Desain Pondasi Telapak dan Evaluasi Penurunan Pondasi

(1)

DESAIN PONDASI TELAPAK DAN EVALUASI PENURUNAN PONDASI

TUGAS AKHIR

Oleh :

BIDANG STUDI GEOTEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ENDRA ADE GUNAWAN SITOHANG


(2)

ABSTRAK

Dalam pekerjaan konstruksi bangunan kita akan banyak menemukan hal-hal menarik pada saat pembangunan dimulai dari pondasi sampai konstruksi seluruhnya selesai. Beberapa kasus yang dapat diambil adalah dalam perencanaan pondasi. Faktor jenis tanah, keterbatasan tempat, tipe pondasi, muka air tanah serta penurunan tanah.

Tugas akhir ini bertujuan untuk mendesain pondasi telapak pada tanah lempung mulai dari menghitung daya dukung tanah, dimensi pondasi, penulangan, kontrol kuat geser 1 arah dan 2 arah, sampai pada evaluasi penurunan pondasi. Perhitungan tulangan dibagi menjadi 3 tipe, pondasi bujur sangkar (tipe A dan B) dan pondasi kombinasi empat persegi panjang (tipe C). Sedangkan pada perhitungan penurunan, hanya membahas pondasi bujur sangkar yaitu tipe A dan B, dengan menggunakan dua metode yaitu one-point dan sub-layer.

Pada perhitungan tulangan pondasi, jika letak sumbu kolom agak berdekatan, maka akan lebih efisien menggunakan pondasi telapak kombinasi. Dan dengan menggunakan metode sub-layer, akan memberikan hasil penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan metode one-point.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas anugerah Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang geoteknik Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Desain Pondasi Telapak dan Evaluasi Penurunan Pondasi’’.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang berperan penting yaitu:

1. Keluarga terkasih, orang tua penulis M. Sitohang dan E. br Tampubolon, SPd, abang Noverto Marlin Suyono Sitohang, SE, serta adik Sesbasar Sugiarto Sitohang untuk doa dan dukungannya.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, selaku dosen pembimbing dan penguji yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan bersabar untuk memberikan masukan dan bimbingan dalam membantu penulis menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT dan bapak M. Agung Putra Handana, ST, MT, selaku

dosen pembanding dan penguji, yang telah memberikan saran dan nasehat yang membangun untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. 4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil


(4)

5. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik USU yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.

8. Buat kawan-kawan seperjuangan semua angkatan 2007, abang-kakak angkatan 2005 dan 2006, serta adik-adik angkatan 2008, 2009 dan 2010, terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu diharapkan saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca agar tugas akhir ini menjadi lebih baik.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013

ENDRA ADE GUNAWAN SITOHANG 07 0404 130


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR NOTASI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xii BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Umum ... I.2. Latar Belakang ... I.3. Tujuan ... I.4. Pembatasan Masalah dan Metodologi ... I.5. Sistematika Penulisan ... BAB II. TINJAUANPUSTAKA

II.1. Pengertian tanah secara umum ... II.1.1.Klasifikasi tanah ... II.1.2. Klasifikasi berdasarkan tekstur... II.1.3. Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah (Unified Soil

Clasification System) ... II.1.4. Sistem Klasifikasi AASHTO ... II.2. Pengertian umum pondasi ... II.3. Daya dukung tanah untuk pondasi dangkal ... II.3.1. Tipe keruntuhan pondasi ... II.3.2. Teori daya dukung tanah ... II.3.3. Analisis daya dukung Terzaghi ... a. Pengaruh bentuk pondasi ... b. Pengaruh muka air tanah ... c. Definisi-definisi dalam perancangan pondasi ... II.4. Penurunan pondasi dangkal... II.4.1. Penurunan elastic atau penurunan segera ... II.4.2. Penurunan konsolidasi (Consolidation settlement) ...

II.5. Distribusi Tegangan Dalam Tanah... II.5.1. Beban titik ...


(6)

II.5.3. Beban terbagi rata berbentuk empat persegi panjang ... II.5.4. Beban terbagi rata berbentuk lingkaran

II.5.5. Beban terbagi rata luasan fleksibel berbentuk tak teratur ... II.5.6. Metode penyebaran 2V:2H... II.6. Konsolidasi dan Penurunan ... II.6.1. Teori Terzaghi Konsolidasi satu arah ... II.6.2. Perhitungan penurunan konsolidasi dengan metode

sub-layer ... II.7. Penelitian tentang evaluasi penurunan tanah liat dengan metode

sub-layer ... II.8. Pondasi Telapak ... II.9. Pondasi Telapak Bujur Sangkar (Square Footing) ... II.9.1. Kuat geser ... II.9.2. Momen dan Penyaluran batang tulangan ... II.9.3. Pelimpahan beban dari kolom ke pondasi ...

II.10.Perhitungan Tulangan Pondasi Telapak ... II.11.Pondasi Telapak Kombinasi ... BAB III.METODOLOGI

III.1.Pemodelan Pondasi ... III.2.Jenis Tanah ... III.3. Menghitung daya dukung tanah ... III.4. Desain pondasi telapak ... III.5. Menghitung penurunan pondasi ... BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IV.1.Pendahuluan ... IV.2.Perhitungan ... IV.2.1. Perhitungan penulangan pondasi tipe A ... IV.2.2. Perhitungan penulangan pondasi tipe B ... IV.2.3. Perhitungan penulangan pondasi tipe C ... IV.2.4. Perhitungan penurunan pondasi tipe A ... IV.2.5. Perhitungan penurunan pondasi tipe B ... IV.3.Analisis ... BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan ... V.2. Saran ... DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR NOTASI

qu Kapasitas daya dukung tanah.

c Kohesi.

Df Kedalaman pondasi.

D Kedalaman pondasi diukur dari muka air tanah. Nc, Nq, N� Faktor-faktor kapasitas daya dukung.

�� Rasio sisi panjang terhadap sisi pendek dari beban terpusat

yang bekerja atau bidang reaksi.

bo Panjang keliling penampang kritis geser dua arah. K Faktor momen pikul.

a Tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekuivalen. s Jarak tulangan.

��ℎ Panjang penyaluran tulangan kait.

�ℎ� Panjang penyaluran dasar.

�� Diameter batang tulangan.

� Faktor lokasi penulangan.

� Faktor pelapis.

� Faktor ukuran batang tulangan.

� Faktor beton agregat ringan. fc’ Mutu bahan beton.

Fy Mutu bahan baja. f Faktor tulangan lebih.


(8)

f2 Faktor selimut beton. f3 Faktor sengkang. Dr Kerapatan relatif. St Penurunan total. Si Penurunan segera.

S Penurunan konsolidasi primer. Ss Penurunan konsolidasi sekunder. Sr Derajat kejenuhan.

Df Kedalaman pondasi di bawah permukaan tanah. H Ketebalan lapisan lempung.

B Lebar pondasi.

L Panjang pondasi.

K Koefisien permeabilitas.

∆� Perubahan volume.

V Volume awal.

� Angka poisson. E Modulus elastisitas.

� Tegangan dalam tanah.

∆� Tambahan tegangan vertikal.

�� Tegangan di dalam tanah dalam arah x.

�� Tegangan di dalam tanah dalam arah y.

�� Tegangan di dalam tanah dalam arah z.

Z Kedalaman titik yang ditinjau di bawah permukaan tanah. R Jarak horizontal titik di dalam tanah terhadap garis kerja beban.


(9)

q Beban yang dipikul pondasi. Cc Indeks pemampatan.

Po Tegangan vertikal efektif pada kedalaman yang ditinjau.

∆� Tambahan tegangan vertikal pada kedalaman yang ditinjau. eo Angka pori awal.

qn Beban yang didistribusikan pondasi ke tanah dibawahnya. I Faktor distribusi tegangan.

Q Beban yang dipikul pondasi.

�� Berat isi normal tanah.


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penurunan

pondasi………... Gambar 2.2 Perputaran

pondasi………...

Gambar 2.3 Sloof patah karena penurunan pondasi kiri terlalu kecil………..

Gambar 2.4 Bahaya longsor

pondasi………... Gambar 2.5 Bangunan terguling oleh beban gempa………

Gambar 2.6 Macam-macam tipe

pondasi……… Gambar 2.7 Fase-fase keruntuhan

pondasi……….. Gambar 2.8 Keruntuhan geser umum pondasi……… Gambar 2.9 Keruntuhan geser

lokal……… Gambar 2.10 Keruntuhan geser

penetrasi………..

Gambar 2.11 Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser menyeluruh menurut Terzaghi………...


(11)

Gambar 2.12 Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser setempat menurut Terzaghi………... Gambar 2.12a Keadaan

I……… Gambar 2.12b Keadaan

II………...

Gambar 2.12c Keadaan III………. Gambar 2.13 Penurunan elastis

tanah……… Gambar 2.14 Distribusi tegangan dalam

tanah………..

Gambar 2.15 Tambahan tegangan vertikal akibat beban titik………...

Gambar 2.16 Faktor pengaruh (I) akibat beban titik, didasarkan teori Boussinesq………... Gambar 2.17 Tegangan akibat beban terbagi rata berbentuk lajur

memanjang……

Gambar 2.18 Tegangan di bawah beban terbagi rata berbentuk empat persegi Panjang……… Gambar 2.19 Isobar tegangan untuk beban terbagi rata berbentuk lajur memanjang

dan bujur sangkar teori Boussinesq………. Gambar 2.20 Tegangan di bawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran


(12)

Gambar 2.21 Faktor pengaruh I untuk tegangan vertikal di bawah beban terbagi rata

berbentuk lingkaran fleksibel………... Gambar 2.22 Penyebaran tegangan

2V:1H………... Gambar 2.23 Pondasi telapak

dinding……….. Gambar 2.24 Pondasi telapak

tunggal………... Gambar 2.25 Pondasi telapak

gabungan……… Gambar 2.26 Pondasi telapak

menerus……….. Gambar 2.27 Pondasi

mat……….. Gambar 2.28 Kait tulangan

standar………... Gambar 2.29 Pondasi telapak

kombinasi………... Gambar 2.30 Pondasi telapak kombinasi

persegi………..

Gambar 4.1 Model pondasi yang akan dihitung (a) Pondasi tipe A; (b) Pondasi tipe


(13)

Gambar 4.2 Denah

Pondasi………. Gambar 4.3 Pondasi tipe

A……….. Gambar 4.4 Gambar kontrol tegangan geser 1

arah………

Gambar 4.5 Gambar kontrol tegangan geser 2 arah………

Gambar 4.6 Gambar tegangan pada jarak x……… Gambar 4.7 Penulangan pondasi tipe A……….. Gambar 4.8 Pondasi tipe

B………... Gambar 4.9 Gambar kontrol tegangan geser 1 arah………

Gambar 4.10 Gambar kontrol tegangan geser 2 arah………

Gambar 4.11 Gambar tegangan tanah pada jarak x………...

Gambar 4.12 Penulangan pondasi tipe B………... Gambar 4.13 Pondasi tipe C – Pondasi kombinasi………


(14)

Gambar 4.14 Penulangan pondasi tipe C………. Gambar 4.15 Distribusi tegangan satu lapisan pondasi tipe A……… Gambar 4.16 Distribusi tegangan 2 lapisan pondasi tipe A………. Gambar 4.17 Distribusi tegangan 5 lapisan pondasi tipe A………. Gambar 4.18 Distribusi tegangan 10 lapisan pondasi tipe A………... Gambar 4.19 Distribusi tegangan satu lapisan pondasi tipe B……… Gambar 4.20 Distribusi tegangan 2 lapisan pondasi tipe B………. Gambar 4.21 Distribusi tegangan 5 lapisan pondasi tipe B………. Gambar 4.22 Distribusi tegangan 10 lapisan pondasi tipe B………...


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai-nilai faktor kapasitas daya dukung Terzaghi (Hardiyatmo, 1994)……… Tabel 2.2 Persamaan untuk panjang penyaluran tulangan

tarik………..

Tabel 4.1 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P1 perhitungan satu lapisan (tebal lapisan 10 m) akibat pondasi P1-P6………

Tabel 4.2 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P2 perhitungan satu lapisan (tebal lapisan 10 m) akibat pondasi P1-P6……… Tabel 4.3 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P3 perhitungan satu lapisan (tebal lapisan 10 m) akibat pondasi P1-P6……… Tabel 4.4 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P1 perhitungan 2

lapisan (tebal lapisan 5 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.5 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P2 perhitungan 2

lapisan (tebal lapisan 5 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.6 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P3 perhitungan 2

lapisan (tebal lapisan 5 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.7 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P1 perhitungan 5

lapisan (tebal lapisan 2 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.8 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P2 perhitungan 5


(16)

lapisan (tebal lapisan 2 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.10 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P1 perhitungan 10

lapisan (tebal lapisan 1 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.11 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P2 perhitungan 10

lapisan (tebal lapisan 1 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.12 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P3 perhitungan 10

lapisan (tebal lapisan 1 m) akibat pondasi P1-P6………..

Tabel 4.13 Rekapitulasi penurunan pondasi tipe A………. Tabel 4.14 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P1 perhitungan satu

lapisan (tebal lapisan 10 m) akibat pondasi P1-P6………

Tabel 4.15 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P2 perhitungan satu lapisan (tebal lapisan 10 m) akibat pondasi P1-P6………

Tabel 4.16 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P3 perhitungan satu lapisan (tebal lapisan 10 m) akibat pondasi P1-P6………

Tabel 4.17 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P1 perhitungan 2 lapisan (tebal lapisan 5 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.18 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P2 perhitungan 2

lapisan (tebal lapisan 5 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.19 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P3 perhitungan 2

lapisan (tebal lapisan 5 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.20 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P1 perhitungan 5

lapisan (tebal lapisan 2 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.21 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P2 perhitungan 5


(17)

Tabel 4.22 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P3 perhitungan 5 lapisan (tebal lapisan 2 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.23 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P1 perhitungan 10

lapisan (tebal lapisan 1 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.24 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P2 perhitungan 10

lapisan (tebal lapisan 1 m) akibat pondasi P1-P6……….. Tabel 4.25 Tambahan tegangan vertikal di bawah pondasi P3 perhitungan 10

lapisan (tebal lapisan 1 m) akibat pondasi P1-P6………..


(18)

ABSTRAK

Dalam pekerjaan konstruksi bangunan kita akan banyak menemukan hal-hal menarik pada saat pembangunan dimulai dari pondasi sampai konstruksi seluruhnya selesai. Beberapa kasus yang dapat diambil adalah dalam perencanaan pondasi. Faktor jenis tanah, keterbatasan tempat, tipe pondasi, muka air tanah serta penurunan tanah.

Tugas akhir ini bertujuan untuk mendesain pondasi telapak pada tanah lempung mulai dari menghitung daya dukung tanah, dimensi pondasi, penulangan, kontrol kuat geser 1 arah dan 2 arah, sampai pada evaluasi penurunan pondasi. Perhitungan tulangan dibagi menjadi 3 tipe, pondasi bujur sangkar (tipe A dan B) dan pondasi kombinasi empat persegi panjang (tipe C). Sedangkan pada perhitungan penurunan, hanya membahas pondasi bujur sangkar yaitu tipe A dan B, dengan menggunakan dua metode yaitu one-point dan sub-layer.

Pada perhitungan tulangan pondasi, jika letak sumbu kolom agak berdekatan, maka akan lebih efisien menggunakan pondasi telapak kombinasi. Dan dengan menggunakan metode sub-layer, akan memberikan hasil penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan metode one-point.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Umum

Secara garis besar, struktur bangunan dibagi menjadi 2 bagian utama, yaitu struktur bangunan di dalam tanah dan struktur bangunan di atas tanah. Struktur bangunan di dalam tanah sering disebut struktur bawah, sedangkan struktur bangunan di atas tanah sering disebut struktur atas. Struktur bawah dari suatu bangunan lazim disebut pondasi, yang bertugas memikul bangunan di atasnya. Seluruh muatan (beban) dari bangunan, termasuk beban-beban yang bekerja pada bangunan dan berat pondasi sendiri, harus dipindahkan atau diteruskan oleh fondasi ke tanah dasar dengan sebaik-baiknya.

Karena pondasi harus memikul bangunan beserta beban-beban yang bekerja pada bangunan, maka dalam perencanaan pondasi harus diperhitungkan dengan cermat terhadap 2 macam beban, yaitu beban gravitasi dan beban lateral. Beban gravitasi merupakan beban vertikal dengan arah dari atas ke bawah, dan berasal dari dalam struktur bangunan, baik berupa beban mati (berat sendiri bangunan) maupun beban hidup (orang dan peralatan di dalam bangunan). Sedangkan beban lateral merupakan beban horizontal dengan arah dari kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri dan berasal dari luar struktur bangunan, baik berupa beban yang diakibatkan oleh angin maupun beban yang diakibatkan beban gempa. Struktur pondasi dari suatu bangunan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga proses pemindahan beban bangunan ke tanah dasar dapat berlangsung


(20)

dengan baik dan aman. Untuk keperluan tersebut, pada perencanaan pondasi harus mempertimbangkan beberapa persyaratan, yaitu:

1. Pondasi harus cukup kuat untuk mencegah penurunan (settlement) dan perputaran (rotasi) yang berlebihan.

2. Tidak terjadi penurunan setempat yang terlalu besar bila dibandingkan dengan penuruna pondasi di dekatnya.

3. Cukup aman terhadap bahaya longsor. 4. Cukup aman terhadap bahaya guling.

Jenis dan besar-kecilnya ukuran pondasi sangat ditentukan oleh kekuatan/daya dukung tanah dibawah pondasi tersebut. Sebagai contoh untuk jenis pondasi telapak tunggal, semakin kuat daya dukung tanah, semakin kecil ukuran pondasi yang direncanakan. Sebaliknya, semakin lemah daya dukung tanah, semakin besar pula ukuran pondasi yang akan direncanakan. Untuk tanah dengan daya dukung yang lemah ini, sebaiknya digunakan jenis pondasi lain, misalnya pondasi sumuran atau bahkan digunakan tiang pancang.

Seperti yang telah dijelaskan diatas sebelumnya, penurunan merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian dan analisis yang serius. Dalam perencanaan pondasi penurunan yang perlu dianalisis adalah penurunan segera dan penurunan konsolidasi primer. Penurunan segera adalah penurunan yang dihasilkan distorsi massa tanah yang tertekan, yang terjadi pada volume konstan, penurunan ini terjadi segera setelah penerapan bebannya. Penurunan konsolidasi primer adalah penurunan yang terjadi sebagai hasil dari pengurangan volume tanah akibat aliran air meninggalkan zona tertekan yang diikuti oleh pengurangan kelebihan tekanan air pori.


(21)

Istilah penurunan digunakan untuk menunjukkan gerak titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Jika seluruh permukaan dibawah bangunan turun secara seragam dan penurunan yang terjadi tidak melebihi batas aman, maka penurunan tidak membahayakan. Tapi, jika penurunan yang terjadi justru tidak seragam dan melebihi batas aman, maka ketidakstabilan bangunan perlu dikhawatirkan.

I.2. Latar Belakang

Dalam pekerjaan suatu konstruksi bangunan kita akan banyak menemukan hal-hal menarik pada saat pembangunan dimulai dari pondasi sampai konstruksi seluruhnya selesai. Beberapa kasus yang dapat diambil adalah dalam perencanaan pondasi. Faktor jenis tanah, keterbatasan tempat, tipe pondasi, muka air tanah, serta penurunan tanah.

Keterbatasan tempat bisa mempengaruhi tipe pondasi yang akan digunakan. Apakah pondasi telapak tunggal atau pondasi kombinasi, tergantung situasi dan mana yang lebih efisien terhadap keterbatasan tempat. Pondasi telapak tunggal, adalah pondasi yang hanya menopang satu kolom, dibagi menjadi dua macam, pondasi bujur sangkar dan empat persegi panjang. Sedangkan pondasi telapak kombinasi, adalah pondasi yang menopang dua kolom sekaligus, dibagi menjadi dua macam juga, yaitu pondasi kombinasi trapezium dan empat persegi panjang.

Begitu juga dengan letak muka air tanah, jika kita tidak mengabaikan posisi letak muka air tanah, maka dalam perhitungan, itu akan sangat berpengaruh pada daya dukung tanah, serta penurunan.


(22)

Faktor yang paling sering menjadi perhatian adalah penurunan. Penurunan yang melampaui batas ijin dapat menyebabkan ketidakstabilan dan kerusakan struktur atas.

Dalam perencanaan pondasi, pembangunan di atas tanah lempung memerlukan banyak perhatian karena sifat tanah yang lunak. Sementara, melihat perkembangan dan kebutuhan lokasi pembangunan yang semakin lama semakin meningkat kondisi tersebut harus diimbangi dengan analisa yang akurat dan solusi-solusi yang efektif untuk tanah lunak agar dapat dipergunakan juga sebagai lahan pembangunan.

Pada umumnya untuk perhitungan pada tanah lempung, besar beban yang dianalisa untuk dilihat pengaruhnya terhadap penurunan hanya ditinjau dari 1 (satu) lapisan tanah, dan penambahan tegangan akibat beban struktur atasnya hanya ditinjau pada tengah-tengah lapisan. Padahal akan lebih akurat dan akan lebih efektif penanggulangannya apabila kita meninjau penurunannya dengan membagi tanah tersebut menjadi beberapa lapisan dan menghitung besar penurunannya dengan melihat juga pola distribusi beban terhadap lapisan yang ditinjau. Sebuah percobaan menghasilkan bahwa penurunan yang ditinjau dengan perhitungan metode sub layer (jumlah lapisan lebih dari satu) menghasilkan penurunan yang lebih akurat karena lebih mendekati hasil percobaan dari perhitungan yang menggunakan metode one-point (meninjau satu lapisan).

I.3. Tujuan

Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah:


(23)

2. Merencanakan dimensi pondasi telapak tunggal dan pondasi telapak kombinasi.

3. Merencanakan penulangan pondasi telapak tunggal dan pondasi kombinasi. 4. Mengontrol kuat geser 1 arah dan 2 arah yang bekerja pada pondasi.

5. Mengetahui sejauh mana perbedaan penurunan pondasi telapak tunggal yang terjadi dengan menggunakan metode one-point dan sub-layer.

I.4. Pembatasan Masalah dan Metodologi

Batasan-batasan masalah yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini meliputi:

1. Mendesain dimensi pondasi telapak tunggal dan pondasi kombinasi. 2. Menghitung penulangan pondasi telapak tunggal dan pondasi kombinasi. 3. Pada perhitungan penulangan pondasi, jenis pondasi telapak tunggal yang kita

hitung adalah pondasi telapak bujur sangkar sedangkan jenis pondasi kombinasi yang akan dihitung adalah pondasi kombinasi empat persegi panjang.

4. Perhitungan tulangan dibagi menjadi 3 tipe, pondasi bujur sangkar (tipe A dan B) dan pondasi kombinasi empat persegi panjang (tipe C).

5. Pada perhitungan penurunan, tidak membahas penurunan pondasi kombinasi, hanya membahas pondasi bujur sangkar yaitu pondasi tipe A dan B. Karena pada bagian ini, dibahas pengaruh pondasi-pondasi tunggal sekitar terhadap pondasi yang ditinjau.


(24)

7. Untuk penurunan, tanah lempung setebal 10 m dengan variasi: 1 lapisan tebal 10 m; 2 lapisan dengan tebal 5 m; 5 lapisan dengan tebal 2 m; 10 lapisan dengan tebal tiap lapisan 1 m.

8. Pada perhitungan penurunan, besar beban yang terjadi disetiap lapisan tanah yang ditinjau menggunakan teori Boussinesq.

9. Data tanah disetiap lapisan tanah dianggap sama. Antara 1 lapisan, 2 lapisan, 5 lapisan dan 10 lapisan.

10.Perhitungan besar penurunan konsolidasi primer menggunakan teori Terzaghi 1 dimensi.

S = ��.ℎ

1+�0

log ��+∆�

��

11.Pada perhitungan penurunan, menggunakan data-data sekunder:

• Posisi muka air tanah: Tipe A 1 m dibawah muka tanah Tipe B 4 m dibawah muka tanah

• Tebal tanah lempung 10 m; berat tanah normal: 17 kN/m2; berat tanah saturated: 20 kN/m2; Cc = 0,5; eo = 1

12.Indeks pemampatan (Cc) dan angka pori awal (eo) pada setiap titik lapisan yang ditinjau diasumsikan sama.

I.5. Sistematika Penulisan

Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:


(25)

Bab ini berisi tentang umum, tujuan, latar belakang, permasalahan dan metodologi, serta sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini mencakup segala hal yang berhubungan dengan desain fondasi telapak tunggal dan kombinasi, serta perhitungan penurunan pondasi telapak.

Bab III : Metodologi

Bab ini berisi tentang tahapan-tahapan perencanaan pondasi telapak serta evaluasi penurunan pondasi.

Bab IV : Analisis dan Pembahasan

Bab ini berisi tentang perhitungan kontrol tegangan dasar pondasi, kontrol tegangan geser 1 arah dan 2 arah, momen yang terjadi pada pondasi, penulangan pondasi telapak tunggal dan pondasi kombinasi, penurunan pondasi telapak tunggal, serta analisis yang diperoleh dari perhitungan tersebut.

Bab IV : Kesimpulan dan Saran

Bab ini mencakup tentang kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dalam Tugas Akhir ini serta saran dari penulis.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Tanah Secara Umum

Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefenisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Material ini berasal dari hasil pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali dipengaruhi oleh sifat batuan induk yang merupakan material asalnya, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut.

Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, disamping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau dan lempung digunakan dalam teknik sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah.

II.1.1. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa kedalam kelompok-kelompok dan subkelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci.


(27)

Pada umumnya, tanah diklasifikasikan sebagai tanah yang kohesif dan tidak kohesif atau sebagai tanah yang berbutir kasar dan halus. Beberapa macam sistem klasifikasi tanah:

II.1.2. Klasifikasi Berdasarkan Tekstur

Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan yang dipengaruhi oleh tiap-tiap butir yang ada didalam tanah. Klasifikasi sistem tekstur ini dikembangkan oleh departemen pertanian Amerika Serikat ( U.S Departement of Agriculture ). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah seperti yang diterangkan pada table, yaitu:

Pasir: butiran dengan diameter 2,0 sampai 0,05 mm. Lanau: butiran dengan diameter 0,05 sampai 0,02 mm.

Lempung: butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm.

II.1.3. Klasifikasi Sistem Kesatuan Tanah (Unified Soil Classification System) Sistem klasifikasi unified mengelompokkan tanah kedalam 2 kelompok besar:

• Tanah berbutir kasar ( coarse-grained-soil ), yaitu: tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200. symbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S.G adalah untuk kerikil ( gravel ) atau tanah berkerikil dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.


(28)

• Tanah berbutir halus ( fine-grained-soil ), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200 simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan O untuk lanau organic dan lempung organic.

II.1.4. Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem klasifikasi ini didasarkan pada criteria:

• Ukuran butir.

Kerikil: bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75 mm. Dan tertahan pada ayakan No.20 (2 mm). Pasir bagian tanah yang lolos ayakan No.10 dan tertahan pada ayakan No.200. Lanau dan lempung bagian tanah yang lolos ayakan No.200.

• Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas ( PI ) sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.

II.2. Pengertian Umum Pondasi

Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefinisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang


(29)

bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah atau batuan yang berada dibawahnya.

Persyaratan yang menjadi pertimbangan dalam mendesain pondasi adalah sebagai berikut:

a. Pondasi harus cukup kuat untuk mencegah penurunan (settlement) dan perputaran (rotasi) yang berlebihan. (lihat Gambar 2.1 dan Gambar 2.2)

s = besar penurunan

Gambar 2.1. Penurunan Pondasi

θ = perputaran sudut

Gambar 2.2. Perputaran Pondasi

b. Tidak terjadi penurunan setempat yang terlalu besar bila dibandingkan dengan penurunan pondasi didekatnya (lihat Gambar 2.3)


(30)

Gambar 2.3. Sloof patah karena penurunan pondasi kiri terlalu kecil.

c. Cukup aman terhadap bahaya longsor. (lihat Gambar 2.4)

Gambar 2.4. Bahaya longsor pondasi

d. Cukup aman terhadap bahaya guling (lihat Gambar 2.5)

Gambar 2.5. Bangunan terguling oleh beban gempa

e. Pondasi aman terhadap bahan-bahan reaktif (awet), tidak boleh retak dan tidak boleh melentur berlebihan.


(31)

f. Pondasi ekonomis baik tinjauan struktur maupun pelaksanaan. g. Pondasi ramah lingkungan.

h. Pondasi fleksibel terhadap kondisi sekitar (perencana harus meninjau kondisi lapangan sebelum mendesain pondasi).

Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal (shallow foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak tanah kerasnya dan perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung secara langsung, seperti: pondasi telapak, pondasi memanjang, dan pondasi rakit. Pondasi dalam didefenisikan sebagai pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan, contohnya pondasi sumuran dan pondasi tiang.

• Pondasi telapak adalah pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom.

• Pondasi memanjang adalah pondasi yang digunakan untuk mendukung dinding memanjang atau digunakan untuk mendukung sederetan kolom-kolom yang berjarak sangat dekat, sehingga bila dipakai pondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.

• Pondasi rakit adalah pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak, atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya sehingga bila dipakai pondasi telapak sisi-sisinya akan berimpit satu sama lain.


(32)

• Pondasi sumuran atau kaison merupakan bentuk peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang, digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam.

Macam-macam tipe pondasi: a. Pondasi memanjang. b. Pondasi telapak. c. Pondasi sumuran. d. Pondasi tiang.

(a) (b)

(c)

(d) (e)

Gambar 2.6. Macam-macam tipe pondasi: (a) pondasi memanjang, (b) pondasi telapak, (c) pondasi rakit, (d) pondasi sumuran, (e) pondasi tiang


(33)

II.3. Daya Dukung Tanah untuk Pondasi Dangkal II.3.1 Tipe Keruntuhan Pondasi

Gambar 2.7. Fase-fase keruntuhan pondasi (Hardiyatmo, 1996)

1.Keruntuhan geser umum

Gambar 2.8. Keruntuhan geser umum pondasi 2.Keruntuhan geser lokal


(34)

Gambar 2.9 Keruntuhan geser lokal

3.Keruntuhan penetrasi

Gambar 2.10. Keruntuhan geser penetrasi

Menurut Conduto (1994) :

• Pondasi pada pasir padat cenderung runtuh pada keruntuhan geser umum. Dalam hal ini, pasir padat adalah pasir yang mempunyai keruntuhan relatif Dr > 67%.

• Pondasi pada pasir tidak padat sampai pada kepadatan sedang ( 30% < Dr < 67% ), cenderung runtuh pada keruntuhan geser local.

• Pondasi pada pasir sangat longgar ( Dr < 30% ), runtuh menurut model keruntuhan penetrasi.


(35)

II.3.2. Teori Daya Dukung Tanah

Analisis daya dukung tanah mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban pondasi dari struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung menyatakan tahanan geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah di sepanjang bidang-bidang gesernya.

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam perancangan pondasi:

• Factor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah harus dipenuhi. Dalam hitungan kapasitas daya dukung, umumnya digunakan factor aman 3.

• Penurunan pondasi harus masih dalam batas-batas nilai yang ditoleransikan.

Analisis-analisis kapasitas daya dukung, dilakukan dengan cara pendekatan untuk memudahkan hitungan. Persamaan-persamaan yang dibuat, dikaitkan dengan sifat-sifat tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat keruntuhan. Analisisnya, dilakukan dengan menganggap bahwa tanah berkelakuan sebagai bahan yang bersifat plastis. Konsep ini pertama kali dikenalkan oleh Prandtl (1921), yang kemudian dikembangkan oleh Terzaghi (1943), Meyerhof (1955), De Beer dan Vesic (1958) dan lain-lainnya.

II.3.3. Analisis Daya Dukung Terzaghi

Terzaghi (1943) melakukan analisis kapasitas daya dukung tanah dengan beberapa anggapan, sebagai berikut:


(36)

• Pondasi berbentuk memanjang tak terhingga

• Tanah di bawah dasar pondasi homogen

• Berat tanah di atas dasar pondasi digantikan dengan beban terbagi rata sebesar po = Df, dengan Df adalah kedalaman dasar pondasi dan � adalah

berat volume tanah di atas dasar pondasi.

• Tahanan geser tanah di atas dasar pondasi diabaikan

• Dasar pondasi kasar

• Bidang keruntuhan terdiri dari lengkung spiral logaritmis dan linear

• Baji tanah yang berbentuk di dasar pondasi dalam kedudukan elastic dan bergerak sama-sama dengan dasar pondasi.

• Pertemuan antara sisi baji dan dasar pondasi membentuk sudut sebesar sudut gesek dalam tanah �

• Berlaku prinsip superposisi.

Superposisi yang didapat dari penurunan rumus yaitu jika pengaruh-pengaruh kohesi, beban terbagi rata, dan berat volume tanah, semua diperhitungkan, maka akan diperoleh:

qu = qc + qq + �� (2.1)

Dari sini diperoleh persamaan umum kapasitas daya dukung Terzaghi untuk pondasi memanjang:

qu = ��+ � + 0,5�B (2.2)

dengan:

qu = kapasitas daya dukung ultimit untuk pondasi memanjang (kN/m2)


(37)

c = kohesi (kN/m2)

Df = kedalaman pondasi (m)

� = berat volume tanah (m)

�� =Df� = tekanan overburden pada dasar pondasi (kN/m2)

Persamaan (2.2) diturunkan dengan anggapan bahwa jenis keruntuhan tanah di bawah pondasi adalah keruntuhan geser menyeluruh (general shear failure). Untuk kondisi keruntuhan geser setempat (local shear failure) kita dapat menganggap bahwa:

c’ = 2

3c (2.3)

tan � = 2

3 tan � (2.4)

Persamaan umum untuk daya dukung ultimit pada pondasi memanjang pada kondisi keruntuhan geser local, dinyatakan oleh:

qu =

2

3���′ + ����′ + 0,5�B�� (2.5)

Nilai-nilai factor-faktor kapasitas daya dukung � , � , dan �′, �′ , �′ dapat dilihat pada Gambar 2.11, Gambar 2.12 dan Tabel 2.1.


(38)

Gambar 2.11. Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser menyeluruh menurut Terzaghi (Braja M.Das, 1994)

Gambar 2.12 Faktor daya dukung untuk keruntuhan geser setempat menurut

Terzaghi (Braja M. Das, 1994)


(39)

a. Pengaruh bentuk pondasi

Persamaan kapasitas daya dukung di atas hanya berlaku untuk menghitung kapasitas daya dukung ultimit pondasi memanjang. Untuk pondasi yang lain Terzaghi memberikan pengaruh factor bentuk terhadap kapasitas daya dukung sebagai berikut:

i. Pondasi bujur sangkar:

qu = 1,3���+ ���� + 0,4�B�� (2.6)

ii. Pondasi lingkaran:

qu = 1,3���+ ���� + 0,3�B�� (2.7)

iii. Pondasi empat persegi panjang

qu = ��(1+0,3B/L) + � + 0,5�B(1- 0,2B/L) (2.8)

dengan:

B = lebar atau diameter pondasi (m)

L = panjang pondasi (m)

b. Pengaruh muka air tanah

1) Keadaan I (Gambar 2-12a): Apabila permukaan air tanah terletak

pada jarak D di atas dasar pondasi, harga q dalam suku kedua dari persamaan daya dukung harus dihitung sebagai berikut:

�� = (Df - D) + �′� (2.9)

dengan

�′ =

��� − �� = berat volume efektif tanah. Demikian


(40)

� ����

Gambar 2-12a Keadaan I

2) Keadaan II (Gambar 2-12b): Apabila permukaan air tanah berada

tepat di dasar pondasi, maka harga � akan sama dengan �Df .

Akan tetapi, berat volume �, dalam suku ketiga dari persamaan daya dukung harus diganti dengan �′.

� ����

Gambar 2-12b Keadaan II

3) Keadaan III (Gambar 2-12c): Apabila permukaan air tanah berada

pada kedalaman D di bawah dasar pondasi, maka � = Df .

Besaran � dalam suku ketiga dari persamaan daya dukung harus diganti dengan �rata-rata .

�rata-rata =

1

�[��+ �′(� − �)] (untuk DB) (2.10)


(41)

��� Gambar 2-12c. Keadaan III

c. Definisi-definisi dalam perancangan pondasi

• Tekanan overburden total (total overburden pressure), p adalah intensitas tekanan total yang terdiri dari berat maksimal di atas dasar fondasi total, yaitu berat tanah dan air sebelum pondasi dibangun.

• Kapasitas dukung ultimit neto (net ultimate bearing capacity) (qun)

adalah nilai intensitas beban pondasi saat tanah akan mengalami keruntuhan geser, yang secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan:

qun= qu- Df (2.12)

Dari persamaan (2.2), kapasitas dukung ultimit neto menjadi:

qu = ��+ Df�(� −1) + 0,5�B (2.13)

• Tekanan pondasi total (total foundation pressure) atau intensitas pembebanan kotor (q), adalah intensitas tekanan total pada tanah di dasar pondasi, sesudah struktur selesai dibangun dengan pembebanan penuh. Beban-beban termasuk berat pondasi, berat


(42)

struktur atas, dan berat tanah urug termasuk air di atas dasar pondasi.

• Tekanan pondasi neto (net foundation pressure), qn untuk suatu

pondasi tertentu adalah tambahan tekanan pada dasar pondasi, akibat beban hidup dan beban mati dari strukturnya. Secara umum

qn dapat dinyatakan oleh persamaan:

qn = q - Df� (2.14)

• Kapasitas daya dukung izin (allowable bearing capacity), qa adalah

tekanan pondasi maksimum yang dapat dibebankan pada tanah, sedemikian hingga kedua persyaratan keamanan terhadap kapasitas dukung dan penurunan terpenuhi.

• Faktor aman ( F ) dalam tinjauan kapasitas dukung ultimit neto, didefinisikan sebagai:

F = ���

�� =

��−���

�−��� (2.15)

• Dari persamaan (2.15), untuk factor aman F tertentu yang sesuai, kapasitas daya dukung aman (safe bearing capacity) qs ,

didefinisikan sebagai tekanan pondasi total ke dalam tanah maksimum yang tidak mengakibatkan resiko keruntuhan kapasitas dukung, yaitu:

qs = ��� + Df (2.16)

jadi untuk Persamaan (2.2), kapasitas daya dukung aman pondasi memanjang dinyatakan oleh:

qs =

1


(43)

II.4. Penurunan Pondasi Dangkal

Penurunan adalah gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Beban yang ada diatas tanah, seperti timbunan, bangunan gedung, jembatan dan lain-lain menyebabkan terjadi penurunan tanah. Penurunan disebabkan oleh:

• Deformasi partikel tanah

• Relokasi partikel tanah

• Keluarnya air dari rongga pori, dank arena hal lain.

Penurunan pondasi dapat dibagi menjadi 3 komponen, yaitu: penurunan segera, penurunan konsolidasi primer, dan penurunan konsolidasi sekunder. Penurunan total adalah jumlah dari 3 komponen tersebut, dalam persamaan:

St = Si + Sc + Ss (2.18)

dengan: St = penurunan total Si = penurunan segera

Sc = penurunan konsolidasi primer Ss = penurunan konsolidasi sekunder

II.4.1. Penurunan elastic atau penurunan segera

Adalah penurunan yang terjadi begitu bangunan bekerja atau dilaksanakan, biasanya terjadi sekitar 0 (nol) sampai kurang dari 7 (tujuh) hari dan biasanya terjadi pada tanah-tanah berbutir kasar dan tanah-tanah berbutir halus yang tidak jenuh, lanau, pasir, tanah liat, yang mempunyai derajat kejenuhan (Sr %) < 90 %.


(44)

Penurunan ini dihasilkan oleh distorsi masa tanah yang tertekan, dan terjadi pada volume konstan.

Gambar 2.13. Penurunan elastik tanah

II.4.2. Penurunan Konsolidasi (Consolidation settlement)

Penurunan konsolidasi adalah penurunan diakibatkan keluarnya air dari dalam pori tanah akibat beban yang bekerja pada pondasi yang besarnya ditentukan oleh waktu pembebanan dan terjadi pada tanah jenuh (Sr = 100%) atau mendekati jenuh (Sr = 90% sampai 100%) atau tanah berbutir halus yang mempunyai harga K ≤ 10-6 m/s. Penurunan konsolidasi terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap konsolidasi primer dan tahap penurunan konsolidasi sekunder. Penurunan


(45)

konsolidasi primer adalah penurunan yang terjadi sebagai hasil dari pengurangan volume tanah akibat aliran air meninggalkan zona tertekan yang diikuti oleh pengurangan kelebihan tekanan air pori. Penurunan konsolidasi sekunder adalah penurunan yang tergantung dari waktu juga, namun terjadi setelah konsolidasi primer selesai, dimana tegangan efektif akibat pembebanan telah konstan.

Besar penurunan tergantung dari karakteristik tanah dan penyebaran tekanan pondasi ke tanah bawahnya.

II.5. Distribusi tegangan dalam tanah

Pertimbangan pertama dalam menghitung penurunan adalah penyebaran tekanan pondasi ke tanah bawahnya. Hal ini tergantung dari kekakuan pondasi dan sifat-sifat tanah. Tekanan yang terjadi pada bidang kontak antar dasar pondasi dan tanah disebut tekanan sentuh atau tekanan kontak. Besarnya intensitas tekanan akibat beban pondasi ke tanah bawahnya, semakin ke bawah semakin berkurang. Distribusi tekanan sentuh dapat dilihat seperti gambar:

Gambar 2.14 Distribusi tegangan dalam tanah (Hardiyatmo, 1996)

a. Pondasi kaku pada tanah lempung

b. Pondasi kaku pada tanah pasir dan kerikil c. Pondasi kaku pada campuran lempung dan pasir


(46)

Tegangan dalam tanah yang timbul akibat adanya beban dipermukaan tanah yang dinyatakan dalam istilah tambahan tegangan, karena sebelum dibebani, tanah sudah mengalami tekanan akibat berat sendirinya yang disebut overburden.

Analisis tegangan di dalam tanah didasarkan pada anggapan bahwa tanah bersifat elastic, homogen, isotropis dan terdapat hubungan linear antara tegangan dan regangan. Dalam analisisnya, regangan volumetric pada bahan yang bersifat elastic dinyatakan oleh persamaan:

∆�

� =

1−2�

� ���+�� +��� (2.19)

dengan:

∆� = perubahan volume V = volume awal

� = angka poisson E = modulus elastisitas

�� ,�� ,�� = tegangan-tegangan dalam tanah

II.5.1. Beban titik

Boussinesq memberikan persamaan pengaruh penyebaran beban akibat pengaruh beban titik di permukaan. Tambahan tegangan vertical akibat beban titik (∆�) pada suatu titik di dalam tanah akibat beban titik Q di permukaan dinyatakan oleh persamaan:

∆�� = 23���2�

1

1+(�+�)2�

5/2

(2.20) dengan:


(47)

z = kedalaman titik yang ditinjau

r = jarak horizontal titik di dalam tanah terhadap garis kerja beban Jika faktor pengaruh untuk beban titik didefinisikan sebagai:

I = 3

2��

1

1+(�+�)2�

5/2

(2.21) Maka:

∆� = �

�2 . I (2.22)

Gambar 2.15 Tambahan tegangan vertikal akibat beban titik. (Hardiyatmo, 1996)


(48)

II.5.2. Beban terbagi rata berbentuk lajur memanjang

Gambar 2.17 Tegangan akibat beban terbagi rata berbentuk lajur memanjang (Hardiyatmo, 1996)

Tambahan tegangan vertikal pada titik A didalam tanah akibat beban terbagi rata q fleksibel berbentuk lajur memanjang, dinyatakan oleh persamaan:

∆�� = �(�+ sin�cos 2�) (2.23)

Dengan � dan � dalam radian. Isobar yang menunjukkan tempat kedudukan titik-titik yang mempunyai tegangan vertical yang sama oleh akibat beban berbentuk lajur memanjang.

II.5.3. Beban terbagi rata berbentuk empat persegi panjang

Gambar 2.18 Tegangan di bawah beban terbagi rata berbentuk empat persegi panjang (Hardiyatmo, 1996)


(49)

Tambahan tegangan vertical akibat beban terbagi rata fleksibel berbentuk empat persegi panjang, dengan ukuran panjang L dan lebar B, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diperoleh dari penjabaran persamaan Boussinesq, sebagai berikut:

∆�� = qI (2.24)

I = 1

4�

2��(�2+�2+1)1/2

�2+2+1+22

(�2+�2+2)

�2+2+1

+

���

tan

2��(�2+�2+1)1/2

�2+2+1−�22

(2.25)

Gambar 2.19 Isobar tegangan untuk beban terbagi rata berbentuk lajur memanjang dan bujur sangkar teori Boussinesq (Hrdiyatmo, 1996)


(50)

II.5.4. Beban terbagi rata berbentuk lingkaran

Tambahan tegangan vertikal di bawah luasan fleksibel berbentuk lingkaran yang mendukung beban terbagi rata, pada kedalaman tertentu diperlihatkan pada:

Gambar 2.20 Tegangan di bawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran fleksibel (Hardiyatmo, 1996)

Persamaan tambahan tegangan vertikal di bawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran fleksibel:

= q. �1− 1

(1+(�+�)2)3/2� (2.26)

Dapat dinyatakan dalam bentuk:

∆�� = qI

Dengan: I = �1− 1

(1+(�+�)2)3/2� (2.27)

Grafik faktor pengaruh I untuk tambahan tegangan vertikal pada sembarang titik dibawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran fleksibel:


(51)

Gambar 2.21 Faktor pengaruh I untuk tegangan vertical di bawah beban terbagi rata berbentuk lingkaran fleksibel (Hardiyatmo, 1996)

II.5.5. Beban terbagi rata luasan fleksibel berbentuk tak teratur

Newmark memberikan cara menghitung tambahan tegangan vertikal di dalam tanah akibat luasan fleksibel berbentuk tak teratur yang mendukung beban terbagi rata.

� = ��1− ∆��

� � −2/3

−1 (2.28)

II.5.6. Metode penyebaran 2V:1H

Dalam cara ini, beban pondasi Q dianggap didukung oleh pyramid yang mempunyai kemiringan sisi 2V:1H. Dengan cara ini, panjang dan lebarnya bertambah 1 meter untuk tiap penambahan kedalaman 1 meter.


(52)

Gambar 2.22 Penyebaran tegangan 2V:1H (Hardiyatmo, 1996)

∆�� = (+���)(+) (2.29)

dimana:

∆�� = tambahan tegangan vertical pada kedalaman z

q = tekanan terbagi rata L = panjang luasan beban B = lebar luasan beban Z = kedalaman

II.6. Konsolidasi dan Penurunan

Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan isi tanah jenuh secara perlahan-lahan dengan permeabilitas rendah akibat keluarnya air pori. Proses tersebut berlangsung terus sampai kelebihan tekanan air pori yang disebabkan oleh kenaikan tegangan total telah benar-benar hilang.


(53)

Pada umumnya konsolidasi ini akan berlangsung satu jurusan saja, yaitu jurusan vertikal karena lapisan yang terkena tambahan beban itu tidak dapat bergerak dalam jurusan mendatar (ditahan oleh tanah disekelilingnya). Dalam keadaan ini, pengaliran air akan berjalan terutama dalam arah vertikal saja yang disebut konsolidasi satu arah (one dimensional consolidation). Pada waktu konsolidasi berlangsung, maka konstruksi di atas lapisan tanah tersebut akan menurun.

2.6.1. Teori Terzaghi Konsolidasi satu arah

Terzaghi membuat anggapan-anggapan sebagai berikut:

1. Tanah merupakan tanah homogen dan akan tetap jenuh (Sr = 100%) 2. Air dan butir-butir tanah tidak dapat dimampatkan (incompressible) 3. Terdapat hubungan linear antara tekanan yang bekerja dan perubahan isi 4. Koefisien permeabilitas (K) tetap selama konsolidasi

5. Hukum Darcy berlaku ( v = K.i ) 6. Terdapat suhu yang tetap

7. Konsolidasi merupakan konsolidasi satu matra (vertical), sehingga tidak terdapat airan lateral ataupun pergerakan tanah

8. Contoh tanah merupakan contoh tanah asli/tidak terganggu

Perhitungan konsolidasi primer dihitung dengan persamaan: S = ���

1+�

log

��+∆�

��

(2.30)


(54)

Cc = indeks pemampatan

Po = tegangan vertikal efektif pada kedalaman yang ditinjau

∆� = tambahan tegangan vertical pada kedalaman yang ditinjau H = tebal lapisan tanah yang ditinjau

eo = angka pori awal

II.6.2. Perhitungan Penurunan Konsolidasi dengan Metode Sub Layer

Tanah liat memiliki daya dukung yang kecil, bersifat kompresibel, memiliki koefisien permeabilitas yang kecil dan memiliki angka pori yang besar. Untuk itu, dalam perencanaan pondasi diatasnya diperlukan ketelitian termasuk dalam perhitungan penurunan akibat konsolidasi. Penurunan dari suatu pondasi dapat diperoleh dari integrasi regangan vertikal sepanjang kedalaman dari lapisan tanah yang kompresibel. Dengan metode one-point, integrasi ini hanya dilihat di pertengahan lapisan tanah saja tanpa memperhatikan distribusi tegangannya sehingga dapat menimbulkan ketidaktelitian. Metode sub-layer adalah metode perhitungan penurunan konsolidasi dengan memperhatikan distribusi tegangan tanah sepanjang kedalaman jumlah lapisan yang ditinjau.

II.7. Penelitian tentang evaluasi penurunan tanah liat dengan Metode Sub-Layer

Penelitian untuk mengevaluasi metode perhitungan penurunan tanah liat dengan metode sub-layer sudah pernah dikerjakan oleh dosen bersama dengan


(55)

alumni Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil Universitas Kristen Petra.

Penelitian tersebut mengemukakan metode sub-layer untuk menghitung penurunan akibat konsolidasi. Metode dalam penelitian tersebut mengasumsikan bahwa satu lapisan tanah liat terdiri dari beberapa lapisan tipis (sub-layer) dan perhitungan penurunannya dilakukan pada lapisan tersebut. Hasil perhitungan dengan metode sub-layer tersebut dibandingkan dengan penurunan yang diperoleh dari tiga percobaan pada model pondasi dengan ukuran panjang 10 cm dan lebar 10 cm, yang diletakkan di atas lapisan tanah liat. Ketebalan lapisan yang dipakai adalah 24 cm, 39 cm, dan 50 cm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan yang dihitung dengan metode sub-layer selalu lebih besar dari penurunan yang dihitung dengan metode

one-point dan lebih mendekati penurunan hasil percobaan.

II.8. Pondasi Telapak

Secara garis besar, pondasi telapak dapat dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu:

1. Pondasi telapak dinding

Pondasi dinding sering juga disebut pondasi lajur. Pondasi ini bertugas mendukung dinding, baik yang menumpu secara konsentris ataupun tidak (lihat Gambar 2.23). Pelimpahan beban kepada pondasi telapak dinding pada umumnya konsentris, kecuali pondasi untuk dinding penahan tanah.


(56)

Gambar 2.23 Pondasi Telapak dinding

2. Pondasi telapak tunggal

Pondasi telapak tunggal sering disebut dengan fondasi kolom tunggal, artinya setiap kolom mempunyai pondasi sendiri-sendiri. Untuk menjamin keseimbangan dan efisiensi umumnya pondasi telapak tunggal dapat berbentuk bujur sangkar, lingkaran, dan persegi panjang (lihat Gambar 2.24).

Gambar 2.24. Fondasi Telapak Tunggal


(57)

Jika letak kolom relatif dekat, fondasinya digabung menjadi satu. Pondasi ini memikul beban-beban melalui dua atau lebih kolom-kolom. Bentuk atau tipe pondasi berupa persegi panjang atau trapezium atau kantilever (lihat Gambar 2.25).

Gambar 2.25. Pondasi Telapak gabungan

4. Pondasi telapak menerus

Jika letak kolom berdekatan dan daya dukung tanah relatif kecil, lebih baik dibuat pondasi telapak menerus. Agar kedudukan kolom lebih kokoh dan kuat, maka antara kolom satu dengan yang lainnya dijepit oleh balok sloof. Balok sloof dicor bersamaan dengan pondasi. (lihat Gambar 2.26)


(58)

5. Pondasi mat

Pondasi mat sering juga disebut fondasi pelat, dipasang di bawah seluruh bangunan, dengan telapak sangat luas dan mendukung semua kolom dan dinding struktur bangunan. Umumnya digunakan apabila bangunan harus didirikan di atas tanah dasar lembek atau dengan kata lain karena daya dukung tanahnya sangat kecil. (lihat Gambar 2.27)

Gambar 2.27. Fondasi mat

Pondasi yang akan dibahas pada Tugas Akhir ini adalah pondasi telapak tunggal yang berbentuk bujur sangkar.

II.9. Pondasi Telapak Bujur Sangkar ( Square Footing )

Jenis pondasi yang juga dinamakan pondasi telapak terpisah ini mungkin merupakan jenis yang sering dipakai, karena paling sederhana dan ekonomis dibandingkan berbagai jenis pondasi lainnya. Pada dasarnya pondasi tersebut berupa suatu plat yang langsung menyangga sebuah kolom.


(59)

Dalam menyangga beban konsentris, pondasi telapak berlaku dan diperhitungkan sebagai struktur kantilever dua arah (x dan y) dengan beban tekanan arah ke atas pada telapak pondasi. Tegangan tarik terjadi pada kedua arah di bagian bawah pondasi telapak. Pondasi ditulangi dengan dua lapis batang baja yang saling tegak lurus dan arahnya sejajar dengan tepi pondasi. Luas bidang singgung antara pondasi dan tanah yang diperlukan dan merupakan fungsi dari tekanan tanah ijin dan beban dari kolom.

II.9.1. Kuat Geser

Karena pondasi telapak bekerja ke arah x dan y, perhitungan kuat gesernya harus mempertimbangkan dua jenis berbeda, yaitu kuat geser pons (geser dua sumbu) dan kuat geser balok (geser satu sumbu). Pada umumnya, tebal pondasi yang diperlukan ditentukan berdasarkan pada syarat kuat geser yang harus dipenuhi. Gaya geser dua arah sumbu disebut juga sebagai geser pons, karena kolom atau umpak pedestal cenderung untuk mendesak melobangi plat tempat fondasi yang mengakibatkan timbulnya tegangan di sepanjang keliling kolom atau umpak pedestal.

Beberapa percobaan membuktikan bentuk kegagalan kuat geser pons berupa retakan membentuk piramida terpancung me-lebar ke bawah. Sesuai dengan SK SNI 03-2847-2002 Sub-Pasal 13.12.1.2, aksi dua arah dimana masing-masing penampang kritis yang akan ditinjau haruslah ditempatkan sedemikian hingga perimeter bo adalah minimum, tetapi tidak perlu lebih dekat daripada jarak


(60)

(b)Lokasi perubahan ketebalan pelat seperti pada tepi kepala kolom atau tepi daerah penebalan pelat.

Perencanaan fondasi yang bekerja pada dua arah didasarkan pada nilai kuat geser Vn yang ditentukan tidak boleh lebih besar dari Vc kecuali apabila

dipasang tulangan geser. Dari ketentuan SK SNI 03-2847-2002 Sub-Pasal13.12.2.1, untuk fondasi telapak non-prategang, nilai Vc harus diambil sebagai nilai terkecil dari persamaan-persamaan berikut:

Vc = �1 +

2

��� �

��′� �

6 � Pers.(78) SK SNI 03-2847- 2002 (Pasal

13.12.2.1(a)) (2.31)

Vc = ����

�� + 2�

��′����

12 Pers.(79) SK SNI 03-2847- 2002 (Pasal

13.12.2.1(b)) (2.32)

Vc = 1

3��′� �� � Pers.(80) SK SNI 03-2847- 2002 (Pasal

13.12.2.1(c)) (2.34)

dimana, � = rasio sisi panjang terhadap sisi pendek dari beban terpusat yang bekerja atau bidang reaksi.

= panjang keliling penampang kritis geser dua arah yang bekerja

pada fondasi telapak.

= nilainya adalah 40 untuk kolom interior, 30 untuk kolom tepi, 20

untuk kolom sudut.

Penggunaan penulangan geser di dalam pondasi tidak disarankan karena tidak praktis, terutama berkaitan dengan kesulitan pemasangan di samping lebih praktis untuk menambah ketebalan pondasi sedikit saja. Oleh karena itu, umumnya perencanaan kuat geser pondasi telapak disarankan sepenuhnya pada


(61)

kuat geser beton saja. Perilaku pondasi telapak yang bekerja pada satu arah dapat disamakan dengan balok atau plat penulangan satu arah. Sesuai dengan SK SNI 03-2847-2002 Pasal 13.12.1.1, ditentukan bahwa penampang kritis geser satu arah pada pondasi adalah bidang vertikal memotong lebar di tempat yang berjarak sama dengan tinggi efektif dari muka beban terpusat atau bidang reaksi. Sama seperti halnya pada balok atau plat dengan penulangan satu arah, kuat geser beton pada pondasi telapak diperhitungan sebagai berikut:

Vc =

1

6 ��′����d (2.35)

Untuk kedua kuat jenis kuat geser pada pondasi tersebut, apabila untuk keduanya tanpa penulangan geser, sebagai dasar perencanaan kuat geser adalah Vu ≤ ϕ Vn

dimana Vn = Vc.

II.9.2. Momen dan penyaluran batang tulangan

Penentuan ukuran dan jarak spasi tulangan baja terutama merupakan fungsi momen lentur yang timbul akibat tekanan tanah ke atas (setelah dikurangi dengan berat plat fondasi. Plat pondasi telapak berlaku sebagai balok kantilever pada dua arah dengan beban tekanan tanah arah ke atas. Untuk menentukan letak pangkal jepit kantilever atau penampang kritis momen lentur, sesuai dengan ketentuan dalam SK SNI 03-2847-2002 Pasal 17.4.2 ditetapkan sebagai berikut: 1.Untuk pondasi yang menopang kolom atau pedestal adalah pada muka kolom atau pedestal.

2.Untuk pondasi yang menopang kolom dengan dengan menggunakan umpak plat baja adalah setengah dari jarak yang diukur dari bagian tengah muka kolom ke tepi pelat baja.


(62)

II.9.3. Pelimpahan beban dari kolom ke pondasi

Semua beban yang disangga oleh kolom (termasuk berat sendiri kolom) dilimpahkan ke pondasi melalui umpak pedestal (bila ada) berupa desakan dari beton dan tulangan baja. Seperti yang diarahkan oleh SK SNI 03-2847-2002 Pasal 12.17.1, kuat tumpuan rencana pada beton tidak boleh melebihi ϕ (0,85 f’c A1).

Apabila bidang tumpuan lebih luas atau lebih panjang baik ke arah panjang maupun lebarnya terhadap bidang yang bertumpu, perencanaan kuat tumpuan untuk bidang yang bertumpu dikalikan dengan:

�2

�1

dimana, A1 = luas maksimum bagian bidang tumpuan yang secara

geometris serupa dan konsentris terhadap bidang tumpu yang bertumpu.

A2 = bidang yang bertumpu.

Selanjutnya, sesuai SK SNI 03-2847-2002 Pasal 12.17.1.1,

�2

�1

2,0 (2.39)

Oleh karena itu, dalam keadaan bagaimanapun rencana kuat tumpuan untuk bidang yang bertumpu tidak boleh lebih dari:

ϕ (0,85 f’c A1)(2)

dimana, untuk tumpuan beton digunakan nilai ϕ = 0,70.

Disebabkan oleh situasi dan kondisi teknis pelaksanaan, umumnya dipakai kuat beton pondasi lebih rendah dari kuat beton yang ditumpu, sehingga dalam


(63)

menentukan pelimpahan beban yang berlangsung di antara keduanya harus benar-benar mempertimbangkan keadaan bahan dua komponen struktur.

Apabila kolom bertulang tidak dapat melimpahkan seluruh beban hanya melalui bidang singgung tumpuan beton, kelebihannya dilimpahkan melalui penulangan dengan memperhitungkan kemampuan penyaluran tegangan batang tulangan baja. Pelaksanaannya dengan cara memasang tulangan pasak (dowel), bilamana perlu untuk setiap batang tulangan memanjang kolom dipasang satu batang pasak. Apabila cara tersebut belum juga mencukupi, dapat dipasang pasak tambahan atau menggunakan tulangan pasak dengan diameter yang lebih besar dari batang tulangan pokok kolom, asalkan tidak lebih dari D36 (SK SNI 03-2847-2002 Pasal 17.8.2.3). Panjang penyaluran tulangan pasak (dowel) harus cukup memenuhi panjang penyaluran batang tulangan desak yang diperlukan untuk kedua belah pihak bidang tumpuan. Apabila pasak diperhitungkan menyalurkan beban lebih ke dalam pondasi, hubungan antara pasak dengan tulangan pokok kolom harus disambung dengan sambungan lewat desak.

Untuk struktur kolom baja profil atau kolom dengan menggunakan plat baja (plat landas) pada tumpuannya, biasanya pelimpahan beban total diperhitungkan seluruhnya pada bidang singgung tumpuan beton. Sebagaimana yang telah dibahas di atas, perencanaan kuat tumpuan juga diberlakukan pada kasus ini. Apabila ukuran umpak kolom (plat baja) tidak mencukupi untuk melimpahkan beban total, harus dilakukan penyesuaian dengan melaksanakan beberapa ketentuan sebagai berikut:

1.ukuran umpak plat baja (plat landas diperluas)


(64)

3.berdasarkan pada luas plat baja, luas tumpuan diperbesar sedemikian rupa sehingga rasio antara keduanya mencapai nilai maksimum.

Penggunaan umpak pedestal beton antara kolom dan fondasi merupakan hal yang umum dalam praktek perencanaan bangunan. Umpak pedestal bertugas untuk menebarkan beban kolom ke bidang yang lebih luas pada pondasi sehingga akan memberikan pondasi yang lebih ekonomis. Apabila rasio dari tinggi terhadap ukuran terpendek arah lateral lebih dari tiga, digolongkan sebagai umpak pedestal yang secara teoritis diperhitungkan tidak memerlukan tulangan. Seberapa luas penampang lintang umpak pedestal yang diperlukan, pada umumnya ditentukan dengan mendasarkan pada kuat tumpuan beton seperti yang ditentukan pada SK SNI 03-2847-2002 Pasal 12.17, atau dengan menyesuaikan terhadap ukuran plat baja umpak kolom, atau sesuai dengan kebutuhan untuk maksud menebarkan beban kolom pada bidang yang lebih luas pada pondasi. Dalam praktek merencanakan umpak pedestal diberlakukan cara yang biasanya digunakan pada perencanaan kolom, ialah dengan menjangkar minimum empat tulangan sudut (untuk kolom persegi) ke dalam pondasi dan diperpanjang ke atas masuk ke dalam umpak pedestal, dan menggunakan tulangan sengkang sebagai pengikat.

Pada pondasi telapak bujur sangkar setempat (terpisah), penulangan tersebar merata keseluruh lebar pondasi untuk kedua arah. Karena besarnya momen lentur sama untuk kedua arah, maka baik ukuran maupun jarak spasi batang tulangan baja untuk kedua arah juga sama. Akan tetapi, harap diperhatikan bahwa tinggi efektif beton untuk masing-masing arah tidak sama, karena seperti diketahui batang tulangan baja saling bertumpangan untuk kedua arah. Meskipun demikian, perhitungan perencanaan di dalam praktek kadang-kadang


(65)

menggunakan tinggi efektif rata-rata yang ditentukan sama untuk kedua arah. Disamping itu, pada pondasi telapak dengan dua arah kerja juga berlaku syarat rasio penulangan minimum 1,4/fy, dan diterapkan untuk masing-masing arah kerja.

II.10. Perhitungan Tulangan Pondasi Telapak

Peraturan untuk perencanaan pondasi telapak mengacu pada Pasal 13.12 dan Pasal 17 SNI 03 – 2847 – 2002. Perencanaan pondasi harus mencakup segala aspek agar terjamin keamanannya sesuai dengan persyaratan yang berlaku, dan jumlah/jarak tulangan yang harus dipasang pada pondasi. Menurut Pasal 17.4.3 SNI 03 – 2847 – 2002, untuk pondasi telapak satu arah dan pondasi telapak bujur sangkar, tulangan harus tesebar merata pada seluruh lebar pondasi telapak. Untuk pondasi telapak persegi panjang (lihat Pasal 17.4.4 SNI 03-2847-2002), tulangan yang sejajar sisi panjang harus tersebar merata pada seluruh lebar pondasi, sedangkan tulangan yang sejajar sisi pendek dibagi menjadi dua bagian, yaitu tulangan pada jalur pusat (dipasang lebih rapat) dan tulangan pada jalur tepi (dipasang lebih renggang).

Dalam praktek di lapangan, biasanya pondasi dicor langsung di atas tanah, jadi selalu berhubungan dengan tanah. Menurut Pasal 9.7.1 SNI 03-2847-2002, selimut beton yang selalu berhubungan dengan tanah diambil minimal 75 mm.

Pada pondasi telapak bujur sangkar, cukup dihitung tulangan satu arah saja, dan untuk arah lainnya dibuat sama dengan arah pertama. Perhitungan tulangan sebaiknya dilaksanakan pada tulangan yang menempel di atas, yaitu


(66)

dengan nilai ds = 75 + D + D/2. Pada pondasi telapak persegi panjang, perhitungan tulangan dilaksanakan sebagai berikut:

1. Hitungan tulangan sejajar sisi panjang, dilaksanakan dengan urutan: a. Dihitung σx = tegangan tanah pada jarak x

σx = σmin +

L−x

L . ( σmaks − σmin ) (2.37)

b. Dihitung momen yang terjadi pada fondasi ( Mu )

Mu = 1/2. σx . x2 + 1/3 . (σmaks − σx ) . x2 (2.38) c. Dihitung faktor momen pikul K dan Kmaks

K = Mu / (ϕ . b . d2) dengan

b = 1000mm, ϕ = 0,8 (2.39)

Kmaks = 382,5 .β1 .�600+ fy− 225 .β1�.f′c

(600+fy)2

(2.40)

Syarat: K harus ≤ Kmaks

d. Dihitung tinggi balok tegangan beton tekan persegi ekuivalen ( a )

a = �1− �1− 2.K

0,85 .f′c� . d (2.41)

e. Dihitung As,u dengan rumus: As,u = 0,85 .f′c .a .b

fy

dengan b = 1000 mm

(2.42)

Jika f’c ≤ 31,36 MPa maka As,u ≥ 1,4 . b. d / (4. fy) (2.43) (Pasal 12.5.1)

Jika f’c > 31,36 MPa maka As,u ≥ �f′c . b. d / (4. fy) (2.44) (Pasal 12.5.1)


(67)

f. Dihitung jarak tulangan ( s )

s = (1/4 . � . D2. S) / As,u dengan S = 1000 mm (2.45) Pasal 12.5.4: s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm

g. Digunakan tulangan Dx – s, luasnya As = (1/4 . � . x2. S) / s (2.46)

2. Hitung tulangan sejajar sisi pendek, dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:

a. Diambil nilai tegangan tanah maksimal (σmaks) dari persamaan b. Dihitung momen pada fondasi ( Mu )

Mu = 1/2 . σmaks . x2

c. Dihitung nilai K, a, dan As,u dengan persamaan diatas. d. Untuk jalur pusat selebar B:

(1) Dihitung: As,pusat = (2. B. As,u) / (L + B) (2) Dihitung jarak tulangan (s)

s = (1/4 . � . D2. S) / As,u dengan S = 1000 mm Pasal 12.5.4: s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm

(3) Digunakan tulangan Dx – s, luasnya As = (1/4 . � . x2. S) / s e. Untuk jalur tepi selebar (L – B) / 2

(1) Dihitung As,tepi = As,u – As,pusat (2) Dihitung jarak tulangan ( s’ )

s’ = (1/4 . � . D2. S) / As,pusat dengan S = 1000 mm s’ harus memenuhi persamaan diatas

(3) Digunakan tulangan Dx – s’ Luasnya As = (1/4 . � . D2. S) / s’


(68)

Pada penulangan pondasi perlu dikontrol panjang penyaluran tegangan tulangan ( λd atau λdh ) dengan rumus berikut:

1. Panjang penyaluran batang tarik

Pasal 14.2.3 SNI 03-2847-2002 memberikan persamaan untuk panjang penyaluran tulangan tarik sebagai berikut:

λ

d

=

9 .fy 10 .�f′c

.

(α .β).λ

�c + K trd b

. d

b (2.47)

α .β≤ 1,7 ; ( c + Ktr) / db ≤ 2,5 dan�f ′c≤ 25/3 MPa

dengan:

λ

d = panjang penyaluran, mm.

λ

d

harus

≥ 300 mm

db = diameter batang tulangan, mm

α = faktor lokasi penulangan

= 1,3 jika tulangan berada di atas beton setebal ≥ 300 mm = 1,0 untuk tulangan lain

β = faktor pelapis

= 1,5 jika batang atau kawat tulangan berlapis epoksi dengan selimut beton kurang dari 3 . db atau spasi bersih kurang dari 6. db

= 1,2 jika batang atau kawat tulangan berlapis epoksi lainnya = 1,0 jika tulangan tanpa pelapis

γ = faktor ukuran batang tulangan

= 0,8 jika digunakan tulangan D-19 atau yang lebih kecil = 1,0 jika digunakan tulangan D-22 atau yang lebih besar


(69)

λ

= faktor beton agregat ringan

= 1,3 jika digunakan beton agregat ringan = �f ′c / ( 1,8 . fct ) tetapi tidak kurang dari 1,0

(fct adalah kuat tarik belah rata-rata beton agregat ringan, MPa) = 1,0 jika digunakan beton normal

c = spasi antar tulangan atau dimensi selimut beton (diambil nilai terkecil), mm

Ktr = faktor tulangan sengkang, Ktr =

Atr .fyt

10.s.n (2.48)

(untuk penyederhanaan, boleh dipakai Ktr = 0 (Pasal 14. 2. 4))

Atr = luas penampang total dari semua tulangan transversal yang berada dalam rentang daerah berspasi s dan yang memotong bidang belah potensial melalui tulangan yang disalurkan, mm fyt = kuat leleh yang disyaratkan untuk tulangan transversal, MPa s = spasi maksimal sumbu-ke-sumbu tulangan transversal yang dipasang di sepanjang λd, mm

n = jumlah batang atau kawat yang disalurkan di sepanjang bidang belah.

Persamaan di atas boleh disederhanakan dengan mengambil nilai batas bawah untuk parameter c dan Ktr yang umum, seperti pada Tabel 3.


(70)

Tabel 3. Persamaan untuk panjang penyaluran tulangan tarik ( Pasal 14. 2. 2 )

Kondisi Batang D-19 dan lebih kecil atau kawat ulir

Batang D-22 atau lebih besar

Spasi bersih batang-batang yang disalurkan atau

disambung tidak kurang dari db, selimut beton bersih tidak kurang dari db, dan sengkang atau sengkang ikat yang

dipasang di sepanjang λd tidak kurang dari persyaratan minimal sesuai peraturan atau spasi bersih batang-batang yang disalurkan atau

disambung tidak kurang dari 2.db dan selimut beton bersih tidak kurang dari db.

λd = 12 . fy .α .β .λ

25 .�f′c

. db λd = 3 . fy .α .β .λ

5 .�f′c

. db

Kasus-kasus yang lain

λd = 18 . fy .α .β .λ

25 .�f′c

. db λd = 9 . fy .α .β .λ

10 .�f′c

. db

Pasal 14.2.4 SNI 03-2847-2002 juga membolehkan menggunakan reduksi panjang penyaluran apabila luasan tulangan terpasang pada komponen lentur melebihi


(71)

luasan tulangan yang dibutuhkan dari analisis, dengan menggunakan faktor pengali luas tulangan f berikut:

a) Struktur tidak direncanakan tahan gempa, f = As ,u

As ,terpasang (2.49)

b) Struktur direncanakan tahan gempa, f = 1,0

2. Panjang penyaluran tulangan tekan

Panjang penyaluran untuk tulangan yang berada pada kondisi tekan diberi

notasi sama dengan panjang penyaluran untuk tulangan tarik, yaitu λd, tetapi nilainya lebih kecil (minimal 200 mm). Panjang penyaluran tulangan untuk tulangan tekan dihitung berdasarkan Pasal 14. 3 SNI 03-2847-2002, dengan persamaan berikut:

λd = λdx f dan λd ≥ 200 mm (2.50)

λdb = db .fy

4 .�f′c

(2.51)

λdb harus ≥ 0,04 . db. fy (2.52)

dengan:

λd = panjang penyalurang tulangan, mm

λdb = panjang penyaluran dasar, mm f = faktor pengali

= As ,u

As ,terpasang

jika jumlah tulangan terpasang melebihi kebutuhan

= 0,75 jika tulangan dilingkupi sengkang D-13 dan berspasi sumbu-ke-sumbu ≤ 100 mm


(72)

3. Angkur (kait) tulangan

Kait tulangan digunakan sebagai angkur tambahan pada suatu keadaan apabila daerah angkur yang tersedia pada elemen struktur tidak mencukupi kebutuhan panjang penyaluran tulangan lurus. Panjang penyaluran

tulangan kait diberi notasi dengan λdh. Bentuk kait standar yang biasa digunakan pada struktur beton ada dua macam yaitu kait 900 dengan 1800 seperti terlukis dalam Gambar 2.27.

(a) Kait 900 (b) Kait 1800

Gambar 2.28. Kait Tulangan Standar

Pada Gambar 2.27, jari-jari luar bengkokan tulangan ( r ) ditentukan sebagai berikut (Pasal 14.5.3 SNI 03-2847-2002) :

1) Untuk diameter 10 mm hingga 25 mm, r ≥ 4 . db 2) Untuk diameter 29 mm hingga 36 mm, r ≥ 5 . db 3) Untuk diameter 43 mm hingga 57 mm, r ≥ 6 . db


(73)

Panjang penyaluran minimal yang dibutuhkan untuk tulangan kait ini lebih kecil daripada panjang penyaluran tulangan tekan, yaitu 150 mm. Menurut Pasal 14.5.1 SNI 03-2847-2002, panjang penyaluran tulangan kait ditentukan berdasarkan persamaan berikut:

λdh = λhb . β . λ . f. f1. f2. f3 (2.53)

λdh ≥ 8 . db dan λdh≥ 150 mm (2.54)

λhb = 100. db / �f′c (2.55)

dengan:

λdh = panjang penyaluran tulangan kait, mm

λhb = panjang penyaluran dasar, mm

β = faktor tulangan berlapis epoksi = 1,2

λ = faktor beton agregat ringan = 1,3 f = faktor tulangan lebih = As,u / As, terpasang

(jika penjangkaran atau penyaluran fy tidak khusus diperlukan) f1 = faktor kuat leleh batang tulangan = fy / 400

f2 = faktor selimut beton = 0,7

(jika batang ≤ D-36 dengan tebal selimut samping ≥ 60 mm, kait 900 selimut pada perpanjangan kaitan ≥ 50 mm)

f3 = faktor sengkang atau sengkang ikat = 0,8

(jika batang ≤ D-36 dengan kait yang secara vertikal atau horizontal tercakup di dalam sengkang atau sengkang ikat yang dipasang sepanjang panjang penyaluran λdh dengan spasi ≤ 3 x


(74)

4. Mengontrol kuat dukung pondasi

Kuat dukung pondasi dikontrol dengan persamaan berikut (Pasal 12.17.1 SNI 03-2847-2002):

Pu,k ≤ Pu

Pu = ϕ . 0,85. f’c . A1 dengan ϕ = 0,7 (2.56)

II.10. Pondasi telapak kombinasi

Pondasi telapak kombinasi merupakan pondasi yang lazimnya mendukung dua kolom. Ini boleh jadi merupakan dua-kolom dalam dengan jarak yang demikian dekatnya (Gambar 2.28a) sehingga telapak setempat bertindihan. Jika garis sifat terdapat pada atau sekitar tepi dari kolom luar, dapat digunakan telapak kombinasi persegi (Gambar 2.28b) atau trapezium (Gambar 2.28c) untuk mendukung kolom-luar dan kolom –kolom yang bersebelahan.


(75)

Untuk perhitungan penulangan, kita akan mengacu pada Peraturan ACI yang akan dihitung:

- Panjang dan lebar telapak

- Geser berfaktor dan momen berfaktor di arah memanjang. - Tebal pelat pondasi

- Penulangan memanjang utama

- Penulangan memanjang pada bagian bawah telapak di luar pusat kolom

- Penulangan melintang


(76)

BAB III

METODOLOGI

Metode yang digunakan pada tugas akhir ini merupakan studi literatur yaitu untuk menghitung desain pondasi telapak. Dan pada kesempatan kali ini akan dibahas desain pondasi telapak bujur sangkar, dan pondasi kombinasi empat persegi panjang.

Adapun langkah-langkah perencanaannya akan dijelaskan sebagai berikut:

III.1. Pemodelan Pondasi

Pemodelan ini dibuat agar kita bisa mengerti arah pengerjaan aplikasi perhitungan dalam Bab IV. Dengan adanya pemodelan tersebut, kita bisa mengetahui arah pengerjaan dari contoh soal yang dimaksud. Rencana pemodelan yang akan dihitung yaitu untuk perhitungan penulangan kita akan menghitung 2 jenis pondasi bujur sangkar yang berbeda letak muka air tanah, dimensi pondasi dan kedalaman, dan 1 lagi pondasi kombinasi empat persegi panjang.

III.2. Jenis Tanah

Pada Tugas akhir ini kita akan mendesain Jenis tanah yang akan dibahas pada Tugas akhir ini adalah jenis tanah Lempung (clay).

III.3. Menghitung Daya Dukung Tanah

Untuk mencari daya dukung, parameter tanah yang diperlukan untuk perhitungan: sudut geser (�) , berat volume (�) , kohesi tanah (�). Metode yang


(77)

digunakan untuk mencari daya dukung tanah adalah metode Terzaghi. Pada saat perhitungan daya dukung, posisi letak muka air tanah tidak boleh diabaikan karena dengan adanya pengaruh muka air tanah, berat volume (�) akan jelas berbeda.

Rumus daya dukung tanah metode Teraghi untuk pondasi bujur sangkar adalah

qu = 1,3���+ ���� + 0,4�B��

Dari perhitungan daya dukung tanah, akan diperoleh dimensi pondasi.

III.4. Desain Pondasi Telapak Bujur Sangkar

Pada tahap ini mencakup seluruh perhitungan perencanaan pondasi bujur sangkar, mulai dari penentuan ukuran pondasi sampai dengan penulangan. Disini akan dibahas mengenai penentuan ukuran pondasi, control kuat geser 1 arah, control kuat geser 2 arah, dan perhitungan tulangan pondasi.

III.5. Menghitung Penurunan Pondasi

Pondasi yang akan dibahas pada perhitungan penurunan adalah hanya pondasi bujur sangkar saja. Untuk meninjau beban yang terjadi di setiap lapisan tanah digunakan teori Boussinesq. Dan untuk perhitungan penurunan kita akan menggunakan dua metode perhitungan yaitu metode sub-layer dan metode one-point.


(78)

Skema pengerjaan desain pondasi telapak bujur sangkar

Pemodelan pondasi serta asumsi data-data yang diperlukan. Data-data tersebut antara lain:

-Data tanah: , � , c -Data mutu beton: fy, fc -Beban (Pu dan Mu)

Penentuan ukuran telapak pondasi bujur sangkar (B , L)

Kontrol kuat geser 1 arah dan 2 arah

Penulangan Pondasi Telapak Bujur Sangkar

Pondasi A

(muka air tanah berada ditengah pondasi)

Pondasi B

(muka air tanah berada dibawah pondasi)

Perhitungan daya dukung tanah Perhitungan daya dukung tanah

Penentuan ukuran telapak pondasi bujur sangkar (B , L)

Kontrol kuat geser 1 arah dan 2 arah

Penulangan Pondasi Telapak Bujur Sangkar

Perhitungan Penurunan dengan metode one-point dan sub-layer

Perhitungan Penurunan dengan metode one-point dan sub-layer

Pembahasan

Pondasi C

(hanya sampai perhitungan penulangan)


(1)

IV.3. Analitis

Beberapa poin yang dapat disimpulkan dari hasil perhitungan:

• Kasus tanah yang ditinjau pada perhitungan desain pondasi kali ini adalah pada tanah lempung. Tanah lempung biasanya mendapat perhatian khusus dalam mendesain pondasi, terlebih lagi pada masalah penurunannya.

• Dari perhitungan di atas, dengan menggunakan ukuran pondasi yang telah ditetapkan, perhitungan tegangan di dasar pondasi tidak melebihi daya dukung tanah di bawahnya, artinya ukuran pondasi sudah bisa digunakan. • Perhitungan kontrol momen lentur, tegangan geser 1 arah dan tegangan

geser 2 arah tidak melebihi yang diijinkan, artinya pondasi akan aman terhadap bahaya kerusakan yang diawali dengan retak pada pondasi.

• Tulangan pondasi dihitung berdasarkan besar momen maksimal yang terjadi pada pondasi, dengan asumsi bahwa pondasi dianggap sebagai pelat yang dijepit oleh bagian tepi kolom.

• Besar penurunan pondasi yang ditinjau dengan perhitungan 10 lapisan akan lebih besar nilainya daripada penurunan pondasi yang ditinjau dengan perhitungan satu lapisan. Artinya jika semakin banyak lapisan yang kita tinjau penurunannya, maka penurunan pondasi tersebut akan semakin besar, hal ini dikarenakan:

Satu lapis Beberapa Lapisan

Besar Po dan ∆P hanya ditinjau sampai ditengah lapisan lempung

Nilai Po dan ∆P ditinjau sampai ke dasar lapisan lempung

Po dianggap sama ditiap kedalaman


(2)

nilainya ditengah lapisan lempung lapisan

• Perbedaan tambahan tegangan vertical berbanding lurus dengan besar penurunan. Jika kita menghitung penurunan tanah dengan satu lapisan, maka kita hanya memperhitungkan pengaruh tambahan beban di tengah lapisan tanah dan tambahan tegangan di kedalaman yang lai diasumsikan sama. Sementara, dengan melihat grafik isobar tegangan teori Boussinesq, perbedaan kedalaman akan memberikan distribusi beban yang berbeda.

• Rekapitulasi Perhitungan: Pondasi tipe A

- Dimensi pondasi : 2 m x 2 m, tebal pondasi : 0,5 m; pada kedalaman 2 m

- Muka air tanah terletak pada kedalaman 1 m dari permukaan - Tulangan yang dipakai D19

- Besar penurunan:

Pondasi 1 lapisan ( m) 2 lapisan (m) 5 lapisan (m) 10 lapisan (m)

P1 = P4 0,033 0,087 0,127 0,188

P2 = P5 0,040 0,089 0,129 0,191


(3)

Pondasi tipe B

- Dimensi pondasi : 2,5 m x 2,5 m; tebal pondasi : 0,5 m; pada kedalaman 2 m

- Muka air tanah terletak pada kedalaman 1 m dari permukaan - Tulangan yang dipakai D19

- Besar penurunan tanah:

Pondasi 1 lapisan ( m) 2 lapisan (m) 5 lapisan (m) 10 lapisan (m)

P1 = P4 0,007 0,017 0,094 0,096

P2 = P5 0,020 0,019 0,097 0,099

P3 = P6 0,007 0,017 0,094 0,096

Pondasi tipe C

- Dimensi pondasi: 7 x 1,8 m dengan tebal 0,25 m. - Tulangan yang dipakai 14 – D19, 7 – D14, D12 – 225. - Penurunan tidak dihitung.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil perhitungan dan analisis, antara lain:

1. Kegagalan/kerusakan pondasi selalu diawali oleh terjadinya retak pada beton. Keadaan ini terjadi karena pondasi tidak mampu menahan beban yang berupa momen lentur dan/atau gaya geser. Inilah sebabnya kenapa perlu dihitung juga kontrol tegangan geser 1 arah dan 2 arah.

2. Beban yang bekerja pada pondasi berasal dari tekanan tanah di bawah pondasi. Jika tulangan tidak mampu menahan momen lentur yang bekerja pada pondasi, maka akan terjadi retak beton pada momen terbesar (umumnya di bagian tengah pondasi) dengan arah vertikal ke atas.

3. Tegangan geser 2 arah atau tegangan geser pons (punching shear), dapat mengakibatkan retak miring di sekeliling kolom dengan jarak ± d/2 dari muka kolom, d adalah tebal efektif pondasi.

4. Tegangan geser 1 arah yang bekerja pada dasar pondasi dapat mengakibatkan retak di sekitar pondasi pada jarak ± d dari muka kolom. 5. Untuk perhitungan penurunan, dengan metode sub-layer, semakin banyak


(5)

6. Untuk memberikan hasil yang akurat sebaiknya menghitung penurunan dengan menggunakan metode sub-layer.

7. Pondasi telapak kombinasi biasanya lebih efisien digunakan bila jarak antar sumbu kolom agak berdekatan.

8. Perhitungan penulangan pondasi kombinasi hampir sama tahapannya dengan cara menghitung penulangan balok.

V.2. Saran

Beberapa saran yang dapat diaplikasikan dari perhitungan desain pondasi telapak dan evaluasi penurunan pondasi kali ini:

1. Untuk pencegahan pondasi dari bahaya kerusakan/kegagalan yang diawali oleh retak pada beton, disarankan agar mengontrol momen lentur, tegangan geser 1 arah dan 2 arah.

2.

Bila pada situasi letak sumbu kolom saling berdekatan, lebih baik menggunakan pondasi telapak kombinasi dibanding pondasi telapak tunggal karena akan lebih ekonomis.

3.

Untuk perhitungan penurunan tanah, lebih baik ditinjau perlapisan tanah dengan ketebalan tertentu sampai perbedaan besar penurunan semakin konstan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bowles J.E, 1977, Foundation Analysis and Design, Fifth Edition. New York: The McGraw – Hill Companies, Inc.

Das Braja M, 1998, Principles of Foundation Engineering. California: PWS Publishing.

Das Braja M, 1994, Mekanika Tanah Jilid 2. Surabaya: Penerbit Erlangga.

Hariyatmo C, Hary, 2002, Teknik Pondasi 1, Yogyakarta: Penerbit Beta Offset.

Asroni, Ali, 2010, Kolom Fondasi & Balok T Beton Bertulang. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wang, Chu-Kia, Salmon C, 1985, Disain Beton Bertulang Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Dipohusodo, Istimawan, 1996, Struktur Beton Bertulang. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kusuma, Gideon H., 1994, Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang, Jakarta: Penerbit Erlangga.

Samosir, Juwita, 2012, Studi Korelasi Pola Penurunan Pondasi Dangkal Pada Tanah Lempung Dengan Distribusi Beban Perlapisan Tanah Pada Beberapa Variasi Desain Pondasi. Medan: USU