KEBIJAKAN KIM JONG IL TERHADAP PENGEMBANGAN NUKLIR DI KOREA UTARA TAHUN 1998-2008

DI KOREA UTARA TAHUN 1998-2008

Disusun oleh: SKRIPSI

Oleh: ANITA FERAWATI K4408016

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Desember 2012

DI KOREA UTARA TAHUN 1998-2008

Oleh: ANITA FERAWATI K4408016

Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Desember 2012

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Tim Penguji Skripsi:

Nama Terang

Tanda Tangan Ketua

: Drs. Saiful Bachri, M.Pd

Sekretaris

: Dra. Sri Wahyuni, M.Pd

Anggota I

: Drs. Leo Agung, M.Pd

Anggota II

: Drs. Herimanto, M.Pd, M.Si

Disahkan oleh Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP. 19600727 198702 1 001

Anita Ferawati.

IL TERHADAP

PENGEMBANGAN NUKLIR DI KOREA UTARA TAHUN 1998-2008. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Desember 2012.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Kebijakan pemerintah Kim Jong Il di Korea Utara tahun 1998-2008; (2) Pengembangan nuklir masa Kim Jong Il di Korea Utara tahun 1998-2008; (3) Tanggapan negara lain terhadap pengembangan nuklir di Korea.

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode historis dengan langkah- langkah heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa sumber primer dan sumber sekunder. Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, menggunakan sistem resume katalog. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis historis dengan melakukan kritik ekstern dan intern.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Pemerintah Korea Utara menggunakan ideologi Ju Che, yang berarti semua masyarakat harus bisa mandiri di bidang ekonomi, pandai di bidang politik dan kuat dalam pertahanan. Di bidang politik, Korea Utara mulai mencoba menjalin kerjasama dengan Korea Selatan. Selain itu, untuk mengganti energi listrik dan melindungi diri dari musuhnya, pemerintah Korea Utara membangun senjata nuklir.; (2) Pengembangan nuklir Korea Utara menimbulkan ancaman untuk negara tetangganya. Situasi semakin rumit ketika Korea Utara melakukan ujicoba nuklir yang kedua yaitu senjata rudal jarak jauh Taepodong-2. Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk menjatuhkan sanksi yaitu penghentian bantuan ekonomi kepada Korea Utara atas ujicoba rudal jarak jauh tersebut. Pemerintah Korea Utara mengembangkan nuklir untuk melindungi rejim Kim dari pengaruh negara lain yang ingin menguasai daerah Semenanjung Korea; (3) Tindakan Korea Utara mendapatkan tanggapan negatif dari berbagai negara. Tanggapan tersebut misalnya dari Amerika Serikat yang menghendaki Korea Utara menghentikan program pengembangan senjata nuklir untuk ditukarkan dengan bantuan ekonomi, Korea Selatan tidak menginginkan adanya perang di Semenanjung Korea. Jepang, Cina dan Rusia tidak menyetujui adanya perang karena akan mengganggu perdagangan internasional dan mengancam keamanan dunia.

Simpulan penelitian ini adalah pemerintahan Kim Jong Il telah mengembangkan senjata nuklir untuk mempertahankan rejim Kim, mencari bantuan ekonomi dan melindungi negara dari serangan bangsa yang lain. Namun, pengembangan nuklir tersebut mendapat kecaman dari berbagai negara.

Kata kunci : nuklir, Korea Utara, Rudal, Semenanjung Korea

Anita Ferawati. KIM JONG IL POLICY ON NUCLEAR DEVELOPMENT IN NORTH KOREA YEAR 1998-2008. Thesis, Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University. Desember 2012.

The objective of research is to find out: (1) The government's policy of Kim Jong Il in North Korea in 1998-2008, (2) Development of Kim Jong Il's nuclear future in North Korea in 1998-2008, (3) Response to the country's nuclear development Korea.

This research was conducted by using the historical method through heuristic, critical, interpretation and historiography steps. Source of data used in this study of primary sources and secondary sources. The techniques of data collection was done by literature study, using the resume and catalog system. The technique of analysis data used in this research was the historical analysis with external and internal critics.

Based on this research can be concluded: (1) The Government of North Korea's applying Ju Che ideology , that means all communities shall be independent in the economic, political and clever strong in defense. In the political sphere, North Korea began to try to establish cooperation with Korea Selatan. In addition, to replace the electrical energy and protect themselves from their enemies, the North Korean government to build a nuclear weapon., (2) North Korea's nuclear development poses a threat to its neighbors. The situation became complicated when North Korea launch the second trial of nuclear long-range Taepodong-2. The UN Security Council voted to impose sanctions it is insentif economic blocade. The government of North Korea to develop nuclear regime to protect Kim from the influence of other countries who want to master the Korean Peninsula region, (3) actions of North Korea get a negative response from many countries. The response of the United States for example, which requires North Korea to stop nuclear weapons development program in exchange for economic aid, South Korea does not want a war in the Korean Peninsula. Japan, China and Russia do not agree that the war because it would disrupt international trade and threaten the security of the world.

Conclusions this study is the government of Kim Jong Il has developed nuclear weapons to defend Kim regime, seeking economic aid and protect the country from attack another nation. However, the nuclear development has come under fire from various countries.

Key words: nuclear, North Korea, Long-range, Semenanjung Korea

#Untuk mencari teman dan kedudukan, menjadi diri sendiri itu lebih baik dari pada menjadi seperti orang lain (penulis)#

#Kehidupan anda tidaklah terlalu ditentukan oleh apa yang anda alami dalam hidup ini, melainkan lebih ditentukan oleh sikap anda terhadap hidup ini, tidak terlalu ditentukan oleh apa yang terjadi pada anda, melainkan lebih ditentukan oleh cara pandang anda memandang apa yang terjadi (John Homer Miller)#

#Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia (Al Fushshilat: 34)#

Dengan rasa syukur atas Rahmat Allah SWT, kupersembahkan karya ini untuk :

Bapak dan Ibu

Terima kasih untuk semua kasih sayang yang tak terbatas dan doa yang selalu disertakan untukku. Semua ini tak berarti tanpa dukungan kalian.

Adik Mahdha

Terima kasih untuk adikku yang selalu memberi dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini dan penyemangat agar aku tidak putus asa.

Teman-teman Sejarah 2008

Terima kasih atas semangat, perjuangan dan kerjasamanya. Semua teman- teman yang tak bisa aku sebutkan satu persatu, semoga persahabatan kita tidak berakhir sampai disini.

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat

KEBIJAKAN KIM JONG IL

TERHADAP PENGEMBANGAN NUKLIR DI KOREA UTARA TAHUN

1998-2008 Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjan pada Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui permohonan ijin dalam penyusunan skripsi.

3. Ketua Program Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Leo Agung S, M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Drs. Herimanto, M.Pd, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ayah, Ibu, Adik Mahdha, dan semua keluarga tercinta yang senantiasa memberi doa, semangat, dukungan dan kasih sayang.

7. Sahabat dan teman-teman Prodi Sejarah khususnya Angkatan 2008, yang telah memberikan bantuan, doa dan dukungannya kepada penulis.

D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................

E. Teknik Analisis Data ............................................................ 45

F. Prosedur Penelitian .............................................................

46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Korea Utara Masa Kim Jong Il ...........................................

1. Keadaan Geografis ........................................................

a) Kebijakan di Bidang Politk.......................................... 54

b) Kebijakan di Bidang Ekonomi..................................... 56

c) Kebijakan di Bidang Pertahanan dan Keamanan......... 58

3. Kebijakan Luar Negeri...................................................... 59

B. Pengembangan Nuklir Masa Kim Jong Il ............................

1. Latar Belakang Pengembangan Nuklir ..........................

2. Perkembangan Program Nuklir Korea Utara ..................

a) Bentuk Nuklir.......................................................... ....

b) Ujicoba Nuklir.............................................................. 66

3. Penyelesaian Masalah Nuklir........................................... 69

a) Proses Perundingan...................................................... 69

b) Dampak Positif Nuklir................................................. 79

c) Dampak Negatif Nuklir................................................ 80

C. Tanggapan Negara Lain Terhadap Pengembangan Nuklir Di Korea Utara Tahun 1998-

1. Tanggapan Negara Amerika Serikat ...............................

2. Tanggapan Negara Jepang ..............................................

3. Tanggapan Negara Korea Selatan ...................................

4. Tanggapan Negara China................................................. 96 BAB V

A. Simpulan .............................................................................

B. Implikasi ............................................................................. 101

C. Saran ................................................................................... 102

LAMPIRAN ....... ..................................................................................... 108

halaman Bagan 1 Bagan 3

: Bagan Prosedur Penelitian Sejarah

51 Tabel 3 Tabel 4.1

67 Tabel 4.2

68

halaman Lampiran 1 : Peta Korea Utara ..............................................................

109 Lampiran 2 : Tempat Fasilitas Nuklir ....................................................

110 Lampiran 3 : Rudal Balistik ...................................................................

111 Lampiran 4 : Rudal Jarak Jauh ..............................................................

Lampiran 5 : Presiden Kim Jong Il ....................................................... .

113 Lampiran 6 : Jika AS Mau Berunding Uji Coba Nuklir Batal ..............

Lampiran 7 : Korut Tuntut AS Si gkirkan Nuklir.................................. 115 Lampiran 8 : Korea Utara Berhasil Tes Senjata Nuklir.......................... 116 Lampiran 9 : Sanksi Baru PBB Ancam Korut........................................ 118 Lampiran 10 : Jepang Khawatir Balasan Korut........................................ 119 Lampiran 11 : Korea Journal.................................................................... 120 Lampiran 12 : The Wall Street Journal.................................................... 132 Lampiran 13 : Party, State, Parliament and Military................................ 138 Lampiran 14 : Buletin IAEA Nuclear Power and Public Acceptance...... 144 Lampiran 15 : Buletin IAEA Nuclear Medicine....................................... 148 Lampiran 16 : Surat Perijinan................................................................... 152

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korea Utara merupakan negara yang terletak di bagian utara semenanjung Korea dengan garis lintang 37° 43° LU dan garis bujur 124° 131 0 BT. Di wilayah utara, Korea Utara berbatasan dengan Republik Rakyat Cina dan Rusia, di bagian selatan di batasi oleh Zona Demiliterisasi Korea. Arah barat Korea Utara di batasi oleh Laut Kuning dan Korean Bay, sedangkan arah timur berbatasan dengan Jepang. Ibukota Korea Utara adalah Pyongyang dengan beberapa kota besar seperti Kaesong, Sinuiju, Wonsan, Hamnung dan Chongjin. Sungai yang paling panjang yaitu sungai Amnok (790 kilometer) dan gunung tertinggi adalah gunung Paektu-san dengan ketinggian 2.744 meter (KBS World, 2006).

Negara Korea menurut Sofa Asian Leaders (2012), bahwa Korea merupakan negara yang pernah dijajah oleh Jepang tahun 1910-1945. Pada saat itu Korea masih menjadi satu pemerintahan. Di tahun 1939, Jepang merupakan salah satu negara yang berperan dalam Perang Dunia II dengan mempertahankan kedudukannya di Korea dan negara jajahan lainnya. Akan tetapi, Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II pada tahun 1945. Kekalahan Jepang tersebut memberi dampak bagi Korea, yakni wilayah Negara Korea dibagi menjadi dua bagian. Wilayah tersebut yaitu wilayah utara diberikan kepada Uni Soviet dan wilayah selatan diberikan kepada Amerika Serikat. Pada bulan Agustus 1945, tentara Uni Soviet membentuk Otoritas Sipil Soviet untuk memerintah bagian utara Semenanjung Korea. Pada tanggal 19 September 1945, seorang tokoh masyarakat yang bernama Kim Il Sung dipilih oleh sebuah komando polisi rahasia Uni Soviet untuk memimpin 40 pejuang Korea Utara yang mengungsi di Uni Soviet untuk kembali ke Pyongyang dan membuat formasi pemerintahan provinsi wilayah utara atau Komite Kerakyatan Korea Utara. Perwakilan dari seluruh masyarakat Korea membentuk (DPRK), yang kemudian mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 9 September 1948. Pemerintah Uni Soviet memberikan komando kepada Kim Il Negara Korea menurut Sofa Asian Leaders (2012), bahwa Korea merupakan negara yang pernah dijajah oleh Jepang tahun 1910-1945. Pada saat itu Korea masih menjadi satu pemerintahan. Di tahun 1939, Jepang merupakan salah satu negara yang berperan dalam Perang Dunia II dengan mempertahankan kedudukannya di Korea dan negara jajahan lainnya. Akan tetapi, Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II pada tahun 1945. Kekalahan Jepang tersebut memberi dampak bagi Korea, yakni wilayah Negara Korea dibagi menjadi dua bagian. Wilayah tersebut yaitu wilayah utara diberikan kepada Uni Soviet dan wilayah selatan diberikan kepada Amerika Serikat. Pada bulan Agustus 1945, tentara Uni Soviet membentuk Otoritas Sipil Soviet untuk memerintah bagian utara Semenanjung Korea. Pada tanggal 19 September 1945, seorang tokoh masyarakat yang bernama Kim Il Sung dipilih oleh sebuah komando polisi rahasia Uni Soviet untuk memimpin 40 pejuang Korea Utara yang mengungsi di Uni Soviet untuk kembali ke Pyongyang dan membuat formasi pemerintahan provinsi wilayah utara atau Komite Kerakyatan Korea Utara. Perwakilan dari seluruh masyarakat Korea membentuk (DPRK), yang kemudian mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 9 September 1948. Pemerintah Uni Soviet memberikan komando kepada Kim Il

Semua pejabat pemerintahan harus tunduk kepada Kim Il Sung dan jika ada pejabat yang memiliki ideologi berbeda dengan Kim, maka akan menerima sanksi yaitu dikeluarkan dari kedudukannya di partai buruh tersebut. Hal itu dilakukan untuk melindungi pemerintahan dengan kekuasaan turun temurun.

Presiden Kim Il Sung meninggal pada tanggal 8 Juli 1994 di usia 82 tahun karena serangan jantung. Masyarakat Korea Utara memberikan penghargaan kepada Kim Il Sung sebagai Presiden Abadi (Eternal President), artinya jabatan seumur hidup yang diberikan oleh rakyat kepada seorang presiden yang menjadi pemimpin pemerintahan di Korea Utara. Adanya musibah kematian Kim Il Sung membuat Korea Utara harus mempersiapkan seorang pengganti pemegang kekuasaan yaitu seorang putra yang bernama Kim Jong-Il, yang secara resmi mendapat gelar Sekjen Partai Buruh Korea dan Ketua Komisi Pertahanan Nasional pada 8 oktober 1997. Pada tahun 1998, posisi Kim diresmikan sebagai posisi tertinggi di Negara Korea Utara. Sejak peresmian tersebut, Kim Jong Il diangkat sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Korea Utara. Pengangkatan pemimpin di Korea Utara dilakukan berdasarkan garis silsilah keluarga. Para pejabat partai menganggap Kim sebagai seseorang yang tidak menggunakan jabatan presiden melainkan hanya seorang pemimpin pemerintahan, maka secara konstitusional Kim tidak disyaratkan untuk menggelar Pemilu dengan tujuan untuk mempertahankan posisinya (Hendarsah, 2007).

Kim Jong Il adalah pemimpin tertinggi dari Korea Utara tahun 1994-2011. Kim menggantikan ayahnya dan menjadi ketua DPRK ( Republic of Korea ). Selain itu, Kim menjabat sebagai Sekretaris Jenderal dari Partai Buruh Korea, Ketua dari Komisi Pertahanan Nasional Korea Utara, dan Panglima Tertinggi dari Tentara Rakyat Korea. Pada saat Kongres Partai Keenam pada bulan Oktober 1980, Kim Jong Il telah memimpin partai tersebut. Ia diberi posisi senior dalam Politbiro (badan eksekutif), Komisi Militer dan Sekretariat Partai. Ketika Kim Jong Il diangkat menjadi anggota Majelis Agung Rakyat

sebagai pewaris dari Korea Utara (KBS World, 2006). Mengenai kekuasaan Kim Jong Il menurut Sofa Asian Leaders (2012), bahwa penguasaan angkatan darat merupakan langkah awal dalam menguasai kemiliteran Korea Utara. Pengangkatan Kim sebagai pemimpin angkatan darat telah diatur oleh Menteri Pertahanan, Oh Jin Wu. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kekuasaan di Korea Utara telah direncanakan bahkan untuk kedudukan di mana pemimpin tersebut belum mempunyai keahlian di bidang militer. Sistem pemerintahan Korea Utara menjadi lebih terpusat dan otoriter di tahun 1990 masa pemerintahan Kim Jong Il. Dalam sebuah pertemuan Majelis Rakyat Agung (badan legislatif), Menteri Pertahanan Oh Jin Wu menunjuk Kim Jong Il sebagai presiden dengan julukan yang sama dengan ayah

Presiden Abadi Adanya istilah presiden dianggap sebagai perumpamaan penguasa negara untuk mempertahankan rejim keluarga Kim. Kim menjadi pemimpin negara saat menjadi pemimpin Partai Buruh. Di sebagian besar Negara Komunis pemimpin partai adalah orang paling kuat di negaranya. Demikian halnya dengan seorang pemimpin partai besar di Korea Utara.

dalam era Kim Jong Il. Ideologi ini juga merupakan strategi praktis untuk mewujudkan doktrin Ju Che (kemandirian). Di mana ajaran ini akan dilakukan untuk mempercepat kemajuan dalam bidang politik, ekonomi dan pertahanan di atas kemampuan sendiri. Doktrin ini dikembangkan untuk membentuk rakyat Korea Utara agar mengabdikan diri pada pembangunan bercorak sosialis tanpa bantuan pihak asing. Korea Utara memodernisasi negara dengan memfokuskan kekuasaan negara dalam perencanaan ekonomi, industri berat dan pengembangan militer. Bagi pemimpin Korea Utara, mempertimbangkan kubu militer adalah cara paling efisien dan militer memiliki pegaruh besar di Korea Utara. Oleh karena itu, Kim Jong Il tidak memiliki pilihan lain untuk mengatakan militer sebagai sumber kepemimpinan dan kebijakannya.

Pengembangan militer yang berlebihan membuat kebijakan ekonomi Korea Utara mengalami perubahan dan pemerintah membuat kebijakan baru.

krisis ekonomi dan kekurangan pangan), slogan perjuangan yang dilakukan dengan menolak produk dari Jepang karena masyarakat Korea masih teringat akan penderitaan ketika dijajah oleh Jepang. Sebagai gantinya, pemerintah mengerahkan rakyat untuk mandiri dalam mengatasi situasi ekonomi yang memburuk. Parade ini juga dilakukan untuk mempertahankan sistem kekuasaan tunggal di bawah pemerintahan Kim Jong Il. Pemerintahan Kim Jong Il mulai stabil setelah tahun 2000. Pemerintah melakukan kunjungan ke Cina untuk melakukan kerjasama. Setelah kembali ke Korea Utara, Kim Jong Il menyatakan bahwa situasi negara telah mengalami perubahan di bidang ekonomi. Perubahan ini akibat pengaruh pemerintahan RRC yang mengalami liberalisasi dan keterbukaan ekonomi. Sehingga, Kim mulai mengadakan hubungan kerjasama dengan Cina di bidang ekonomi. Pemerintah Kim Jong Il mulai membuka proyek zona ekonomi Shineuiju yaitu proyek yang dirancang untuk membangun sebuah kota yang dapat digunakan sebagai kompleks industri dan zona perdagangan dengan negara lain.

Korea Utara memperbaiki keadaan ekonomi dengan mengembangkan energi nuklir sebagai pengganti energi listrik. Selain itu, pengembangan energi nuklir mempunyai tujuan untuk pertahanan dan keamanan negara (Kompas, 12 Mei 2003). Adanya pengembangan nuklir ini menimbulkan rasa kekhawatiran dari Amerika Serikat karena dapat mengancam stabilitas di Semenanjung Korea. Bagi Amerika Serikat masalah nuklir Korea Utara dianggap serius, sehingga Amerika Serikat berusaha menekan Korea Utara untuk menghentikan program pengembangan nuklirnya (Tempo,12 Februari 1994).

Pengembangan rudal Korea Utara diperkirakan dimulai tahun 1976 atau menjelang perang di Timur Tengah (Perang Yom Kippur), yakni ketika pasukan Israel melawan koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah. Pada saat perang Timur Tengah tersebut berlangsung, Korea Utara menerima rudal Scud- B buatan Rusia dan papan peluncur sebagai imbalan dalam mendukung secara diplomasi kepada Mesir. Penerimaan rudal tersebut memberikan kesempatan pada Korea Utara untuk memulai mengembangkan rudal Pengembangan rudal Korea Utara diperkirakan dimulai tahun 1976 atau menjelang perang di Timur Tengah (Perang Yom Kippur), yakni ketika pasukan Israel melawan koalisi negara-negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah. Pada saat perang Timur Tengah tersebut berlangsung, Korea Utara menerima rudal Scud- B buatan Rusia dan papan peluncur sebagai imbalan dalam mendukung secara diplomasi kepada Mesir. Penerimaan rudal tersebut memberikan kesempatan pada Korea Utara untuk memulai mengembangkan rudal

- , rudal balistik berjarak menengah (IRBM)

, dan rudal balistik bertingkat

yang diperkirakan memiliki kemampuan untuk menghancurkan benua Amerika (KBS World, 2006). Hal-hal yang berkaitan dengan nuklir di seluruh dunia diatur dalam NPT (Nuclear Nonproliferation Treaty), yaitu suatu kesepakatan untuk tidak mengembangkan nuklir dan kesepakatan tersebut disetujui oleh seluruh negara di dunia. Korea Utara menjadi anggota NPT pada tahun 1985, namun tidak mengikuti peraturan dari organisasi tersebut. Pengembangan nuklir Korea Utara dianggap membahayakan seluruh negara, sehingga Korea Utara harus menghentikan program pengembangan senjata nuklir untuk dipertukarkan dengan bantuan ekonomi. Akan tetapi, pemerintah Korea Utara mengumumkan bahwa Korea Utara telah keluar dari keanggotaan NPT pada tahun 2003. Keluarnya Korea Utara dari non-proliferasi mendapat kecaman dari internasional, terutama dari negara dekatnya, Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan menilai bahwa tindakan Korea Utara telah merusak upaya normalisasi hubungan kedua negara yang telah mengalami kemajuan pesat dengan disepakatinya perjanjian kerjasama bilateral di berbagai bidang, diantaranya ekonomi dan pertahanan, pada tahun 2000 lalu. Akan tetapi, Korea Selatan tetap mempertahankan sikap dengan tidak mengeluarkan opsi militer terhadap ambisi nuklir Korea Utara tersebut.

Reaksi pemerintah Amerika Serikat yaitu dengan memberlakukan kebijakan intervensi dalam urusan internasional dan menunjukkan tindakan nyata terhadap Korea Utara dan pemerintahan Presiden Bill Clinton meminta pemerintah Korea Utara supaya menerima pengawasan senjata nuklir dan masuk kembali ke dalam NPT. Amerika meminta Korea Utara untuk menerima tim pemeriksa dari IAEA (International Atom Energy Assosiation), badan energi atom internasional. Pemeriksaan tersebut ditolak, kemudian Amerika Serikat memberi waktu kepada pemerintah Korea Utara untuk memenuhi tuntutan IAEA. Jika tetap Reaksi pemerintah Amerika Serikat yaitu dengan memberlakukan kebijakan intervensi dalam urusan internasional dan menunjukkan tindakan nyata terhadap Korea Utara dan pemerintahan Presiden Bill Clinton meminta pemerintah Korea Utara supaya menerima pengawasan senjata nuklir dan masuk kembali ke dalam NPT. Amerika meminta Korea Utara untuk menerima tim pemeriksa dari IAEA (International Atom Energy Assosiation), badan energi atom internasional. Pemeriksaan tersebut ditolak, kemudian Amerika Serikat memberi waktu kepada pemerintah Korea Utara untuk memenuhi tuntutan IAEA. Jika tetap

Pada tahun 1994, Korea Utara dan Amerika Serikat menandatangani Kerangka Kesepakatan yang dirancang untuk membekukan dan membongkar program senjata nuklir dengan imbalan bantuan kebutuhan ekonomi. Kim Jong-il mengaku memiliki senjata nuklir yang diproduksi sejak tahun 1994. Penguasa Korea Utara tersebut mengatakan bahwa produksi nuklir dibuat untuk tujuan keamanan seperti Amerika Serikat yang memiliki senjata nuklir di Korea Selatan.

Pada awal pemerintahan Presiden George W. Bush, Amerika Serikat meningkatkan sikap kerasnya kepada Korea Utara. Sementara itu, Korea Utara menuduh Washington telah melancarkan sikap permusuhan yang dapat menimbulkan konflik baru. Pernyataan dari kantor berita Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA) bahwa sikap permusuhan Presiden George W. Bush terhadap Korea Utara yang berhubungan dengan senjata nuklir merupakan alasan agar Amerika Serikat dapat melanjutkan kebijakan agresifnya terhadap Korea Utara dan mempertahankan penempatan pasukan Amerika Serikat di Korea Selatan. Menurut Amerika Serikat, pemerintah Korea Utara harus terlebih dahulu melepaskan program nuklir sebelum meningkatkan langkah di bidang politik, ekonomi dan militer. Sedangkan Korea Utara berpendapat bahwa Amerika Serikat harus lebih dulu melepaskan politik memusuhi Korea Utara dengan menandatangani perjanjian nonagresi dan memberi ganti rugi ekonomi kepada Korea Utara (Forum Keadilan, 10 Februari 2002).

Menurut pemerintah Korea Utara, penghancuran senjata nuklir harus dimulai oleh Amerika Serikat sebagai pemilik senjata nuklir terbesar di dunia.

masing sehingga sulit untuk mencapai suatu perdamaian dan masalah ini belum terselesaikan (Kompas, 12 Mei 2003). Pada tahun 2002 dalam pidato kenegaraan, Presiden Amerika Serikat, George W. Bush menyebut Korea Utara sebagai pusat kejahatan karena membangun senjata perusak massal dan mendukung terorisme. Adanya pernyataan tersebut, maka Kementrian Luar Negeri Korea Utara, memastikan tidak akan menerima ajakan Presiden George W. Bush untuk memulai kembali perundingan senjata nuklir.

Pada tanggal 9 Oktober 2006, Korea Central News Agency mengumumkan bahwa mereka berhasil melakukan uji coba nuklir bawah tanah. Peluncuran ini dilakukan karena Amerika Serikat tidak memberi tanggapan atas peringatan dari Korea Utara. Beberapa cara yang dilakukan untuk mempertahankan kekuasaan Kim Jong Il adalah menggunakan kebijakan yang membentuk pemerintahan reformasi dan keterbukaan ekonomi. Hubungan Korea Utara dan Amerika Serikat sebenarnya sudah terjalin pada masa akhir jabatan Kim Il Sung. Hubungan itu memburuk setelah program pengembangan senjata nuklir Korea Utara terbongkar. Peristiwa itu mengakibatkan krisis nuklir putaran kedua (KBS World, 2006).

Menurut Dian Firmansah (2009), pengembangan senjata nuklir Korea Utara yang akan datang mencapai tingkat operational nuclear deterrent, yaitu kekuatan luncur senjata nuklir dalam jumlah besar dengan sistem yang sudah teruji. Penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan yaitu agar senjata nuklir yang sedang dikembangkan memiliki kekuatan luncur yang luar biasa. Untuk menuju tingkat operational nuclear deterrent tersebut, para peneliti masih membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu, selang waktu yang ada dapat digunakan oleh dunia internasional untuk membujuk rejim Korea Utara membatalkan rencananya mengembangkan kemampuan nuklir lebih lanjut. Strategi yang dapat dilakukan dunia internasional adalah memberikan jaminan keamanan bagi rejim Kim, bantuan ekonomi dan de-isolasi Korea Utara dari pergaulan internasional. Upaya Amerika Serikat dapat berupa memberikan keamanan dengan menandatangani pakta perjanjian non-agresi dengan Korea Utara.

internasional, hal ini mempunyai tujuan agar Pyongyang memiliki kesadaran pentingnya menjaga perdamaian regional dan internasional termasuk dengan Korea Selatan. Proses ini tidak akan mudah, melihat hubungan Korea Utara dengan Korea Selatan belum membaik. Bahkan hubungan baik dengan negara- negara lainnya pun masih membutuhkan waktu yang panjang namun setidaknya patut dicoba demi sebuah dunia yang lebih baik.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti secara lebih mendalam serta mengangkatnya dalam sebuah skripsi yang berjudul

Korea Utara Tahun 1998-

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah ini berguna untuk mempermudah dalam melaksanakan penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain :

1. Bagaimana penerapan kebijakan Kim Jong Il di Korea Utara tahun 1998- 2008?

2. Bagaimana pengembangan nuklir masa Kim Jong Il di Korea Utara tahun 1998-2008?

3. Bagaimana tanggapan negara lain terhadap pengembangan nuklir di Korea Utara tahun 1998-2008?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah untuk mengetahui :

1. Penerapan kebijakan pemerintah Kim Jong Il di Korea Utara tahun 1998-2008.

2. Pengembangan Nuklir masa Kim Jong Il di Korea Utara tahun 1998-2008.

3. Tanggapan negara lain terhadap pengembangan nuklir di Korea Utara tahun 1998-2008.

1. Menambah wawasan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya tentang kebijakan pemerintah Kim Jong Il di Korea Utara.

2. Sebagai salah satu karya ilmiah yang di harapkan dapat melengkapi koleksi perpustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sebelas Maret.

3. Dapat berguna bagi generasi muda pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya agar dapat mengambil hikmah dari peristiwa pengembangan nuklir di Korea Utara.

4. Dapat dijadikan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian yang sejenis secara lebih mendalam.

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hubungan Internasional

a. Pengertian Hubungan Internasional

Ilmu hubungan internasional merupakan kajian baru dalam deretan ilmu-ilmu sosial yang ada saat ini. Sekitar tahun 1930-an, ilmu ini dimulai dengan kegiatan penelitian dan pengkajian akademis. Jadi, ilmu hubungan internasional belum terlalu lama penelitiannya jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain dan ilmu ini masih mengalami perkembangan (Soeprapto, 1997: 11).

Menurut Soeprapto (1997), istilah hubungan internasional diciptakan pertama kali oleh Jeremy Bantham. Sebagai suatu ilmu, hubungan internasional merupakan satu-kesatuan disiplin dan memiliki ruang lingkup serta konsep-konsep dasar. Dua sebab yang mendorong munculnya ilmu hubungan internasional adalah :

1) Adanya minat terhadap fenomena yang ada setelah Perang Dunia I selesai.

2) Perang Dunia I yang menelan korban manusia serta kerusakan-kerusakan materiil. Akibat dari Perang Dunia I tersebut, menimbulkan kesadaran betapa pentingnya kebutuhan untuk mencegah peperangan dan terselenggaranya ketertiban dunia (hlm. 12).

Secara sederhana pengertian hubungan internasional dipahami sebagai interaksi yang terjadi antara orang-orang tertentu, di mana interaksi tersebut telah melampaui batas yurisdiksi nasional sebuah negara. Pada dasarnya, tujuan utama studi hubungan internasional adalah mempelajari perilaku internasional yaitu perilaku aktor, negara maupun non negara, di dalam arena transaksi internasional, di mana perilaku tersebut bisa berupa perang, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi Secara sederhana pengertian hubungan internasional dipahami sebagai interaksi yang terjadi antara orang-orang tertentu, di mana interaksi tersebut telah melampaui batas yurisdiksi nasional sebuah negara. Pada dasarnya, tujuan utama studi hubungan internasional adalah mempelajari perilaku internasional yaitu perilaku aktor, negara maupun non negara, di dalam arena transaksi internasional, di mana perilaku tersebut bisa berupa perang, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi

macam hubungan atau interaksi yang melintasi batas-batas wilayah negara dan melibatkan pelaku-pelaku yang berbeda kewarganegaraan, berkaitan dengan segala bentuk kegiatan manusia. Hubungan ini dapat berlangsung baik secara kelompok maupun secara perorangan dari suatu bangsa atau negara, yang melakukan interaksi baik secara resmi maupun tidak resmi dengan kelompok atau perorangan dari bangsa atau negara lain (1993: 3).

Menurut Nasution (mengutip dari simpulan EH. Carr, 1965), munculnya hubungan internasional sebagai bidang studi sendiri adalah keinginan setiap negara untuk memahami sebab-sebab terjadinya konflik dan membina dunia lebih damai yang dilakukan sesudah perang dunia pertama. Sekitar tahun 1920 sampai 1930-an, studi hubungan internasional dipelajari melalui tiga jalur. Pertama, hubungan internasional dipelajari melalui penelaahan kejadian-kejadian yang sedang terjadi dan mencoba dibuat urutan kejadian. Sehingga setiap kesalahpahaman dan konflik antarbangsa bisa dihindari. Kedua, hubungan internasional dipelajari melalui studi tentang organisasi internasional. Ini didasarkan pada kesimpulan bahwa konflik bisa diselesaikan jika diciptakan suatu aturan atau tata tertib hukum yang didukung oleh organisasi seperti Liga Bangsa-Bangsa. Ketiga, studi hubungan internasional pada masa itu adalah sebuah analisa yang menitikberatkan pada ekonomi internasional (Nasution, 1984: hlm. 1-5).

Menurut Nasution, ada beberapa pendekatan dalam hubungan internasional (mengutip dari simpulan Crayson Kirk) yang di antaranya:

1) Pendekatan Historis, para sejarawan meneliti hubungan internasioanl sebagai sejarah mutakhir saja, sehingga orang kehilangan banyak data mengenai peristiwa waktu lampau.

2) Pendekatan Legalistis, para ahli hukum memandang aspek-aspek legal dari hubungan antar negara itu saja, tanpa berusaha mencari sebab-sebab tidak sempurnanya peraturan hukum.

internasional lebih sempurna akan melakukan penyelidikan atas konflik yang terjadi (1984: 16).

Hubungan Internasional dapat dilihat dari berkurangnya peranan negara sebagai aktor dalam politik dunia dan meningkatnya peranan aktor- aktor non-negara. Bagi beberapa aktor non-negara, batas-batas wilayah secara geografis tidak dihiraukan. Hingga saat ini ilmu hubungan internasional telah mengalami perkembangan yang signifikan. Setidaknya, dapat dilihat dari perkembangan ruang lingkup kajian dan aktor-aktor di dalam hubungan internasional, yang awalnya terbatas pada kajian keamanan dan negara kemudian melibatkan aktor-aktor non-negara dan isu-isu yang beragam, seperti ekonomi, sosial, lingkungan dan sebagainya (Johari, 1985).

Untuk mengimbangi ketegangan masalah dunia, urusan luar negeri merupakan salah satu masalah pokok bagi setiap negara. Posisi setiap negara berbeda-beda, tetapi semua negara beranggapan kalau politik luar negeri sebagai priroritas yang penting. Menurut Prawirasaputra (1984), menyatakan bahwa politik luar negeri adalah kumpulan kebijakan suatu negara untuk mengatur hubungan-hubungan luar negerinya yang merupakan bagian dari kebijakan nasional dan semata-mata dimaksudkan untuk mengabdi kepada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, politik luar negeri suatu negara mencerminkan kemampuan masyarakatnya (hlm. 7).

Politik luar negeri dapat memberi pengaruh positif dan negatif kepada warga negara. Hubungan yang dijalin dengan negara lain merupakan kebijakan

pemerintah

untuk

melindungi dan

menyejahterakan masyarakatnya. Landasan politik luar negeri dari beberapa negara adalah untuk memajukan nilai-nilai budayanya. Tetapi, dalam kenyataannya setiap negara akan menghadapi negara lain yang juga ingin memajukan budaya- budaya mereka. Pada dasarnya politik internasional merupakan usaha-usaha untuk memperjuangkan perbedaan budaya suatu negara agar dikenal dan diakui oleh seluruh masyarakat di berbagai negara. Kesepakatan dalam menentukan kepentingan nasional adalah langkah pertama dalam menyejahterakan masyarakatnya. Landasan politik luar negeri dari beberapa negara adalah untuk memajukan nilai-nilai budayanya. Tetapi, dalam kenyataannya setiap negara akan menghadapi negara lain yang juga ingin memajukan budaya- budaya mereka. Pada dasarnya politik internasional merupakan usaha-usaha untuk memperjuangkan perbedaan budaya suatu negara agar dikenal dan diakui oleh seluruh masyarakat di berbagai negara. Kesepakatan dalam menentukan kepentingan nasional adalah langkah pertama dalam

Tindakan pemerintah dalam politik luar negeri bertujuan untuk mencapai sasaran yang dianggap sebagai kepentingan nasional. Oleh karena itu, kepentingan nasional yang telah dibuat harus dirumuskan dan dipertahankan oleh seluruh masyarakat. Kepentingan nasional bersifat abadi, sehingga suatu negara akan selalu terlibat dalam permasalahan dunia. Namun, apabila situasi dan masalah politik luar negeri berubah maka tujuan dari kepentingan nasional akan berubah pula dan diperlukan tujuan yang baru (Nasution, 1989: 7).

Organisasi untuk politik luar negeri dapat dikatakan sama di semua pemerintahan, yang berbeda adalah kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan memegang peranan penting dalam urusan luar negeri dengan bantuan para penasihat seperti Kabinet, Dewan Resolusi dan lain-lain. Namun, bantuan yang terpenting adalah dari Menteri Luar Negeri yang secara administratif mengepalai departemen dan mengurusi kebijakan luar negeri serta menjadi penasihat resmi dari kepala pemerintahan. Untuk mengambil suatu keputusan luar negeri, pemerintah akan berunding terlebih dahulu dengan Menteri Luar Negeri. Keputusan tersebut dibuat menurut situasi dan kondisi negaranya (Nasution, 1989: 15).

Menurut W. Coplin dan M. Marbun (1992: 32), pengambilan keputusan luar negeri merupakan campuran antara:

1) Keputusan politik luar negeri secara umum Merupakan serangkaian keputusan yang diekspresikan melalui pernyataan-pernyataan kebijakan dan tindakan langsung. Sasaran politik luar negeri bisa menjangkau lingkungan internasional atau sekelompok negara tertentu.

Keputusan ini dibuat oleh anggota birokrasi pemerintah yang bertugas melaksanakan hubungan luar negeri negaranya. Departemen luar negeri merupakan organisasi birokratis yang utama, namun badan pemerintah lainnya, seperti dinas militer, dinas intelejen, dan departemen perdagangan juga sering terlibat dalam pengambilan keputusan administratif yang memengaruhi kebijakan luar negeri.

3) Keputusan yang bersifat kritis Merupakan kombinasi dari keputusan secara umum dan keputusan bersifat administratif. Keputusan kritis mempunyai dampak luas terhadap kebijakan umum suatu negara dan bisa mengarah kepada situasi kritis meskipun dampaknya menjangkau semua negara.

Adanya kepentingan nasional membuat politik luar negeri perlu dikembangkan ke berbagai negara melalui kerjasama internasional.

Kerjasama internasional adalah bentuk hubungan yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan untuk kepentingan negara-negara di dunia. Kerjasama internasional yang meliputi kerja sama di bidang politik, sosial, pertahanan keamanan, kebudayaan, dan ekonomi, berpedoman pada politik luar negeri masing-masing negara. Kerjasama dilakukan apabila manfaat yang diperoleh akan lebih besar daripada konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggung (Soeprapto, 1997: 181).

Beberapa masalah yang terjadi, mengharuskan pemerintah saling berhubungan dengan mangajukan pemecahan, perundingan atau pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai bukti teknis untuk menopang pemecahan masalah tertentu dan mengakhiri perundingan dengan membentuk suatu perjanjian. Proses seperti ini disebut

(1993), kerjasama internasional dapat didefinisikan sebagai pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur yang jelas dan lengkap serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan (1993), kerjasama internasional dapat didefinisikan sebagai pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur yang jelas dan lengkap serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan

Menurut Soeprapto (1997), bahwa penggolongan kerjasama internasional dibagi dalam empat bentuk yaitu:

1) Kerjasama Global Adanya keinginan yang kuat dari berbagai bangsa di dunia untuk bersatu dalam suatu wadah yang mampu mempersatukan cita-cita bersama merupakan dasar utama bagi kerjasama global.

2) Kerjasama Regional Merupakan kerjasama antar negara yang secara geografis letaknya berdekatan. Kerjasama tersebut bisa berada dalam bidang pertahanan tetapi juga bisa di bidang lain seperti pertanian, hukum, kebudayaan, dan lain sebagainya.

3) Kerjasama Fungsional Permasalahan maupun metode kerjasama menjadi semakin kompleks disebabkan oleh semakin banyak berbagai lembaga kerjasama yang ada. Walaupun kompleksitas dan banyak permasalahan yang dihadapi dalam kerjasama fungsional baik di bidang ekonomi maupun sosial, untuk pemecahannya diperlukan kesepakatan dan keputusan politik.

4) Kerjasama Ideologi Pengertian ideologi merupakan alat dari suatu kelompok kepentingan untuk membenarkan tujuan dan perjuangan kekuasaan. Berbagai kelompok kepentingan berusaha mencapai tujuannya dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan yang terbuka di forum global (hlm. 182).

Menurut K. J. Holsti (1995), ada beberapa alasan mengapa suatu negara melakukan kerjasama dengan negara lain, yaitu:

1) Demi meningkatkan kesejahteraan ekonominya, di mana melalui kerjasama dengan negara lain, negara tersebut dapat mengurangi biaya 1) Demi meningkatkan kesejahteraan ekonominya, di mana melalui kerjasama dengan negara lain, negara tersebut dapat mengurangi biaya

2) Untuk meningkatkan efisiensi yang berkaitan dengan pengurangan biaya;

3) Karena adanya masalah-masalah yang mengancam keamanan bersama;

4) Mengurangi kerugian negatif yang diakibatkan oleh tindakan-tindakan buruk dari negara lain.

Menurut Muhadi Sugiono (2006), ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam kerjasama internasional. Pertama, negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi politik, militer, ekonomi dan kultural bersama-sama dengan aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil. Kedua, kerjasama internasional tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kepentingan masing- masing negara yang terlibat di dalamnya, melainkan juga oleh institusi internasional, karena institusi internasional seringkali bukan hanya mengelola berbagai kepentingan yang berbeda dari negara negara anggotanya, tetapi juga bisa memaksakan kepentingannya sendiri (hlm. 6).

Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan internasional adalah hubungan antara dua negara atau lebih yang sama-sama menginginkan kemajuan bagi masyarakatnya dengan menjalin kerjasama di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keamanan. Di samping itu, hubungan internasional ini juga digunakan sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di berbagai negara. Korea Utara melakukan hubungan internasioanl dengan Rusia, China, Korea Selatan dan beberapa negara komunis.

Politik yang dilakukan pemerintah merupakan politik isolasi, yang di mana masyarakat tidak diperbolehkan untuk berhubungan dengan masyarakat negara lain. Namun, pada masa Kim Jong Il sistem pemerintahan berubah. Pemerintah mulai mendekati negara-negara lain yang berada di sekitar Korea. Korea Utara menjalin kerjasama di bidang ekonomi dengan Cina, Korea Selatan, Jepang dan Uni Soviet. Negara Korea Selatan Politik yang dilakukan pemerintah merupakan politik isolasi, yang di mana masyarakat tidak diperbolehkan untuk berhubungan dengan masyarakat negara lain. Namun, pada masa Kim Jong Il sistem pemerintahan berubah. Pemerintah mulai mendekati negara-negara lain yang berada di sekitar Korea. Korea Utara menjalin kerjasama di bidang ekonomi dengan Cina, Korea Selatan, Jepang dan Uni Soviet. Negara Korea Selatan

b. Sarana Hubungan Internasional

Sarana hubungan internasional menurut Wayan Suydnanya yang dikutip dari J. Frankel (2010), ada berbagai sarana yang dapat dipergunakan oleh negara-negara dalam melakukan hubungan internasional, yaitu:

1) Diplomasi Diplomasi merupakan seluruh kegiatan untuk melaksanakan politik luar negeri suatu negara dalam hubungannya dengan bangsa dan negara lain. Diplomasi dapat bersifat bilateral (melibatkan dua negara) atau multilateral (melibatkan lebih dari dua negara). Instrumen diplomasi ada dua yaitu departemen luar negeri yang berkedudukan di ibukota negara, yang merupakan pusat hubungan intenasional dalam negara dan perwakilan diplomatik yang berkedudukan di ibukota negara penerima yang merupakan wakil dari negaranya.

Dalam mewakili negara dan bangsanya, seorang diplomat memiliki tiga fungsi dasar yaitu sebagai lambang, sebagai wakil yuridis yang sah sesuai hukum internasional dan sebagai perwakilan politik. Sedangkan tugas seorang diplomat dapat dibagi menjadi empat fase pokok diplomasi,

perundingan (negotiation), laporan (reporting) dan perlindungan kepentingan bangsa, negara dan warga negaranya di luar negeri.

2) Propaganda Propaganda adalah usaha sistematis untuk memengaruhi pikiran, emosi dan tindakan suatu kelompok demi kepentingan masyarakat umum. Ada dua hal yang membedakan diplomasi dengan propaganda, yaitu:

a) Propaganda ditujukan kepada rakyat negara tersebut, bukan pemerintahnya.

propaganda.