BAB II DESKRIPSI LOKASI 2. 1. Gambaran Umum dan Sejarah Kabupaten Samosir - Evaluasi Pelaksanaan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten Samosir Tahun 2014

  

BAB II

DESKRIPSI LOKASI 2. 1. Gambaran Umum dan Sejarah Kabupaten Samosir

  Kabupaten Samosir adalah hasil pemekaran dari kabupaten induknya yakni Kabupaten Toba Samosir yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir di Provinsi Sumatera Utara, diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia.

  Penerapan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, telah mendorong munculnya aspirasi masyarakat di daerah untuk membentuk kabupaten/kota baru yang bersifat otonom. Sebab dengan status daerah otonom baru, mereka berharap akan memperoleh peluang untuk mengurus daerahnya sendiri dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

  Pembentukan Kabupaten Samosir di Propinsi Sumatera Utara yang wilayahnya meliputi seluruh Pulau Samosir dan sebahagian wilayah di pulau sumatera sudah merupakan agenda Pemerintah Kabupaten Toba Samosir. Hal itu guna dalam kajian percepatan pemekaran Kabupaten Toba Samosir dengan melahirkan calon Kabupaten Samosir perlu segera dilakukan mengingat Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999.

  Usul pemekaran Kabupaten Toba Samosir menjadi dua kabupaten yang didasarkan pada desakan masyarakat wilayah samosir dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Toba Samosir adalah : 1.

  Kabupaten Toba Samosir (Induk), terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan yaitu Kecamatan Balige, Laguboti, Silaen, Habinsaran, Porsea, Lumbanjulu, Uluan, Pintu Pohan Meranti, Ajibata, dan Borbor.

  2. Kabupaten Samosir (kabupaten baru), terdiri dari 9 (sembilan) kecamatan yaitu kecamatan Pangururan, Ronggur Nihuta, Sianjur Mula-mula, Simanindo, Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Harian, dan Sitio-tio. Aspirasi dan argumentasi masyarakat yang disampaikan kepada DPRD

  (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kabupaten Toba Samosir, Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ditindaklanjuti dengan:

  1. Keputusan DPRD Kabupaten Toba Samosir Nomor 4 Tahun 2002 tanggal 20 Juni 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir.

  2. Surat Bupati Toba Samosir Nomor 1101/Pem/2002 tanggal 24 Juni 2002 yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara.

  3. Surat Bupati Toba Samosir Nomor 135/1187/Pem/2002 tanggal 3 Juli 2002 yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara perihal laporan tentang aspirasi masyarakat Samosir untuk membentuk Kabupaten Samosir.

4. Terakhir, dari seluruh argumentasi, usulan DPRD dan Bupati Toba

  Samsoir ini diakomodir dengan keluarnya Undang-undang No. 36 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai. Terbentuknya Kabupaten Samosir sebagai kabupaten baru merupakan langkah awal untuk memulai percepatan pembangunan di wilayah Samosir menuju masyarakat yang lebih sejahtera, dengan tujuan untuk menegakkan kedaulatan rakyat dalam rangka perwujudan sosial, mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, merespon serta merestrukturisasi jajaran pemerintahan daerah dalam rangka mempercepat proses pembangunan sehingga dalam waktu yang cukup singkat dapat sejajar dengan kabupaten lainnya dan akan mengangkat harkat hidup masyarakat yang ada di kabupaten Samosir pada khususnya, dan di

   provinsi sumatera utara pada umumnya.

  Sejalan dengan tuntutan perkembangan era reformasi, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dipandang perlu mendapat perubahan dengan terbitnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang salah satunya antara lain menetapkan bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu paket melalui pemilihan langsung. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian 20 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pada tanggal 27 Juni 2005 Samosir Dalam Angka In Figures Tahun 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. Hal 43. diselenggarakan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Samosir secara langsung oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Samosir yakni terpilihnya Ir. Mangindar Simbolon dan Ober Sihol Parulian Sagala, SE sebagai Bupati dan Wakil Bupati Samosir Periode 2005-2010 yang selanjutnya ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.22-740 tanggal

  12 Agustus 2005. Kemudian pada tanggal 13 September 2005, Bupati dan Wakil Bupati Samosir terpilih dilantik oleh Gubernur Sumatera Utara atas nama Presiden Republik Indonesia dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Samosir.

  Dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan di Kabupaten Samosir sesuai amanat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

  36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir di Provinsi Sumatera Utara serta berbagai ketentuan yang berlaku sekaitan dengan tugas dan kewajiban pemerintahan, Pemerintah Kabupaten bersama DPRD Kabupaten Samosir telah berhasil menetapkan berbagai peraturan daerah antara lain Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagai salah satu unsur pendukung dalam penyusunan APBD, Peraturan daerah (Perda) Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah sebagai landasan penataan organisasi, Perda tentang Lambang Daerah dan Perda Kabupaten Samosir Nomor 28 Tahun 2005 yang menetapkan bahwa tanggal 7 Januari sebagai Hari Jadi Kabupaten Samosir, kemudian Perda tentang Pemerintahan Desa sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah RI Nomor

  72 Tahun 2005 tentang Desa, Perda tentang Perijinan, Pengelolaan Keuangan/Barang, Pengawasan Ternak, Pengelolaan Irigasi, Pengendalian Lingkungan Hidup, Pemberdayaan dan Pelestarian Adat Istiadat, APBD dan Perubahan APBD termasuk didalamnya Perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2006-2010 sebagai landasan

   penyelenggaraan pembangunan 5 (lima) tahun ke depan.

2.1.1. Kondisi Geografis

  Secara geografis Kabupaten Samosir terletak di antara 2 21’38’’- 2 49’48’’ Lintang Utara dan 98 24’00’’ - 99 01’48’’ Bujur Timur dengan ketinggian antara 904 - 2.157 meter di atas pemukaan laut. Luas wilayahnya ±

  2

  2

  2.069,05 km , terdiri dari luas daratan ± 1.444,25 km (69,80 persen), yaitu seluruh Pulau Samosir yang dikelilingi oleh Danau Toba dan sebahagian wilayah

  2 daratan Pulau Sumatera, dan luas wilayah danau ± 624,80 km (30,20 persen).

  Menurut daerah tingkat kecamatan, wilayah daratan yang paling luas

  2

  adalah Kecamatan Harian dengan luas ± 560,45 km (38,81 persen), diikuti oleh

  

2

Kecamatan Simanindo ± 198,20 km (13,72 persen), Kecamatan Sianjur

  2

  2 Mulamula ± 140,24 km (9,71 persen), Kecamatan Palipi ± 129,55 km (8,97

  2

  persen), Kecamatan Pangururan ± 121,43 km (8,41 persen), Kecamatan

  2

  2 Ronggurnihuta ± 94,87 km (6,57 persen), Kecamatan Nainggolan ± 87,86 km

  2

  (6,08 persen), Kecamatan Onanrunggu ± 60,89 km (4,22 persen), dan Kecamatan

  2 Sitiotio ± 50,76 km (3,51 persen). diakses tanggal 29 Juni 2014.

  Jumlah 128 6 1.444,25 100

  5 Nainggolan

  20 1 198,20 13,72

  9 Simanindo

  25 3 121,43 8,41

  8 Pangururan

  7 Ronggurnihuta 8 - 94,87 6,57

  6 Palipi 17 - 129,55 8,97

  13 2 87,86 6,08

  4 Onan Runggu 12 - 60,89 4,22

Tabel 2.1 Luas Wilayah Kabupaten Samosir Berdasarkan Kecamatan Tahun 2012

  3 Sitio-tio 8 - 50,76 3,51

  2 Harian 13 - 560,45 38,81

  1 Sianjur Mula-mula 12 - 140,20 9,71

  No. Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Kelurahan Luas Wil. (Km²) % Luas

  Kabupaten Humbang Hasundutan;

  Selanjutnya, yang menjadi batas-batas wilayah Kabupaten Samosir, yaitu:

  Sumber : Samosir Dalam Angka 2013

  • Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun;
  • Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan
  • Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat;
  • Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir.

Gambar 2.1.1. PETA KABUPATEN SAMOSIR

MAP OF SAMOSIR REGENCY

  Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Samosir Dalam Angka Tahun 2013. Kabupaten samosir.

  Keadaan topografi dan kontur tanahnya beraneka ragam, yaitu datar, landai, miring dan terjal. Struktur tanahnya labil dan berada pada jalur gempa

   tektonik dan vulkanik.

2.1.2. Iklim

  Posisi geografis yang berada di garis khatulistiwa, kabupaten Samosir tergolong ke dalam beriklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 17° C-29° C, dengan kelembapan udara rata-rata 85.04%.

  22 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2014. Samosir Dalam Angka In Figures Tahun 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir. Hal 3.

  Rata-rata curah hujan per bulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan Sianjur Mulamula, yaitu 185,67 mm, disusul oleh Kecamatan Sitiotio 167,75 mm, Kecamatan Pangururan 140,00 mm, Kecamatan Simanindo 137,67 mm, Kecamatan Palipi 115,83 mm, Kecamatan Onanrunggu 110,25 mm, Kecamatan Harian 86,67 mm, Kecamatan Ronggur Nihuta 80,08 mm, dan yang terendah terdapat di Kecamatan Nainggolan, yaitu 35,50 mm.

  Sementara itu, rata-rata banyaknya hari hujan tiap bulan yang tertinggi terdapat di Kecamatan Sianjur Mulamula, yaitu 15,17 hari, disusul oleh Kecamatan Pangururan 12,50 hari, Kecamatan Sitiotio 10,67 hari, Kecamatan Simanindo 9,92 hari, Kecamatan Onanrunggu 9,67 hari, Kecamatan Palipi 9,08 hari, Kecamatan Ronggur Nihuta 7,83 hari, dan yang terendah terdapat di

   Kecamatan Nainggolan dan Kecamatan Harian, yaitu masing-masing 7,50 hari.

2.1.3. Pemerintahan

2.1.3.1. Wilayah Administrasi

  Wilayah administrasi pemerintahan kecamatan di Kabupaten Samosir belum ada mengalami pemekaran, yaitu terdiri dari 9 kecamatan, sementara wilayah administrasi pemerintahan desa/kelurahan mengalami pemekaran pada tahun 2011, yaitu dari 111 desa dan 6 kelurahan menjadi 128 desa dan 6

   kelurahan.

  23 24 Ibid. Hal 4.

  Samosir., op. cit. Hal 19.

  2.1.3.2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

  Berdarkan data dari Sekretariat DPRD Kabupaten Samosir, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Samosir hasil pemilu legislatif tahun 2009 adalah sebanyak 25 orang, terdiri dari 22 orang laki-laki (88,00 persen) dan 3 orang perempuan (12,00 persen), berasal dari 15 Partai Politik peserta Pemilu, yaitu Partai Hanura, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, Partai Perjuangan Indonesia Baru masing-masing 3 orang, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Golongan Karya, Partai Damai Sejahtera masing-masing 2 orang, dan Partai Republika Nusantara, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Patriot, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Pelopor, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Buruh, Partai Keadilan dan

   Persatuan Indonesia masing-masing 1 orang.

  2.1.3.3. Pegawai Negeri Sipil

  Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Samosir, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Daerah Otonom Kabupaten Samosir pada tahun 2012 adalah sebanyak 3.727 orang, terdiri dari 1.443 orang laki-laki (38,72 persen) dan 2.284 orang perempuan (61,28 persen). Jumlah PNS ini mengalami penurunan sebanyak 146 orang (3,77 persen) bila dibandingkan dengan tahun 2011.

  Menurut usia, PNS Daerah Otonom Kabupaten Samosir yang paling banyak adalah berusia 25 - 44 tahun, yaitu sebanyak 2.168 orang (58,17 persen),

25 Ibid., Hal 20.

  disusul oleh yang berusia 45 - 60 tahun sebanyak 1.548 orang (41,53 persen), dan yang berusia 20 - 24 tahun sebanyak 11 orang (0,30 persen).

  Selanjutnya menurut tingkat pendidikan, PNS Daerah Otonom Kabupaten Samosir yang paling banyak adalah yang berpendidikan Strata-1, yaitu sebanyak 1.357 orang (36,41 persen), diikuti oleh SLTA sebanyak 1.236 orang (33,16 persen), Diploma I/II/III sebanyak 1.063 orang (28,52 persen), Strata-2 sebanyak 32 orang (0,86 persen), SLTP sebanyak 26 orang (0,70 persen), dan yang

   berpendidikan SD sebanyak 13 orang (0,35 persen).

2.1.3.4. Administrasi Pemerintahan

  Berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Samosir kepemilikan sertifikat hak atas tanah di Kabupaten Samosir pada tahun 2011/2012 mengalami peningkatan sebesar 28,14 persen bila dibandingkan dengan tahun 2010/2011, yaitu dari 2.971 menjadi 3.807.

  Banyaknya narapidana dan tahanan pada cabang rumah tahanan negara di pangururan pada tahun 2011 adalah sebanyak 824 orang, namun pada tahun 2012

   mengalami penurunan menjadi 345 orang.

2.1.4. Kependudukan dan Sosial Budaya

  Kondisi kependudukan maupun keadaan sosial budaya mayarakat di Kabupaten Samosir mempunyai karakter yang khas yang memegang teguh kebudayaan dan agama serta adat-istiadat yang ada di daerah tersebut.

  Berdasarkan angka proyeksi penduduk pertengahan tahun 2012, jumlah 26 penduduk Kabupaten Samosir adalah 121.594 jiwa, terdiri dari 60.384 penduduk 27 Ibid., Hal 21.

  Ibid., Hal 22. laki-laki (49,66 persen) dan 61.210 penduduk perempuan (50,34 persen), dengan rasio jenis kelamin sebesar 98,65 dan angka kepadatan penduduk mencapai 84,19

  2

  jiwa/km . Sementara itu jumlah rumah tangga adalah 29.775 rumah tangga dengan rata-rata penduduk tiap rumah tangga sebesar 4,08 jiwa/rumah tangga.

  Menurut persebaran penduduk tiap kecamatan, penduduk yang lebih banyak adalah di Kecamatan Pangururan, yaitu 29.889 jiwa (24,58 persen),

  2

  dengan angka kepadatan penduduk 246,14 jiwa/km , sedangkan penduduk yang paling sedikit adalah di Kecamatan Sitiotio yaitu 7.239 jiwa (5,95 persen), dengan

  2 angka kepadatan penduduk rata-rata 142,61 jiwa/km .

  Kecamatan yang mempunyai angka kepadatan penduduk paling rendah adalah Kecamatan Harian, walaupun wilayahnya paling luas, yaitu mencapai

  2

  560,45 km , namun hanya didiami oleh 7.988 jiwa (6,57 persen) penduduk

  2

  dengan angka kepadatan penduduk rata-rata 14,25 jiwa/km . Hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayahnya merupakan areal hutan produksi maupun hutan

   lindung dan juga areal pertanian.

28 Samosir., op. cit.,hal 71.

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Jumlah Rumah Tangga

  

di Kabupaten Samosir Menurut Kecamatan Tahun 2012

NO. KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK (jiwa) KEPADATAN (jiwa/km

  2 ) RUMAH TANGGA

  1. Sianjur Mula-mula 9.286 66,22 2.386

  2. Harian 7.988 14,25 1.929

  3. Sitiotio 7.239 142,61 1.801

  4. Onan Runggu 10.497 172,39 2.734

  5. Nainggolan 12,041 137,05 3.042

  6. Palipi 16.348 126,19 3.907

  7. Ronggur Nihuta 8.492 89,51 2016

  8. Pangururan 29.889 246,14 6.929

  9. Simanindo 19.814 99,97 5.031

  2012 121.594 84,19 29.775 2011 120.772 83,62 29.365 2010 119.653 82,85 28.934 2009 132.023 91,41 31.768 2008 131.549 91,08 31.274 Sumber : Samosir Dalam Angka 2013

Gambar 2.2 Distribusi Penduduk Kabupaten Samosir Menurut Kecamatan Tahun 2012

2.1.4.1. Pendidikan

  Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), persentase penduduk Kabupaten Samosir berusia 10 tahun ke atas yang masih sekolah diperkirakan sebesar 28,42 persen, sedangkan yang tidak/belum pernah sekolah adalah 1,21 persen, dan yang tidak bersekolah lagi adalah 70,36 persen.

  Persentase penduduk yang masih sekolah dan yang tidak bersekolah lagi mengalami peningkatan bila dibandingkan tahun sebelumnya, sementara yang tidak/belum pernah sekolah mengalami penurunan.

  Berdasarkan tingkat pendidikan, Angka Partisipasi Kasar (APK) penduduk Kabupaten Samosir pada tingkat Sekolah Dasar adalah 107,20 persen, tingkat Sekolah Menengah Tingkat Pertama adalah 92,82 persen, dan Sekolah Menengah Tingkat Atas adalah 102,35 persen. Sementara itu, Angka Partisipasi Murni

  (APM) pada tingkat Sekolah Dasar adalah 94,71 persen, tingkat Sekolah Menengah Tingkat Pertama adalah 78,56 persen, dan Sekolah Menengah Tingkat Atas adalah 79,86 persen.

  Persentase penduduk Kabupaten Samosir berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf pada tahun 2012 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2011, yaitu dari 2,16 persen menjadi 1,70 persen. Menurut jenis kelamin, persentase penduduk perempuan yang buta huruf, yaitu 3,01 persen, lebih tinggi

   dari penduduk laki-laki yang hanya sebesar 0,36 persen.

2.1.4.2. Kesehatan dan Keluarga Berencana

  Angka Harapan Hidup (e ) penduduk Kabupaten Samosir setiap tahun mengalami peningkatan hingga mencapai 69,95, lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata Angka Harapan Hidup penduduk Sumatera Utara, yaitu sebesar 69,81 tahun.

  Berdasarkan data dari kantor keluarga berencana Kabupaten Samosir, banyaknya Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2012 di Kabupaten Samosir adalah 13.293 pasangan, 11.036 pasangan (79,26 persen) diantaranya adalah akseptor

   aktif. Sementara itu jumlah akseptor baru adalah sebanyak 3.634 pasangan.

  29 30 Ibid., hal 101.

  Ibid., hal 100.

  2.1.4.3. Perumahan

  Berdasarkan hasil SUSENAS, persentase rumah tangga di Kabupaten Samosir yang sudah menggunakan listrik PLN sebagai sumber penerangan utama adalah 94,07 persen, listrik Non PLN 3,99 persen, aladin/petromak 1,15 persen, dan pelita/obor 0,79 persen.

  Menurut sumber air minum utama, persentase rumah tangga yang menggunakan air kemasan bermerk/air isi ulang/leding dengan meteran/leding eceran adalah 10,32 persen, sedangkan yang menggunakan sumur bor /pompa/sumur terlindung/sumur tidak terlindung/ mata air terlindung/mata air tidak terlindung/air sungai/danau/air hujan adalah 61,01 persen, dan yang lainnya adalah 28,68 persen. Sementara itu persentase rumah tangga yang memiliki lantai rumah terbuat dari

   bukan tanah adalah 99,25 persen dan terbuat dari tanah adalah 0,75 persen.

  2.1.4.4. Sosial Lainnya

  Berdasarkan data dari kantor kementerian agama Kabupaten Samosir, pada tahun 2012 penduduk Kabupaten Samosir yang beragama Kristen adalah sebanyak 85.459 jiwa (56,90 persen), Katolik 62.613 jiwa (41,69 persen), Islam

   1.524 jiwa (1,01 persen), dan lainnya 591 jiwa (0,39 persen).

  31 32 Ibid., hal 102.

  Ibid., hal 103.

2.1.5. Visi dan Misi Kabupaten Samosir

  Visi merupakan gambaran sikap mental dan cara pandang jauh ke depan mengenai organisasi sehingga organisasi tersebut tetap eksis, antisipatif dan inovatif. Oleh karena itu, yang menjadi visi Kabupaten Samosir tahun 2010-2015 adalah: “SAMOSIR MENJADI DAERAH TUJUAN WISATA LINGKUNGAN YANG INOVATIF 2015.” Beberapa kata kunci dari kalimat visi tersebut, dapat dijelaskan seperti berikut:

  1. Wisata Lingkungan mengandung makna bahwa pariwisata yang mempertimbangkan dampak sosial ekonomi dan lingkungan dimasa kini dan masa mendatang dengan memperhatikan kebutuhan pengunjung (wisatawan), industri pariwisata, lingkungan sekitar dan masyarakat tuan rumah. Arah pengembangan destinasi pariwisata lingkungan adalah pariwisata berkelanjutan yaitu upaya terpadu dan terorganisasi untuk mengembangkan kualitas hidup melalui pengaturan, penyediaan pengembangan, pemanfaatan dan pemeliharaan sumber daya alam dan budaya secara ekologis sekaligus layak secara ekonomi juga adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat.

  2. Inovatif mengandung makna bahwa Kabupaten Samosir akan berkreasi, mau dan dapat mengadakan pembaharuan sesuai tantangan, untuk menggali dan memperkenalkan hal-hal yang baru akan seni, budaya dan situs/artefak sejarah etnis batak maupun kawasan wisata rekreasi yang berbasis lingkungan.

  Dalam rangka mewujudkan visi dimaksud, maka disusun Misi Kabupaten Samosir 2011-2015 adalah sebagai berikut:

  1. Memantapkan Good Governance dengan dukungan SDM yang berkualitas serta prasarana dan sarana yang memadai dan berstandart.

  2. Mengembangkan ekonomi kerakyatan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dengan pengelolaan Sumber Daya alam (SDA) yang berkelanjutan dan terkendali.

  3. Meningkatkan infrastruktur dan konservasi alam yang handal berdasarkan tata ruang yang mantap untuk mendukung industri pariwisata berbasis lingkungan dan budaya.

  4. Meningkatkan kondusifitas daerah dengan mendorong pelaksanaan demokrasi dan penegakan hukum.

  5. Mengembangkan jejaring yang sinergis kepada semua pihak.

  

  2.2. Gambaran umum MUSRENBANG Kabupaten

  Musyawarah perencanan pembangunan (MUSRENBANG) kabupaten adalah musyawarah pemangku kepentingan (stakeholder) ditingkat kabupaten/kota untuk mematangkan Rancangan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) kabupaten/kota yang disusun berdasarkan kompilasi seluruh Rancangan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) hasil forum SKPD dengan cara meninjau keserasian antara seluruh rancangan Renja 33

  

diakses tanggal 30 Juni 2014. SKPD yang hasilnya digunakan untuk pemutakhiran Rancangan RKPD dengan merujuk kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

  Undang-Undang No 25 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Pengertian sumber daya yang dimaksudkan adalah potensi, kemampuan dan kondisi lokal, termasuk anggaran, untuk dikelolah dan dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu di dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan bahwa kabupaten/kota merupakan daerah otonom, dalam artian bahwa daerah memiliki kewenangan membuat daerah kebijakan untuk memberikan pelayanan, peningkatan partisipasi, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk pemberdayaan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

  Guna mewujudkan kemajuan daerah, kesejahteraan, dan kemadirian masyarakat maka perlu didukung oleh pengelolaan pembangunan yang partisipatif. Pada tataran pemerintahan diperlukan perilaku pemerintahan yang jujur, terbuka, bertanggung jawab, dan demokratis. Sedangkan pada tataran masyarakat perlu dikembangkan mekanisme yang memberikan peluang peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bagi kepentingan bersama.

  Salah satu arena proses pengambilan keputusan secara parisipatif dalam kebijakan daerah adalah Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) kabupaten/kota. Musrebang kabupaten/kota adalah arena strategis bagi para pihak dalam merumuskan perencanaan pembangunan secara kolaboratif dengan melibatkan 3 pilar pemerintahan, yaitu pemerintah daerah (eksekutif dan legislative), kalangan masyarakat, dan kalangan swasta. Dengan demikian musrenbang menjadi arena strategis untuk para pihak dalam merumuskan perencanaan pebangunan daerah.

2.2.1. Kerangka Hukum Musrenbang Kabupaten/Kota

  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan kerangka dasar otonomi daerah yang salah satunya mengamanatkan dilaksanakannya perencanaan pembangunan dari bawah secara partisipatif. Payung hukum untuk pelaksanan Musrenbang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang system Perencanan Pembangunan Nasional, dan secara teknis pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah.

  Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 Pasal 18 ayat (2) menyebutkan bahwa “Musrenbang RKPD dilaksanakan oleh Bappeda setiap

  

tahun dalam rangka membahas Rancangan RKPD tahun berikutnya”. Selanjutnya

  pada Pasal 18 ayat (4) disebutkan bahwa, “Musrenbang RKPD kabupaten/kota

  

dilaksanakan untuk keterpaduan Rancangan Renja antar- SKPD dan antar-

Rencana Pembangunan Kecamatan”. Kedua ayat dalam pasal 18 ini memberikan dasar hokum bagi pelaksanaan Musrenbang RKPD kabupaten/kota sebagai ruang untuk membahas rancangan RKPD untuk tahun yang akan datang.

  Untuk mendukung pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut, maka pembangunan yang dilaksanakan dengan meggunakan paradigm pembedayaan masyarakat sangat diperlukan untuk mewujudkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun pengendalian pembangunan pada tataran pemerintrah di desa/kelurahan, kecamatan, dan pemerintah kabupaten.

2.2.2 Partisipasi Masyarakat di Musrenbang Kabupaten/Kota

  Salah satu kunci dalam proses Musrenbang adalah adanya musyawarah dalam merumuskan kebijakan dan program daerah. Konsep musyawarah menunjukkan bahwa forum Musrenbang bersifat partisipatif dan dialogis, bukan seminar dan sosialisasi informasi. Proses musrenbang jangan sampai disusun sebagai suatu acara seremonial yang separuh atau sebagian besar dari waktunya diisi dengan samburan dan pidato-pidato. Inti dari musrenbang adalah partisipasi aktif warga. Dalam setiap level musrenbang, pelibatan masyarakat merupakan cerminan dari praktik partisipasi warga dan sekaligus arena akuntabilitas pemerintahan.

  Forum Musrenbang kabupaten/kota merupakan langkah penghujung dalam proses perencanaan, yaitu pemeriksaan bersama dokumen Rancangan Awal RKPD kabupaten/kota yang merupakan hasil kompilasi Rancangan Renja SKPD yang merupakan kombinasi hasil dari proses partisipatif spasial dan sektoral (musrenbang desa/kelurahan, kecamatan, sampai forum SKPD) dan proses teknokrati

2.2.3. Tujuan dan Luaran Musrenbang Kabupaten/Kota

  Tujuan Musrenbang kabupaten/kota yaitu: 1.

  Meyempurnaka Rancangan Awal RKPD yang memuat:

  • Prioritas pembangunan daerah;
  • Alokasi anggaran indikatif berdasarkan program dan fungsi

  SKPD;

  • Rancangan Alokasi Dana Desa;
  • Usulan kegiatan yang pendanaannya berasal dari APBD provinsi, APBN, dan sumber pendanaan lainnya; 2.

  Menyusun rincian rancangan awal kerangka anggaran yang merupakan rencana kegiatan pengadaan barang dan jasa yang perlu dibiayai oleh APBD untuk mencapai tujuan pembangunan.

  3. Menyusun rincian rancangan awal kerangka regulasi yang merupakan rencana kegiatan melalui pengaturan yang mendorong partisipasi masyarakat ataupun lembaga terkait lainnya untuk mencapai tujuan pembangunan.

  Luaran Musrenbang kabupaten/kota adalah 1.

  Kesepakatan tentang rumusan yang menjadi masukan utama untuk pemutakhiran Rancangan RKPD menjai RKPD dan Rancangan Renja SKPD, yang meliputi:

  • Daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan dan alokasi anggaran indikatif yang berdasarkan program dan SKPD;
  • Daftar prioritas program dan keggiatan pembangunan yang sudah dipilah berdasarkan sumber pembiayaan dari APBD kabupaten, APBD provinsi, APBN, dan sumber pendanaan lainnya;
  • Daftar usulan kebijakan atau regulasi yang diperlukan pada tingkat pemerintahan kabupaten, provinsi, dan pusat.

  2. Tim delegasi yang akan mengikuti pengawalan hasil Musrenbang di DPRD pada proses penganggaran;

3. Berita acara Musrenbang kabupaten.

2.2.4. Proses Umum Musrenbang Kabupaten/Kota

  Tahapan Pra-Musrenbang Kabupaten/Kota 1.

  Pengorganisasian Musrenbang kabupaten/kota, terdiri atas kegiatan- kegiatan:

  • Penyusunan struktur organisasi Tim penyelenggara Musrenbang (TPM) kabupaten/kota dan pembagian tugasnya: ketua, bendahara, dan seksi-seksi (acara, materi, logistik);
  • Pembentukan Tim Pemandu kabuaten/kota oleh TPM;
  • Persiapan teknis pelaksanaan Musrenbang Kabupaten/kota yaitu:

   kabupaten/kota; Pengumuman kegiatan Musrenbang kabupaten/kota

  Penyusunan jadwal dan agenda Musrenbang

   danpenyebaran undangan kepada peserta dan narasumber (minimal 7 hari sebelum Hari-H) Mengkoordinir persiapan logistic (tempat,konsumsi,alat

   dan bahan).

2. Penyiapan dokumen Rancangan Awal Rencana Kerja Pembangunan

  Daerah (RKPD) Tahapan Pelaksanaan Musrenbang Kabupaten/Kota 1.

  Pembukaan. Acara ini dipandu oleh pembawa acara dengan kegiatan sebagai berikut:

  • Kata pembuka dan penyampaian agenda musrenbang kabupaten/kota oleh pembawa acara;
  • Laporan penyelenggaraan oleh ketua panitia Musrenbang (ketua

  TPM);

  • Sambutan dari bupati sekaligus secara resmi membuka acara

  Musrenbang kabupaten/kota; • Doa bersama.

  2. Pemaparan dan diskusi narasumber (diskusi narasumber) sebagai hmasukan untuk musyawarah:

  • Pemaparan dari ketua DPRD tentang pokok-pokok pikiran DPRD terkait dengan arah pembangunan daerah ditahun mendatang;
  • Pemaparn narasumber dari pemerintah pusat (Bappenas) tentang arah dan kebijakan pembangunan di tingkat nasional serta program-program pemerintah nasional yang akan berlokasi di daerah bersangkutan;
  • Pemaparan narasumber dari pemerintah provinsi (Bappeda provinsi) tentang arah dan kebijakan pembangunan provinsi;
  • Pemaparan dari Bappeda kabupaten/kota tentang proses perencanaan dan gambaran hasil rencana pembangunan sejauh ini.

3. Pemaparan dan pembahasan Rancangan Awal Rencana Kerja

  Pembangunan Daerah (RKPD):

  • Pemaparan secara umum tentang Rancangan RKPD;
  • Diskusi kelompok/komisi pembahasan RKPD;
  • Pleno penyepakatan hasil-hasil diskusi kelompok/komisi pembahasan Rancangan Awal Rencana Kerja Pembangunan Daerah.

  4. Musyarah penentuan Tim Delegasi dengan proses sebagai berikut:

  • Penyampaian/penyepakatan kriteria tim delegasi;
  • Penentuan clondari peserta Musrenbang;
  • Pemilihan/pengambilan suara;
  • Penyampaian/penyepakatan mandat yang diberikan kepada Tim Delegasi.

  5. Penutupan acara ini biasanya dilakukan dengan sebagai berikut;

  • Penandatanganan Berita Acara Musrenbang; • Kata penutup Ketua TPM.

  Tahapan Paska-Musrenbang Kabupaten/Kota 1.

  Rapat kerja tim perumus hasil Musrenbang kabupaten/kota yang diselenggarakan oleh Bappeda dengan agenda utama melakukan penyusunan finalisasi dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah sampai menjadi Peraturan Kepala Daerah;

  2. Pembekalan Tim Delegasi kabupaten/kota. Materi utama pembekalan adalah;

  • Substansi penting dokumen RKPD, system perencanaan daerah

  (perspektif secara konseptual dan dasar regulasinya);

  • Analisis anggaran;
  • Tata tertib DPRD;
  • Materi-materi lainnya yang dapat memperkuat kemampuan Tim Delegasi dalam mengikuti proses penganggaran.

2.3.Defenisi Pembangunan, Perencanaan, dan Perencanaan Pembangunan.

2.3.1. Pembangunan

  Pembangunan adalah pergeseran dari suatu kondisi nasional yang satu menuju kondisi nasional yang lain, yang dipandang lebih baik dan lebih berharga (Katz dalam Tjokrowinoto 1995). Disamping itu pembangunan juga merupakan proses multi dimensional yang menyangkut perubahan-perubahan yang penting dalam suatu struktur, sistem sosial ekonomi, sikap masyarakat dan lembaga lembaga nasional dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran

  

  kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan absolut. Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan berarti proses menuju perubahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri.

  Meskipun pengertian pembangunan amat bervariasi namun menurut Esman secara umum pembangunan dapat diartikan sebagai proses perubahan dari kondisi nasional yang satu ke kondisi nasional yang di pandang lebih baik atau kemajuan yang terus menerus menuju perbaikan kehidupan manusia yang

  

  mapan. Pembangunan masyarakat desa dapat dilakukan berdasarkan 3 azas, diantaranya: (1) azas pembangunan integral, (2) azas kekuatan sendiri, (3) azas

  

  pemufakatan bersama. Azas pembangunan integral ialah pembangunan yang seimbang dari semua segi masyarakat desa. Azas kekuatan sendiri adalah tiap-tiap 34 usaha pertama-tama harus berdasarkan kekuatan sendiri, azas pemufakatan

  Michael, Todaro, 1977, Pembangunan ekonomi di dunia Ketiga, Erlangga, 35 Jakarta.

  Moelyarto, Tjokrowinoto, 1999, Restrukturisasi Ekonomi dan Birokrasi, Kreasi 36 Wacana, Yogyakarta. Hlm 91.

  Tjokroamidjojo, Bintoro, 1995, manajemen Pembangunan, Gunung Agung, Jakarta. Hlm 35. bersama ialah pembangunan harus dilaksanakan secara benar untuk menjadi kebutuhan masyarakat desa dan putusan untuk melaksanakan proyek bukan atas prioritas atasan tetapi merupakan keputusan bersama anggota masyarakat desa.

  Disamping itu strategi desa yang telah dikembangkan antara lain pendekatan dari atas (top down), pendekatan dari bawah (bottom up) dan pendekatan pengelolaan mandiri oleh masyarakat desa (community base

  

management) . Pendekatan ‘top down’ dilaksanakan berdasarkan jalan pikiran

  bahwa masyarakat desa adalah pihak yang bodoh dan belum dapat memikirkan serta mengerjakan apa yang baik untuk mereka. Jadi semua segi kehidupan dirancang dan diturunkan dari pemerintahan. Pendekatan ‘bottom up’ dilaksanakan dengan asumsi bahwa masyarakat desa telah memiliki kemampuan untuk memikirkan dan mengerjakan kebutuhannya sendiri dan pemerintah hanya turut serta dalam sistem administrasinya. Pendekatan ‘community base

  

management’ sebenarnya bukan gagasan baru namun muncul dan digali dari

  masyarakat setempat yang diangkat dari praktek masyarakat tradisional dalam mengelola sumber daya alam untuk kesejahteraan ekonomi bersama dalam desa tanpa campur tangan pemerintah.

  Pembangunan memerlukan perencanaan karena kebutuhan pembangunan lebih besar daripada sumber daya yang tersedia. Melalui perencanaan ingin dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara efisien dan efektif dapat memberi hasil yang optimal dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan mengembangkan potensi yang ada.

2.3.2. Perencanaan

  Secara umum perencanaan berasal dari kata rencana, yang berarti rancangan atau rangka sesuatu yang akan dikerjakan. Menurut Waterson pada hakekatnya perencanaan adalah usaha yang secara sadar terorganisasi dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif untuk

  

  mencapai tujuan tertentu. Sedangkan J Nehru menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu bentuk latihan intelejensia guna mengolah fakta serta situasi

   sebagaimana adanya dan mencari jalan keluar guna memecahkan masalah.

  Kemudian Beenhakker menyatakan bahwa perencanaan adalah seni untuk

  

  melakukan sesuatu yang akan datang agar dapat terlaksanakan. Definisi lain diungkapkan Kunarjo yang menyebutkan bahwa secara umum perencanaan merupakan proses penyiapan seperngkat keputusan untuk dilaksanakan pada

   waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu.

  Definisi perencanaan yang lain dikemukakan oleh Sitanggang, mengemukakan bahwa perencanaan diartikan sebagai alat atau unsur dalam upaya menggerakan dan mengarahkan organisasi dan bagian-bagiannya mencapai tujuan yang ditentukan. Sedangkan Bintoro Tjokroamidjojo (1998:12) berpendapat 37 bahwa perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya

  Conyers, Diana, 1994, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, 38 Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 4.

  Conyers, Diana, 1994, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, 39 Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 4.

  Conyers, Diana, 1994, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, 40 Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 4.

  Kunarjo, 2002, Perencanaan dan Pengendalian Program Pembangunan, Universitas Indonesia UI Press, Jakarta. Hlm 14.

  (maximum Output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Beliau juga mengungkapkan bahwa perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilama dan oleh siapa.

  Menurut Koontz dan O’Donnel, perencanaan adalah fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan memilih tujuan-tujuan, kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, proigram-program dari alternatif yang ada. Sedangkan Louis A Allen mengemukakan bahwa perencanaan adalah menentukan serangkaian tindakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

  Adapun langkah atau proses perencanaan, yaitu: 1.

  Perumusan tujuan Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan yang jelas, organisasi akan menggunakan sumberdaya-sumber dayanya secara tidak efektif.

  2. Perumusanmasalah Kegiatan ini sangat penting, hanya setelah keadaan organisasi saat ini dianalisa dapat dirumuskan untuk menggambarkan rencana kegiatan lebih lanjut.

  3. Melakukan analisa Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu diidentifikasikan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan.

2.3.3. Perencanaan Pembangunan

  Pengertian perencanaan pembangunan dapat dilihat berdasarkan unsur- unsur yang membentuknya yaitu: perencanaan dan pembangunan. Perencanaan menurut Terry adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil

   yang diinginkan.

  Setiap bentuk perencanaan pasti mempunyai implikasi atau aspek sosial, karenanya dapatlah dianggap bahwa perencanaan sosial harus merupakan bentuk arahan bagi seluruh rangkaian kegiatan perencanaan itu sendiri. Perencanaan jenis ini biasanya dipakai pemerintah atau badan lainnya guna mengatasi masalah perubahan ekonomi dan masalah sosial pada umumnya. Perencanaan ini dikenal

   dengan perencanaan pembangunan.

  Perencanaan pembangunan tidak mungkin hanya dilakukan di atas kertas tanpa melihat realitas di lapangan. Data valid di lapangan sebagai data primer merupakan ornamen-ornamen penting yang harus ada dan digunakan menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan pembangunan. Dengan demikian perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang 41 akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian

  Hasibuan, Malayu, S.P.Drs, 1993, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, 42 CV. Haju Masagung, Jakarta.hlm 95.

  Conyers, Diana, 1994, Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hlm 5. kegiatan/aktivitas kemasyarakatan baik yang bersifat fisik (mental spiritual) dalam rangka pencapaian tujuan yang lebih baik.

  Mekanisme perencanaan pembangunan di Indonesia telah diterapkan secara luas mulai pertengahan tahun 1980-an. Mekanisme perencanaan tersebut menggunakan kombinasi antara pendekatan dari bawah (bottom up approach) dan dari atas (top down approach). Terdapat enam tahap yang dilalui, mulai dari musyawarah pembangunan desa (musbangdes), Diskusi unit daerah kerja pembangunan (UDKP) di tingkat Kecamatan, rapat koordinasi pembangunan (rakorbang) di tingkat Kabupaten/Kota, rakorbang tingkat Propinsi, konsultasi regional pembangunan (konregbang), dan konsultasi nasional pembangunan (konasbang).

  Perluasan otonomi daerah yang semakin dititikberatkan kepada kabupaten/kota akan membawa konsekuensi dan tantangan yang cukup berat bagi pengelola administrasi negara di daerah, baik dalam tahap perumusan kebijakan maupun implementasinya program-program pembangunan. Oleh karena itu model pembangunan daerah di masa kini dan masa depan perlu difokuskan kepada pengembangan masyarakat lokal. Model pembangunan itu dilakukan melalui perubahan paradigma pembangunan top down ke pembangunan partisipatif.

  Untuk mendapatkan hasil perencanaan pembangunan daerah yang baik, tepat waktu, tepat sasaran, berdaya guna dan berhasil guna, dibutuhkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, karena masyarakat sebagai salah satu unsur dalam pembangunan, tentunya dapat mengetahui sekaligus memahami apa yang ada di wilayahnya, disamping itu dengan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada masyarakatnya, sehingga mereka dapat merasa ikut bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan yang jelas akan sangat menguntungkan bagi pelaksanaannya.

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Kabupaten Samosir

  Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan Kabupaten Samosir

  

  adalah : a.

  Pemerintahan : 1.

  Penyelenggaraan pemerintahan yang belum optimal dalam mewujudkan good governance;

  2. Regulasi hukum yang masih terbatas;

  3. Masih kurangnya ketersediaan sumber daya aparatur dalam melaksanakan pelayanan terhadap masyarakat.

  b.

  Ekonomi :

  1. Distribusi PDRB kabupaten masih didominasi sektor primer (pertanian); 2.

  Pertumbuhan ekonomi yang masih minim menunjukkan bahwa 43 tingkat kesejahteraan masyarakat masih rendah;

  RKPD Kabupaten Samosir Tahun 2015

  3. Belum berkembangnya industri kerajinan dalam pemanfaatan potensi lokal berdampak pada lambatnya peningkatan kesejahteraan masyarakat; 4. Masih terbatasnya akses pemasaran hasil produksi; 5. Tingkat kesuburan tanah rendah akibat tingginya run-off dan pemakaian pupuk kimia;

6. Kelompok Usaha Bersama (KUB) belum berkembang sehingga

  Industri Kecil dan Rumah Tangga (IKRT) belum maju/mapan; 7. Minimnya investor yang masuk ke daerah mengakibatkan lambatnya percepatan perekonomian daerah, sebagai dampak dari belum selesainya penataan dan pemanfaatan lahan yang jelas untuk dikerjasamakan dengan para investor.

  c.

  Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama : 1.

  Tingkat pengangguran terbuka yang besar berpengaruh pada kenaikan angka kriminalitas;

  2. Kualitas pendidikan akan berpengaruh terhadap daya saing SDM daerah dalam membangun daerah;

  3. Kesetaraan gender, perlindungan anak dan penegakan HAM yang masih rendah menandakan bahwa pemerintah daerah masih kurang adil dalam perlindungan warganya; 4. Pemberdayaan masyarakat yang rendah mengakibatkan lambatnya peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat. d.

  Sarana dan Prasarana : 1.

  Peralatan kesehatan pada RSUD, puskesmas, pustu, poskesdes belum memadai;

  2. Pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, irigasi, sarana air bersih, listrik dll) masih terbatas;

  3. Kemauan dan motivasi masyarakat untuk maju masih rendah, sehingga pelaksana paradigma pembangunan yakni masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan masih sulit dilaksanakan (karakter); 4. Fasilitas sarana dan prasarana pada destinasi wisata masih terbatas

  (jalan, restoran, warung, kios buah, kios souvenir, paket budaya/kesenian) belum terbenahi dengan baik;

5. Belum adanya pasar dan terminal yang memadai di ibukota –

  Pangururan; 6. Belum tertatanya Kota Pangururan dalam upaya meraih piala adipura

  (baru tingkat sertifikat) seperti untuk hutan kota, pelabuhan, terminal, kebersihan dan pengolahan limbah, drainase dan penataan bangunan/pemukiman; 7. Penataan lingkungan dan sanitasi dan pelayanan sarana air bersih masih minim.

Dokumen yang terkait

Evaluasi Pelaksanaan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten Samosir Tahun 2014

4 98 156

Politik Pembangunan Daerah Peranan BAPPEDA Kabupaten Samosir Dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Hidup ( Setelah Diberlakukan Otonomi Daerah Kabupaten Samosir dan UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

11 90 94

Gambaran Distribusi Tersangka Penderita Rabies Di Kabupaten Toba Samosir Tahun 2000-2002

2 32 62

Analisis Dampak Pemekaran Kabupaten Terhadap Pembangunan Pariwisata Di Kabupaten Samosir

1 40 113

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2. 1. Sejarah Desa Tiga lingga - Kompetisi Sepak Bola Antar Kampung Di Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi

0 4 23

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN (HOMESCHOOLING) 2.1 Gambaran Umum Homeschooling 2.1.1 Sejarah Singkat Homeschooling - Perkembangan Kepribadian Anak Pada Masa Pubertas Di Homeschooling Primagama

0 1 18

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1 Gambaran Umum Kelurahan Tuktuk Siadong - Studi Etnografi mengenai Komodifikasi Ukir Batak di Daerah Pariwisata Samosir

0 0 12

BAB II DESKRIPSI LOKASI DAN ELIT KAB. PADANG LAWAS 2.1 Profil Kabupaten Padang Lawas 2.1.1 Sejarah Kabupaten Padang Lawas - Peran Elite Lokal Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 (Studi Deskriptif: Elite Partai Golkar Di Kabupaten Padang Lawas)

0 0 34

BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 2.1.Profil Kabupaten Pakpak Bharat - Politik Pembangunan Daerah Studi Tentang Orientasi Pembangunan Di Pemerintahan Kabupaten Pakpak Bharat Tahun 2010-2015

0 0 20

BAB IV - Politik Anggaran Pembangunan Desa Di Desa Martoba Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir

0 0 17