BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PROMOSI KESEHATAN 1. Sejarah Promosi Kesehatan - Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap Pengetahuan Suami Tentang Vasektomi di Desa Kedai Durian Wilayah Kerja Puskesmas Delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  1. Sejarah Promosi Kesehatan

  Di Indonesia sekitar tahun 1995 istilah penyuluhan kesehatan berubah menjadi promosi kesehatan. Perubahan itu dilakukan selain karena komitmen terhadap perkembangan dunia (health promotion) mulai dicetuskan di Ottawa pada tahun 1986 dikenal sebagai Ottawa Charter (Syafei, 2010, ¶ 7).

  Sejak itu khususnya Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes berupaya mengembangkan konsep promosi kesehatan tersebut serta aplikasinya di Indonesia. Dengan demikian penggunaan istilah promosi kesehatan di indonesia tersebut dipicu oleh perkembangan dunia Internasional. Nama unit

  Health Education di WHO baik di Hoodquarter, Geneva maupun di SEARO,

  India juga sudah berubah menjadi unit Health Promotion. Nama organisasi profesi Internasional juga mengalami perubahan menjadi International Union

  For Health Promotion and Education (IUHPE). Istilah promosi kesehatan

  tersebut juga ternyata sesuai dengan perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri, yang mengacu pada paradigma sehat (Wulandari, 2008, ¶ 1).

  2. Defenisi Promosi Kesehatan

  Promosi kesehatan adalah proses mengupayakan individu-individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya (Dinas Kesehatan, 2008, hal. 5).

  Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat agar tersebut dilakukan dengan pembelajaran, yaitu upaya untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam bidang kesehatan (Syafrudin & Yudhia Fratidhina, 2009, hal. 3).

  Batasan ini menekankan, bahwa promosi kesehatan adalah suatu program perubahan perilaku masyarakat yang menyeluruh dalam konteks masyarakatnya. Bukan hanya perubahan perilaku, tetapi juga perubahan lingkungannya. Perubahan perilaku tanpa diikuti perubahan lingkungan tidak akan efektif, perilaku tersebut tidak akan bertahan lama (Notoatmodjo, 2005, hal. 25).

  3. Tujuan Promosi Kesehatan

  Tujuannya adalah tersosialisasinya program-program kesehatan, terwujudnya masyarakat yang berbudaya hidup bersih dan sehat, serta terwujudnya gerakan hidup sehat di masyarakat untuk menuju terwujudnya kabupaten/kota sehat, provinsi sehat dan Indonesia sehat 2010 (Syafrudin & Yudhia Fratidhina, 2009, hal. 5).

  4. Metode dan Media Promosi Kesehatan

  Metode dan media promosi kesehatan adalah suatu kombinasi antara cara-cara atau metode dan alat-alat bantu atau media yang digunakan dalam setiap pelaksanaan promosi kesehatan. Dengan kata lain, metode dan media promosi kesehatan adalah dengan cara dan alat apa yang digunakan oleh pelaku promosi kesehatan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan atau mentransformasikan perilaku kesehatan kepada sasaran atau masyarakat a.

  Metode promosi kesehatan Metode promosi kesehatan yang paling sering dilakukan oleh tenaga kesehatan di lapangan yaitu :

  1) Ceramah

  Ceramah adalah salah satu cara menerangkan atau menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok pendengar yang disertai diskusi dan tanya jawab, serta dibantu oleh beberapa alat peraga yang diperlukan.

  2) Tanya jawab

  Wawancara merupakan salah satu metode promosi kesehatan dengan jalan tanya jawab yang diarahkan kepada pencapaian tujuan yang telah ditentukan. 3)

  Demonstrasi Demonstrasi adalah suatu cara penyajian pengertian atau ide yang dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan atau menggunakan suatu prosedur. Penyajian ini disertai penggunaan alat peraga dan tanya jawab (Syafrudin & Yudhia Fratidhina, 2009, hal. 154).

  b.

  Media promosi kesehatan Beberapa alat peraga yang bias digunakan dalam promosi kesehatan adalah :

  1) Papan tulis

  2) Over Head Projektor (OHP)

  3) Kertas flipchart dengan standarnya Poster

  5) Flash card

  6) Flipchart

  7) Model

  8) Leaflet

  9) Kartu konsultasi

  10) Booklet

  11) Poster-kaset

  12) Video-film

  13) Film

  14) Slide (Syafrudin & Yudhia Fratidhina, 2009, hal. 161).

  5. Lingkup Promosi Kesehatan Pada PUS/WUS

  Promosi kesehatan pada PUS/WUS adalah : a. Memberikan penyuluhan kontrasepsi b.

  Merencanakan keluarga berencana 1)

  Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali 2)

  Sebelum menggunakan metode KB, hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan dahulu kepada ibu : a)

  Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan dan efektivitasnya b) Kelebihan/keuntungannya

  c) Kekurangannya

  d) Efek samping

  Bagaimana menggunakan metode itu

  f) Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk wanita pasca salin yang menyusui c.

  Jika seorang ibu/pasangan telah memilih metode KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu dengannya lagi dalam 2 minggu untuk mengetahui apakah ada yang ingin ditanyakan oleh ibu atau pasangan itu dan untuk mengetahui apakah metode tersebut bekerja dengan baik (Syafrudin & Yudhia Fratidhina, 2009, hal. 33).

B. PENGETAHUAN

1. Pengertian Pengetahuan

  Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya. Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2010, hal. 27).

  Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra seseorang (Nursalam & Efendi, 2008, hal. 213).

2. Tingkatan Pengetahuan

  Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yakni: a. Tahu (know) telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

  b.

  Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

  c.

  Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

  d.

  Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen- komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

  e.

  Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen- komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sisntesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi- formulasi yang telah ada. Evaluasi (evaluation)

  Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2010, hal.

  27).

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket dengan menanyakan tentang materi yang akan diukur dari subjek penelitian. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain sebagai berikut : a.

  Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah pula mereka menerima informasi. Pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang memiliki tingkat pendidikan rendah maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai yang baru diperkenalkan. b.

  Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak c.

  Usia Dengan bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar dapat dikatagorikan menjadi empat, yaitu : perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru.

  Hal ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berfiki seseorang semakin matang dan dewasa.

  d.

  Minat Minat adalah suatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

  e.

  Pengalaman.

  Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecendrungan pengalaman yang kurang baik akan berusaha untuk dilupakan oleh seseorang. Namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya. f.

  Kebudayaan lingkungan sekitar Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.

  g.

  Informasi Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru

  (Mubarak, 2007, hal. 30).

4. Kategori Pengetahuan

  Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu: a.

  Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100 % b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75 % c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai <55 % (Machfoedz, 2009, hal. 128).

C. VASEKTOMI

1. Pengertian

  Vasektomi adalah pemotongan vas deferens, yang merupakan saluran yang mengangkut sperma dari epididimis didalam testis ke vesikula seminalis. Dengan memotong vas deferens, sperma tidak mampu diejakulasikan dan pria akan menjadi tidak subur setelah vas deferens bersih dari sperma, yang memakan waktu sekitar tiga bulan (Everett, 2007, hal. 70).

  Kontrasepsi mantap pria/vasektomi/medis operatif pria (MOP) adalah sederhana dan sangat efektif, memakan waktu operasi yang sangat singkat dan tidak memerlukan anastesi umum (Handayani, 2010, hal. 167).

  Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi keluarnya sperma dengan cara mengikat dan memotong saluran mani (vas deferens) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama. Vasektomi ini tidak sama dengan kebiri atau kastrasi yang megangkat buah pelir. Bekas operasi hanya berupa satu luka kecil ditengah atau diantara kiri dan kanan kantong zakar/buah pelir (Suratun, et al. 2008, hal. 110).

Gambar 2.1. Gambar vasektomi

2. Syarat a.

  Syarat sukarela

  1) Bahwa disamping kontap masih ada berbagai cara KB lainnya

  2) Bahwa cara kontap melalui pembedahan, dan karenanya selalu ada resiko Bahwa cara kontap apabila berhasil tidak akan memberikan keturunan

  4) Calon peserta diberi kesempatan berfikir dan mempertimbangkan kembali keputusannya, tetapi tetap memutuskan untuk memilih kontap b.

  Syarat bahagia 1)

  Perkawinan syah dan harmonis 2)

  Memiliki anak hidup sekurang-kurangnya dua orang dengan umur anak terkecil di atas 2 tahun. Keadaan fisik dan mental anak tersebut sehat

  3) Mendapat persetujuan istri

  4) Umur istri tidak kurang dari 25 tahun dan tidak lebih dari 45 tahun

5) Umur calon tidak kurang dari 30 tahun.

  c.

  Syarat sehat Syarat sehat dilakukan melalui pemeriksaan pra-bedah oleh dokter (Handayani, 2010, hal. 168).

3. Efektivitas

  Vasektomi adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif. Angka kegagalan langsungnya adalah 1 dalam 1000, angka kegagalan lanjutnya adalah antara 1 dalam 3000 dan 1 dalam 7000 (Everett, 2007, hal. 70).

  4. Keuntungan a.

  Tidak akan mengganggu ereksi, potensi seksual dan produksi hormon b.

  Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat c.

  Tidak mengganggu kehidupan seksual suami istri d.

  Lebih aman (keluhan lebih sedikit) e. Lebih praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan) f. Lebih efektif (tingkat kegagalannya sangat kecil) g.

  Lebih ekonomis (hanya memerlukan biaya untuk sekali tindakan) h. Tidak ada mortalitas/kematian i. Pasien tidak perlu dirawat dirumah sakit j. Tidak ada resiko kesehatan k.

  Tidak harus diingat-ingat, tidak harus selalu ada persediaan l. Sifatnya permanen (Meilani, et al. 2010, hal. 162 ).

  5. Kerugian a.

  Diperlukan tindakan operatif b.

  Kadang-kadang terjadi komplikasi seperti perdarahan atau infeksi c. Tidak langsung memberikan perlindungan total sampai semua spermatozoa yang sudah ada dalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusivas defrensia dikeluarkan d. Problem psikologis yang berhubungan dengan perilaku seksual mungkin bertambah setelah tindakan operatif yang menyangkut sistem reproduksi

  (Pinem, 2009, hal. 297).

  6. Indikasi a.

  Harus secara sukarela b.

  Mendapat persetujuan istri Jumlah anak yang cukup d.

  Mengetahui akibat- akibat vasektomi e. Umur calon tidak kurang dari dari 30 tahun f. Pasangan suami istri telah mempunyai anak minimal 2 orang, dan anak paling kecil harus sudah berumur diatas 2 tahun (Suratun, et al. 2008, hal.

  112).

  7. Kontra Indikasi a.

  Infeksi kulit lokal di daerah operasi b.

  Infeksi traktus genitalia c. Kelainan skrotum dan sekitarnya seperti : hidrokel atau varikokel yang besar, hernia inguinalis, filariasis undesensus (elephantiasis), luka parut bekas operasi hernia, skrotum yang sangat tebal, massa intraskrotalis d. Penyakit sistemik yang mengganggu kondisi kesehatan klien seperti penyakit jantung koroner yang baru, diabetes mellitus, penyakit-penyakit perdarahan (Pinem, 2009, hal. 298).

  8. Persiapan Pre-operatif a.

  Jelaskan secara lengkap mengenai tindakan vasektomi termasuk mekanisme dalam mencegah kehamilan dan efek samping yang mungkin terjadi b.

  Berikan nasehat untuk perawatan luka bekas pembedahan kemana minta pertolongan bila terjadi kelainan atau keluhan sebelum waktu control c.

  Berikan nasehat tentang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah d.

  Klien dianjurkan membawa celana khusus untuk menyangga skrotum e. Anjurkan calon peserta puasa sebelum operasi sekurang-kurangnya 2 jam sebelum operasi f.

  Datang ke klinik dengan diantar anggota keluarga atau teman yang teman yang telah dewasa g.

  Rambut pubis yang cukup panjang digunting pendek dan dibersihkan dengan sabun dan air serta dilanjutkan dengan cairan antiseptik (suratun, et al. 2008, hal. 114).

9. Pelaksanaan Pelayanan a.

  Tempat Pelayanan Vasektomi dapat dilakukan di fasilitas kesehatan umum yang mempunyai ruang tindakan untuk bedah minor, ruangan tersebut sebaiknya: 1)

  Mendapat penerangan yang cukup 2)

  Lantainya terbuat dari semen atau keramik agar mudah dibersihkan, bebas debu dan serangga 3)

  Sedapat mungkin dilengkapi dengan alat pengatur suhu ruangan/air . Bila tidak memungkinkan, ventilasi ruangan harus sebaik

  condition

  mungkin dan apabila jendela dibuka, tirai harus terpasang baik dan kuat (Saifuddin, 2006, hal. PK-83). b.

  Persiapan petugas 1)

  Cuci tangan dengan sabun dan air bersih selama 10 menit atau bahan antiseptik selama 2 menit Memakai baju yang bersih (baju operasi), tutup kepala, tutup mulut dan hidung (Handayani, 2010, hal. 171).

  c.

  Pra - Operasi 1)

  Anamnesis dan lakukan informed consent

  a) Anamnesis

  (1) Identitas calon peserta serta pasangannya

  (2) Umur peserta

  (3) Jumlah anak hidup dan umur anak terkecil yang ada

  (4) Metode kontrasepsi yang pernah digunakan istri serta metoda kontrasepsi yang saat ini digunakannya

  (5) Riwayat penyakit yang pernah diderita

  (6) Perilaku seksual calon peserta dan pasangannya

  (7) Adakah pengalaman perdarahan yang terlalu lama apabila luka (Suratun, 2008, hal. 113).

  b) Informed consent

  Klien harus diberi informasi bahwa prosedur vasektomi tidak mengganggu hormon pria atau menyebabkan perubahan kemampuan atau kepuasan seksual (Saifuddin, 2006, hal. MK-86). 2)

  Pemeriksaan fisik Lakukan pemeriksaan fisik dengan lengkap termasuk tanda vital, kardiovaskuler, paru-paru dan ginjal serta genitalia. Apabila ditemukan keadaan yang abnormal lakukan rujukan sesuai dengan keluhan dan kelainan yang ditemukan (Suratun, et al. 2008, hal. 113).

  3) Pemeriksaan laboratorium

  Pemeriksaan urin lengkap (minimal protein dan reduksi)

  b) Pemeriksaan darah lengkap minimal hemoglobin, lekosit, blooding time dan closing time (Suratun, et al. 2008, hal. 114).

  4) Persiapan Klien

  a) Klien sebaiknya mandi serta menggunakan pakaian yang bersih dan longgar sebelum mengunjungi klinik. Bila klien tidak cukup waktu untuk mandi, klien dianjurkan untuk membersihkan daerah skrotum dan inguinal/lipat paha sebelum masuk ke ruang tindakan b)

  Klien dianjurkan untuk membawa celana khusus untuk menyangga skrotum c)

  Rambut pubis cukup digunting pendek bila menutupi daerah operasi d)

  Cuci/bersihkan daerah operasi dengan sabun dan air kemudian ulangi sekali lagi dengan larutan antiseptik atau langsung diberi antiseptik (povidon iodin)

  e) Bila dipergunakan larutan povidon Iodin seperti Betadin, tunggu 1 atau 2 menit hingga yodium bebas yang terlepas dapat membunuh mikroorganisme (saifuddin, 2006, hal. PK-84).

  5) Anastesi lokal

  a) Dipakai karena murah dan lebih aman, misalnya lidocain 1-2 % sebanyak 1-5 cc atau sejenis b) Kadang-kadang dicampur dengan adrenalin, untuk mengurangi perdarahan. IPPF tidak menganjurkan kombinasi tersebut karena adrenalin dapat menyebabkan iskemia dan rasa sakit post-operatif pembengkakan post-operatif juga tidak dianjurkan c)

  Jangan menyuntikan anastesi lokal langsung kedalam vas deferens, kerena mungkin dapat merusak plexus pampiniform d)

  Bila calon akseptor mengalami rasa takut atau gelisah, dapat diberikan tranquilizer atau sedative, per oral atau suntikan Anastesi umum mungkin perlu dipertimbangkan pada kasus-kasus khusus a)

  Adanya luka parut daerah iguinal atau skrotum yang sangat tebal

  b) Kelainan intra-skrotal seperti hydrocele, varicocele

c) Alergi terhadap anastesi local (Handayani, 2006, hal. 171).

  d.

  Prosedur kontap pria 1)

  Identifikasi dan isolasi vas deferens 2)

  Kedua vas deferens merupakan struktur paling padat di daerah mid- scrotum, tidak berpulsasi (berbeda dengan pembuluh darah) 3)

  Kesukaran kadang-kadang terjadi dalam identifikasi dan isolasi vas deferens seperti pada keadaan-keadaan : a)

  Kulit skrotum tebal

  b) Vas deferens yang sangat tipis

  c) Spermatic cord tebal

  d) Testis yang turun

  e) Otot cremaster berkontraksi dan menarik testis ke atas

  4) Kedua vas deferens harus didentifikasi sebelum meneruskan prosedur kontapnya

  5) Dilakukan immobilisasi vas deferens diantara ibu jari dan jari telunjuk

  6) Dilakukan penyuntikan anastesi lokal

  7) Insisi skrotum

  a) Vas deferens yang telah di-immobilisasi di depan skrotum hanya ditutupi oleh otot dartos dan kulit skrotum b)

  Insisi, horizontal atau vertikal, dapat dilakukan dengan cara : (1)

  Tunggal, di garis tengah (srotal raphe) (2)

  Dua insisi, satu insisi di atas masing-masing vas deferens 8)

  Memisahkan lapisan-lapisan superficial dari jaringan-jaringan sehingga vas deferens dapat di isolasi 9)

  Oklusi vas deferens

  a) Umumnya dilakukan pemotongan/reseksi suatu segmen dari kedua vas deferens (1-3 cm), yang harus dilakukan jauh dari epididimis

  b) Ujung-ujung vas deferens setelah dipotong dapat ditutup dengan :

  (1) Dapat dengan chromic catgut

  (2) Dapat pula dengan benang yang tidak dapat diserap (silk), tetapi kadang-kadang dapat menyebabkan iritasi jaringan atau granuloma

  (3) Ligasi tidak boleh dilakukan terlalu kuat sampai memotong vas deferens, karena dapat menyebabkan spermatozoa merembes ke jaringan sekitarnya dan terjadi granuloma

  (4) Untuk mencegah kedua ujung vas deferens agar tidakmenyambung kembali (rekanalisasi), ujung vas deferens dapat dilipat kebelakang lalu diikatkan/dijahitkan pada diri ujung sehingga terdapat suatu barier dari jaringan fascia atau ujung vas deferens ditanamkan ke dalam jaringan fascia

  c) Jika tidak menggunakan ligasi dapat dilakukan dengan Elektro- koagulasi/Thermo-koagulasi d)

  Atau juga dengan clips

  e) Masih dalam vase eksperimental

  f) Keuntungan :

  (1) Lebih cepat dibandingkan ligasi

  (2) Lebih mudah memperhitungkan tekanan yang diperlukan untuk apliksi clips dibandingkan dengan ligasi

  (3) Tentalum, bahan clips, tidak diserap dan biologis inert

  (4) Potensi reversibilitas besar

  g) Umumnya dipasang 2-3 clips pada masing-masing vas deferens (Handayani, 2010, hal. 173 ).

  10) Penutupan luka insisi

  a) Dilakukan dengan catgut, yang kelak akan diserap

  b) Pada insisi 1 cm atau kurang, tidak diperlukan jahitan catgut, cukup ditutup dengan plester saja (Handayani, 2010, hal. 174).

  e.

  Pencegahan Infeksi 1)

  Sebelum tindakan a) Cuci dan gosok skrotum, penis dan daerah pubis dengan sabun dan bilas dengan air yang bersih. Setelah itu, oleskan cairan antiseptik pada daerah operasi

  Operator mencuci tangan dengan larutan antiseptik dan membilasnya dengan air yang bersih 2)

  Selama tindakan

  a) Gunakan instrumen yang telah disterilisasikan atau disinfeksi tingkat tinggi, termasuk sarung tangan dan kain penutup b)

  Lakukan dengan tingkat keterampilan yang tinggi sehingga akan sangat mengurangi risiko perdarahan dan infeksi 3)

  Setelah tindakan

  a) Sementara masih menggunakan sarung tangan operator, membuang bahan-bahan yang terkontaminasi (kapas, kain kasa atau bahan lainnya) ke dalam wadah atau kantong plastik yang tertutup rapat b)

  Lakukan tindakan dekontaminasi dengan larutan klorin 0,5 % pada instrumen atau alat yang masih akan digunakan lagi, baik sementara dalam ruangan tindakan maupun sebelum dilakukan pencucian c)

  Lakukan dekontaminasi pada meja operasi, meja instrumen, lampu dan benda/perlengkapan lain yang mungkin terkontaminasi selama tindakan berlangsung

d) Cuci tangan setelah melepas sarung tangan (saifuddin, 2006, hal.

  PK-84).

10. Jenis Tindakan Vasektomi a.

  Teknik vasektomi standar 1)

  Langkah 1 : Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi 2)

  Langkah 2 : Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan iodofor (betadine) 0.75% atau larutan klorheksidin (hibiscrub) 4%. Bila ada bulu perlu dicukur terlebih dahulu, sebaiknya dilakukan oleh pasien sendiri sebelum berangkat ke klinik

  3) Langkah 3 : Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar

  4) Langkah 4 : Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anastesi local (Prokain atau Xilokain 1%) 0,5ml, lalu jarum diteruskan masuk dan didaerah distal proksimal vas deferens dideponir lagi masing-masing 0,5ml

  5) Langkah 5 : Kulit skrotum diiris longitudinal 1 sampai 2 cm, tepat diatas vas deferens yang telah ditonjolkan kepermukaan kulit

  6) Langkah 6 : Setelah kulit dibuka, vas deferens dipegang dengan klem, disiangi tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara, perdarahan dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi obat anastesi kedalam fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm

  7) Langkah 7 : Jepitlah vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan jarak 1-2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat jangan dipotong dulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vas deferens tersebut untuk melihat kalau ada perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titik perdarahan, jangan terlalu banyak, karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti arteri sendiri

8) Langkah 8 : Potonglah diantara dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm.

  Gunakan benang sutera no.000 atau 1 untuk mengikat vas deferens tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens

  9) Langkah 9 : Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan adalah dengan melakukan interposisi fasia vas deferens, yakni menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vas deferens bagian distal (sebelah ureteral) dibenamkan dalam fasia dan vas deferens bagian proksimal (sebelah testis) terletak diluar fasia. Cara ini mencegah timbulnya kemungkinan rekanalisasi

  10) Langkah 10 : Lakukanlah tindakan diatas (langkah 6-9) untuk vas deferens kanan dan kiri yang setelah selesai, tutuplah kulit dengan 1-

  2 jahitan plain catgut No.000 kemudian rawat luka operasi sebagaimana mestinya, tutup dengan kasa steril dan diplester (Handayani, 2010, hal. 176).

  b.

  Teknik vasektomi tanpa pisau 1)

  Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi telentang 2)

  Rambut di daerah skrotum dicukur sampai bersih 3)

  Penis diplester ke dinding perut

  4) Daerah kulit skrotum , penis, supra pubis dan bagian dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan iodofor (Betadine) atau larutan klorheksidin (Hibis

  5) Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum yang ditonjolkan keluar

  6) Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anastesi local (Prokain atau Novokain atau Xilokain 1%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk sejajar vas deferens ke arah distal, kemudian dideponir lagi masing-masing 3-4 ml, prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri

  7) Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan difiksasi dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum. Kemudian klem direbahkan kebawah sehingga vas deferens mengarah kebawah kulit

  8) Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat di sebelah distal lingkaran klem dengan sebelah ujung klem diseksi dengan membentuk sudut ±45 derajat. Sewaktu memasukkan vas deferens sebaiknya sampai kena vas deferens, kemudian klem diseksi kemudian ditarik, tutupkan ujung – ujung klem dimasukkan kembali dalam lobang tusukan, searah jalannya vas deferens

  9) Renggangkan ujung klem pelan – pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat terlihat

  10) Dengan ujung klem yang diseksi menghadap ke bawah, tusukkan salah satu ujung klem ke dinding vas deferens, dan ujung klem diputar menuju arah jarum jam, sehingga ujung klem menghadap ke anterior vas deferens. Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vas deferens telah terbuka. Pegang dan fiksasi vas deferens yang sudah telanjang dengan klem fiksasi lepaskan klem yang diseksi

  11) Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan sekitarnya dipisahkan pelan – pelan bawah dengan klem diseksi. Kalau lobang telah cukup luas, lalu klem diseksi dimasukkan ke lobang tersebut.

  Kemudian buka ujung – ujung klem pelan – pelan paralel dengan arah vas deferens yang diangkat. Diperlukan kira – kira 2 cm vas deferens yang bebas. Vas deferens di-crush secara lunak dengan klem seksi, sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutera 3 – 0

  12) Diantara dua ligasi kira – kira 1 – 1,5 cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak dipotong.

  Control perdarahan dan kembalikan putung – putung vas deferens dalam skrotum 13)

  Tarik pelan – pelan benang pada putung yang distal. Pegang secara halus fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lobang fasia dengan mengikat sedemikian rupa sehingga putung bagian epididimis tertutup dan putung distal ada diluar fasia. Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tidak tegang, maka benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam skrotum 14)

  Lakukanlah tindakan diatas untuk vas deferens sebelah yang lain, luka kulit tidak perlu dijahit hanya diaproksimasikan dengan Band aid atau tensoplas (Saifuddin, 2006, hal. PK-91).

  11. Perawatan Post Operatif a.

  Istirahat secukupnya b.

  1 hari setelah operatif, tidak bekerja berat, kemudian secara bertahap boleh bekerja seperti biasa c.

  Perawatan luka, bekas luka operasi harus selalu bersih dan kering d.

  Kalau ada keluhan, muntah yang hebat, nyeri perut, sesak nafas, perdarahan, demam, segera kembali ke fasilitas pelayanan terdekat e.

  Persetubuhan boleh dilakukan setelah 1 minggu (setelah luka kering) f. Tidak ada pantangan makanan

  Kontrol untuk pemeriksaan diri setelah 1 mingu, 1 bulan, 3 bulan dan setahun (Meilani, et al. 2010, hal. 166).

  12. Kemungkinan Penyulit dan Cara Mengatasinya a.

  Perdarahan Apabila perdarahan sedikit, cukup dengan pengamatan saja, bila banyak, hendaknya dirujuk segera ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Di sini akan dilakukan operasi kembali dengan anastesi umum, membuka luka, mengeluarkan bekuan-bekuan darah dan kemudian mencari sumber perdarahan serta menjepit dan mengikatnya. Setiap keluhan pembengkakan isi skrotum pascavasektomi hendaknya dicurigai sebagai perdarahan dan lakukan pemeriksaan yang seksama. Bekuan kuman dan menimbulkan infeksi.

  b.

  Hematoma Biasanya terjadi bila daerah skrotum diberi beban yang berlebihan, misal naik sepeda. Duduk terlalu lama dalam kendaraan dengan jalanan yang rusak dan sebagainya.

  c.

  Infeksi Infeksi pada kulit skrotum cukup dengan mengobati menurut prinsip pengobatan luka kulit. Apabila basah, dengan kompres (dengan zat yang tidak merangsang). Apabila kering dengan menggunakan salep antibiotika. Apabila terjadi infiltrat di dalam kulit skrotum di tempat vasektomi sebaiknya segera dirujuk ke rumah sakit. Di sini pasien akan diistirahatkan dengan berbaring, kompres es, pemberian antibiotika, dan pengamatan apabila infiltrate menjadi abses. Mungkin juga terjadi epididimtis, orkitis atau epididimiorkitis. Dalam keadaan seperti ini segera dirujuk, di sini akan dilakukan istirahat baring, kompres es, pemberian antibiotika, dan analgetik.

  d.

  Granuloma Sperma Dapat terjadi pada ujung proksimal vas atau pada epididimis.

  Gejalanya merupakan benjolan kenyal dan kadang – kadang keluhan nyeri. Granuloma sperma dapat terjadi 1-2 minggu setelah vasektomi.

  Pada keadaan ini dilakukan eksisi granuloma dan mengikat kembali vas deferens. Terjadi pada 0,1-30% kasus e.

  Antibodi Sperma antibodi terhadap sperma. Sampai kini tidak pernah terbukti ada penyulit yang disebabkan adanya antibodi tersebut (saifuddin, 2006, hal. PK-95).

  f.

  Kegagalan masih mungkin dijumpai.

  Vasektomi dianggap gagal bila : 1)

  Pada analisa sperma setelah tiga bulan pasca vasektomi atau 10-15 kali ejakulasi masih dijumpai spermatozoa 2)

  Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma 3) Istri/pasangan hamil (Suratun, 2008, hal. 116).

  13. Nasehat Sebelum Pulang

  Sebelum pulang berikan nasehat sebagai berikut : a. Perawatan luka, diusahakan agar tetap kering dan jangan sampai sebelum sembuh, karena dapat mengakibatkan infeksi. Pakailah celana dalam yang bersih.

  b.

  Segera kembali ke rumah sakit apabila terjadi perdarahan, badan panas, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak napas.

  c.

  Memakan obat yang diberikan yaitu antibiotika profilaktik dan analgetika seperlunya. Jangan bekerja berat/naik sepeda.

  d.

  Setelah divasektomi tetap diperbolehkan, bahkan dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual dengan istri, namun harus diingat bahwa di dalam saluran mani (pipa - pipa) vas deferens masih terdapat sisa – sisa sperma (bibit), sehingga selama masih ada sisa sperma, sebaiknya suami dan istri tetap menggunakan alat pencegah kehamilan. Untuk itu kepada suami diberikan 15 kondom, guna menghindari kehamilan, petugas akan setelah jangka waktu 3 bulan, maka suami diminta memeriksa air maninya dengan maksud meyakinkan bahwa air mani tersebut tidak mengandung bibit-bibit (spermatozoa) lagi. Untuk keperluan ini, suami diminta menyediakan air mani di dalam botol bersih atau air mani yang ada di dalam kondom dan memeriksanya di laboratorium. Bila sudah pernyataan dari laboratorium bahwa air mani suami tidak mengandung bibit lagi, barulah ia boleh bersenggama tanpa alat pencegah apapun lebih baik bila ia memeriksakan air mani untuk kedua kalinya (Saifuddin, 2006, hal. PK-96).

14. Kunjungan ulang

  Kunjungan ulang dilakukan dengan jadwal sebagai berikut : a. Seminggu sampai dua minggu setelah pembedahan

  Lakukan anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut : 1)

  Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, adanya demam, rasa nyeri, perdarahan dari bekas operasi, atau alat kelamin 2)

  Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan umum dan alat genetalia b.

  Sebulan setelah operasi Lakukan anamnesis dan pemeriksaan sebagai berikut:

  1) Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, dan senggama

  2) Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan fisik umum dan alat genitalia c.

  Tiga bulan dan setahun setelah operasi 1)

  Anamnesis meliputi keadaan kesehatan umum, sanggama, sikap terhadap kontrasepsi mantap, dan keadaan kejiwaan si akseptor 2)

  Pemeriksaan fisik dengan melakukan pemeriksaan kesehatan umum 3)

  Lakukan analisa sperma setelah 3 bulan pascavasektomi atau 10 – 12 kali ejakulasi untuk menilai hasil pembedahan (saifuddin, 2006, hal.

  PK-97).

Dokumen yang terkait

Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap Pengetahuan Suami Tentang Vasektomi di Desa Kedai Durian Wilayah Kerja Puskesmas Delitua Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

1 56 77

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Herpes di Wilayah Kerja Puskesmas Delitua Tahun 2012

0 54 62

Pengaruh Pengetahuan Petugas Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Program Promosi Kesehatan Di Puskesmas Di Kabupaten Humbang Hasundutan

2 38 118

Pengaruh Kompetensi Terhadap Kinerja Petugas Promosi Kesehatan Puskesmas Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar Tahun 2009

23 230 131

Pengetahuan dan Sikap Suami Terhadap Kesehatan Reproduksi Wanita di Dusun III Desa Tanjung Anom Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

0 27 83

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Promosi Kesehatan - Pengaruh Promosi Kesehatan Dengan Menggunakan Metode Ceramah Dan Permainan Ular Tangga Terhadap Peningkatan Perilaku Murid Kelas V Tentang Konsumsi Makanan Jajanan Di Sd Negeri Kecamatan Medan Petisah Tahun

0 0 39

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi (Communication - Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas Kesehatan dan Karakteristik Ibu terhadap Kelengkapan Imunisasi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Dolok Kabupaten Deli Serdang

0 0 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Efektivitas - Efektivitas Promosi Kesehatan dengan Media Video dan Booklet Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Tentang Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan Asi Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Stabat Kabupaten Langkat Tahun

1 3 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Imunisasi 1. Pengertian Imunisasi - Hubungan Perilaku Ibu Dengan Peran Petugas Kesehatan dalam Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe Kecamatan Delitua Tahun 2012

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Hubungan Perilaku Ibu Dengan Peran Petugas Kesehatan dalam Pemberian Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Namorambe Kecamatan Delitua Tahun 2012

0 0 7