STUDI PERKIRAAN JALUR ALIRAN AIR AKI MEN
STUDI PERKIRAAN JALUR ALIRAN AIR AKI MENGGUNAKAN DATA CITRA
SATELIT LANDSAT DAN SRTM
(STUDI KASUS : GUNUNG IJEN JAWA TIMUR)
Zainia Fitrianingtyas, Bangun Muljo Sukojo1, Agus Wibowo 2
Jurusan Teknik Geomatika FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111
2
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta 10120
([email protected], [email protected], [email protected])
1
Abstrak
Gunung Ijen merupakan gunung api aktif yang memiliki danau kawah di puncak, dengan panjang dan
lebar danau masing-masing sebesar 800 m dan 700 m serta kedalaman danau mencapai 180 m. Potensi
bahaya aktivitas Gunung Ijen saat ini adalah semburan lumpur di sekitar kawah, munculnya gas berbahaya
bagi kehidupan di sekitar kawah, dan meluapnya air danau kawah yang mengandung pH dibawah empat
atau sama seperti air aki dan bersifat sangat asam.
Berdasarkan potensi bahaya yang bisa ditimbulkan, diperlukan metode sebagai upaya untuk
memperkirakan wilayah yang terkena aliran air aki pada Gunung Ijen dengan memanfaatkan teknologi
penginderaan jauh menggunakan citra Landsat, SRTM, dan data sekunder lain untuk identifikasi dan
klasifikasi tutupan lahan.
Hasil analisa tutupan lahan diperoleh delapan kelas yang kemungkinan terdampak letusan air aki yaitu
sawah (3401,625 ha), lahan kosong (1913,25ha), hutan (1575,625 ha), perkebunan (1364,812 ha), belukar
(1750 ha), pemukiman (1330,375 ha), badan air (93 ha) dan tidak ada data (1296 ha) dengan luas
keseluruhan tutupan lahan terdampak sebesar 12724,687 ha. Sedangkan hasil analisa jalur aliran air aki,
diperoleh beberapa parameter yang menentukan arah aliran air aki antara lain jenis tanah, ketinggian,
kemiringan lereng, aliran sungai, dan morfologi. Pemodelan tiga dimensi menggunakan citra Landsat dan
SRTM ini dapat digunakan sebagai pendukung topografi yang mendekati keadaan sebenarnya.
Kata Kunci : Air Aki, Penginderaan Jauh, Landsat, SRTM
Bencana, memperingatkan warga sekitar Gunung
Ijen agar waspada terhadap potensi meletusnya
gunung tersebut. Petaka lebih besar bisa terjadi jika
Gunung Ijen yang menjadi sumber Kali
Banyuputih meletus dan menumpahkan banjir air
aki. Kadar keasaman air (pH) di hulu Sungai
Banyupahit yang mencapai 0,8 (pH netral 7)
membuat sungai itu seperti mengalirkan air racun
bagi kehidupan (Hidayat, 2012). Air kawah
Gunung Ijen menjadi asam terutama akibat gas
CO2, SO2 dan HCl. Konsentrasi Gas CO2 bila
melebihi
10%
volume
dapat
berakibat
membahayakan keselamatan manusia, sedangkan
air asam sulfat dan bikarbonat akibat pelarutan gas
CO2 dan SO2 maupun HCl di dalam air danau
kawah membuat korosif logam dengan cepat,
selain itu air sangat asam ini membahayakan
kesehatan kulit (Badan Geologi, 2012).
Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk
mendukung sistem peringatan dini bencana alam
diyakini sebagai suatu teknik yang dapat memberi
kontribusi sangat banyak. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini akan dibuat peta jalur aliran air aki
yang diperlukan sebagai salah satu komponen
sistem
peringatan
dini
sebagai
upaya
meminimumkan jumlah korban dan kerugian
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gunung Ijen merupakan gunung api aktif
yang memiliki danau kawah di puncak, dengan
panjang dan lebar masing-masing sebesar 800 m
dan 700 m serta kedalaman danau mencapai 180
m. Secara geografis Gunung Ijen berada pada
posisi 8º03’30” LS dan 114º14’30” BT dengan
tinggi puncaknya 2386 meter dari permukaan laut.
Secara administratif terletak di tiga kabupaten,
yaitu
Kabupaten
Situbondo,
Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, Provinsi
Jawa Timur. Sejak 18 Desember 2011 pukul 04:00
WIB status kegiatan Gunung Ijen dinaikkan dari
Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III) dan
Tanggal 8 Februari 2012 status kegiatan Gunung
Ijen diturunkan dari Siaga menjadi Waspada.
Meningkatnya aktivitas gunung ini dapat dilihat
dari warna airnya yang dulu kehijau-hijauan, saat
ini sudah berwarna putih susu (Badan Geologi,
2012).
Air sungai yang berhulu di kaki Gunung Ijen
itu, diketahui mengandung pH (pangkat Hidrogen)
di bawah empat atau sama seperti air aki (Sugiarto,
2012). Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
1
bisa digunakan sebagai penunjang sistim mitigasi
bencana alam Gunung Ijen.
akibat bencana letusan gunung api. Data yang
digunakan mencakup data primer dan sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung
dari lapangan melalui pengukuran dan pengamatan
seperti koordinat titik-titik kontrol lapangan dari
pengukuran Global Positioning Sytem (GPS.
Sedangkan data sekunder adalah data geospasial
yang berbasiskan data satelit penginderaan jauh
yaitu Landsat dan DEM SRTM (Digital Elevation
Model, Shuttle Radar Topography Mission), peta
topografi (Peta Rupabumi), dan data statistik.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian tugas akhir ini mengambil
daerah studi di kawasan Gunung Ijen yang terletak
di (7° 42’ 00” - 8° 24’ 00”) LS dan (114° 22’ 00” 114° 54’ 00”) BT.
Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, permasalahan yang
muncul adalah bagaimana cara mengolah dan
menganalisa citra Landsat dan DEM SRTM
sehingga menjadi sebuah peta jalur aliran air aki
Gunung Ijen.
Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian tugas akhir ini
adalah sebagai berikut:
a. Wilayah studi adalah daerah Gunung Ijen yang
termasuk kedalam wilayah Kabupaten
Situbondo, Banyuwangi dan Bondowoso,
Propinsi Jawa Timur.
b. Data citra satelit yang digunakan adalah citra
Landsat 7 ETM+ tahun 2009 dan DEM SRTM
c. Data sekunder yang digunakan berupa softcopy
data vektor Peta Kawasan Rawan Bencana
Gunung Ijen (skala 1 : 100.000) terbitan Badan
Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) yang
disusun dari hasil perkecilan Peta Rupa Bumi
skala 1 : 25000 (Lembar : 1707-414, 1707-423,
1704-424, 1704-432, 1704-441, 1704-442,
1704-434, 1704-443, 1704-444, 1708-112,
1708-121, 1708-122, 1708-114, 1708-123,
1708-124, 1708-132, 1708-141), data statistik,
dan literatur. Parameter yang digunakan antara
lain jalur aliran air aki, batas desa, batas
kecamatan, batas kabupaten, sungai, kontur,
dan jalan.
d. Hasil penelitian adalah peta jalur aliran air aki
pada Gunung Ijen.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi :
a. Perangkat Keras (Hardware)
- Laptop
- Printer
- GPS navigasi/handheld ketelitian 15
meter untuk pengambilan data lapangan
b. Perangkat Lunak (Software)
- ER Mapper 7.0 untuk pengolahan citra
- ENVI 4.6.1 untuk pengolahan citra
- ArcGIS 9.3 untuk mengolah data vektor
- Autodesk Land Desktop 2004
- Matlab R2008b
Bahan
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara
lain :
a. Citra DEM SRTM 30 meter untuk
ortorektifikasi citra.
b. Citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2009
path/row 117/066 dan path/row 117/065
sebagai data primer.
c. Citra satelit Landsat ortho tahun 2000 untuk
koreksi geometrik.
d. Data vektor Peta Kawasan Rawan Bencana
Gunung Ijen (skala 1 : 100.000) untuk
pemotongan wilayah studi pada citra dan
overlay ke citra terklasifikasi.
Tujuan Tugas Akhir
Tujuan penelitian ini adalah pembuatan peta
jalur aliran air aki pada Gunung Ijen menggunakan
teknologi penginderaan jauh menggunakan data
citra Landsat dan DEM SRTM.
Manfaat Tugas Akhir
Manfaat dari penelitian ini adalah
memberikan informasi spasial (peta) mengenai
jalur aliran air aki pada Gunung Ijen yang nantinya
2
Pengolahan Data
Metodologi Penelitian
Citra Landsat
2009
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Koreksi
Geometrik
Persiapan :
- Studi Literatur
- Pengumpulan Data
Landsat Ortho
2000
DEM SRTM
30
Ya
Ya
meter
Orthorektifikasi
Tidak
Tidak
RMS
Error ≤ 1
pixel
Pengolahan Data
Ya
Ya
Clip DEM SRTM
Citra Terkoreksi
Hillshade DEM
SRTM
Mosaicking
Analisa
Cropping
Penyusunan Laporan
Klasifikasi Terselia
Citra Terklasifikasi
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Berikut adalah penjelasan metode penelitian:
a. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana proses pembuatan peta aliran air
aki pada Gunung Ijen. Pengamatan ini
dilakukan menggunakan citra satelit Landsat 7
ETM+ dan DEM SRTM
b. Tahap Persiapan
- Studi Literatur
Bertujuan untuk mendapatkan referensi yang
berhubungan dengan penginderaan jauh,
gunung api, dan literatur lain yang mendukung
baik dari buku, jurnal, majalah, koran, dan
internet.
- Pengumpulan Data
Pengumpulan data citra satelit Landsat 7
ETM+, DEM SRTM, data sekunder dan data
lapangan berupa hasil pengukuran langsung di
lapangan.
c. Tahap Pengolahan data
Pada tahapan ini dilakukan pengolahan dari
data citra satelit Landsat 7 ETM+ yang
hasilnya merupakan peta tutupan lahan dan
nantinya akan dilakukan overlay dengan DEM
SRTM dan peta kawasan rawan bencana untuk
selanjutnya akan dilakukan analisa.
d. Tahap Analisa
Tahap ini dimaksudkan untuk menganalisa
tutupan lahan seperti sawah, pemukiman dan
hutan yang akan terkena dampak dari aliran
letusan air aki. Analisa ini diperoleh dari data
yang telah diolah pada tahap sebelumnya.
Sehingga didapatkan suatu hasil dan
kesimpulan yang nantinya digunakan untuk
menyusun laporan tugas akhir.
e. Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan merupakan tahap akhir
dari penelitian tugas akhir ini.
Tidak
Tidak
Uji ketelitian
klasifikasi
Groundtruth
≥ 80%
Ya
Ya
Peta Tutupan
Lahan
Peta KRB
Gunung Ijen
skala 1 : 100000
Overlay dan Analisa
Peta Aliran Air
Aki Gunung Ijen
Gambar 3. Diagram Alir Pengolahan Citra
Berikut adalah penjelasan diagram alir tahapan
penelitian :
a. Data berupa Citra Landsat 7 ETM+
dikoreksi secara geometrik agar koordinat
citra sama dengan koordinat geografi.
Dalam koreksi geometrik, yang digunakan
sebagai referensi adalah Citra Landsat
Ortho yang telah memiliki ketelitian yang
lebih baik. Citra Landsat Ortho yang telah
terkoreksi tersebut digunakan untuk
penentuan titik GCP (Ground Contol
Point).
b. Kemudian dilakukan orthorektifikasi untuk
menegakkan citra. Setelah itu dilakukan
perhitungan RMS (Root Mean Square),
nilai RMS harus kurang atau sama dengan
satu (RMS error ≤ 1 pixel). Jika memenuhi
toleransi maka diperoleh citra terkoreksi.
c. Mosaicking
dilakukan
untuk
menggabungkan citra agar didapatkan
daerah penelitian yang sesuai.
d. Karena daerah penelitian yang digunakan
adalah daerah kawah Gunung Ijen, maka
citra yang telah digabungkan harus
dipotong (cropping) berdasarkan area yang
ditentukan supaya proses pengolahan citra
lebih efektif.
e. Sebelum
melakukan
uji
ketelitian
dilakukan cek lapangan yang hasilnya
digunakan sebagai data uji ketelitian. Cek
lapangan
dilakukan
dengan
cara
mengambil beberapa sampel tutupan lahan
dari citra yang sudah diklasifikasi yang
kemudian dicocokkan dengan keadaan
3
sebenarnya di lapangan. Penentuan posisi
sampel
di
lapangan
dengan
menggunakan GPS dengan ketelitian 15
meter.
f. Setelah dihasilkan peta tutupan lahan
kemudian di-overlay hasil pengolahan citra
Landsat dengan DEM SRTM dan Peta
Kawasan Rawan Bencana Gunung Ijen
skala 1:100.000
g. Analisa dilakukan untuk mengetahui besar
dan jenis dari tutupan lahan yang akan
terkena dampak dari aliran letusan air aki
pada Gunung Ijen.
h. Dari pengolahan data dan analisis yang
dilakukan diperoleh hasil akhir berupa
Peta Aliran Air Aki Gunung Ijen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Koreksi Geometrik Citra dan SoF
Hasil koreksi geometrik pada citra Landsat 7
ETM+ tahun 2009 yaitu nilai rata-rata RMSerror
sebesar 0,323 piksel.
Nilai Strength of Figure dari titik kontrol
registrasi citra untuk citra Landsat 7 ETM+ tahun
2009 yang digunakan adalah 0,5758.
Menurut Purwadhi (2001) dalam Anthoni
(2011), batas kesalahan pada proses koreksi
geometrik untuk mendeteksi perubahan tutupan
lahan yaitu 0,5 atau 1 piksel satu sama lain atau
sekitar 15-30 meter (1 piksel= 30x30meter) untuk
citra Landsat 7 ETM+. Sehingga jika pergeseran
titik lebih dari batas toleransi maka koreksi harus
diulang.
Gambar 4. Peta Tutupan Lahan Kawan Rawan
Bencana Gunung Ijen
Uji Ketelitian Klasifikasi
Uji ketelitian dilakukan untuk mengetahui
ketelitian hasil klasifikasi, metode yang digunakan
untuk perhitungan adalah confusion matrix.
Sebelum dilakukan uji ketelitian diperlukan
groundtruth atau survei lapangan untuk masingmasing kelas. Perhitungan uji ketelitian dengan
metode confusion matrix ini dilakukan dengan
software ENVI. Hasil dari confusion matrix
Landsat 7 ETM+ tahun 2009 dengan ENVI
menunjukkan bahwa ketelitian klasifikasi sebesar
88,377 %. Dengan hasil perhitungan ketelitian
klasifikasi tersebut, bisa dianggap masuk toleransi
karena diatas 80%, sehingga hasil interpretasi
memiliki kecocokan dengan data citra tersebut.
Berdasarkan hasil klasifikasi yang dilakukan
dapat diketahui luas dari setiap tutupan lahan yang
ada. Dari hasil pengolahan citra Landsat 7 ETM+
akuisisi tahun 2009 dengan tutupan lahan terbesar
didominasi oleh sawah seluas 61.904 ha (19,553
%) dari luas keseluruhan.
Klasifikasi
Pekerjaan klasifikasi dilakukan dengan metode
klasifikasi terselia tipe maximum likelihood dengan
trainning sample sebanyak 85 area. Jumlah kelas
yang digunakan adalah delapan kelas tutupan
lahan. Citra yang diklasifikasi menghasilkan peta
tutupan lahan seperti berikut :
DEM SRTM
Data DEM SRTM resolusi 30 meter digunakan
untuk membuat tampilan wilayah penelitian
menjadi tiga dimensi dengan menggunakan fungsi
hillshade pada software ArcMap. Hal ini berfungsi
untuk menampilkan keadaan topografi yang lebih
menyerupai kenampakan sebenarnya di lapangan.
4
Tabel 2. Tutupan Lahan Kemungkinan Terdampak
Berdasarkan Klasifikasi Citra Landsat
No
Kelas
Luas (ha) Luas (%)
1 Hutan
1.575,625 0,833
2 Badan Air
93,000 0,049
3 Pemukiman
1.330,375 0,703
4 Sawah
3.401,625 1,798
5 Perkebunan
1.364,812 0,721
6 Belukar
1.750,000 0,925
7 Lahan Kosong
1.913,25 1,011
8 Tidak Ada Data 1.296,000 0,685
Dari perbandingan hasil luasan wilayah
terdampak antara tahun 2006 dan tahun 2009,
dapat diketahui bahwa luasan wilayah yang
kemungkinan terkena dampak aliran air aki
mengalami penambahan sebesar 2.335,310 ha. Hal
ini disebabkan karena peta dasar yang digunakan
dalam pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana
oleh BNPB adalah Peta RBI yang diterbitkan oleh
BAKSURTANAL berdasarkan kompilasi foto
udara skala 1:30.000 tahun 1993-1994 dan survey
lapangan tahun 1995. Perbandingan hasil luasan
terdampak ini juga dipengaruhi faktor awan yang
ada pada Citra Landsat 7 ETM+ yang sebesar
1.296 ha. Oleh karena itu, untuk penelitian
selanjutnya diharapkan menggunakan citra yang
bersih dari awan dengan ketelitian lebih tinggi agar
lebih mudah dalam hal pengklasifikasian.
Penggunaan lahan adalah wujud dari berbagai
aktivitas manusia seperti pemukiman, berkebun,
berladang, dan persawahan yang merupakan fungsi
dari iklim, jenis tanah, dan kelerengan (Dinas
ESDM Prop. Jatim, 2007 dalam Sulistiarto, 2010).
Gambar 5. Hasil Overlay Pembuatan Hillshade
dari DEM SRTM dengan Jalur Aliran Air Aki
Analisa
Penutup Lahan
Luas tutupan lahan wilayah penelitian
diperoleh dari hasil klasifikasi citra Landsat 7
ETM+ tahun 2009. Luasan tersebut didapat dari
software ENVI 4.6.1. Luas tutupan lahan adalah :
Tabel 1. Tabel Luasan Penutup Lahan
No Kelas
Luas Area (Ha) Luas (%)
1 Hutan
43.558,875
13,579
2 Badan air
1.485,187
0,469
3 Pemukiman
14.730,937
4,653
4 Sawah
61.904,000
19,553
5 Perkebunan
27.902,562
8,813
6 Belukar
21.011,125
6,637
7 Lahan kosong
55.296,750
17,466
8 Tidak Ada Data
25.161,687
7,948
Jenis Tanah
Berdasarkan struktur geologinya, kawasan
rawan bencana gunung ijen memiliki bermacam
jenis tanah yang terdapat pada kabupaten masingmasing antara lain :
Tabel 4.7 Tabel Jenis Tanah
Kabupaten Jenis Tanah Luas (Ha) Luas(%)
Banyuwangi Regosol
134.490,87 23,96
Banyuwangi Litosol
39.031,88 6,75
Banyuwangi Lathosol
14.109,30 2,44
Banyuwangi Podsolik
348.684,75 60,30
Banyuwangi Gambut
37.433,70 6,55
Bondowoso Litosol
4.900,00
0.03
Bondowoso Regosol
78.286,53 0.50
Bondowoso Andosol
32.858,70 0.21
Bondowoso Gromosol
510,00
0.001
Bondowoso Mediteran
11.230,40 0.07
Bondowoso Latosol
28.224,37 0.18
Situbondo
Latosol
35.252
21.51
Situbondo
Aluvial
24.239
14.80
Situbondo
Gleysol
19.784
12.07
Pembagian kelas-kelas tersebut ditujukan
untuk menyediakan informasi tutupan lahan dari
wilayah penelitian yang dapat digunakan untuk
mendukung sistem mitigasi bencana alam gunung
api. Luas tutupan lahan untuk citra Landsat 7
ETM+
tahun 2009 sebesar 251.051,125 ha.
Berdasarkan
penelitian
sebelumnya
yang
dilaksanakan
oleh
Badan
Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan
menerbitkan Peta Kawasan Rawan Bencana
Gunung Ijen pada tahun 2006 luasan tutupan lahan
yang kemungkinan terdampak sebesar 10.389,377
ha. Sedangkan berdasarkan tutupan lahan dari citra
Landsat 7 ETM+
diperoleh luasan wilayah
terdampak sebesar 12.724,687 ha.
5
Tanah gambut adalah tanah yang berasal dari
bahan organik yang selalu tergenang air (rawa) dan
kekurangan unsur hara, sirkulasi udara tidak
lancar, serta proses penghancuran tidak sempurna.
j. Grumosol
Tanah grumosol adalah tanah yang terbentuk dari
material halus berlempung. Jenis tanah ini
berwarna kelabu hitam dan bersifat subur.
Kabupaten Jenis Tanah Luas (Ha) Luas(%)
Situbondo
Mediteran
34.687
21.17
Situbondo
Grumosol
26.719
16.30
Keterangan :
a. Alluvial
Jenis tanah alluvial merupakan jenis tanah yang
masih muda, belum mengalami perkembangan,
berasal dari batuan induk aluvium. Penyebarannya
berada di tepi sungai dan dataran pantai.
b. Gleysol
Jenis
tanah ini
perkembangannya
lebih
dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi.
Topografi berupa dataran rendah atau cekungan,
hampir selalu tergenang air warna kelabu
hingga kekuningan. Ciri khas tanah ini adanya
lapisan kontinu yang berwarna kelabu pucat
pada kedalaman kurang dari 0,5 meter akibat
dari profil tanah yang selalu jenuh air.
c. Latosol
Jenis tanah latosol merupakan jenis tanah yang
berkembang, berwarna coklat merah hingga
kuning. Penyebarannya terletak pada daerah
iklim basah, dan berasal dari batuan induk tuf.
d. Andosol
Andosol merupakan jenis tanah mineral yang
telah mengalami perkembangan profil, solum agak
tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam,
kandungan organik tinggi dan bersifat licin
berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas
lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan
daya absorpsi sedang, kelembaban tinggi,
permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi.
Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf
vulkanik.
e. Mediteran
Mediteran
merupakan
jenis
tanah
yang
mempunyai perkembangan profil, solum sedang
hingga dangkal. Berwarna coklat hingga merah
dengan daya absorpsi sedang. Jenis tanah ini
merupakan jenis tanah yang peka terhadap erosi.
f. Regosol
Tanah regosol adalah tanah berbutir kasar dan
berasal dari material gunung api.
g. Litosol
Tanah litosol adalah tanah berbatu-batu. Bahan
pembentuknya berasal dari batuan keras yang
belum mengalami pelapukan secara sempurna.
h. Podsolik
Tanah podsolik adalah tanah yang terjadi karena
temperatur dan curah hujan yang tinggi, mudah
basah, dan subur jika terkena air, jenis tanah
podsolik berwarna kuning dan cocok untuk
perkebunan, dan tanah podsolik banyak terdapat di
daerah pegunungan.
i. Gambut
Ketinggian
Tinggi wilayah pada penelitian ini diperoleh
dari data DEM SRTM dengan ketelitian 30 meter.
Secara garis besar, wilayah kawasan rawan
bencana ini mempunyai topografi perbukitan di
bagian barat dan timur sedangkan berupa
dataran di bagian utara dan selatan. Sehingga
mempengaruhi arah aliran air aki yang lebih
dominan ke utara dan selatan.
Kemiringan Lereng
Aliran letusan air aki Gunung Ijen ini
mengikuti arah kemiringan lereng. Berhulu pada
kawah Gunung Ijen, kemudian mengalir menyebar
hingga bermuara di Laut Jawa dan Selat Bali. Hal
ini memberikan dampak terhadap 64 desa yang
kemungkinan terkena aliran air aki antara lain 56
desa di Kabupaten Banyuwangi, satu desa di
Kabupaten Bondowoso dan tujuh desa di
Kabupaten Situbondo.
Tabel 4. Kemiringan Lereng
Kemiringan
N
o
Kecamata
n
Kabupate
n
1
Klabang
Bondowos
o
2.370,26
5.695,99
2
Asembagu
s
Situbondo
21.693,8
4
3
Arjasa
Situbondo
4
Banyuputi
h
Situbondo
Glagah
Banyuwan
gi
6
Songgon
Banyuwan
gi
1.199,10
6.991,59
7
Singojuruh
Banyuwan
gi
3.131,87
Kabat
Banyuwan
gi
3.629,41
9
Rogojambi
Banyuwan
gi
10
Wongsorej
o
Banyuwan
gi
11
Giri
Banyuwan
gi
12
Banyuwan
gi
Banyuwan
gi
0-2
15-25
25-40
>40
4.866,54
526,11
4
5.157,3
7
12,34
6.225,78
24.656,4
4
1.562,2
2
1.725,8
3
295,4
5
22,74
4.373,63
2.554,93
508,96
1.174,0
9
374,4
7
5.155,14
20,85
0
0
0
0
410,54
947,04
302,0
5
4.499,88
615,93
5.541,6
0
778,9
0
1.013,07
0
0
0
0
3.585,86
706,04
0
1,45
0
7.023,85
313,36
0
0
0
0
5.538,86
14.176,4
8
3.441,68
3.057,3
9
7.145,8
8
704,6
7
1,97
1.612,21
0
0
0
0
2.051,65
482,09
0
0
0
0
2-8%
5
8
18,34
3.527,87
8-15%
1.060,86
Aliran letusan berdasarkan aliran sungai
Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa
berupa
lahar,
dan
kemungkinan
perluasan/penyimpangan awan panas. Lahar (air
aki) kemungkinan besar terjadi di sebagian besar
sungai yang berhulu di kawah ijen.
1. sebelah timur : Kali Binau (Rogojampi), Kali
Jambu, Kali Banyuwangi, Kali Sukawidi (Kec.
Banyuwangi), Kali Klatak (Kec. Ketapang).
6
2. sebelah utara : Kali Banyupait, Kali
Banyuputih (Asembagus), dan Kali Bajulmati
(Kec. Banyuputih).
Di perluasan lahan dan penyimpangan awan
panas kemungkinan dapat melanda kawasankawasan sungai tersebut, tergantung dari besar
kecilnya letusan.
Desa-desa yang berada pada aliran sungaisungai yang berhulu pada kawah Gunung Ijen
terdapat pada tabel 5.
Tabel 5. Daftar Desa Kemungkinan Terdampak
No
Nama Desa
Kecamatan Kabupaten
1 Sumbercanting
Klabang
Bondowoso
2 Wringin Anom
Asembagus Situbondo
3 Jeding(Kayumas) Arjasa
Situbondo
4 Awar-Awar
Asembagus Situbondo
5 Bantal
Asembagus Situbondo
6 Banyuputih
Banyuputih Situbondo
7 Sumberejo
Banyuputih Situbondo
8 Pesucen
Giri
Situbondo
9 Glagah
Glagah
Banyuwangi
10 Kenjo
Glagah
Banyuwangi
11 Licin
Glagah
Banyuwangi
12 Kampung Anyar Glagah
Banyuwangi
13 Tamansari
Glagah
Banyuwangi
14 Sragi
Songgon
Banyuwangi
15 Parangharjo
Songgon
Banyuwangi
16 Songgon
Songgon
Banyuwangi
17 Kemiri
Singojuruh
Banyuwangi
18 Bedewang
Songgon
Banyuwangi
19 Balak
Songgon
Banyuwangi
20 Padang
Singojuruh
Banyuwangi
21 Singolatren
Singojuruh
Banyuwangi
22 Bunder
Kabat
Banyuwangi
23 Bareng
Kabat
Banyuwangi
24 Benelan Lor
Kabat
Banyuwangi
25 Benelan Kidul
Singojuruh
Banyuwangi
26 Labanasem
Kabat
Banyuwangi
27 Pengantigan
Rogojambi
Banyuwangi
28 Gitik
Rogojambi
Banyuwangi
29 Karangbendo
Rogojambi
Banyuwangi
30 Pakistaji
Kabat
Banyuwangi
31 Sukotaji
Kabat
Banyuwangi
32 Badean
Kabat
Banyuwangi
33 Alasrejo
Wongsorejo Banyuwangi
34 Kelir
Giri
Banyuwangi
35 Sumberwaru
Banyuputih Banyuwangi
36 Watukebo
Wongsorejo Banyuwangi
37 Bajulmati
Wongsorejo Banyuwangi
38 Sidodadi
Wongsorejo Banyuwangi
7
No
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
Nama Desa
Sumberkencono
Wongsorejo
Alasbutu
Kalipuro
Klatak
Giri
Jambesari
Boyolangu
Penataban
Grogol
Pengatigan
Singotrunan
Singonegaran
Penganjuran
Tukangkayu
Kertosari
Karangrejo
Lateng
Sobo
Pakis
Kebalenan
Pendarungan
Rejosari
Banjarsari
Olehsari
Kecamatan
Wongsorejo
Wongsorejo
Wongsorejo
Giri
Giri
Giri
Giri
Giri
Giri
Giri
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Kabat
Glagah
Glagah
Glagah
Kabupaten
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Morfologi
Bentuk lahan gunung api memiliki morfologi
yang khas, yaitu mempunyai relief menjulang
hingga ribuan meter di atas permukaan laut,
berbentuk kerucut, dan pola aliran yang
berkembang di atasnya adalah pola radial
(Asriningrum, 2002).
Berdasarkan bentuk lahan, gunung api secara
umum dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu :
1. Kawah dan kerucut gunung api memiliki
lereng sangat curam, lembah dalam, material
endapan campuran dari hasil erupsi yang
relatif kasar hingga amat kasar, serta erosi dan
longsor dominan.
2. Lereng gunung api memiliki lereng curam
hingga sangat curam, lembah-lembah dalam,
bentuk lereng tak teratur, serta erosi dan
longsor dominan.
3. Aliran lava memiliki lereng curam, bentuk
lereng tak teratur, dan relief bergelombang.
4. Dataran alluvial gunung api yang memiliki
topografi datar hingga hampir datar (landai),
dan kemiringan lereng 0-3%. Bentuk lahan ini
dominan mengalami proses erosi lembar oleh
aliran permukaan. Sementara itu proses
deposisional pada daerah-daerah yang datar
dan lebih rendah cukup intensif, dengan
material penyusun di bagian atas berupa pasir
halus hingga sedang dan di bagian bawah
berupa pasir lebih kasar.
Berdasarkan referensi ini, Gunung Ijen
termasuk kedalam bentuk lahan yang memiliki
lereng curam, bentuk lereng tak teratur dan
reliefnya bergelombang. Hal ini menyebabkan arah
aliran cenderung ke utara, selatan dan timur dari
keseluruhan wilayah rawan bencana.
3. Untuk
mengembangkan
penelitian
ini,
diharapkan menggunakan citra satelit dengan
ketelitian yang lebih tinggi.
4. Mengingat kondisi geologis Indonesia yang
merupakan tempat pertemuan tiga lempeng
tektonik yaitu Lempeng Eurasia, IndoAustralia, dan Lempeng Pasifik serta adanya
gunung api baik yang masih aktif maupun yang
tidak aktif serta ancaman dari letusan gunung
api maka penelitian ini perlu dikembangkan lagi
dengan fokus penambahan data-data pendukung
yang berhubungan dengan pemukiman seperti
data penduduk, data rumah penduduk dan data
usia penduduk.
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil
penelitian ini antara lain :
1. Data citra satelit Landsat 7 ETM+ dan SRTM
dapat diolah dan dianalisa menggunakan
teknologi
penginderaan
jauh
sehingga
didapatkan peta penutup lahan jalur aliran air
aki yang dapat dikembangkan untuk sistem
mitigasi bencana alam gunung api.
2. Peta tiga dimensi dari pengolahan data SRTM
dapat digunakan sebagai pendukung topografi
yang mendekati keadaan sebenarnya.
3. Luas wilayah yang kemungkinan terdampak
pada tahun 2006 sebesar 10.389,377 ha
sedangkan berdasarkan tutupan lahan dari citra
Landsat 7 ETM+ sebesar 12.724,687 ha.
Luasan wilayah terdampak mengalami kenaikan
sebesar 2.335,310 ha.
4. Tutupan
lahan
keseluruhan
sebesar
251.051,125 ha, sedangkan tutupan lahan yang
kemungkinan terkena dampak letusan Gunung
Ijen sebesar 12.724,687 ha.
5. Dari total 169 desa yang berada pada kawasan
rawan bencana Gunung Ijen, sebanyak 65 desa
yang kemungkinan besar terkena dampak
letusan.
DAFTAR PUSTAKA
Asriningrum, W. 2004. “Pengembangan Metode
Zonasi daerah Bahaya Letusan Gunung Api
Studi Kasus Gunung Merapi”. Penginderaan
Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vol. 1,
No.1, Juni 2004:66-75
Badan Geologi. 2012. Peningkatan Kegiatan G.
Ijen
dari
Waspada
menjadi
Siaga.
. Dikunjungi pada
tanggal 15 Maret 2012, jam 20.20.
Dhani, R. R. 2011. Mbah Rono: Awas 'Tsunami
Air Aki' Gunung Ijen. < http://news.detik.com
>. Detiknews : Sabtu, 31 Desember 2011. 15
Maret 2012 pukul 20.30 WIB.
Ekadinata, A. Dewi, S. Hadi, D. Nugroho, D.
Johan, F. 2008. Sistem Informasi Geografis
dan Penginderaan Jauh Menggunakan ILWIS
Open Source. Bogor : World Agroforestry
Centre
Hanafi, R. A. 2010. Pemetaan Geologi dengan
Menggunakan Data Citra Alos di Daerah
Pegunungan Selatan (Kabupaten WonogiriJawa Tengah). Tugas Akhir. Surabaya :
Program Studi Teknik Geomatika.
Hidayat, F. 2012. Ancaman Banjir Air "Aki" dari
Ijen. < http://regional.kompas.com >. Kompas
: 26 Januari 2012. Dikunjungi pada tanggal 25
Maret 2012, jam 20.10.
Kustiyo, Manalu dan Pramono. 2005. Analisis
Ketelitian Ketinggian Data DEM SRTM.
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk
Peningkatan Kesejahteraan Bangsa. LAPAN :
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. <
http://www.perpustakaan.lapan.go.id
>.
Dikunjungi pada tanggal 15 April 2012, jam
19.30.
Lagios, E. Vassilopoulou, S. Sakkas, V. Dietrich,
V. Damiata, B.N. Ganas, A. 2007. Testing
satellite and ground thermal imaging of low-
Saran
1. Kendala dalam pengolahan citra Landsat 7
ETM+ dan SRTM ini adalah pada proses
ortorektifikasi. Pada tahap ini data Landsat 7
ETM+
hanya bisa diolah menggunakan
software Ermapper dengan didukung software
LPNgeorec
(LAPAN).
Belum
bisa
menggunakan software pengolahan citra
lainnya seperti ENVI.
2. Teknologi penginderaan
jauh disarankan
sebagai salah satu alternatif dalam mendukung
pengembangan sistem mitigasi bencana alam
saat ini.
8
temperature fumarolic fields: The dormant
Nisyros
Volcano
(Greece).
<
http://www.remsenslab.geol.uoa.gr
>
.
dikunjungi pada tanggal 21 Maret 2012, jam
13.30.
Leksono, B. E. Susilowoti, Y. 2008. The Accuracy
Improvement of Spatial Data for Land Parcel
and Buildings Taxation Objects by Using The
Large Scale Ortho Image Data (Case study of
Setra
Duta
residential
housing).
<
http://www.fig.net >. Dikunjungi pada tanggal
21 Maret 2012, jam 13.10.
Maryantika, N. 2011. Analisa Perubahan Vegetasi
ditinjau dari Tingkat Ketinggian dan
Kemiringan Lahan menggunakan Citra Satelit
Landsat dan Spot 4 (Studi Kasus: Kab.
Pasuruan). Tugas Akhir. Surabaya : Program
Studi Teknik Geomatika.
Ramirez, E. 2009. Shuttle Radar Topography
Mission. < http://www2.jpl.nasa.gov >.
Dikunjungi pada tanggal 21 Maret 2012, jam
11.40.
Sulistiarto, B. 2010. Studi Tentang Identifikasi
Longsor dengan Menggunakan Citra Landsat
dan Aster (Studi Kasus: Kabupaten Jember).
Tugas Akhir. Surabaya : Program Studi Teknik
Geomatika.
Susanto, S. 2010. “Sistem Mitigasi Bencana Alam
Gunung Api Guntur Menggunakan Data
Penginderaan Jauh”. Sains dan Teknologi
Dirgantara Vol 5 No. 4 Desember 2010 : 144153.
Syamsa, KN. 2008. Pemetaan Prediksi Lokasi
Mineral Uranium dengan Citra Landsat 7
ETM+ (Studi Kasus : Kabupaten Ketapang,
Kalimantan Barat). Tugas Akhir. Surabaya :
Program Studi Teknik Geomatika.
Thoha, A, S. 2008. Karakteristik Citra Satelit.
Medan : Departemen Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatra Utara.
Tjokrosoewarno,
S.
1979.
Dasar-Dasar
Penginderaan Jauh (Remote Sensing).
Bandung : Departemen Geodesi Fakultas
9
SATELIT LANDSAT DAN SRTM
(STUDI KASUS : GUNUNG IJEN JAWA TIMUR)
Zainia Fitrianingtyas, Bangun Muljo Sukojo1, Agus Wibowo 2
Jurusan Teknik Geomatika FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111
2
Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta 10120
([email protected], [email protected], [email protected])
1
Abstrak
Gunung Ijen merupakan gunung api aktif yang memiliki danau kawah di puncak, dengan panjang dan
lebar danau masing-masing sebesar 800 m dan 700 m serta kedalaman danau mencapai 180 m. Potensi
bahaya aktivitas Gunung Ijen saat ini adalah semburan lumpur di sekitar kawah, munculnya gas berbahaya
bagi kehidupan di sekitar kawah, dan meluapnya air danau kawah yang mengandung pH dibawah empat
atau sama seperti air aki dan bersifat sangat asam.
Berdasarkan potensi bahaya yang bisa ditimbulkan, diperlukan metode sebagai upaya untuk
memperkirakan wilayah yang terkena aliran air aki pada Gunung Ijen dengan memanfaatkan teknologi
penginderaan jauh menggunakan citra Landsat, SRTM, dan data sekunder lain untuk identifikasi dan
klasifikasi tutupan lahan.
Hasil analisa tutupan lahan diperoleh delapan kelas yang kemungkinan terdampak letusan air aki yaitu
sawah (3401,625 ha), lahan kosong (1913,25ha), hutan (1575,625 ha), perkebunan (1364,812 ha), belukar
(1750 ha), pemukiman (1330,375 ha), badan air (93 ha) dan tidak ada data (1296 ha) dengan luas
keseluruhan tutupan lahan terdampak sebesar 12724,687 ha. Sedangkan hasil analisa jalur aliran air aki,
diperoleh beberapa parameter yang menentukan arah aliran air aki antara lain jenis tanah, ketinggian,
kemiringan lereng, aliran sungai, dan morfologi. Pemodelan tiga dimensi menggunakan citra Landsat dan
SRTM ini dapat digunakan sebagai pendukung topografi yang mendekati keadaan sebenarnya.
Kata Kunci : Air Aki, Penginderaan Jauh, Landsat, SRTM
Bencana, memperingatkan warga sekitar Gunung
Ijen agar waspada terhadap potensi meletusnya
gunung tersebut. Petaka lebih besar bisa terjadi jika
Gunung Ijen yang menjadi sumber Kali
Banyuputih meletus dan menumpahkan banjir air
aki. Kadar keasaman air (pH) di hulu Sungai
Banyupahit yang mencapai 0,8 (pH netral 7)
membuat sungai itu seperti mengalirkan air racun
bagi kehidupan (Hidayat, 2012). Air kawah
Gunung Ijen menjadi asam terutama akibat gas
CO2, SO2 dan HCl. Konsentrasi Gas CO2 bila
melebihi
10%
volume
dapat
berakibat
membahayakan keselamatan manusia, sedangkan
air asam sulfat dan bikarbonat akibat pelarutan gas
CO2 dan SO2 maupun HCl di dalam air danau
kawah membuat korosif logam dengan cepat,
selain itu air sangat asam ini membahayakan
kesehatan kulit (Badan Geologi, 2012).
Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk
mendukung sistem peringatan dini bencana alam
diyakini sebagai suatu teknik yang dapat memberi
kontribusi sangat banyak. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini akan dibuat peta jalur aliran air aki
yang diperlukan sebagai salah satu komponen
sistem
peringatan
dini
sebagai
upaya
meminimumkan jumlah korban dan kerugian
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gunung Ijen merupakan gunung api aktif
yang memiliki danau kawah di puncak, dengan
panjang dan lebar masing-masing sebesar 800 m
dan 700 m serta kedalaman danau mencapai 180
m. Secara geografis Gunung Ijen berada pada
posisi 8º03’30” LS dan 114º14’30” BT dengan
tinggi puncaknya 2386 meter dari permukaan laut.
Secara administratif terletak di tiga kabupaten,
yaitu
Kabupaten
Situbondo,
Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, Provinsi
Jawa Timur. Sejak 18 Desember 2011 pukul 04:00
WIB status kegiatan Gunung Ijen dinaikkan dari
Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III) dan
Tanggal 8 Februari 2012 status kegiatan Gunung
Ijen diturunkan dari Siaga menjadi Waspada.
Meningkatnya aktivitas gunung ini dapat dilihat
dari warna airnya yang dulu kehijau-hijauan, saat
ini sudah berwarna putih susu (Badan Geologi,
2012).
Air sungai yang berhulu di kaki Gunung Ijen
itu, diketahui mengandung pH (pangkat Hidrogen)
di bawah empat atau sama seperti air aki (Sugiarto,
2012). Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
1
bisa digunakan sebagai penunjang sistim mitigasi
bencana alam Gunung Ijen.
akibat bencana letusan gunung api. Data yang
digunakan mencakup data primer dan sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung
dari lapangan melalui pengukuran dan pengamatan
seperti koordinat titik-titik kontrol lapangan dari
pengukuran Global Positioning Sytem (GPS.
Sedangkan data sekunder adalah data geospasial
yang berbasiskan data satelit penginderaan jauh
yaitu Landsat dan DEM SRTM (Digital Elevation
Model, Shuttle Radar Topography Mission), peta
topografi (Peta Rupabumi), dan data statistik.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian tugas akhir ini mengambil
daerah studi di kawasan Gunung Ijen yang terletak
di (7° 42’ 00” - 8° 24’ 00”) LS dan (114° 22’ 00” 114° 54’ 00”) BT.
Perumusan Masalah
Dari uraian di atas, permasalahan yang
muncul adalah bagaimana cara mengolah dan
menganalisa citra Landsat dan DEM SRTM
sehingga menjadi sebuah peta jalur aliran air aki
Gunung Ijen.
Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian tugas akhir ini
adalah sebagai berikut:
a. Wilayah studi adalah daerah Gunung Ijen yang
termasuk kedalam wilayah Kabupaten
Situbondo, Banyuwangi dan Bondowoso,
Propinsi Jawa Timur.
b. Data citra satelit yang digunakan adalah citra
Landsat 7 ETM+ tahun 2009 dan DEM SRTM
c. Data sekunder yang digunakan berupa softcopy
data vektor Peta Kawasan Rawan Bencana
Gunung Ijen (skala 1 : 100.000) terbitan Badan
Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) yang
disusun dari hasil perkecilan Peta Rupa Bumi
skala 1 : 25000 (Lembar : 1707-414, 1707-423,
1704-424, 1704-432, 1704-441, 1704-442,
1704-434, 1704-443, 1704-444, 1708-112,
1708-121, 1708-122, 1708-114, 1708-123,
1708-124, 1708-132, 1708-141), data statistik,
dan literatur. Parameter yang digunakan antara
lain jalur aliran air aki, batas desa, batas
kecamatan, batas kabupaten, sungai, kontur,
dan jalan.
d. Hasil penelitian adalah peta jalur aliran air aki
pada Gunung Ijen.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi :
a. Perangkat Keras (Hardware)
- Laptop
- Printer
- GPS navigasi/handheld ketelitian 15
meter untuk pengambilan data lapangan
b. Perangkat Lunak (Software)
- ER Mapper 7.0 untuk pengolahan citra
- ENVI 4.6.1 untuk pengolahan citra
- ArcGIS 9.3 untuk mengolah data vektor
- Autodesk Land Desktop 2004
- Matlab R2008b
Bahan
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara
lain :
a. Citra DEM SRTM 30 meter untuk
ortorektifikasi citra.
b. Citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2009
path/row 117/066 dan path/row 117/065
sebagai data primer.
c. Citra satelit Landsat ortho tahun 2000 untuk
koreksi geometrik.
d. Data vektor Peta Kawasan Rawan Bencana
Gunung Ijen (skala 1 : 100.000) untuk
pemotongan wilayah studi pada citra dan
overlay ke citra terklasifikasi.
Tujuan Tugas Akhir
Tujuan penelitian ini adalah pembuatan peta
jalur aliran air aki pada Gunung Ijen menggunakan
teknologi penginderaan jauh menggunakan data
citra Landsat dan DEM SRTM.
Manfaat Tugas Akhir
Manfaat dari penelitian ini adalah
memberikan informasi spasial (peta) mengenai
jalur aliran air aki pada Gunung Ijen yang nantinya
2
Pengolahan Data
Metodologi Penelitian
Citra Landsat
2009
Identifikasi dan Perumusan Masalah
Koreksi
Geometrik
Persiapan :
- Studi Literatur
- Pengumpulan Data
Landsat Ortho
2000
DEM SRTM
30
Ya
Ya
meter
Orthorektifikasi
Tidak
Tidak
RMS
Error ≤ 1
pixel
Pengolahan Data
Ya
Ya
Clip DEM SRTM
Citra Terkoreksi
Hillshade DEM
SRTM
Mosaicking
Analisa
Cropping
Penyusunan Laporan
Klasifikasi Terselia
Citra Terklasifikasi
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Berikut adalah penjelasan metode penelitian:
a. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimana proses pembuatan peta aliran air
aki pada Gunung Ijen. Pengamatan ini
dilakukan menggunakan citra satelit Landsat 7
ETM+ dan DEM SRTM
b. Tahap Persiapan
- Studi Literatur
Bertujuan untuk mendapatkan referensi yang
berhubungan dengan penginderaan jauh,
gunung api, dan literatur lain yang mendukung
baik dari buku, jurnal, majalah, koran, dan
internet.
- Pengumpulan Data
Pengumpulan data citra satelit Landsat 7
ETM+, DEM SRTM, data sekunder dan data
lapangan berupa hasil pengukuran langsung di
lapangan.
c. Tahap Pengolahan data
Pada tahapan ini dilakukan pengolahan dari
data citra satelit Landsat 7 ETM+ yang
hasilnya merupakan peta tutupan lahan dan
nantinya akan dilakukan overlay dengan DEM
SRTM dan peta kawasan rawan bencana untuk
selanjutnya akan dilakukan analisa.
d. Tahap Analisa
Tahap ini dimaksudkan untuk menganalisa
tutupan lahan seperti sawah, pemukiman dan
hutan yang akan terkena dampak dari aliran
letusan air aki. Analisa ini diperoleh dari data
yang telah diolah pada tahap sebelumnya.
Sehingga didapatkan suatu hasil dan
kesimpulan yang nantinya digunakan untuk
menyusun laporan tugas akhir.
e. Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan merupakan tahap akhir
dari penelitian tugas akhir ini.
Tidak
Tidak
Uji ketelitian
klasifikasi
Groundtruth
≥ 80%
Ya
Ya
Peta Tutupan
Lahan
Peta KRB
Gunung Ijen
skala 1 : 100000
Overlay dan Analisa
Peta Aliran Air
Aki Gunung Ijen
Gambar 3. Diagram Alir Pengolahan Citra
Berikut adalah penjelasan diagram alir tahapan
penelitian :
a. Data berupa Citra Landsat 7 ETM+
dikoreksi secara geometrik agar koordinat
citra sama dengan koordinat geografi.
Dalam koreksi geometrik, yang digunakan
sebagai referensi adalah Citra Landsat
Ortho yang telah memiliki ketelitian yang
lebih baik. Citra Landsat Ortho yang telah
terkoreksi tersebut digunakan untuk
penentuan titik GCP (Ground Contol
Point).
b. Kemudian dilakukan orthorektifikasi untuk
menegakkan citra. Setelah itu dilakukan
perhitungan RMS (Root Mean Square),
nilai RMS harus kurang atau sama dengan
satu (RMS error ≤ 1 pixel). Jika memenuhi
toleransi maka diperoleh citra terkoreksi.
c. Mosaicking
dilakukan
untuk
menggabungkan citra agar didapatkan
daerah penelitian yang sesuai.
d. Karena daerah penelitian yang digunakan
adalah daerah kawah Gunung Ijen, maka
citra yang telah digabungkan harus
dipotong (cropping) berdasarkan area yang
ditentukan supaya proses pengolahan citra
lebih efektif.
e. Sebelum
melakukan
uji
ketelitian
dilakukan cek lapangan yang hasilnya
digunakan sebagai data uji ketelitian. Cek
lapangan
dilakukan
dengan
cara
mengambil beberapa sampel tutupan lahan
dari citra yang sudah diklasifikasi yang
kemudian dicocokkan dengan keadaan
3
sebenarnya di lapangan. Penentuan posisi
sampel
di
lapangan
dengan
menggunakan GPS dengan ketelitian 15
meter.
f. Setelah dihasilkan peta tutupan lahan
kemudian di-overlay hasil pengolahan citra
Landsat dengan DEM SRTM dan Peta
Kawasan Rawan Bencana Gunung Ijen
skala 1:100.000
g. Analisa dilakukan untuk mengetahui besar
dan jenis dari tutupan lahan yang akan
terkena dampak dari aliran letusan air aki
pada Gunung Ijen.
h. Dari pengolahan data dan analisis yang
dilakukan diperoleh hasil akhir berupa
Peta Aliran Air Aki Gunung Ijen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Koreksi Geometrik Citra dan SoF
Hasil koreksi geometrik pada citra Landsat 7
ETM+ tahun 2009 yaitu nilai rata-rata RMSerror
sebesar 0,323 piksel.
Nilai Strength of Figure dari titik kontrol
registrasi citra untuk citra Landsat 7 ETM+ tahun
2009 yang digunakan adalah 0,5758.
Menurut Purwadhi (2001) dalam Anthoni
(2011), batas kesalahan pada proses koreksi
geometrik untuk mendeteksi perubahan tutupan
lahan yaitu 0,5 atau 1 piksel satu sama lain atau
sekitar 15-30 meter (1 piksel= 30x30meter) untuk
citra Landsat 7 ETM+. Sehingga jika pergeseran
titik lebih dari batas toleransi maka koreksi harus
diulang.
Gambar 4. Peta Tutupan Lahan Kawan Rawan
Bencana Gunung Ijen
Uji Ketelitian Klasifikasi
Uji ketelitian dilakukan untuk mengetahui
ketelitian hasil klasifikasi, metode yang digunakan
untuk perhitungan adalah confusion matrix.
Sebelum dilakukan uji ketelitian diperlukan
groundtruth atau survei lapangan untuk masingmasing kelas. Perhitungan uji ketelitian dengan
metode confusion matrix ini dilakukan dengan
software ENVI. Hasil dari confusion matrix
Landsat 7 ETM+ tahun 2009 dengan ENVI
menunjukkan bahwa ketelitian klasifikasi sebesar
88,377 %. Dengan hasil perhitungan ketelitian
klasifikasi tersebut, bisa dianggap masuk toleransi
karena diatas 80%, sehingga hasil interpretasi
memiliki kecocokan dengan data citra tersebut.
Berdasarkan hasil klasifikasi yang dilakukan
dapat diketahui luas dari setiap tutupan lahan yang
ada. Dari hasil pengolahan citra Landsat 7 ETM+
akuisisi tahun 2009 dengan tutupan lahan terbesar
didominasi oleh sawah seluas 61.904 ha (19,553
%) dari luas keseluruhan.
Klasifikasi
Pekerjaan klasifikasi dilakukan dengan metode
klasifikasi terselia tipe maximum likelihood dengan
trainning sample sebanyak 85 area. Jumlah kelas
yang digunakan adalah delapan kelas tutupan
lahan. Citra yang diklasifikasi menghasilkan peta
tutupan lahan seperti berikut :
DEM SRTM
Data DEM SRTM resolusi 30 meter digunakan
untuk membuat tampilan wilayah penelitian
menjadi tiga dimensi dengan menggunakan fungsi
hillshade pada software ArcMap. Hal ini berfungsi
untuk menampilkan keadaan topografi yang lebih
menyerupai kenampakan sebenarnya di lapangan.
4
Tabel 2. Tutupan Lahan Kemungkinan Terdampak
Berdasarkan Klasifikasi Citra Landsat
No
Kelas
Luas (ha) Luas (%)
1 Hutan
1.575,625 0,833
2 Badan Air
93,000 0,049
3 Pemukiman
1.330,375 0,703
4 Sawah
3.401,625 1,798
5 Perkebunan
1.364,812 0,721
6 Belukar
1.750,000 0,925
7 Lahan Kosong
1.913,25 1,011
8 Tidak Ada Data 1.296,000 0,685
Dari perbandingan hasil luasan wilayah
terdampak antara tahun 2006 dan tahun 2009,
dapat diketahui bahwa luasan wilayah yang
kemungkinan terkena dampak aliran air aki
mengalami penambahan sebesar 2.335,310 ha. Hal
ini disebabkan karena peta dasar yang digunakan
dalam pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana
oleh BNPB adalah Peta RBI yang diterbitkan oleh
BAKSURTANAL berdasarkan kompilasi foto
udara skala 1:30.000 tahun 1993-1994 dan survey
lapangan tahun 1995. Perbandingan hasil luasan
terdampak ini juga dipengaruhi faktor awan yang
ada pada Citra Landsat 7 ETM+ yang sebesar
1.296 ha. Oleh karena itu, untuk penelitian
selanjutnya diharapkan menggunakan citra yang
bersih dari awan dengan ketelitian lebih tinggi agar
lebih mudah dalam hal pengklasifikasian.
Penggunaan lahan adalah wujud dari berbagai
aktivitas manusia seperti pemukiman, berkebun,
berladang, dan persawahan yang merupakan fungsi
dari iklim, jenis tanah, dan kelerengan (Dinas
ESDM Prop. Jatim, 2007 dalam Sulistiarto, 2010).
Gambar 5. Hasil Overlay Pembuatan Hillshade
dari DEM SRTM dengan Jalur Aliran Air Aki
Analisa
Penutup Lahan
Luas tutupan lahan wilayah penelitian
diperoleh dari hasil klasifikasi citra Landsat 7
ETM+ tahun 2009. Luasan tersebut didapat dari
software ENVI 4.6.1. Luas tutupan lahan adalah :
Tabel 1. Tabel Luasan Penutup Lahan
No Kelas
Luas Area (Ha) Luas (%)
1 Hutan
43.558,875
13,579
2 Badan air
1.485,187
0,469
3 Pemukiman
14.730,937
4,653
4 Sawah
61.904,000
19,553
5 Perkebunan
27.902,562
8,813
6 Belukar
21.011,125
6,637
7 Lahan kosong
55.296,750
17,466
8 Tidak Ada Data
25.161,687
7,948
Jenis Tanah
Berdasarkan struktur geologinya, kawasan
rawan bencana gunung ijen memiliki bermacam
jenis tanah yang terdapat pada kabupaten masingmasing antara lain :
Tabel 4.7 Tabel Jenis Tanah
Kabupaten Jenis Tanah Luas (Ha) Luas(%)
Banyuwangi Regosol
134.490,87 23,96
Banyuwangi Litosol
39.031,88 6,75
Banyuwangi Lathosol
14.109,30 2,44
Banyuwangi Podsolik
348.684,75 60,30
Banyuwangi Gambut
37.433,70 6,55
Bondowoso Litosol
4.900,00
0.03
Bondowoso Regosol
78.286,53 0.50
Bondowoso Andosol
32.858,70 0.21
Bondowoso Gromosol
510,00
0.001
Bondowoso Mediteran
11.230,40 0.07
Bondowoso Latosol
28.224,37 0.18
Situbondo
Latosol
35.252
21.51
Situbondo
Aluvial
24.239
14.80
Situbondo
Gleysol
19.784
12.07
Pembagian kelas-kelas tersebut ditujukan
untuk menyediakan informasi tutupan lahan dari
wilayah penelitian yang dapat digunakan untuk
mendukung sistem mitigasi bencana alam gunung
api. Luas tutupan lahan untuk citra Landsat 7
ETM+
tahun 2009 sebesar 251.051,125 ha.
Berdasarkan
penelitian
sebelumnya
yang
dilaksanakan
oleh
Badan
Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan
menerbitkan Peta Kawasan Rawan Bencana
Gunung Ijen pada tahun 2006 luasan tutupan lahan
yang kemungkinan terdampak sebesar 10.389,377
ha. Sedangkan berdasarkan tutupan lahan dari citra
Landsat 7 ETM+
diperoleh luasan wilayah
terdampak sebesar 12.724,687 ha.
5
Tanah gambut adalah tanah yang berasal dari
bahan organik yang selalu tergenang air (rawa) dan
kekurangan unsur hara, sirkulasi udara tidak
lancar, serta proses penghancuran tidak sempurna.
j. Grumosol
Tanah grumosol adalah tanah yang terbentuk dari
material halus berlempung. Jenis tanah ini
berwarna kelabu hitam dan bersifat subur.
Kabupaten Jenis Tanah Luas (Ha) Luas(%)
Situbondo
Mediteran
34.687
21.17
Situbondo
Grumosol
26.719
16.30
Keterangan :
a. Alluvial
Jenis tanah alluvial merupakan jenis tanah yang
masih muda, belum mengalami perkembangan,
berasal dari batuan induk aluvium. Penyebarannya
berada di tepi sungai dan dataran pantai.
b. Gleysol
Jenis
tanah ini
perkembangannya
lebih
dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi.
Topografi berupa dataran rendah atau cekungan,
hampir selalu tergenang air warna kelabu
hingga kekuningan. Ciri khas tanah ini adanya
lapisan kontinu yang berwarna kelabu pucat
pada kedalaman kurang dari 0,5 meter akibat
dari profil tanah yang selalu jenuh air.
c. Latosol
Jenis tanah latosol merupakan jenis tanah yang
berkembang, berwarna coklat merah hingga
kuning. Penyebarannya terletak pada daerah
iklim basah, dan berasal dari batuan induk tuf.
d. Andosol
Andosol merupakan jenis tanah mineral yang
telah mengalami perkembangan profil, solum agak
tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam,
kandungan organik tinggi dan bersifat licin
berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas
lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan
daya absorpsi sedang, kelembaban tinggi,
permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi.
Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf
vulkanik.
e. Mediteran
Mediteran
merupakan
jenis
tanah
yang
mempunyai perkembangan profil, solum sedang
hingga dangkal. Berwarna coklat hingga merah
dengan daya absorpsi sedang. Jenis tanah ini
merupakan jenis tanah yang peka terhadap erosi.
f. Regosol
Tanah regosol adalah tanah berbutir kasar dan
berasal dari material gunung api.
g. Litosol
Tanah litosol adalah tanah berbatu-batu. Bahan
pembentuknya berasal dari batuan keras yang
belum mengalami pelapukan secara sempurna.
h. Podsolik
Tanah podsolik adalah tanah yang terjadi karena
temperatur dan curah hujan yang tinggi, mudah
basah, dan subur jika terkena air, jenis tanah
podsolik berwarna kuning dan cocok untuk
perkebunan, dan tanah podsolik banyak terdapat di
daerah pegunungan.
i. Gambut
Ketinggian
Tinggi wilayah pada penelitian ini diperoleh
dari data DEM SRTM dengan ketelitian 30 meter.
Secara garis besar, wilayah kawasan rawan
bencana ini mempunyai topografi perbukitan di
bagian barat dan timur sedangkan berupa
dataran di bagian utara dan selatan. Sehingga
mempengaruhi arah aliran air aki yang lebih
dominan ke utara dan selatan.
Kemiringan Lereng
Aliran letusan air aki Gunung Ijen ini
mengikuti arah kemiringan lereng. Berhulu pada
kawah Gunung Ijen, kemudian mengalir menyebar
hingga bermuara di Laut Jawa dan Selat Bali. Hal
ini memberikan dampak terhadap 64 desa yang
kemungkinan terkena aliran air aki antara lain 56
desa di Kabupaten Banyuwangi, satu desa di
Kabupaten Bondowoso dan tujuh desa di
Kabupaten Situbondo.
Tabel 4. Kemiringan Lereng
Kemiringan
N
o
Kecamata
n
Kabupate
n
1
Klabang
Bondowos
o
2.370,26
5.695,99
2
Asembagu
s
Situbondo
21.693,8
4
3
Arjasa
Situbondo
4
Banyuputi
h
Situbondo
Glagah
Banyuwan
gi
6
Songgon
Banyuwan
gi
1.199,10
6.991,59
7
Singojuruh
Banyuwan
gi
3.131,87
Kabat
Banyuwan
gi
3.629,41
9
Rogojambi
Banyuwan
gi
10
Wongsorej
o
Banyuwan
gi
11
Giri
Banyuwan
gi
12
Banyuwan
gi
Banyuwan
gi
0-2
15-25
25-40
>40
4.866,54
526,11
4
5.157,3
7
12,34
6.225,78
24.656,4
4
1.562,2
2
1.725,8
3
295,4
5
22,74
4.373,63
2.554,93
508,96
1.174,0
9
374,4
7
5.155,14
20,85
0
0
0
0
410,54
947,04
302,0
5
4.499,88
615,93
5.541,6
0
778,9
0
1.013,07
0
0
0
0
3.585,86
706,04
0
1,45
0
7.023,85
313,36
0
0
0
0
5.538,86
14.176,4
8
3.441,68
3.057,3
9
7.145,8
8
704,6
7
1,97
1.612,21
0
0
0
0
2.051,65
482,09
0
0
0
0
2-8%
5
8
18,34
3.527,87
8-15%
1.060,86
Aliran letusan berdasarkan aliran sungai
Kawasan rawan bencana terhadap aliran massa
berupa
lahar,
dan
kemungkinan
perluasan/penyimpangan awan panas. Lahar (air
aki) kemungkinan besar terjadi di sebagian besar
sungai yang berhulu di kawah ijen.
1. sebelah timur : Kali Binau (Rogojampi), Kali
Jambu, Kali Banyuwangi, Kali Sukawidi (Kec.
Banyuwangi), Kali Klatak (Kec. Ketapang).
6
2. sebelah utara : Kali Banyupait, Kali
Banyuputih (Asembagus), dan Kali Bajulmati
(Kec. Banyuputih).
Di perluasan lahan dan penyimpangan awan
panas kemungkinan dapat melanda kawasankawasan sungai tersebut, tergantung dari besar
kecilnya letusan.
Desa-desa yang berada pada aliran sungaisungai yang berhulu pada kawah Gunung Ijen
terdapat pada tabel 5.
Tabel 5. Daftar Desa Kemungkinan Terdampak
No
Nama Desa
Kecamatan Kabupaten
1 Sumbercanting
Klabang
Bondowoso
2 Wringin Anom
Asembagus Situbondo
3 Jeding(Kayumas) Arjasa
Situbondo
4 Awar-Awar
Asembagus Situbondo
5 Bantal
Asembagus Situbondo
6 Banyuputih
Banyuputih Situbondo
7 Sumberejo
Banyuputih Situbondo
8 Pesucen
Giri
Situbondo
9 Glagah
Glagah
Banyuwangi
10 Kenjo
Glagah
Banyuwangi
11 Licin
Glagah
Banyuwangi
12 Kampung Anyar Glagah
Banyuwangi
13 Tamansari
Glagah
Banyuwangi
14 Sragi
Songgon
Banyuwangi
15 Parangharjo
Songgon
Banyuwangi
16 Songgon
Songgon
Banyuwangi
17 Kemiri
Singojuruh
Banyuwangi
18 Bedewang
Songgon
Banyuwangi
19 Balak
Songgon
Banyuwangi
20 Padang
Singojuruh
Banyuwangi
21 Singolatren
Singojuruh
Banyuwangi
22 Bunder
Kabat
Banyuwangi
23 Bareng
Kabat
Banyuwangi
24 Benelan Lor
Kabat
Banyuwangi
25 Benelan Kidul
Singojuruh
Banyuwangi
26 Labanasem
Kabat
Banyuwangi
27 Pengantigan
Rogojambi
Banyuwangi
28 Gitik
Rogojambi
Banyuwangi
29 Karangbendo
Rogojambi
Banyuwangi
30 Pakistaji
Kabat
Banyuwangi
31 Sukotaji
Kabat
Banyuwangi
32 Badean
Kabat
Banyuwangi
33 Alasrejo
Wongsorejo Banyuwangi
34 Kelir
Giri
Banyuwangi
35 Sumberwaru
Banyuputih Banyuwangi
36 Watukebo
Wongsorejo Banyuwangi
37 Bajulmati
Wongsorejo Banyuwangi
38 Sidodadi
Wongsorejo Banyuwangi
7
No
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
Nama Desa
Sumberkencono
Wongsorejo
Alasbutu
Kalipuro
Klatak
Giri
Jambesari
Boyolangu
Penataban
Grogol
Pengatigan
Singotrunan
Singonegaran
Penganjuran
Tukangkayu
Kertosari
Karangrejo
Lateng
Sobo
Pakis
Kebalenan
Pendarungan
Rejosari
Banjarsari
Olehsari
Kecamatan
Wongsorejo
Wongsorejo
Wongsorejo
Giri
Giri
Giri
Giri
Giri
Giri
Giri
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Kabat
Glagah
Glagah
Glagah
Kabupaten
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Banyuwangi
Morfologi
Bentuk lahan gunung api memiliki morfologi
yang khas, yaitu mempunyai relief menjulang
hingga ribuan meter di atas permukaan laut,
berbentuk kerucut, dan pola aliran yang
berkembang di atasnya adalah pola radial
(Asriningrum, 2002).
Berdasarkan bentuk lahan, gunung api secara
umum dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu :
1. Kawah dan kerucut gunung api memiliki
lereng sangat curam, lembah dalam, material
endapan campuran dari hasil erupsi yang
relatif kasar hingga amat kasar, serta erosi dan
longsor dominan.
2. Lereng gunung api memiliki lereng curam
hingga sangat curam, lembah-lembah dalam,
bentuk lereng tak teratur, serta erosi dan
longsor dominan.
3. Aliran lava memiliki lereng curam, bentuk
lereng tak teratur, dan relief bergelombang.
4. Dataran alluvial gunung api yang memiliki
topografi datar hingga hampir datar (landai),
dan kemiringan lereng 0-3%. Bentuk lahan ini
dominan mengalami proses erosi lembar oleh
aliran permukaan. Sementara itu proses
deposisional pada daerah-daerah yang datar
dan lebih rendah cukup intensif, dengan
material penyusun di bagian atas berupa pasir
halus hingga sedang dan di bagian bawah
berupa pasir lebih kasar.
Berdasarkan referensi ini, Gunung Ijen
termasuk kedalam bentuk lahan yang memiliki
lereng curam, bentuk lereng tak teratur dan
reliefnya bergelombang. Hal ini menyebabkan arah
aliran cenderung ke utara, selatan dan timur dari
keseluruhan wilayah rawan bencana.
3. Untuk
mengembangkan
penelitian
ini,
diharapkan menggunakan citra satelit dengan
ketelitian yang lebih tinggi.
4. Mengingat kondisi geologis Indonesia yang
merupakan tempat pertemuan tiga lempeng
tektonik yaitu Lempeng Eurasia, IndoAustralia, dan Lempeng Pasifik serta adanya
gunung api baik yang masih aktif maupun yang
tidak aktif serta ancaman dari letusan gunung
api maka penelitian ini perlu dikembangkan lagi
dengan fokus penambahan data-data pendukung
yang berhubungan dengan pemukiman seperti
data penduduk, data rumah penduduk dan data
usia penduduk.
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil
penelitian ini antara lain :
1. Data citra satelit Landsat 7 ETM+ dan SRTM
dapat diolah dan dianalisa menggunakan
teknologi
penginderaan
jauh
sehingga
didapatkan peta penutup lahan jalur aliran air
aki yang dapat dikembangkan untuk sistem
mitigasi bencana alam gunung api.
2. Peta tiga dimensi dari pengolahan data SRTM
dapat digunakan sebagai pendukung topografi
yang mendekati keadaan sebenarnya.
3. Luas wilayah yang kemungkinan terdampak
pada tahun 2006 sebesar 10.389,377 ha
sedangkan berdasarkan tutupan lahan dari citra
Landsat 7 ETM+ sebesar 12.724,687 ha.
Luasan wilayah terdampak mengalami kenaikan
sebesar 2.335,310 ha.
4. Tutupan
lahan
keseluruhan
sebesar
251.051,125 ha, sedangkan tutupan lahan yang
kemungkinan terkena dampak letusan Gunung
Ijen sebesar 12.724,687 ha.
5. Dari total 169 desa yang berada pada kawasan
rawan bencana Gunung Ijen, sebanyak 65 desa
yang kemungkinan besar terkena dampak
letusan.
DAFTAR PUSTAKA
Asriningrum, W. 2004. “Pengembangan Metode
Zonasi daerah Bahaya Letusan Gunung Api
Studi Kasus Gunung Merapi”. Penginderaan
Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vol. 1,
No.1, Juni 2004:66-75
Badan Geologi. 2012. Peningkatan Kegiatan G.
Ijen
dari
Waspada
menjadi
Siaga.
. Dikunjungi pada
tanggal 15 Maret 2012, jam 20.20.
Dhani, R. R. 2011. Mbah Rono: Awas 'Tsunami
Air Aki' Gunung Ijen. < http://news.detik.com
>. Detiknews : Sabtu, 31 Desember 2011. 15
Maret 2012 pukul 20.30 WIB.
Ekadinata, A. Dewi, S. Hadi, D. Nugroho, D.
Johan, F. 2008. Sistem Informasi Geografis
dan Penginderaan Jauh Menggunakan ILWIS
Open Source. Bogor : World Agroforestry
Centre
Hanafi, R. A. 2010. Pemetaan Geologi dengan
Menggunakan Data Citra Alos di Daerah
Pegunungan Selatan (Kabupaten WonogiriJawa Tengah). Tugas Akhir. Surabaya :
Program Studi Teknik Geomatika.
Hidayat, F. 2012. Ancaman Banjir Air "Aki" dari
Ijen. < http://regional.kompas.com >. Kompas
: 26 Januari 2012. Dikunjungi pada tanggal 25
Maret 2012, jam 20.10.
Kustiyo, Manalu dan Pramono. 2005. Analisis
Ketelitian Ketinggian Data DEM SRTM.
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk
Peningkatan Kesejahteraan Bangsa. LAPAN :
Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. <
http://www.perpustakaan.lapan.go.id
>.
Dikunjungi pada tanggal 15 April 2012, jam
19.30.
Lagios, E. Vassilopoulou, S. Sakkas, V. Dietrich,
V. Damiata, B.N. Ganas, A. 2007. Testing
satellite and ground thermal imaging of low-
Saran
1. Kendala dalam pengolahan citra Landsat 7
ETM+ dan SRTM ini adalah pada proses
ortorektifikasi. Pada tahap ini data Landsat 7
ETM+
hanya bisa diolah menggunakan
software Ermapper dengan didukung software
LPNgeorec
(LAPAN).
Belum
bisa
menggunakan software pengolahan citra
lainnya seperti ENVI.
2. Teknologi penginderaan
jauh disarankan
sebagai salah satu alternatif dalam mendukung
pengembangan sistem mitigasi bencana alam
saat ini.
8
temperature fumarolic fields: The dormant
Nisyros
Volcano
(Greece).
<
http://www.remsenslab.geol.uoa.gr
>
.
dikunjungi pada tanggal 21 Maret 2012, jam
13.30.
Leksono, B. E. Susilowoti, Y. 2008. The Accuracy
Improvement of Spatial Data for Land Parcel
and Buildings Taxation Objects by Using The
Large Scale Ortho Image Data (Case study of
Setra
Duta
residential
housing).
<
http://www.fig.net >. Dikunjungi pada tanggal
21 Maret 2012, jam 13.10.
Maryantika, N. 2011. Analisa Perubahan Vegetasi
ditinjau dari Tingkat Ketinggian dan
Kemiringan Lahan menggunakan Citra Satelit
Landsat dan Spot 4 (Studi Kasus: Kab.
Pasuruan). Tugas Akhir. Surabaya : Program
Studi Teknik Geomatika.
Ramirez, E. 2009. Shuttle Radar Topography
Mission. < http://www2.jpl.nasa.gov >.
Dikunjungi pada tanggal 21 Maret 2012, jam
11.40.
Sulistiarto, B. 2010. Studi Tentang Identifikasi
Longsor dengan Menggunakan Citra Landsat
dan Aster (Studi Kasus: Kabupaten Jember).
Tugas Akhir. Surabaya : Program Studi Teknik
Geomatika.
Susanto, S. 2010. “Sistem Mitigasi Bencana Alam
Gunung Api Guntur Menggunakan Data
Penginderaan Jauh”. Sains dan Teknologi
Dirgantara Vol 5 No. 4 Desember 2010 : 144153.
Syamsa, KN. 2008. Pemetaan Prediksi Lokasi
Mineral Uranium dengan Citra Landsat 7
ETM+ (Studi Kasus : Kabupaten Ketapang,
Kalimantan Barat). Tugas Akhir. Surabaya :
Program Studi Teknik Geomatika.
Thoha, A, S. 2008. Karakteristik Citra Satelit.
Medan : Departemen Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatra Utara.
Tjokrosoewarno,
S.
1979.
Dasar-Dasar
Penginderaan Jauh (Remote Sensing).
Bandung : Departemen Geodesi Fakultas
9