Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta (konflik antara taruna angkatan udara dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada)

PERISTIWA 2 MARET 1969 DI YOGYAKARTA (KONFLIK ANTARA TARUNA ANGKATAN UDARA DAN MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh:

PRAKOSO PRIYO SEJATI

C0505040

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PERISTIWA 2 MARET 1969 DI YOGYAKARTA (KONFLIK ANTARA TARUNA ANGKATAN UDARA DAN MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA)

Disusun oleh

PRAKOSO PRIYO SEJATI

C0505040

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing,

Drs. Tundjung W Sutirto, M.Si NIP. 196112251987031003

Mengetahui, Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP. 195402231986012001

PERISTIWA 2 MARET 1969 DI YOGYAKARTA (KONFLIK ANTARA TARUNA ANGKATAN UDARA DAN MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA)

Disusun Oleh

PRAKOSO PRIYO SEJATI C0505040

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Tanggal…………………

Jabatan

Tanda Tangan Ketua

Nama

Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum

Tiwuk Kusuma,S.S, M.Hum

NIP.197306132000032002

Penguji I

Drs. Tundjung W Sutirto, M.Si

NIP. 196112251987031003

Penguji II

Drs. Suparyadi, M.Hum

NIP. 196207141988031002

Dekan, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

Drs. Sudarno, M.A NIP. 195303141985061001

PERNYATAAN

Nama : Prakoso Priyo Sejati NIM : CO505040

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Peristiwa 2 Maret 1969 Di Yogyakarta (Konflik Antara Taruna Angkatan Udara Dan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Februari 2010 Yang membuat pernyataan,

Prakoso Priyo Sejati

MOTTO:

Tidak selamanya diam adalah emas, kerena emas tidak pernah didapatkan tanpa

melakukan sesuatu. (Prakoso, 2009)

Jangan mengeluh menjalani hidup ini, mengeluh menambah beban hidup. Satu hal perlu dimengerti, hidup hendaklah untuk disyukuri. (Khalil Ghibran)

Memiliki sedikit pengetahuan dipergunakan untuk berkarya jauh lebih berarti

daripada memiliki pengetahuan luas, mati tak berfungsi. (Khalil Ghibran)

Untuk menggapai masa depan cerah kita tak dapat melupakan setonggak masa lalu (Bob Marley, Penyanyi Musik Regge, Jamaika)

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

1. Bapak dan Ibu Tercinta

2. Kakak dan Adikku.

3. Almamaterku

KATA PENGANTAR

Syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Terselesainya skripsi tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dorongan, bimbingan, serta pengarahan. Untuk itu penulis rasa terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa beserta jajarannya telah memperlancar dan mempermudah studi penulis sampai terselesainya skripsi ini.

2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum selaku Ketua jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa mencurahkan segenap pengetahuan dimilikinya kepada penulis.

3. Drs. Tundjung W Sutirto, M.Si selaku Pembimbing Skripsi membimbing penulis dengan penuh perhatian, hingga selesai skripsi ini.

4. M. Bagus Sekar Alam, SS, M.Si selaku Pembimbing Akademi senantiasa memberi dorongan moril dan pengetahuan kepada penulis.

5. Kepala beserta Staff Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Monument Pers Surakarta, Perpustakaan dan Arsip Daerah Yogyakarta, Pusat Arsip UGM, Balai Penerbitan Pers Mahasiswa UGM memberikan pelayanan dalam proses pengumpulan data.

6. Bapak, Ibu, Kakak dan Adikku tercinta telah memberikan semangat dan do’a, hingga penulis menyandang gelar Sarjana.

7. Teman-teman sebangku kuliah di Jurusan Sejarah angk. 2005, Khanifan, Andi, TP, Sinta, Bayu Cs, Ari Cs, Syafi’I, Deni dan lain-lain tidak dapat penulis sebut satu persatu.

8. Kawan-Kawan di Forum Mahasiswa Sejarah (FMS) FSSR, Mas Taufik Effendi, Mas Hari Priyatmoko (2003), Doni Tri W, Mira, Ulwa (2006), Langgeng Tri Budi (2007) telah meluangkan waktunya untuk belajar bersama.

9. Kawan-kawan SKI FSSR UNS 2005 ikut membentuk kepribadian ku.

10. Rekan-Rekan kerja di INDIE DESAIN dalam memotivasi penyelesaian skripsi.

11. Keluarga Besar Sudiro Suwito memberi beragam solusi untuk segera menyelesaikan studi.

12. Semua pihak telah membantu, hingga selesainya skripsi ini. Penulis menyadari, penulisan skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu, penulis menghargai adanya saran maupun kritik membangun, guna menyempurnakan penulisan-penulisan serupa di masa datang.

Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi kita semua. Surakarta, Februari 2010 Penulis

DAFTAR ISTILAH

AKABRI : Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia AU : Angkatan Udara BAKERMASA : Badan Kerjasama Antar Senat Mahasiswa CGMI : Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia DANJEN : Komandan Jendral DEMA : Dewan Mahasiswa GERMASOS : Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia Germindo : Gerakan Mahasiswa Indonesia GMKI : Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia GMNI : Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia GMSOS : Gerakan Mahasiswa Sosialis HMI: Himpunan Mahasiswa Islam HIS : Holland Indies Scholl HSEP : Hukum, Sosial, Ekonomi, Politik IAIN : Institut Agama Islam Negeri IKIP : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan IMM : Ikatan Mahasiswa Muslim KAMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia KOMBESPOL : Komsariat Besar Polisi Korem : Komando Resort Militer MPRS : Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara PANGDAM

: Panglima Daerah Militer PKI

: Partai Komunis Indonesia PMKRI

: Perhimpunan Mahasiswa Kristen Indonesia PMII

: Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia PNI

: Partai Nasional Indonesia PPMI

: Perhimpunan Pemuda Muslim Indonesia PSI

: Partai Sosialis Indonesia SOB

: Staat Onder Blaad

UGM : Universitas Gadjah Mada

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1.1. Koleksi arsip UGM; Photo bersama Dewan Mahasiswa UGM tahun 1969, Tepat berdiri di tengah Sutomo Parastho dengan kawan-kawan.

Gambar 1.2 Koleksi arsip UGM; Upacara Penerimaan Mahasiswa Baru tahun 1969, tepat Pak Soeroso memimpin Upacara Pembukaan. 41

Gambar 3.1 Pangkalan Udara Gading di Wonosari Gunung Kidul

47 Gambar 3.2 Lapangan Terbang Gading dengan Panjang R/W 1200 M

47 Gambar 4.1 Logo AAU

50 Gambar 5.1 Photo Diri Komodor Roesman.

53 Gambar 5.2 Kompas, Selasa 13 Mei 1969. Aksi Mahasiswa

60 Gambar 6.1 Koleksi arsip UGM; Aksi Demonstrasi di Bunderan UGM. 60 Gambar 6.2 Koleksi arsip UGM; Aksi Mahasiswa di Gedung Utama

Saat Menuju Ke Kampus Bulak Sumur.

UGM.

Gambar 7.1 Koleksi arsip UGM; Pamflet Aksi Mahasiswa pada Peristiwa 2 Maret 1969 di Kampus UGM.

Gambar 7.2 Kedaulatan Rakyat, Senin 12 Mei 1969. Mahasiswa mendengarkan orasi dari Pak Soeroso (Rektor UGM).

Gambar 7.3 Mertju Suar, Selasa 13 Mei 1969. Mahasiswa berkumpul di depan Gedung Utama UGM

Gambar 8.1 Kedaulatan Rakyat, Senin 19 Mei 1969. Karikatur DELEGASI DEMA UGM KE DJAKARTA.

Gambar 9.1 Mertju Suar, Sabtu 7 Juni 1969. Suasana Malam keakraban UGM - AKABRI BAG. UDARA

Gambar 9.2 Kedaulatan Rakyat, Senin 9 Juni 1969. “KARIKATUR” MALAM KEAKRABAN UGM-AKABRI.

ABSTRAK

Prakoso Priyo Sejati. C0505040. 2010. Peristiwa 2 Maret 1969 Di Yogyakarta (Konflik Antara Taruna Angkatan Udara Dan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada). Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian tentang konflik mahasiswa era awal orde baru di Yogyakarta bertujuan: 1) Menjelaskan latar belakang Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta,

2) Menjelaskan dampak dan pengaruhnya terkait Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta, 3) Menjelaskan resolusi konflik dari mahasiswa dan Taruna AU pada Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan Penelitian Sejarah, Metode Penelitian yang dipergunakan adalah metode sejarah. Metode sejarah meliputi Heuristik, Kritik Sumber: Ekstern dan Intern, Intepretasi dan Historiografi.

Analisa data digunakan dalam penelitian adalah analisa kualitatif deskriptif, yaitu analisa yang didasarkan pada hubungan sebab akibat dari suatu fenomena historis dalam situasi tertentu. Analisa data diperoleh dari dokumen/ surat kabar dan studi pustaka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peristiwa 2 Maret 1969 sebagai cerminan dari berbagai aspek ketimpangan-ketimpangan dialami oleh mahasiswa Yogyakarta khususnya mahasiswa UGM. Peristiwa dimulai dari pemukulan yang dilakukan Taruna Akabri kepada 2 mahasiswa fakultas teknik UGM mengakibatkan timbulnya protes-protes dari mahasiswa hingga melakukan aksi demonstrasi. Mahasiswa melakukan demonstrasi dengan berjalan kaki adapula bersepeda. Kejadian pemukulan tersebut terjadi akibat pengejekan mahasiswa kepada Taruna Angkatan Udara di Yogyakarta. Ketimpangan sosial yang ada turut mempengaruhi peristiwa tersebut. Meletusnya aksi demontrasi pada bulan Mei 1969 merupakan klimaks dari persoalan ketimpangan sosial antara mahasiswa dan pihak Taruna Angkatan Udara. Dipihak mahasiswa mencari penyelesaian kasus hingga sampai ke pemerintah pusat dengan diwakili oleh DEMA di tingkat fakultas maupun universitas. Penjelasan dari pemerintah pusat mengharapkan kejadian pemukulan diselesaikan di tingkat daerah.

Pada kurun waktu tersebut merupakan masa awal pemerintahan orde baru sedang mencari format politik. Peristiwa 2 Maret 1969 termuat dalam surat-surat kabar di Yogyakarta. Pemerintah melakukan tindakan represif terhadap mahasiswa untuk mengakhiri konflik melalui cara dialog. Pertemuan yang dihadiri para petinggi militer dan pihak universitas di Gedung Agung terselesaikan peristiwa 2 Maret 1969 secara kekeluargaan. Kehidupan kampus diharapkan untuk ikut andil dalam misi pembangunan orde baru, dari kasus ini berdampak pada persoalan internal dari DEMA akan ketidakberlangsungan peran organisasi DEMA di kampus UGM. Pihak rektorat tidak memperbolehkan keberadaan organisasi kampus diakibatkan selain dari peristiwa ini telah pula kepengurusan DEMA dipengaruhi masuknya organisasi-organisasi partai politik berada dalam ekstra kampus bercampur dalam kelembagaan DEMA. Untuk itu penyelesaian kasus 2 Maret 1969 sebagaimana diharapkan dapat mempersatukan kelembagaan DEMA dalam kegiatan optimalisasi kampus dengan beriringan pemerintah tidak dapat berjalan optimal.

ABSTRAK

Prakoso Priyo Sejati. C0505040. 2010. Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta (Konflik antara Taruna Angkatan Udara dan MahasiswaUniversitas Gadjah Mada). Thesis. History Department, Faculty of Letters and Fine Arts, Sebelas Maret University, Surakarta. The purpose of the research of college students in early orde baru age in

Yogyakarta is; 1) to explain the background of the incident of March 2 nd 1969 in Yogyakarta; 2) to explain the effect of the incident of March 2 nd 1969 in

Yogyakarta; 3) to explain the resultion of the conflict between the college students and AU Taruna on the incident of March 2 nd 1969 in Yogyakarta.

The research is a history research which applies research methodology of history method. History method includes Heuristic, source criticism: Extern and Intern, Interpretation and Historiography. The analysis of the research is qualitative descriptive analysis which is grounded on the causal relationship of historical phenomenon in a particular situation. The data of the research is taken from documents study and newspaper.

The result of the research shows that the incident of March 2 nd 1969 as a reflection of various imbalance aspects faced by college students of Yogyakarta, particularly

UGM students. The incident began with the assaults executed by the Akabri Taruna towards 2 students of engineering faculty of UGM caused by the taunt of the student for the Taruna. Besides, social imbalance contributed as well to the incident. The assault resulted in the protest of the students which reached its climax on May. The students sought the solution to the state government represented by DEMA both of faculty and of university. The governments stated that the incidents should be solved in the district level. At the time, it was the early reign of orde baru inquiring for political format. The

incident of March 2 nd 1969 published in newspaper in Yogyakarta. The government conducted a repressive action towards the students to end the conflict

by dialogues in Gedung Agung where the military and university official were present. The case resulted in the inactivating of DEMA both of faculty and of university of UGM. The office of the university head prohibited DEMA not only for the incident but also for the reason of the merging of political party organization and DEMA.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gejolak muncul peristiwa radikalisasi, kritik sosial dan aksi demontrasi tidak lepas dari adanya gejolak perubahan sosial, jenis perubahan sosial penting untuk mengetahui pelopor perubahan baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Pelopor perubahan dimaksud seseorang atau sekelompok orang dipercaya masyarakat sebagai pemimpin dalam salah satu atau beberapa lembaga

sosial yang sering pula disebut dengan mahasiswa. 1 Untuk konteks Indonesia, kemunculan peranan kelompok mahasiswa dalam sosial politik bangsa Indonesia

merupakan fenomena khas abad ke-20. 2 Disebabkan oleh beberapa kualitasnya spesifik, mahasiswa tampil sebagai lapisan masyarakat vokal berorientasi kedepan

serta menjadi idealis dan konsekuensinya mahasiswa memiliki posisi sosial tertentu, menentukkan didalamnya sejumlah privelese menjadi hak dikuasai secara independent.

Para mahasiswa merupakan golongan baru di Indonesia tetapi sejarah perkembangan yang masih singkat, telah banyak terjadi sebagai akibat kegiatan- kegiatan atau tindakan-tindakan mereka. Pada tahun 1968, para mahasiswa terdaftar di universitas-universitas dan institut-institut pendidikan tinggi negeri di Indonesia mencapai jumlah 117.946 pemuda. Disamping mahasiswa-mahasiswa

1 Arief Budiman, ”Peran Mahasiswa Sebagai Inteligensia,” dalam Prisma, No.11. November 1976, hal 55-56.

2 Fahry Ali dan Bachtiar Effendy, Politik Dan Gerakan Mahasiswa, Suatu Tinjauan Sejarah (Jakarta: Inti Sarana Aksara, Cetakan I,1985), hal 3.

di Perguruan Tinggi Negeri masih banyak mahasiswa-mahasiswa belajar di Perguruan Tinggi Swasta.

Jumlah mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada mencapai puncaknya pada tahun ajaran 1965/1966 menerima 4106 orang mahasiswa. Selain meningkatnya lulusan sekolah menengah, kenaikan jumlah mahasiswa baru berkaitan digunakannya pendidikan sebagai slogan politik. Pemerintah memerintahkan perguruan tinggi menerima mahasiswa baru. Akibatnya berbagai kelompok politik di Universitas Gadjah Mada memasukkan kader-kader di dalam penerimaan mahasiswa. Pada tahun-tahun berikutnya, pertambahan mahasiswa Universitas Gadjah Mada sekitar 2500 orang per tahun.

Sebagai konsekuensi dari kedudukan Universitas Gadjah Mada berada di pulau jawa, sebagian besar mahasiswa Universitas Gadjah Mada berasal dari pulau jawa, persentase mahasiswa berasal dari luar pulau jawa relatif kecil, secara perlahan jumlah terus bertambah. Kebijakan pimpinan universitas, menginginkan Universitas Gadjah Mada menjadi pusat intelektual nasional. Tujuan itu dicapai dengan cara menerima lulusan sekolah menengah atas dari pulau-pulau lain di

Indonesia menjadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada. 3 Mahasiswa Indonesia era tahun 1960-an menjadi juru bicara rakyat. 4

Mahasiswa merupakan generasi muda terdidik, golongan terlatih dalam akademi- akademi dan perguruan tinggi-perguruan tinggi mendapatkan kesempatan lebih

3 Sahid Susanto dan Bambang Purwanto, Universitas Gadjah Mada Dari Masa Ke Masa Menuju Otonomi Perguruan Tinggi , (Yogyakarta: UGM Press, 2001), hal 66.

4 Adi Suryadi Culla, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Sketsa Pergolakan Mahasiswa, Dalam Politik Dan Sejarah Indonesia (1908-1998) , (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999),

hal 46.

dari rakyat pada umumnya dan memiliki kemampuan untuk menghadapi keadaan, mempunyai tugas moril dan historis untuk tampil kedepan. 5

Golongan pada pertengahan tahun 1960-an ikut menjalankan peranan besar dalam meruntuhkan Orde Lama dipimpin oleh Presiden Soekarno dan membangun Orde Baru dalam masyarakat dipimpin oleh Presiden Soeharto. Tidak banyak diketahui mengenai kehidupan gerakan mahasiswa di Indonesia. Pada waktu tertentu tersebar berita-berita mengenai kegiatan-kegiatan politik, seperti demonstrasi ataupun pernyataan pengecaman tindakan penguasa, dan oleh sebab itu mendapat perhatian dari surat-surat kabar, majalah, radio dan sebagainya

diketahui oleh masyarakat. 6 Faktor institusional ikut pula berperan dalam aksi protes mahasiswa adalah

pemberitaan media massa terus menerus perihal aksi protes mahasiswa. Nama dan kegiatan-kegiatan dimuat media massa menimbulkan glorifikasi (kebanggaan) bagi diri bersangkutan menyebabkan mahasiswa terdorong untuk menggiatkan aktivitas protesnya. Selain itu, peran penting diberikan kepada organisasi mahasiswa intra universitas (DEMA) memberikan andil besar dalam setiap aksi protes mahasiswa. Sekalipun namanya organisasi intra universitas, fungsinya semakin tidak berbeda dari organisasi ekstra universitas. Pada awal organisasi intra universitas (DEMA) tumbuh untuk menjalankan fungsi pemenuhan kebutuhan mahasiswa (program intern). Tujuannya adalah menjamin keberhasilan serta meningkatkan kesejahteraan hidup para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan.

5 Kusumo Hadi, Intelegensia Menyongsong Hari Depan, (Jakarta: DPP Gmsos, 1958), hal 59.

6 Sok Hok Gie, Catatatan Seorang Demonstran, (Jakarta: LP3ES, 2005), hal 43.

Gerakan mahasiswa mulai terbentuk dengan ditandai terbentuknya DEMA pada pertengahan tahun 1950-an, peran organisasi ekstra kampus dikurangi oleh kehadiran lembaga-lembaga internal kampus seperti Dewan Mahasiswa di UGM. DEMA seringkali menjadi kontrol secara langsung kebijakan pemerintah.

Membahas terkait gerakan mahasiswa, secara teoritis gerakan mahasiswa menurut Philip G. Altbach 7 dengan melihat dari aspek organisasi dan sifat politik

didefinisikan asosiasi dari mahasiswa diilhami oleh tujuan yang dinyatakan dalam doktrin, ideologi spesifik, walaupun tidak ekslusif pada dasar politik. Pendapat

hampir sama dikemukakan oleh Lewis Feuer 8 dengan melihat dari sisi respon emosional dan keyakinan intelektual mahasiswa, gerakan mahasiswa didefinisikan

sebagai gerakan perasaan emosional bercampur dengan konflik antar generasi yang dimotivasi oleh tujuan nyata, serta mempunyai misi historis untuk memperbaiki ketidak sempurnaan dari lingkungan.

Hakekat munculnya gerakan mahasiswa 9 adalah perubahan, tumbuh karena adanya dorongan mengubah kondisi kehidupan yang ada digantikan

dengan situasi yang dianggap memenuhi harapan. Artinya gerakan mahasiswa itu lahir sesuai dengan lingkungan mereka berada, serta melakukan pembebasan terhadap lingkungannya baik lingkungan pendidikan, sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya menuju perubahan lebih baik.

Untuk menyatakan sebuah gagasan tersebut lebih dikenal; dengan beberapa urgensi gerakan mahasiswa freedom (kebebasan), Purity (kemurnian),

7 Philip G Altbach, dalam I Ketut Putra Erawan, Perjalanan Gerakan Mahasiswa Indonesia 1966-1978 , (UGM: Yogyakarta, 1989), hal 42.

8 Lewis Feuer, Pattren In The History Of Student Movement, Mimeographed, Berkeley, University Of California, 1965, hal 4.

9 Ibid.

vanguard (kepeloporan), ideal (ideal), intelectual tradition (tradisi intektual), some location (lokasi sama), good communication (komunikasi baik), sense of solidarity (rasa solidaritas), alienated (keterasingan), ideological (ideologi) dan

sensitivity 10 (sensitifitas). Fenomena gerakan mahasiswa berpolitik secara kritis dan otonom.

Dikemukakan oleh Philip G. Altbach, dalam bukunya politik dan mahasiswa, bahwa

“Berbagai faktor yang mempengaruhi gejolak-gejolak timbulnya gerakan mahasiswa adalah: situasi sosial-ekonomi yang memprihatinkan kehidupan umum serta mahasiswa itu sendiri. Ketidakadilan sosial, kebijaksanaan luar negeri pemerintah, politik yang tidak demokratis, telah dipandang sebagai akar dari kegiatan politik mahasiswa di Indonesia. Albach membagi gerakan mahasiswa menjadi dua yaitu perubahan sosial dan menumbuhkan perubahan politik. Menumbuhkan perubahan sosial didalam gerakan mahasiswa adalah mensejajarkan antara kondisi yang dialami masyarakat di luar kampus harus sama dengan di dalam kampus atau yang dialami oleh mahasiswa. Sedangkan menumbuhkan perubahan politik berarti kemampuan untuk merubah lembaga politik masyarakat dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingan mahasiswa dengan melalui kehidupan kampus, perubahan itu nantinya akan diambil alih oleh institusi masyarakat. (Philip G Altbach, 1988: xii).

Karateristik gerakan mahasiswa dikemukan oleh Philip G Altbach, gerakan mahasiswa merupakan contoh dari gerakan sosial paling baik karena sifat free value (bebas nilai). Mahasiswa sebagai kelompok akan memasuki lapisan atas dalam susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise didalam masyarakat, dengan sendirinya mahasiswa merupakan elit dikalangan angkatan muda dan terlebih meningkatnya kepemimpinan mahasiswa dikalangan angkatan

muda tidak lepas dari kecenderungan orientasi universitas. 11

10 Philip G Altbach, op.cit., hal 48.

11 Arbi Sanit (Editor), Sistem Politik Indonesia, Kestabilan Dan Peta Politik, (Jakarta: Pusat Studi Politik Indonesia, 1978), hal 73-78.

Dilatarbelakangi kelompok masyarakat berpendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai jaringan horizon begitu luas secara keseluruhan untuk mampu bergerak diantara lapisan sosial (mobilitas) dan universitas sebagai sarana mobilitas sosial. Bahkan mahasiswa sebagai kelompok masyarakat paling lama menduduki bangku sekolah sampai universitas, mengalami proses sosialisasi politik terpanjang diantara angkatan muda. Mahasiswa relatif mempunyai pengetahuan politik dari lapisan sosial kemasyarakatan lainnya. Kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik dikalangan mahasiswa sebagai pembentuk akulturasi sosial dan budaya dalam angkatan muda mengakibatkan tercipta jembatan primordial mahasiswa sebagai kelompok.

Mahasiswa merupakan golongan sedang mengalami pertumbuhan dan mempersiapkan diri untuk menerima tanggung jawab sebagai orang-orang dewasa sepenuhnya. Dalam masa mahasiswa masing-masing mengalami perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan sendirinya perkembangan dialami mahasiswa bukan tanpa masalah, mahasiswa senantiasa berhadapan dengan

masalah baik kecil maupun besar. 12 Tahapan pembentukan gerakan mahasiswa sebagaimana dikemukan oleh

Neil J Smelser 13 . Structural Condusiveness menunjuk pada kemungkinan tumbuh gerakan sosial, baik stratifikasi maupun differensiasi struktur sosial yang memusat

disatu tangan, atau masalah primordial lainnya dapat menyebabkan timbul gerakan sosial dan Structural Strain terjadi karena adanya beberapa atau satu

12 Harsya Bahtiar Pengantar xvi-xvii. Sok Hok Gie: Catatatan Seorang Demonstran (Jakarta: LP3ES, 2005), hal xii.

13 Neil J Smelser, Theory Of Collective Behavior, Routledge And Kegan Paul Ltd, London, 1976.

macam perubahan. Seperti pandangan hidup berubah, berubah posisi sosial, posisi ekonomi dan lain sebagainya.

Dalam konteks gerakan mahasiswa di Indonesia, gerakan mahasiswa menjadi gerakan bersifat collective actions, awal dari gerakan ini berimbas pada adanya solidarity mobilization gerakan bukan hanya dilakukan oleh elemen gerakan mahasiswa melainkan juga masyarakat luas.

Merujuk gerakan demonstrasi mahasiswa meluas, merupakan gambaran dari pemberontakan terhadap kepengapan dan keciutan gerak mahasiswa (public sphere dan public space) akibat tidak mendapat saluran aspirasi yang tidak mampu merangkul disemua pihak. Pada tingkat bawah, keabsahan perlawanan lebih konkrit ialah terbentuknya pelampiasan rasa kesal terpendam melalui umpatan-umpatan atau penolakan terhadap simbol-simbol otoritas kekuasaan. Insiden-insiden lahir di lapangan antara kelompok demonstrasi dengan simbol-

simbol yang mewakili pemerintahan. 14 Memicu banyak kemungkinan, menjurus kearah dorongan tindakan agresif dan melahirkan kerusuhan sosial manakala bersifat massal. Aparat kemiliteran diwakili oleh Taruna AKABRI bagian Udara bagi masyarakat bawah bukan saja dianggap mewakili otoritas kekuasaan dinilai tidak demokratis, juga mewakili lembaganya sendiri telah dianggap antagonis bagi rakyat.

Bagi mahasiswa di Yogyakarta, perhatian dan wacana dari kelompok- kelompok kampus umumnya memang cenderung berpusat dikonsep-konsep tersebut. Secara umum merupakan bentuk ekses dari ketidakmerataan antara tingkat kesejahteraan mahasiswa militer dengan mahasiswa sipil. Wacana politik

14 Yudi Latif dan Idi Subandy (eds), Bahasa dan Kekuasaan:Politik Wacana Di Panggung Orde Baru, (Bandung: Mizan,1996), hal 40.

komunitas kampus, persoalannya bukanlah sekedar mendukung atau menentang ketidakmerataan, melainkan berpusat pada persoalan tentang tingkat dan besarnya ketidakmerataan. Tingkat pemerataan yang diperlukan untuk mencapai tujuan- tujuan hidup bernegara seperti keadilan sosial, dan dihadapi mahasiswa tahun 1969 ialah efisiensi ekonomi. Oleh mahasiswa beratnya biaya kenaikan harga buku, transportasi, tarif pengobatan, sewa tempat tinggal, mahalnya uang kuliah, uang ujian dan makin meningkatnya ongkos hidup secara umum membawa

pengaruh tidak kecil bagi mahasiswa. 15 Terkadang mahasiswa di Yogyakarta untuk kepentingan ekonomipun beberapa mahasiswa terlibat pemalsuan obat-

obatan untuk membiayai studinya. 16 Latar belakang permasalahan ekonomi, seringkali umpatan muncul dari

mahasiswa untuk memberikan kritik kepada para institusi pemerintah. Akibatnya dari sikap tersebut meletuslah peristiwa yang sering disebut dengan “Peristiwa 2 Maret 1969” di Yogyakarta. Peristiwa didahului dengan sikap para Taruna

AKABRI bag. Udara 17 yang menanggapi persoalan problem sosial dialami oleh mahasiswa UGM dengan melakukan pemukulan terhadap mahasiswa. Pada saat

peristiwa berlangsung pemukulan selalu dimulai dari ejekan/ umpatan-umpatan dari mahasiswa berujung pada pemukulan balasan yang tidak hanya terjadi sekali. Bahkan bisa dikatakan beberapa kali dilakukan oleh pihak AKABRI terhadap mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM).

15 Raillon, Francois, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia: Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974 , (Jakarta: LP3ES, 1989), hal 65.

16 Mertju Suar, 14 Mei 1969

17 Sejak 1966 nama AAU diubah menjadi AKABRI Udara, masa pendidikan 4-5 tahun. Pada masa itu, sistem rekrutmen perwira militer sukarela melalui satu jalur komando, (Mako

AKABRI), dipimpin oleh Danjen AKABRI. http://dewangga-stan.com/2009/04/Akademi- Angkatan-Udara-Yogyakarta diakses pada 15 Maret 2010 pada 13.00 WIB.

Pada awal orde baru, hubungan partnership antara mahasiswa bersama militer berjalan dengan baik. 18 Terjadi kerenggangan seketika akibat ketimpangan sosial timbul di tengah-tengah berlangsungnya aksi-aksi menuntut terselesainya kasus-kasus yang terjadi di daerah terlebih akibat ketidakpastian hukum. Aksi menuntut terselesainya kasus Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta, peristiwa tersebut merupakan ekses timbul dan “kawin” dengan munculnya faktor struktural baru dalam dinamika pergolakan mahasiswa. Keterlambatan menjawab yang diperlihatkan melalui lamanya penanganan dan ketidak jelasan dalam penyelesaian mengakibatkan reaksi keras terhadap penuntutan penyelesaian peristiwa mengakibatkan aksi-aksi demonstrasi mahasiswa UGM di Yogyakarta.

Dari kejadian tersebut menimbulkan ekses yang berakibat memancing mahasiswa pada aksi demonstrasi mahasiswa UGM dari beberapa elemen mahasiswa, dipelopori oleh Ct.DEMA UGM. Sebagaimana diketahui UGM cukup berpengaruh di tingkat nasional serta merupakan universitas yang telah didirikan pada 1949 sebagai Universitas Negeri dan Universitas Nasional pertama di

Indonesia. 19 Sejak berdirinya UGM berperan sebagai tempat belajar bagi para pemuda di Indonesia. 20 Universitas Gadjah Mada terdiri dari beberapa fakultas di

18 Akbar Tanjung,”Gerakan Mahasiswa Dalam Mengontrol Kebijakan Pemerintah”, Makalah di sampaikan pada Kongres I Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Sosial Politik Se-

Indonesia (ILMISPI), Bandar Lampung, 17 April 2000, hal 4-5.

19 Pada Pendirian sebelum bergabungnya antara Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta, Pendirian Balai Perguruan Tinggi Negeri diumumkan di Gedung KNI Malioboro pada tanggal 3

Maret 1946 oleh Mr. Boediarto, Ir. Marsito, Prof. Dr. Prijono, Mr. Soenario, Dr. Soleiman, Dr. Buntaran dan Dr. Soeharto. www. wikipedia.com diakses tanggal 20 Februari 2010, pukul 19.47 WIB.

20 Djoko Suryo, “Penduduk Dan Perkembangan Kota Yogyakarta 1900-1990”, Kota Lama Kota Baru Sejarah: Kota-Kota Di Indonesia Sebelum Dan Sesudah Kemerdekaan . Freek

Colombijn , dkk (ed). (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2005), hal 38-39.

perguruan tinggi UGM. 21 Peran UGM menjadi sangat penting dalam pembangunan kesatuan bangsa, UGM ikut berperan sebagai “Melting Pot” bagi

pemuda yang berasal dari segala golongan etnis dan penjuru tanah air yang belajar dan tinggal bersama di Kota Yogyakarta.

Dilatarbelakangi oleh Peristiwa 2 Maret 1969, timbulnya reaksi dari sejumlah civitas akademi dengan menuntut diselesaikannya persoalan. Aksi penuntutan berawal dari mahasiswa dilakukan pada Sabtu, 10 Mei 1969. Akibat tidak cepatnya kejelasan dari pihak AKABRI dan lambat penanganannya tidak memberikan kepastian hukum serta kurang adanya kejelasan akibat masih renggangnya hubungan universitas dengan pihak militer. Perselisihan di wakili

oleh AKABRI bagian Udara dengan Universitas Gadjah Mada di tahun 1969 22 yang keduanya semestinya dapat berhubungan dengan baik. Dengan prinsip

partnership yang dilakukan pada perpolitikan Jenderal Soeharto memulai kepemimpinan nasional.

Berdasarkan hal itu, para mahasiswa yang dikoordinator oleh Ct. DEMA UGM hingga dosen UGM yang mengajar di AKABRI Bag.Udara bahkan melibatkan Rektor kampus UGM ikut berperan dalam aksi demonstrasi. Insiden tersebut mahasiswa melakukan aksi demonstrasi yang dimotori oleh Kadema (Ketua Dewan Mahasiswa) Fakultas Teknik UGM bersama Ct. DEMA UGM,

21 Fakultas Kesusasteraan dan Hukum adalah fakultas pertama yang didirikan oleh Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada pada 17 Februari 1946 (disahkan melalui Akte Notaries dengan

tanggal 28 Februari 1946). Pada tanggal 19 Desember 1949 terjadi penggabungan Perguruan Tinggi menjadi Universitas Negeri Gadjah Mada (ulang tahun UGM terhitung sejak tanggal ini) berdasarkan PP No. 23 tahun 1949. Fakultas Sastra Paedagogik dan Filsafat menempati kampus Wijilan, Fakultas Teknik di Jetis, Fakultas Kedokteran bersama Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Kedokteran Hewan berada di Ngasem, dan Fakultas HESP (Hukum, Ekonomi, Sosial, Politik) bertempat di Pagelaran. Sahid Susanto dan Bambang Purwanto,Universitas Gadjah Mada dari masa ke masa menuju otonomi perguruan tinggi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001), hal 16-19.

22 Suara Merdeka, 12 Mei 1969.

mengecam aksi pemukulan dengan pernyataan bersama mengenai “Solidaritas Mahasiswa Gadjah Mada”. Untuk kalangan dosen, para dosen UGM yang mengajar di AKABRI bagian udara mulai 10 Mei tidak akan mengajar lagi di tempat tersebut sampai ada penyelesaian dan penjelasan terkait dengan insiden tersebut. Bahkan di tingkat petinggi kampus termasuk rektorpun turun untuk menyelesaikan perkara ini yang pada awal perkara menimbulkan renggangnya hubungan antara Universitas Gadjah Mada dengan AKABRI. Kondisi seperti itu maka rektor pun bersama dengan Gubernur AKABRI menyelesaikan persoalan “Peristiwa 2 maret 1969” di Yogyakarta.

Aksi-aksi mahasiswa bukannya tanpa hambatan berarti. Di lapangan mereka menghadapi sikap progresif aparat keamanan, dipihak lain ada upaya- upaya dari pemerintah untuk menjinakkan aksi-aksi mahasiswa terus dilakukan. Salah satu diantaranya adalah lewat tawaran dialog. Dengan cara ini berhasil diselesaikan secara represif dari gerakan mahasiswa yang ada di daerah khususnya di Yogyakarta. Memang tidak dipungkiri bahwa kesemuanya mempunyai arti penting bagi dinamika perjalanan sejarah bangsa Indonesia khususnya dalam dinamika pergolakan aksi mahasiswa.

Merekonstruksi peristiwa sejarah pada dasarnya adalah menghadirkan dan menempatkan kembali kelampauan pada proporsi sebenarnya. 23 Oleh karena itu,

penulis dituntut memberikan keterangan sejarah yang sewajarnya. Terkait dengan pemikiran tersebut studi ini berusaha menghadirkan kembali proses sejarah perihal aksi protes mahasiswa di Yogyakarta pada peristiwa 2 maret 1969.

23 Taufik Abdullah, “Pengalaman Yang Berlaku, Tantangan Nasional Mendatang:Ilmu Sejarah Di Tahun 1970-An Dan 1980-An”, Makalah Seminar Sejarah IV(Yogyakarta: 1985), hal

Disamping itu, menganalisa isu-isu sosial-politik pada saat itu berusaha dimanifestasikan dalam beberapa tuntutan. Untuk mengetahui runtutan dan eksesnya terhadap “Peristiwa 2 Maret 1969” di Yogyakarta ini terjadi. Penelitian ini mencoba mengemukakan terkait dengan peristiwa tersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimana latar belakang terjadinya Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta ?

2. Bagaimana akibat yang ditimbulkan dari Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta terhadap pihak civitas akademi UGM dan AKABRI bagian Udara?

3. Bagaimana bentuk Resolusi konflik terhadap Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta dari civitas akademi UGM dan AKABRI bagian Udara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini untuk:

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta terhadap pihak civitas akademi UGM dan AKABRI bagian Udara.

3. Untuk mengetahui bentuk resolusi konflik terhadap Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta dari civitas akademi UGM dan AKABRI bagian Udara.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengaplikasikan teori dan materi yang diperoleh dari proses perkuliahan di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa dalam penelitian yang berhubungan dengan militer dalam peran sosial terutama mengenai Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta mengakibatkan renggangnya hubungan antara UGM dengan AKABRI.

2. Sebagai bahan tinjauan tentang penelitian yang sejenis dengan penelitian tentang sejarah pergolakan mahasiswa era awal orde baru di Indonesia.

3. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi para mahasiswa, terlebih para aktivis mahasiswa serta tokoh-tokoh masyarakat yang berkepentingan di dalam masalah hubungan mahasiswa dan militer .

E. Tinjauan Pustaka

Kaum Intelektual pekerjaannya berkecimpung dalam produksi gagasan, mempunyai kedudukan terhormat dalam masyarakat. Anggapan umum, kaum intelektual “berumah diatas angan” dan karenanya terkadang anti kemapanan, selalu bertindak sebagai agen perubahan. Bahkan seringkali dipandang sebagai pelopor gerakan revolusioner.

Untuk mendukung serta melengkapi sumber-sumber data yang tersedia sebagai bahan penulisan terkait dengan gerakan mahasiswa, maka dilengkapi dengan pustaka yang mendukung. Beberapa pustaka yang digunakan dalam penulisan ini yaitu sebuah buku yang disusun dalam;

Buku dari Sahid Susanto dan Bambang Purwanto, Universitas Gadjah Mada Dari Masa Ke Masa Menuju Otonomi Perguruan Tinggi . Buku secara detail mengulas terkait Universitas Gadjah Mada dari berdiri hingga perkembangannya. Buku ini mendeskripsikan awal perkembangan sosial masyarakat Yogyakarta, kondisi pendidikan pasca kemerdekaan, perkuliahan UGM, pembelajaran dari masa ke masa. Buku ini memiliki keterlibatan penting untuk menganalisa awal Peristiwa 2 Maret 1969 Yogyakarta ini terjadi.

“Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia: Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974” . Ditulis oleh Francois Raillon, buku mengulas tentang perjuangan mahasiswa di era tahun 1966-1974 yang menerangkan terkait konsolidasi menuju tatanan orde baru dengan strategi awal mahasiswa tahun 1966 bersama dengan militer untuk memulai konsolidasi. Buku ini mengulas lebih detail era-era dari aktivitas mahasiswa yang melakukan aksi- aksi demonstrasi di tanah air.

Robert Brym, dalam bukunya “Intelektual dan Politik” menyanggah kesimpulan-kesimpulan yang merupakan hasil generalisasi berlebihan terkait radikalisasi. Bagi Brym, kaum intelektual bukanlah kelompok masyarakat yang tidak berakar dan pasti terkait pada suatu kelas atau kelompok tertentu dalam masyarakat seperti anggapan banyak orang. Robert Brym menganalisis pada mobilitas intelektual, yaitu pergeseran keterkaitan pada berbagai kelas atau Robert Brym, dalam bukunya “Intelektual dan Politik” menyanggah kesimpulan-kesimpulan yang merupakan hasil generalisasi berlebihan terkait radikalisasi. Bagi Brym, kaum intelektual bukanlah kelompok masyarakat yang tidak berakar dan pasti terkait pada suatu kelas atau kelompok tertentu dalam masyarakat seperti anggapan banyak orang. Robert Brym menganalisis pada mobilitas intelektual, yaitu pergeseran keterkaitan pada berbagai kelas atau

Sebuah perspektif menentukkan dari mana menarik sebuah garis, tetapi tidak menentukkan kearah mana dan sampai sejauh mana garis tersebut dihubungkan. Berarti bahwa perspektif dan penawaran gagasan tentang mahasiswa sebenarnya merupakan titik awal untuk adanya kerja intelektual besar, karena juga seperti halnya pengertian yang dikandung dalam nama kekuasaan dan bangsa.

Skripsi ini berbeda dengan tulisan dalam buku-buku diatas, skripsi ini membahas masalah mahasiswa dan aktivitasnya yang sesuai dengan lingkup pembahasannya, hanya saja permasalahan lebih terfokus pada sebuah kasus pergolakan mahasiswa Yogyakarta dalam Peristiwa 2 Maret 1969. Penulis berusaha menyajikan fakta-fakta baru yang ditemukan selama melakukan penelitian.

F. Metodologi Penelitian

1. Metode

Metode Sejarah dalam studi sejarah adalah suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman peninggalan masa lampau. 24 Penelitian yang

dilakukan adalah dengan menggunakan metode sejarah kritis. Langkah-langkah itu dibagi dalam beberapa tahapan. Pertama dengan heuristik, yaitu pengumpulan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Data-data yang digunakan berupa

24 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta : UI Press, 1975), hal 62.

sumber primer dan sekunder. Adapun sumber primer berupa arsip. Studi Dokumen diperoleh dari Perpustakaan dan Arsip Universitas Gadjah Mada dan Perpustakaan Yogyakarta. Dokumen ataupun arsip yang diperoleh dari kedua tempat tersebut adalah beberapa berupa dokumentasi foto digital yang berkaitan dengan peristiwa 2 Maret 1969, sedangkan dari Perpustakaan Yogyakarta diperoleh beberapa dokumen dari surat kabar yang berisi tentang berita-berita maupun pernyataan-pernyataan tentang peristiwa 2 Maret 1969. Dalam penelitian sejarah, dokumen atau arsip dari suatu kronologi peristiwa sangat penting artinya sebab dokumen atau arsip adalah saksi dari sebuah peristiwa penting atau kejadian masa lampau dengan tingkat kepercayaan paling tinggi.

Studi Pustaka dilakukan dengan mengumpulkan buku-buku atau literatur untuk dijadikan referensi dalam pembuatan skripsi ini. Studi Pustaka dilakukan di Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan FSSR UNS, Monumen Pers Surakarta, Perpustakaan Yogyakarta, Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, Balai Penerbitan Pers Mahasiswa UGM, Perpustakaan Museum Dirgantara Mandala dan dari situs-situs internet yang berkaitan.

Sumber lainnya, penulis dapatkan dari wawancara dengan pelaku sejarah yang mengetahui peristiwa pada masa itu, yaitu Purn. Kolonel Mujono, Mahasiswa AKABRI bagian Udara angkatan 68. Penulis juga melakukan wawancara dengan Marsekal Muda TNI Purn Lambert F Silooy pihak yang mengetahui Peristiwa 2 Maret 1969 yang juga sebagai Mahasiswa AKABRI bagian Udara dan beberapa pelaku yang mengetahuinya. Cara mendapatkan narasumber adalah dengan melakukan survey lembaga-lembaga yang terkait kemudian mencari dan melakukan wawancara dengan orang yang mengetahui

maupun terlibat dalam peristiwa tersebut. Dalam penelitian ini digunakan pula riset literatur untuk melengkapi data-data yang belum lengkap dari sumber primer. Buku-buku, artikel atau referensi lain menjadi data sekunder yang menunjang penelitian ini. Referensi ini digunakan untuk mendukung data utama berupa dokumen atau arsip. Untuk keperluan itu dikumpulkan buku-buku, majalah- majalah, surat kabar (Kompas, Mertju Suar, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka) dan tulisan lain yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini. Tahapan kedua adalah tahap kritik sumber yaitu tahapan pengolahan data yang telah berhasil dikumpulkan, baik dengan kritik intern maupun kritik ekstern. Kritik Intern dilakukan untuk mencari keaslian isi data, sedangkan kritik ekstern bertujuan untuk mencari keaslian sumber. Kritik sumber ini dimaksudkan untuk mencari

keotentikan sumber sehingga akan diperoleh data yang benar-benar valid. 25 Proses selanjutnya adalah tahap interpretasi atau tahapan penafsiran

terhadap data yang telah dianalisis dalam tahap kritik. Dalam tahap ini dilakukan penafsiran-penafsiran terhadap data-data yang sudah terseleksi dengan disesuaikan pada tema yang dibahas. Hal ini dimaksudkan untuk berusaha menguraikan setiap kejadian dan mendeskripsikannya dalam jalinan kausalitas atau sebab akibat peristiwa itu secara kronologis. Data-data yang tersedia akan menjadi valid dan hidup apabila analisis terhadap sumber yang ada sangat kritis. Sumber tersebut akan menentukan seberapa bermutunya tulisan yang dihasilkan

Tahapan yang terakhir adalah tahap yang disebut dengan historiografi, yaitu penulisan sejarah berdasarkan pada data-data yang telah melewati tiga tahap. Dalam penelitian ini historiografi diwujudkan di dalam bentuk penulisan skripsi.

25 Ibid., hal. 95.

2. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Deskriptif artinya memaparkan ataupun menggambarkan suatu fenomena tentang ciri-ciri khusus yang terdapat dalam suatu peristiwa. Analisis adalah usaha untuk menganalisa ataupun mengintepretasikan data-data yang berhubungan dengan kajian permasalahan, dengan demikian studi ini bukan hanya mempersoalkan masalah apa, dimana, dan kapan peristiwa tersebut dapat terjadi, namun lebih dari itu mencoba untuk mengupas bagaimana dan mengapa peristiwa tersebut terjadi, sehingga studi ini pada dasarnya tidak akan mengabaikan prinsip kausalitas ataupun hubungan sebab akibat serta aspek ruang dan waktu.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberi gambaran terperinci berkarakteristik sejarah yaitu adanya kontinuitas perkembangan kejadian berurutan, skripsi ini disusun per bab. Penelitian ini berjudul PERISTIWA 2 MARET 1969 DI YOGYAKARTA (Konflik Antara Taruna Angkatan Udara dan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada). Meliputi lima bab, untuk lebih detailnya akan dijelaskan dibawah ini. Dimulai bab I, diberi judul Pendahuluan. bab ini diuraikan tentang latar belakang

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Pada Bab II, berisi tentang kehidupan politik kampus di Yogyakarta 1966-1969. Dimulai dengan kehidupan awal mahasiswa Yogyakarta, kehidupan sosial ekonomi di era orde baru, arah perpolitikan organisasi intra, kondisi Pada Bab II, berisi tentang kehidupan politik kampus di Yogyakarta 1966-1969. Dimulai dengan kehidupan awal mahasiswa Yogyakarta, kehidupan sosial ekonomi di era orde baru, arah perpolitikan organisasi intra, kondisi

Pada Bab III, mengenai peristiwa 2 maret 1969 di Yogyakarta dan akibat yang ditimbulkan. Membahas tentang munculnya peristiwa 2 maret 1969, aksi demontrasi mahasiswa dan tuntutannya serta suasana pasca aksi solidaritas tersebut.

Pada Bab IV, terkait resolusi konflik dari peristiwa 2 maret 1969 di Yogyakarta menyajikan tentang: upaya dari resolusi peristiwa 2 maret 1969, hingga akhir konflik.

Pada Bab V, penutup berisi kesimpulan dan saran. Bagian akhir dari skripsi merupakan bagian pertanggungjawaban sumber dan penelitian skripsi, menyertakan daftar pustaka.

BAB II KEHIDUPAN POLITIK KAMPUS Di YOGYAKARTA TAHUN 1966-1969

A.

Kehid

upan Awal Mahasiswa Yogyakarta

Penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia telah mulai diselenggarakan pada masa kolonial Belanda terhenti sesaat Jepang berhasil menduduki Indonesia pada awal tahun 1942. Pada bulan April 1943, pendidikan kedokteran, farmasi, dan kedokteran gigi mulai dibuka kembali di Jakarta dan Surabaya. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan bagian dari Djakarta Ika Dai Gaku atau lembaga Pendidikan Tinggi Jakarta, memiliki bagian ilmu kedokteran (Igaku-Bu) dan bagian ilmu obat-obatan (Yukugaku-Bu) serta bagian ilmu kedokteran gigi (Sika-Igaku-Bu) di Surabaya. Setahun kemudian, pendidikan

tinggi teknik di Bandung. 26 Perubahan penting lain mulai berlangsung sejak kemerdekaan Indonesia

diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada bulan Agustus 1945, para mahasiswa Indonesia di Bandung mengambil alih Sekolah Tinggi Teknik dari orang Jepang dan menyerahkan kepemimpinannya kepada orang Indonesia, seperti Roosseno, Goenarso, Soewandi Notokoesoemo, Soenarjo dan Sutan Mocthar Abidin. Tindakan serupa dilakukan di Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta dan Surabaya serta Pendidikan Kedokteran Hewan dan Pertanian di

26 Sahid Susanto dan Bambang Purwanto. Universitas Gadjah Mada Dari Masa Ke Masa Menuju Otonomi Perguruan Tinggi , (Yogyakarta: UGM Press, 2001), hal 5-6

Bogor. Djakarta Ikadai Gaku diubah menjadi Balai Pengajaran Tinggi Jakarta, terdiri dari Perguran Tinggi Kedokteran (PTK) dan Perguruan Tinggi Ahli Obat (PTAO) berkedudukan di Jakarta serta Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi di Surabaya.