HUBUNGAN FISIK INPUT DAN OUTPUT PERTANIA

HUBUNGAN FISIK INPUT DAN OUTPUT
PERTANIAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari13667 pulau dengan
5 pulau besar. Indonesia juga memiliki jumlah penduduk terbayak ke tiga setelah China dan
India. Berdasarkan kondisi geografis tersebut potensi pemanfaatan sumberdaya wilayah
meliputipertanian,
perkebunan,
kehutanan, Perikanan, Peternakan , Pariwisata, Pertambangan, Industri
dan
jasa, Perdagangan. Sektor pertanian menduduki peringkat pertama dikarenakan memiliki peran
penting dalam pembangunan nasional. Sektor pertanian menyerap banyak tenaga kerja sehingga
menjadi pendorong bergeraknya sektor ekonomi riil.
Meskipun mempunyai peran yang sangat strategis, sektor pertanian mempunyai banyak
kendala, salah satunya yang paling penting adalah kebutuhan akan modal. Kebutuhan akan
modal akan meningkat dimasa mendatang seiring melonjaknya harga-harga input pertanian,
seperti pupuk, obat-obatan, dan upah buruh. Kendala ini akan menjadi potensi yang besar bagi
lembaga keuangan seperti perbankan swasta maupun negeri. Salah satu peran lembaga keuangan
antara lain menejer investasi, mereka menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dalam

bentuk pinjaman atau pembiayaan. Namun kenyataanya, perbankan tidak tertarik untuk
‘menggarap’ sektor pertanian. Karakteristik usaha yang mengandung banyak resiko yang
menyebabkan minat lembaga keuangan dalam memberi pembiayaan sangat minim.
Kegiatan usaha pada sektor pertanian pada umumnya dilaksanakan dengan pola ekonomi
rakyat sebagai bagian dari systemekonomi nasional yang perlu untuk ditingkatkan, dalam
pembangunan ekonominasional peran sektor pertanian ini merupakan bagian yang tak
terpisahkan danmerupakan bagian yang sangat penting dan strategis.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas adapun yang menjadi rumusan masalahnya adalah :
1. Bagaimana potret dari lembaga pembiayaan sektor pertanian?
2. Apa itu sistem kredit dalam pembiayaan sektor pertanian?
3. Dan apa kendala dalam pembiayaan sektor pertanian itu?
1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana potret dari
lembaga pembiayaan , sistem kredit dan kendala yang dihadapi dalam sektor pertanian.

BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Potret Lembaga Pembiayaan Sektor Pertanian
Keuangan pertanian dimana pembiayaan perusahaan agribisnis di dalamnya berhubungan
dengan soal-soal keuangan disektor pertanian. Sektor terakhir ini pada gilirannya termasuk
sektor ekonomi yang bersama-sama dengan sektor industri dan sektor jasa di suatu negara,
merupakan sektor ekonomi nasional negara tersebut. Keuangan pertanian berhubungan dengan
permintaan, penawaran, pengaturan dan permohonan modal di sektor pertanian, sedangkan
pembiayaan perusahaan agribisnis berhubungan dengan semua keperluan dan pengaturan serta
pengontrolan keuangan untuk membiayai status perusahaan/kegiatan di sektor pertanian.
Perusahaan di sektor pertanian disebut usahatani, selama semua hasil usahatani tersebut
ditujukan untuk pasaran, walaupun peringkat usahanya masih tradisional dan sederhana, masih
subsisten, maupun sudah moderan dan komersil.
Keuangan pertanian adalah suatu studi makro tentang usaha untuk mendapatkan modal,
memakai modal tersebut dan terakhir mengontrolnya di bidang pertanian dalam arti agregatif,
apakah itu bidang pertanian dalam arti genetif termasuk kehutanan dan perkebunan, atau di
bidang peternakan, perikanan dan di bidang lainnya yang hasilnya bersumber dari alam dan
sekitarnya. Pembiayaan perusahaan agribisnis merupakan bagian dari studi keuangan pertanian.
Sektor pertanian, terutama di negara-negara yang sedang berkembang mempunyai kedudukan
yang sangat penting, bahkan yang paling penting dalam sektor ekonomi secara keseluruhan.
Pembiayaan perusahaan agribisnis adalah studi mikro tentang bagaimana menyediakan modal,
kemudian memakai, dan akhirnya mengontrolnya di dalam suatu perusahaan agribisnis

(Kadarsan , 1992).

Modal pertanian dalam arti makro adalah faktor produksi modal yang disalurkan, dikelola
dan dikontrol di dalam kegiatan ekonomi di sektor pertanian dalam arti luas dan merupakan salah
satu sektor ekonomi nasional. Modal usahatani dalam arti mikro adalah faktor produksi modal
yang disediakan, diolah dan dikontrol di dalam suatu usahatani perusahan agribisnis maupun
suatu usahatani yang masih sederhana. Modal investasi adalah modal yang dipakai untuk
membiayai pendirian suatu perusahaan untuk memperluas volume perusahaan atau untuk
mengganti peralatan seperti mesin-mesin, bangunan dan barang-barang modal lainnya. Didalam
dunia pertanian biasanya jumlah terbesar dari modal investasi terdiri dari modal untuk membeli
tanah pertanian. Modal operasional atau modal kerja atau disebut juga modal lancar dipakai
untuk membiayai semua pengeluaran yang menyebabkan perusahaan aktif beroperasi.
Contohnya yaitu untuk membeli bahan-bahan produksi, perlengkapan-perlengkapan, upah
pegawai harian atau borongan, dan biaya-biaya lainnya yang pada akhirnya setelah proses
produksi berjalan akan menghasilkan produk yang nantinya akan siap untuk dipasarkan.
Pengeluaran–pengeluaran untuk tujuan konsumtif pada masa operasional tersebut juga dibiayai
oleh modal operasional (Riyanto, 1983).
Keuangan pertanian adalah usaha untuk mendapatkan modal, memakai modal tersebut
dan terakhir mengontrolnya yang dilakukan disegala bidang pertanian dalam arti agregatif.
Keuangan pertanian berhubungan dengan permintaan, penawaran, pengaturan dan permohonan

modal di sektor pertanian, sedangkan pembiayaan perusahaan agribisnis berhubungan dengan
semua keperluan dan pengaturan serta pengontrolan keuangan untuk membiayai suatu
perusahaan/kegiatan di sektor pertanian (usahatani) (Kadarsan, 1992).
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa modal pertanian dalam arti makro
adalah faktor produksi modal yang disalurkan, dikelola dan dikontrol di dalam kegiatan ekonomi
di sektor pertanian. Modal usahatani dalam arti mikro adalah faktor produksi modal yang
disediakan, diolah dan dikontrol di dalam suatu usahatani perusahaan agribisnis maupun suatu
usahatani yang masih sederhana. Modal dapat berupa modal investasi dan modal operasional.
Penggunaan modal tersebut bertujuan agar perusahaan agribisnis/usahatani dapat berjalan dan
berproduksi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat tani.
2.1.1 Lembaga Pembiayaan Sektor Pertanian
Lembaga pembiayaan sektor pertanian dapat berupa bank ataupun nonbank.
1.

Pusat Pembiayaan Pertanian
Tujuan dan Sasaran
Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan PDB, perolehan devisa,
penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penciptaan kesempatan kerja, dan peningkatan pendapatan
masyarakat.Revitalisasi Pertanian yang dicanangkan oleh Presiden RI mengandung arti sebagai kesadaran untuk menempatkan
kembali pentingnya sektor pertanian secara proporsional dan kontekstual, dalam arti menyegarkan kembali vitalitas,

memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan nasional yang terintegrasi dengan
masing-masing subsektor. Sesuai dengan mandat Pusat Pembiayaan Pertanian, maka ditetapkan tujuan dan sasaran dari organisasi
sebagai berikut:
1.

Tersusunnya kebijakan dan program pembiayaan pertanian yang fleksibel, serta
tersedianya sumber-sumber pembiayaan yang mudah diakses oleh petani.

2.

Terlaksananya kerjasama dengan lembaga-lembaga penyedia jasa keuangan untuk
penyediaan skim-skim kredit yang dibutuhkan oleh petani.

3.

Terwujudnya lembaga keuangan yang mampu melayani petani yang diharapkan dapat
menjembatani kebutuhan petani atas jasa dan pelayanan keuangan.

Sasaran yang ingin dicapai oleh Pusat Pembiayaan Pertanian adalah membangkitkan
kinerja sektor pertanian yang cenderung menurun sebagai akibat kurangnya perhatian pemerintah

dalam mendorong peningkatan akses petani kepada sumber pembiayaan baik dari perbakan
maupun lembaga keuangan lainnya.
Visi dan Misi
Visi Pusat Pembiayaan Pertanian adalah Menjadi Lembaga yang mampu menjembatani
kebutuhan petani atas pembiayaan yang mudah diakses dalam upaya mewujudkan pertanian
tangguh untuk Pemantapan Ketahanan Pangan, Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing
Produk Pertanian serta Peningkatan Kesejahteraan Petani. Untuk mencapai Visi Pusat
Pembiayaan Pertanian tersebut, maka misi yang harus dilaksanakan adalah :
1.

Mengembangkan sistem pembiayaan pertanian yang fleksibel sesuai dengan arah
pembangunan pertanian;

2.

Mendorong tersedianya subsidi kredit sebagai bentuk keberpihakan pemerintah dalam
pembangunan pertanian;

3.


Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumber-sumber pembiayaan
pertanian melalui penjaminan dan pendampingan;

4.

Mendorong peningkatan peran lembaga keuangan (bank/non bank) dalam pembangunan
pertanian;

5.

Mengembangkan skim-skim kredit pertanian mulai dari hulu - budidaya - hilir, serta
skim-skim yang terintegrasi dengan lembaga pembiayaan lainnya;

6.

Mendorong terbentuknya konsep dan kebijakan pendirian asuransi pertanian dan
Lembaga Pembiayaan Pertanian;

7.


Mendorong berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro untuk pertanian di pedesaan yang
sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Strategi dan Kebijakan Pembiayaan Pertanian
Modal, baik yang berasal dari masyarakat maupun lembaga keuangan sangat berperan dalam
perjalanan pembangunan pertanian di Indonesia. Walaupun alokasi pembiayaan untuk kegiatan
pertanian ini relatif kecil bila dibandingkan dengan sektor lain, akan tetapi ketersediaan modal
khususnya melalui kredit program yang telah diluncurkan sejak kredit pola Bimas ternyata
mampu mengantar Indonesia mencapai swasembada beras pada tahun 1984.
Ketersediaan modal untuk pertanian khususnya kredit lunak saat ini menjadi sangat terbatas
setelah berlakunya Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan LoI antara
Pemerintah Indonesia dengan IMF. Kebijaksanaan tersebut mengisyaratkan bahwa pembiayaan
pertanian tidak dapat sepenuhnya bergantung pada KLBI, akan tetapi lebih banyak

mengandalkan ketersediaan modal yang dimiliki oleh lembaga keuangan perbankan dan non
perbankan di dalam negeri maupun luar negeri, dengan pola penyaluran yang mengarah pada
sistem pembiayaan komersial. Sehubungan dengan itu, diperlukan upaya dalam memfasilitasi
pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan yang ada maupun pengembangan sumber pembiayaan
baru bagi para pelaku agribisnis, mulai dari petani skala kecil, menengah, koperasi sampai skala
besar. Sesuai dengan konteks Revitaliasi Pertanian maka Strategi yang ditempuh dalam rangka

mengembangkan pembiayaan pertanian adalah sebagai berikut :
1.

Menyempurnakan kebijaksanaan pembiayaan yang ada sehingga dapat meningkatkan
aksesibilitas petani dan pelaku agribisnis terhadap sumber pembiayaan;

2.

Mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim kredit pertanian yang mudah
diakses oleh petani dan pelaku usaha pertanian lainnya.

3.

Meningkatkan aksesibilitas petani atau pelaku pertanian lainnya terhadap sumber-sumber
pembiayaan yang tersedia, baik yang berasal dari perbankan maupun non perbankan.

4.

Mensosialisasikan sumber-sumber pembiayaan pertanian yang telah tersedia.


5.

Meningkatkan kerjasama dengan lembaga keuangan dan negara donor di luar negeri
untuk pengembangan pembiayaan pertanian.

6.

Mengembangkan pola subsidi bunga kredit agar kredit perbankan terjangkau oleh petani
kecil di pedesaan;

7.

Mengembangkan pola penjaminan kredit dan pola pendampingan bagi usaha mikro, kecil
dan menengah pertanian;

8.

Mengembangkan pembiayaan pola syariah untuk pembiayaan sektor pertanian;

9.


Mengembangkan lembaga keuangan khusus pertanian dan lembaga keuangan mikro
(LKM) pedesaan untuk pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah pertanian;

10.

Mengembangkan skim kredit yang tersedia menjadi skim kredit agribisnis yang mudah
diakses oleh petani;

11.

Mengembangkan konsep pendirian Lembaga Pembiayaan Agribisnis Indonesia;

12.

Mengembangkan konsep Asuransi Komoditas Pertanian dan pendirian Lembaga Asuransi
Pertanian.

2. Bank Pertanian
Untuk mempercepat pemberdayaan sektor pertanian diperlukan adanya satu lembaga
pembiayaan/keuangan khusus membiayai kegiatan usaha sektor-sektor produktif pertanian,
terutama bagi usaha pertanian produktif skala mikro dan kecil. Lembaga tersebutmengadopsi
model pembiayaan perbankan namun hanya terbatas bagi pertanian, tidak pada sektor-sektor lain

sebagaimana umumnya perbankan yang ada saat ini. Usulan ini menarik, mengingat secara ratarata penyaluran pembiayaan/kredit pertanian dibanding sektor lain (perdagangan, konstruksi, jasa
dll) masih cukup rendah, yaitu hanya sekira dibawah 10%. Salah satu penyebabnya adalah
karena pembiayaan kegiatan usaha pertanian, bila dilihat dari sisi risiko pembiayaannya, relatif
lebih besar ketimbang sektor lain. Sehingga, bagi perbankan hal ini menjadi acuan mendasar
sebelum memutus kredit, selain masalah collateral (agunan).
Bank pertanian adalah bank atau lembaga keuangan yang mengkhususkan diri untuk
memberikan pinjaman bagipetani dan nelayan. Bank pertanian dapat dimiliki oleh negara
maupun dikelola oleh swasta.
Di Indonesia, wacana kemunculan bank pertanian mulai ramai di pertengahan 2014 setelah
diketahui bahwa bank umum hanya menyalurkan sejumlah kecil kredit pada usaha pertanian.
Menurut data Bank Indonesia, hingga Februari 2013 tercatat penyaluran pembiayaan kredit di
sektor pertanian hanya 5,5% dari total kredit perbankan sebesar Rp2.721,9 triliun, dan sebagian
besar tertuju kepada perkebunan kelapa sawit. Hal ini dikarenakan pertanian masih merupakan
sebuah sektor usaha yang memiliki resiko tinggi sehingga bank cenderung berhati-hati dalam
mengeluarkan pinjaman kepada petani. Karena selama ini dalam undang-undang perbankan di
Indonesia tidak mengenal adanya bank yang khusus melayani pertanian.
Meski demikian, keberadaan bank pertanian di Indonesia disarankan oleh
akademisi Institut Pertanian Bogor, diinginkan oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia, dan
dibutuhkan oleh petani menurut Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia.
Tujuan pembentukan bank ini adalah sebagai pemberdayaan dan pengembangan usaha
pertanian yang lebih berpihak pada petani skala mikro dan kecil yang sangat
perlu untuk didukung. Yang perlu dikaji adalah model, peran dan skema bisnis pertanian yang
akan dikelola oleh Bank Pertanian ini. Sebagai lembaga perbankan, bank ini tunduk pada
peraturan Bank Indonesia, terutama menyangkut ketentuan dan kriteria penyaluran kredit, tingkat
kecukupan modal, batas pinjaman macet (NPL), dan ketentuan lainnya sebagaimana bank
konvensional yang ada saat ini.
2.2 Sistem Kredit Pertanian
2.2.1 Pengertian Kredit Sektor Pertanian
Masalah seputar penyediaan modal dan sulitnya akses ke perbankan umum adalah
kendala yang sering dilontarkan oleh para petani, baik petani tradisionil, pedagang maupun
pengumpul hingga industri rumah tangga yangberbasis pertanian. Kredit sektor pertanian
termasuk kredit produktif yangmenghasilkan barang berupa bahan makanan utama rakyat
Indonesia,membicarakan kredit sektor pertanian dengan sendirinya tidak akan terlepas daripola
tata hidup pertanian yang selalu terkait dengan keadaan alam, luas tanahgarapan, pola tanam, dan
musim.Kredit sektor pertanian ini secara tehnis perkreditan dan sosial ekonomimemerlukan
suatu kajian secara khusus, hal ini tidak terlepas faktor-faktorkehidupan petani, pedesaan,
kepadatan penduduk, semakin sempitnya tanahgarapan, adat istiadat dan tata kehidupan yang
tidak berubah, serta kemampuanSDM petani itu sendiri.Kalau kita perhatikan, perbankan rasanya
belum serius memberdayakanagrikultur. Rata-rata proporsi kredit Investasi untuk pertanian
hanya 12.13 %sedang untuk industri 32.13 % dan jasa 36.87 %. Disamping itu, kredit
modalkerja untukl pertanian hanya 6.05 % jauh lebih kecil bila dibandingkan dengankredit ke
industri yang rata-rata 37.67 % dan jasa 23.39 %. Lagi pula hanyabank-bank pemerintah yang
dominan memberikan kredit ke sektor ini, denganmenyumbang 61 % dari total kredit ke sektor
pertanian. Dari sebanyak 131 bankyang ada, hanya 4 % saja yang peduli dengan sektor

pertanian.Kredit pada sektor pertanian ini pada umumnya adalah kredit programyang merupakan
kredit masal dan sering bersifat politis, kredit yang bersifatmasal seringkali memberikan beban
berat kepada bank BUMN khususnya bankpemerintah yang lebih dominan memberikan kredit
pada sektor ini. Kreditprogram pada dasarnya merupakan kredit bersubsidi yaitu pengenaan
sukubunga biasanya berada dibawah suku bunga komersial yang berlaku pada saatini. Dengan
sifatnya yang masal maka menjadikan bank tidak mungkinmenganalisa satu persatu debiturnya,
disamping itu banyaknya jumlah debituryang juga tidak paham tentang pencatatan keuangannya
sehingga data-datauntuk analisa sulit didapatkan, ini penyebab terjadinya analisa secara
banktehnis tidak memenuhi syarat. Memang mengharapkan administrsi yang tertib dari para
petani adalahsuatu jangkauan yang sangat jauh dan panjang, sehingga jika ketertibanadministrasi
ini selalu dijadikan obyek utama penilaian secara bank tehnis, makapenilaian bank memang jauh
dari standart.
2.2.2 Jenis-Jenis Kredit Sektor Pertanian
Kebijakan perbankan yang ekspansif namun tetap mengacu kepada asas kehati-hatian
(prudent), menjadi pendukung utama dalam memacupengembangan sektor pertanian, tanpa
adanya dukungan dari lembagaperbankan maka sangat sulit diperoleh atau dicapainya
pertumbuhan yangsignifikan pada sektor riil khususnya sektor pertanian.Lembaga perbankan
harus dipacu untuk selalu mengembangkankebijakan yang selalu searah dan sejalan dengan
pengembangan sektorpertanian, untuk itu lembaga perbankan diupayakan tetap eksis membiayai
kreditpada sektor pertanian dengan mengupayakan kredit bersubsidi maupun kreditdengan bunga
dibawah kredit komersiil. Adapun jenis – jenis kredit padaprogram sektor pertanian antara lain
adalah :
a. Kredit Usaha Tani
KUT merupakan kredit yang diberikan kepada para petani guna mendukungpeningkatan
produksi pangan melalui pembiyaan usaha tanidalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan
hortikultura. Kredit inidisalurkan melalui Kelompok Tani, KUD maupun LSM yang
telahdirekomendasikan oleh dinas-dinas terkait diluar perbankan.Kredit Usaha Tani (KUT) ini
merupakan fasilitas kredit berprioritas tinggiyang mengandung unsur subsidi, serta KUT ini pada
dasarnya merupakankelanjutan dari kredit Bimas yang pada masa order baru hanya
disalurkanmelalui Bank Rayat Indonesia (BRI) yang sepenuhnya didukung olehKredit
Likwiditas Bank Indonesia (KLBI), Hasil nyata dari program initerlihat tercapainya swasembada
beras pada tahun 1984. Dalamperkembangannya bank penyalur KUT adalah bank umum yang
telahditunjuk pemerintah (BRI, Bank Danamon, Bank Pembangunan Daerah).Kredit ini bersifat
masal, pemberian kredit ini disesuaikan dengan musimtanam dan dalam jangka waktu hanya satu
tahun.
b. Kredit Kepada Koperasi (KKOP)
Kredit KKOP ini bertujuan untuk mengembangkan koperasi dibidangagribisnis terutama
untuk pengadaan distribusi pangan serta pembiayaanpasca panen kepada koperasi.Kredit Kepada
Koperasi (KKOP) adalah kredit investasi dan atau modaldalam rangka pembiayaan usaha
agribisnis, yaitu semua kegiatan yangterkait dengan pengadaan dan penyaluran (distribusi)
sarana produksipertanian, budidaya pertanian, pengolahan hasil pertanian danpemasaran hasil
pertanian antara lain sebagai berikut :
a. Pengadaan padi, palawija, cengkeh, pupuk dan hortikultura,
b. Distribusi beras, gula pasir, minyak goreng dan kedelai
c. Usaha agribisnis lainnya yang secara langsung mendukung

d. kelancaran usaha anggota koperasi.
3. Program Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai (PKUK-DAS)
Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai selanjutnya disebut PKUK-DASadalah kredit
investasi yang digunakan untuk biaya pensertifikatan tanahdan atau modal kerja yang diberikan
oleh Bank pelaksana kepada petanidan peternak di daerah aliran sungai. Kredit ini merupakan
programpemerintah melalui Departemen Kehutanan bekerja sama dengan bankpelaksana dan
instansi terkait lainnya. Kredit ini bersifat masal, pemberiankredit ini disesuaikan dengan
Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok(RDKK) atas rekomendasi dari dinas tehnis.
2.3 Kendala Kredit Pertanian
Adapun yang menjadi kendala dalam kredit pertanian adalah :
1. Kurangnya respon pemerintah desa dalam mengajukan berkas permohanan ke Balai Penyuluh
Pertanian ke kecamatan setempat.
2. Kurang
Optimalnya
Peranan
Koperasi-koperasi
yang
ada
di
pedesaan.
Sebagai koperasi yang sehat dan mampu mensejahtrakan anggotanya, koperasi semestinya dapat
memberikan modal untuk pertanian kepada petani dan dapat menyerap hasil pertanian dengan
harga yang sesuai pada musim panen untuk diperoleh lebih lanjut. Namun kenyataannya tidaklah
demikian, koperasi pertanian desa dan pertanian gagal menyalurkan kredit pertanian karena
prosedurnya yang dianggap berbelit-belit dan adanya uang yang diselewengkan oleh oknumoknum pengurus koperasi itu sendiri.
3. Kurangnya jaminan dari pemerintah, umumnya menjadi kendala utama penyaluran kredit di
sector pertanian. Selain itu, tidak dapat memenuhi persyaratan andministrasi, hasil penjualan
panen kurang menjanjikan dan karakter petani yang kurang baik, juga menjadi kendala dalam
menyalurkan kredit di sektor pertanian.
4. Menurunnya
aktivitas
perekonomian
yang
mempengaruhi
usaha
pertanian.
Ketika suatu perekonomian mengalami kelesuan, itu akan berimbas pada macetnya kredit yang
itu juga mempengaruhi usaha pertanian. Ekonomi lesu, kredit macet merupakan langkah-langkah
menuju ketidaksejahteraan.
5. Adanya Bank yang mengejar target pengucuran kredit sehingga melakukan ekspansi berlebihan
dalam menyalurkan dananya ke nasabah yang berimbas kredit menjadi macet. Bank sebagai
lembaga keuangan memiliki target pengucuran kredit dimana target tersebut harus dicapai
dengan berbagai cara termasuk melakukan ekspansi berlebihan dalam menyalurkan kredit.
Namun bank lupa bahwa kebijakannya itu dapat menyebabkan kredit menjadi macet yang akan
bermuara pada lesunya usaha (dalam hal ini tentu usaha pertanian.)
6. Penempatan perencanaan kredit bank yang tidak diperhitungkan dengan seksama, misalnya
hanya terkonsentrasi pada salah satu bidang saja (satu sektor saja), sehingga ketika terjadi
kondisi yang tidak menguntungkan dalam sektor tersebut seluruh kreditnya menjadi macet.
7. Keterampilan manajerial yang kurang. Untuk kemampuan manajerial ini sangat memegang
peranan penting. Karena hampir sekitar 50% kegagalan sebuah kredit berasal dari hal yang
mendasar ini. Yaitu kemampuan manajerialnya. Jadinya penting bagi semua orang menguasai
ilmu manajemen dalam hal ekonomi. Walaupun tidak harus detail namun dasar-dasarnya
menurut saya sudah cukup. Kegagalan kredit terkait keterampilan manajerial yang kurang
biasanya terjadi seperti adanya jumlah nasabah yang tidak dicantumkan (padahal meminjam
uang), terjadinya miss komunikasi antar sesama pegawai.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembiayaan sektor pertanian adalah salah satu komponen penting dalam strategi
revitalisasi pertanian yang belum memperoleh perhatian.
Dalam Pasal 87 Rancangan Undang Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,
lanjutnya, disebutkan pembiayaan dalam perlindungan dan pemberdayaan petani dilakukan
untuk mengembangkan usaha tani melalui: bank bagi petani, lembaga perbankan yang ada, dan
lembaga pembiayaan petani.
Peranan Pemerintah yang diwujudkan dalam APBN tidak diikuti dengan program
pembinaan yang signifikan oleh instansi-instansi terkait. Lemahnya koordinasi pelaksanaan
program pembangunan pertanian, terutama antara Pusat dan Daerah mengakibatkan hingga saat
ini Indonesia belum punya cetak biru pembangunan pertanian yang jelas. Selama ini, pertanian
diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan pangan nasional.Kalaupun ada upaya pengembangan
pertanian ke arah industri yang lebih berpihak pada petani, misalnya KUT, PIR, tidak diikuti oleh
konsep yang jelas target dan sasaran pemberdayaan petani. Akibatnya, banyak kredit program
kurang berhasil, dan bahkan tidak sedikit petani yang hingga saat ini masih terbelit utang dan
menjadi korban. Peran penyuluh pertanian pun sepertinya nyaris tak terdengar.
Adanya lembaga pembiayaan khusus pertanian dinilai akan menjadikan pertanian dalam
negeri kita maju. Kalau sektor pertanian maju, berarti ketahanan pangan kita juga baik.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

3.2 Saran
Rekomendasi terkait permasalahan kredit menurut kami adalah :
Pemerintah desa lebih merespon dalam mengajukan berkas permohonan ke Balai penyuluh
pertanian kecamatan setempat, hal ini dikarenakan untuk meminilaisasi terjadinya kegagalan
kredit.
Mengoptimalkan peranan koperasi desa dan me-deregulasi (menata ulang) prosedur agar tidak
berbelit-belit.
Pemerintah memberikan jaminan, mengadakan pelatihan agar hasil panen sesuai harapan dan
karakter petani menjadi lebih baik. Itu semua akan berimbas pada lancarnya penyaluran kredit.
Pemerintah memberikan injeksi agar perekonomian kembali bergairah. Perekonomian yang
bergairah akan menyebabkan penyaluran kredit menjadi lancar.
Bank sebaiknya tidak mengejar target pengucuran kredit, idealnya bank mengucurkan kredit
sesuai dengan kebutuhan.
Memperhitungkan penempatan perencanaan kredit bank dengan seksama, tidak terkonsentrasi
pada salah satu bidang.
Meningkatkan kapasitas kemampuan/keterampian manajerial. Dengan demikian diharapkan bisa
mengelola kredit secara optimal.
Pemerintah harus mendorong berdirinya lembaga khusus untuk pembiayaan sektor pertanian
karena selama ini bank BUMN milik pemerintah sangat kurang dalam mengucurkan kredit ke
sektor pertanian.

DAFTAR PUSTAKA
http://turindraatp.blogspot.com/2009/11/pembiayaan-pertanian.html di akses hari sabtu, 21
Februari 2015 Pukul 10.00 WIB
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2009/10/29/19544388/diusulkan.pembentukan.lembaga.
pembiayaan.untuk.pangan.dan.pertaniandi akses hari sabtu, 21 Februari 2015 Pukul 10.00 WIB
http://epetani.pertanian.go.id/info-pembiayaan/profil-lembaga-1511di akses hari Minggu, 19
November 2017 Pukul 21.00 WIB
http://eprints.undip.ac.id/16910/1/Darmawanto.pdfdi akses hari MInggu, 19 November 2017
Pukul 21.55 WIB
https://www.academia.edu/6450541/MAKALAH_Sejarah_Pembangunan_Pertanian_di_Indonesi
a_dan_Manfaatnya di akses hari Minggu, 19 November 2017 Pukul 22.00 WIB