Analisis Dampak Pemekaran Kabupaten Terhadap Pembangunan Pariwisata Di Kabupaten Samosir
ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN KABUPATEN TERHADAP
PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KABUPATEN SAMOSIR
TESIS
Oleh
UNGGUL SITANGGANG
077003031/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
S EK
O L A
H
P A
S C
A S A R JA
N
(2)
ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN KABUPATEN TERHADAP
PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KABUPATEN SAMOSIR
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
UNGGUL SITANGGANG
077003031/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(3)
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) Ketua
(Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA) Anggota
(Kasyful Mahalli, SE, M.Si) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)
Direktur
(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Tanggal lulus: 09 Februari 2011
Judul Tesis : ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN KABUPATEN
TERHADAP PEMBANGUNAN PARIWISATA
DI KABUPATEN SAMOSIR Nama Mahasiswa : Unggul Sitanggang
Nomor Pokok : 077003031
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal: 09 Februari 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE
Anggota : 1. Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA
2. Kasyful Mahalli, SE., M.Si 3. Drs. Rujiman, MA
(5)
ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN KABUPATEN TERHADAP PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KABUPATEN SAMOSIR
Unggul Sitanggang, Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si
ABSTRAK
Dampak pemekaran Kabupaten Samosir dari Kabupaten Toba Samosir tahun 2003 dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya menuju kemandirian, terjadinya peningkatan pendapatan Kabupaten Samosir dari tahun ke tahun, perekonomian daerah yang tumbuh positif, yang sebarannya meningkatkan struktur pendapatan masyarakat. Tujuan pemekaran adalah untuk mempercepat pembangunan di seluruh wilayah Kabupaten Samosir yang relatif masih tertinggal dengan mengandalkan potensi sektor kepariwisataan berbasis alam Danau Toba dan keindahan Pulau Samosir.
Penelitian ini dilakukan pada 3 (tiga) Kecamatan yang menjadi daerah tujuan wisata Kabupaten Samosir yaitu Simanindo, Pangururan dan Sianjur Mula-mula, yang berbasis pada data primer hasil survei terhadap 100 responden. Tipe penelitian adalah deskriptif dengan paparan data sekunder dan primer yang analisisnya tergambar dalam tabel tunggal, tabel silang dan uji beda (t) atas penghasilan responden sebelum dan sesudah pemekaran Kabupaten Samosir.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah berdampak positif pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Samosir, dengan adanya kemajuan pembangunan dan perbaikan sarana dan prasana, serta kelembagaan pembangunan. Dampak pemekaran Kabupaten Samosir juga mampu memperbaiki sektor kepariwisataan, diantaranya semakin lengkap dan terjangkaunya sarana penginapan wisatawan, sarana transportasi darat yang memadai, pelayanan dan perawatan yang memuaskan. Perkembangan kepariwisataan memperlihatkan adanya lokasi wisata yang dibangun oleh masyarakat, investor maupun pemerintahah daerah. Terdapat 52% responden yang setuju bahwa dampak pemekaran Kabupaten Samosir yang mempengaruhi peningkatan penghasilannya pada 5 tahun terakhir. Berdasarkan nilai t hitung yang sebesar 9,510 yang lebih dibandingkan dengan nilai t tabel, yaitu tá/2,n-1 = 1,980, yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
penghasilan responden penelitian yang diperbandingkan sebelum dan sesudah pemekaran Kabupaten Samosir. Saran penelitian ini adanya perbedaan berbagai bentuk media digital, website dan kertas publikasi, yang diperlukan pemerintahan Kabupaten Samosir yang kerjasama dengan stakeholder kepariwisataan untuk meningkatkan jumlah biro/agen travel perjalanan wisata. Akhirnya pemerintah
(6)
Kabupaten Samosir hendaknya dapat menyediakan fasilitas penunjang pariwisata berupa alat transportasi lokal yang bersih, terawat dan aman bagi wisatawan.
(7)
ANALYSIS OF DISTRICT SEPARATION IMPACT ON TOURISM DEVELOMENT IN SAMOSIR DISTRICT
Unggul Sitanggang, Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA and Kasyful Mahalli SE, M.Si
ABSTRACT
The impact of the separation of Samosir Distric from Toba Samosir District occurred in 2003 can improve the independece and welfare of its people in terms of annual increase of income of Samosir District, positive growth of district economy whose distribution improves the income structure of the community. The objectives of the district separation is to accelerate the development in all over Samosir Regency which is relatively leftbehind by relying on the pontetial sector of tourism based on the natural beauty of lake Toba and Samosir Island.
The study was conducted in 3 (three) subdistricts – Simanindo, Pangururan and sianjur Mula-Mula – in their capacity as tourist destination in Samosir District, based on the primary data as the result of survey done to 100 respodents. This is a descritive study whose result of primary and secondary data analysis done before and after the district separation wasshown in single table, cross table and t-test.
The result of this study showed that district separation brought a positive impact on the economy and welfare of the people of Samosir District with the growth of facility and infrastrructure development and betterment. The impact of district separation has improved the codition of Samosir tourism. Tourist accommodation facility becomes more complete and accessible, land transportasion facility become more adequate, services and maintenance of tourism sector become more satisfactory. Tourismdevelopment shows that there are tourism locations which were devoloped by community members, investors, and local goverment. 52% of the respondents agreed that the impact of district separation influenced the improvementof their income in the past five years. Based on the value of t count of 9.510 which is bigger if compared to the value of t table or t a/2, n-1 = 1.980, it can be concluded that there is a significant difference in the income of respondents before and after the district separation. It is suggested that the formsof digital media, website and publication paper be changed and it is necessary for the District Government of Samosir to cooperate with tourism stakeholders to increase the number travel agency in Samosir. The District Goverment of Samosir should facilitate all of supporting tourism facilities such as clean, well-maintained and safe local transportation for the in-coming tourists.
(8)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan ucapan puji dan syukur kehadapan Tuhan Yang Maha
Esa atas limpahan rahmat, kesehatan dan kesempatan yang diberikan-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Analisis Dampak Pemekaran Kabupaten terhadap Pembangunan Pariwisata di Kabupaten Samosir” sebagai prasyarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) sebagai Rektor
Universitas Sumatera Utara Medan, atas kesempatan yang diberikan untuk
mengikuti pendidikan Program Magister SPs USU Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE sebagai Direktur SPs USU
Medan beserta para Wakil Direktur SPs USU Medan yang telah memberikan
kesempatan untuk mengikuti pendidikan Program Magister SPs USU Medan.
3. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Ketua Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) USU Medan yang telah menyetujui
judul ini dan juga bimbingan selama perkuliahan beserta para Bapak dan Ibu Staf
pengajar di Program Magister SPs USU Medan atas bimbingan selama penulis
(9)
4. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing,
MA dan Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si yang bersedia menjadi Ketua dan
Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi masukan dan
bimbingan yang bermanfaat sehingga penelitian tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik.
5. Kepala Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial Sekdaprovsu, sebagai pimpinan
penulis yang telah memberikan kesempatan, semangat kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan studi pada Program Studi Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
6. Buat Alm. Ayah Gr. St. S.Sitanggang, Ibunda terkasih T. Br. Situmorang dan
Istri tercinta Manna br. Situmorang juga anak-anakku terkasih (Novry, Sry, Cia,
Christopel, Samuel) beserta seluruh keluarga yang memberi semangat dan
dukungan yang berarti kepada saya dalam menyelesaikan studi pada Program
Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
7. Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) dan
pihak-pihak juga para sahabat yang telah memberikan bantuan dan dorongan
(10)
8. Pegawai Biro Administrasi Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah
dan Pedesaan (PWD) yang memperlancar urusan administrasi selama penulis
menjalani perkuliahan dan penyelesaian tesis ini.
9. Dan pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan namanya yang telah memberi
semangat dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan pada
Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) dan
penyelesaian tesis ini.
Sebagai penutup, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritiknya sehingga
nantinya dapat dipergunakan untuk penyempurnaan tesis ini.
Medan, Februari 2011 Penulis
(11)
RIWAYAT HIDUP
Unggul Sitanggang lahir di Dusun Tele Desa Partungko Naginjang Kabupaten
Samosir Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 06 Desember 1967 dari pasangan
Alm. St. Gr. Siha Sitanggang dan Tiurma br. Situmorang merupakan anak pertama
dari enam bersaudara. Pada tanggal 01 Agustus 1992 menikah dengan Manna br.
Situmorang dan Tuhan telah mengaruniakan 3 (tiga) anak perempuan (Novry, Sry
dan Cia) dan 2 (dua) anak laki-laki (Cristofell dan Samuel).
Pendidikan formal yang ditempuh penulis, pada tahun 1980 tamat dari SD
Negeri No. 173772 Bancara Kecamatan Harian Kabupaten Tapanuli Utara, setelah itu
melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri I Pangururan Kabupaten
Samosir dan tamat pada tahun 1983, selanjutnya menamatkan Sekolah Menengah
Atas (SMA) pada tahun 1986 dari SMA Negeri I Pangururan Kabupaten Samosir.
Setelah itu meneruskan pendidikan pada Universitas Dharma Agung Medan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Pemerintahan yang diselesaikan pada tahun
1991.
Setelah menyelesaikan kuliah, pada tahun 1991-1992 akhir, penulis sempat
bekerja sebagai Tenaga Honorer pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas
Dharma Agung Medan, kemudian terhitung 01 Maret 1993 penulis diangkat menjadi
Pegawai Negeri Sipil pada Pemda Tingkat II Tapanuli Utara. Pada tahun 1994 penulis
diangkat menjadi SekwilCam, selanjutnya menjadi Camat di Sianjurmulamula
(12)
Simanindo Kabupaten Samosir, juga pernah bertugas di Dinas Pendidikan Pemuda
dan Olahraga Kabupaten Samosir dan instansi lainnya, kemudian sejak 28 Maret
2008 sampai dengan saat ini bertugas pada Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial
pada Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara.
Pada tahun 2007 penulis melanjutkan Pendidikan S2 pada Program Studi
Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan.
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR GAMBAR... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I PENDAHULUAN………...……… 1
1.1.Latar Belakang………...………... 1
1.2.Perumusan Masalah………...………... 11
1.3.Tujuan Penelitian………...………... 11
1.4.Hipotesa………...……… ... 12
1.5.Manfaat Penelitian... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 13
2.1. Pemekaran Daerah... 13
2.2. Kelayakan Pembentukan Kabupaten... 15
2.3. Pendapatan... 16
2.4. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah... 19
2.5. Pariwisata dan Objek Wisata... 22
2.6. Masyarakat... 29
2.7. Penelitian Terdahulu... 30
2.8. Kerangka Pikir... 33
BAB III METODE PENELITIAN... 34
3.1. Lokasi Penelitian... 34
3.2. Populasi dan Sampel... 34
3.3. Teknik Pengumpulan Data... 36
3.3.1. Pengumpulan Data Primer... 36
3.3.2. Pengumpulan Data Sekunder………....……... 37
(14)
3.5. Definisi Operasional Variabel………....…... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 40
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 40
4.2. Keadaan Alam... 41
4.3. Iklim... 43
4.4. Kependudukan... 43
4.5. Sarana dan Prasarana Transportasi... 44
4.6. Sarana dan Prasarana Pendukung Pariwisata... 49
4.7. Perkembangan Pariwisata Kabupaten Samosir... 55
4.7.1. Kawasan Wisata Unggulan... 60
4.7.2. Perkembangan Wisatawan ... 64
4.7.3. Perkembangan Industri Lokal Kepariwisataan... 67
4.7.4. Kendala dalam Pariwisata Kabupaten Samosir... 69
4.8. Dampak Pemekaran terhadap Perekonomian Masyarakat Daerah Tujuan Wisata Kabupaten Samosir... 71
4.8.1. Karakteristik Responden... 72
4.8.2. Pandangan Responden tentang Pemekaran Kabupaten Samosir... 76
4.8.3. Pandangan Responden tentang Dampak Pemekaran terhadap Perkembangan Pariwisata Kabupaten Samosir... 77
4.8.4. Uji Beda Penghasilan Masyarakat Pasca Pemekaran Kabupaten Samosir... 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 85
5.1. Kesimpulan... 85
5.2. Saran... 87
(15)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Jumlah Wisatawan yang Berkunjung ke Kabupaten Samosir,
Keadaan 2003 dengan 2007... 9
3.1. Jumlah Populasi Rumah Tangga di 3 Kecamatan Wilayah
Penelitian……….. 35
3.2. Jumlah Populasi dan Sampel Penelitian Menurut Kecamatan... 36
4.1. Luas Wilayah Kecamatan Kabupaten Samosir... 41 4.2. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Kepadatan Menurut
Kecamatan di Kabupaten Samosir... 44
4.3. Panjang Jembatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Samosir... 45
4.4. Panjang Jalan Menurut Kecamatan di Kabupaten Samosir
Tahun 2008... 45
4.5. Panjang Jalan di Kabupaten Samosir Menurut Status dan Keadaan Tahun 2008... 46 4.6. Penilaian Responden atas Kondisi Sarana Jalan di Kabupaten
Samosir... ………… 47
4. 7. Penilaian Responden terhadap Alat Transportasi Umum
di Kabupaten Samosir... ... 48
4. 8. Jumlah Dermaga Danau Menurut Kecamatan di Kabupaten
Samosir Tahun 2008... 49
4. 9. Jumlah Kunjungan Kapal, Penumpang dan Barang melalui
Dermaga Tomok di Kabupaten Samosir Tahun 2005-2007... 50
4. 10. Jumlah Kunjungan Kapal, Penumpang dan Barang Melalui Dermaga Tomok Menurut Bulan di Kabupaten Samosir
Tahun 2008... 51
4.11. Jumlah Biro Perjalanan Menurut Kecamatan di Kabupaten
(16)
4.12. Jumlah Hotel Menurut Kecamatan di Kabupaten Samosir
Tahun 2009... 54
4.13. Kawasan Wisata Unggulan di Kabupaten Samosir... 62
4.14. Jumlah Wisatawan yang Berkunjung ke Kabupaten Samosir Menurut Jenis Wisatawan... 64
4.15. Rekapitulasi Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik di Kabupaten Samosir Tahun 2008... 65
4.16. Jumlah Wisatawan yang Berkunjung Ke Kabupaten Samosir Menurut Jenis Wisatawan Tahun 2008... 67
4.17. Sebaran Responden Berdasarkan Kecamatan Lokasi Penelitian... 72
4.18. Komposisi Kelompok Umur Responden…………... 73
4.19. Komposisi Tingkat Pendidikan Responden………... 74
4.20. Komposisi Jenis Pekerjaan Responden... 74
4.21. Komposisi Lama Bermukim Responden di Kabupaten Samosir... 75
4.22. Pandangan Responden tentang: Tidak Setuju/Setuju/Sangat Setuju dengan Pemekaran Kabupaten Samosir... 77
4.23. Pandangan Responden tentang Tingkat Kepuasan Responden terhadap Revitalisasi Objek Wisata di Kabupaten Samosir... 78
4.24. Pandangan Responden tentang Dampak Pemekaran Kabupaten Samosir terhadap Perkembangan/Bertambahnya Lokasi Wisata... 79
4.25. Deskripsi Lokasi Wisata dan Rekapitulasi Jumlah Kunjungan Wisatawan se-Kabupaten Samosir, Keadaan Tahun 2008... 80
4.26. Komposisi Perbedaan Rata-rata Penghasilan Responden Sebelum dan Sesudah Pemekaran Kabupaten Samosir... 82
4.27. Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Penghasilan Sebelum Pemekaran dan Sesudah Pemekaran Kabupaten Samosir. 82
(17)
4.28. Nilai t test Beda Penghasilan Responden Sebelum Pemekaran dan Sesudah Pemekaran Kabupaten Samosir... 84
(18)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kerangka Pikir Pemekaran Daerah terhadap Infrastruktur Objek
(19)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
I. Gambar Peta Kabupaten Samosir Perkecamatan... 92
II. Daftar Pertanyaan Kuesioner... 94
III. Analisa Hasil Penelitian... 102
IV. Gambar-gambar Objek Wisata Samosir Observasi Daerah
(20)
ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN KABUPATEN TERHADAP PEMBANGUNAN PARIWISATA DI KABUPATEN SAMOSIR
Unggul Sitanggang, Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA dan Kasyful Mahalli, SE, M.Si
ABSTRAK
Dampak pemekaran Kabupaten Samosir dari Kabupaten Toba Samosir tahun 2003 dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya menuju kemandirian, terjadinya peningkatan pendapatan Kabupaten Samosir dari tahun ke tahun, perekonomian daerah yang tumbuh positif, yang sebarannya meningkatkan struktur pendapatan masyarakat. Tujuan pemekaran adalah untuk mempercepat pembangunan di seluruh wilayah Kabupaten Samosir yang relatif masih tertinggal dengan mengandalkan potensi sektor kepariwisataan berbasis alam Danau Toba dan keindahan Pulau Samosir.
Penelitian ini dilakukan pada 3 (tiga) Kecamatan yang menjadi daerah tujuan wisata Kabupaten Samosir yaitu Simanindo, Pangururan dan Sianjur Mula-mula, yang berbasis pada data primer hasil survei terhadap 100 responden. Tipe penelitian adalah deskriptif dengan paparan data sekunder dan primer yang analisisnya tergambar dalam tabel tunggal, tabel silang dan uji beda (t) atas penghasilan responden sebelum dan sesudah pemekaran Kabupaten Samosir.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah berdampak positif pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Samosir, dengan adanya kemajuan pembangunan dan perbaikan sarana dan prasana, serta kelembagaan pembangunan. Dampak pemekaran Kabupaten Samosir juga mampu memperbaiki sektor kepariwisataan, diantaranya semakin lengkap dan terjangkaunya sarana penginapan wisatawan, sarana transportasi darat yang memadai, pelayanan dan perawatan yang memuaskan. Perkembangan kepariwisataan memperlihatkan adanya lokasi wisata yang dibangun oleh masyarakat, investor maupun pemerintahah daerah. Terdapat 52% responden yang setuju bahwa dampak pemekaran Kabupaten Samosir yang mempengaruhi peningkatan penghasilannya pada 5 tahun terakhir. Berdasarkan nilai t hitung yang sebesar 9,510 yang lebih dibandingkan dengan nilai t tabel, yaitu tá/2,n-1 = 1,980, yang dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
penghasilan responden penelitian yang diperbandingkan sebelum dan sesudah pemekaran Kabupaten Samosir. Saran penelitian ini adanya perbedaan berbagai bentuk media digital, website dan kertas publikasi, yang diperlukan pemerintahan Kabupaten Samosir yang kerjasama dengan stakeholder kepariwisataan untuk meningkatkan jumlah biro/agen travel perjalanan wisata. Akhirnya pemerintah
(21)
Kabupaten Samosir hendaknya dapat menyediakan fasilitas penunjang pariwisata berupa alat transportasi lokal yang bersih, terawat dan aman bagi wisatawan.
(22)
ANALYSIS OF DISTRICT SEPARATION IMPACT ON TOURISM DEVELOMENT IN SAMOSIR DISTRICT
Unggul Sitanggang, Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA and Kasyful Mahalli SE, M.Si
ABSTRACT
The impact of the separation of Samosir Distric from Toba Samosir District occurred in 2003 can improve the independece and welfare of its people in terms of annual increase of income of Samosir District, positive growth of district economy whose distribution improves the income structure of the community. The objectives of the district separation is to accelerate the development in all over Samosir Regency which is relatively leftbehind by relying on the pontetial sector of tourism based on the natural beauty of lake Toba and Samosir Island.
The study was conducted in 3 (three) subdistricts – Simanindo, Pangururan and sianjur Mula-Mula – in their capacity as tourist destination in Samosir District, based on the primary data as the result of survey done to 100 respodents. This is a descritive study whose result of primary and secondary data analysis done before and after the district separation wasshown in single table, cross table and t-test.
The result of this study showed that district separation brought a positive impact on the economy and welfare of the people of Samosir District with the growth of facility and infrastrructure development and betterment. The impact of district separation has improved the codition of Samosir tourism. Tourist accommodation facility becomes more complete and accessible, land transportasion facility become more adequate, services and maintenance of tourism sector become more satisfactory. Tourismdevelopment shows that there are tourism locations which were devoloped by community members, investors, and local goverment. 52% of the respondents agreed that the impact of district separation influenced the improvementof their income in the past five years. Based on the value of t count of 9.510 which is bigger if compared to the value of t table or t a/2, n-1 = 1.980, it can be concluded that there is a significant difference in the income of respondents before and after the district separation. It is suggested that the formsof digital media, website and publication paper be changed and it is necessary for the District Government of Samosir to cooperate with tourism stakeholders to increase the number travel agency in Samosir. The District Goverment of Samosir should facilitate all of supporting tourism facilities such as clean, well-maintained and safe local transportation for the in-coming tourists.
(23)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Otonomi daerah telah dilaksanakan secara nasional mulai tahun 2001, seiring
dengan adanya reformasi, di mana daerah provinsi, terutama daerah kabupaten
maupun kota yang bersifat otonom diberikan kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggung jawab secara profesional, yang diwujudkan dengan adanya peraturan,
pembagian dan pemanfaatan sumber daya alam, didukung perimbangan keuangan
pusat dan daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat,
adanya pemeraatan dan rasa keadilan, serta potensi keanekaragaman daerah, yang
dilaksanakan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan otonomi
daerah sebagai wujud penyelenggaraan desentralisasi pemerintahan diharapkan
menjadi momentum strategis untuk menjawab berbagai persoalan pembangunan,
harus direfleksikan melalui administrasi publik dan manajemen pembangunan
(Sihombing, 2008).
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah telah diimplementasikan
pemerintah melalui kebijakan otonomi daerah dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 serta yang terakhir Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Diberlakukannya UU RI Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
UU RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahaan Pusat
(24)
semakin besarnya kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undang. Dengan kedua undang-undang ini beserta serangkaian
peraturan pemerintah yang ada, memberikan alternatif format daerah otonomi daerah yang
baru, ini terlihat dari adanya kesadaran bahwa pembangunan di daerah tidak identik dengan
pembangunan daerah (Kuncoro, 2004). Hal ini menimbulkan bahwa pelaksanaan otonomi di
daerah akan secara utuh dan luas di kabupaten dan kota, sedangkan propinsi memiliki
otonomi yang terbatas. Pada prinsipnya penyelenggaraan otonomi daerah seyogianya adalah
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan
aspirasi yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat.
Pemekaran wilayah merupakan implikasi politik reformasi, sebagai strategi
untuk meningkatkan performa manajemen pemerintahan dan distribusi kesejahteraan
masyarakat. Dampak pemekaran wilayah tiak selalu positif bagi kemajuan
pembagunan suatu daerah, karena terbentuknya daerah otonomi baru harus diikuti
dengan penyesuaian struktural yang mempersyaratkan adanya sistem pemerintahan
dan kelembagaan pembangunan daerah dengan tanggung jawab menuju kemandirian
dengan berlangsungnya good governance.
Fenomena pertumbuhan pemekaran daerah otonom selama kurun waktu 7 tahun
terakhir memperlihatkan tingginya usulan dan tuntutan masyarakat di daerah. Hingga saat ini,
telah terbentuk 127 daerah otonom baru, yang terdiri dari 7 provinsi, 135 kabupaten dan 31
kota, sehingga jumlah daerah otonom sudah mencapai 492 terdiri dari 33 provinsi dan 459
kabupaten/kota (Kompas, 15 September 2007). Sesuai jurnal otonomi daerah bahwa dalam
(25)
otonom baru yang terdiri dari 7 (tujuh) provinsi, 153 (seratus lima puluh tiga) kabupaten, dan
31 (tiga puluh satu) kota, yang keseluruhan proses pembentukannya berpedoman kepada
Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria
Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah (Dirjend Otda, 2008). Dengan Peraturan
Pemerintah tersebut diharapkan agar dengan pembentukan daerah dapat mendukung upaya
pencapaian tujuan inti otonomi daerah yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Dalam format praktis politis, motivasi pemekaran daerah yang mendorong
semangat para elit daerah menurut Ratnawati (2006: 333) setidaknya berakar pada 4
kondisi: (1) dalam rangka efektivitas/efisiensi (administrative dispersion) mengingat
wilayah yang begitu luas, penduduk yang menyebar dan ketertinggalan
pembangunan, (2) kecenderungan untuk melakukan homogenisasi daerah
berdasarkan etnis, bahasa, agama dan lain-lain, (3) adanya kemajuan fiskal yang
dijamin oleh undang-undang bagi daerah-daerah pemekaran seperti DAU, DAK, bagi
hasil dari SPA, PAD, dan sumber-sumber pendapatan lainnya.
Sebagai implikasi dari politik reformasi tentunya diharapkan agar pemekaran
wilayah perlu dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan benturan-benturan
dan masalah yang justru counter productive dengan semangat reformasi itu sendiri,
artinya pemekaran wilayah sangat diperlukan dengan harapan guna perbaikan kondisi
sosial, ekonomi, budaya dan kondisi geografis satu wilayah dengan wilayah lainnya
yang berbeda. Namun yang lebih penting dengan pemekaran daerah diharapkan lebih
dapat memahami perkembangan sosial, peningkatan ekonomi, peningkatan kualitas
(26)
hidup dalam suatu wilayah, sesuai kebutuhan keadaan dan kebutuhan dari daerah
tersebut.
Kondisi ini secara umum lebih berimplikasi terhadap pembentukan kabupaten/kota
yang baru, sebagaimana dicamtumkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000
Pasal 13 pada ayat 3 yang menyatakan bahwa, “Pembentukan daerah dapat berupa
penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari
satu daerah menjadi dua daerah atau lebih”. Dan ayat (4) menyebutkan, “Pemekaran dari satu
daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan. Namun
demikian, pembentukan daerah hanya dapat dilakukan apabila telah memenuhi syarat
administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Bagi provinsi, syarat administratif yang wajib
dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/ walikota yang akan
menjadi cakupan wilayah provinsi bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi induk dan
gubernur, serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri. Sedangkan untuk kabupaten/kota,
syarat administratif yang juga harus dipenuhi meliputi adanya persetujuan DPRD
kabupaten/kota dan bupati/walikota bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan gubernur,
serta rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri.
Selanjutnya, syarat teknis dari pembentukan daerah baru harus meliputi faktor yang
menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor-faktor di bawah ini:
(a) Kemampuan ekonomi, (b) Potensi daerah, (c) Sosial budaya, (d). Sosial politik,
(e). Kependudukan.
Kabupaten Samosir adalah salah satu daerah otonom hasil pemekaran dari
(27)
tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai. Sesuai
dengan sejarahnya terbentuknya, maka tujuan pembentukan Kabupaten Samosir
adalah upaya untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagaimana
tertuang dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 dalam Pasal 2, yang merupakan peraturan
pelaksana Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
di mana disebutkan bahwa tujuan pembentukan, pemekaran, penghapusan dan
penggabungan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:
(a) peningkatan pelayanan kepada masyarakat, (b) percepatan pertumbuhan
kehidupan demokrasi, (c) percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian
daerah, (d) percepatan pengelolaan potensi daerah, (e) peningkatan keamanan dan
ketertiban, (f) peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.
Atas dasar proses dan sejarahnya pemekaran Kabupaten Samosir didasarkan
pada desakan masyarakat wilayah Samosir dan DPRD Kabupaten Toba Samosir,
dengan tujuan pembentukannya adalah untuk mempercepat pembangunan di wilayah
administrasinya, yang terdiri dari 9 (sembilan) kecamatan dan 111 (seratus sebelas)
desa/kelurahan, yang mengandalkan potensi keindahan alam Danau Toba dan
sekitarnya sebagai isu strategis dasar pembentukan kabupaten ini. Selanjutnya
melalui kewenangan otonomi yang diperoleh, diharapkan akan diperoleh peluang
yang lebih efektif untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri dan pada akhirnya
diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Samosir secara mandiri.
(RPJMD, Kab. Samosir, 2008). Pembentukan Kabupaten Samosir sebagai salah satu
(28)
mengandalkan potensi keindahan Alam Danau Toba dan pulau Samosir yang menjadi
cakupan wilayah Kabupaten Samosir.
Sesuai dengan kajian profil dan daya saing ekonomi setiap kabupaten/kota
di Indonesia, yang dirilis oleh PPSK Bank Indonesia-LP3E FE UNPAD (2008: 133),
maka Kabupaten Samosir dari aspek perekonomian daerah berada di peringkat 75,
produktivitas tenaga kerja pada peringkat 156, infrastruktur, SDA dan lingkungan
berada di peringkat 339, PDRB perkapita berada di peringkat 123, dengan neraca
daya saing yang menguntungkan (advantage) dalam bidang perekonomian daerah,
SDM dan ketenagakerjaan, lingkungan usaha produktif, serta infrastruktur, SDA dan
lingkungan. Sedangkan neraca daya saing yang tidak menguntungkan (disadvantage)
berhubungan dengan ukuran pemerintahan (government size), jumlah penduduk, rasio
ketergantungan, jumlah angkatan kerja terdidik, jumlah kantor Bank, serta jumlah
sektor basis daerah.
Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun
2008, bahwa dengan pemekaran pemekaran Kabupaten Samosir perkembangan pada
sektor pariwisata sangat pesat dengan dukungan usaha agribisnis yang berjalan
seiring dan selaras dengan pelestarian lingkungan hidup/lingkungan alam. Mengingat
besarnya peluang yang dimiliki oleh sektor pariwisata, maka komitmen dengan
kebijakan yang konsisten maka pemerintah Kabupaten Samosir telah membuat Visi
pembangunan Kabupaten Samosir, yaitu “Menjadi Kabupaten Pariwisata 2010
Didukung Agribisnis Berwawasan Lingkungan”, yang dijabarkan dalam beberapa
(29)
pariwisata favorit di wilayah Danau Toba pada tahun 2010, yang ditunjukkan dengan
peningkatan jumlah wisatawan, baik wisatawan domestik maupun mancanegara, serta
lamanya tinggal di wilayah Kabupaten Samosir (2) Pariwisata akan menjadi salah
satu sektor penyerap angkatan kerja melalui perkembangan usaha agribisnis dan
usaha ekonomi rakyat skala UMKM di Kabupaten Samosir pada tahun 2010, yang
ditunjukkan dengan peningkatan jumlah usaha agribisnis dan usaha ekonomi rakyat
skala UMKM, serta tenaga kerja yang terserap di dalamnya untuk mendukung
perkembangan pariwisata Kabupaten Samosir, (3). Perkembangan sektor pariwisata
yang pesat dengan dukungan usaha agribisnis berjalan seiring dengan pelestarian
lingkungan hidup dan selaras dengan daya dukung lingkungan alam Kabupaten
Samosir, yang ditunjukkan dengan terpeliharanya wilayah-wilayah menjadi kawasan
konservasi, daerah-daerah hijau dan kawasan penyangga (buffer zone) yang telah
ditetapkan dalam perencanaan tata ruang hidup.
Pembangunan pariwisata sebagai bagian dari pembangunan wilayah merupakan
usaha yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan suatu wilayah
menuju perbaikan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat. Wilayah dapat diartikan
sebagai suatu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukuran menurut pengamatan tertentu.
Wilayah merupakan daerah yang homogen, daerah modal dan daerah perencanaan. Wilayah
memiliki sumberdaya manusia yang dapat diolah secara efisien dan efektif melalui sebuah
perencanaan yang komprehensif bagi mendorong tingkat kemajuan dan kesejahteraan
masyarakat. Wilayah sebagai suatu kesatuan geografis memiliki potensi bagi dijalankannya
(30)
Setiap wilayah mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Itu berarti setiap
wilayah memerlukan analisis dan kebijakan serta manajemen pengelolaan yang berbeda,
yang berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan wilayah. Perbedaan yang terjadi
dapat disebabkan oleh tidak tersedianya sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara
merata. Ataupun terdapatnya keterbatasan prasarana ekonomi lainnya seperti jalan, jembatan,
energi, telekomunikasi serta prasarana akses keluar lainnya.
Hal lain yang dapat membedakan karakteristik antar wilayah adalah
terkonsentrasinya kegiatan ekonomi pada satu wilayah yang akan menentukan maju atau
stagnanya kegiatan pembangunan wilayah sekitar, beragamnya biaya transportasi,
perkembangan pasar (market), pemanfaatan teknologi terapan serta pendidikan dan
kesehatan.
Sesuai dengan perkembangan kepariwisataan yang bertujuan memberikan
keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat. Pariwisata dapat
memberikan kehidupan standar kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi
didapat dari tempat wisata tujuan. Berdasarkan paparan tersebut, maka perkembangan
jumlah arus wisatawan ke Kabupaten Samosir, tergambar dalam Tabel 1.1 berikut ini
merupakan fenomena pembangunan Kabupaten Samosir yang merupakan dampak
langsung dari pembenahan infrastruktur dan akses menuju lokasi obyek-obyek wisata
yang selanjutnya meningkatkan perekonomian masyarakat. Sesuai data tersebut
di atas, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan arus jumlah wisatawan,
(31)
pemekaran, setelah dibandingkan antara tahun 2003 (Kab. Toba Samosir) dengan
tahun 2007 (Kab. Toba Samosir).
Tabel 1.1. Jumlah Wisatawan yang Berkunjung ke Kabupaten Samosir, Keadaan 2003 dengan 2007
No Objek Tujuan Wisata
Wisatawan
Tahun 2003 Tahun 2007
Mancanegara Nusantara Mancanegara Nusantara
1 TOMOK, Kec. Simanindo 721 12242 741 16752
2 TUKTUK, Kec. Simanindo 7 197 7 296
3 MUSEUM HUTA BOLON,
Kec. Simanindo 1170 51 1155 103
4 AEK RANGAT, Kec.
Pangururan 520 134 727 2334
5
BATU KURSI, SIALLAGAN, Kec. Simanindo
700 277 717 449
6 MENARA PANDANG
TELE, Kec. Harian 114 1820 141 2240
7 MESS PEMDA A
RANGAT, Kec. Pangururan - 100 - 128
8
AEK SIPITU DAI LIMBONG, Kec. Sianjur Mula-Mula
35 487 30 937
9
RUMAH SI RAJA BATAK, BATU HOBON, GURU TATEA BULAN,
SIGULATTI, Kec. Sianjur Mula-Mula
- -
10 BATU SAWAN, Kec.
Sianjur Mula-Mula - -
11
PONDOK WISATA LAGUNDI, Kec. Onan Runggu
- -
12 AIR TERJUN EFRATA,
Kec. Sitio-Tio - -
Jumlah 3.267 17.008 3.518 23.239
(32)
Data tersebut di atas diambil secara acak dari Kabupaten Toba Samosir dan
Kabupaten Samosir yaitu tahun 2003 dan tahun 2007, dalam pengertian 4 (empat) tahun
dimekarkan telah terjadi kenaikan wisatawan yaitu dari 3267 menjadi 3518 untuk wiatawan
mancanegara dan dari 17008 menjadi 23.239 orang. Walaupun kenaikan ini masih relatif
rendah, namun menurut hemat penulis bahwa untuk sementara kenaikan ini merupakan
dampak dari pemekaran kabupaten bagi sektor pariwisata, di mana perencanan dan
pengelolaan sektor pariwisata Kabupaten Samosir dapat dilakukan secara profesional dan
berkelanjutan bagi pembangunan dan ekonomi masyarakat Kabupaten Samosir melalui Dinas
Parawisata Seni dan Budaya Kabupaten Samosir, dukungan berbagai instansi serta partisipasi
masyarakatnya.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, masalah pokok penelitian ini dibatasi dengan
dampak pemekaran daerah (Kabupaten Samosir), yaitu:
1. Bagaimana dampak pemekaran Kabupaten Samosir berdampak bagi
pembangunan infrastruktur pariwisata.
2. Bagaimana dampak pemekaran Daerah Kabupaten Samosir terhadap
pembangunan objek pariwisata.
3. Bagaimana dampak pemekaran terhadap peningkatan pendapatan masyarakat
(33)
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan dampak pemekaran daerah terhadap pembangunan infrastruktur
pariwisata di Kabupaten Samosir.
2. Mendeskripsikan dampak pemekaran Daerah Kabupaten Samosir terhadap
pertumbuhan jumlah objek wisata.
3. Menganalisis pendapatan masyarakat dari sektor pariwisata setelah pemekaran
Kabupaten Samosir.
1.4. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis yang menjadi pedoman awal
dalam penelitian adalah:
Pemekaran Daerah Kabupaten Samosir berdampak positif terhadap
pembangunan pariwisata dan pendapatan masyarakat di Kabupaten Samosir.
1.5. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kabupaten
Samosir dalam melaksanakan pembangunan pariwisata.
2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat Kabupaten Samosir serta sebagai
bahan informasi yang berguna untuk pembangunan pariwisata setempat setelah
(34)
3. Pemerhati pariwisata untuk menambah informasinya kepariwisataannya secara
(35)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemekaran Daerah
Dalam sistem pemerintahan Indonesia, otonomi daerah bukanlah suatu yang baru
sebab dalam penyelenggaraan pemerintahannya menganut asas desentralisasi sebagai
pengejawantahan Pasal 18 UUD 1945, memberikan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang sangat luas, nyata,
dan bertanggung jawab.
Jadi daerah otonom selanjutnya disebut Daerah, daerah adalah suatu kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Daerah yang dimaksud adalah daerah Provinsi, Daerah Kota dan Daerah Kabupaten
yang bersifat otonom. Di mana daerah tersebut terbentuk adalah berdasarkan pertimbangan
kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas
daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Akan
tetapi, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau
digabungkan dengan daerah lain.
Aspirasi masyarakat dan atau kebijakan pemerintah dapat menimbulkan pemekaran
daerah setelah meninjau dari segi yuridis, sosial dan persyaratan lainnya dalam pemekaran
(36)
Pemekaran daerah yang dimaksud di sini adalah pembagian atau pemecahan suatu
daerah menjadi dua atau lebih. Pembagian atau pecahan suatu daerah tersebut adalah dengan
pembentukan daerah baru untuk menjadi mandiri sebagai daerah otonom yang ditetapkan
dengan undang-undang, di mana syarat-syarat pembentukan daerah ditetapkan dengan
undang-undang, di mana syarat-syarat pembentukan daerah ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.
Dalam aspek keuangan, suatu daerah harus mampu dan mempunyai rencana
keuangan daerah yang meliputi rencana penerimaan dan pengeluaran daerah. Daerah otonom
yang mandiri lebih mengutamakan sumber-sumber penerimaan dari pendapatan asli daerah,
dana perimbangan yang bersumber dari pemerintah atasan, pinjaman daerah dan lain-lain
pendapatan yang sah.
Dengan pembentukan daerah otonom ini, daerah otonom tersebut dapat diharapkan
mampu, memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus rumah tangganya sendiri,
terutama dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah,
sumber daya alam dan pengelolaan bantuan pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih
baik. Oleh karena itu dengan pemekaran daerah diharapkan meningkatkan dinamika
kemandirian daerah yang pada akhirnya bermanfaat pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat sebagai tujuan utama otonomi. Bukan sebaliknya bahwa pemekaran daerah telah
menguras energi pemerintah Provinsi dan prosesnya sering menimbulkan ketidakstabilan di
(37)
2.2. Kelayakan Pembentukan Kabupaten
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun tentang Pembentukan dan
Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, maka suatu daerah
otonom dapat dibentuk dengan memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria kemampuan ekonomi, diukur dengan mengunakan indikator, PDRB
perkapita, laju pertumbuhan ekonomi, kontribusi PDRB terhadap menggunakan
rasio PDS terhadap pengeluaran rutin dan rasio PDS terhadap PDRB.
2. Kriteria potesi daerah, diukur dengan indikator bagaimana suatu daerah tersebut
dapat memberikan masukan terhadap Pendapatan Anggaran Daerah (PAD)
tersebut.
3. Kriteria sosial budaya diukur dengan indikator rasio sarana peribadatan per
penduduk.
4. Kriteria sosial politik diukur dengan indikator rasio penduduk yang ikut pemilu
terhadap penduduk yang mempunyai hak pilih, jumlah organisasi masyarakat.
5. Kriteria jumlah penduduk.
6. Kriteria luas daerah dengan indikator luas daerah keseluruhan dan luas daerah
terbangun.
7. Kriteria lain-lain diukur dengan indikator angka kriminalitas.
Sementara itu, prosedur pembentukan daerah berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 129 Tahun 2000 Pasal 16 dapat dijelaskan bahwa: “ada kemauan
politik dari pemerintah daerah dan masyarakat yang bersangkutan, adanya studi awal
(38)
DPRD dan diteruskan kepada Menteri dalam Negeri dan Otonomi Daerah, kemudian
Menteri menugaskan tim untuk melakukan observasi ke daerah yang hasilnya
menjadi bahan rekomendasi kepada Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah,
selanjutnya diusulkan kepada Presiden dan jika disetujui maka Rancangan
Undang-Undang dapat disampaikan kepada DPR Republik Indonesia untuk mendapat
persetujuan.
2.3. Pendapatan
Pembangunan daerah dalam pelaksanaannya menggunakan dana yang berasal
dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah (APBD). Kemampuan daerah untuk
mencari dana atas kemampuan sendiri terungkap pada pendapatan asli daerah (PAD)
yang terdiri dari Pajak, Retribusi, Penerimaan Laba BUMD, penerimaan Dinas-dinas
dan penerimaan lain (Mudrajad Kuncoro: 11). Hal ini dapat diartikan bahwa
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah
sebagai kemampuan daerah untuk pengelolaan sendiri.
Untuk mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu
konsep yang paling digunakan oleh ahli ekonomi adalah melalui tingkat pendapatan.
Pendapatan menunjuk pada seluruh uang atau hasil material lainnya yang diterima
seseorang atau rumah tangga selama kurun waktu tertentu pada suatu kegiatan
ekonomi.
Secara leksikal pendapatan diartikan sebagai hasil kerja atau usaha baik dalam
(39)
yang berarti uang yang dibayarkan sebagai pembalas jasa atau sebagai pembayar
tenaga yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu (Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan RI, 2002).
Fisher dan Hicks dalam Sumardi dan Evers (2002), mengemukakan
pendapatan adalah serangkaian kejadian yang berkaitan dengan beberapa tahap yang
berbeda.
1. Kenikmatan pendapatan psikis, yakni konsep psikologis yang tidak dapat diukur
secara langsung, namun dapat ditaksir oleh pendapatan ril.
2. Pendapatan ril, adalah ekspansi kejadian yang menimbulkan kenikmatan psikis.
Pendapatan ini diukur dengan pengeluaran uang yang dilakukan untuk
memperoleh barang dan jasa sebelum dan sesudah konsumsi. Jadi pendapatan
psikis, pendapatan ril dan biaya hidup merupakan tiga tahapan yang berbeda
bagi pendapatan.
3. Pendapatan uang, yakni merujuk pada seluruh uang yang diterima dan
dimaksudkan akan dipergunakan untuk konsumsi dalam memenuhi biaya hidup.
Pendapatan masing-masing orang (personal distribution of income)
merupakan indikator yang paling sering digunakan oleh para ekonomi untuk jumlah
penghasilan yang diterima oleh setiap individu atau rumah tangga. Menurut Michael
Todaro (1998), yang termasuk dalam pendapatan adalah gaji, bunga simpanan atau
tabungan, laba usaha, utang, hadiah, ataupun warisan tenaga an sich, melainkan juga
oleh penguasaan aset-aset sumber pendapatan seperti tanah dan model (baik secara
(40)
Untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, tidak saja dapat dilakukan
dengan peningkatan manfaat ekonomi dari faktor-faktor produksi yang mereka miliki
secara terbatas (misalnya dengan meningkatkan perolehan dari tenaga kerja melalui
perluasan kesempatan kerja), namun perlu juga diiringi dengan perubahan secara
drastis atas pola pemusatan kepemilikan modal fisik dan sumber daya manusia dari
kelompok kaya ke kelompok berpendapatan rendah.
Dalam sosiologi ekonomi (Damsar, 2002) lebih dikenal adanya stratifikasi
masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan atau tingkat kemakmuran. Pada tataran
nasional atau dunia, masyarakat paling tidak dalam lima klasifikasi, lapisan paling
miskin dan papa (the desitut), lapisan miskin (the poor), lapisan tengah (the middle
income group) dan lapisan kaya (the rich), bahkan sekarang ada pula lapisan yang
teramat kaya (super rich). Sebagian besar golongan masyarakat paling miskin atau
lapisan miskin adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan secara teratur atau hanya
bekerja secara musiman. Sedangkan mereka yang bekerja permanen di sektor
pemerintah maupun swasta pada umumnya termasuk ke dalam kelompok
berpendapatan menengah dan tinggi.
Berbeda dengan pengangguran, tidak selamanya dikategorikan sebagai
masyarakat golongan miskin. Banyak anak-anak dari keluarga kaya yang enggan
bekerja, meskipun kecakapannya memadai. Sebaliknya, banyak orang yang memiliki
pekerjaan tetap dan penuh, bila dilihat dari jumlah jam kerja perharinya, akan tetapi
pendapatan yang diterimanya sangat kecil. Penciptaan lapangan kerja yang lebih luas
(41)
bukan satu-satunya jawaban untuk mengatasi masalah kemiskinan. Konsep upah
untuk satu faktor produksi seperti tenaga kerja, kendatipun tidak sama dengan harga
yang aktual, tetap merupakan wahana analisis yang penting bagi perumusan
kebijakan pembangunan.
Selanjutnya kebijakan pembangunan itu, seyogyanya harus mewujudkan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah yang modern harus memiliki
kemampuan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya melalui hasil pembangunan yang
dapat dinikmatinya.
2.4. Pembangunan dan Pengembangan Wilayah
Pengertian pembangunan telah mengalami perubahan besar dalam bidang
ilmu pengetahuan dan bidang kebijaksanaan. Semula pembangunan diartikan sebagai
peningkatan kapasitas ekonomi untuk meningkatkan pendapatan nasional perjiwa
penduduk. Implikasi pengertian ini pada kebijaksanaan adalah tumbuhnya keperluan
menyalurkan sebanyak mungkin dana keuangan dan sumber daya alam yang pada
akhirnya akan meningkatkan pendapatan nasional.
Dalam perkembangan selanjutnya, paradigma pembangunan tidak hanya
bermuka ekonomi. Ikhtiar meningkatkan pendapatan nasional adalah penting dan
tidak berjalan sendiri namun perlu disertai dengan adanya perombakan berbagai segi
kehidupan masyarakat agar pembangunan itu sendiri mampu meniadakan
ketimpangan, mengurangi kemiskinan absolut. Tujuan pembangunan adalah untuk
(42)
komprehensif, holistik, sistemik, bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dengan
melibatkan peran serta seluruh elemen masyarakat.
Dalam pengertian umum, pembangunan merujuk pada proses perbaikan dan
keselarasan. Pembangunan merupakan usaha merubah kondisi kehidupan, tingkat
kesejahteraan dan keadilan masyarakat agar menjadi lebih baik. Dalam definisi yang
dibuat oleh United Nations disebutkan bahwa pembangunan adalah orientasi dan
kegiatan usaha yang tanpa akhir “develoving is not a static concept, it is
constinuously changing”.
Proses pembangunan sebenarnya adalah suatu perubahan sosial budaya, agar
pembangunan menjadi proses yang dapat bergerak maju perlu dilakukan atas
kekuatan sendiri (self sustaining proses) tergantung kepada manusia dan struktur
sosialnya. Pembangunan bukan hanya dikonsepsikan sebagai usaha pemerintah an
sich. Pembangunan tergantung pada suatu inner will, proses emansipasi diri serta
partisipasi kreatif melalui proses pendewasaan.
Dalam banyak teori pembangunan menyebut beberapa teori, yaitu Growth
theory, rural development Theory, Agro first, Basic needs, dan sebagainya. Teori
pembangunan ini memuat berbagai pendekatan ilmu sosial yang berusaha menangani
masalah keterbelakangan. Dengan demikian tidak akan ada definisi baku dan final
mengenai pembangunan, tetapi yang ada hanyalah usulan mengenai apa yang
seharusnya diimplikasikan oleh pembangunan dalam konteks tertentu (Hettne, 2001).
Dalam perkembangan selanjutnya, muncul berbagai pendekatan menyangkut
(43)
wilayah. Secara luas pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya
merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori kedalam kebijakan ekonomi dan
program pembangunan yang didalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan
mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan
yang optimal dan berkelanjutan (Nubroho dan Dahuri, 2004).
Perencanaan pembangunan wilayah semakin relevan dalam
mengimplementasikan kebijakan ekonomi dalam aspek kewilayahan. Hoover dan
Giarratani (Nugroho dan Dahuri, 2004) menyimpulkan 3 pilar penting dalam proses
pembangunan wilayah, yaitu:
1. Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor). Pilar ini berhubungan
dengan keadaan ditemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara fisik
relatif sulit atau memiliki hambatan untuk digerakkan antar wilayah. Hal ini
disebabkan adanya faktor-faktor lokal (bersifat khas atau endemik, misalnya iklim
dan budaya) yang mengikat mekanisme produksi sumber daya tersebut sehingga
wilayah memiliki keunggulan komparatif. Sejauh ini karakteristik tersebut
senantiasa berhubungan dengan produksi komoditas dari sumber daya alam,
antara lain pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan, dan kelompok usaha
sektor primer lainnya.
2. Aglomerasi (imperfect divisibility). Pilar ini merupakan fenomena eksternal yang
berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa meningkatnya keuntungan ekonomi
secara spasial. Hal ini terjadi berkurangnya biaya-biaya produksi akibat
(44)
3. Biaya transpot (inperfect of good in services). Pilar ini secara kasat mata akan
mempengaruhi aktivitas perekonomian, implikasinya adalah biaya yang terkait
dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam proses produksi dan
pembangunan wilayah.
2.5. Pariwisata dan Objek Wisata
Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan
tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya.
Wisatawan melakukan aktivitas selama mereka tinggal di tempat tujuan wisata dan
fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan (Marpaung, 2002).
Menurut Murpy dalam Pitana dan Gayatri (2005), pariwisata adalah
keseluruhan dari elemen-elemen terkait (wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan,
industri dan lain-lain) yang merupakan akibat dari perjalanan tersebut dilakukan tidak
secara permanen.
Kepariwisataan (tourism) bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia. Kegiatan
ini telah ditempatkan sebagai objek kebijaksanaan nasional sejak pertama kali
Indonesia menentukan kebijakan pembangunan. Sejak semula, Pemerintah Indonesia
telah menyadari bahwa karakter khas dan sifat multidimensi dari kegiatan
kepariwisataan ditempatkan sebagai sub-kebijakan tersendiri, yaitu kebijakan
kepariwisataan, namun di bawah bidang yang berbeda-beda.
Dalam Garis-garis Besar Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan
(45)
kebijakan distribusi dan perhubungan. Sedangkan dalam RPJMD yang dituangkan
melalui GBHN 1973-1999, kepariwisataan diletakkan di bawah sub-bidang
Pembangunan Sosial Budaya. Perubahan letak tersebut mencerminkan kesulitan
pengidentifikasian dan pendefinisian kepariwisataan, termasuk pendekatan dan target
kebijakan yang diinginkan.
Kebijakan kepariwisataan Indonesia berdasarkan perkembangan pengambilan
kebijakan, diklasifikasikan pada tiga tahap, yaitu tahap pertama (1961-1969), tahap
kedua (1969-1999), dan tahap ketiga (1999-hingga kini). Kebijakan tahap pertama
memiliki tahap penempatan kepariwisataan sebagai aspek kegiatan budaya. Pada
tahap kedua ciri utamakan kebijakan kepariwisataan Indonesia adalah sebagai sumber
devisa. Kebijaka kepariwisataan pada tahap ini dirumuskan dalam frase
“memperbesar penerimaan besar dari sektor pariwisata dengan segala daya upaya”
sedangkan pada tahap ketiga, kebijakan kepariwisataan diletakkan pada dua gagasan
kunci, yakni yang berpijak pada kebudayaan tradisional serta sebagai wahana
persahabatan antar bangsa (Putra, 2003).
Kepariwisataan merupakan bagian kegiatan dari bisnis pariwisata, seperti
bisnis akomodasi, transportasi, destinasi (objek-objek wisata) dan bisnis pariwisata
lainya (Morrison, 1996). Yang dimaksud dengan bisnis pariwisata adalah suatu
kegiatan penyedianya jasa akomodasi, transportasi dan rekreasi, serta jasa lainya yang
terkait. Dengan demikian, ruang lingkup kegiatan kepariwisataan adalah setiap
kegiatan perjalanan yang dimaksudkan untuk menikmati atraksi alam dan budaya
(46)
kepentingan kepariwisataan agar ia dapat menikmati perjalanannya dengan
memuaskan.
Kegiatan kepariwisataan, secara esensial dan objektif merupakan kegiatan
perhubungan jasa yang berbasis pada potensi-potensi ekonomi dan non-ekonomi,
mulai dari sunber daya alam sampai sumber daya sosial budaya masyarakat di mana
kegiatan tersebut dilaksanakan. Oleh karena itu kepariwisataan mengandung tiga
aspek, yaitu:
1. Kepariwisataan sebagai suatu bentuk perdagangan jasa.
2. Hubungan kegiatan bisnis kepariwisataan dengan kebudayaan dan lingkungan
hidup.
3. Hukum yang mengatur kegiatan perdagangan jasa pariwisata dan hubungan
pariwisata dengan kebudayaan.
Pengembangan kepariwisataan ini sangat terbuka, dengan Undang-Undang
Proparnas menetapakan kebijakan pengembangan pariwisata berdasarkan pendekatan
sistem, utuh, terpadu, multidisipliner, partisipatoris, dengan kriteria ekonomis, teknis,
ergonomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam, dan tidak merusal
lingkungan. Wujud komprehensif kebijakan kepariwisataan nasional meliputi (Putra,
2003):
1) Implementasi konsep-konsep, azas-azas, persyaratan, standar-standar teknis ekonomi, perdagangan, jasa dan khususnya perdagangan jasa pariwisata dalam kegiatan kepariwisataan Indonesia.
2) Identifikasi hubungan, bentuk, persyaratan, perlakuan dan kewajiban-kewajiban pelaku bisnis kepariwisataan, dalam bentuk cultural and social responsilibity terhadap kebutuhan dari masyarakat pendukungnya.
(47)
Dalam kaitanya dengan penelitian kepariwisataan menurut Frecthling dalam
Marpaung, (2002), haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Harus diskrit dan tidak meragukan serta harus secara mendefinisikan tentang
suatu aktivitas atau suatu entity yang berbeda dengan seluruh aktivitas dan entity
lainya, yakni harus tidak ada keraguan mengenai apa yang mencakup dan tidak
mencakup dalam suatau katagori.
2. Mempermudah pengukuran yang konsisten dan objektif.
3. Pembuatan definisi harus mengacu pada penelitian-penelitian terpenting
mengenai perjalanan wisata dan penggunaan bahasa sehari-hari untuk
mempermudah perbandingan antara hasil-hasil yang dicapai.
Lebih lanjut Frechtling membuat empat kriteria dalam merumuskan definisi
pariwisata, yakni tujuan perjalanan, modal transportasi, lama tinggal ditempat tujuan
dan jarak perjalanan. Lama tinggal (length of stay), yang dibuat oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) adalah salah satu syarat utama dalam perumusan definisi
pariwisata yakni menetapkan lama tinggal wisatawan di tempat tujuan wisata lebih
dari 24 jam dan lebih kurang dari 12 bulan.
Peningkatan dan pengembangan studi kepariwisataan pada saat ini menemui
beberapa permasalahan. Pertama, masalah kepariwisataan memiliki masalah yang
kompleks, yaitu berupa ketidaktransparanan dan kelemahan konsepnya, membuat
sebagian orang masih tidak menyetujui konsep dan definisi peristilahan dalam
(48)
pokok-pokok akademik, namun juga memberikan sunber yang tidak pasti, ketiga,
kepariwisataan mengalami kekurangan sumber data yang seragam serta berkualitas.
Dalam menganalisis kompleksitas kepariwisataan di atas, Leiper (Marpaung,
2002), mengemukakan tiga elemen kepariwisataan, yaitu kegiatan wisatawan,
sektor-sektor industri dan letak geografis dari daerah tujuan wisata. Wisatawaan adalah
pelaku utama dalam sistem ini. Pariwisata merupakan suatu pengalaman manusia
yang menyenangkan dan membantu membuang rasa jenuh dari kehidupan sehari-hari
yang bersifat rutin dan membosankan. Industri pariwisata dipandang sebagai kegiatan
perusahaan dari organisasi yang menyangkut pengantar produk kepariwisataan.
Adapun yang termasuk dalam, industri pariwisata antara lain biro perjalanan wisata,
transportasi, hotel toko cindermata dan lain-lain. Sedangkan letak geografis daerah
tujuan wisata adalah akhir dari perjalanan wisata, di tempat di mana wisatawan
mengimplementasikan rencana dan tujuan utama dari perjalanan wisatanya.
Dalam sistem kepariwisataan, di dalamnya berlangsung penyelenggaraan
pariwisata yang memperlihatkan proses pergerakan wisata dari daerah asalnya
menuju daerah tujuan wisata. Sistem kepariwisataan merupakan keterkaitan antara
individu, perusahaan, organisasi, dan pengantar dari suatu kegiatan wisata. Namun
demikian menurut Siregar (2001), fenomena kebijakan pembangunan pariwisata yang
berlangsung selama ini ternyata lebih berorientasi pada aspek ekonomis sehingga
mengakibatkan pelestarian lingkungan seperti berkurangnya keanekaragaman hayati
terjadi sebagai akibat dari pembangunan sebagai sarana akomodasi, transportasi dan
(49)
Selain itu, pelaku pariwisata pada umumnya didominasi oleh pengusaha,
sedangkan penduduk lokal pada banyak kasus menjadi pihak yang menjual tanah
untuk kepentingan usaha dan kemudahan mereka termarjinalkan. Pada saat ini
berbagai masalah lingkungan telah muncul, seiring dengan menurunya kemampuan
dan kualitas lingkungan, kelangkaan sumber daya alam dan pencemaran yang terjadi
di mana-mana.
Menurut Soekadijo (2000), masalah pokok yang dihadapi umat manusia pada
pergantian abad ini adalah kepadatan (over population), kepunahan (extintacion),
menumpuknya limbah (accumulation waste) dan pemanasan global (global
warming). Keempatnya saling terkait dan penyebab utamanya adalah ulah manusia
yang rakus dalam penggunaan sumber daya alam. Pariwisata massal yang terjadi pada
dekade delapan puluhan telah terbukti menimbulkan kepunahan bagi beberapa
species hewan dan tumbuhan bahkan dampak perkembangaan pariwisata di suatu
lingkungan tertentu berpotensi menurunkan keberadaan sumber daya alam dan
mengancam kelestarian lingkungan.
Keadaan tersebut telah mendorong timbulnya kesadaran dari berbagai pihak
untuk mengembangkan pariwisata yang ramah terhadap lingkungan begitu juga
dengan masyarakat lokal. Mandat globalisasi memberikan sinyal bagi kegiatan
pariwisata yang berkelanjutan. Pariwisata berkelanjutan ini didefinisikan oleh World
Tourism Organization dalam Insula, (1996), sebagai berikut:
Guna memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan para wisatawan yang berkunjung perlu upaya perlindungan dan peningkatan peluang untuk masa depan. Hal ini dapat dilakukan melalui manajemen dari semua sumber daya
(50)
yang diatur sedemikian rupa sehingga sektor ekonomi, sosial, dan kebutuhan estetika dapat dipenuhi. Sementara di sisi lain, pemeliharaan integritas budaya, proses ekologi, keanekaragaman dan hidup biologi perlu diperhatikan untuk sistem pariwisata.
Perkembangan pariwisata Indonesia pada masa yang lalu lebih bersifat
ekstratif, kurang ramah lingkungan, dan tidak melibatkan masyarakat. Oleh karena
keberlanjutan program wisata masa lalu sangat dipertanyakan, karena hanya
menguntungkan sebagian orang. Sementara sumber daya alam seharusnya dipandang
sebagai aset pariwisata, sehingga pola pandang ini akan membawa pelaku masyarakat
menjadi sangat penting untiuk menunjang keberlanjutan program pariwisata.
Masyarakat yang terlibat sejak perencanaan dan implementasi diyakini menjadi salah
satu faktor penting untuk meminimumkan dampak serta pemeliharaan sumber daya
alam yang digunakan.
Pariwisata berkelanjutan menekankan tiga prinsip dasar, yaitu prinsip
konservasi, prinsip partisipasi masyarakat dan prinsip ekonomi. Ketiga prinsip ini
akan sangat berpengaruh kepada pengembangan lokasi dan objek wisata. Menurut
Pudjawati (1993) dalam dunia kepariwisataan, istilah objek wisata mempunyai
pengertian sebagai yang dapat menjadi daya tarik bagi seseorang atau calon
wisatawan untuk mau berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Daya tarik tersebut
antara lain dapat berupa:
1. Sumber daya tarik yang bersifat alamiah seperti iklim, pemandangan alam,
lingkungan hidup, fauna, flora, kawah, danau, sungai, karang dan ikan di bawah
(51)
2. Sumber-sumber daya tarik buatan manusia seperti sisa-sisa peradaban masa
lampau, monumen bersejarah, rumah peribadatan (pura, mesjid, candi, gereja),
museum, peralatan musik, tempat pemakaman dan sebagainya.
3. Sumber-sumbar daya tarik yang bersifat manusiawi, hal ini melekat pada
penduduk itu sendiri dalam bentuk warisan budaya, misalnya tarian, sandiwara,
drama, upacara-upacara ritual keagamaan maupun perkawinan serta upacara
memperingati peristiwa-peristiwa penting dan sebagainya.
Berdasarkan penggolongan obyek wisata seperti di atas, membuktikan bahwa
Indonesia memiliki banyak obyek wisata, ini berarti menjadi banyak pilihan bagi
wisatawan untuk menikmatinya, tinggal bagaimana masyarakat di lokasi obyek
wisata memperoleh manfaatnya. Serta yang lebih penting bagaimana masyarakat dan
pemerintah beserta seluruh stakeholders di bidang kepariwisataan dapat berperan
untuk memelihara dan melestarikan obyek wisata yang ada.
2.6. Masyarakat
Dalam pembangunan suatu daerah, masyarakat merupakan salah satu faktor
yang sangat penting, karena masyarakat merupakan pendorong terjadinya suatu
daerah tersebut untuk berkembang. Hal yang tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat
adalah salah satu penunjang kemajuan suatu daerah, karena tanpa dukungan dan
partisipasi masyarakat, maka mustahil pembangunan dapat dikembangkan.
Masyarakat yang memiliki pemikiran maju dapat mengembangkan
(52)
daerahnya memiliki keunggulan dalam berbagai bidang pembangunan daerah
tersebut.
2.7. Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dan
berkaitan dengan penelitian ini, yaitu:
Penelitian Sihaloho (2002), menganalisis tentang Pembentukan Kabupaten
Toba Samosir dalam Kaitannya dengan Pembangunan Wilayah (Studi Kasus Sub
Sektor Pariwisata) menunjukkan bahwa fasilitas angkutan kurang memadai, terlihat
dari segi kebersihan dan jumlah serta sarana prasarana jalan yang masih terbatas.
Pertambahan obyek wisata ternyata cukup kecil walaupun sebenarnya memiliki daya
tarik terhadap wisatawan, sedangkan dalam pembangunannya peran pihak swasta
masih sangat kecil. Kegiatan promosi wisata tidak dilakukan secara berkala, jumlah
biro perjalanan yang terbatas. Selanjutnya Anton menyimpulkan bahwa Kabupaten
Toba Samosir khususnya menyangkut pengembangan sub sektor pariwisata telah
memberikan kontribusi terhadap: (a). Peningkatan jalan dan jembatan,
(b). Memberikan bantuan terhadap pembangunan obyek wisata, (c). Melakukan
promosi wisata.
Penelitian Pardede (2006) tentang Analisis Sektor Pariwisata dalam Rangka
Pengembangan Ekonomi Wilayah di Kota Parapat, menyimpulkan bahwa terdapat
empat variabel bebas (akomodasi, transportasi, pelayanan dan harga). Secara parsial
(53)
domestik maupun mancanegara di lokasi obyek wisata Parapat, Danau Toba. Variabel
tersebut berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan pada taraf kepercayaan
99%, sedangkan sarana transportasi dan infrastruktur pendukung pada lokasi obyek
wisata berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan pada taraf kepercayaan
95%. Selanjutnya secara positif dan signifikan jumlah kunjungan wisatawan
berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan masyarakat yang bekerja dilokasi
obyek wisata dengan tingkat kepercayaan 99%, serta secara positif (99%) akan
mempengaruhi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Penelitian Mujiburrahman (2008) tentang Dampak Pemekaran Kabupaten
Aceh Timur (Kabupaten Induk) terhadap Pengembangan Wilayah, dalam penelitian
ini disimpulkan bahwa dengan pemekaran Kabupaten Aceh Timur mempunyai
dampak terhadap pengembangan wilayah, yaitu: Peningkatan sarana dan prasarana
daerah, pendapatan asli daerah, pelayanan publik, kesempatan kerja, serat
peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita di Kabupaten Aceh
Timur.
Penelitian Muzawwir (2008) tentang Analisis Kebijakan Pemekaran Wilayah
Kabupaten Batubara dalam Perpektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000,
dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa Pembentukan Batubara secara politis akan
meningkatkan porsi kekuasaan di daerah, pelayanan publik kepada masyarakat akan
lebih baik, upaya pengembangan potensi-potensi daerah akan dapat lebih
(54)
Penelitian Nuradi (2008) tentang Manfaat Pemekaran Daerah terhadap
Percepatan Pembangunan dan Peningkatan Masyarakat (Studi Kasus: Kabupaten
Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara), dalam penelitian ini disimpulkan bahwa
dengan pemekaran Kabupaten Serdang Bedagai secara signifikan bermanfaat secara
langsung pada percepatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan di Kabupaten
(55)
2.7. Kerangka Pikir
Untuk mempermudah pemahaman tentang konsep penelitian ini, maka dalam
kerangka pikir dapat dilihat konsepnya pada gambar sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Pemekaran Daerah terhadap Infrastruktur, Jumlah Objek Wisata dan Pendapatan Masyarakat
I
In
nf
fr
ra
ak
k
st
s
tr
r
uk
u
kt
tu
u
r
r
P
PEEMMEEKKAARRAANN DDAAEERRAAHH
J
J
um
u
ml
la
ah
h
O
Ob
bj
je
ek
k
W
Wi
is
sa
at
ta
a
Pengembangan Wilayah
P
Pe
en
nd
da
ap
pa
at
ta
an
n
M
(56)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif pemerintahan Kabupaten
Samosir yaitu Kecamatan Simanindo, Pangururan dan Sianjur Mula-mula. Pertimbangan
pemilihan lokasi penelitian ini adalah mengingat pada ketiga kecamatan itu merupakan lokasi
pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Samosir setelah pemekaran. Dalam hal ini,
Kecamatan Simanindo merupakan daerah tujuan wisata yang sudah berkembang yang
dikunjungi wisatawan mancanegara dan domestik. Kecamatan Pangururan merupakan
ibukota Kabupaten Samosir yang saat ini merupakan pusat pemerintahan dan lokasi
penginapan wisatawan domestik khususnya yang berurusan dengan birokrasi, bisnis dan
relasi pembangunan. Sedangkan Kecamatan Sianjur Mula-mula merupakan wilayah tujuan
wisata baru yang berkembang seiring partisipasi masyarakat dalam pembangun obyek wisata
tradisi dan monumen adat diantaranya lokasi Batu Hobon, Tugu Ompui Tatea Bulan, dan
lainnya.
3.2. Populasi dan Sampel
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh rumah tangga yang ada di 3
(tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Sianjur Mula-mula, Kecamatan Simanindo dan Kecamatan
Pangururan hingga tahun 2009. Dengan karakteristiknya sebagai wilayah objek wisata serta
lokasi pengembangan pariwisata di Kabupaten Samosir, maka jumlah populasi rumah tangga
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Kabupaten Samosir yang dimekarkan dari Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2003 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Serdang Bedagai telah menunjukkan adanya pengembangan maupun pembangunan infrastruktur kepariwisataan khususnya sarana dan prasarana menuju lokasi wisata. Berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa beberapa kondisi yang dapat digambarkan: (a) Perbaikan maupun pengembangan jalan provinsi dan jalan kabupaten yang menghubungkan antara lokasi-lokasi pariwisata telah mendapat pembenahan setelah pemekaran walaupun belum optimal (hotmix 116,20 km, aspal 544,08 km, kerikil 114,20 km, tanah 12,50 km. Sementara kondisi jalan adalah baik 327,47 km, sedang 175,41 km, rusak 47,12 km dan rusak berat 236,98 km) (b) Bertambahnya fasilitas penginapan seperti hotel, losmen dan penginapan lainnya yang berkembang dan tersebar pada seluruh kecamatan namun masih konsentrasi di Tuk-tuk, Kecamatan Simanindo = 76 unit dan Kecamatan Panguruan = 5 unit dan di Kecamatan Sianjur Mula-mula belum ada (c) Telah adanya biro perjalanan di Kabupaten Samosir yaitu tahun 2007 satu biro
(2)
di Kecamatan Simanindo yaitu di Tomok, Simanindo, Ambarita dan Tuk-tuk, Pangururan total 61 dermaga.
2. Dengan adanya pemekaran Kabupaten Samosir telah menunjukkan adanya pembangunan pada lokasi obyek-obyek wisata termasuk adanya obyek wisata baru: (a) Obyek wisata pasir putih yang juga menjadi salah satu tempat olahraga perlombaan volly pantai di Sumatera Utara bertempat di Parbaba Kecamatan Pangururan (b) Pembenahan lokasi air panas di Kecamatan Pangururan termasuk pembangunan jalan lingkar luar Danau Toba dari Pangururan menuju Silalahi Kabupaten Dairi, dan Tongging Kabupaten Karo. (c) Pembenahan hotel dan restoran baik yang dilakukan oleh investor lokal dan didukung oleh Pemerintah Kabupaten Samosir. (d) Pembenahan Sihulanti, Aek Siputudai, Batuhobon di Kecamatan Sianjur Mula-mula. Pembangunan dan pengembangan ini difasilitasi dengan dukungan program pembinaan oleh Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Samosir.
3. Pemekaran Kabupaten Samosir telah membawa perubahan tingkat pendapatan masyarakat dan menunjukkan adanya nilai balik (rate return) atau outcome dari proses pembangunan. Penelitian ini memperlihatkan bahwa 52% responden setuju bahwa dampak pemekaran Kabupaten Samosir mempengaruhi peningkatan penghasilannya, dari 93 persen responden yang mengalami peningkatkan pendapatannya pada 5 tahun terakhir. Perbedaan penghasilan masing-masing responden penelitian dengan menggunakan t test
(3)
dalam taraf signifikasi 95%, memperlihatkan bahwa interval perbedaan penghasilan adalah antara Rp. 510.581,170,- hingga Rp. 779.818,830,-, dengan nilai rata-rata Rp. 645.200,000,-. Nilai t hitung sebesar 9,510 yang lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel, maka tá/2,n-1 = 1,980. Karena itu
maka tolak Ho, dan terima Ha, sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan penghasilan responden penelitian yang diperbandingkan penghasilan sebelum dan sesudah pemekaran Kabupaten Samosir.
5.2. Saran
1. Pengembangan obyek wisata diharapkan menjadi prioritas pertama pemerintah samosir dengan tidak mengesampingkan sektor pertanian yang dikembangkan secara terarah dan permanen dan didukung pengaturan tata ruang Kabupaten Samosir khususnya dalam pembenahan infrastruktur parawisata maka perlu ditingkatkan kemitraan antara Pemerintah Kabupaten Samosir dan dukungan melalui Peraturan Daerah, sehingga pembangunan infrastruktur pariwisata lebih terarah.
2. Pembangunan obyek-obyek wisata Kabupaten Samosir sebaiknya dilakukan sesuai pengaturan tata ruang yang jelas yang bukan asal jadi serta perlu keterpaduan antara Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Samosir, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Samosir maupun instansi Kabupaten lainnya termasuk Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat
(4)
karena Kabupaten Samosir yang berada pada sekitar Danau Toba merupakan asset panorama alam dunia yang dikenal di mancanegara. Di samping itu perlu digalakkan promosi obyek wisata melalui agen perjalanan, pesta budaya yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal dan difasilitasi oleh pihak pemerintah dengan dukungan pihak swasta (investor). Dalam hal ini pemerintah kabupaten sebaiknya meningkatkan penyampaian informasi melalui media-media, dinas pariwisata, hotel, perusahan atau agen-agen perjalanan dan penyuluhan terhadap masyarakat. Publikasikan obyek wisata dan fasilitasnya dalam berbagai bentuk media digital dan tersebar secara meluas melalui website dan kertas publikasi agar dimanfaatkan sebagai referensi bagi wisatawan. Maka dengan cara tersebut segala informasi yang dimiliki oleh Kabupaten samosir dapat diketahui oleh seluruh kalangan masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri.
3. Dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat Kabupaten Samosir khususnya pada lokasi obyek-obyek wisata harus mendapat pembinaan dari pemerintah kabupaten secara rutin disertai dengan dukungan modal usaha baik dengan kelompok koperasi parawisata maupun dengan memberikan hibah kepada masyarakat Kabupaten Samosir sebagai stimulan permodalan yang pada akhirnya masyarakat semakin mandiri dalam berpartisipasi untuk pembangunan parawisata yang pada akhirnya dapat menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
APPSI. 2007. Jurnal Otonomi dan Pembangunan Daerah. Rakernas. Pontianak. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.
Jakarta.
Armida S. Alisjahbana. 2009. Makalah. Pengembangan Pariwisata Daerah
Memasuki Era Otonomi Daerah dan Desentralisasi.
(http://www.geocities.com/arief_anshory/phri, Pdf.); diakses September 2009.
A, Yoeti, Oka. 1980. Pemasaran Pariwisata. Penerbit Angkasa. Bandung.
Bappeda Kabupaten Samosir. 2007. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Samosir. Pangururan.
Biro Pusat Statistik. 2008. Samosir Dalam Angka. BPS Kabupaten Samosir.
Causey, Andrew. 2006. Danau Toba, Pertemuan Wisatawan dengan Suku Batak Toba di Pasar Souvenir. Bina Perintis. Medan.
Dagun, Save, M. 2005. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Lembaga Pengkajian Nusantara (LPKN). Jakarta.
Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke Aplikasi. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Damanik, Janianton dkk (ed.). 2005. Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata. Pusat Studi Pariwisata UGM. Yogyakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.
Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Samosir. 2008. Kepariwisataan Kabupaten Samosir. Pangururan.
Insula International Scientitic Council for Island Development). 1996. Piagam Pariwisata Bekelanjutan (Charter for Sustainable Tourism), Dalam World Conference on Sustainable Tourism.
(6)
Jurnal Otonomi Daerah. 2008. Tantangan Berat dalam Kehidupan Bangsa Kita, Vol. VIII No. 2 Agustus 2008. Jakarta.
Jurnal Otonomi Daerah. 2008. Mendayagunakan Porsi dan Peran Gubernur, Vol. VIII No. 3, September 2008. Jakarta.
Kreg Lindberg dan Donald E Hawkins. 1995. Ekoturisme: Petunjuk untuk Perencanaan dan Pengelolaan. The Ecotourism Society. North Benington. Vermont.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, (Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Airlangga. Jakarta.
Marpaung, Happy. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Alfabeta. Bandung.
Muhammad, Fadel. 2008. Reinventing Local Government, Pengalaman dari Daerah. PT. Gramedia. Jakarta.
Mujiburrahman. 2008. Dampak Pemekaran Aceh Timur (Kabupaten Induk) terhadap Pengembangan Wilayah. Tesis. Sekolah Pascasarjana, USU. Medan.
Muzawwir, Ahmad. 2008. Analisis Kebijakan Pemerataan Wilayah Kabupaten Batubara dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000. Tesis. Sekolah Pascasarjana, USU Medan.
Nugroho, Iwan dan Rokhmin Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah: Perspektif Ekonomi Sosial dan Lingkungan. LP3ES. Jakarta.
Pardede. 2006. Analisis Sektor Parawisata dalam Rangka Pengembangan Wilayah di Kota Parapat. Tesis. Sekolah Pascasarjana, USU. Medan.
Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Sekretariat Negara. Jakarta.
Pudjawati, Ratna., Yullia Himawati. 1990. Pariwisata Citra dan Manfaatnya. Bina Rena Parawira. Jakarta.
Rasyid, Ryaas. 1998. Desentralisasi dalam Rangka Menunjang Pembangunan Daerah dalam Pembangunan Administrasi Indonesia. LP3ES. Jakarta. Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi. 2004. Metode Penelitian Survey. LP3ES.