KOMPENSASI, KINERJA DAN RISK TAKING: BUKTI EMPIRIS PADA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA

SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk

Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakata

Oleh: PRADITYO ABI KARAMI

NIM. F0308006

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu” (QS. Al-Baqarah:45)

“See beyond the eyes can see” (Felix Y. Siauw)

“Ever tried. Ever failed. No matter. Try again. Fail again. Fail better”

Karya ini kupersembahkan kepada: ALLAH SWT. Tanpa campur tangan-Nya, karya kecil ini tidak akan pernah berhasil.

Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan nasihat, semangat, dan doa Adik-adikku Semua sahabat-sahabatku yang selama ini selalu bersama, baik suka maupun duka Serta Almamaterku tercinta

Puji dan syukur hanya untuk Allah SWT atas ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KOMPENSASI, KINERJA DAN RISK TAKING: BUKTI EMPIRIS PADA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat akademik guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Jurusan Akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Usaha penyusunan skripsi tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya partisipasi dari semua pihak. Oleh karenanya, penulis akan menyampaikan ucapan terimakasih dan rasa hormat sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta,

2. Bapak Drs. Santosa Tri H., M.Si, Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta,

3. Bapak Taufiq Arifin, S.E., M.Si, Ak. Selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan sehingga skripsi ini dapat disusun dengan baik dan lancar,

4. Ibu Dra. Muthmainah, M.Si, Ak. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama masa perkuliahan,

5. Bapak Irwan Trinugroho, S.E., M.Sc. yang telah memberikan inspirasi dalam penyelesaian skripsi ini,

8. Irsha, Indi, Bani. Terima kasih selalu menjadi penyemangat dan motivasi,

9. Seluruh teman-teman Akuntansi angkatan 2008, atas kebersamaan yang terjalin selama ini, dan

10. Semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu segala bentuk kritik dan masukan sangat diharapkan. Terakhir semoga penelitian ini dapat bermanfaat

Surakarta, Desember 2012

Penulis

2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)…………………….

2.2 Kebijakan Kompensasi……………………………….

1. Kompensasi Umum…………………………… 13

2. Kompensasi Eksekutif………………………… 15

2.3 Kinerja Perusahaan……………………………………

2.4 Risk Taking ……………………………………………

2.5 Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis….

1. Pengaruh Kompensasi Eksekutif Terhadap Kinerja Perusahaan……………………………

2. Pengaruh Kompensasi Esekutif Terhadap Risk Taking..................................................................

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel…………………………………....

3.2 Data dan Sumber Data…………………………………..

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel………...

3.4 Teknik Pengujian Data…………………………………..

1. Statistik Deskriptif………………………………

2. Uji Asumsi Klasik………………………………

1. Uji Normalitas…………………………..

2. Uji Heteroskedastisitas………………….

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskriptif Data…………………………………………...

1. Seleksi Sampel…………………………………… 36

2. Statistik Deksriptif dan Korelasi…………………

4.2 Pengujian Hipotesis dan Pembahasan……………………. 40

1. Analisis Regresi Ganda…………………………... 40

2. Pengujian Ketepatan Perkiraan (R Square)……..... 59

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan……………………………………………... 67

5.2 Keterbatasan……………………………………………. 70

5.3 Saran Bagi Penelitian Selanjutnya……………………… 70

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………. 72

LAMPIRAN

Halaman

4.1. Sampel Penelitian………………………………………………………….. 36

4.2 Hasil Statistik Deskriptif…………………………………………………… 37

4.3 Matriks Korelasi…………………………………………………………… 39

4.4. Hasil Analisis Regresi Ganda untuk ROA sebagai Variabel Dependen…... 41

4.5 Hasil Analisis Regresi Ganda untuk ROE sebagai Variabel Dependen…… 44

4.6 Hasil Analisis Regresi Ganda untuk NPL sebagai Variabel Dependen……. 47

4.7. Hasil Analisis Regresi Ganda untuk SDROA sebagai Variabel Dependen.. 52

4.8. Hasil Analisis Regresi Ganda untuk SDROE sebagai Variabel Dependen... 56

1. Daftar Sampel…………………………………………………………………… 1

2. Statistik Deskriptif………………………………………................................... 1

3. Hasil Pengujian Normalitas………………………………………….................. 1

4. Hasil Pengujian Multikolinieritas……………………………………................. 1

5. Hasil Pengujian Autokorelasi…………………………………………………… 1

6. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas…………………………………................. 1

Pradityo Abi Karami

F0308006

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris terkait pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan serta pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk taking pada industri perbankan di Indonesia. Untuk tujuan tersebut penelitian ini menggunakan 92 observasi dari 28 perusahaan perbankan yang memberikan informasi mengenai kompensasi yang diberikan kepada eksekutif perusahaan pada tahun 2001 hingga 2010. Perusahaan perbankan yang terdaftar di Indonesia yang dipilih dengan menggunakan purposive sampling. Untuk pengujian data, penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi eksekutif

mempengaruhi kinerja perusahaan (ROA dan ROE). Adanya kompensasi eksekutif yang tinggi dapat meningkatkan kinerja perusahaan terutama pada perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah dan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian terhadap risk taking (NPL, SDROA dan SDROE) menunjukkan bahwa kompensasi eksekutif mempengaruhi risk taking yang dilakukan oleh eksekutif perusahaan atau dapat dikatakan kompensasi eksekutif mengurangi risk taking pada perusahaan perbankan yang dimiliki oleh pemerintah, dimiliki oleh pihak asing atau perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Kata kunci: Kompensasi, kompensasi eksekutif, kinerja perusahaan, risk taking. Ketersediaan data: ICMD; idx.co.id; www.bi.go.id

Pradityo Abi Karami

F0308006

ABSTRACT

This study aims to obtain empirical evidence relating the indluence of executive compensation and the influence of executive compensation to risk taking on Indonesia banking industry. For the purpose of this study using the 92 observation from 28 banking companies that provides information compensation given to corporate executives in 2001 until 2010. Banking companies listed at the Indonesia are selected by using purposive sampling. In the test data, this sudy used multiple linear regression model.

The results showed that executive compensation affect the performance of the firm (ROA and ROE). The presence of the high executive compensation can improve the company's performance especially on a company owned by the Government and the companies listed on the Indonesia Stock Exchange. The results of research on risk taking (NPL, SDROA and SDROE) showed that executive compensation affect risk taking is done by corporate executives or executive compensation can be said to reduce risk taking on the banking company that is owned by the Government, owned by foreigners or companies listed on the Indonesia stock exchange

Keywords: Compensation, executive compensation, firm performance, risk taking Data Availability : ICMD; idx.co.id; www.bi.go.id

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tahun 1990-an di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris pembahasan mengenai kompensasi eksekutif merupakan topik yang menjadi perhatian dalam penelitian dan perdebatan. Media massa seperti surat kabar dan majalah hampir setiap hari menjadikan perdebatan mengenai kompensasi eksekutif sebagai berita utama (Otten, 2008). Perdebatan tersebut dipicu oleh tingginya tingkat kompensasi yang dibayarkan oleh pemilik perusahaan kepada pada eksekutif. Pemilik perusahaan memberikan kompensasi kepada eksekutif perusahaan dalam tingkatan yang tinggi untuk menghindari perbedaan sudut pandang antara pemilik perusahaan dan eksekutif yang dikenal dengan agency theory . Tingginya tingkat kompensasi juga dipengaruhi oleh eksekutif yang bersedia mengambil risiko untuk menjalankan perusahaan agar memberikan keuntungan bagi pemilik. Berdasarkan fenomena tersebut, maka bukan suatu hal baru jika pembahasan mengenai kompensasi biasanya dikaitkan dengan kinerja perusahaan. Kompensasi digunakan sebagai alat untuk mempertahankan tenaga kerja yang cakap mengelola perusahaan (Anthony & Govindarajan, 2007). Bentuk kompensasi yang diberikan perusahaan dapat berupa kas maupun non kas. Gaji, tunjangan, bonus dan tantiem adalah contoh kompensasi dalam bentuk kas, saham bonus dan opsi saham adalah contoh bentuk kompensasi non kas. Besarnya kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada menajemen eksekutif pada tiap-tiap perusahaan berbeda- beda tergantung kebijakan yang disepakati dalam kontrak kompensasi antara Tahun 1990-an di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris pembahasan mengenai kompensasi eksekutif merupakan topik yang menjadi perhatian dalam penelitian dan perdebatan. Media massa seperti surat kabar dan majalah hampir setiap hari menjadikan perdebatan mengenai kompensasi eksekutif sebagai berita utama (Otten, 2008). Perdebatan tersebut dipicu oleh tingginya tingkat kompensasi yang dibayarkan oleh pemilik perusahaan kepada pada eksekutif. Pemilik perusahaan memberikan kompensasi kepada eksekutif perusahaan dalam tingkatan yang tinggi untuk menghindari perbedaan sudut pandang antara pemilik perusahaan dan eksekutif yang dikenal dengan agency theory . Tingginya tingkat kompensasi juga dipengaruhi oleh eksekutif yang bersedia mengambil risiko untuk menjalankan perusahaan agar memberikan keuntungan bagi pemilik. Berdasarkan fenomena tersebut, maka bukan suatu hal baru jika pembahasan mengenai kompensasi biasanya dikaitkan dengan kinerja perusahaan. Kompensasi digunakan sebagai alat untuk mempertahankan tenaga kerja yang cakap mengelola perusahaan (Anthony & Govindarajan, 2007). Bentuk kompensasi yang diberikan perusahaan dapat berupa kas maupun non kas. Gaji, tunjangan, bonus dan tantiem adalah contoh kompensasi dalam bentuk kas, saham bonus dan opsi saham adalah contoh bentuk kompensasi non kas. Besarnya kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada menajemen eksekutif pada tiap-tiap perusahaan berbeda- beda tergantung kebijakan yang disepakati dalam kontrak kompensasi antara

bekerja, produktif meningkatkan kinerja dan menciptakan nilai perusahaan. Perencanaan kompensasi yang baik dapat meningkatkan kinerja eksekutif. Hal ini dikarenakan, melalui rencana kompensasi yang baik dan jelas, para eksekutif perusahaan akan mendapat jaminan akan kesinambungan nilai arus kas yang akan diterimanya. Sehingga rencana kompensasi yang baik akan meningkatkan kinerja perusahaan dan menurunkan risiko risiko perusahaan.

Sebagai badan usaha, masing-masing perusahaan memiliki kinerja yang harus dicapai melalui aktivitas bisnisnya. Penilaian kinerja digunakan untuk menentukan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang ditetapkan (Mulyadi, 2001). Penilaian kinerja juga berfungsi untuk menjaga perilaku yang tidak semestinya dan merangsang untuk menegakkan perilaku yang semestinya, melalui umpan balik maupun penghargaan. Karena pada dasarnya organisasi dijalankan oleh manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi.

Dari hasil penelitian terdahulu, hubungan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja memberikan pengaruh yang beragam pada berbagai industri. Cole & Mehran (1991), meneliti hubungan kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan dengan mengambil kasus pada thirft institution. Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kompensasi eksekutif dengan kinerja, kebijakan kompensasi eksekutif dapat memotivasi para eksekutif dalam menciptakan kinerja Dari hasil penelitian terdahulu, hubungan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja memberikan pengaruh yang beragam pada berbagai industri. Cole & Mehran (1991), meneliti hubungan kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan dengan mengambil kasus pada thirft institution. Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kompensasi eksekutif dengan kinerja, kebijakan kompensasi eksekutif dapat memotivasi para eksekutif dalam menciptakan kinerja

kepada eksekutif terhadap kinerja, diperoleh hasil terdapat pengaruh kompensasi kas direksi terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan Return On Equity, sales dan return market. Kato, Kim & Lee (2006) melakukan penelitian hubungan kompensasi dengan kinerja pada perusahaan di Korea yang menunjukkan hasil terdapat hubungan yang signifikan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan. Ozkan (2007) menguji hubungan dan pengaruh antara kompensasi kas, non kas dan total kompensasi terhadap kinerja perusahaan di Inggris, menghasilkan kesimpulan adanya hubungan positif dan pengaruh signifikan kompensasi kas terhadap kinerja perusahaan, sementara total kompensasi mempunyai hubungan positif tetapi tidak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Sementara itu, Bartema & Gomez (1998) dan Geiger & Cashen (2007) menyimpulkan dari hasil penelitian, hubungan antara kompensasi eksekutif dengan kinerja perusahaan tidak signifikan.

Namun saat ini, tidak hanya kompensasi dengan kinerja yang menjadi pusat pembicaraan, namun isu mengenai kompensasi dan hubungannya dengan risk taking juga menjadi pembicaraan yang banyak menarik perhatian terutama dalam industri perbankan (Mehrotra, Tian & Yang, 2010). Ketika bank menjalankan kegiatannya di tengah batas-batas yang diberikan oleh regulator, eksekutif bank tetap memiliki kebijaksanaan tersendiri dalam membuat keputusan yang dapat memberikan dampak signifikan pada risiko perusahaan. Berawal dari Saunders, Strock & Travlos. (1990) yang berpendapat bahwa pemegang saham tidak dapat memantau sepenuhnya aktivitas eksekutif yang memungkinkan terjadinya perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dan eksekutif, maka kompensasi menjadi alat untuk Namun saat ini, tidak hanya kompensasi dengan kinerja yang menjadi pusat pembicaraan, namun isu mengenai kompensasi dan hubungannya dengan risk taking juga menjadi pembicaraan yang banyak menarik perhatian terutama dalam industri perbankan (Mehrotra, Tian & Yang, 2010). Ketika bank menjalankan kegiatannya di tengah batas-batas yang diberikan oleh regulator, eksekutif bank tetap memiliki kebijaksanaan tersendiri dalam membuat keputusan yang dapat memberikan dampak signifikan pada risiko perusahaan. Berawal dari Saunders, Strock & Travlos. (1990) yang berpendapat bahwa pemegang saham tidak dapat memantau sepenuhnya aktivitas eksekutif yang memungkinkan terjadinya perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan dan eksekutif, maka kompensasi menjadi alat untuk

kompensasi juga

menyebabkan para eksekutif mengambil strategi yang akan meningkatkan risiko bank, dalam hal ini risiko kredit yang tinggi karena semakin tingginya jumlah kredit yang diberikan oleh bank dan banyaknya kredit yang diberikan seringkali

berbanding lurus dengan besarnya jumlah kredit yang gagal bayar. Ketika seorang eksekutif bank diberikan tingkatan kompensasi tertentu, ia tentu akan berusaha memenuhi suatu target agar kompensasi tersebut dapat diraih, namun target itulah yang akan memberikan risiko bagi setiap keputusan yang akan diambil oleh eksekutif, terutama dalam jumlah kredit yang diberikan kepada nasabah dengan tujuan memenuhi keuntungan jangka pendek.

Hipotesis kompensasi CEO memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkatan risiko diuji oleh Brewer, Hunter & Jackson. (2003) dan John & Qian (2003). Keduanya menemukan hubungan positif antara risiko dengan kompensasi berbasis ekuitas. Temuan ini memberikan indikasi adanya hubungan positif antara risiko dengan kompensasi yang dibayarkan kepada CEO bank. Penelitian lain tentang hubungan kompensasi bonus dengan risk taking dilakukan oleh Gehrig, Torben & Lukas. (2009). Kompensasi bonus tidak menjadi faktor utama risk taking dalam industri perbankan di Jerman dan Swiss, namun di Amerika Serikat kompensasi bonus yang tinggi memiliki pengaruh pada risk taking. Penelitian Panetta, Angelini & Albertazzi. (2009), menemukan bukti adanya hubungan antara risk taking dengan kompensasi CEO namun tidak sampai terjadinya excessive risk taking.

Kebanyakan penelitian mengenai kompensasi eksekutif dilakukan di negara- negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. Penelitian tersebut banyak dilakukan di negara maju karena semakin populernya isu kompensasi dan Kebanyakan penelitian mengenai kompensasi eksekutif dilakukan di negara- negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jepang. Penelitian tersebut banyak dilakukan di negara maju karena semakin populernya isu kompensasi dan

mengenai kompensasi dan kompensasi eksekutif bukan merupakan topik yang populer dibicarakan sebagaimana Amerika Serikat pada pertengahan dasawarsa 90- an. Kompensasi eksekutif di Indonesia pernah menjadi isu populer pada akhir 2005, ketika Gubernur Bank Indonesia mengusulkan gaji dan tunjangan Gubernur BI untuk tahun 2006 yang mencapai Rp 2,6 miliar setahun atau RP 223,7 juta per bulan sedangkan gaji presiden RI hanya sebesar RP 62,7 juta per bulan (Vidyatmoko, 2010).

Tidak populernya isu mengenai kompensasi di Indonesia dan minimnya penelitian mengenai kompensasi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sebab. Pertama, sebagai negara Timur, mengungkap gaji di Indonesia diangap tabu atau sesuatu yang tidak pantas untuk dilakukan. Perusahaan juga sangat menjaga kerahasiaan gaji eksekutif. Kedua sulitnya memperoleh data dari perusahaan yang ada di Indonesia mengenai kompensasi meskipun perusahaan sudah go public.

Dari hasil penelitian yang dilakukan Bisnis Indonesia (2006) dalam Vidyatmoko (2010), menunjukkan bahwa hanya 33 perusahaan dari 181 sampel perusahaan publik yang secara spesifik mengumumkan kepada publik tentang kompensasi eksekutif direksi dan komisaris. Dari 33 perusahaan tersebut ternyata hanya sembilan yang mencantumkan gaji direksi dengan empat di antaranya mencantumkan dengan detail berapa seorang direktur utama, wakit direktur utama, direktur, komisaris utama, komisaris dan sekretaris komisaris dibayar. Selebihnya, kebanyakan hanya memberi patokan kompensasi komisaris, dan melimpahkan wewenang pada komisaris dalam menentukan kompensasi direksi.

Industri perbankan dipilih sebagai subyek dari penelitian ini dengan berbagai alasan. Pertama, industri perbankan memiliki peran yang sangat penting dalam

perekonomian Indonesia karena setiap aspek kegiatan operasionalnya berkaitan erat dengan perekonomian nasional. Industri perbakan berperan sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Kedua, karakteristik industri perbankan yang berbeda dengan industri lainnya. Industri perbankan adalah industri yang sarat dengan berbagai regulasi dari pemerintah yang bertujuan untuk melindungi industri perbankan itu sendiri. Ketiga, persaingan yang terlalu ketat (overcompetition) dalam industri perbankan akan memaksa bank untuk mengambil excessive risk terutama dalam persaingan untuk pasar kredit dan deposito yang dapat menjurus kepada ketidakstabilan sistem keuangan. Dalam menjalankan kegiatan perekonomiannya, perusahaan dalam industri perbankan harus mengambil dan mengelola berbagai jenis risiko keuangan secara efektif agar dampak negatifnya tidak terjadi. Selain itu, pembahasan mengenai risk taking juga menjadi fokus utama dalam literatur perbankan (Chen, Steiner & Whyte, 2006).

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka judul penelitian ini adalah

“Kompensasi, Kinerja dan Risk Taking: Bukti Empiris pada Industri Perbankan di Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian Mathis & Jackon (2002) mengemukakan bahwa tujuan sistem kompensasi eksekutif terkait kinerja perusahaan tidak selalu terpenuhi, sehingga muncul permasalahan yang sering dipertanyakan, apakah program kompensasi yang dibayarkan dalam jumlah cukup besar oleh perusahaan efektif memengaruhi para Penelitian Mathis & Jackon (2002) mengemukakan bahwa tujuan sistem kompensasi eksekutif terkait kinerja perusahaan tidak selalu terpenuhi, sehingga muncul permasalahan yang sering dipertanyakan, apakah program kompensasi yang dibayarkan dalam jumlah cukup besar oleh perusahaan efektif memengaruhi para

yang tidak sejalan dengan peningkatan kinerja dan keuntungan pemegang saham. Sebelumnya hubungan antara kompensasi eksekutif dan kinerja perusahaan diteliti oleh Bartema & Gomes (1998) dan diperoleh hasil bahwa kompensasi eksekutif pengaruhnya lemah terhadap kinerja perusahaan.

Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh penelitian Cole & Mehran (1881), Hayes & Schaefer (1997), Kato et al. (2006) dan Ozkan (2007) mengenai pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan yang diproksikan dengan berbagai pengukuran kinerja menjadi masalah dalam penelitian ini terkait bagaimana pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan.

Pembahasan mengenai hubungan kompensasi eksekutif dengan risk taking juga menjadi perbincangan di lingkup penelitian kompensasi eksekutif karena kompensasi eksekutif dianggap sebaga faktor terjadinya risk taking berlebihan yang dilakukan oleh eksekutif perusahaan. Saunders et al. (1990) membuktikan bahwa dengan adanya pemberian kompensasi pada perusahaan perbankan, eksekutif perusahaan akan memilih strategi yang akan meningkatkan risiko perusahaan untuk mengejar target agar kompensasi dalam jumlah tertentu dapat diraih. Penelitian Houston & James (1995) memperoleh kesimpulan bahwa sistem kompensasi eksekutif pada perusahaan perbankan dirancang untuk mendorong eksekutif melakukan excessive risk taking. Brewer et al. (2003) melalui penelitiannya mengenai hubungan antara kompensasi berbasis ekuitas terhadap risiko pada industri perbankan memperoleh hasil adanya hubungan positif antara risiko dengan kompensasi.

Penelitian Panetta et al. (2009), memberikan hasil yang berbeda bahwa kompensasi mempengaruhi risk taking namun tidak sampai menimbulkan excessive

risk taking . Chen et al. (1998) dan John, Saunders & Emma, (2000) menyatakan bahwa kompensasi justru dapat menurunkan risk taking yang dilakukan oleh eksekutif

Berdasarkan uraian mengenai latar belakang penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dikemukakan pertanyaan sebagai berikut.

1. Apakah terdapat pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan perbankan di Indonesia?

2. Apakah terdapat pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk taking pada perusahaan perbankan di Indonesia.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan perbankan.

2. Untuk memperoleh bukti empiris pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk taking pada perusahaan perbankan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Bagi Pihak Eksekutif Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak internal perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan kompensasi eksekutif dan risk 1. Bagi Pihak Eksekutif Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pihak internal perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan kompensasi eksekutif dan risk

bekerja produktif dan memacu pertumbuhan kinerja perusahaan namun tetap mengawasi tingkat risk taking yang dilakukan oleh eksekutif.

2. Bagi Investor Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk melakukan investasi pada perusahaan perbankan terkait informasi mengenai jumlah kompensasi yang diberikan pada eksekutif, tingkat risk taking yang dilakukan oleh eksekutif, dan kinerja perusahaan dari perusahaan perbankan yang ada di Indonesia.

3. Bagi Emiten Hasil penelitian dapat digunakan oleh manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi di dalam pasar modal bagi perusahaan perbankan yang telah go public dalam rangka mengoptimalkan nilai perusahaan melalui pertimbangan faktor kebijakan kompensasi eksekutif dan tingkat risk taking eksekutif yang dilakukan.

4. Bagi Penelitian Berikutnya Hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi dan dasar awal penelitian- penelitian berikutnya terutama terkait pengaruh kebijakan kompensasi eksekutif, risk taking eksekutif dan kinerja perusahaan di perusahaan perbankan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Dua hal yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan dan pengaruh kompensasi eksekutif terhadap risk taking . Beberapa penelitian sebelumnya telah mencoba membuktikan pengaruh kompensasi eksekutif terhadap kinerja perusahaan seperti Cole & Mehran (1991), Hayes & Schaefer (1997), Kato et al. (2006) dan Ozkan (2007). Beberapa penelitian mengenai hubungan antara kompensasi dengan risk taking dilakukan oleh Saunders et al . (1990), Brewer et al. (2003), Gehrig et al. (2009).

2.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan menyangkut hubungan kontraktual antara anggota-anggota di perusahaan. Konsep teori keagenan menurut Anthony & Govindarajan (1995)

menunjukkan hubungan keagenan antara principal dan agent. Agent bekerja untuk melakukan tindakan sesuai dengan keinginan principal. Jensen & Meckling (1976) menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan para manajer yang mengelola perusahaan bertindak sebagai agent mereka. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan fungsi antara kepemilikan di pihak investor dan pengendalian di pihak manajemen.

Menurut Eisenhardt (1989), teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest),

(2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse).

Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manusia akan bertindak oportunis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Dalam teori keagenan diasumsikan agent dan principal masing-masing memiliki kepentingan pribadi yang berbeda. Agent termotivasi untuk memaksimalkan fee kontraktual yang diterima sebagai sarat pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Sebaliknya principal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Konflik kepentingan ini terus meningkat karena principal tidak dapat memonitor seluruh aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan bahwa agent bekerja sesuai dengan keinginan para pemegang saham atau memiliki informasi yang terbatas tentang kinerja agent. Sebaliknya agent mempunyai informasi yang lebih banyak mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang memicu timbulnya ketidakseimbangan informasi antara principal dan agent yang dinamakan asimetri informasi.

Adanya konflik kepentingan dari asimetri informasi membuat agent berusaha memanfaatkan keadaan dengan menyembunyikan beberapa informasi dari principal untuk memaksimalkan keuntungan bagi agent. Hak pengendalian yang dimiliki oleh manajer memungkinkan untuk diselewengkan dan dapat menimbulkan masalah keagenan yang dapat diartikan dengan sulitnya investor memperoleh keyakinan bahwa dana yang mereka investasikan dikelola dengan semestinya oleh manajer. Tujuan utama teori keagenan (agency theory) adalah untuk menjelaskan Adanya konflik kepentingan dari asimetri informasi membuat agent berusaha memanfaatkan keadaan dengan menyembunyikan beberapa informasi dari principal untuk memaksimalkan keuntungan bagi agent. Hak pengendalian yang dimiliki oleh manajer memungkinkan untuk diselewengkan dan dapat menimbulkan masalah keagenan yang dapat diartikan dengan sulitnya investor memperoleh keyakinan bahwa dana yang mereka investasikan dikelola dengan semestinya oleh manajer. Tujuan utama teori keagenan (agency theory) adalah untuk menjelaskan

tidak simetris dan kondisi ketidakpastian. Teori keagenan juga berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi disebabkan karena pihak-pihak yang saling bekerjasama memiliki tujuan yang berbeda.

Teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan (Meythi, 2005). Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul pada saat keinginan atau tujuan principal dan agent saling berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi principal untuk melakukan verifikasi apakah agent telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah pembagian dalam menanggung risiko yang timbul dimana principal dan agent memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Inti dari hubungan keagenan adalah bahwa di dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan (principal) yaitu para pemegang saham dengan pengendalian (agent) yaitu eksekutif yang mengelola perusahaan atau yang sering disebut dengan `the separation of the decision making and risk beating functions of the firm’ . Perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara eksekutif dengan pemegang saham.

Adanya pemisahan antara pemilik perusahaan (principal) dan pengelolaan oleh manajemen (agent) cenderung menimbulkan konflik keagenan di antara principal dan agent. Konflik kepentingan antara pemilik dan manajemen terjadi karena kemungkinan agent tidak selalu berbuat sesuai dengan keinginan principal, sehingga menimbulkan biaya keagenan (agency cots). Agency cost merupakan biaya Adanya pemisahan antara pemilik perusahaan (principal) dan pengelolaan oleh manajemen (agent) cenderung menimbulkan konflik keagenan di antara principal dan agent. Konflik kepentingan antara pemilik dan manajemen terjadi karena kemungkinan agent tidak selalu berbuat sesuai dengan keinginan principal, sehingga menimbulkan biaya keagenan (agency cots). Agency cost merupakan biaya

perusahaan. Jensen & Meckling (1976), menyebutkan terdapat tiga jenis biaya keagenan yaitu:

1. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agent. Contohnya adalah biaya audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi eksekutif, pembatasan anggaran, dan aturan- aturan operasi.

2. Bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agent untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agent akan bertindak sesuai dengan kepentingan principal. Contohnya adalah biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham.

3. Residual loss timbul dari kenyataan bahwa tindakan agent kadangkala berbeda dari tindakan yang sesuai dengan kepentingan principal.

2.2 Kebijakan Kompensasi

2.2.1 Kompensasi Umum

Kompensasi merupakan suatu bentuk pemberian berupa fisik maupun non fisik yang diberikan kepada tenaga kerja dengan tujuan memberikan rangsangan dan motivasi kepada tenaga kerja untuk meningkatkan prestasi kerja dan bekerja sesuai dengan keinginan dari pemilik perusahaan (Handoko, 1987). Kompensasi dalam organisasi harus berhubungan dengan tujuan dan strategi organisasi akan tetapi tetap mengedepankan keseimbangan antara keuntungan dan biaya pengusaha. Biaya kompensasi ini berada pada tingkatan yang memastikan terjadinya efektivitas perusahaan maupun adanya Kompensasi merupakan suatu bentuk pemberian berupa fisik maupun non fisik yang diberikan kepada tenaga kerja dengan tujuan memberikan rangsangan dan motivasi kepada tenaga kerja untuk meningkatkan prestasi kerja dan bekerja sesuai dengan keinginan dari pemilik perusahaan (Handoko, 1987). Kompensasi dalam organisasi harus berhubungan dengan tujuan dan strategi organisasi akan tetapi tetap mengedepankan keseimbangan antara keuntungan dan biaya pengusaha. Biaya kompensasi ini berada pada tingkatan yang memastikan terjadinya efektivitas perusahaan maupun adanya

merupakan biaya yang signifikan dalam kebayakan organisasi. Program kompensasi dalam organisasi harus memiliki empat tujuan berikut ini (Mathis & Jackson, 2002). Terpenuhinya sisi legal, dengan segala peraturan dan hukum yang sesuai, efektivitas biaya untuk organisasi, keseimbangan individu internal, eksternal untuk seluruh karyawan, dan peningkatan keberhasilan kinerja organisasi.

Kompensasi adalah faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa seseorang bergabung dan bertahan pada suatu perusahaan, bukan pada perusahaan lainnya. Perusahaan harus cukup kompetitif dengan beberapa jenis kompensasi untuk mempekerjakan, mempertahankan dan memberi imbalan terhadap kinerja setiap individu di dalam organisasi.

Ada dua jenis kompensasi yaitu kompensasi yang berbentuk internal dan eksternal. Bentuk internal antara lain termasuk pujian yang memberikan efek psikologis setelah menyelesaikan suatu proyek atau berhasil memenuhi target dan tujuan kinerja. Bentuk eksternal bersifat terukur, memiliki jenis imbalan moneter maupun non-moneter. Komponen terukur dari program kompensasi terdapat pada kedua jenis umum kompensasi. Imbalan moneter diberikan oleh perusahaan sebagia bentuk jenis kompensasi yang bersifat langsung. Gaji pokok dan gaji variabel merupakan bentuk paling umum dari kompensasi langsung. Kompensasi tidak langsung biasanya terdiri dari berbagai bentuk tunjangan yang diberikan oleh perusahaan.

Gaji pokok merupakan kompensasi dasar yang diterima karyawan, biasanya sebagai gaji atau upah. Banyak organisasi menggunakan dua

kategori gaji pokok yaitu harian atau tetap yang diidentifikasikan berdasarkan cara pemberian gaji tersebut dan sifat pekerjaannya. Gaji tetap dibayar secara konsisten dari waktu ke waktu dengan tidak memperhatikan nilai kerja terukur seperti jam kerja, jumlah penjualan dan lain sebagainya. Gaji variabel berkaitan langsung dengan pencapaian kinerja, jenis yang paling umum dari gaji variabel adalah program pembayaran bonus atau imbalan yang sifatnya lebih jangka panjang seperti kepemilikan saham. Tunjangan adalah imbalan tidak langsung, dapat berupa asuransi kesehatan, uang cuti, uang pensiun bahkan skema pembelian saham.

2.2.2 Kompensasi Eksekutif

Kompensasi eksekutif pada dasarnya hampir sama dengan kompensasi karyawan pada umumnya yaitu terdiri dari gaji pokok, gaji variabel, serta tunjangan. Bentuk kompensasi opsi saham merupakan bentuk kompensasi yang membedakan kompensasi yang diterima oleh eksekutif dengan kompensasi yang diterima oleh karyawan lainnya. Negara maju seperti Amerika Serikat, perusahaannya tidak asing lagi menggunakan program kompensasi opsi saham kepada para eksekutifnya, sedangkan di Indonesia bentuk kompensasi eksekutif yang di dalamnya terdapat kompensasi opsi saham belum banyak diadopsi, begitu juga dengan pengungkapan detail kompensasi eksekutif yang belum memadai sehingga ketersediaan informasi mengenai detail kompensasi eksekutif perusahaan sulit untuk diperoleh.

Peningkatan kinerja perusahaan dapat dilakukan melalui perencanan program kompensasi eksekutif yang baik. Kompensasi dapat membuat

perusahaan mempekerjakan orang yang memiliki bakat yang tepat dan tanggung jawab guna mendorong pertumbuhan perusahaan. Kompensasi yang efektif dapat menekan laju perputaran manajemen (management turnover) yang disebabkan oleh kinerja manajemen yang buruk karena tidak puas dengan kompensasi yang diterima (Burchman & Jones, 2006). Sistem kompensasi eksekutif secara keseluruhan terdiri atas dua hal yaitu gaji tahunan ditambah dengan opsi saham atau bonus lain yang bersifat jangka panjang. Besar nominalnya relatif karena besarnya gaji eksekutif memang tak terstruktur seperti gaji karyawan lainnya, besarnya gaji eksekutif perusahaan tergantung pada besar-kecilnya perusahaan ataupun standar yang berlaku secara umum.

Menurut Mathis & Jackson (2002), terdapat dua tujuan diterapkannya kompensasi eksekutif, yaitu memastikan total kompensasi eksekutif cukup kompetitif jika dibandingkan dengan kompensasi perusahaan lain yang mungkin mempekerjakan mereka dan mengaitkan keseluruhan kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu dengan kompensasi yang dibayarkan pada eksekutif.

Kompensasi yang diterima eksekutif berfungsi sebagai pengatur agar eksekutif mau menjalankan perintah pemilik untuk menjalankan perusahaan sesuai dengan keinginan pemilik. Kompensasi juga dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku oportunistik eksekutif, sehingga kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang berpihak atau menguntungkan bagi para Kompensasi yang diterima eksekutif berfungsi sebagai pengatur agar eksekutif mau menjalankan perintah pemilik untuk menjalankan perusahaan sesuai dengan keinginan pemilik. Kompensasi juga dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku oportunistik eksekutif, sehingga kebijakan yang diambil adalah kebijakan yang berpihak atau menguntungkan bagi para

meningkat.

2.3 Kinerja Perusahaan

Kinerja merupakan hasil implementasi kebijakan perusahaan. Hasil dari kebijakan-kebijakan tersebut digunakan oleh para investor dan calon investor sebagai dasar dalam keputusannya melakukan investasi. Kinerja diartikan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) sebagai kata benda (noun) yang berarti sesuatu yang dicapai, prestasi yang diperlihatkan dan/atau kemampuan kerja, sedangkan kinerja berdasarkan Kamus Bisnis dan Manajemen adalah hasil nyata yang dicapai dan dapat digunakan untuk menunjukkan hasil positif yang dicapai (Tunggal, 1995).

Kinerja perusahaan yang baik dapat dilihat dari terpenuhinya keuntungan dan kewajiban terhadap semua stakeholder sesuai dengan tujuan utama perusahaan yaitu meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham. Kinerja perusahaan yang tumbuh secara berkelanjutan membuktikan bahwa perusahaan dapat bertahan dalam kondisi persaingan dan survive (Watson & Head, 2004). Dalam upaya meningkatkan nilai perusahaan, eksekutif sebagai agent, akan berusaha untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan.

Menurut Mulyadi (2001), penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya

berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja juga digunakan untuk menjaga agar seluruh komponen organisasi bertindak sesuai dengan perilaku yang semestinya, melalui umpan balik hasil kinerja berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja juga digunakan untuk menjaga agar seluruh komponen organisasi bertindak sesuai dengan perilaku yang semestinya, melalui umpan balik hasil kinerja

melaksanakan peran yang mereka jalankan dalam organisasi. Setiap unit usaha akan selalu mengukur dan menilai kinerja usahanya agar diketahui tingkat pencapaian unit usaha tersebut dalam rentang waktu tertentu, sehingga dibutuhkan kemampuan analis untuk mengetahui kinerja perusahaan. Analisis keuangan dapat dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan seperti kreditur dan para investor, maupun pihak internal perusahaan. Menilai kinerja perusahaan dapat dilihat dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan, dengan melihat laporan keuangan seuatu perusahaan akan tergambar didalammnya aktivitas perusahaah tersebut termasuk kinerjanya. Kinerja perusahaan sangat penting bagi siapapun yang memiliki kepentingan dengan perusahaan karena dapat menggambarkan kemampuan perusahaan dalam melakukan kegiatan usahanya.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 menyatakan bahwa laporan keuangan harus menyajikan secara terstruktur posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Pengguna laporan keuangan seperti para investor, kreditur dan pemakai lain, baik yang sedang berjalan maupun potensial dalam membuat keputusan- keputusan investasi, kredit dan semacamnya yang rasional dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggung jawaban manajemen atas penggunakan sumber daya yang dipercayakan kepada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 menyatakan bahwa laporan keuangan harus menyajikan secara terstruktur posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Pengguna laporan keuangan seperti para investor, kreditur dan pemakai lain, baik yang sedang berjalan maupun potensial dalam membuat keputusan- keputusan investasi, kredit dan semacamnya yang rasional dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggung jawaban manajemen atas penggunakan sumber daya yang dipercayakan kepada

1. Menyediakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi.

2. Melayani para pemakai yang mempunyai keterbatasan otoritas, kemampuan dan sumber daya untuk memperoleh informasi tentang aktivitas perusahaan.

3. Menyediakan informasi yang berguna bagi investor dan kreditur untuk memprediksi, membandingkan dan mengevaluasi jumlah, waktu, dan ketidakpastian yang terkait dengan aliran kas potensial.

4. Menyediakan informasi pada pemakai untuk memprediksi, membandingkan, dan mengevaluasi kemampuan perusahaan memperoleh laba.

5. Menyediakan informasi yang berguna untuk menilai kemampuan manajemen untuk menggunakan sumber daya organisasi secara efektif guna mencapai tujuan perusahaan.

6. Menyediakan informasi faktual dan penafsiran tentang transaksi dan kejadian lain yang berguna untuk memprediksi earning power perusahaan. Bagi manajemen, penilaian kinerja berfungsi untuk memastikan tingkat pencapaian keberhasilan usaha dan sebagai dasar perencanaan dan perbaikan prestasi kerja di masa mendatang. Bagi pemilik perusahaan, penilaian kinerja untuk dapat memberikan jaminan bahwa harta yang diinvestasikan pada perusahaan digunakan sesuai dengan tujuannya. Bagi investor, penilaian kinerja merupakan dasar untuk membuat keputusan terkait risiko investasi pada perusahaan tersebut. Bagi kreditur dan calon kreditur, penilaian kinerja menjadi dasar untuk keputusan yang menyangkut kemampuan dan jaminan kepastian pembayaran pokok pinjaman dan bunganya oleh debitur sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Pemerintah 6. Menyediakan informasi faktual dan penafsiran tentang transaksi dan kejadian lain yang berguna untuk memprediksi earning power perusahaan. Bagi manajemen, penilaian kinerja berfungsi untuk memastikan tingkat pencapaian keberhasilan usaha dan sebagai dasar perencanaan dan perbaikan prestasi kerja di masa mendatang. Bagi pemilik perusahaan, penilaian kinerja untuk dapat memberikan jaminan bahwa harta yang diinvestasikan pada perusahaan digunakan sesuai dengan tujuannya. Bagi investor, penilaian kinerja merupakan dasar untuk membuat keputusan terkait risiko investasi pada perusahaan tersebut. Bagi kreditur dan calon kreditur, penilaian kinerja menjadi dasar untuk keputusan yang menyangkut kemampuan dan jaminan kepastian pembayaran pokok pinjaman dan bunganya oleh debitur sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Pemerintah

menjaga stabilitas

berkepentingan terhadap informasi laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang telah go public dalam rangka pengawasan dan perlindungan kepentingan publik.

2.4 Risk Taking

Menurut Ali (2004) “risiko berupa potensi terjadinya suatu peristiwa yang memberikan pengaruh negatif, dapat menimpa siapa saja, apa saja, kapan saja dan dimana saja, tak terkecuali terhadap perbankan”. Menurut Siamat (2005) Risiko usaha atau business risk bank merupakan tingkat ketidakpastian mengenai pendapatan yang akan diterima. Pendapatan dalam hal ini adalah keuntungan bank. Semakin tinggi ketidakpastian pendapatan yang diperoleh suatu bank, semakin besar kemungkinan risiko yang dihadapi dan semakin tinggi pula premi risiko atau bunga yang diinginkan. Tull (2009) menjelaskan risk taking sebagai suatu kecenderungan untuk terlibat dalam sesuatu kebijakan yang memiliki potensi berbahaya, namun pada saat yang bersaman kebijakan berbahaya tersebut memberikan pengembalian yang positif. Risk taking digambarkan seperti seseorang yang mengemudi dalam kecepatan tinggi, mengemudi dengan kecepatan tinggi dapat memberikan waktu tempuh yang lebih singkat sehingga seseorang dapat mencapai tujuannya lebih cepat, namun potensi kecelakaan yang terjadi sangat tinggi ketika seseorang mengemudi dengan kecepatan tinggi.

Eksekutif sebagai penentu kebijakan di perusahaan, dihadapkan pada berbagai pilihan strategi yang akan digunakan untuk kebijakan perusahaan. Namun

seringkali, strategi tersebut selain menghasilkan return yang tinggi juga memberikan seringkali, strategi tersebut selain menghasilkan return yang tinggi juga memberikan

taking . Demi kepentingan pemilik atau pemegang saham, para eksekutif harus memperhitungkan dengan matang seluruh risiko dari setiap peluang-peluang yang ada karena seringkali hanya untuk mengejar keuntungan jangka pendek, para eksekutif mengambil suatu kebijakan yang dapat memberikan risiko yang sangat tinggi pada masa mendatang.

Dalam suatu kegiatan perbankan, secara umum risiko utama yang harus dikelola dengan benar agar tidak menimbulkan dampak negatif adalah risiko kredit (Credit Risk). Risiko kredit (Credit Risk) sering disebut juga risiko gagal tagih (default risk) yaitu risiko yang dihadapi karena ketidakmampuan nasabah membayar bunga kredit dan mencicil pokok pinjaman (Pudiati, 2009), atau dengan kata lain merupakan kemungkinan kerugian yang timbul akibat gagalnya pihak debitur untuk mengembalikan pinjaman kredit. Risiko ini semakin besar bila bank umum tidak mampu meningkatkan atau memperbaiki kualitas kredit yang disalurkan.

2.5 Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis

2.5.1 Pengaruh Kompensasi Eksekutif Terhadap Kinerja Perusahaan