker (Diananda, 2007).

2.1.5. Perkembangan Penyakit Kanker Serviks

  Perkembangan ini memakan waktu antara 5

  • – 20 tahun, mulai dari tahap infeksi, lesi prakanker, hingga positif menjadi kanker. Kanker serviks berkembang secara bertahap. Prakanker meliputi displasi ringan ( 5 tahun atau lebih ), dysplasia sedang ( 3 tahun atau lebih ), dysplasia berat ( 1 tahun atau lebih ), samapi menjadi kanker stadium 0. Perkembangan sel yang tidak normal pada epitel serviks dapat berkembang menjadi prakanker yang disebut juga sebagai Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN).

  Tahapan perkembangan sel-sel abnormal hingga menjadi kanker serviks adalah sebagai berikut : a.Cervical Intraepithalial Neoplasia I (CIN I) atau Low Grade Squamous

  

Intraepithalial Lesions (LSILs). Dalam tahap ini terjadi perubahan yaitu sel yang

terinfeksi HPV onkogenik akan membuat partikel-partikel virus baru.

  b.Cervical Intraepithalial Neoplasia II (CIN II) atau High Grade Squamuos

  

Intraepithalial Lesions HSILs). Dalam tahap ini, sel-sel semakin menunjukkan

gejala abnormal prakanker.

  c.Cervical Intraepithalial Neoplasia III (CIN III). Dalam tahap ini, lapisan permukaan serviks dipenuhi dengan sel-sel abnormal dan semakin abnormal. d.Infeksi persisten dengan HPV onkogenik dapat berkembang menjadi atau menunjukkan kehadiran lesi prakanker, seperti CIN I, CIN II, CIN III, dan

  Carcinoma in situ (CIS).

  e. Kanker serviks yang semakin invasif yang akan berkembang dari CIN III.

2.1.6. Stadium Klinis Kanker Serviks

  Berdasarkan tingkat keganasannya, perkembangan kanker serviks terbagi dalam beberapa stadium. Dimulai dari stadium nol yang bersifat noninvasiv hingga stadium IV yang sudah menyebar ke organ-organ tubuh yang lain (Wijaya, 2010).

  Tabel. Stadium Klinis Kanker Serviks Menurut FIGO 2000

  No Stadium Keterangan Stadium 0 Karsinoma in situ, karsinoma intraepithelial

  1 Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks (penyebaran ke korpus uteri

  2

  diabaikan) Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara

  3

  mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau dengan invasi yang sangat superfisial dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7 mm

  

Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan

  4

  lebar tidak lebih dari 7 mm Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang

  5

  

dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm

Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari Ia

  6 Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm

  7 Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm

  8 Stadium II Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau

  9 infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul.

  

Stadium IIa Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan parametrium

  10 Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding

  11

  panggul

Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan

  12

  sampai dinding panggul. Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh sebab lain. Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi parametrium belum

  13

  mencapai dinding panggul Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau

  14

  gangguan fungsi ginjal Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduksi

  15 Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum

  16 Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul

  17

  2.1.7. Pencegahan Kanker Serviks

  Banyak sekali yang dapat dilakukan untuk pencegahan sebelum datangnya kanker leher rahim yaitu dengan pencegahan primer dan pencegahan sekunder.

  Pencegahan primer adalah sebuah pencegahan awak kanker yang utama. Hal ini untuk menghindari faktor resiko yang dapat dikontrol. Cara-cara pencegahan primer adalah sebagai berikut:

  a. Tundalah hubungan seksual sampai usia diatas remaja

  b. Batasi jumlah pasangan

  c. Menolak berhubungan seksual dengan yang mempunyai banyak pasangan

  d. Menolak berhubungan seksual dengan orang terinfeksi genital

  e. Hubungan seksual yang aman f. Berhenti merokok.

  Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan dengan cara uji pap smear dengan teratur. Hal ini dapat dilakukan pada : a. Semua wanita usia 18 tahun atau telah melakukan hubungan seksual.

  b. Bila telah tiga kali pap smear dan hasilnya normal maka pemeriksaan akan lebih jarang.

  c. Wanita yang telah dilakukan pengangkatan rahim.

  d. Wanita yang telah menopause masih dibutuhkan pemeriksaan uji pap

  2.1.8. Deteksi Dini Kanker Servik

  Kanker serviks dapat dikenali pada tahap prakanker, salah satunya dengan melakukan skrining yang berarti pemeriksaan dilakukan tanpa menunggu munculnya keluhan terlebih dahulu. Tujuan dari deteksi dini atau skrining kanker serviks adalah untuk menemukan adanya kelainan pada mulut ( leher ) rahim. Oleh karena itu, dengan mendeteksi kanker serviks sejak dini diharapkan dapat mengurangi jumlah penderita kanker serviks.

  a.

  Tes Pap Smear Tes Pap Smear merupakan cara atau metode untuk mendeteksi sejak dini munculnya lesi prakanker serviks. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Tes Pap Smear bisa dilakukan kapan saja, kecuali pada masa haid. Bagi perempuan yang telah menikah atau sudah pernah melakukan hubungan seksual dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear setahun sekali. Pemeriksaan Pap Smear tidak dianjurkan bagi wanita yang telah histerektomi (pengangkatan serviks). Hasil pemeriksaan pap smear adalah normal, displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas), displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas), karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar), kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya) (Nafsi, 2013).

  b.

  IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

  IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asama asetat 3-5%.

  Apabila setelah pulasan terjadi perubahan warna asam asetat yaitu tampak bercak putih, maka kemungkinan ada kelainan tahap prakanker serviks. Jika tidak ada perubahan warna maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks.

  Keunggulan cara skrinning ini adalah cukup sederhana, murah, cepat, hasil segera diketahui, dan pelatihan kepada tenaga kesehatan lebih mudah dilakukan (Wijaya, 2010).

  c.

  Kolposkopi Kolposkopi adalah suatu prosedur ginekologik yang menerangi dan memperbesar vulva, dinding vagina, dan serviks untuk dideteksi dan diuji mengenai abnormalitas strukturnya. Tujuannya untuk menentukan apakah ada lesi atau sel

  • – sel yang tidak normal pada leher rahim. Jika ternyata ada sel
  • – sel yang tidak normal, prosedur selanjutnya adalah biopsi.

  Kolposkop merupakan sebuah alat diagnostik yang dapat digunakan pada jarak 30 sentimeter dari objek yang diamati. Untuk melihat abnormalitas serviks, alat ini menggunakan sinar kuat dan mikroskop binokuler.

  Perilaku Seksual 2.2.

  Perilaku seksual adalah perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku.

  Contohnya dengan berfantasi, masturbasi, berpegangan tangan, cium pipi, berpelukan, dan sebagainya. Perubahan dan perkembangan yang terjadi dipengaruhi oleh berfungsinya hormon-hormon seksual yaitu testosteron pada laki-laki dan progesteron pada perempuan, hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual manusia.

  Dorongan seksual bisa muncul dalam bentuk ketertarikan terhadap lawan jenis, keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual, dan sebagainya. Perilaku seksual merupakan hasil interaksi kepribadian dengan lingkungan sekitarnya (Bachtiar, 2004).

  Dorongan seksual bisa diekspresikan dalam berbagai bentuk perilaku, namun tidak semua perilaku merupakan ekspresi dorongan seksual. Ekspresi dorongan seksual atau perilaku seksual ada yang aman dan ada yang tidak aman, baik secara fisik, psikis, maupun sosial (Tito, 2004).

2.2.1. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

  Menurut Pengkahahlil (2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menyalurkan dorongan seksual yang berbeda-beda antara lain : a.

  Pengalaman seksual. Semakin banyak pengalaman mendengar, melihat, dan mengalami stimulus, maka semakin kuat pula stimulus yang dapat mendorong perilaku seksual. Misalnya media massa (film, internet, gambar, atau majalah), obrolan dari teman atau pacar tentang pengalaman seksual, melihat orang-orang yang tengah berpacaran atau melakukan hubungan seksual.

  b.

  Faktor kepribadian, seperti harga diri, kontrol diri, tanggungjawab, kemampuan membuat keputusan, dan nilai-nilai yang dimiliki.

  Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan. Bila seseorang memiliki c. penghayatan yang kuat terhadap nilai-nilai ini, maka integritas yang selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif.

  Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Setiap orang yang memiliki d. pemahaman yang benar dan proposional tentang kesehatan reproduksi

cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat

2.2.2. Bentuk Perilaku Seksual sebagai faktor resiko terjadinya kanker serviks

  Perilaku seksual yang dapat menyebabkan resiko terjadinya kanker serviks meliputi: a.

  Berganti-ganti pasangan seksual ( Multipartner Seksual ) Perilaku yang sering berganti

  • – ganti pasangan kemungkinan besar bisa terkena kanker serviks. Dengan berganti
  • – ganti pasangan kesempatan untuk terkena penyakit akibat hubungan seksual makin besar, Faktor yang paling mempengaruhi timbulnya kanker serviks adalah penyakit akibat hubungan seksual seperti gardnella

  vaginosis ( gejalanya keputihan berwarna abu

  • – abu yang berbau dan sering ditemukan bersama infeksi trikhomonosiasis ), klamidia, herpes, dan kondiloma akuminata. Berdasarkan penelitian, resiko kanker serviks meningkat lebih dari 10 kali bila berhubungan dengan enam atau lebih mitra seks ( Diananda, 2009 ).

  Penelitian Lubis ( 2012 ) terdapat hubungan antara multipartner seksual dengan resiko terjadinya kanker serviks. Benson dalam Melva menemukan kasus kanker serviks 4 kali lebih banyak pada wanita yang melakukan prostitusi.

  b.

  Aktivitas Seksual Dini Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia >20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun.

  Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.

  Kemungkinan terserang kanker serviks pada mereka yang berusia 16 tahun kebawah bisa 10

  • – 12 kali lebih besar daripada mereka yang telah berusia 20 tahun ke atas saat sudah melakukan hubungan seksual. Penelitian menunjukkan bahwa

  semakin muda perempuan melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks ( Diananda, 2009 ).

  Akibat hubungan seks terlalu dini berisiko tinggi terkena kanker serviks. Sebuah penelitian di Inggris yang diterbitkan jurnal BMC Research Notes menyebutkan bahwa ada hubungan antara hubungan seks yang terlalu dini dengan penyakit kanker serviks. Tes pap smear dan pemeriksaan selanjutnya menemukan bahwa 73% pasien yang memiliki lesi prakanker leher rahim berusia dibawah 25 tahun. Dan diantaranya 62% mereka melakukan hubungan seksual pertama kali dibawah usia 14 tahun ( Kawakib, 2009 ).

  Penelitian yang dilakukan oleh Melva ( 2008 ), terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas seksual dini dengan terjadinya kanker serviks. Hal ini terbukti bahwa semakin muda melakukan hubungan seksual maka semakin besar terjadinya kanker serviks.

  c.

  Riwayat Penyakit Kutil Kelamin dan Herpes 1.

  Penyakit Kutil Kelamin Kutil kelamin adalah penyakit yang disebabkan karena virus kutil kelamin atau biasa disebut dengan human papilomavirus ( HPV ). Penyakit ini terjadi karena seseorang yang melakukan hubungan seks sembarang atau biasa berganti pasangan seks ( Mascris, 2013 ).

  Kutil kelamin dapat muncul antara beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah seorang terinfeksi Human Papilloma Virus. Kutil pada kelamin biasanya muncul sebagai benjolan kecil atau kelompok benjolan di daerah kelamin. Bentuknya bermacam-macam, bisa berukuran kecil atau besar, menonjol atau rata, atau berbentuk seperti kembang kol. Kutil dapat muncul dalam beberapa minggu atau bulan setelah hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi, Namun, kutil dapat juga muncul bahkan jika pasangan yang terinfeksi tidak memiliki tanda-tanda kutil pada kelamin. Jika tidak diobati, kutil pada kelamin bisa hilang, tetap tidak berubah atau bisa juga bertambah besar ukurannya Pada wanita kutil kelamin dapat tumbuh di vulva, dinding vagina, daerah antara alat kelamin eksternal dan anus, dan leher rahim. Pada pria kutil dapat terjadi pada ujung atau batang penis, skrotum atau anus.Tanda dan gejala lain kutil kelamin : a.

  Area kecil berwarna abu-abu yang bengkak di sekitar genital.

  b.

  Beberapa kutil berdekatan yang menyerupai kembang kol.

  c.

  Gatal atau rasa tidak nyaman di daerah genital.

  d.

  Perdarahan saat bersetubuh ( Saputra, 2012 ). Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual beresiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama kanker serviks sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin beresiko terkena kanker serviks. Virus HPV bisa menyebabkan kutil kelamin. Jika tidak ditangani maka akan menyebabkan penyakit kanker serviks ( Diananda, 2007 ).

2. Herpes

  Herpes adalah infeksi atau peradangan pada kulit terutama pada kulit terutama dibagian kelamin ( vagina, penis, termasuk di pintu dubur serta pantat dan pangkal paha) yang disebabkan virus herpes simplex (VHS) yang ditularkan melalui hubungan seksual ( Admin, 2013 ).

  Gejala awal herpes kelamin biasanya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah terinfeksi. Penderita merasa gatal pada bagian tubuh tertentu, kesemutan dan sakit.

  Lalu muncul bercak kemerahan kecil, diikuti sekumpulan lepuhan kecil terasa nyeri.

  Lepuhan ini pecah dan bergabung membentuk luka melingkar. Luka yang terbentuk biasanya menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng (luka yang mengering).

  Selain itu, penderita mengalami kesulitan berkemih dan ketika berjalan akan timbul nyeri ( Admin, 2013 ).

2.3. Kerangka Konsep Penelitian

  Kerangka konsep menunjukkan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sehingga kerangka konsep dapat digambarkan sbagai berikut :

   Variabel Independen Variabel Dependen

  Perilaku Seksual: Perilaku Seksual: 1.

  1. Multipartner Seksual Multipartner Seksual 2.

  2. Aktivitas Seksual Dini Aktivitas Seksual Dini Kanker serviks

  Riwayat IMS: 3.

  Penyakit Kelamin Herpes 4. Penyakit Kutil Kelamin

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

2.4. Hipotesis

  1. Ada hubungan antara multipartner seksual dengan resiko terjadinya kanker serviks.

  2. Ada hubungan antara aktivitas seksual dini dengan resiko terjadinnya kanker serviks.

  3. Ada hubungan antara penyakit kelamin Herpes dengan resiko terjadinnya kanker serviks.

  4. Ada hubungan antara penyakit Kutil Kelamin dengan resiko terjadinnya kanker serviks.