BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan - Efektivitas KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) Metode ceramah dan Pemutaran Film terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil tentang Zat Besi di Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Tah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Maulana, 2007).
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga) dan indra penglihatan (mata). Yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Lebih dari 75 % sampai 87 % dari pengetahuan manusia disalurkan melalui mata. Sedangkan 13% sampai 25% lainnya tersalur melalui indra yang lain. Semakin banyak indra yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak dan jelas pengetahuan yang diperoleh (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Hutagaol, dkk (2010), untuk dapat meningkatkan pengetahuan serta pemahaman ibu dalam mengkonsumsi tablet tambah darah maka perlu dilakukan pembinaan dan penyegaran informasi secara terus menerus melalui penyuluhan baik secara langsung maupun secara tidak langsung, dengan menggunakan media cetak ataupun media elektronik dengan harapan dapat terjadinya peningkatan pengetahuan sehingga menciptakan perubahan perilaku ibu yang baik.
8
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Notoatmodjo (2005b), berpendapat bahwa pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas dan tingkat yang berbeda-beda, hal ini tercakup domain kognitif yang dibagi dalam enam tingkatan, yaitu : 1.
Tahu (Know) Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkatan ini adalah mengingat kembali(Recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang itu tah/u tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar, orang yang telah paham terhadap objek suatu materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
4. Analisis (Analysis) Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut yang masih ada kaitannya antara satu dengan lainnya.
5. Sintesis (Synthesis) Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, dimana penilaian berdasarkan
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu :
1. Pengalaman Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.
2. Tingkat pendidikan Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang, secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
3. Keyakinan Biasanya keyakinan diperoleh secara turun menurun dan tanpa ada pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bias mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
4. Fasilitas Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat memengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi,majalah,Koran, dan buku.
5. Penghasilan Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun bila sesorang berpenghasilan cukup besar, maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
6. Sosial budaya Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat memengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
2.2 Sikap (Attitude)
2.2.1 Pengertian Sikap
Sikap juga akan mempengaruhi ibu hamil dalam kepatuhan mengkonsumsi tablet besi selama kehamilannya. Ibu hamil yang tahu akan pentingnya tablet besi akan selalu mengkonsumsinya sampai habis.
Maulana (2007) yang mengutip Koentjaraningrat (1983), menyatakan bahwa sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terdapat suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Maulana (2007) yang mengutip Sarwono (1997), menyatakan bahwa sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya.
2.2.2 Komponen Sikap
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2005b), sikap terdiri dari tiga komponen pokok secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).
1. Komponen kognitif (cognitive)
Komponen kognitif merupakan representatif apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap mengenai apa yang berlaku atau yang benar bagi obyek sikap.
Komponen kognitif berisi kepercayaan (keyakinan), ide yang dimilki oleh individu terhadap suatu objek. Seringkali komponen kognitif ini disamakan dengan pandangan (opini) terutama apabila menyangkut masalah kontroversial.
2. Komponen afektif (affective) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen ini merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi.
3. Komponen konatif (conative) Komponen konatif merupakan aspek kecendrungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Komponen ini merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
2.2.3 Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (2010), sikap terdiri dari empat tingkatan berdasarkan intensitasnya yaitu :
1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Menanggapi (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Oleh karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga.
4. Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Sikap
Menurut Azwar (2005), sikap manusia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam menyampaikan informasi sebagai tugas pokoknya media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuai hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
1. Faktor Internal
1) Fisiologis (sakit,lapar,haus)
2) Psikologis (minat dan perhatian)
3) Motif 2.
Faktor Eksternal 1)
Pengalaman 2)
Situasi
3) Norma
4) Hambatan
5) Pendorong (Maulana,2007)
2.3 Komunikasi, Informasi dan Edukasi Kesehatan (KIE)
UU No. 36 tahun 2009, penyuluhan kesehatan diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan yang melekat pada setiap kegiatan upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan diselenggarakan untuk mengubah perilaku seseorang atau kelompok masyarakat agar hidup sehat melalui komunikasi, informasi, dan edukasi.
Promosi dapat dilakukan dengan pendekatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) berbagai kategori kelompok sasaran. Setiap jenis kelompok sasaran mensyaratkan cara KIE yang berbeda satu sama lain. Kedalaman tujuan KIE pun berbeda-beda, mulai dari KIE yang hanya mengubah pengetahuan sampai pada pengubahan sikap mental dan keterampilan. Untuk mengubah pengetahuan, KIE dapat dilakukan dengan komunikasi yang bersifat informative saja. Sedangkan untuk mengubah sikap mental dan keterampilan, KIE harus dilakukan dengan komunikasi yang terus-menerus, terencana, dan dilaksanakan secara sistematis. ( Slamet,1980 dalam Badan POM RI 2012).
Upaya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) memiliki dua tujuan yaitu: 1. Peningkatan pengetahuan 2.
Perubahan perilaku kelompok sasaran tentang semua aspek Kesehatan
Strategi yang lebih tepat dipilih dalam melaksanakan kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) di tingkat pelayanan dasar adalah strategi Gerakan Masyarakat dan Bina Suasana. Menurut Depkes RI (2008), untuk melaksanakan strategi Gerakan Masyarakat dan Bina Suasana, Petugas Kesehatan perlu memperhatikan lima aspek berikut : 1)
Pesan inti yang ingin disampaikan (APA) 2)
Kelompok yang akan menjadi sasaran penyampaian pesan tersebut (SIAPA) 3)
Pengetahuan yang diharapkan dikeTAHUi oleh kelompok sasaran 4)
Perilaku yang diharapkan MAU diterima dan dilakukan kelompok sasaran 5)
Cara apa yang paling tepat untuk mencapai kelompok sasaran tersebut (JALUR dan MEDIA).
2.3.1 Komunikasi
Komunikasi adalah proses pengoperasian ransangan (stimulus) dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (nonverbal), untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Stimulus atau ransangan ini dapat berupa suara/bunyi atau bahasa lisan, maupun berupa gerakan, tindakan, atau simbol-simbol yang diharapkan dapat dimengerti, oleh pihak lain, dan pihak lain tersebut merespons dan bereaksi sesuai dengan maksud pihak yang memberikan stimulus (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Rasmuson (1988) dalam Notoatmodjo (2010) komunikasi kesehatan dipandang sebagai Ilmu Komunikasi Terapan yang digunakan untuk memengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat. Disiplin ini menggunakan metode prinsip-prinsip Komunikasi Massa, Desain Pengajaran, Pemasaran Sosial, Analisis Perilaku dan Antropologi Medis.
Agar terjadi komunikasi yang efektif antara pihak satu dengan pihak yang lain, antara kelompok satu dengan yang lain, atau seseorang dengan orang lain diperlukan keterlibatan beberapa unsur komunikasi, yakni:
1. Pengirim (sender) atau sumber (resource) adalah : Individu, kelompok, atau organisasi berperan untuk mengalihkan (transferring) pesan.
2. Encoding adalah : Pengalihan gagasan kedalam pesan.
3. Pesan (massage) adalah : Gagasan yang dinyatakan oleh pengirim kepada orang lain
4. Saluran (media) adalah media dari komunikasi, merupakan tempat dimana sumber menyalurkan pesan kepada penerima, misalnya melalui gelombang suara, cahaya,atau halaman cetakan dll 5. Decoding adalah pengalihan pesan kedalam gagasan.
6. Penerima (reseiver) adalah individu atau kelompok yang menerima pesan.
7. Umpan balik (feed back) adalah reaksi terhadap pesan
8. Gangguan (noise) adalah efek internal atau eksternal akibat dari peralihan pesan
9. Bidang pengalaman (field of experience) adalah bidang atau ruang yang menjadi latar belakang informasi dari pengirim maupun penerima.
10. Pertukaran makna (shared meaning) adalah bidang atau ruang pertemuan (tumpang tindih) yang tercipta karena kebersamaan.
11. Konteks (context) adalah situasi, suasana, atau lingkungan fisik, non fisik (Sosiologis-antropologis, psikologis, politik, ekonomi dan lain-lain (liliweri 2006).
2.3.2 Informasi dan Edukasi
Informasi dan edukasi dapat dilaksanakan melalui tiga jenis jalur pendidikan menurut sifat pelaksanaannya, yaitu pendidikan formal, pendidikan non-formal dan pendidikan in-formal. Pembedaan ketiga sifat pendidikan tersebut ada pada tidaknya proses belajar mengajarnya, mencakup kurikulum, materi, standarisasi warga belajar, kelengkapan sarana dan sebagainya (Badan POM RI 2012).
Sedangkan pendidikan non formal adalah pendidikan luar sekolah yang memiliki aturan dan kurikulum yang luwes. Jika dalam pendidikan formal target sasaran sebagai obyek, maka pada pendidikan non-formal, target sasaran berperan sebagai pemain utama atau subyek pendidikan. Materi, metoda, dan media pendidikan yang digunakan harus berdasarkan kebutuhan dan karakteristik target sasaran. Sementara itu pendidikan in-formal adalah pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga, meliputi pendidikan nilai-nilai pergaulan, etika kehidupan sehari-hari seperti etika makan,etika masuk rumah, etika menggunakan berbagai fasilitas, etika kesusilaan dan sebagainya (Badan POM RI 2012).
Pendidikan adalah upaya persuasi kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran. (Notoatmodjo, 2005b).
Pendidikan kesehatan mempunyai implikasi terhadap batasan atau defenisinya, lebih diartikan sebagai upaya terencana untuk perubahan perilaku kesehatan sesuai dengan norma-norma kesehatan. Pada tahun 1984 para ahli pendidikan kesehatan yang dimotori WHO merevitalisasi pendidikan kesehatan dengan menggunakan dengan istilah promosi kesehatan (Health Promotion) (Notoatmodjo, 2005b).
Menurut Notoatmodjo (2007), penyampaian materi pada program KIE dapat dilakukan melalui beberapa metode dan media. Media yang digunakan sangat bervariasi, mulai dari yang tradisional yaitu mulut (lisan), bunyi-bunyian (kentongan), tulisan (cetak), sampai dengan elektronik yang modern yaitu televisi dan internet.
Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (2012), bentuk- bentuk KIE umumnya terbagi dalam tiga jenis, yaitu:
1. KIE Individu Teknik pelaksanaannya dilakukan untuk perseorangan dilakukan secara tatap muka satu sama lain. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui tanya jawab, diskusi, konsultasi, bimbingan dan pendalaman terhadap salah satu materi yang dianggap perlu untuk dibahas (dibicarakan). KIE individu biasanya dilakukan untuk pemuka agama, adat, masyarakat dan pemangku kewenangan (stakeholders) atau seseorang yang memerlukan penjelasan khusus.
2. KIE Kelompok Teknik pelaksanaannya dilakukan dalam bentuk kelompok atau kumpulan orang yang memiliki kesamaan (jenis kelamin, latar belakang sosial budaya dan lain lain). Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui ceramah, diskusi/dialogis, sosialisasi/orientasi dan lain-lain dalam membahas sesuai masalah yang dianggap penting bagi kehidupan bersama sekarang dan yang akan datang. KIE kelompok yang paling banyak dilakukan dalam pelaksanaan program KB dalam mengajak pasangan untuk KB.
3. KIE Massal
Teknik pelaksanaannya dilakukan kepada masyarakat umum yang dapat dijangkau oleh media massa atau khalayak umum yang berkumpul di suatu tempat tertentu. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui ceramah umum dan sosialisasi massa atau menggunakan media massa (elektronik seperti radio, TV, wayang, pentas panggung dan sarana dunia maya).
KIE massal tidak mudah untuk berdiskusi dan tanya jawab kecuali radio dan TV bisa tersedia komunikasi interaktif. KIE massal memiliki pengaruh cukup besar terhadap penerimaan oleh masyarakat terutama yang suka dengan penyajian media tersebut.
2.4 Efektifitas KIE terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil tentang Tablet Zat Besi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektifitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektifitas adalah pengaruh yang ditimbulkan atau disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan (Starawaji, 2009).
Terdapat cara pengukuran terhadap efektifitas yang secara umum dan yang paling menonjol adalah sebagai berikut :
1. Keberhasilan program
2. Keberhasilan sasaran
3. Kepuasan terhadap program
4. Tingkat input dan output
5. Pencapaian tujuan menyeluruh (Cambel dalam Starawaji, 2009) Pendekatan efektifitas digunakan untuk mengukur sejauh mana aktifitas itu efektif. Ada beberapa pendekatan yang digunakan terhadap efektifitas yaitu:
1. Pendekatan Sasaran
Pendekatan ini mencoba mengukur sejauh mana suatu lembaga berhasil merealisasikan sasaran yang hendak dicapai. Pendekatan sasaran dalam pengukuran efektifitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur tingkatan keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut.
Selain tercapainya tujuan, efektifitas juga selalu memperhatikan faktor waktu pelaksanaan. Oleh karena itu dalam efektifitas selalu terkandung unsur waktu pelaksanaan. Tujuan tercapai dengan waktu yang tepat maka program tersebut efektif.
2. Pendekatan Sumber Pendekatan sumber mengukur efektifitas melalui keberhasilan suatu lembaga dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang dibutuhkannya.
Suatu lembaga harus dapat memperoleh berbagai macam sumber dan juga memelihara keadaan dan sistem agar dapat efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem suatu lembaga terhadap lingkungannya, karena lembaga mempunyai hubungan yang merata dengan lingkungannya dimana dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang merupakan input lembaga tersebut dan out put yang dihasilkan juga dilemparkannya pada lingkungannya.
3. Pendekatan Proses Pendekatan proses menganggap sebagai efisiensi dan kondisi kesehatan dari suatu lembaga internal. Pada lembaga yang efektif, proses internal berjalan dengan lancar dimana kegiatan bagian-bagian yang ada berjalan secara terkoordinasi. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan melainkan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap sumber- sumber yang dimiliki lembaga, yang menggambarkan tingkat efisiensi serta kesehatan lembaga.
2.5 Metode Ceramah dan Pemutaran Film
Media sangat diperlukan dalam pelaksanaan promosi kesehatan karena media dapat mempermudah penyampaian informasi dan dapat menghindari kesalahan persepsi (Notoatmodjo, 2005b). Metode penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh penyuluh puskesmas disesuaikan dengan unsur perilaku sasaran yang akan diubah, apakah unsur pengetahuan, sikap atau tindakan. Metode penyuluhan yang paling sering dilakukan oleh petugas puskesmas untuk meningkatkan pengetahuan adalah metode ceramah/tanya jawab (Depkes RI, 1991). Ceramah baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah (Notoatmodjo, 2010). Daya ingat pendengar dari metode ceramah terbatas (Maulana, 2007).
Menurut Basuki (2006), metode penyuluhan mempunyai hubungan yang bermakna dalam peningkatan pengetahuan. Keberhasilan suatu penyuluhan dapat dilihat dari adanya peningkatan pengetahuan dan sikap yang mendukung terjadinya perubahan kearah perilaku. Dalam hal ini yang diharapkan adalah perilaku mengkonsumsi tablet zat besi pada ibu hamil.
Menurut Pulungan (2008), proses penyuluhan pada dasarnya merupakan proses komunikasi dan proses perubahan perilaku melalui pendidikan. Agar kegiatan penyuluhan dapat mencapai hasil yang maksimal, maka metode dan media penyuluhan perlu mendapat perhatian yang besar dan harus disesuaikan dengan sasaran. Penggunaan kombinasi berbagai media akan sangat membantu dalam proses penyuluhan kesehatan. Metode penyuluhan kesehatan dapat dibagi berdasarkan jumlah sasaran (perorangan, kelompok, massa) dan cara penyampaian (langsung maupun tidak langsung).
Menurut Fiske (1982) yang dikutip oleh Liliweri (2008) membagi media kedalam tiga kelompok utama yang disebut sebagai 1. Presentational media yaitu : tampilan wajah, suara atau komunikasi tubuh (anggota tubuh) atau dalam kategori pesan makna media ini dimasukkan dalam komunikasi tatap muka, 2.
Representational media yaitu : media yang diciptakan oleh kreasi manusia, yang
termasuk dalam kelompok ini adalah tulisan, gambar, fotografi, komposisi musik, arsitektur, pertamanan, 3. Mechanical media yaitu : radio, televisi, video, film, surat kabar, majalah, dan telephon yang digunakan.
2.5.1 Metode Ceramah
Sosialisasi melalui penyuluhan intensif dalam program KIA lebih memungkinkan untuk dilaksanakan oleh petugas kesehatan di lapangan. Keterbatasan sarana dan petugas kesehatan Puskesmas dapat disiasati melalui penyuluhan gizi dengan menggunakan metode dan media yang mudah, murah dan memungkinkan untuk dilaksanakan petugas, misalnya penyuluhan dengan metode ceramah.
Menurut Notoatmodjo (2007), metode ceramah adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran. Metode ceramah cukup baik untuk sasaran ibu hamil dengan latar belakang pendidikan tinggi maupun rendah. Metode ceramah dapat digunakan untuk menyampaikan informasi kesehatan, dalam metode ceramah kelompok sasaran berjumlah lebih dari 15 orang (Notoatmodjo, 2010).
Ceramah adalah pidato yang disampaikan oleh seorang pembicara di depan sekelompok pendengar (Maulana, 2007). Metode ceramah merupakan metode pertemuan yang paling sederhana dan paling sering diselenggarakan untuk menggugah kesadaran dan minat sasaran penyuluhan. Pada metode ini lebih banyak penyuluh memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi penyuluhannya dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan tanggapannya (Mardikanto,1993).
Kelebihan metode ceramah adalah sebagai berikut (Maulana,2007) : 1)
Pembicara harus menguasai pokok pembicaraan 4)
Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi apa yang akan diceramahkan, untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah adalah a. Persiapan
Biasanya hanya satu indra yang dipakai
Daya ingat biasanya terbatas 8)
Sulit digunakan oleh anak-anak 7)
Pembicara kurang dapat memanfaatkan pendengar 6)
Dapat menjadi kurang menarik 5)
Hanya sedikit pengajar yang dapat menjadi pembicara yang baik 3)
Dapat dipakai pada orang dewasa 2)
Menghalangi respons dari pendengar 2)
Kelemahan metode ceramah adalah sebagai berikut (Maulana,2007) : 1)
Dapat dipakai untuk mengulang atau memberi pengantar pada pelajaran atau aktivitas.
Dapat dipakai sebagai penambah bahan yang mudah dibaca 6)
Tidak terlalu melibatkan banyak alat bantu 5)
Dapat dipakai pada kelompok yang besar 4)
Menghabiskan waktu dengan baik 3)
9) Pembicara tidak selalu dapat menilai reaksi pendengar.
Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema dan mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran.
b.
Pelaksanaan Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah dapat menguasai sasaran. Untuk dapat menguasai sasaran penceramah harus menunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan. Tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah. Suara hendaknya cukup keras dan jelas (Notoatmodjo, 2005b).
2.5.2 Film
Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara kolektif, sering disebut sinema. Sinema bersumber dari kata kinematik atau gerak (Baksin, 2009). Film dapat ditunjukkan kepada kelompok besar (≥ 50), kelompok sedang (10- 50), dan kelompok kecil (2-10) (Arsyad, 2011).
Film adalah bagian dari komunikasi melalui media massa. Komunikasi massa adalah sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anomin melalui medi cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Rakhmat,2007).
Pengaruh komunikasi massa dengan pembentukan dan perubahan sikap ada lima prinsip umum ( Oskamp,1977 dalam Rakhmat,2007) :
1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh factor-faktor seperti predisposisi personal, proses selektif, keanggotaan kelompok.
2. Komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai media pengubah.
3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum daripada perubahan seluruh sikap dari satu sisi masalah ke sisi masalah yang lain.
4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang- bidang dimana pendapat orang lemah.
5. Komunikasi massa cukup afektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh.
Menurut Arsyad (2011), media lain yang dapat digunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah film. Film dapat menggambarkan suatu proses secara tepat yang dapat disaksikan secara berulang-ulang jika dipandang perlu. Film dapat menanamkan sikap dan segi-segi afektif lainnya. Film juga dapat ditunjukkan pada kelompok kecil atau kelompok besar.
Kelebihan film adalah sebagai berikut (Suleiman,1985) : 1) Selain bergerak dan bersuara, film itu dapat menggambarkan suatu proses. 2)
Dapat menimbulkan kesan tentang ruang dan waktu 3)
Tiga dimensional dalam penggambarannya 4)
Suara yang dihasilkan dapat menimbulkan realita padaa gambar dalam bentuk impresi yang murni.
5) Jika film itu tentang suatu pelajaran, dapat menyampaikan suaraa seorang ahli dan sekaligus memperlihatkan penampilannya.
6) Kalau film itu berwarna, jika autentik dapat menambahkan realitas kepada medium yang sudah realistis itu.
7) Dapat menggambarkan teori sains dengan tehnik animasi. Kelemahan film adalah sebagai berikut (Suleiman,1985) : 1)
Jalan cerita film terlalu cepat : tidak semua orang dapat mengikutinya dengan baik. Lebih-lebih kalau film dipertunjukkan kepada orang yang kurang pendidikannya. Mereka tidak dapat mencernakan apa yang berlalu di hadapan mereka dalam tempo yang begitu cepat.
2) Apa yang sudah lewat tidak dapat diulang kalau ada bagian film yang harus mendapat perhatian kembali. Atau seluruh film harus diputar lagi.
3) Biaya pembuatan film tinggi dan peralatannya mahal. Film merupakan salah satu bentuk dari media audiovisual. Kapti (2010), menyatakan bahwa audiovisual merupakan salah satu media yang menyajikan informasi atau pesan secara audio dan visual. Audiovisual memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perubahan perilaku masyarakat, terutama dalam aspek informasi dan persuasi. Kapti (2010) mengutip pendapat Sadiman dkk (2009) menyatakan bahwa media audiovisual mempunyai kelebihan antara lain bisa memberikan gambaran yang lebih nyata serta meningkatkan retensi memori karena lebih menarik dan mudah diingat. Kehadiran dan perkembangan media audiovisual ini tidak bisa dihindari mengingat kelebihan dan daya tariknya yang luar biasa pada media ini, seperti contohnya televisi yang mempunyai peran besar dalam mempengaruhi masyarakat. Kelebihan
- – kelebihan media audiovisual tersebut diharapkan mampu menumbuhkan ketertarikan dan minat dalam mengikuti penyuluhan sehingga tujuan dalam penyuluhan dapat tercapai.
Dalam perkembangannya, film berperan sebagai sarana hiburan yang menawarkan berbagai aspek kejadian dan peristiwa kepada penonton. Karena itu selama menonton film, penonton diletakkan pada pusat segala kejadian dan peristiwa yang seolah-olah penonton ikut merasakan dan menjadi bagian didalamnya. Maka dari inilah dapat dikatakan bahwa sebuah film dapat berpengaruh terhadap prilaku sosial dalam masyarakat dari para penikmatnya, tentunya sesuai dengan pesan apa yang di dapat dari sebuah film yang mereka nikmati. Pesan disini adalah pesan yang disampaikan dari pembuat film (sineas) kepada masyarakat luas, karena dalam sebuah film, paling tidak memiliki sebuah pesan tertentu dalam pembuatanya, baik pesan tersebut bersifat verbal maupun non verbal sesuai dengan jenis film yang di ciptakan oleh para pembuatnya (sineas).
Film juga mempunyai segmen dalam pengambilan dan penyampaian pesan terhadap khalayak yang melihatnya, yakni para pembuat sebuah film sudah memperkirakan pesan apa yang harus di dapat bagi para penonton setelah melihat film tersebut, sesuai dengan keinginan dan kepentingan para sineas dalam memproduksi filmnya, seperti: unsur tentang budaya, sosial, politik, psikologi dan lain sebagainya, yang menarik atau dapat merangsang imajinasi penonton, meskipun terkadang pesan yang diharapkan tidak sesuai atau hanya mendekati sesuai keinginan para sineas film dalam penyampaian terhadap penonton.
2.6 Zat Besi (Fe)
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa (Almatsier, 2009). Pada wanita dewasa terdapat 35-50 mg per kg berat badan (Poedjiadi, 2005).
Zat besi (Fe) merupakan microelement yang esensial bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopebesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa haemoglobin (Hb). Di samping itu berbagai jenis enzim memerlukan Fe sebagai factor penggiat (Sediaoetama, 2006).
Zat besi merupakan komponen yang penting dalam pernapasan. Zat besi merupakan bagian yang berguna untuk pengikat oksigen dalam eritrosit. Zat ini dibutuhkan oleh tubuh 15-30 mg per hari. Penyerapan zat besi dipermudah oleh asam klorida dalam lambung. Zat besi terdapat dalam hati, daging, telur, kacang-kacangan, keju, ikan, sayuran hijau, sereal dan buah-buahan (Almatsier, 2009).
Faktor peningkat absorpsi Fe :
a. Meat-fish-poultry (daging-ikan-unggas)
b. Vitamin C dapat membantu penyerapan besi non heme dengan merubah bentuk ferri menjadi ferro c. Adanya asam sitrat dan asam laktat dari makanan serta asam HCl dari lambung juga membantu absorpsi Fe (Syafiq, 2006).
Faktor penghambat absorpsi Fe: a. Asam oksalat (dalam sayuran) mengikat besi b.
Kalsium dalam dosis tinggi menghambat penyerapan Fe, tetapi mekanismenya belum diketahui pasti c.
Tanin (dalam teh dan kopi) dikonsumsi sebaiknya 1-2 jam setelah makan agar tidak mengganggu penyerapan Fe (Syafiq, 2006).
2.6.1 Fungsi Zat Besi
Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh : sebagai alat angkut oksigen dari paru- paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut electron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh, (Almatsier, 2009).
2.6.2 Sumber Zat Besi
Ada dua jenis zat besi dalam makanan, yaitu zat besi yang berasal dari hem
- – dan bukan hem. Walaupun kandungan zat besi hem dalam makanan hanya antara 5 10% tetapi penyerapannya hanya 5%. Makanan hewani seperti daging, ikan dan ayam merupakan sumber utama zat besi hem. Zat besi yang berasal dari hem merupakan
Asupan zat besi selain dari makanan adalah melalui suplemen tablet zat besi. Suplemen ini biasanya diberikan pada golongan rawan kurang zat besi yaitu balita, anak sekolah, wanita usia subur dan ibu hamil. Pemberian suplemen tablet zat besi pada golongan tersebut dilakukan karena kebutuhan akan zat besi yang sangat besar, sedangkan asupan dari makan saja tidak dapat mencukupi kebutuhan tersebut.
Makanan yang banyak mengandung zat besi antara lain daging, terutama hati dan jeroan, apricot, prem kering, telur, polong kering, kacang tanah dan sayuran berdaun hijau (Almatsier,2009).
2.6.3 Kebutuhan Zat Besi pada Ibu Hamil
Kebutuhan zat besi selama hamil yaitu rata-rata 800 mg – 1040 mg. Kebutuhan ini diperlukan untuk : a.
± 300 mg diperlukan untuk pertumbuhan janin.
b.
± 50-75 mg untuk pembentukan plasenta.
c.
± 500 mg digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal/ sel darah merah.
d.
± 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.
e.
± 200 mg lenyap ketika melahirkan Perhitungan makan 3 x sehari atau 1000-2500 kalori akan menghasilkan sekitar 10
- –15 mg zat besi perhari, namun hanya 1-2 mg yang di absorpsi (Depkes RI, 2001). Jika ibu mengkonsumsi 60 mg zat besi, maka diharapkan 6-8 mg zat besi
Suplementasi zat besi perlu sekali diberlakukan, bahkan pada wanita yang bergizi baik. Kebutuhan akan zat besi selama trimester I naik dari 0,8 mg/hari, kemudian meningkat tajam selama trimester II dan III hingga 6,3 mg sehari (Arisman, 2004). Kebutuhan zat besi pada wanita hamil adalah 4,0 mg/hari (Depkes, 2002).
Untuk itu pemberian suplemen Fe disesuaikan dengan usia kehamilan atau kebutuhan zat besi tiap semester, yaitu sebagai berikut :
1. Trimester I : kebutuhan zat besi ±1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8 mg/hari) ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah.
2. Trimester II : kebutuhan zat besi ±5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan conceptus 115 mg.
3. Trimester III : kebutuhan zat besi 5 mg/hari,) ditambah kebutuhan sel darah merah 150 mg dan conceptus 223 mg.
Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya akan menimbulkan anemia pada kehamilan (Manuaba, 1998).
2.6.4 Akibat Kekurangan Zat Besi pada Masa Kehamilan
Kurangnya zat besi dan asam folat dapat menyebabkan anemia. Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi, bila tidak dipenuhi masukan zat besi lama kelamaan timbul gejala anemia disertai penurunan kadar Hb. Kadar normal haemoglobin dalam darah yaitu ibu hamil 11 gr % (DepKes RI, 1995).
Ciri-ciri gejala anemia tidak khas dan sulit ditemukan tetapi dapat terlihat dari kulit dan konjungtiva yang pucat, tubuh lemah, nafas pendek dan nafsu makan hilang.
Penentuan anemia klinis dipengaruhi oleh banyak variabel seperti ketebalan kulit dan pigmentasi yang tidak dapat diandalkan kecuali pada anemia berat. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium sebaiknya digunakan untuk mendiagnosis dan menentukan beratnya anemia (De Maeyer, 1993).
2.6.5 Efek Samping Pemberian Zat Besi
Pemberian zat besi secara oral dapat menimbulkan efek samping pada saluran gastrointestinal pada sebagian orang, seperti rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare. Frekuensi efek samping ini berkaitan langsung dengan dosis zat besi. Tidak tergantung senyawa zat besi yang digunakan, tak satupun senyawa yang ditolelir lebih baik daripada senyawa yang lain. Zat besi yang dimakan bersama dengan makanan akan ditolelir lebih baik meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.
Pemberian suplementasi Preparat Fe, pada sebagian wanita, menyebabkan sembelit. Penyulit Ini dapat diredakan dengan cara memperbanyak minum, menambah konsumsi makanan yang kaya akan serat seperti roti, serealia, dan agar-agar.
Mual pada masa kehamilan adalah proses fisiologi sebagai dampak dari terjadinya adaptasi hormonal. Selain itu mual dapat terjadi pada ibu hamil sebagai efek samping dari minum tablet besi. Ibu hamil yang mengalami mual sebagai dampak kehamilannya dapat merasakan mual yang lebih parah dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mengalami keluhan mual sebelumnya.
Menurut Almatsier (2009) Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi mual akibat minum tablet besi. Salah satu cara yang dianjurkan untuk mengurangi mual sebagai efek samping dari mengkonsumsi tablet besi adalah dengan mengurangi dosis tablet besi dari 1 x 1 tablet sehari menjadi 2 x ½ tablet sehari. Akan tetapi hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Milman, Bergholt, dan Erikson (2006) yang menyatakan tidak ada hubungan antara efek samping atau gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri epigastrik, kolik, konstipasi, dan diare dengan empat dosis yang diuji cobakan yaitu : 20 mg, 40 mg, 60 mg, dan 80 mg
Konsumsi tablet besi pada malam hari juga dilakukan para partisipan dalam upaya mencegah mual setelah minum tablet besi. Dalam penelitian ini tablet besi diminum pada malam hari agar tidak mengalami mual. Hal itu dilakukan atas anjuran petugas kesehatan.
2.6.6 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Zat Besi pada Ibu
HamilUpaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi kurang zat besi pada ibu hamil menurut Departemen Kesehatan RI (1999) adalah:
1. Meningkatkan konsumsi zat besi dari sumber alami, terutama makanan sumber hewani (hem iron) yang mudah diserap seperti hati, daging, ikan. Selain itu perlu ditingkatkan juga, makanan yang banyak mengandung Vitamin C dan Vitamin A (buah-buahan dan sayuran) untuk membantu penyerapan zat besi .
2. Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan zat besi, asam folat, Vitamin A dan asam amino esensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran. Penambahan zat besi ini umumnya dilakukan pada bahan makanan hasil produksi industri pangan.
3. Suplementasi besi-folat secara rutin selama jangka waktu tertentu, bertujuan untuk meningkatkan kadar Hb secara cepat. Dengan demikian suplementasi zat besi hanya merupakan salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan kurang zat besi yang perlu diikuti dengan cara lainnya.
2.6.7 Program Pencegahan Anemia
Program pemerintah saat ini, setiap ibu hamil mendapatkan tablet besi 90 tablet selama kehamilannya. Tablet besi yang diberikan mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 0,25 mg. Program tersebut bertujuan mencegah dan menangani masalah anemia pada ibu hamil. Adapun program pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan dalam mencegah anemia meliputi: (Kemenkes, 2003).
a.
Pemberian tablet besi pada ibu hamil secara rutin sebanyak 90 tablet untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara tepat. Tablet besi untuk ibu hamil sudah tersedia dan telah didistribusikan ke seluruh provinsi dan pemberiannya dapat melalui Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Posyandu dan Bidan di Desa. Dan secara teknis diberikan setiap bulan sebanyak 30 tablet. b.
Diterbitkannya buku pedoman pemberian zat besi bagi petugas tahun 1995, dan poster-poster mengenai tablet besi sudah dibagikan.
c.
Diterbitkan buku Pedoman Operasional Penanggulangan Anemia Gizi bagi petugas tahun 1996.
2.7 Landasan Teori
Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung, perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu: aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia.
Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) maka perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Perubahan perilaku bergantung pada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Keberhasilan perubahan perilaku yang terjadi sangat ditentukan kualitas dari sumber. Perilaku dapat berubah bila stimulus yang diberikan melebihi stimulus semula atau dapat meyakinkan organisme.
Respon atau reaksi manusia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat pasif dan bersifat aktif. Bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap), bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Perilaku terhadap pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan yang modern maupun pelayanan kesehatan yang tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguna fasilitas, petugas, dan obat-obatan. Perilaku seseorang di pengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain ; susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya (Notoadmadjo, 2010).
Organisme Reaksi
- (Kesediaan untuk
Perhatian
Stimulus Pengertian
- Bertindak/Perubahan
- Sikap)
Penerimaan
Gambar 2.1 Teori Stimulus-Organisme-Respons (S-O-R)Sumber : Notoatmodjo, 2005b
2.8 Kerangka Konsep
Berdasarkan landasan teori tersebut, maka dapat dibuat kerangka konsep sebagai berikut : Variabel Independen Variabel Dependen
Efektivitas KIE Pengetahuan dan Sikap tentang Pemberian Tablet Ceramah
- Zat Besi Film -
Dalam kerangka konsep di atas yang ingin diketahui adalah bagaimana efektivitas komunikasi, informasi, edukasi (KIE) terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil sebelum dan sesudah penyuluhan tentang tablet zat besi Untuk mengukur pengetahuan dan sikap ibu dilakukan pre-test. Kemudian sebagai intervensi dilakukan penyuluhan berupa ceramah dan pemutaran film, dan untuk melihat sejuh mana pengaruh penyuluhan tablet zat besi terhadap pengetahuan dan sikap ibu dilakukan
post-test .