BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Desain Pondasi Telapak dan Evaluasi Penurunan Pondasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian Tanah Secara Umum Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefenisikan sebagai

  material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Material ini berasal dari hasil pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali dipengaruhi oleh sifat batuan induk yang merupakan material asalnya, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut.

  Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, disamping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah.

II.1.1. Klasifikasi Tanah

  Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa kedalam kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat- sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci.

  Pada umumnya, tanah diklasifikasikan sebagai tanah yang kohesif dan tidak kohesif atau sebagai tanah yang berbutir kasar dan halus. Beberapa macam sistem klasifikasi tanah:

  II.1.2. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur

  Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan yang dipengaruhi oleh tiap-tiap butir yang ada didalam tanah. Klasifikasi sistem tekstur ini dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat ( U.S Departement of Agriculture ). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah seperti yang diterangkan pada Pasir: butiran dengan diameter 2,0 sampai 0,05 mm.

  Lanau: butiran dengan diameter 0,05 sampai 0,02 mm. Lempung: butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm.

  II.1.3. Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah (Unified Soil Classification System)

  Sistem klasifikasi unified mengelompokkan tanah kedalam 2 kelompok besar:

  • Tanah berbutir kasar ( coarse-grained-soil ), yaitu: tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200. symbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S.G adalah untuk kerikil ( gravel ) atau tanah berkerikil dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
  • Tanah berbutir halus ( fine-grained-soil ), yaitu tanah dimana lebih dari

  50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200 simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau organic dan lempung organic.

  II.1.4. Sistem Klasifikasi AASHTO

  Sistem klasifikasi ini didasarkan pada criteria: • Ukuran butir.

  Kerikil: bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm. Dan tertahan pada ayakan No.20 (2 mm). Pasir bagian tanah yang lolos ayakan No.10 dan tertahan pada ayakan No.200. Lanau dan lempung bagian tanah yang lolos ayakan No.200.

  • Plastisitas Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas ( PI ) sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.

  II.2. Pengertian Umum Pondasi

  Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefinisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah atau batuan yang berada dibawahnya.

  Persyaratan yang menjadi pertimbangan dalam mendesain pondasi adalah sebagai berikut: a.

  Pondasi harus cukup kuat untuk mencegah penurunan (settlement) dan perputaran (rotasi) yang berlebihan. (lihat Gambar 2.1 dan Gambar 2.2) s = besar penurunan

Gambar 2.1. Penurunan Pondasi

  θ = perputaran sudut

Gambar 2.2. Perputaran Pondasi b.

  Tidak terjadi penurunan setempat yang terlalu besar bila dibandingkan dengan penurunan pondasi didekatnya (lihat Gambar 2.3)

Gambar 2.3. Sloof patah karena penurunan pondasi kiri terlalu kecil.

  c.

  Cukup aman terhadap bahaya longsor. (lihat Gambar 2.4)

Gambar 2.4. Bahaya longsor pondasi d.

  Cukup aman terhadap bahaya guling (lihat Gambar 2.5)

Gambar 2.5. Bangunan terguling oleh beban gempa e.

  Pondasi aman terhadap bahan-bahan reaktif (awet), tidak boleh retak dan tidak boleh melentur berlebihan. f.

  Pondasi ekonomis baik tinjauan struktur maupun pelaksanaan.

  g.

  Pondasi ramah lingkungan.

  h.

  Pondasi fleksibel terhadap kondisi sekitar (perencana harus meninjau kondisi lapangan sebelum mendesain pondasi).

  Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung secara langsung, seperti: pondasi telapak, pondasi memanjang, dan pondasi rakit. Pondasi dalam didefenisikan sebagai pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan, contohnya pondasi sumuran dan pondasi tiang.

  • Pondasi telapak adalah pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom.
  • Pondasi memanjang adalah pondasi yang digunakan untuk mendukung dinding memanjang atau digunakan untuk mendukung sederetan kolom- kolom yang berjarak sangat dekat, sehingga bila dipakai pondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.
  • Pondasi rakit adalah pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak, atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya sehingga bila dipakai pondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.

  • Pondasi sumuran atau kaison merupakan bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam.

  Macam-macam tipe pondasi: a.

  Pondasi memanjang.

  b.

  Pondasi telapak.

  c.

  Pondasi sumuran.

  d.

  Pondasi tiang.

  (a) (b) (c)

  (d) (e)

Gambar 2.6. Macam-macam tipe pondasi: (a) pondasi memanjang, (b) pondasi telapak, (c) pondasi rakit, (d) pondasi sumuran, (e) pondasi tiang

  (Hardiyatmo, 1996)

  II.3. Daya Dukung Tanah untuk Pondasi Dangkal

  II.3.1 Tipe Keruntuhan Pondasi

Gambar 2.7. Fase-fase keruntuhan pondasi (Hardiyatmo, 1996)

  1.Keruntuhan geser umum

Gambar 2.8. Keruntuhan geser umum pondasi

  2.Keruntuhan geser lokal

Gambar 2.9 Keruntuhan geser lokal

  3.Keruntuhan penetrasi

Gambar 2.10. Keruntuhan geser penetrasi

  Menurut Conduto (1994) : • Pondasi pada pasir padat cenderung runtuh pada keruntuhan geser umum.

  Dalam hal ini, pasir padat adalah pasir yang mempunyai keruntuhan relatif Dr > 67%.

  • Pondasi pada pasir tidak padat sampai pada kepadatan sedang ( 30% < Dr < 67% ), cenderung runtuh pada keruntuhan geser local.
  • Pondasi pada pasir sangat longgar ( Dr < 30% ), runtuh menurut model keruntuhan penetrasi.

  II.3.2. Teori Daya Dukung Tanah

  Analisis daya dukung tanah mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban pondasi dari struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah di sepanjang bidang-bidang gesernya.

  Persyaratan yang harus dipenuhi dalam perancangan pondasi:

  • Factor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah harus dipenuhi. Dalam hitungan kapasitas daya dukung, umumnya digunakan factor aman 3.
  • Penurunan pondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan. Analisis-analisis kapasitas daya dukung, dilakukan dengan cara pendekatan untuk memudahkan hitungan. Persamaan-persamaan yang dibuat, dikaitkan dengan sifat-sifat tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat keruntuhan. Analisisnya, dilakukan dengan menganggap bahwa tanah berkelakuan sebagai bahan yang bersifat plastis. Konsep ini pertama kali dikenalkan oleh Prandtl (1921), yang kemudian dikembangkan oleh Terzaghi (1943), Meyerhof (1955), De Beer dan Vesic (1958) dan lain-lainnya.

  II.3.3. Analisis Daya Dukung Terzaghi

  Terzaghi (1943) melakukan analisis kapasitas daya dukung tanah dengan beberapa anggapan, sebagai berikut:

  • Pondasi berbentuk memanjang tak terhingga
  • Tanah di bawah dasar pondasi homogen
  • Berat tanah di atas dasar pondasi digantikan dengan beban terbagi rata sebesar p = D adalah kedalaman dasar pondasi dan

  o f f

  , dengan D adalah berat volume tanah di atas dasar pondasi.

  • Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diabaikan
  • Dasar pondasi kasar
  • Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linear
  • Baji tanah yang berbentuk di dasar pondasi dalam kedudukan elastic dan bergerak sama-sama dengan dasar pondasi.
  • Pertemuan antara sisi baji dan dasar pondasi membentuk sudut sebesar sudut gesek dalam tanah • Berlaku prinsip superposisi.

  Superposisi yang didapat dari penurunan rumus yaitu jika pengaruh- pengaruh kohesi, beban terbagi rata, dan berat volume tanah, semua diperhitungkan, maka akan diperoleh:

  • q = q + q

  (2.1)

  u c q

  Dari sini diperoleh persamaan umum kapasitas daya dukung Terzaghi untuk pondasi memanjang:

  q = + 0,5 (2.2) u

  • dengan:

  B

  

q u = kapasitas daya dukung ultimit untuk pondasi memanjang

  2

  (kN/m )

  2 c = kohesi (kN/m ) D = kedalaman pondasi (m) f

  = berat volume tanah (m)

  2 = D

  )

  f

   = tekanan overburden pada dasar pondasi (kN/m Persamaan (2.2) diturunkan dengan anggapan bahwa jenis keruntuhan tanah di bawah pondasi adalah keruntuhan geser menyeluruh (general shear failure). Untuk kondisi keruntuhan geser setempat (local shear failure) kita dapat menganggap bahwa:

  2 c’ = c

  (2.3)

  3

  2

  tan tan (2.4)

   =

3 Persamaan umum untuk daya dukung ultimit pada pondasi memanjang pada

  kondisi keruntuhan geser local, dinyatakan oleh:

  2 q u = (2.5)

  ′ + ′ + 0,5 B

3 Nilai-nilai factor-faktor kapasitas daya dukung , , dan

  ′ , ′ , ′ dapat dilihat pada Gambar 2.11, Gambar 2.12 dan Tabel 2.1.

Gambar 2.11. Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser menyeluruh menurut

  Terzaghi (Braja M.Das, 1994)

Gambar 2.12 Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser setempat menurut

  Terzaghi (Braja M. Das, 1994)

Tabel 2.1 Nilai-nilai faktor kapasitas dukung Terzaghi (Hardiyatmo,1994)

  a. Pengaruh bentuk pondasi

  Persamaan kapasitas daya dukung di atas hanya berlaku untuk menghitung kapasitas daya dukung ultimit pondasi memanjang. Untuk pondasi yang lain Terzaghi memberikan pengaruh factor bentuk terhadap kapasitas daya dukung sebagai berikut: i.

  Pondasi bujur sangkar:

  • q u = 1,3 + 0,4 (2.6)

  B ii. Pondasi lingkaran:

  • q u = 1,3 + 0,3 (2.7)

  B iii. Pondasi empat persegi panjang

  q u = (1+0,3B/L) + + 0,5 (1- 0,2B/L) (2.8)

  B dengan: B = lebar atau diameter pondasi (m) L = panjang pondasi (m)

  b. Pengaruh muka air tanah

  1) Keadaan I (Gambar 2-12a): Apabila permukaan air tanah terletak pada jarak D di atas dasar pondasi, harga q dalam suku kedua dari persamaan daya dukung harus dihitung sebagai berikut:

  

= + f - D) (2.9)

   (D dengan

  ′

  = = berat volume efektif tanah. Demikian − juga, berat volume tanah yang ada dalam suku ketiga persamaan

  ′ daya dukung harus diganti dengan . Gambar 2-12a Keadaan I 2)

  Keadaan II (Gambar 2-12b): Apabila permukaan air tanah berada tepat di dasar pondasi, maka harga akan sama dengan .

  f

  D Akan tetapi, berat volume

  , dalam suku ketiga dari persamaan daya dukung harus diganti dengan ′.

  Gambar 2-12b Keadaan II 3)

  Keadaan III (Gambar 2-12c): Apabila permukaan air tanah berada pada kedalaman D di bawah dasar pondasi, maka = f .

  D Besaran dalam suku ketiga dari persamaan daya dukung harus diganti dengan rata-rata .

  1 ′

  rata-rata = (

  • [

  − )] (untuk DB) (2.10)

  rata-rata = (untuk D > B) (2.11)

  Gambar 2-12c. Keadaan III c.

  Definisi-definisi dalam perancangan pondasi

  • Tekanan overburden total (total overburden pressure), p adalah intensitas tekanan total yang terdiri dari berat maksimal di atas dasar fondasi total, yaitu berat tanah dan air sebelum pondasi dibangun.

  un )

  • Kapasitas dukung ultimit neto (net ultimate bearing capacity) (q adalah nilai intensitas beban pondasi saat tanah akan mengalami keruntuhan geser, yang secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan:

  q un = q u - D f

  (2.12) Dari persamaan (2.2), kapasitas dukung ultimit neto menjadi:

  q u = + D f

  (2.13) ( − 1) + 0,5 B

  • Tekanan pondasi total (total foundation pressure) atau intensitas pembebanan kotor (q), adalah intensitas tekanan total pada tanah di dasar pondasi, sesudah struktur selesai dibangun dengan pembebanan penuh. Beban-beban termasuk berat pondasi, berat
struktur atas, dan berat tanah urug termasuk air di atas dasar pondasi.

  n untuk suatu

  • Tekanan pondasi neto (net foundation pressure), q pondasi tertentu adalah tambahan tekanan pada dasar pondasi, akibat beban hidup dan beban mati dari strukturnya. Secara umum dapat dinyatakan oleh persamaan:

  q n q = q - D

  (2.14)

  n f a adalah

  • Kapasitas daya dukung izin (allowable bearing capacity), q tekanan pondasi maksimum yang dapat dibebankan pada tanah, sedemikian hingga kedua persyaratan keamanan terhadap kapasitas dukung dan penurunan terpenuhi.
  • Faktor aman ( F ) dalam tinjauan kapasitas dukung ultimit neto, didefinisikan sebagai:

  − F = =

  (2.15)

  −

  • Dari persamaan (2.15), untuk factor aman F tertentu yang sesuai, kapasitas daya dukung aman (safe bearing capacity) q ,

  s

  didefinisikan sebagai tekanan pondasi total ke dalam tanah maksimum yang tidak mengakibatkan resiko keruntuhan kapasitas dukung, yaitu:

  q s = + D f (2.16)

  jadi untuk Persamaan (2.2), kapasitas daya dukung aman pondasi memanjang dinyatakan oleh:

  1 q s =

  (2.17) � ( − 1) + 0,5 � +

  II.4. Penurunan Pondasi Dangkal

  Penurunan adalah gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Beban yang ada diatas tanah, seperti timbunan, bangunan gedung, jembatan dan lain-lain menyebabkan terjadi penurunan tanah. Penurunan disebabkan oleh:

  • Deformasi partikel tanah
  • Relokasi partikel tanah • Keluarnya air dari rongga pori, dank arena hal lain.

  Penurunan pondasi dapat dibagi menjadi 3 komponen, yaitu: penurunan segera, penurunan konsolidasi primer, dan penurunan konsolidasi sekunder. Penurunan total adalah jumlah dari 3 komponen tersebut, dalam persamaan:

  S t = S i + S c + S s (2.18) dengan: S = penurunan total

  t

  S i = penurunan segera S c = penurunan konsolidasi primer S s = penurunan konsolidasi sekunder

  II.4.1. Penurunan elastic atau penurunan segera

  Adalah penurunan yang terjadi begitu bangunan bekerja atau dilaksanakan, biasanya terjadi sekitar 0 (nol) sampai kurang dari 7 (tujuh) hari dan biasanya terjadi pada tanah-tanah berbutir kasar dan tanah-tanah berbutir halus yang tidak jenuh, lanau, pasir, tanah liat, yang mempunyai derajat kejenuhan (Sr %) < 90 %. Penurunan ini dihasilkan oleh distorsi masa tanah yang tertekan, dan terjadi pada volume konstan.

Gambar 2.13. Penurunan elastik tanah

II.4.2. Penurunan Konsolidasi (Consolidation settlement)

  Penurunan konsolidasi adalah penurunan diakibatkan keluarnya air dari dalam pori tanah akibat beban yang bekerja pada pondasi yang besarnya ditentukan oleh waktu pembebanan dan terjadi pada tanah jenuh (Sr = 100%) atau mendekati jenuh (Sr = 90% sampai 100%) atau tanah berbutir halus yang

  • 6

  mempunyai harga K m/s. Penurunan konsolidasi terdiri dari 2 tahap, yaitu ≤ 10 tahap konsolidasi primer dan tahap penurunan konsolidasi sekunder. Penurunan konsolidasi primer adalah penurunan yang terjadi sebagai hasil dari pengurangan volume tanah akibat aliran air meninggalkan zona tertekan yang diikuti oleh pengurangan kelebihan tekanan air pori. Penurunan konsolidasi sekunder adalah penurunan yang tergantung dari waktu juga, namun terjadi setelah konsolidasi primer selesai, dimana tegangan efektif akibat pembebanan telah konstan. Besar penurunan tergantung dari karakteristik tanah dan penyebaran tekanan pondasi ke tanah bawahnya.

II.5. Distribusi tegangan dalam tanah

  Pertimbangan pertama dalam menghitung penurunan adalah penyebaran dan sifat-sifat tanah. Tekanan yang terjadi pada bidang kontak antar dasar pondasi dan tanah disebut tekanan sentuh atau tekanan kontak. Besarnya intensitas tekanan akibat beban pondasi ke tanah bawahnya, semakin ke bawah semakin berkurang.

  Distribusi tekanan sentuh dapat dilihat seperti gambar:

Gambar 2.14 Distribusi tegangan dalam tanah (Hardiyatmo, 1996) a.

  Pondasi kaku pada tanah lempung b. Pondasi kaku pada tanah pasir dan kerikil c. Pondasi kaku pada campuran lempung dan pasir d. Pondasi fleksibel pada tanah lempung Tegangan dalam tanah yang timbul akibat adanya beban dipermukaan tanah yang dinyatakan dalam istilah tambahan tegangan, karena sebelum dibebani, tanah sudah mengalami tekanan akibat berat sendirinya yang disebut overburden. Analisis tegangan di dalam tanah didasarkan pada anggapan bahwa tanah bersifat elastic, homogen, isotropis dan terdapat hubungan linear antara tegangan dan regangan. Dalam analisisnya, regangan volumetric pada bahan yang bersifat elastic dinyatakan oleh persamaan:

  1 ∆ −2

  • =

  (2.19) � � dengan:

  ∆ = perubahan volume V = volume awal = angka poisson E = modulus elastisitas

  , , = tegangan-tegangan dalam tanah

II.5.1. Beban titik

  Boussinesq memberikan persamaan pengaruh penyebaran beban akibat pengaruh beban titik di permukaan. Tambahan tegangan vertical akibat beban titik ( ) pada suatu titik di dalam tanah akibat beban titik Q di permukaan

  ∆ dinyatakan oleh persamaan:

  5/2

  3

  1

  = (2.20)

  ∆ 2 � 2 �

  2 1+(

  • )

  dengan: = tambahan tegangan vertical

  ∆ z = kedalaman titik yang ditinjau r = jarak horizontal titik di dalam tanah terhadap garis kerja beban Jika faktor pengaruh untuk beban titik didefinisikan sebagai:

  5/2

  3

1 I =

  (2.21) � 2 �

  2 1+(

  • )

  Maka: = . I

  (2.22) ∆ 2 Gambar 2.15 Tambahan tegangan vertikal akibat beban titik. (Hardiyatmo, 1996)

Gambar 2.16 Faktor pengaruh ( I ) akibat beban titik, didasarkan teori

  Boussinesq. (Hardiyatmo, 1996)

  II.5.2. Beban terbagi rata berbentuk lajur memanjang

Gambar 2.17 Tegangan akibat beban terbagi rata berbentuk lajur memanjang

  (Hardiyatmo, 1996) Tambahan tegangan vertikal pada titik A didalam tanah akibat beban terbagi rata

  = ( (2.23)

  ∆ + sin cos 2 ) Dengan dan dalam radian. Isobar yang menunjukkan tempat kedudukan titik- titik yang mempunyai tegangan vertical yang sama oleh akibat beban berbentuk lajur memanjang.

  II.5.3. Beban terbagi rata berbentuk empat persegi panjang

Gambar 2.18 Tegangan di bawah beban terbagi rata berbentuk empat persegi panjang (Hardiyatmo, 1996)

  Tambahan tegangan vertical akibat beban terbagi rata fleksibel berbentuk empat persegi panjang, dengan ukuran panjang L dan lebar B, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari penjabaran persamaan Boussinesq, sebagai berikut:

  = qI (2.24)

  ∆

  2 2 1/2

  2

  2

  2 2 1/2 1 ( +2) 2 +1)

  • I =

  2 + + +1) ( (

  (2.25)

  • +

    2

  � tan �

  2

  2

  2

  2

  2

  2

  2

  2

  2

  4

  • 1+ +1 +1 −

Gambar 2.19 Isobar tegangan untuk beban terbagi rata berbentuk lajur memanjang dan bujur sangkar teori Boussinesq (Hrdiyatmo, 1996)

II.5.4. Beban terbagi rata berbentuk lingkaran

  Tambahan tegangan vertikal di bawah luasan fleksibel berbentuk lingkaran yang mendukung beban terbagi rata, pada kedalaman tertentu diperlihatkan pada:

Gambar 2.20 Tegangan di bawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran fleksibel

  Persamaan tambahan tegangan vertikal di bawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran fleksibel:

  1 = q.

  (2.26) �1 − 2 3/2 �

  (1+( )

  • )

  Dapat dinyatakan dalam bentuk: = qI

  ∆ Dengan:

1 I =

  (2.27) �1 − 2 3/2 �

  (1+( )

  • )

  Grafik faktor pengaruh I untuk tambahan tegangan vertikal pada sembarang titik dibawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran fleksibel: rata berbentuk lingkaran fleksibel (Hardiyatmo, 1996)

  II.5.5. Beban terbagi rata luasan fleksibel berbentuk tak teratur

  Newmark memberikan cara menghitung tambahan tegangan vertikal di dalam tanah akibat luasan fleksibel berbentuk tak teratur yang mendukung beban terbagi rata.

  −2/3 ∆

  = (2.28)

  ��1 − � − 1

  II.5.6. Metode penyebaran 2V:1H

  Dalam cara ini, beban pondasi Q dianggap didukung oleh pyramid yang mempunyai kemiringan sisi 2V:1H. Dengan cara ini, panjang dan lebarnya bertambah 1 meter untuk tiap penambahan kedalaman 1 meter. Untuk pondasi empat persegi panjang:

Gambar 2.22 Penyebaran tegangan 2V:1H (Hardiyatmo, 1996)

  = (2.29)

  ∆

  (

  • )( + )

  dimana: = tambahan tegangan vertical pada kedalaman z

  ∆ q = tekanan terbagi rata L = panjang luasan beban B = lebar luasan beban Z = kedalaman

II.6. Konsolidasi dan Penurunan

  Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan isi tanah jenuh secara perlahan-lahan dengan permeabilitas rendah akibat keluarnya air pori. Proses tersebut berlangsung terus sampai kelebihan tekanan air pori yang disebabkan oleh kenaikan tegangan total telah benar-benar hilang.

  Pada umumnya konsolidasi ini akan berlangsung satu jurusan saja, yaitu jurusan vertikal karena lapisan yang terkena tambahan beban itu tidak dapat bergerak dalam jurusan mendatar (ditahan oleh tanah disekelilingnya). Dalam keadaan ini, pengaliran air akan berjalan terutama dalam arah vertikal saja yang disebut konsolidasi satu arah (one dimensional consolidation). Pada waktu konsolidasi berlangsung, maka konstruksi di atas lapisan tanah tersebut akan menurun.

2.6.1. Teori Terzaghi Konsolidasi satu arah

  Terzaghi membuat anggapan-anggapan sebagai berikut: 1. Tanah merupakan tanah homogen dan akan tetap jenuh (Sr = 100%) 2. Air dan butir-butir tanah tidak dapat dimampatkan (incompressible) 3. Terdapat hubungan linear antara tekanan yang bekerja dan perubahan isi 4. Koefisien permeabilitas (K) tetap selama konsolidasi 5. Hukum Darcy berlaku ( v = K.i ) 6. Terdapat suhu yang tetap 7. Konsolidasi merupakan konsolidasi satu matra (vertical), sehingga tidak terdapat airan lateral ataupun pergerakan tanah

8. Contoh tanah merupakan contoh tanah asli/tidak terganggu

  Perhitungan konsolidasi primer dihitung dengan persamaan: S =

  1+ log

  (2.30) dimana: S = besar penurunan Cc = indeks pemampatan Po = tegangan vertikal efektif pada kedalaman yang ditinjau ∆ = tambahan tegangan vertical pada kedalaman yang ditinjau H = tebal lapisan tanah yang ditinjau e o = angka pori awal

  II.6.2. Perhitungan Penurunan Konsolidasi dengan Metode Sub Layer

  Tanah liat memiliki daya dukung yang kecil, bersifat kompresibel, memiliki koefisien permeabilitas yang kecil dan memiliki angka pori yang besar.

  Untuk itu, dalam perencanaan pondasi diatasnya diperlukan ketelitian termasuk dapat diperoleh dari integrasi regangan vertikal sepanjang kedalaman dari lapisan tanah yang kompresibel. Dengan metode one-point, integrasi ini hanya dilihat di pertengahan lapisan tanah saja tanpa memperhatikan distribusi tegangannya sehingga dapat menimbulkan ketidaktelitian. Metode sub-layer adalah metode perhitungan penurunan konsolidasi dengan memperhatikan distribusi tegangan tanah sepanjang kedalaman jumlah lapisan yang ditinjau.

  II.7. Penelitian tentang evaluasi penurunan tanah liat dengan Metode Sub- Layer

  Penelitian untuk mengevaluasi metode perhitungan penurunan tanah liat dengan metode sub-layer sudah pernah dikerjakan oleh dosen bersama dengan alumni Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Petra.

  Penelitian tersebut mengemukakan metode sub-layer untuk menghitung penurunan akibat konsolidasi. Metode dalam penelitian tersebut mengasumsikan bahwa satu lapisan tanah liat terdiri dari beberapa lapisan tipis (sub-layer) dan perhitungan penurunannya dilakukan pada lapisan tersebut. Hasil perhitungan dengan metode sub-layer tersebut dibandingkan dengan penurunan yang diperoleh dari tiga percobaan pada model pondasi dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar 10 cm, yang diletakkan di atas lapisan tanah liat. Ketebalan lapisan yang dipakai adalah 24 cm, 39 cm, dan 50 cm. metode sub-layer selalu lebih besar dari penurunan yang dihitung dengan metode one-point dan lebih mendekati penurunan hasil percobaan.

II.8. Pondasi Telapak

  Secara garis besar, pondasi telapak dapat dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu: 1. Pondasi telapak dinding

  Pondasi dinding sering juga disebut pondasi lajur. Pondasi ini bertugas mendukung dinding, baik yang menumpu secara konsentris ataupun tidak (lihat Gambar 2.23). Pelimpahan beban kepada pondasi telapak dinding pada umumnya konsentris, kecuali pondasi untuk dinding penahan tanah.

Gambar 2.23 Pondasi Telapak dinding 2.

  Pondasi telapak tunggal Pondasi telapak tunggal sering disebut dengan fondasi kolom tunggal, artinya setiap kolom mempunyai pondasi sendiri-sendiri. Untuk menjamin keseimbangan dan efisiensi umumnya pondasi telapak tunggal dapat berbentuk bujur sangkar, lingkaran, dan persegi panjang (lihat Gambar 2.24).

Gambar 2.24. Fondasi Telapak Tunggal 3.

  Pondasi telapak gabungan

  Jika letak kolom relatif dekat, fondasinya digabung menjadi satu. Pondasi ini memikul beban-beban melalui dua atau lebih kolom-kolom. Bentuk atau tipe pondasi berupa persegi panjang atau trapezium atau kantilever (lihat Gambar 2.25).

Gambar 2.25. Pondasi Telapak gabungan 4.

  Pondasi telapak menerus Jika letak kolom berdekatan dan daya dukung tanah relatif kecil, lebih baik dibuat pondasi telapak menerus. Agar kedudukan kolom lebih kokoh dan kuat, maka antara kolom satu dengan yang lainnya dijepit oleh balok sloof. Balok sloof dicor bersamaan dengan pondasi. (lihat Gambar 2.26)

Gambar 2.26. Pondasi Telapak menerus

5. Pondasi mat

  Pondasi mat sering juga disebut fondasi pelat, dipasang di bawah seluruh bangunan, dengan telapak sangat luas dan mendukung semua kolom dan dinding struktur bangunan. Umumnya digunakan apabila bangunan harus didirikan di atas tanah dasar lembek atau dengan kata lain karena daya dukung tanahnya sangat kecil. (lihat Gambar 2.27)

Gambar 2.27. Fondasi mat

  Pondasi yang akan dibahas pada Tugas Akhir ini adalah pondasi telapak tunggal yang berbentuk bujur sangkar.

II.9. Pondasi Telapak Bujur Sangkar ( Square Footing )

  Jenis pondasi yang juga dinamakan pondasi telapak terpisah ini mungkin merupakan jenis yang sering dipakai, karena paling sederhana dan ekonomis dibandingkan berbagai jenis pondasi lainnya. Pada dasarnya pondasi tersebut berupa suatu plat yang langsung menyangga sebuah kolom.

  Dalam menyangga beban konsentris, pondasi telapak berlaku dan diperhitungkan sebagai struktur kantilever dua arah (x dan y) dengan beban tekanan arah ke atas pada telapak pondasi. Tegangan tarik terjadi pada kedua arah di bagian bawah pondasi telapak. Pondasi ditulangi dengan dua lapis batang baja yang saling tegak lurus dan arahnya sejajar dengan tepi pondasi. Luas bidang singgung antara pondasi dan tanah yang diperlukan dan merupakan fungsi dari tekanan tanah ijin dan beban dari kolom.

II.9.1. Kuat Geser

  Karena pondasi telapak bekerja ke arah x dan y, perhitungan kuat gesernya sumbu) dan kuat geser balok (geser satu sumbu). Pada umumnya, tebal pondasi yang diperlukan ditentukan berdasarkan pada syarat kuat geser yang harus dipenuhi. Gaya geser dua arah sumbu disebut juga sebagai geser pons, karena kolom atau umpak pedestal cenderung untuk mendesak melobangi plat tempat fondasi yang mengakibatkan timbulnya tegangan di sepanjang keliling kolom atau umpak pedestal.

  Beberapa percobaan membuktikan bentuk kegagalan kuat geser pons berupa retakan membentuk piramida terpancung me-lebar ke bawah. Sesuai dengan SK SNI 03-2847-2002 Sub-Pasal 13.12.1.2, aksi dua arah dimana masing- masing penampang kritis yang akan ditinjau haruslah ditempatkan sedemikian hingga perimeter b o adalah minimum, tetapi tidak perlu lebih dekat daripada jarak d/2 ke:

  (a) Tepi atau sudut kolom, beban terpusat atau daerah reaksi, atau

  (b) Lokasi perubahan ketebalan pelat seperti pada tepi kepala kolom atau tepi daerah penebalan pelat.

  Perencanaan fondasi yang bekerja pada dua arah didasarkan pada nilai kuat geser V yang ditentukan tidak boleh lebih besar dari V kecuali apabila

  n c

  dipasang tulangan geser. Dari ketentuan SK SNI 03-2847-2002 Sub- Pasal13.12.2.1, untuk fondasi telapak non-prategang, nilai V c harus diambil sebagai nilai terkecil dari persamaan-persamaan berikut:

  2 � ′

  V =

  c

  �1 + � � � Pers.(78) SK SNI 03-2847- 2002 (Pasal

  6

  13.12.2.1(a)) (2.31)

  � ′ Vc = + 2 Pers.(79) SK SNI 03-2847- 2002 (Pasal

  � �

  12

  13.12.2.1(b)) (2.32)

1 Vc = Pers.(80) SK SNI 03-2847- 2002 (Pasal

  � ′

  3

  13.12.2.1(c)) (2.34) dimana, = rasio sisi panjang terhadap sisi pendek dari beban terpusat yang bekerja atau bidang reaksi. = panjang keliling penampang kritis geser dua arah yang bekerja pada fondasi telapak.

  = nilainya adalah 40 untuk kolom interior, 30 untuk kolom tepi, 20 untuk kolom sudut.

  Penggunaan penulangan geser di dalam pondasi tidak disarankan karena tidak praktis, terutama berkaitan dengan kesulitan pemasangan di samping lebih praktis untuk menambah ketebalan pondasi sedikit saja. Oleh karena itu, umumnya perencanaan kuat geser pondasi telapak disarankan sepenuhnya pada kuat geser beton saja. Perilaku pondasi telapak yang bekerja pada satu arah dapat disamakan dengan balok atau plat penulangan satu arah. Sesuai dengan SK SNI 03-2847-2002 Pasal 13.12.1.1, ditentukan bahwa penampang kritis geser satu arah pada pondasi adalah bidang vertikal memotong lebar di tempat yang berjarak sama dengan tinggi efektif dari muka beban terpusat atau bidang reaksi. Sama seperti halnya pada balok atau plat dengan penulangan satu arah, kuat geser beton pada pondasi telapak diperhitungan sebagai berikut:

  1 V c = d (2.35)

  � � ′ �

  6 Untuk kedua kuat jenis kuat geser pada pondasi tersebut, apabila untuk keduanya

  tanpa penulangan geser, sebagai dasar perencanaan kuat geser adalah V

  u n

  ≤ ϕ V dimana V n = V c .

II.9.2. Momen dan penyaluran batang tulangan

  Penentuan ukuran dan jarak spasi tulangan baja terutama merupakan fungsi momen lentur yang timbul akibat tekanan tanah ke atas (setelah dikurangi dengan berat plat fondasi. Plat pondasi telapak berlaku sebagai balok kantilever pada dua arah dengan beban tekanan tanah arah ke atas. Untuk menentukan letak pangkal jepit kantilever atau penampang kritis momen lentur, sesuai dengan ketentuan dalam SK SNI 03-2847-2002 Pasal 17.4.2 ditetapkan sebagai berikut:

  1.Untuk pondasi yang menopang kolom atau pedestal adalah pada muka kolom atau pedestal.

  2.Untuk pondasi yang menopang kolom dengan dengan menggunakan umpak plat baja adalah setengah dari jarak yang diukur dari bagian tengah muka kolom ke tepi pelat baja.

II.9.3. Pelimpahan beban dari kolom ke pondasi

  Semua beban yang disangga oleh kolom (termasuk berat sendiri kolom) dilimpahkan ke pondasi melalui umpak pedestal (bila ada) berupa desakan dari beton dan tulangan baja. Seperti yang diarahkan oleh SK SNI 03-2847-2002 Pasal 12.17.1, kuat tumpuan rencana pada beton tidak boleh melebihi c A 1 ).

  ϕ (0,85 f’

  Apabila bidang tumpuan lebih luas atau lebih panjang baik ke arah panjang maupun lebarnya terhadap bidang yang bertumpu, perencanaan kuat tumpuan untuk bidang yang bertumpu dikalikan dengan:

  2 �

  1

  dimana, A

  1 = luas maksimum bagian bidang tumpuan yang secara

  geometris serupa dan konsentris terhadap bidang tumpu yang bertumpu.

  A 2 = bidang yang bertumpu.

  Selanjutnya, sesuai SK SNI 03-2847-2002 Pasal 12.17.1.1,

  2

  2,0 (2.39)

  ≤ �

1 Oleh karena itu, dalam keadaan bagaimanapun rencana kuat tumpuan untuk

  bidang yang bertumpu tidak boleh lebih dari:

  

1

  

A )(2)

ϕ (0,85 f’ c

  dimana, untuk tumpuan beton digunakan nilai ϕ = 0,70.

  Disebabkan oleh situasi dan kondisi teknis pelaksanaan, umumnya dipakai kuat beton pondasi lebih rendah dari kuat beton yang ditumpu, sehingga dalam menentukan pelimpahan beban yang berlangsung di antara keduanya harus benar- benar mempertimbangkan keadaan bahan dua komponen struktur.

  Apabila kolom bertulang tidak dapat melimpahkan seluruh beban hanya melalui bidang singgung tumpuan beton, kelebihannya dilimpahkan melalui penulangan dengan memperhitungkan kemampuan penyaluran tegangan batang tulangan baja. Pelaksanaannya dengan cara memasang tulangan pasak (dowel), bilamana perlu untuk setiap batang tulangan memanjang kolom dipasang satu batang pasak. Apabila cara tersebut belum juga mencukupi, dapat dipasang pasak tambahan atau menggunakan tulangan pasak dengan diameter yang lebih besar dari batang tulangan pokok kolom, asalkan tidak lebih dari D36 (SK SNI 03- cukup memenuhi panjang penyaluran batang tulangan desak yang diperlukan untuk kedua belah pihak bidang tumpuan. Apabila pasak diperhitungkan menyalurkan beban lebih ke dalam pondasi, hubungan antara pasak dengan tulangan pokok kolom harus disambung dengan sambungan lewat desak.

  Untuk struktur kolom baja profil atau kolom dengan menggunakan plat baja (plat landas) pada tumpuannya, biasanya pelimpahan beban total diperhitungkan seluruhnya pada bidang singgung tumpuan beton. Sebagaimana yang telah dibahas di atas, perencanaan kuat tumpuan juga diberlakukan pada kasus ini. Apabila ukuran umpak kolom (plat baja) tidak mencukupi untuk melimpahkan beban total, harus dilakukan penyesuaian dengan melaksanakan beberapa ketentuan sebagai berikut: 1.ukuran umpak plat baja (plat landas diperluas) 2.gunakan kuat beton yang lebih tinggi untuk umpak pedestal atau pondasi.

  3.berdasarkan pada luas plat baja, luas tumpuan diperbesar sedemikian rupa sehingga rasio antara keduanya mencapai nilai maksimum.

  Penggunaan umpak pedestal beton antara kolom dan fondasi merupakan hal yang umum dalam praktek perencanaan bangunan. Umpak pedestal bertugas untuk menebarkan beban kolom ke bidang yang lebih luas pada pondasi sehingga akan memberikan pondasi yang lebih ekonomis. Apabila rasio dari tinggi terhadap ukuran terpendek arah lateral lebih dari tiga, digolongkan sebagai umpak pedestal yang secara teoritis diperhitungkan tidak memerlukan tulangan. Seberapa luas penampang lintang umpak pedestal yang diperlukan, pada umumnya ditentukan dengan mendasarkan pada kuat tumpuan beton seperti yang ditentukan pada SK baja umpak kolom, atau sesuai dengan kebutuhan untuk maksud menebarkan beban kolom pada bidang yang lebih luas pada pondasi. Dalam praktek merencanakan umpak pedestal diberlakukan cara yang biasanya digunakan pada perencanaan kolom, ialah dengan menjangkar minimum empat tulangan sudut (untuk kolom persegi) ke dalam pondasi dan diperpanjang ke atas masuk ke dalam umpak pedestal, dan menggunakan tulangan sengkang sebagai pengikat.

  Pada pondasi telapak bujur sangkar setempat (terpisah), penulangan tersebar merata keseluruh lebar pondasi untuk kedua arah. Karena besarnya momen lentur sama untuk kedua arah, maka baik ukuran maupun jarak spasi batang tulangan baja untuk kedua arah juga sama. Akan tetapi, harap diperhatikan bahwa tinggi efektif beton untuk masing-masing arah tidak sama, karena seperti diketahui batang tulangan baja saling bertumpangan untuk kedua arah. Meskipun demikian, perhitungan perencanaan di dalam praktek kadang-kadang menggunakan tinggi efektif rata-rata yang ditentukan sama untuk kedua arah. Disamping itu, pada pondasi telapak dengan dua arah kerja juga berlaku syarat rasio penulangan minimum 1,4/f y , dan diterapkan untuk masing-masing arah kerja.

II.10. Perhitungan Tulangan Pondasi Telapak

  Peraturan untuk perencanaan pondasi telapak mengacu pada Pasal 13.12 dan Pasal 17 SNI 03 – 2847 – 2002. Perencanaan pondasi harus mencakup segala aspek agar terjamin keamanannya sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dan jumlah/jarak tulangan yang harus dipasang pada pondasi. Menurut Pasal 17.4.3 sangkar, tulangan harus tesebar merata pada seluruh lebar pondasi telapak. Untuk pondasi telapak persegi panjang (lihat Pasal 17.4.4 SNI 03-2847-2002), tulangan yang sejajar sisi panjang harus tersebar merata pada seluruh lebar pondasi, sedangkan tulangan yang sejajar sisi pendek dibagi menjadi dua bagian, yaitu tulangan pada jalur pusat (dipasang lebih rapat) dan tulangan pada jalur tepi (dipasang lebih renggang).

  Dalam praktek di lapangan, biasanya pondasi dicor langsung di atas tanah, jadi selalu berhubungan dengan tanah. Menurut Pasal 9.7.1 SNI 03-2847-2002, selimut beton yang selalu berhubungan dengan tanah diambil minimal 75 mm.

  Pada pondasi telapak bujur sangkar, cukup dihitung tulangan satu arah saja, dan untuk arah lainnya dibuat sama dengan arah pertama. Perhitungan tulangan sebaiknya dilaksanakan pada tulangan yang menempel di atas, yaitu dengan nilai d s = 75 + D + D/2. Pada pondasi telapak persegi panjang, perhitungan tulangan dilaksanakan sebagai berikut:

1. Hitungan tulangan sejajar sisi panjang, dilaksanakan dengan urutan:

  a. = tegangan tanah pada jarak x

  x

  Dihitung σ

  L −x

  . ( + = ) (2.37) σ x σ min σ maks − σ min

  L b. u )

  Dihitung momen yang terjadi pada fondasi ( M

  2

  2

  ) . x M u = 1/2. . x + 1/3 . ( (2.38)

  σ x σ maks − σ x c.

  maks

  Dihitung faktor momen pikul K dan K

2 K = M u / ( ) dengan

  ϕ . b . d b = 1000mm, (2.39)

  ϕ = 0,8 382,5 . .

  β �600+ f y − 225 .β �.f′ c

  1

  1 K =

  (2.40)

  maks

  2 (600+f ) y

  Syarat: K harus

  maks

  ≤ K d. Dihitung tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekuivalen ( a )

2.K

  a = (2.41)

  � . d �1 − �1 −

  0,85 .f ′ c

  e. s,u dengan rumus: Dihitung A

  0,85 .f .a .b c

  ′

  A s,u = dengan b = 1000 mm (2.42)

  f y

  Jika f’ ) (2.43)

  c ≤ 31,36 MPa maka A s,u ≥ 1,4 . b. d / (4. f y

  (Pasal 12.5.1) Jika f’ c > 31,36 MPa maka A s,u . b. d / (4. f y ) (2.44)

  c

  ≥ �f′ (Pasal 12.5.1)

  • – s, luasnya A

  2

  2

  . S) / A

  

s,u

  dengan S = 1000 mm

  Pasal 12.5.4: s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm

  (3) Digunakan tulangan D

  x

  s = (1/4 .

  . x

  . S) / s e. Untuk jalur tepi selebar (L – B) / 2

  (2) Dihitung jarak tulangan (s) s = (1/4 .

  (1) Dihitung A

  s,tepi = A s,u – A s,pusat

  (2) Dihitung jarak tulangan ( s’ ) s’ = (1/4 .

  . D

  2

  . S) / A s,pusat dengan S = 1000 mm s’ harus memenuhi persamaan diatas (3)

  Digunakan tulangan D

  x – s’ Luasnya A s = (1/4 .

  . D

  2

  . D

  s,pusat = (2. B. A s,u ) / (L + B)

  . S) / s’

  . x

  f.

  Dihitung jarak tulangan ( s ) s = (1/4 .

  . D

  2

  . S) / A s,u dengan S = 1000 mm (2.45)

  Pasal 12.5.4: s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm g.

  Digunakan tulangan D

  x

  s = (1/4 .

  2

  Dihitung: A

  . S) / s (2.46) 2.

  Hitung tulangan sejajar sisi pendek, dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut: a.

  Diambil nilai tegangan tanah maksimal (σ maks ) dari persamaan b.

  Dihitung momen pada fondasi ( M

  u ) M u = 1/2 .

  σ maks . x

  2 c.

  Dihitung nilai K, a, dan A s,u dengan persamaan diatas.

  d.

  Untuk jalur pusat selebar B: (1)

  • – s, luasnya A
Pada penulangan pondasi perlu dikontrol panjang penyaluran tegangan tulangan ( atau ) dengan rumus berikut: λ d λ dh 1.

  Panjang penyaluran batang tarik

  Pasal 14.2.3 SNI 03-2847-2002 memberikan persamaan untuk panjang penyaluran tulangan tarik sebagai berikut:

  9 .f ( y α .β).λ

  = . . d (2.47) λ b d c + K tr 10 .

  �f′ c � � d b tr ) / d b

  α . β ≤ 1,7 ; ( c + K ≤ 25/3 MPa ≤ 2,5 dan �f ′ c dengan:

  = panjang penyaluran, mm. harus

  λ λ d d ≥ 300 mm

  d b = diameter batang tulangan, mm = faktor lokasi penulangan

  α = 1,3 jika tulangan berada di atas beton setebal

  ≥ 300 mm = 1,0 untuk tulangan lain = faktor pelapis

  β = 1,5 jika batang atau kawat tulangan berlapis epoksi dengan selimut beton kurang dari 3 . d atau spasi bersih kurang dari

  b

  6. d b = 1,2 jika batang atau kawat tulangan berlapis epoksi lainnya = 1,0 jika tulangan tanpa pelapis = faktor ukuran batang tulangan

  γ = 0,8 jika digunakan tulangan D-19 atau yang lebih kecil = 1,0 jika digunakan tulangan D-22 atau yang lebih besar

  λ

  A tr

  n = jumlah batang atau kawat yang disalurkan di sepanjang bidang belah.

  d , mm