PERBANDINGAN SIKAP MAHASISWA POLITEKNIK docx

PERBANDINGAN SIKAP MAHASISWA POLITEKNIK NEGERI
MEDIA KREATIF TERHADAP MASKULINITAS JOE TASLIM
DALAM IKLAN TELEVISI KARTU HALO FIT DAN LG G3 STYLUS

Rizky Kertanegara, S.S, M.Si, Danasmoro Brahmantyo, S.Sos, M.Si
Program Studi Periklanan Politeknik Negeri Media Kreatif
rizkykertanegara@gmail.com, d.brahmantyo.polimedia@gmail.com

abstrak
Representasi laki-laki modern dalam iklan banyak dilakukan sebagai bagian dari strategi kreatif.
Strategi kreatif iklan yang biasa digunakan dalam merepresentasikan laki-laki modern ini adalah tema
maskulinitasnya. Maskulinitas laki-laki modern ini direpresentasikan dengan berbagai konsep.
Biasanya konsep yang dikembangkan adalah konsep yang bersifat fisik seperti tubuh yang berotot dan
aktivitas yang menunjang hal tersebut (biologis) dan yang bersifat kepribadian seperti perilakunya
terhadap keluarga dan lingkungan sosial (kultural). Dua konsep kreatif inilah yang menjadi rumusan
masalah dari topik penelitian ini. Menggunakan analisis kuantitatif deskriptif, peneliti ingin melihat
sejauh mana sikap responden terhadap iklan televisi yang mengangkat konsep maskulinitas yang
berbeda dengan lebih dahulu memetakan persepsi mereka terhadap maskulinitas. Subjek pada
penelitian ini adalah TVC Kartu Halo Fit dan TVC LG G3 Stylus di mana Joe Taslim menjadi
endorser dalam kedua iklan tersebut. Sedangkan objek pada penelitian ini adalah mahasiswa Program
Studi Periklanan Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap

responden terhadap maskulinitas yang mengangkat fisik masih lebih diterima dibandingkan
maskulinitas yang mengangkat prilaku, namun perbedaannya tidak terlalu besar. Hal ini menunjukkan
bahwa responden mulai menganggap maskulinitas tidak hanya dilihat dari representasi fisiknya,
namun juga kepribadiannya.
Kata Kunci: Representasi, strategi kreatif, daya tarik emosional, laki-laki modern, maskulinitas

1. Pendahuluan
Representasi laki-laki modern dalam iklan televisi banyak dilakukan oleh pengiklan
sebagai bagian dari strategi kreatif. Tema yang biasanya sering dijadikan strategi kreatif
tersebut adalah maskulinitas. Tema maskulinitas ini tidak hanya dapat ditemukan pada
berbagai jenis produk kategori khusus laki-laki, mulai dari produk perawatan wajah dan
tubuh, parfum, hingga minuman berenergi namun juga produk-produk kategori umum.
Secara umum pengiklan dalam mengemas tema maskulinitas dalam iklan televisi ini
cenderung stereotipikal melalui penggambaran fisik laki-laki yang ‘jantan’ dengan
1

menunjukkan bentuk otot tubuh dan aktifitas fisik atau pekerjaan yang biasa dikerjakan. Hal
inilah yang membuat latar belakang setting dalam iklan banyak mengambil tempat di kantor,
gunung, sirkuit balap, bengkel, café, pantai, dan lain-lain yang dianggap lebih
pas[ CITATION Kur04 \p 26 \l 1033 ].

Beberapa iklan televisi yang peneliti temukan bertemakan maskulinitas jenis ini
misalnya iklan Men’s Biore Double Scrub (2013) tentang aktifitas laki-laki dan iklan Kuku
Bima Energi plus Vitamin C (2014) yang memperlihat kekuatan otot Ade Rai mengangkat
mobil yang terjebak di lubang.

Gambar 1.1
Iklan Televisi Men’S Biore Double Scrub (2013)

Gambar 1.2
Iklan Televisi Kuku Bima Ener-G Plus Vit C (2014)
Namun, ada juga penggambaran laki-laki dengan tema maskulinitas lain seperti lakilaki sebagai kepala keluarga yang berada di rumah untuk sekadar berinteraksi dengan istri
dan anaknya atau melakukan pekerjaan rumah. Hal ini sejalan dengan perkembangan
maskulinitas yang memasuki era laki-laki modern, yang tidak hanya melihat pada
penggambaran fisik namun juga kepribadian dan interaksinya, ditandai dengan kehadiran
gaya hidup metroseksual. Hal ini membuat implikasi pada perkembangan latar belakang
setting dalam iklan di mana tidak jarang mengambil tempat di rumah

2

Beberapa iklan televisi yang peneliti temukan bertemakan maskulinitas jenis ini

misalnya Suzuki Karimon Wagon R (2013) yang menggambarkan Denny Cagur sebagai
kepala keluarga dan Tropicana Slim versi Jersey (2014) yang menggambarkan hubungan
seorang ayah dan anak di rumah.

Gambar 1.3
Iklan Televisi Tropicana Slim Warisan Turun Temurun (2014)

Gambar 1.4
Iklan Televisi Suzuki Karimun Wagon R (2013)
Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka penelitian ini ingin melihat
bagaimana perbedaan sikap responden terhadap iklan televisi yang mengemas maskulinitas
dengan dua konsep yang berbeda. Peneliti ingin mengetahui adakah perbedaan sikap terhadap
dua iklan dengan endorser yang sama, yakni Joe Taslim, namun berbeda dalam
merepresentasikan sisi maskulinitasnya. Iklan-iklan televisi yang dibintangi oleh Joe Taslim
tersebut adalah Kartu Halo Fit dan LG G3 Stylus. Sebelumnya, peneliti juga ingin
mengetahui sejauh mana persepsi mereka terhadap maskulinitas itu sendiri. Maka rumusan
masalah pada penelitian ini adalah:


Sejauh mana persepsi mahasiswa Politeknik Negeri Media Kreatif




Jakarta terhadap maskulinitas?
Sejauh mana sikap mahasiswa Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta
terhadap tema maskulinitas pada iklan televisi Kartu Halo Fit?
3



Sejauh mana sikap mahasiswa Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta
terhadap tema maskulinitas pada iklan televisi LG G3 Stylus?

2. Tinjauan Pustaka
2.1.

Strategi Kreatif dan Daya Tarik Iklan

Memerhatikan unsur-unsur aspek kreatif dalam mewujudkan suatu iklan sangatlah
penting. Untuk itu diperlukan strategi kreatif agar iklan tidak hanya dikemas dengan baik

namun juga menarik bagi para audiens. Salah satu strategi yang digunakan oleh pengiklan
adalah menentukan daya tarik iklan. Daya tarik iklan ini terbagi atas dua jenis, yakni daya
tarik informatif atau rasional; dan daya tarik emosional. Jika daya tarik informatif atau
rasional menekankan pada pemenuhan kebutuhan konsumen terhadap aspek praktis,
fungsional, dan kegunaan suatu produk, maka daya tarik emosional lebih menekankan pada
bagaimana kebutuhan sosial dan psikologi konsumen dalam pembelian suatu produk
[ CITATION Mor10 \p 343-345 \l 1033 ].
Mengemas representasi laki-laki modern dalam iklan dengan tema maskulinitas ini
dapat penulis kategorikan sebagai strategi penggunaan daya tarik emosional. Hal ini
menunjukkan bagaimana audiens sebagai calon konsumen merasakan minat atau ketertarikan
yang sama sebagai laki-laki seperti yang ditunjukkan di dalam iklan. Iklan yang
menampilkan daya tarik fisik, misalnya, bertujuan untuk menarik, menimbulkan gairah,
membangkitkan semangat, yang pada sisi tertentu dapat memengaruhi emosi konsumen dan
mendorong mereka untuk memiliki pandangan positif (favorable of mind) terhadap produk
yang diiklankan [ CITATION Mor10 \p 346 \l 1033 ]

2.2.

Laki-laki modern dan Maskulinitas


Studi tentang maskulinitas ini dinyatakan oleh Sills dan Merton sebagai studi yang
termasuk ke dalam disiplin keilmuan sosial yang umumnya berhubungan dengan ekspektasi
konstruksi secara sosial dari prilaku, kepercayaan, ekspresi, dan gaya hidup bagi laki-laki
untuk berinteraksi [ CITATION Sil68 \p 5 \l 1033 ]. Konsep maskulinitas juga tak lepas
kaitannya dengan konstruksi gender. Berbeda dengan jenis kelamin yang bersifat biologis,
maka gender memiliki variasi yang luas dalam kebudayaan yakni konstruksi sosial yang
membedakan laki-laki dan perempuan dengan mengatur peran serta tanggung jawab mereka.
Gender disebut konstruksi sebab pada dasarnya tanggung jawab tersebut sebenarnya dapat
4

dipertukarkan. Misalnya laki-laki juga bisa melakukan pekerjaan domestik atau mengurus
anak, perempuan pun juga bisa melakukan peran sebagai pencari nafkah keluarga.
Berdasarkan konstruksi tersebut, maka maskulinitas didefinisikan sebagai seperangkat
harapan, idealisasi tentang bagaimana seharusnya laki-laki berpikir, bertindak dan tampil
dalam suatu kultur [ CITATION The07 \p 12 \l 1033 ].
Awalnya, konsep maskulinitas ini selalu dikaitkan dengan kejantanan seseorang. Hal
ini beralasan karena maskulinitas merupakan salah satu turunan dari budaya patriarki.
Maskulinitas mengatur bagaimana konstruksi laki-laki dominan dan bagaimana laki-laki
memiliki kelebihan tertentu yang tak dimiliki oleh perempuan. Robert Brannonn (1976)
menyatakan bahwa terdapat empat elemen yang menunjukkan maskulinitas[ CITATION

Lin16 \p 66 \l 1033 ], yakni:
1. No sissy stuff, di mana laki-laki tidak boleh tampil feminin dan laki-laki sangat
dianjurkan untuk tidak mengurusi hal yang berkaitan dengan femininitas.
2. Be a Big Wheel, maskulinitas juga diukur dari kekuasaan atau kekuatan yang
dimiliki, tingkat kesuksesan, tingkat kesejahteraan, dan status yang dimiliki.
3. Be a sturdy Oak, ini terkait dari sebuah pandangan tentang laki-laki tidak boleh
menangis, bahwa laki-laki harus tampak tenang dalam menghadapi suatu masalah
serta bisa menahan emosi yang berlebihan.
4. Give ‘em Hell, mengacu pada sikap dan aura laki-laki yang berani dan agresif,
dimana setiap laki-laki maskulin berani mengambil resiko.

Seiring modernitas, konsep maskulinitas ini juga mengalami perubahan yang dinamis.
Hal ini juga diiringi oleh munculnya konsep metroseksual yang dianggap merupakan
perkawinan antara maskulinitas dan femininitas. Berdasarkan definisinya, laki-laki
metroseksual adalah laki-laki yang normal (tidak gay), urban, memiliki kepekaan estetika
yang tinggi, menghabiskan banyak waktu dan uang demi penampilan, dan memiliki hasrat
untuk memunculkan sisi femininnya[ CITATION Mic03 \p iii \l 1033

]. Laki-laki


metroseksual menganggap laki-laki modern tak hanya dilihat dari bentuk tubuh, aktifitas,
maupun perannya dalam interaksi sosial tapi juga bagaimana cara dia memelihara tubuh
tersebut, mulai dari melakukan perawatan wajah, rambut, hingga cara berpakaian, hal yang
dianggap merupakan gambaran dari feminitas. Ketika metroseksual dianggap sebagai
representasi maskulinitas baru, maka konstruksinya juga mengalami pergeseran. Pergeseran
5

konsep maskulinitas, dari maskulinitas tradisional ke maskulinitas modern, inilah yang
menjadi ketertarikan peneliti untuk mencoba melihat bagaimana sikap masyarakat, dalam hal
ini mahasiswa di Jakarta, terhadap iklan-iklan yang mengangkat dua tema maskulinitas yang
berbeda tersebut.

2.3.

Sikap dan Model of Copy Testing Effects

Penelitian ini menggunakan konsep sikap dengan menggunakan Model Of Copy
Testing Effects. Hal ini mengacu kepada salah satu tujuan iklan yakni persuasi. Model ini
terdiri atas tiga dimensi efek dari proses persuasi yang berbentuk linear, yang dimulai dari
kognitif, afektif, hingga konatif. Penjelasan dari masing-masing dimensi dapat dilihat pada

tabel berikut ini [ CITATION Rac06 \p 359-360 \l 1033 ]:
Tabel 2.1
Dimensi Model Of Copy Testing Effects
Dimensi
Variabel
Kognitif
Perhatian (Attention)
Menyadari (Awareness)
Mengenal (Recognition)
Mengerti (Comprehension)
Mengingat Kembali (Recall)
Afektif
Perubahan Prilaku (Attitude Change)
Suka/Tidak Suka (Like/Dislike)
Keterlibatan (Involvement)
Konatif/Behavio Minat untuk membeli (Intention to Buy)
r
Keputusan membeli (Purchase Behavior)
3. Metodologi
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian atau

riset kuantitatif adalah riset yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang
hasilnya dapat digeneralisasikan sehingga tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau
analisis. Peneliti dalam hal ini lebih mementingkan aspek keluasan data sehingga hasil
penelitian dianggap merupakan representasi dari seluruh populasi. Posisi peneliti dalam
penelitian ini haruslah objektif tanpa boleh mengikutsertakan analisis dan interpretasi yang
bersifat sujektif. Karena itu, digunakan uji statistik untuk menganalisis data [ CITATION
Rac06 \p 55-56 \l 1033 ].

6

Sementara statistik yang digunakan adalah statitistik deskriptif. Statistik deskriptif
adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap
objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan
analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum [CITATION Sug06 \p 21 \l 1057
]. Selain itu jenis data yang dipakai adalah data interval maka statistik yang dipakai adalah
statistik parametris. Instrumen yang digunakan disusun dengan Skala Likert dengan interval 1
sampai dengan 4, di mana skor 1 berarti sangat tidak puas, 2 tidak puas, 3 puas, dan 4 sangat
puas. Skala Likert tersebut nantinya akan menghasilkan data interval[CITATION Sug06 \p 24
\l 1057 ].
Subjek pada penelitian ini yang juga populasi penelitian adalah mahasiswa Program

Studi Periklanan Politeknik Negeri Media Kreatif. Pemilihan ini didasari atas keingintahuan
peneliti untuk melihat sejauh mana para calon pekerja iklan menilai maskulinitas yang
ditampilkan dalam iklan. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya [CITATION Sug06 \p 55 \l 1057 ]. Populasi
ini kemudian ditarik menjadi sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling, yakni
mahasiswa program studi periklanan yang ada tingkat awal hingga tingkat akhir. Sampel
adalah adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
[CITATION Sug06 \p 56 \l 1057 ]. Pada pemilihan sampel ini, peneliti telah
mempertimbangkan berbagai aspek sehingga teknik purposive sampling dapat menjawab
pertanyaan dari rumusan permasalahan. Lokasi penelitian ini akan diadakan di kampus
Politeknik Negeri Media Kreatif. Objek pada penelitian ini adalah TVC Kartu Halo Fit dan
TVC LGG3 Stylus.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
kuesioner sebagai data primer. Kuesioner atau angket adalah daftar pertanyaan yang harus
diisi oleh responden. Tujuan penyebaran angket adalah mencari informasi yang lengkap
mengenai suatu masalah dari responden tanpa merasa khawatir bila responden memberikan
jawaban yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian daftar pertanyaan [ CITATION
Rac06 \p 97 \l 1033 ].
Sebelum dilakukan pada sampel, kuesioner ini telah melalui uji validitas dan uji
reliabilitas sebagai keabsahan penelitian. Berdasarkan hasil instrument percobaan, penelitian
ini menghasilkan reliabilitas yang cukup, yakni lebih besar dari 0,3 ( >0,3) dengan nilai
7

Cronbach Alpha sebesar 0,950 untuk angket pertama dan 0,402 untuk angket kedua.
Sedangkan hasil validitasnya juga sudah melalui beberapa kali percobaan hingga nilai sig. 2
tailed untuk masing-masing item pertanyaan lebih kecil dari 0,05 (