Penalaran matematika melalui strategi (1)

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencarian pengetahuan yang benar harus berlangsung menurut prosedur atau kaedah hukum,
yaitu berdasarkan logika. Sedangkan aplikasi dari logika dapat disebut dengan penalaran dan
pengetahuan yang benar dapat disebut dengan pengetahuan ilmiah. Untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah dapat digunakan dua jenis penalaran, yaitu Penalaran Deduktif dan
Penalaran Induktif. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu
peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu
kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari
pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata
lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang
gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks
penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu
gejala. Penalaran induktif merupakan prosedur yang berpangkal dari peristiwa khusus sebagai
hasil pengamatan empirik dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang
bersifat umum. Dalam hal ini penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif.
Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat
digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu wujud
penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika


B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Deduktif?
2. Apakah yang dimaksud dengan Penalaran Induktif ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
2. Memahami arti Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.
3. Mampu menjelaskan Penalaran Deduktif dan Penalaran Induktif.

D. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini, sangat sederhana. Penulis
mengumpulkan informasi dari beberapa buku, media internet dalam mengumpilkan data.

E. Sistematika
Makalah ini dibagi menajdi dua poin pembahasan. Yang pertama, mengenai apa yang
dimaksud dengan Penalaran Deduktif. Yang kedua, mengenai apa yang dimaksud dengan
penalaaran Induktif.

.


BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PENALARAN

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Dalam pengertian yang lain
penalaran adalah suatu proses berfikir untuk menghubung- hubungkan data atau fakta yang ada
sehingga sampai pada suatu kesimpulan. Cara penarikan kesimpulan ini disebut dengan logika.
Secara umum, logika dapat didefinisikan sebagai sarana untuk berfikir secara benar atau sahih.
Yang mana didalam logika itu, menyatakan, menjelaskan, dan mempergunakan prinsip- prinsip
abstrak dalam merumuskan kesimpulan.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga, maka akan terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis. Berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang akan
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Dalam penalaran,
proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut Premis dan hasil kesimpulannya disebut
konklusi. Berdasarkan jenisnya, proposisi dapat dibedakan menjadi dua jenis.Yakni proposisi
empirik dan proposisi mutlak. Proposisi empirik adalah pernyataan yang dapat diverifikasi secara
empirik. Sedangkan Proposisi mutlak adalah proposisi yang jelas dengan sendirinya sehingga
tidak perlu dibuktikan secara empiris.
Adapun dalam proses bernalar, terdapat dua jenis metode yang dapat digunakan, yaitu

bernalar secara deduktif dan induktif.
Premis mayor (proposisi yang dianggap benar bagi semua anggota kelas tertentu)
Premis minor (proposisi yang mengidentifikasikan sebuah peristiwa atau fenomenal yang khusus
sebagai anggota dari kelas tadi)
Term mayor (ada dalam Premis mayor: predikat)
Term minor (ada dalam Premis minor: Subjek)
Term tengah (terdapat dikedua premis dan tidakk muncul dalam kesimpulan)
B. BERNALAR SECARA DEDUKTIF
Bernalar secara Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik suatu kesimpulan dari
suatu prinsip atau sikap yang berlaku umum untuk kemudian ditarik kesimpulan yang khusus.
Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku
kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah. Contoh: Al- musaddadiyah adalah
sebuah yayasan yang menyediakan berbagai jenjang pendidikan, seperti SD, SMP, MTS, SMA,
MA, SMK, Perguruan Tinggi dan Pesantren.

Penarikan simpulan (konklusi) secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan dapat
pula dilakukan secara tak langsung.
1. Menarik Simpulan secara Langsung
Simpulan (konklusi) secara langsung atau entimen, adalah suatu proses penarikan
kesimpulan yang ditarik dari satu premis.

Misalnya:
1)

Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)

Contoh:
Semua ikan berdarah dingin. (premis)
Sebagian yang berdarah dingin adalah ikan. (simpulan)
2) Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Tidak satu pun P adalah S. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor nyamuk pun adalah lalat. (premis)
Tidak seekor lalat pun adalah nyamuk. (simpulan)
3) Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Semua rudal adalah senjata berbahaya. (premis)
Tidak satu pun rudal adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
4) Tidak satu pun S adalah P. (premis)

Semua S adalah tak-P. (simpulan)
Contoh:
Tidak seekor pun harimau adalah singa. (premis)
Semua harimau adalah bukan singa. (simpulan)
5)

Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)
Tidak satu pun tak-P adalah S. (simpulan)

Contoh: Semua gajah adalah berbelalai. (premis)
Tak satu pun gajah adalah takberbelalai. (simpulan)

Tidak satu pu yang takberbelalai adalah gajah. (simpulan)
2. Menarik Simpulan secara Tidak Langsung
Penarikan simpulan secara tidak langsung atau silogisme, adalah suatu proses penarikan
kesimpulan yang memerlukan dua data sebagai data utamanya. Dari dua data ini, akan dihasilkan
sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang
kedua adalah premis yang bersifat khusus.
Untuk menarik simpulan secara tidak langsung ini, kita memerlukan suatu premis

(pernyataan dasar) yang bersifat umum (PU) dan premis yang kedua bersifat khusus (PK).
Sebagai umpama:
PU

: Setiap manusia akan mati

PK

: Pak ujang adalah manusia

K

: Pak ujang akan mati
Hal- hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu silogisme adalah sebagai

berikut:
1.
2.
3.
4.

5.
6.
7.

Silogisme terdiri dari tiga pernyataan.
Pernyataan (premis) pertama disebut premis umum.
Pernyataan (premis) kedua disebut premis khusus
Pernyataan ketiga disebut kesimpulan.
Apabila salah satu premisnya negatif, maka kesimpuulannya pasti negatif.
Dua premis negatif tidak dapat menghasilkan kesimpulan.
Dari dua premis khusus tidak dapat ditarik kesimpulan.
Pola penarikan kesimpulan tidak langsung atau silogisme, dapat dikelompokan kedalam

beberapa jenis:
a. Silogisme Kategorial
Yang dimaksud dengan silogisme kategorial adalah, silogisme yang terjadi dari tiga
proposisi (pernyataan). Dua proposisi merupakan premis dan satu proposisi, merupakan
simpulan. Premis yang bersifat umum, disebut premis mayor. Dan premis yang bersifat khusus
disebut premis minor. Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut
term minor dan predikat simpulan disebut term mayor.

Contoh:
PU

: Semua manusia bijaksana.

PK

: Semua polisi adalah bijaksana.

K

: Jadi, semua polisi bijaksana.

Untuk menghasilkan simpulan harus ada term penengah sebagai penghubung antara premis
mayor dan premis minor. Term penengah adalah silogisme diatas ialah manusia. Term penengah
hanya terdapat pada premis, tidak terdapat pada simpulan. Kalau term penengah tidak ada,
simpulan tidak dapat diambil.
Contoh:
PU


: Semua manusia tidak bijaksana.

PK

: Semua kera bukan manusia.

K

: Jadi, (tidak ada kesimpulan).
Aturan umum mengenai silogisme kategorial adalah sebsgai berikut:

a) Silogisme harus terdiri atas tiga term. Yaitu term mayor, term minor dan term penengah.
Contoh:
PU

: Semua atlet harus giat berlatih.

PK

: Xantipe adalah seorang atlet.


K

: Xantipe harus giat berlatih.

Term mayor = harus giat berlatih.
Term minor = Xantipe.
Term penengah = atlet.
Kalau lebih dari tiga term, simpulan akan menjadi salah.
Contoh: Gambar itu menempel di dinding.
Dinding itu menempel di tiang.
Dalam premis ini terdapat empat term, yaitu gambar yang menempel di dinding dan dinding
menempel ditiang. Oleh sebab itu, disini tidak dapat ditarik kesimpulan.
b) Silogisme terdiri atas tiga proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan simpulan.
c) Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
Contoh: Semua semut bukan ulat.
Tidak seekor ulat pun adalah manusia.
d) Bilah salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
Contoh: PU
PK


:Tidak seekor gajah pun adalah singa.

: Semua gajah berbelalai.
K

: Jadi, tidak seekor singa pun berbelalai.

e) Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.

Contoh: PU

f)

; Semua mahasiswa adalah lulusan SMA

PK

: Ujang adalah mahasiswa

K

: Ujang lulusan SMA

Dari dua premis yang khusus, tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh: PU

: Sebagian orang jujur adalah petani.

PK

: Sebagian pegawai negeri adalah orang jujur.

K

: Jadi, . . . (tidak ada simpulan)

g) Bila salah satu premis khusus, simpulan akan bersifat khusus.
Contoh: PU

h)

: Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA.

PK

: Radit adalah mahasiswa.

K

: Jadi, Radit adalah lulusan SLTA.

Dari premis mayor yang khusus dan premis minor yang negatif tidak dapat ditarik satu
simpulan.
Contoh: PU

: Beberapa manusia adalah bijaksana.

PK

: Tidak seekor binatang pun adalah manusia.

K

: Jadi, . . . (tidak ada simpulan)

b. Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah silogisme yang terdiri atas pernyataan umum, pernyataan
khusus, dan kesimpulan. Akan tetapi, premis umumnya bersifat pengandaian. Hal ini ditandai
adanya penggunaan konjungsi jika dalam pernyataannya. Dengan demikian, pernyataan
umumnya dibentuk oleh dua bagian. Bagian pertama disebut anteseden dan bagian keduanya
disebut konsekuensi. Sementara itu, pernyataan khususnya menyatakan kenyataan yang terjadi,
yang kemungkinannya hanya dua: sesuai atau tidak sesuai dengan yang diandaikannya itu.
Contoh PU

: jika saya lulus ujian, saya akan melanjutkan kuliah ke
(anteseden)

(konsekuensi)

perguruan tinggi.
c.

Silogisme Alterntif
Silogisme ini menggunakan pernyataan umum yang memiliki dua alternatif. Jika
alternative satu itu benar menurut pernyaataan khususnya, alternatif yang lain itu salah.

Contoh:
Premis Mayor  merupakan proposisi alternative (proposisi yang mengandung kemungkinankemungkinan atau pilihan-pilihan)
Premis Minor 
Kesimpulannya tergantung pada premis minor.
PU

;

Lampu

temple

ini

akan

mati

apabila

minyaknya

habis

atau

sumbunya

pendek.
PK ; Lampu ini mati, tetapi minyaknya tidak habis.
K

: Lampu ini mati karena sumbunya pendek.

d. Entimen
Sebenarnya silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan
maupun dalam lisan. Akan tetapi, ada bentuk silogisme yang tidak mempunyai premis mayor
karena premis mayor itu sudah diketahui secara umum. Yang dikemukakan hanya premis minor
dan simpulan.
Contoh:
PU ; Semua sarjana adalah orang cerdas.
PK ; Ali adalah seorang sarjana.
K : Jadi, Ali adalah orang cerdas.
Dari silogisme ini dapat ditarik satu entimen, yaitu “Ali adalah orang cerdas karena dia
adalah seorang sarjana”.
Beberapa contoh entimen:
Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
Dengan demikian, silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, sebuah entimen juga
dapat diubah menjadi silogisme.
C. BERNALAR SECARA INDUKTIF
Penalaran induktif dilakukan terhadap fakta-fakta khususuntuk kemudian dirumuskan sebuah
kesimpulan. Kesimpulan ini mencakup semua fakta yang khusus.
Contoh :
Sejak suaminya meninggal dunia dua tahun yang lalu, Ny. Ahmad sering sakit. Setiap bulan ia
pergi ke dokter memeriksakan sakitnya. Harta peninggalan suaminya semakin menipis untuk

membeli obat dan biaya pemeriksaan, serta untuk biya hidup sehari-hari bersama tiga orang
anaknya yang masih sekolah. Anaknya yang tertua dan adiknya masih kuliah di sebuah
perguruan tinggi swasta, sedangkan yang nomor tiga masih duduk di bangku SMA. Sungguh
(kata kunci) berat beban hidupnya. (Ide pokok)
Seperti halnya penalaran duduktif, cara bernalar induktif juga terbagi kedalam beberapa
macam. Yakni:

1. Generalisasi
Generalisasi ialah proses penalaranyang megandalkan beberapa pernyataan yang
mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum. Dari beberapa
gejala dan data, kita ragu-ragu mengatakan bahwa “Lulusan sekolah A pintar-pintar.” Hal ini
dapat kita simpulkan setelah beberapa data sebagai pernyataan memberikan gambaran seperti itu.
Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan semua logam akan memuai.
Benar atau tidak benarnya rumusan kesimpulan secara generalisasi, itu dapat dilihat dari
hal-hal berikut.:
1) Data itu harus memadai jumlahnya. Semakin banyak data yang dipaparkan, semakin benar
simpulan yang diperoleh.
2) Data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang
benar.
3) Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat
dijadikan data.
Contoh generalisasi yang tidak sahih;
a) Orang garut suka rujak
b) Makan daging dapat menyebabkan penyakit darah tinggi.
c) Orang malas akan kehilangan banyak rejeki.
2. Analogi

Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang
sama.
Contoh:Nina adalah lulusan akademi A.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan akademi A.
Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Tujuan penalaran secara analogi adalah sebagai berikut.
1) Analogi dilakukan untuk meramalkan sesuatu.
2) Analogi dilakukan untuk menyingkap suatu kekeliruan.
3) Analogi digunakan untuk menyusun klasifikasi.
3. Hubungan Kausal
Hubungan kausal adalah penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang memiliki pola
hubungan sebab akibat. Misalnya, tombol ditekan, akibatnya bel berbunyi. Dalam kehidupan kita
sehari-hari, hubungan kausal ini sering kita temukan. Hujan turun dan jalan-jalan becek. Ia kena
penyakit kanker darah dan meninggal dunia. Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini,
terdapat tiga pola hubungan kausalitas. Yaitu sebagai berikut:
a.

Sebab-Akibat
Sebab-akibat ini berpola A menyebabkan B. Disamping itu, hubungan ini dapat pula
berpola A menyebabkan B, C, D, dan seterusnya. Jadi, efek dari satu peristiwa yang dianggap
penyebab kadang-kadang lebih dari satu.
Dalam kaitannya dengan hubungan kausal ini, diperlukan kemampuan penalaran seseorang
untuk mendapatkan simpulan penalaran. Hal ini akan terlihat pada suatu penyebab yang tidak
jelas terhadap sebuah akibat yang nyata. Kalau kita melihat sebiji buah mangga terjatuh dari
batangnya, kita akan memperkirakan beberapa kemungkinan penyebabnya. Mungkin mangga itu
ditimpa hujan, mungkin dihempas angin, dan mungkin pula dilempari anak-anak. Pastilah salah
satu kemungkinana itu yang menjadi penyebabnya.

b. Akibat-Sebab
Dalam pola ini kita memulai dengan peristiwa yang menjadi akibat. Peristiwa itu kemudian
kita analisis untuk dicari penyebabnya.
Contoh ;Kemarin pak maman tidak masuk kantor. Hari inipun tidak. Pagi tadi istrinya pergi ke
apotek membeli obat. Oleh karena itu, pasti Pak Maman sedang sakit.

c. Sebab Akibat -1 Akibat -2
Suatu penyebab dapat menyebabkan serangkaian akibat. Akibat pertama berubah menjadi
sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianaalah seterusnya, hingga timbul arangkaian
beberapa akibat.
Contoh:
Mulai bualan mei 2012, harga beberapa jenis BBM direncanakan akan mengalami kenaikan.
Terutama premium dan solar. Hal ini karena pemerintah ingin mengurangi subsidi dengan
harapan supaya ekonomi Indonesia kembali berlangsung normal. Dikarenakan harga bahan
bakar naik, sudah barang tentu biaya angkutan pun akan naik pula. Jika biaya angkutan naik,
harga barang pasti ikutn naik. Naiknya harga barang akan dirasakan berat oleh masyarakat.
Oleh karena itu, kenaikan harga barang harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan
rakyat.

BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa penalaran dalam prosesnya ada 2
macam, yaitu penalaran Deduktif dan penalaran Induktif.
Penalaran Deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu, untuk seterusnya diambil kesimpulan yang khusus. Penalaran Induktif adalah metode
yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari bentuk penalaran deduktif. Yakni menarik
suatu kesimpulan dari fakta- fakta yang sifatnya khusus, untuk kemudian ditarik kesimpulan
yang sifatnya umum.
B. SARAN

Sebagai seorang mahasiswa, kita dianjurkan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
penalaran. Karena jika seseorang telah tahu apa yang dimaksud dengan penalaran, baik yang
sifatnya deduktif atau induktif, akan mempengaruhi terhadap pola pikir yang ia kembangkan.
Baik dalam menghadapi suatu masalah atau untuk menyimpilkan suatu masalah. Maka proses
penalaran ini harus kita ketahui, bahkan pahami dengan sebenar-benarnya.

Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan.
Agar pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran tersebut mempunyai dasar kebenaran maka
proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara dan prosedur tertentu. Penarikan
kesimpulan dari proses berpikir dianggap valid bila proses berpikir tersebut dilakukan menurut
cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan seperti ini disebut sebagai logika.
Logika dapat didiefinisikan secara luas sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid. Dalam
penalaran ilmiah, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara
penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif berkaitan erat
dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata yang sifatnya khusus dan telah
diakui kebenarannya secara ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum.
Sedangkan logika deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari kasus yang sifatnya
umum menjadi sebuah kesmpulan yang ruang lingkupnya lebih bersifat individual atau khusus.
A.Penalaran Induktif
Penalaran yang bertolak dari penyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan
yang umum.
Bentuk-bentuk Penalaran Induktif :
a) Generalisasi :
Proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk
mendapatkan simpulan yang bersifat umum
Contoh generalisasi :
v Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
v Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jadi, jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
b) Analogi :

Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.
Contoh analogi :
Nina adalah lulusan Akademi Amanah.
Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Ali adalah lulusan Akademi Amanah.
Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
c) Hubungan kausal :
penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Macam hubungan kausal :
1) Sebab- akibat.
Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir.
2) Akibat – Sebab.
Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik.
3) Akibat – Akibat.
Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah
basah.
Induksi merupkan cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat individual.
Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataaann-pernyataan yang ruang
lingkupnya khas dan terbatas dalam menysusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan
yang bersifat umum.
Misalkan kita mempunyai fakta bahwa katak makan untuk mempertahankan hidupnya, ikan ,
sapi, dan kambing juga makan untuk mempertahankan hidupnya, maka dari kenyataan ini dapat
disimpulkan bahwa semua hewan makan untuk mempertahankan hidupnya.
Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua keuntungan.
Keuntungan yang pertama adalah pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis,
maskudnya melalui reduksi terhadap berbagai corak dan sekumpulan fakta yang ada dalam
kehidupan yang beraneka ragam ini dapat dipersingkat dan diungkapkan menjadi beberapa
pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah sekedar koleksi dari berbagai
fakta melainkan esensi dan juga fakta-fakta tersebut.
Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud
membuat reproduksi dari objek tertentu melainkan menekankan kepada strukstur dasar yang
menyangga wujud fakta. Sebagai contoh, bagaimanapun lengkapnya dan cermatnya sebuah
pernyataan dibuat untuk mengungkapkan betapa nikmatnya hubungan intim dirasakan seorang
wanita atas keinginan suka sama suka dan perihnya hubungan intim karena pemerkosaan, tidak
mungkin dapat merreproduksikan hal itu.
Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa hubungan
intim atas dorongan suka sama suka indah, nikmat, dan hubungan intim karena pemerkosaan
sangatlah menyakitkan. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis.

Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersifat umum adalah dimungkinkan proses
penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif maka dari berbagai
pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi.
Misalkan dari contoh sebelumnya bahwa kesimpulan semua hewan perlu makan untuk
mempertahankan hidupnya, kemudian dari kenyataan bahwa manusia juga perlu makan untuk
mempertahankan hidupnya, maka dapat dibuat lagi kesmpulan bahwa semua mahluk hidup perlu
makan untuk mempertahankan hidupnya. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya
pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang main lama
makin bersifat fundamental.
B. Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif.
Deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan
yang bersifat khusus.
Penarikkan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan
silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan
menjadi
1) premsi mayor dan
2) premis minor.
Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua
premis tersbut. Penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Penarikan tidak langsung ditarik dari dua premis. Penarikan secara langsung ditarik
dari satu premis.
Dari contoh sebelumnya misalkan kita menyusun silogisme sebagai berikut.
v Semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahanka hidupnya (Premis mayor)
v Joko adalah seorang mahluk hidup (Premis minor)
v Jadi, Joko perlu makan untuk mempertahakan hidupnya (Kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil bahwa Joko juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya
adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis
yang mendukungnya.
Pertanyaan apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada kebenaran premis-premis
yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat dipastikan
bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulannya itu salah,
meskipun kedua kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikkan kesimpulannya tidak sah.
Dengan demikian maka ketepatan penarkkan kesimpulan tergantung dari tiga hal yaitu:
1) kebenaran premis mayor,
2) kebenaran premis minor, dan
3) keabsahan penarikan kesimpulan.
Apabila salah satu dari ketiga unsur itu persyaratannya tidak terpenuhi dapat dipastikan

kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara
deduktif.
C. Korelasi Penalaran Deduktif dan Induktif
Kedua penalaran tersebut seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi
dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan
lingkaran yang tidak terpisahkan.
Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta
maka kita sedang mengandaikan teori. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan
ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan
dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada
hukum-hukum logika.
Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran
induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir
refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey (Burhan Bungis: 2005; 1920), yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai berikut :
v The Felt Need,
Ø yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatu kebutuhan yang menggoda
perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut.
v The Problem,
Ø yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap the felt need di atas,
selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau
kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta
bagaimana pemecahannya.
v The Hypothesis,
Ø yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang berguna untuk mencoba
melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk
memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada
tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan
masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis.
v Collection of Data as Avidance,
Ø yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalah hanya dengan
pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada.
Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat
kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap
tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian
tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum
dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan
sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan
mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk
menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut

dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang
dirumuskan tadi.
v Concluding Belief,
Ø yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. Berdasarkan hasil analisis yang
dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu
diyakini mengandung kebenaran.
v General Value of The Conclusion,
Ø yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isi kesimpulan pengujian
hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus
tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku
umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan
kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.
Proses maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada berbagai proses
ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan dalam berpikir refleksi ini
dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam menentukan bobot ilmiah dari proses
tersebut. Apabila salah satu dari langkah-langkah itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan,
maka sebesar itu pula nilai ilmiah telah dilupakan dalam proses berpikir ini.
2. SILOGISME KATEGORIAL
Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.
1. Premis umum : Premis Mayor (My)
2. Premis khusus remis Minor (Mn)
3. Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat
simpulan disebut term minor.
Aturan umum dalam silogisme kategorial sebagai
berikut:
1. Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu : term mayor, term minor, term penengah.
2. Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
3. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
4. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
5. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
6. Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.

7. Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus. Dari premis mayor khusus dan premis
minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Badu adalah mahasiswa
K : Badu lulusan SLTA
My : Tidak ada manusia yang kekal
Mn : Socrates adalah manusia
K : Socrates tidak kekal
My : Semua mahasiswa memiliki ijazah SLTA.
Mn : Amir tidak memiliki ijazah SLTA
K : Amir bukan mahasiswa
a dua cara untuk menarik kesimpulan dari suatu teks atau wacana yakni melalui penalaran
deduksi dan penalaran induksi.
Penalaran deduksi dilakukan terhadap data (pernyataan) umum untuk kemudian ditarik
kesimpulan yang khusus. Penalaran deduksi terbagi atas dua bagian yaitu silogisme dan entimen.
Silogisme adalah penalaran deduksi secara tidak langsung. Silogisme memerlukan dua premis
sebagai data. Premis pertama disebut premis umum, premis yang kedua disebut premis khusus.
Dari kedua premis tersebut, kesimpulan itu dirumuskan. Penalaran deduksi yang kedua yaitu
entimen.
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung.
Contoh:
Silogisme
PU: Binatang mamalia melahirkan anak dan tidak bertelur.
PK: Ikan paus binatang binatang mamalia.
K : Ikan paus melahirkan anak dan tidak bertelur.
Entimen
Ikan paus melahirkan anak dan tidak bertelur karena termasuk binatang mamalia.
Penalaran induksi dilakukan terhadap peristiwa-peristiwa khusus, untuk kemusian dirumuskan
sebuah kesimpulan, yang mencakup semua peristiwa-peristiwa khusus itu. Yang termasuk ke
dalam penalaran induksi yaitu generalisasi, analogi, dan hubungan kausal.

Generalisasi adalah proses penalaran yang menggunakan beberapa pernyataan yang
mempunyai ciri-ciri tertentu untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum.
Analogi adalah cara bernalar dengan membandingkan dua hal yang memiliki sifat sama. Cara
ini didsarkan asumsi bahwa jika sudah ada persamaan dalam berbagai segi, maka akan ada
persamaan pula dalam bidang lain.
Hubungan kausal adalah cara penalaran yang diperoleh dari peristiwa-peristiwa yang memiliki
pola hubungan sebab-akibat.
Contoh:
Generalisasi
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jadi, jika dipanaskan, semua logam akan memuai.
Analogi
Arief seorang alumni SMUN 1 Tegal dapat diterima kerja di perusahaan Pak Subur. Oleh sebab
itu, Nani yang juga lulusan SMUN 1 Tegal pasti dapat pula diterima kerja di perusahaan pak
Subur.
Hubungan Kausal
Kemarin Badu tidak masuk kantor. Hari ini pun tidak. Pagi tadi istrinya pergi ke apotek membeli
obat. Karena itu, pasti Badu sedang sakit.
Berpikir induktif
Induksi adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk
menentukan hukum yang umum (Kamus Umum Bahasa Indonesia, hal 444
W.J.S.Poerwadarminta. Balai Pustaka 2006)
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran secara induktif dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas
dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum (filsafat
ilmu.hal 48 Jujun.S.Suriasumantri Pustaka Sinar Harapan. 2005)

Berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal
khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena
sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
(www.id.wikipedia.com)
Jalan induksi mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu bukti saja
dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induksi
mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu
benar, maka sekalian bukti lain yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.
Buat contoh penegasan kita kembali pada masyarakat Yunani, masyarakat yang sebenarnya
merintis kesopanan manusia. Lama sudah terpendam dalam otaknya Archimedes, pemikir Yunani
yang hidup 250 tahun sebelum Masehi, persoalan: apa sebab badan yang masuk barang yang cair
itu, jadi enteng kekurangan berat? Ketika mandi, maka jawab persoalan tadi tiba-tiba tercantum
di matanya dan kegiatan yang memasuki jiwanya menyebabkan dia lupa akan adat istiadat
negara dan bangsanya. Dengan melupakan pakaiannya, ia keluar dari tempat mandinya dengan
bersorak-sorakkan “heureuka” saya dapati, saya dapati, adalah satu contoh lagi dari kuatnya
nafsu ingin tahu dan lazatnya obat haus “ingin” tahu itu. Archimedes menjalankan experiment
yang betul, ialah badannya sendiri, yang jadi benda yang dicemplungkan ke dalam air buat
mandi. Dengan cara berpikir, yang biasa dipakainya sebagai pemikir besar, ia bisa bangunkan
satu undang yang setiap pemuda yang mau jadi manusia sopan mesti mempelajari dalam sekolah
di seluruh pelosok dunia sekarang.
Menurut undang Archimedes, maka kalau benda yang padat (solid) terbenam pada barang cair,
maka benda tadi kehilangan berat sama dengan berat zat cair yang dipindahkan oleh benda
itu.Tegasnya kalau berat Archimedes di luar air umpamanya B gram dan berat air yang
dipindahkan oleh badan Achimedes b gram, maka berat Archimedes dalam air tidak lagi B gram,
melainkan (B-b) gr.
Dengan contoh dirinya sendiri sebagai benda dan air sebagai barang cair, maka simpulan yang
didapatkan Archimedes dalam tempat mandi itu belumlah boleh dikatakan undang. Semua benda
dalam alam, kalau dicemplungkan ke dalam semua zat cair mestinya kekurangan berat sama
dengan berat-zat cair yang dipindahkan oleh benda itu. Kalau semuanya takluk pada kesimpulan
tadi, barulah kesimpulan itu akan jadi Undang dan barulah Archimedes tak akan dilupakan oleh
manusia sopan, manusia yang betul-betul terlatih sebagai bapak undang itu. (Madilog. hal 100101 Tan Malaka, Pusat Data Indikator)
MACAM-MACAM PENALARAN INDUKTIF
1. GENERALISASI
Generalisasi adalah penalaran induktif dengan cara menarik kesimpulan secara umum
berdasarkan sejumlah data. Jumlah data atau peristiwa khusus yang dikemukakan harus cukup
dan dapat mewakili.
Contoh :
Generalisasi juga di sebut induksi tidak sempurna ( lengkap ). Guna menghindari generalisasi
yang terburu – buru, Aristoteles berpendapat bahwa bentuk induksi semacam ini harus di

dasarkan pada pemeriksaan atas seluruh fakta yang berhubungan, tapi semacam ini jarang di
capai. Jadi kita harus mencari jalan yang lebih prakis guna membuat generalisasi yang sah.
Tiga cara pengujian untuk menentukan generalisasi:
a). Menambah jumlah kasus yang di uji, juga dapat menambah probabilitas sehatnya
generalisasi. Maka harus seksama dan kritis untuk menentukan apakah generalisasi ( mencapai
probabilitas ).
b). Hendaknya melihat adakah sample yang di selidiki cukup representatif mewakili kelompok
yang di periksa.
c). Apabila ada kekecualian, apakah juga di perhitungkan dan di perhatikan dalam membuat dan
melancarkan generalisasi?
2. ANALOGI
Pemikiran ini berangkat dari suatu kejadian khusus ke suatu kejadian khususnya lainnya, dan
menyimpulkan bahwa apa yang benar pada yang satu juga akan benar pada yang lain.
Contoh ;
Sartono sembuh dari pusing kepalanya karena minum obat ini.
Pengetahuan secara analogis adalah suau metode yang menjelaskan barang – barang yang tidak
biasa dengan istilah – istilah yang di kenal ide – ide baru bisa di kenal atau dapat di terima
apabila di hubungkan dengan hal – hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Analogi Induktif adalah suatu cara berfikir yang di dasarkan pada persamaan yang nyata dan
terbukti. Jika memiliki suatu kesamaan dari yang penting, maka dapat di simpulkan serupa dalam
beberapa karakteristik lainnya. Apabila hanya terdapat persamaan kebetulan dan perbandingan
untuk sekedar penjelasan, maka kita tidak dapat membuat suatu kesimpulan.
3. HUBUNGAN KAUSALITAS
Berupa sebab sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada
umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke akibat, akibat
ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai adalah sebab ke akibat dan
akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
(1). Hubungan sebab-akibat.
Yaitu dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada kesimpulan
yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok adalah akibat, sedangkan
sebab merupakan gagasan penjelas.
Contoh:
Anak-anak berumur 7 tahun mulai memasuki usia sekolah. Mereka mulai mengembangkan
interaksi social dilingkungan tempatnya menimba ilmu. Mereka bergaul dengan teman-teman
yang berasal dari latar belakang yang berbeda. Dengan demikian, berbagai karakter anak mulai
terlihat karena proses sosialisasi itu.
(2). Hubungan akibat-sebab.
Yaitu dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu dianalisis untuk mencari
sebabnya.
Contoh:
Dalam bergaul anak dapat berprilaku aktif. Sebaliknya, ada pula anak yang masih malu-malu dan
selalu dan mengandalkan temannya. Namun, tidak dapat di pungkiri jika ada anak yang selalu

mambuat ulah. Hal ini disebabkan oleh interaksi sosial yang dilakukan anak ketika memasuki
usia sekolah.
(3). Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama
berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah seterusnya hingga timbul
rangkaian beberapa akibat.
Contoh :
Mulai tanggal 2 april 1975 harga berbagai jenis minyak bumi dalam negeri naik. Minyak tanah,
premium, solar, diesel, minyak pelumas, dan lain-lainnya dinaikan harganya, karena pemerintah
ingin mengurangi subsidinya, dengan harapan supaya ekonomi Indonesia makin wajar. Karena
harga bahan baker naik, sudah barang tentu biaya angkutanpun akan naik pula. Jika biaya
angkutan naik, harga barang pasti akan ikut naik, karena biaya tambahan untuk transport harus
diperhitungkan. Naiknya harga barang akan terasa berat untuk rakyat. Oleh karena itu, kenaikan
harga barang dan jasa harus diimbangi dengan usaha menaikan pendapatan rakyat.
4. PERBANDINGAN
INDUKSI DALAM METODE EKSPOSISI
Eksposisi adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana isinya
ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian dengan gaya penulisan
yang singkat, akurat, dan padat.
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi
atau pengetahuan tambahan bagi pembaca. Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan
grafik, gambar atau statistik. Sebagai catatan, tidak jarang eksposisi ditemukan hanya berisi
uraian tentang langkah/cara/proses kerja. Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.
Langkah menyusun eksposisi:
• Menentukan topik/tema
• Menetapkan tujuan
• Mengumpulkan data dari berbagai sumber
• Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih
• Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.
SALAH NALAR
Salah nalar adalah kesalahan struktur atau proses formal penalaran dalam menurunkan
kesimpulan sehingga kesimpulan tersebut menjadi tidak valid. Jadi berdasarkan pengertian
tersebut, salah nalar bisa terjadi apabila pengambilan kesimpulan tidak didasarkan pada kaidahkaidah penalaran yang valid. Terdapat beberapa bentuk salah nalar yang sering kita jumpai,
yaitu: menegaskan konsekuen, menyangkal antiseden, pentaksaan, perampatan-lebih, parsialitas,
pembuktian analogis, perancuan urutan kejadian dengan penyebaban, serta pengambilan
konklusi pasangan.
(Sumber : Wikipedia)
Hubungan Kausal

Hubungan sebab akibat / hubungan kausal ialah hubungan keterkaitan atau ketergantungan dari
dua realitas, konsep, gagaasan, ide, atau permsalahan. Suatu kegiatan tidak dapat mengalami
suatu akibat tanpa disertai sebab, atau sebaliknya suatu kegiatan tidak dapat menunjukkan suatu
sebab bila belum mengalami akibat.
Contoh hubungan kausal :
Kuberikan sedikit uang disakuku untuk membeli obat, ia menatap wajahku.. Menitikkan air mata
lagi.. Ia menangis karena senang mendapatkan uang untuk membeli obat dan makanan untuk
adik dan ibunya dirumah.
Beberapa hari kemudian, aku bertemu dengan anak itu bersama ibunya di pasar. Mereka
menghampiriku,, memberiku sedikit makanan kecil sebagai ungkapan terima kasih padaku
karena telah membantu anak itu beberapa hari yang lalu.
Pengertian lain :
Hubungan kausal (kausalitas) merupakan perinsip sebab-akibat yang dharuri dan pasti antara
segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta
kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang
mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan.
Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu manusia yang telah
dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun.
Proposisi dan Jenisnya
Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data/fakta yang
ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Fakta/data yang akan dinalar itu boleh benar atau
boleh tidak benar. Kalimat pernyataan yang dapat dipergunakan sebagian data itu disebut
proposisi.
Yang dimaksud dengan proposisi adalah kalimat atau pernyataan yang selalu mempunyai nilai
kebenaran, mungkin pernyataan itu bernilai benar saja, atau salah saja, tetapi tidak keduaduanya.
o> Berdasarkan kriteria, jenis proposisi adalah :
1. Berdasarkan bentuk : Proposisi tunggal dan majemuk
2. Berdasarkan sifatnya : Proposisi kategorial dan kondisional
3. Berdasarkan kualitas : Proposisi positif (afirmatif) dan negatif
4. Berdasarkan bentuk : Proposisi umum (universal) dan khusus (partikular)
o> Berdasarkan jenis dibedakan dengan lingkaran yang disebut Lingkaran Euler, yaitu :
a. Suatu perangkat yang tercangkup dalam subjek=perangkat yang tercangkup dalam predikat.
Semua S adalah P. Contoh: Semua sehat adalah semua tidak sakit
b. – Suatu perangkat yang tercantum dalam Subjek menjadi bagian dari predikat. Semua S adalah
P. Contoh : Semua sepeda beroda

- Suatu perangkat yang tercantum dalam predikat menjadi bagian dari Subjek. Semua S adalah P.
Contoh : Sebagian binatang adalah kera
c. Suatu perangkat yang tercangkup dalam subjek berada diluar perangkat predikat. Dengan kata
lain, antara Subjek dan Predikat tidak terdapat relasi. Tidak satu pun S adalah P. Contoh: Tidak
seorang pun manusia adalah binatang
d. Sebagian perangkat yang tercangkup dalam subjek berada diluar perangkat predikat. Sebagian
S tidaklah P. Contoh: Sebagian kaca tidaklah bening