Analisis profil peternak terhadap pendapatan dalam usaha ternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Daerah Pancur Batu2 Luas Kecamatan Pancur Batu adalah 122,53 Km atau sekitar 12.253 Ha,
yang terdiri dari 25 Desa dan 112 dusun, dengan Ibukota Kecamatan terletak di Desa Tengah. Keadaan alam Kecamatan Pancur Batu pada umumnya mempunyai 2 (dua) iklim musim yaitu musim kemarau dan musim hujan yang mana kedua iklim tersebut dipengaruhi oleh angin laut dan angin pegunungan. Secara administratif Kecamatan Pancur Batu berbatasan dengan beberapa daerah, yaitu : sebelah Utara Kecamatan Sunggal dan Kota Medan, sebelah Selatan Kecamatan Sibolangit, sebelah Timur Namo Rambe dan sebelah Barat Kutalimbaru (Badan Pusat Statistik, 2011).
Kecamatan Pancur Batu merupakan salah satu daerah penyebaran populasi ternak di Kabupaten Deli Serdang yang berpotensi untuk dikembangkannya populasi ternak sapi potong menjadi lebih baik lagi karena kawasan tersebut termasuk salah satu wilayah di Provinsi Sumatera Utara yang perkembangan populasi ternak sapi potong pada tahun 2011 di Kecamatan Pancur Batu mencapai 2.817 ekor (Badan Pusat Statistik, 2011). Tabel 1. Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Deli Serdang menurut Kecamatan No Kecamatan Luas wilayah
(km
11 Tanjung Morawa 131,75 2.037 44.655 15,46
22 Pagar Merbau 62,89 8.796 1.305 20,75 Total 2.497,72 65.270 420.305 542,43
21 Lubuk Pakam 31,19 422 18.708 13,52
20 Beringin 52,69 1.627 12.129 30,87
19 Pantai Labu 81,85 251 9.926 3,06
18 Batang Kuis 40,34 1.419 12.964 0,35
17 Percut Sei Tuan 190,79 7.384 87.787 38,70
16 Labuhan Deli 127,23 818 13.973 6,42
15 Hamparan Perak 230,15 10.697 35.929 46,47
14 Sunggal 92,52 3.196 56.268 34,54
13 Deli Tua 9,36 513 13.715 54,80
12 Patumbak 46,79 649 20.795 13,87
10 Galang 150,29 3.134 15.025 20,85
2)
9 Bangun Purba 129,95 3.575 5.308 27,51
8 S.T.M Hilir 190,50 11.435 7.786 60,02
7 Biru-biru 89,69 264 8.507 2,94
6 Namo Rambe 62,30 5.307 9.055 85,18
5 Pancur Batu 122,53 2.817 20.839 22,99
4 Sibolangit 174,92 690 8.757 3,94
3 Kutalimbaru 179,96 6.901 5.419 38,34
2 S.T.M Hulu 223,38 410 3.219 1,83
1 Gunung Meriah 76,65 2 745 0,02
Kepadatan sapi / luas wilayah
Jumlah sapi potong Jumlah KK (Kepala Keluarga)
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2011)
Tabel 2. Populasi ternak sapi potong di Kecamatan Pancur Batu menurut Desa
36 10 1,07 0,06 2,2
14 Salam Tani 9,74 180 348 57 41,28 0,51 3,15
15 Simalingkar A 3,41 276 840 70 28,33 0,32 3,94
16 Sembahe Baru 3,57 124 720 57 36,36 0,17 2,17
17 Sei Glugur 20,40 152 1.436 70 42,57 0,10 2,17
18 Sugau 4,19
22
19 Sukaraya 3,92 207 968 95 49,40 0,21 2,17
13 Pertampilan
20 Tanjung Anom 5,24 83 2.287 38 21,17 0,03 2,18
21 Tuntungan I 3,44 131 836
60 25 0,15 2,18
22 Tuntungan II 3,52 222 1.130 102 64,53 0,19 2,17
23 Tiang Layar 4,15 20 393 9 4,81 0,05 2,22
24 Tengah 1,15 12 537 5 10,43 0,02 2,4
25 P.Simalingkar 1,49 1.699 Total 122,53 2.817 20.839 1.168 699,07 4,15 56,29 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang (2011) Ternak Sapi Potong
4.39 37 356 26 7,41 0,10 1,42
12 Namo Bintang 4,99 186 546 74 45,47 0,12 2,51
No Desa Luas desa (km 2 ) Jumlah sapi potong
4 Durin Jangak 4,91 48 491
Jumlah KK (Kepala Keluarga)
Jumlah KK peternak Kepadatan sapi/luas wilayah
Kepemilikan sapi/KK penduduk Kepemilikan sapi/jumlah KK peternak
1 Baru 2,72 261 1.610 120 95,95 0,16 2,17
2 Bintang Merah 6,99 33 293 15 4,72 0,11 2,2
3 D.Simbelang A 4,89 44 630 20 8,99 0,06 2,2
22 9.77 0,09 2,18
11 Namo Rih 4,09 174 299 60 42,54 0,58 2,9
5 Durin Tongal 9,11 174 668
60 19.09 0,26 2,9
6 Gunung Tinggi 5,09 196 434 90 38,50 0,45 2,17
7 Hulu 2,14 37 906 17 17,28 0,04 2,17
8 Lama 1,68 76 1.332 35 45,23 0,05 2,17
9 Namo Simpur 2,19 59 332 27 26,94 0,17 2,18
10 Namo Riam 5,15 63 412 29 12,23 0,15 2,17
Untuk memulai suatu peternakan sapi potong sebaiknya perlu terlebih dahulu mengadakan pengenalan terhadap berbagai bangsa/jenis sapi potong, terutama menyangkut hal seperti pertumbuhan, produksi dan lain hal yang menentukan perkembangan sapi tersebut sehingga apabila hendak mendirikan peternakan atau memelihara ternak sudah mendapat gambaran umum akan hal-hal apa yang perlu diadakan untuk menjamin perkembangan ternak tersebut dengan baik (Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Para peternak sapi harus menyadari bahwa daerah tropis seperti di Indonesia ini suhu udaranya relatif tinggi, sehingga sangat berpengaruh terhadap kehidupan ternak sapi. Bagi bangsa-bangsa sapi lokal (tropis) hal ini tidak akan menimbulkan gangguan yang berat (stress). Bangsa-bangsa sapi tropis yang kita kenal ialah Zebu (Bos indicus) dan Banteng (Bos sondaicus), atau hasil persilangan dari kedua golongan tersebut. Penyebaran Zebu di daerah tropis, khususnya di Asia, ternyata lebih banyak dibandingkan dengan sapi-sapi Eropa (Bos taurus) (AAK, 1991).
Sapi-sapi asli Indonesia yang terkenal yaitu : sapi Bali, sapi Ongole sedangkan sapi lainnya seperti sapi Madura, sapi Aceh dan sapi Lampung tidak begitu terkenal karena sifat penyebaran dan pertumbuhan tidak begitu menonjol bila dibandingkan dengan kedua sapi tersebut (Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Menurut Idris et al. (1991), sapi Ongole berukuran besar dan gagah, watak sabar dan tenaga kuat, baik untuk pekerjaan yang berat. Tanda-tandanya : kepala tidak terlalu panjang, profil melengkung sekali, leher pendek dan tebal, tubuh padat, besar dan kuat. Panjang tubuh ± 110 cm dari tingginya. Tinggi sapi jantan 140-160 cm, betina 130-140 cm. Kaki agak panjang tetapi kuat. Ambing kurang baik tumbuhnya. Warna bulu putih atau abu-abu dengan kuning tua.
Sapi dari daerah yang beriklim sedang mempunyai kerangka yang relatif kurang kompak, sedangkan sapi-sapi tropis mempunyai kerangka persegi, anggota badan lebih besar, lipatan kulit menggantung antara kerongkongan dan brisket sapi tertentu yang besar dengan kulit yang berbulu sangat pendek (Lawrie, 1995).
Karakteristik sapi dari tipe potong adalah : bentuk tubuh padat, dalam, lebar dan kaki pendek. Badan seluruhnya berisi daging. Sela garis tubuh lurus dan rata. Kepala pendek dan lebar pada frontalisnya. Leher tebal dan bahu berisi. Punggung dan pinggang lebar. Kemudi lebar. Dada lebar dan dalam. Dilihat dari samping, tubuh tampak seperti segi empat panjang dan dalam. Pertumbuhan tulang, dagingdan lemak badan tampak baik (Idris et al., 1991).
Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Produksi
Ternak sapi potong sebagai salah satu sumber makanan berupa daging, produktivitasnya masih sangat memprihatinkan karena volumenya masih sangat jauh dari target yang diperlukan konsumen. Hal ini disebabkan oleh produksi daging masih sangat rendah (Pane dan Ismed, 1986).
Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab volume produksi daging masih rendah. Pada umumnya, selama ini di negara kita sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas (Parakkasi, 1998).
Disamping itu, ternak sapi yang dipelihara ini masih merupakan bagian kecil dari seluruh usaha pertanian dan pendapatan total. Tentu saja usaha berskala kecil ini terdapat banyak kelemahan. Diantaranya adalah sebagai produsen perorangan pasti tidak dapat memanfaatkan sumber daya produktivitasnya yang tinggi seperti pada sektor usaha besar dan modern. Sebab pada usaha kecil ini baik dalam pengadaan pakan, bibit, transportasi, pemeliharaan dan lain sebagainya akan menjadi jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan usaha skala besar (Tafal, 1981).
Menurut Sugeng (2001), tingkat produksi yang rendah diakibatkan beberapa faktor sebagai berikut : faktor tujuan pemeliharaan, faktor bibit dan faktor pakan tersedia terbatas.
Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan adalah faktor genetik, faktor lingkungan serta interaksi faktor genetik dengan lingkungan. Seekor ternak yang genetiknya tidak menghasilkan daging, walaupun hidupnya dalam lingkungan yang baik tidak akan menghasilkan daging yang baik tetapi hidup dalam lingkungan yang jelek juga tidak akan menghasilkan daging yang memuaskan (Lasley, 1978).
Menurut Berg dan Butterfield (1976), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertambahan berat badan adalah bangsa ternak, umur ternak, jenis kelamin dan makanannya serta lingkungannya.
Profil Peternak Skala Usaha
Menurut Soekartawi (1995), bahwa pendapatan usaha ternak sangat dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang yang dijual oleh peternak itu sendiri sehingga semakin banyak jumlah ternak maka semakin tinggi pendapatan bersih yang diperoleh.
Umur
Semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap introduksi teknologi semakin tinggi (Chamdi, 2003).
Umur seseorang menentukan prestasi kerja atau kinerja orang tersebut. Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin turun pula prestasinya. Namun, dalam hal tanggung jawab semakin tua umur tenaga kerja tidak akan berpengaruh karena justru semakin berpengalaman (Suratiyah, 2009).
Tingkat Pendidikan
Model pendidikan yang digambarkan dalam pendidikan petani bukan pendidikan formal yang acap kali mengasingkan pertanian dan realitas.
Pendidikan petani yang dikembangkan adalah pendidikan yang memungkinkan tiap-tiap pribadi berkontak dengan orang lain, pekerjaan dan dengan dirinya sendiri (kebutuhan, perasaan, dorongan, saling memberi dan menerima, berbicara dan mendengarkan). Model pendidikan ini mempunyai ideal yang mengarah pada suatu sasaran agar petani mempunyai mentalitas yang baik yang disertai dengan penguasaan manajemen dasar serta memiliki skill dalam praktek bertani, yang akhirnya membawa petani untuk memperoleh produksi yang optimal. Produksi yang optimal tentu merupakan suatu langkah penting untuk memenuhi kebutuhan (Wiryono, 1997).
Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya.
Keterbatasan keterampilan/pendidikan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk masuk dalam dunia kerja (Ahmadi, 2003).
Menurut Soekartawi et al. (1986), menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru. Peternak yang tingkat pendidikannya lebih tinggi seharusnya dapat meningkatkan lebih besar pendapatan peternak namun kenyataan di lapangan berbeda seperti yang telah diuraikan diatas karena pada dasarnya peternak yang ada di daerah peneltian masih tergolong berpendidikan menengah.
Pengalaman Beternak
Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh terhadap penerimaan inovasi dari luar. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri mengusahakan usahataninya tersebut sampai diadakan penelitian (Fauzia dan Tampubolon, 1991).
Faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, disamping itu faktor pengalaman yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula perkembangan peternakan di daerah tersebut (Abidin dan Simanjuntak, 1997).
Jumlah Tanggungan Keluarga
Semakin besarnya jumlah anggota petani atau peternak akan semakin besar pula tuntutan kebutuhan keuangan rumah tangga. Hal demikian besarnya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi keputusan petani dalam berusaha tani. Keluarga yang memiliki sebidang tanah tetap saja jumlahnya semakin sempitnya dengan pertambahan anggota secara terus-menerus, sementara kebutuhan akan diproduksi termasuk pangan semakin bertambah (Daniel, 2002).
Tingkat Generasi Peternak Pada umumnya pengetahuan tentang beternak diperoleh dari orang tua.
Orang tua menurunkan generasi cara beternak kepada anak-anaknya. Generasi peternak akan berjalan dengan sendiri secara turun-temurun. Sehingga bisa dipastikan apabila orang tuanya dahulu peternak maka generasi peternak akan diturunkan kepada anak-anaknya. Hal demikian dapat didorong dengan adanya kemauan dan motivasi dari generasi penerus peternak itu sendiri (http://generasi-peternak.com.-tingkat).
Sistem Pemeliharaan Ternak
Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari berada di dalam kandang. Mereka makan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat menjadi gemuk dan kotorannya pun cepat bisa terkumpul dalam jumlah yang lebih banyak sebagai pupuk. Sapi-sapi memperoleh perlakuan yang lebih teratur atau rutin dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang, memandikan sapi, menimbang, mengendalikan penyakit (Sugeng, 2001).
Sistem pemeliharaan semi-intensif adalah kegiatan pemeliharaan ternak dengan sistem pengembalaan yang dilakukan secara teratur dan baik. Dalam kondisi tertentu, pemilik sudah mulai menaruh perhatian terhadap ternak yang dipeliharanya, terutama ketika ternak akan melahirkan dan digemukan untuk dipotong dengan mengurung ternak selama sehari penuh. Dalam hal ini pemilik sudah mulai menjaga kebersihan kandang dan memberikan obat- obatan/konsentrat sebagai tambahan makanan. (Mulyono dan Sarwono, 2007).
Sistem pemeliharaan ekstensif merupakan beternak secara tradisional yaitu campur tangan peternak terhadap ternak peliharaanya hampir tidak ada. Ternak dilepas begitu saja dan pergi mencari pakan sendiri di lapangan pengembalaan, pinggiran hutan atau tempat lain yang banyak ditumbuhi rumput dan sumber pakan. Sesuai dengan habitat aslinya, ternak menyukai pakan dari tanaman di daerah perbukitan (Mulyono dan Sarwono, 2007).
Usaha Peternakan Rakyat
Usaha peternakan rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain : skala usaha kecil dengan cabang usaha, teknologi sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin, belum sepenuhnya berorientasi pasar dan kurang peka terhadap perubahan-perubahan (Cyrilla dan Ismail, 1988).
Usahatani dapat berupa usaha bercocok tanam atau memelihara ternak. Pada umumnya ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia berlahan sempit, permodalan terbatas, tingkat pengetahuan petani yang terbatas dan kurang dinamik serta pendapatan petani yang rendah (Soekartawi et al., 1986).
Di dalam pertanian rakyat, hampir tidak ada usaha tani yang memproduksi satu macam hasil saja. Disamping hasil-hasil tanaman, usaha pertanian rakyat meliputi pula usaha-usaha peternakan, perikanan dan kadang-kadang usaha pencarian hasil hutan (Mubyarto, 1991).
Usahatani atau usaha peternakan mempunyai ciri khas yang mempengaruhi prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang digunakan.
Usahatani dan usaha peternakan sering dianggap sebagai usaha yang lebih banyak resikonya dalam hal output dan perubahan harga serta pengaruh cuaca terhadap keseluruhan proses produksi (Kay dan Edward, 1994) .
Menurut Kay dan Edward (1994), dalam usahatani dan usaha peternakan, pembagian kerja dan tugas manajemen jarang dilakukan, kecuali untuk skala usaha besar. Petani dalam usahatani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja, tetapi lebih dari itu. Dia adalah pemimpin (manager) usahatani yang mengatur organisasi produksi secara keseluruhan.
Panca Usaha Ternak Potong Bibit
Menurut Sugeng (2001), dalam hal penelitian bibit dengan cara seleksi dan penyingkiran ternak yang kurang baik dari kelompok yang dipelihara tidak perlu dilakukan. Laju pertumbuhan ternak yang bagaimanapun tidak perlu dihiraukan. Yang terpenting bagi peternak adalah ternak yang dipelihara itu tetap bisa berkembang biak.
Salah satu faktor keberhasilan beternak adalah keterampilan memilih bibit ternak, sebagai pejantannya digunakan pemacak milik desa atau milik pemerintah atau dengan inseminasi buatan (Dinas Peternakan, 1983).
Pakan
Keberhasilan suatu usaha ternak hanya mungkin tercapai apabila faktor-faktor penunjangnya memperoleh perhatian yang penuh. Salah satu faktor utamanya adalah makanan disamping faktor genetis dan manajemen. Oleh karena itu, bibit ternak yang baik dan dari jenis yang unggul harus diimbangi dengan pemberian makanan yang baik pula (AAK, 1991)
Sistem alat pencernaan dari berbagai jenis-jenis ternak mencerminkan pula macam bahan makanan yang dapat dimakannya. Ternak ruminansia atau pemamah biak mempunyai alat pencernaan yang berbeda dari non ruminansia. Ruminansia menggunakan hijauan sebagai bahan makanan utama sebaliknya ternak - ternak non ruminansia menggunakan kosentrat sebagai bahan makanan pokok ( Abidin dan Simanjuntak, 1997).
Ternak sapi sebagai salah satu hewan ruminansia beralat pencernaan yang terbagi atas empat bagian yakni rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Dengan alat ini, sapi mampu menampung jumlah bahan pakan yang lebih besar dan mampu mencerna bahan pakan yang kandungan serat kasarnya tinggi.
Sehingga pakan pokok hewan ini berupa hijauan atau rumput dan pakan penguat sebagai tambahan. Pada umumnya bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah 10 % dari berat pakan dan pakan penguat cukup 1 % dari berat badan (Sugeng, 2000).
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat penggunaan makanan oleh berbagai ternak sebagai berikut : Tabel 3. Penggunaan makanan oleh berbagai ternak
Sapi potong Babi Unggas Sapi Perah Sapi
(%) (%) (%) Potong (%) (%)
Penguat / konsetrat 97,4 95,3 26,2 18,4 6,0Hijauan 2,6 4,7 73,8 81,6 94,0 Sumber : Ir. Susetyo, dkk (1969).
Di negara kita pemberian makanan pada ternak belum begitu diperhatikan. Pada umumnya ternak hanya diberikan makanan hijauan dengan cara menggembalakan di lapangan ataupun diarit untuk diberikan pada ternaknya. Pada umumnya kualitas rumput tersebut sangat rendah, karena jarang terdapat pemeliharaan rumput-rumputan hijauan makanan ternak secara khusus untuk makanann ternaknya (Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Kandang
Perkandangan dan peralatan sangat penting dalam menentukan sukses tidaknya sesuatu perusahaan ternak sapi. Oleh karena itu sangat perlu untuk merencanakan pembuatan kandang dengan peralatan seefisien mungkin. Peternakan sapi dengan sistem pemeliharaan di pasture (padang pengembalaan), kandang diperlukan hanya untuk malam hari dimana sapi – sapi tersebut pada pagi harinya dilepas pada padang pengembalaan ini dapat dibuat pula kandang yang dilengkapi dengan atap yang bisa terbuat dari genteng atau rumbia atau bisa juga tanpa atap. Lantainya sebaiknya di semen. Sebagai patokan umum seekor sapi
2
dewasa membutuhkan tempat seluas 2,5 sampai 3 m (kira – kira 1,5 x 2 m) per ekornya (Abidin dan Simanjuntak, 1977).
2 Luas kandang per ekor 1,5 m x 1,8 m = 2 m . Membuat kandang untuk
kapasitas 8-10 ekor di bawah satu atap lebih ekonomis daripada kapasitas 2-3 ekor di dalam satu atap. Lantai kandang, baik lantai tanah, adukan semen, aspal, batu- batu dan sebagainya, harus dibuat agak sedikit miring. Kemiringan lantai kandang cukup dibuat 5 cm saja. Kemiringan lantai ini bertujuan agar air kencing sapi tidak berhenti dan bercampur dengan kotoran dan tilam (bedding) yang dipakai sebagai alas ternak, sehingga kesehatan sapi tetap terjamin (AAK, 1991).
Kontruksi kandang menurut Sugeng (2001), dibangun dengan perencanaan yang benar akan menjamin kenyamanan hidup ternak, sebab bangunan kandang sangat erat hubungannya dengan kehidupan ternak.
Sehubungan dengan kebutuhan hidup ternak sapi untuk beradaptasi ini, maka perencanaan bangunan kandang yang perlu diperhatikan ialah : iklim setempat, kontruksi dan bahan bangunan. Ketiga faktor ini perlu diperhatikan karena faktor-faktor tersebut akan membawa kenyamanan bagi ternak apabila kesemuanya tadi dipadu dengan baik (AAK, 1991).
Pencegahan dan Pengobatan Penyakit
Penyakit yang timbul pada sapi potong biasannya dibagi atas empat macam yaitu : 1) external parasitis, 2) internal parasitis, 3) penyakit menular dan 4) penyakit tidak menular. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit lebih penting daripada mengobati. Oleh karena itulah maka para peternak selalu menjaga kesehatan dari pada ternak–ternaknya melalui sanitasi yang baik, penyemprotan dengan desinfektan dan vaksinasi secara teratur. Ternak-ternak akan mudah tertular penyakit bila manajemennya kurang baik. Parasit-parasit dan penyakit biasanya berkembang baik pada ternak-ternak yang kondisinya tidak baik dan dapat menyebar pada ternak-ternak yang sehat lainnya (Abidin dan Simanjuntak, 1977).
Sapi yang terkena penyakit biasanya menimbulkan kerugian besar terlebih penyakit menular, walaupun terkadang tidak menyebabkan kematian secara langsung namun dapat merusak kesehatan. Misalnya penyakit brucellosis dan tubercullose, anthrax, mulut dan kuku. Penanggulangan perlu secara dini.
Para peternak tidak perlu mengetahui masalah-masalah kedokteran hewan, tetapi yang perlu adalah pengenalan berbagai jenis penyakit dan sebabya, akibat serangan, gejala yang tampak, penyebarannya, pencegahan dan pemberantasannya (AAK, 1991).
Pemasaran
Permintaan pasar atas daging sapi meningkat terus dari tahun ke tahun sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan taraf hidup rakyat disertai dengan pengertian mengenai kepentingan pangan dan gizi. Hal tersebut sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial dan agama, seperti musim haji, musim hajatan (pernikahan, dll), hari Natal dan tahun Baru, dan puncaknya adalah hari raya Idul Fitri dan bulan Syawal (Darmono, 1993).
Pada tahun 1994, proyeksi permintaan daging sapi di Indonesia adalah 324.000 ton, sedangkan daging sapi yang tersedia adalah 308.000 ton dan sebagian besar dipenuhi dari produksi lokal. Dengan demikian, terdapat kelebihan permintaan sebesar 16.000 ton. Kesenjangan antara permintaan dan pemasokan daging sapi tersebut merupakan peluang pemasaran bagi daging sapi di Indonesia (Arifin, 1993).
Pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan pengetahuan masyarakat tentang gizi berpengaruh terhadap pola konsumsi masyarakat ke arah gizi berimbang sehingga memberikan peluang pemasaran hasil-hasil peternakan. Disamping itu, terbukanya perdagangan internasional mengakibatkan kemungkinan ekspor ternak dan hasil semakin meningkat bila diikuti dengan peningkatan kualitas (Gunawan et al., 1993).
Pendapatan Usaha Ternak Biaya Produksi
Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yang diperlukan, yang tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat di ukur untuk menghasilkan suatu produk (Cyrilla dan Ismail, 1988).
Menurut Boediono (1998), biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumber daya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya biaya variabel.
Biaya tetap (fix cost) adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegitan produksi yang jumlah totalnya tetap pada volume kegiatan tertentu, sedangkan biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan ( Widjaja, 1999).
Depresiasi asuransi, perbaikan rutin, pajak dan bunga modal termasuk ke dalam biaya tetap, sedangkan pakan, bibit, pupuk, obat-obatan, bahan bakar dan kesehatan ternak termasuk biaya tidak tetap (Kay dan Edward, 1994).
Pengeluaran atau biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi (input) yang diperlukan pada proses produksi. Untuk sarana produksi yang dibeli dimasukkan dalam biaya tunai, sedangkan untuk sarana produksi yang tidak dibeli dimasukkan dalam biaya diperhitungkan (Soeharjo dan Patong, 1973).
Penerimaan dan Pendapatan
Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga per satuan. Produksi total adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan harga adalah harga pada tingkat usaha tani atau harga jual petani.
Penerimaan dalam usaha tani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode pembukuan yang sama, sedangkan pendapatan adalah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi (Kay dan Edward, 1994).
Soeharjo dan Patong (1973), menyebutkan bahwa dalam analisis pedapatan diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran sama jangka waktu yang ditetapkan. Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dan keadaan yang akan datang dari kegiatan usaha. Dengan kata lain analisis pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasilan suatu usaha.
Analisis usaha
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersil. Melalui hasil analisis ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang di hadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki hasil dari usaha ternak tersebut. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha. Hernanto (1996), menyatakan bahwa analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui kinerja usaha secara menyeluruh.
Ada tiga laporan utama yang berkaitan dengan analisis usaha yaitu : (1) arus biaya dan penerimaan (cash flow), yaitu berupa biaya operasional (2) neraca (balance sheet), yaitu berupa harta, utang dan modal (3) pertelaan pendapatan (income statement), yaitu menyangkut laporan laba-rugi berupa pendapatan dikurangi dengan beban (biaya).
Pendapatan (income statement) lebih menunjukkan kepada sumber-sumber penerimaan dan berapa biaya yang dikeluarkan untuk mencapai penerimaan tersebut. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana ril untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994), gambaran mengenai usaha ternak yang memilki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis usaha juga dapat memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit, pakan, kandang serta lamanya modal akan kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.
Analisis pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menentukan komponen utama pendapatan dan apakah komponen itu masih dapat di tingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatanya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi. Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu (Aritonang, 1993).