Pejabat Perempuan Struktural dalam Persp

PEJABAT STRUKTURAL PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF GENDER

Oleh. Trias Setiawati ( Fak Ekonomi UII Yogyakarta)

LATAR BELAKANG
Keberhasilan gerakan reformasi menghasilkan berbagai tuntutan di
masyarakat. Desentralisasi dan demokratisasi menjadi tema utama dalam berbagai
tuntutan tersebut. Desentralisasi mengidealkan adanya pembagian kewenangan
yang cukup adil antara pemerintah pusat dan daerah. Sedangkan demokratisasi
mengidealkan adanya proses transaparansi dan pertanggungjawaban pemerintah
kepada publik. Di samping itu juga terbukanya partisipasi publik yang semakin
baik. Adanya tuntutan desentralisasi dan demokratisasi tersebut mengharuskan
adanya peningkatan kapasitas penyelenggara pemerintah baik di pusat maupun di
daerah.
Salah satu aspek penting dalam implementasi otonomi daerah adalah
peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah. Hal ini menjadi penting
mengingat otonomi daerah juga membutuhkan sumber daya yang berkualitas,
termasuk di dalamnya pemberdayaan kualitas Pegawai Negeri Sipill (PNS)
perempuan. Perhatian terhadap pemberdayaan PNS perempuan sangat penting dan
mendesak agar terjadi pengarusutamaan gender dan terjadi keseimbangan dan
keadilan di dalamnya. Hal ini mengingat juga GBHN tahun 1999 dan UU No 25

tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional mengamanatkan pentingnya
pengembangan kebijakan yang responsif gender.
Strategi yang dilakukan adalah melalui pengarusutamaan gender dalam
pembangunan nasional yang termuat dalam Inpres Nomor 9 tahun 2000. Strategi
pengarusutamaan gender ditujukan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan
gender melalui kebijakan dan program pembangunan nasional. Sebenarnya sejak
tahun 1999, perencanaan pembangunan mulai memasuki kesetaraan gender dalam
proses perencanaan pembangunan dengan dikembangkannya konsep gender
analisis pathway. Pengarusutamaan gender merupakan strategi untuk mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender dengan memperbaiki kondisi dan posisi
perempuan dapat setara di berbagai sektor pembangunan. Hal ini mengingat

Trias Setiawati_FEUII Yogyakarta_Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender ………………

1

perempuan lebih banyak jumlahnya dari laki-laki, yang akan menjadi beban
pembangunan apabila perempuan tidak mau maju, karena dengan kualitas hidup
perempuan yang prima akan menjadi asset pembangunan nasional yang potensial
dan memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap pelaksanaan

pembangunan yang berkesetaraan dan berkeadilan gender.
Pengarusutamaan

gender

merupakan

strategi

untuk

mewujudkan

kesetaraan dan keadilan gender dengan memperbaiki kondisi dan posisi
perempuan dapat setara di berbagai sektor pembangunan. Hal ini mengingat
perempuan lebih banyak jumlahnya dari laki-laki, yang akan menjadi beban
pembangunan apabila perempuan tidak mau maju, karena dengan kualitas hidup
perempuan yang prima akan menjadi asset pembangunan nasional yang potensial
dan memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap pelaksanaan
pembangunan yang berkesetaraan dan berkeadilan gender.

Perhatian dan komitmen pemerintah nasional dalam rangka pemberdayaan
perempuan dalam pembangunan perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Adanya perhatian dan pelibatan masyarakat perempuan melalui pemberdayaan
diharapkan akan mendukung sikap responsive masyarakat perempuan dalam
meningkatkan perannya di berbagai bidang pembangunan. Mengingat hal tersebut
maka dipandang perlu untuk mengetahui bagaimana keadaan pejabat Struktural
dalam perspektif gender.di Kabupaten Bantul.

RUMUSAN MASALAH
Bagaimana kebijakan Pemerintah Daerah tentang pejabat struktural? Bagaimana
perspektif gender dalam pengangkatan pejabat struktural tersebut? Serta
bagaimana kinerja pejabat Struktural perempuan disbanding pejabat Struktural
laki-laki?

TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui kebijakan pemerintah daerah mengenai pengangkatan pejabat
Struktural. Juga untuk mengetahui sejauh mana penggunaan perpsektif gender
dalam

pelaksanaan


pengangkatan

pejabat

Struktural

yang

perempuan?

Trias Setiawati_FEUII Yogyakarta_Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender ………………

2

Mengetahui bagaimana kinerja pejabat struktural perempuan dan pejabat
Struktural laki-laki
MANFAAT
Bagi pemerintah daerah dapat mengetahu bagaimana perkembangan kebijakan
pengangkatan jabatan Struktural yang perspektif gender dan bagi PNS perempuan

pada umumnya dapat mengetahui berbagai peluang dan tantangan serta hambatan
menjadi pejabat struktural

KAJIAN PUSAKA DAN LANDASAN TEORI
Beberapa kajian dan penelitian tentang kedudukan dan peran perempuan
sudah banyak dilakukan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim Pusat
Studi Wanita (PSW) Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Direktorat
Pembangunan Desa Propinsi DIY (1996) tentang Profil Kedudukan dan Peran
Wanita di Propinsi DIY diperoleh hasil antara lain :1 Posisi puncak di bidang
pemerintahan yang dipegang perempuan adalah Asekwilda I. Ini merupakan
prestasi yang cukup penting bila dibandingkan daerah lain di pulau Jawa. Posisi
tertinggi pucuk pemerintahan di Sumatera dipimpin oleh perempuan ada dua
orang, yaitu sebagai pimpinan Kabupaten/Kota (Bupati dan Walikota). Kesadaran
perempuan untuk terjun di bidang politik praktis masih sangat kurang sehingga
partisipasinya dalam memutuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang penting bagi
P2W masih kurang. Peran perempuan di bidang ekonomi semakin besar, hal ini
terlihat dari permintaan terhadap TKW yang semakin besar, terutama untuk
industri. Meskipun demikian masih terjadi pembedaan pemberian upah bagi
tenaga kerja perempuan dan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Di bidang
hukum terlihat adanya peningkatan tindak kekerasan terhadap perempuan. Hal ini

dimungkinkan karena adanya kesadaran perempuan untuk melaporkan perlakuan
yang menimpa dirinya atau mungkin banyaknya laki-laki yang memandang
perempuan bukan sebagai mitra sejajar. Perempuan yang berprofesi di bidang
hukum lebih kecil dibandingkan laki-laki. Di bidang aparatur negara, meskipun
1

Mary Astuti dkk (1996). “Profil Kedudukan dan Peran Wanita di Propinsi DIY”. Laporan
Penelitian . Pusat Studi Wanita UGM Bekerjasama dengan Direktorat Pembangunan
Desa Prop. DIY. 1995/1996

Trias Setiawati_FEUII Yogyakarta_Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender ………………

3

secara formal tidak ada pembedaan jenjang karier antara laki-laki dan perempuan,
namun dalam kenyataannya ada kecenderungan laki-laki lebih diprioritaskan
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang karier yang lebih tinggi. Semakin tinggi
pendidikan jenjang karier, semakin rendah partisipasi perempuan.
Tesis yang ditulis oleh Abdullah Faiq (2003)2 mahasiswa Program Pasca
Sarjana Universitas Airlangga Surabaya dengan judul “Analisis Terhadap

Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi Pemerintahan” (Studi Terhadap
Kepemimpinan Perempuan Di Kabupaten Tuban Jawa Timur). Hasil penelitian
tersebut menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepemimpinan
perempuan dengan prestasi kerja karyawan dalam birokrasi pemerintahan
kabupaten Tuban Jawa Timur. Jurnal yang ditulis oleh Vincenza Priola (2004)3
“Gender and Feminine Identities-Women as Managers in a UK Academic
Institution”. Studi tersebut menyatakan bahwa pemimpin-pemimpin perempuan

pada institusi ini menggunakan stereotypical yang terdiri dari multi- tasking,
supporting and nurturing, people and communication skills, dan team-work.

Wanita pemimpin umumnya lebih berorientasi pada pendukung. Penelitan
mengungkapkan bahwa wanita pemimpin memberdayakan para pendukung
dengan memberi kesempatan kepada orang-orang yang mereka pimpin untuk
menyatakan pendapat dan memberi masukan. Para wanita pemimpin ini juga
melakukan berbagai upaya untuk pengembangan diri. Selain memberdayakan
pengikut mereka, para wanita pemimpin lebih banyak yang bertindak sebagai
mentor daripada sebagai ”bos”. Wanita pemimpin memberi petunjuk dan
bimbingan yang diperlukan kepada para pendukung untuk melakukan pekerjaan
yang ditugaskan. Selain bertindak sebagai mentor, para wanita pemimpin juga

cenderung untuk memimpin dengan memberi teladan kepemimpinan pada para
pendukunng melalui sikap dan tindakan mereka. Jika mereka menginginkan
2

3

Faiq, Abdullah. (2003). Analisis Terhadap Kepemimpinan Perempuan Dalam Birokrasi
Pemerintahan (Studi Terhadap Kepemimpinan Perempuan Di Kabupaten Tuban Jawa
Timur). Tesis (Tidak Dipublikasikan). Surabaya: Fakultas Ekonomi Universitas
Airlangga Surabaya.
Priola. Vincenza. (2004). Gender and feminine identities - women as managers in a UK
academic institution. Vol.19, Iss. 7/8; pg. 421. Bradford UK. diambil tanggal 5 April
2006. www.uii.ac.id/proquest.

Trias Setiawati_FEUII Yogyakarta_Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender ………………

4

disiplin untuk diterapkan oleh anak buah, maka mereka pun akan menunjukkan
sikap disiplin. Jika mereka ingin agar anak buah bersikap jujur dan terbuka,

mereka pun akan memberikan teladan yang sama. (www.sinarharapan.com).
Isu dan kajian Gender. Isu-isu gender akhir-akhir ini sudah menyentuh
ke hampir semua sektor, antara lain sektor politik, ekonomi, hukum dan sosial
budaya (termasuk bidang pendidikan). Fenomena itu muncul antara lain karena di
hampir semua sektor, telah terjadi ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum
perempuan. Hal ini mengakibatkan kaum perempuan berada dalam kondisi
subordinat dan terpinggirkan atas kaum lelaki. Situasi tersebut pada akhirnya telah
memicu munculnya suatu tuntutan dan gugatan untuk segera mengakhiri dan
menghilangkan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan
tersebut.
Gugatan yang didasarkan pada rasa ketidakadilan dan diskriminasi
terhadap perempuan tersebut sebenarnya diilhami oleh suatu teori dan analisis
baru yang dikenal dengan „analisis gender‟. Analisis gender memberikan
kerangka untuk memahami bagaimana ketidakadilan sosial dan diskriminasi
dalam masyarakat dapat terjadi yaitu disebabkan oleh karena adanya keyakinan
atau „ideologi gender‟ yang dianut baik secara perorangan maupun sekelompok
masyarakat (Faqih, 1999: 1). Dilihat dari perspektif analisis gender ini, salah satu
penyebab yang dianggap menimbulkan ketidakadilan dan diskriminasi sosial,
ekonomi, maupun politik adalah tidak adanya kepekaan gender seorang atau
kelompok pengambil keputusan dalam suatu instansi, lembaga atau organisasi

yang memutuskan kebijakan sosial. Oleh karena itu kepekaan gender pada suatu
organisasi sangat menentukan dalam melanggengkan ataupun menghentikan salah
satu diskriminasi sosial dalam masyarakat, terutama terhadap kaum perempuan.
Sejarah perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui
proses yang sangat panjang yaitu (proses) sosialisasi, penguatan, dan konstruksi
sosial, kultural, keagamaan dan bahkan melalui kekuasaan negara dan hukum.
Melalui proses yang panjang gender lambat laun menjadi seolah-olah ketentuan
Tuhan atau kodrat dan ketentuan biologis yang tidak dapat diubah lagi, sehingga
saat ini apa yang sesungguhnya gender dianggap sebagai kodrat.

Trias Setiawati_FEUII Yogyakarta_Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender ………………

5

Menurut Kanter (1976, hlm. 233-236) ada empat faktor yang berpengaruh
dalam kepemimpinan perempuan, yaitu :4 Pertama yakni The mother (keibuan).
Pemimpin perempuan cenderung bersikap sebagaimana layaknya seorang ibu,
misalnya sewaktu anak sakit, sang ibu akan menyediakan obat. Nantinya akan
timbul asumsi bahwa pemimpin perempuan mempunyai sifat simpatik, pendengar
yang baik, dan mudah untuk mencurahkan permasalahan. Kedua yaitu The pet

(kesayangan). Pemimpin perempuan cenderung menjadi kesayangan bagi
bawahannya, sehingga bawahan akan lebih menjaganya. Dalam hal ini karyawan
akan menganggap pemimpin perempuan sebagai orang dekat, sehingga tidak
terdapat rasa canggung. Ketiga The sex object (obyek seksual). Pemimpin
perempuan cenderung menjadi penyemangat kerja bagi karyawannya. Dalam hal
ini, pemimpin perempuan dianggap sebagai sebuah faktor yang memotivasi
karyawan untuk bekerja lebih giat, akan tetapi kemauan yang timbul dari
karyawan untuk bekerja lebih giat bukan karena perintah yang diberikan, tetapi
karena ada dorongan dari dalam. Keempat The iron maiden (wanita besi).
Pemimpin perempuan cenderung bersikap tegas dalam memimpin bawahannya,
sehingga timbul kesan tegas. Dengan adanya sikap ini, maka pemimpin
digambarkan sebagai sosok pemimpin yang keras.
Seks dan Gender. Kenyataannya wanita banyak mengalami masalah
dalam kehidupannya, baik itu berkaitan dengan dirinya, keluarganya (anak, suami,
mertua), lingkungan sosial maupun berbagai masalah sepanjang kehidupannya.
Secara awam orang sering mengatakan bahwa bolehlah wanita menjadi apa saja
asal tidak meninggalkan kodratnya sebagai ibu, sebagai istri dan sebagai anggota
masyarakat. Benarkah menjadi ibu-istri-anggota masyarakat

adalah kodrat

wanita? Apakah yang disebut kodarat itu ? Kodrat adalah suatu pemberian Allah
SWT yang diberikan kepada manusia yang tidak dapat diubah oleh teknologi
yang paling canggih sekalipun .5

Hal yang kodrati pada wanita adalah apa yang

dimiliki oleh wanita dan tidak dapat dipertukarkan dengan kaum pria.

4
5

Kanter, M. S. (1976). Men and Women of the Corporation . Collin Publisher. New York.
Astuti, Mary., (1997), Gender dan Pembagunan, makalah Penataran Metodologi Kajian Wanita
Berperspektif Gender, tidak diterbitkan, Dirjen Dikti, Yogyakarta.

Trias Setiawati_FEUII Yogyakarta_Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender ………………

6

Ketika kita membicarakan kodrat inilah kita mengenal istilah seks atau
jenis kelamin yaitu kodrat Tuhan yang tidak dapat dipertukarkan dan tidak dapat
diubah oleh manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan meskipun teknologi
kedokteran telah maju dengan pesat

6

Dari istilah seks atau jenis kelamin inilah

akhirnya kita mengenal ada „jenis kelamin‟ secara kodrati, tetapi ada „jenis
kelamin‟ secara kultural atau piskologis yang disebut gender. Gender merupakan
sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial
budaya atau sering disebut kodrat budaya

7

Peran gender adalah peran yang berkaitan dengan sifat maskulinitasfeminitas yang melekat pada pria wanita yang dikonstruksi secara sosial maupun
kultural8. Sejarah perbedaan gender antara pria dan wanita terjadi melalui proses
yang sangat panjang. Perbedaan itu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan
dikonstruksikan secara sosial, kultural melalui ajaran agama bahkan oleh negara.
Dengan demikian konsep tentang gender ini terkadang telah menjadi satu
stereotipi yang sangat mempengaruhi seorang individu dalam bersikap serta
bertingkah laku dalam lingkungannya.9
Bem (Cook, 1982) mengemukakan sebuah fenomena yang disebut
androgini. Androgini merupakan percampuran antara karakteristik maskulin dan

feminin yang seimbang dalam taraf yang tergolong cukup tinggi pada diri
seseorang.10 Menurut Spence dan Helmreich (Donelson & Gullahom, 1977),
individu androgin memiliki harga diri yang lebih tinggi, lebih fleksibel dan lebih
efektif dalam hubungan interpersonal.11
Setiap individu sesungguhnya memiliki kedua karakteristik maskulin dan
feminin. Jung memperkenalkan melalui konsepnya tentang arketipe yaitu anima
dan animus. Anima adalah prinsip kewanitaan tak sadar pada pria, sedangkan
animus adalah prinsip kepriaan tak sadar pada wanita. Perwujudan arketipe
6

Ibid.
Ibid
8
Fakih, M. (1995). Menggeser konsep gender dan transformasi sosial , Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
9
Ibid
10
Cook, EP (1982). Psychological Androgyny. New York: Pergamon Press.
11
Donelson, E., & Gullahom, J.E. (1977), Women: A Psychological perspective . New York :
John Wilwy and Sons, Inc.
7

Trias Setiawati_FEUII Yogyakarta_Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender ………………

7

tersebut dipengaruhi oleh faktor budaya dan psikologis. Faktor-faktor tersebut
akan mempengaruhi perwujudan karakteristik maskulin-feminin pada diri
individu

(Barnhause,

1988).12

Akibat

perbedaan

peran

gender

sering

mengakibatkan ketidak adilan gender yang tercermin dalam beberapa hal beriku
yakni marginalisasi, stereotipi, beban ganda dan kekerasan.

METODE PENELITIAN
Metoda pelaksanaan kegiatan ini berupa survey dan observasi dengan sasaran
PNS perempuan di lingkungan Pemkab Bantul. Ruang lingkup mencakup:
Identifikasi pemetaan kedudukan dan posisi serta peran gender di lingkungan
kerja Pemerintah Kabupaten Bantul. Pengumpulan data sekunder yang berasal
dari bagian-bagian yang ada di lingkungan kabupaten Bantul. Dalam
pelaksanaanya digunakan teknik pengumpulan data yang meliputi: Studi
dokumentasi/kepustakaan, wawancara mendalam (in-depth interview) dengan
responden serta observasi atau pengamatan langsung.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi PNS perempuan masih lebih rendah dibanding PNS laki-laki dalam
masalah kepegawaian. Meskipun kontrol PNS perempuan lebih besar namun
merupakan kontrol yang negatif. Manfaat yang diperoleh PNS perempuan dalam
pengembangan karir mereka belum optimal. Masih terdapat pandangan yang
diskriminatif, bias dan sterotip pada PNS perempuan sehingga ada perbedaan
pandangan antara PNS laki-laki pada hal berikut: adan perbedaan persyaratan
fisik/akademik untuk laki-laki dan perempuan untuk menjadi PNS, Penempatan
PNS di suatu institusi berdasarkan jenis kelamin, ada jabatan yang khas untuk
laki-laki dan perempuan dalam PNS, ada Perbedaan dalam pola pikir kerja antara
PNS Laki-laki dan Perempuan, kondisi PNS perempuan masih mengalami beban
ganda yang

tinggi dibanding PNS laki-laki dalam masalah tugas domestik.

Kondisi PNS perempuan masih mengalami beban ganda yang tinggi dibanding
PNS laki-laki dalam masalah tugas domestik mengurus. Sementara ketika anak
12

Barnhause, R. T. (1988). Identitas Wanita . Yogyakarta : Kanisius

Trias Setiawati_FEUII Yogyakarta_Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender ………………

8

sudah SMP keatas peran PNS laki-laki lebih tinggi dibanding PNS
perempuan.Kondisi PNS perempuan dalam masalah kesehatan reproduksinya,
yakni haid, kehamilan, pemeliharaan kesehatan dan keluarga berencana dapat
dikatakan kesejahteraannya tinggi. Namun semakin rendah pada kesadaran, akses
dan partisipasinya, dan paling rendah pada kontrol artinya untuk masalah
reproduksi diri mereka sendiri PNS perempuan tidak punya kuasa atas dirinya
sendiri. Paradigma pembagunan untuk pemberdayaan perempuan masih beragam
belum sampai pada kesepahaman dan kesatuan tindak untuk menjadi PUG
(pengarusutamaan gender dalam Pembangununan) dimana ada perlakuan khusus
untuk memberdayakan perempuan (affirmative action).
Pejabat struktural perempuan memiliki hampir semua unsur yang positif
yakni: prestasi kerja, Kepemimpinan, kematangan emosi, kedisiplinan, kecepatan
dan keberanian dalam mengambil keputusan, perubahan perilaku yang positif
setelah menjadi penajabat struktural, PNS laki-laki tidak merasa tersaingi, dan
peningkatan kinerja setelah menjadi pejabat struktural. Sementara yang menjadi
pro-kontra adalah pada keharmonisan rumah tangganya dan minat karirnya. PNS
perempuan memiliki masa stagnasi karir dalam perkembangan karir yang berbeda
dengan PNS laki-laki, maka perlu pemberdayaan yang proporsional dan adil
gender sesuai dengan tahapannya

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan. Kebijakan pemerintah daerah yang tercermin dalam berbagai
aturan

tentang pengangkatan pejabat Struktural sudah berperspektif gender.

Namun dalam pelaksanaannya masih terapat bias gender dan ketidakadilan
gender. Kinerja pejabat struktural perempuan dan pejabat struktural laki-laki
sesungguhnya memiliki hampir semua unsur yang diperlukan untuk menjadi
seorang pejabat Struktural, namun sering dipertanyakan keharmonisan rumah
tangga dan minat karirnya, suatu hal yang tidak dipertanyakan bagi pejabat
struktural laki-laki.
Saran. Bagi PNS perempuan perlu peningkatan pengetahuan/wawasan
melalui berbagai pelatihan seperti pelatihan kepemimpinan (leadership), Pelatihan

Trias Setiawati_FEUII Yogyakarta_Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender ………………

9

manajemen Resiko, Pelatihan pengambilan keputusan, Pelatihan komunikasi
massa, Studi lanjut. Juga perlu pelatihan untuk pengembangan sikap
mental/kepribadian dengan pelatihan Achievement Motivation Training, Goal
setting training, Pelatihan pengembangan kepribadian, Pelatihan pengembangan
karir dan pelatihan sikap lainnya yang mendukung pengembangan karir.
Disamping memerlukan penambahan ketrampilan (diklat fungsional) seperti
Pelatihan teknologi komunikasi, Pelatihan software untuk kelancaran kerja,
Pelatihan teknis lainnya yang mendukung pengembangan karir. Pasangan pejabat
stuktural perempuan juga perlu diberi kesempatan untuk di ruang public
pasangannya. Pemerintah daerah sendiri perlu mengadakan Badan khusus
pemberdayaan perempuan dan berbagai perangkat pendukungnya.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Mary., (1997), Gender dan Pembagunan, makalah Penataran Metodologi
Kajian Wanita Berperspektif Gender, tidak diterbitkan, Dirjen Dikti,
Yogyakarta
Barnhause, R. T. (1988). Identitas Wanita . Yogyakarta : Kanisius
Cook, EP (1982). Psychological Androgyny. New York: Pergamon Press.
Donelson, E., & Gullahom, J.E. (1977), Women: A Psychological perspective.
New York : John Wilwy and Sons, Inc.
Faiq, Abdullah. (2003). Analisis Terhadap Kepemimpinan Perempuan Dalam
Birokrasi Pemerintahan (Studi Terhadap Kepemimpinan Perempuan Di
Kabupaten Tuban Jawa Timur). Tesis (Tidak Dipublikasikan). Surabaya:
Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya.
Fakih, M. (1995). Menggeser konsep gender dan transformasi sosial,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kanter, M. S. (1976). Men and Women of the Corporation . Collin Publisher. New
York.
Mary Astuti dkk (1996). “Profil Kedudukan dan Peran Wanita di Propinsi DIY”.
Laporan Penelitian. Pusat Studi Wanita UGM Bekerjasama dengan
Direktorat Pembangunan Desa Prop. DIY. 1995/1996
Priola. Vincenza. (2004). Gender and feminine identities - women as managers in
a UK academic institution. Vol.19, Iss. 7/8; pg. 421. Bradford UK. diambil
tanggal 5 April 2006. www.uii.ac.id/proquest.

Trias Setiawati_FEUII Yogyakarta_Pejabat Struktural dalam Perspektif Gender ……………… 10