HUBUNGAN PAPARAN PORNOGRAFI MELALUI MEDIA MASSA DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI 2 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

  HUBUNGAN PAPARAN PORNOGRAFI MELALUI MEDIA MASSA DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI SMA NEGERI 2 SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran AGUNG ISMANUWORO G.0009006 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta

  

ABSTRAK

Agung Ismanuworo,G0009006 2012. Hubungan Paparan Pornografi Melalui

  Media Massa dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 2 Surakarta. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

  

Latar Belakang: Seiring pesatnya perkembangan media, semakin pesat pula

  pornografi berkembang. Mudahnya akses akan media membuat remaja tambah rentan akan paparan pornografi. Hal ini akan berujung pada banyaknya remaja dengan perilaku seksual yang buruk. Kecenderungan remaja terhadap perilaku seksual yang menyimpang sering berujung pada Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) dan aborsi. Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) yang berujung aborsi di Indonesia sendiri mencapai 2,4 juta jiwa per tahun. Sementara di Surakarta sendiri, sekitar 30,09% remaja pria SMA pernah melakukan hubungan seksual dan 5,33% di antaranya adalah remaja wanita. Kebanyakan alasan remaja melakukan hubungan seksual ini adalah karena pengaruh lingkungan dan video yang berbau pornografi. Oleh karena itu peneliti akan mencoba mencari hubungan paparan pornografi dengan perilaku seksual remaja sebagai langkah awal untuk menurunkan angka perilaku seksual yang buruk di kalangan remaja.

  

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

  pendekatan cross sectional. Sampel diambil dari seluruh siswa SMA Negeri 2 Surakarta kelas X, XI dan XII. Total sampel yang digunakan sejumlah 103 sampel berdasarkan teori simple random sampling. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Chi square.

  

Hasil: Berdasarkan hasil penelitian dari 103 sampel remaja SMA Negeri 2

  Surakarta terdapat 57 siswa (55,34%) yang pernah terpapar pornografi selama satu bulan terakhir. Sejumlah 21 siswa (20,39%) memiliki perilaku seksual buruk, sedangkan 82 siswa lainnya (79,61%) memiliki perilaku seksual yang baik. Siswa yang pernah terpapar dan berperilaku seksual buruk berjumlah 16 siswa (15,53%), sementara siswa yang mengaku belum pernah terpapar dalam satu bulan terakhir namun berperilaku seksual buruk berjumlah 5 siswa (4,85%).

  

Simpulan: Analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

bermakna antara paparan pornografi dengan perilaku seksual remaja (p = 0,031).

  Kata kunci : pornografi, perilaku seksual, remaja

  

ABSTRACT

Agung Ismanuworo, G0009006, 2012. Association between Pornography

  Exposure in Mass Media with Adolescent Sexual Behavior in SMA Negeri 2 Surakarta. Mini Thesis Medical Faculty of Sebelas Maret University, Surakarta.

  

Background: As the media develops, pornography develops quickly too. Its easy

  access makes adolescents more succeptible to pornography exposure. This will increase the number of adolescents with bad sexual behavior. The tendency of adolescents with bad sexual behavior often leads to unwanted pregnancy and abortion. The number of unwanted pregnancy with abortion in Indonesia has reached 2,4 millions per year. While in Surakarta itself, about 30,09% high school male adolescents have ever done a sexual intercourse and 5,33% among them are female adolescents. The reason behind it is mostly because of their environment and porn videos. This research aims to find the association between pornography exposure and adolescent sexual behavior as the first step to decrease its number.

  

Method: This was an observational analitic study using cross sectional design.

  Samples were taken from all SMA Negeri 2 Surakarta students in class X, XI and

  XII. Total Samples obtained were 103 according to simple random sampling theory. Datas were analyzed and tested with Chi-Square tests.

  

Result: Based on the result of 103 adolescents from SMA Negeri 2 Surakarta

  there were 57 students (55,34%) exposed to pornography for the last month. There were 21 students (20,39%) who had bad sexual behavior, meanwhile the rest 82 students (79,61%) had good sexual behavior. There were 16 students (15,53%) who had been exposed and had bad sexual behavior. But, there were 5 students (4,85%) who weren’t exposed yet had bad sexual behavior.

  

Conclusion: Statictical analysis showed a meaningful association between

pornography exposure and adolescent sexual behavior (p = 0,031).

  Keywords: pornography, sexual behavior, adolescent.

  

PRAKATA

  Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

  “Hubungan Paparan Pornografi Melalui Media Masa dengan Perilaku Seksual Remaja di SMA Negeri 2 Surakarta ”.

  Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT dan melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

  2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

  3. Suparman, dr., M.Kes, selaku Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan saran mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini.

  4. Lilik Wijayanti, dr., M.Kes, selaku Pembimbing Pendamping yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, koreksi, dan motivasi mulai dari penyusunan proposal sampai selesainya skripsi ini.

  5. Arsita Eka Prasetyawati, dr., M.Kes, selaku Penguji Utama yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

  6. Prof. Dr. Santoso, dr., MS., Sp.OK, selaku Anggota Penguji yang telah memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.

  7. Kepala Sekolah dan siswa-siswi SMA Negeri 2 Surakarta serta staf Lab.

  IKM FK UNS yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.

  8. Bapak, Ibu yang telah memberikan doa, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

  9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.

  Surakarta, 11 Desember 2012 Agung Ismanuworo

  

DAFTAR ISI

  PRAKATA ...................................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi

  BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1 B. Perumusan Masalah ....................................................................... 4 C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4 D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 5 BAB II. LANDASAN TEORI .......................................................................... 6 A. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 6 1. Perilaku Seksual ....................................................................... 6 2. Remaja ..................................................................................... 8 a. Pengertian............................................................................. 8 b. Remaja Berdasarkan Usia ..................................................... 9 c. Karakteristik Perkembangan pada Remaja ............................ 10 3. Media Masa .............................................................................. 12 4. Pornografi ................................................................................ 16 B. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 21 C. Hipotesis .......................................................................................... 21 BAB III.METODE PENELITIAN ................................................................... 22 A. Jenis Penelitian ................................................................................ 22 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 22 C. Subjek Penelitian ............................................................................. 22 D. Teknik Sampling .............................................................................. 22 E. Besar Sampel ................................................................................... 22 F. Variabel Penelitian ........................................................................... 23

  H.

  Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data ....................................... 25 I. Teknik Analisis Data ........................................................................ 26 J.

  Rancangan Penelitian ....................................................................... 27

  BAB IV.HASIL PENELITIAN ....................................................................... 28 A. Deskripsi Responden ........................................................................ 28 B. Riwayat Paparan dan Perilaku Seksual ............................................. 29 C. Analisis Statistik .............................................................................. 31 BAB V. PEMBAHASAN ................................................................................. 32 BAB VI.PENUTUP ......................................................................................... 35 A. Simpulan .......................................................................................... 35 B. Saran ................................................................................................ 35 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 36 LAMPIRAN

  

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Sebaran responden menurut kelas ............................................. 28Tabel 4.2 Sebaran responden menurut jenis kelamin ................................. 29Tabel 4.3 Riwayat paparan pornografi ...................................................... 29Tabel 4.4 Tingkat perilaku seksual ........................................................... 30Tabel 4.5 Distribusi perilaku antara yang pernah terpapar dan tidak.......... 30Tabel 4.6 Analisis statitistik ..................................................................... 31

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka konseptual penelitan.................................................. 21Gambar 3.1 Skema rancangan penelitian ...................................................... 27

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Data Penelitian Lampiran 3. Analisis Statistik Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sosialisasi seksual adalah suatu proses di mana remaja memperoleh

  nilai-nilai dan pengetahuan seksual. Meskipun orang tua dan teman adalah sumber informasi seksual yang paling umum, media masa juga diakui sebagai kontributor paling penting terhadap pengetahuan seksual. Beberapa sumber lebih berpengaruh daripada yang lain dan bisa menekankan aspek yang berbeda tentang seksualitas. Berbagai sumber informasi dapat menyebarkan pesan yang berbeda tentang seks dan dengan demikian sumber informasi seksual yang dicari remaja dapat mempengaruhi keyakinan seksual serta perilaku seksualnya (Bleakley et al., 2009).

  Remaja merupakan kelompok yang paling rentan terhadap paparan pornografi. Rasa ingin tahu yang tinggi dan kurang tepatnya komunikasi tentang masalah seksual sering berakibat pada salah pengertian yang menimbulkan penyimpangan perilaku seksual. Pornografi dapat merugikan remaja karena sebagian besar perilaku seksualnya dipengaruhi oleh pornografi yang ditontonnya (Mariani and Bachtiar, 2010).

  Sebuah studi pada 600 remaja di Amerika Serikat menemukan bahwa 91% pria dan 82% wanita telah terpapar pornografi (Stock, 2004). Studi lain juga dilakukan pada 745 remaja Belanda yang berusia 13-18 tahun dengan tujuan untuk mencari angka kejadian dan frekuensi paparan pornografi serta korelasi dari paparan tersebut. Sejumlah 71% remaja pria dan 40% remaja wanita telah terpapar materi pornografi di internet sekitar 6 bulan sebelum dilakukan penelitian (Peter and Valkenburg, 2006). Sedangkan di Indonesia, sebuah penelitian pada 4500 remaja di 12 kota besar yang dilakukan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak menemukan bahwa 97% dari 4500 remaja sudah pernah menonton film porno (KPAI, 2011).

  Banyak faktor yang menyebabkan remaja aktif secara seksual di usia dini, namun salah satu faktor terbesar adalah media. Rata-rata remaja menghabiskan sepertiga waktunya terpapar media dan sebagian besar tanpa pantauan dari orang tua (Escobar-Chaves et al., 2005). Rata-rata remaja Amerika Serikat menghabiskan tiga jam menonton televisi, dua jam mendengarkan musik, satu jam untuk melihat rekaman video dan film, dan tiga hingga empat jam untuk membaca. Sekitar 50% remaja memiliki televisi di kamarnya dan 16% disertai komputer. Di antara remaja usia 15 hingga 17 tahun, 33% online menggunakan internet selama enam jam (Pellettieri, 2004). Remaja juga menjadi lebih mudah terpapar materi eksplisit secara online jika remaja laki-laki, suka mencari sensasi lebih, kurang puas dengan kehidupannya dan memiliki koneksi internet yang cepat (Peter and Valkenburg, 2006).

  Penyebaran materi pornografi berkembang dengan sangat cepat, terutama semenjak ada internet (Stock, 2004). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa 90% lebih remaja yang berusia dari 12 hingga 18 tahun telah memiliki akses internet. Sebagian besar (87%) remaja yang dilaporkan mencari gambar-gambar porno secara online berusia 14 tahun atau lebih. Sementara anak-anak yang berusia di bawah 14 tahun lebih cenderung menggunakan media-media yang lebih tradisional seperti majalah (Ybarra and Mitchell, 2005).

  Stock (2004) juga menemukan bahwa 100% pria dan 90% wanita sudah pernah melihat buku-buku dan majalah porno. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Toronto, menemukan bahwa 9 dari 10 remaja pria dan 6 dari 10 remaja wanita mengaku pernah setidaknya sekali menonton film yang berbau pornografi (Endrass et al., 2009).

  Dampak yang ditimbulkan pornografi sangatlah beragam, mulai dari perilaku seksual hingga kejahatan seksual seperti seks bebas, aborsi, kehamilan remaja, perkosaan, berjangkitnya penyakit menular seks dan perselingkuhan (Soebagijo, 2008). Collins menyebutkan bahwa semakin banyak paparan pornografi yang diterima remaja, maka perilaku seksualnya semakin kompleks (Collins et al., 2004). Maraknya kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi sering disebabkan karena pelakunya telah mengkonsumsi pornografi dan menyalahartikan tentang apa yang telah dilihat atau dibaca (Endrass et al., 2009). Endrass juga menemukan bahwa dari 231 pria di Swiss yang pernah didakwa atas konsumsi pornografi, 4,8% pernah melakukan kekerasan seksual dan 3,8% pernah melakukan kekerasan seksual yang disertai kekerasan pada anak-anak.

  Kecenderungan sikap remaja terhadap perilaku seks yang menyimpang dapat menimbulkan terjadinya Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD) dan tertular penyakit menular seks. Angka infeksi menular seksual tertinggi adalah pada usia 15

  • – 23 tahun dan KTD yang berujung aborsi sebanyak 2,4 juta jiwa per tahun 700 ribu di antaranya adalah remaja (Duarsa, 2007).

  Hasil penelitian yang dilakukan di Surakarta tentang perilaku seksual remaja SMU pada tahun 2005 menyebutkan bahwa 30,09 % subjek laki-laki dan 5,33 % perempuan telah melakukan hubungan seksual. Hubungan seksual kebanyakan dilakukan bersama dengan pacarnya. Kebanyakan alasan remaja melakukan hubungan seksual adalah karena pengaruh lingkungan, VCD, buku dan film porno, serta alasan karena kemajuan jaman dan supaya gaul (Taufik, 2008).

  Tingginya angka kejadian yang terjadi pada remaja SMA di atas juga menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian dengan tujuan mencari hubungan antara paparan pornografi melalui media masa dengan perilaku seksual remaja di SMA Negeri 2 Surakarta.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang penelitian, maka didapatkan permasalahan sebagai berikut, apakah ada hubungan paparan pornografi melalui media masa dengan perilaku seksual remaja? C.

   Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

  Mengetahui hubungan paparan pornografi melalui media masa baik media cetak maupun media elektronik dengan perilaku seksual remaja.

2. Tujuan Khusus a.

  Mengetahui hubungan antara frekuensi paparan pornografi berdasarkan jenis media cetak dengan tingkat perilaku seksual remaja.

  b.

  Mengetahui hubungan antara frekuensi paparan pornografi berdasarkan jenis media elektronik dengan tingkat perilaku seksual remaja.

D. Manfaat Penelitian

  1. Bagi remaja Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pembuktian empiris tentang paparan pornografi di media masa sehingga lebih bisa menentukan sikap ke arah perilaku seksual yang sehat.

  2. Bagi instansi terkait Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi dan dapat dijadikan masukan dalam pemberian pendidikan seks lebih awal sehingga dapat menjadi faktor pencegah perilaku seksual yang menyimpang.

  3. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan, dan pengalaman dalam meneliti tentang perilaku seksual remaja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Perilaku Seksual Perilaku seksual sering diasosiasikan semata-mata dengan

  terjadinya hubungan seksual antara seorang laki-laki dan perempuan, yaitu terjadinya penetrasi vagina dan ejakulasi. Pengertian seperti ini terlalu simplisitik, karena sesungguhnya perilaku seksual mencakup segala bentuk ekspresi yang dilakukan seseorang, mulai dari hubungan heteroseksual, homoseksual, sampai beragam teknik dan gaya seperti seks oral, anal atau masturbasi untuk mencapai kepuasan seksual, baik secara biologis maupun psikologis (Fratidhina, 2001).

  Menurut Sarwono (2006), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Objek seksualnya dapat berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri-sendiri. Perilaku seks yang muncul tanpa melibatkan pasangan adalah masturbasi.

  Pendapat lain menurut Sarwono (2006) tentang perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam hayalan atau diri sendiri, sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa- apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya. Akan tetapi, pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis yang terpaksa menggugurkan kandungan nya.

  Perilaku seksual terbagi atas dua aktivitas yaitu aktivitas seksual ringan dan berat yang dimulai dari menaksir seseorang, sesekali pergi berkencan, pergi ketempat yang bersifat pribadi, berciuman ringan,

  

french kiss , sampai melakukan aktivitas seksual berat seperti, meraba

  payudara, meraba vagina atau penis, oral seks, dan melakukan hubungan seksual (L’Engle et al., 2006).

  Rasa ingin tahu akan seks adalah hal yang normal dalam perkembangan remaja (Braun-Corville and Rojas, 2008). Namun salah persepsi seperti melakukan hubungan seks pranikah dapat mengakibatkan penularan PMS dan HIV-AIDS, kehamilan di luar nikah dan aborsi tidak aman (Nursal, 2007).

2. Remaja a. Pengertian

  Remaja adalah merupakan masa peralihan seorang anak terlihat adanya perubahan-perubahan pada bentuk tubuh yang disertai dengan perubahan struktur dan fungsi fisiologis. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna. Secara faali, alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula yang ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki. Sarwono juga memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi. Maka secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut, remaja adalah suatu masa ketika, individu berkembang dari saat pertama kali dirinya menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat dirinya mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2006).

b. Remaja berdasarkan usia

  Menurut Sarwono (2006), remaja dibagi berdasarkan penggolongan umur yang terdiri atas: 1)

  Masa remaja awal (10-13 tahun) Pada tahapan ini, remaja mulai fokus pada pengambilan keputusan, baik di dalam rumah ataupun di sekolah. Remaja mulai menunjukkan cara berpikir logis, sehingga sering menanyakan kewenangan dan standar di masyarakat maupun di sekolah.

  Remaja juga mulai menggunakan istilah-istilah sendiri dan mempunyai pandangan, seperti: olahraga yang lebih baik untuk bermain, memilih kelompok bergaul, pribadi seperti apa yang diinginkan, dan mengenal cara untuk berpenampilan menarik.

  2) Masa remaja tengah (14-16 tahun)

  Pada tahapan ini terjadi peningkatan interaksi dengan kelompok, sehingga tidak selalu bergantung pada keluarga dan terjadi eksplorasi seksual. Dengan menggunakan pengalaman dan pemikiran yang lebih kompleks, pada tahap ini remaja sering mengajukan pertanyaan, menganalisis secara lebih menyeluruh, dan berpikir tentang bagaimana cara mengembangkan identitas “Siapa saya?” Pada masa ini remaja juga mulai mempertimbangkan kemungkinan masa depan, tujuan, dan membuat rencana sendiri.

  3) Masa remaja akhir (17-19 tahun)

  Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi pada rencana yang akan datang dan meningkatkan pergaulan. Selama masa remaja akhir, proses berpikir secara kompleks digunakan untuk memfokuskan diri masalah-masalah idealisme, toleransi, keputusan untuk karier dan pekerjaan, serta peran orang dewasa dalam masyarakat

c. Karakteristik perkembangan pada remaja

  Hurlock (1999) mengemukakan berbagai ciri dari remaja sebagai berikut: 1)

  Masa remaja adalah masa peralihan Yaitu peralihan dari satu tahap perkembangan ke perkembangan berikutnya secara berkesinambungan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa. Masa ini merupakan masa yang sangat strategis, karena memberi waktu kepada remaja untuk membentuk gaya hidup dan menentukan pola perilaku, nilai- nilai, dan sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkannya.

2) Masa remaja adalah masa terjadi perubahan.

  Sejak awal remaja, perubahan fisik terjadi dengan pesat; perubahan perilaku dan sikap juga berkembang. Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi, peran, minat, pola perilaku (perubahan sikap menjadi ambivalen). 3) Masa remaja adalah masa yang penuh masalah.

  Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi. Hal ini terjadi karena remaja belum terbiasa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta batuan orang lain. Akibatnya, terkadang terjadi penyelesaian yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. 4) Masa remaja adalah masa mencari identitas.

  Identitas diri yang dicari remaja adalah berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran dirinya di masyarakat. Remaja tidak puas dirinya sama dengan kebanyakan orang, remaja ingin memperlihatkan dirinya sebagai individu, sementara pada saat yang sama keinginan mempertahankan dirinya terhadap kelompok sebaya.

  5) Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan.

  Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung berperilaku merusak, sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja. Stigma ini akan membuat masa peralihan remaja ke dewasa menjadi sulit, karena orang tua yang memiliki pandangan seperti ini akan selalui mencurigai remaja, sehingga menimbulkan pertentangan dan membuat jarak antara orang tua dengan remaja. 6) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis.

  Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca matanya sendiri, baik dalam melihat dirinya maupun melihat orang lain, mereka belum melihat apa adanya, tetapi menginginkan sebagaimana yang diharapkan.

  7) Masa remaja adalah ambang masa dewasa.

  Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan sebagai seseorang yang hampir dewasa. Remaja akan memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.

3. Media Masa

  Media masa adalah media yang disediakan untuk masa. Media masa yang menyiarkan berita dan informasi sering disebut dengan istilah pers. Masa adalah orang-orang yang memiliki perhatian terhadap satu hal yang serupa. Media masa terdiri atas dua jenis, yakni media cetak dan media elektronik. Pada umumnya, kegunaan dari dari media masa tersebut adalah untuk menginformasikan (to inform) hal- hal penting yang perlu diketahui masyarakat, medidik (to educate) masyarakat melalui informasi yang disampaikan melalui tulisan maupun visualisasi, menghibur (to entertain) masyarakat melalui berbagai macam suguhan informasi yang menarik dan menyenangkan, mempengaruhi (to influence) masyarakat baik dari segi kognitif, afektif maupun psikomotor, menghubungkan (to link) unsur-unsur dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan sendiri menjadi dapat dilakukan bersama-sama (Sudarman, 2008).

  Sedangkan menurut Arsyad (2007), komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media.

  Persyaratan untuk terjadinya komunikasi terdiri dari beberapa komponen yaitu: komunikator yang merupakan penyampai pesan, pesan yang merupakan pernyataan yang didukung oleh lambang, komunikan yang merupakan penerima pesan, media yang merupakan sarana atau saluran pendukung pesan, efek yang merupakan dampak sebagai pengaruh pesan.

  Dalam hal pemaparan materi pornografi di media masa, kita dapat menemukan materi pornografi di setiap jenis media masa mulai dari majalah, koran, komik, foto/gambar, novel, televisi, video/VCD/DVD, video games dan internet.

  Menurut Stock (2004) hampir 100% remaja laki-laki dan lebih dari 90% remaja perempuan sudah pernah melihat terpapar pornografi melalui majalah. Namun, saat ini gambar dan cerita-cerita yang berbau pornografi tersebut telah menemukan jalan baru melalui internet.

  Meskipun survey tentang langganan majalah porno sudah mulai menurun, namun dampaknya pada remaja semakin besar karena materialnya sudah masuk ke jaringan internet.

  Penelitian telah menunjukkan bahwa media memberikan pengaruh yang luas pada sikap dan perilaku yang meliputi kekerasan, gangguan pola makan, rokok dan penggunaan alkohol (Braun-Corville and Rojas, 2008).

  Meskipun banyak teori tentang bagaimana media memperngaruhi perilaku seksual remaja, namun kebanyakan mengasumsikan bahwa pesan dan aktivitas di media yang berbau seksualitas bertindak sebagai stimulus yang mengubah psikologi, fisiologi dan fungsi perilaku konsumernya. Salah satu teori tersebut adalah Teori Pembelajaran

  

Sosial. Teori ini menyebutkan bahwa ada 3 cara manusia belajar, di

  antaranya adalah dengan pengalaman langsung, pengalaman tidak langsung atau pengamatan dan pemrosesan informasi kompleks melalui operasi kognitif. Televisi pada khususnya dianggap memiliki pengaruh besar terhadap perilaku anak-anak dan remaja karena anak- anak sering meniru apa yang dilihat. Sementara menurut Teori

  

Disinhibisi , kecenderungan perilaku yang ada pada remaja akan

  terhalangi oleh pengalaman. Paparan terus-menerus terhadap televisi malah akan menghilangkan halangan tersebut dan membuat semakin menerima perilaku dari apa yang dilihat (Chaves et al., 2005).

  Meski media bisa memberikan pesan positif, beberapa materi bisa menyimpang dan berpotensi membahayakan. Bahkan ada bukti yang menunjukkan bahwa referensi seksual di televisi dan film bisa menjadi kunci utama menstruasi dini, sikap negatif pada kondom dan kontrasepsi, memiliki banyak pasangan seksual serta kehamilan remaja (Braun-Corville and Rojas, 2008).

  Televisi bisa dibilang merupakan media paling kuat yang bisa mempengaruhi individu maupun masyarakat. Rata-rata setiap remaja baik laki-laki maupun perempuan menghabiskan harinya menonton televisi. Materi pornografi dalam televisi akhir-akhir ini pun meningkat dengan pesat dan semakin bebas. Sebuah studi juga menemukan bahwa anak umur 12 tahun yang sering menonton televisi dengan materi pornografi di dalamnya akan bertingkah laku seperti anak umur 15 tahun yang jarang menonton televisi dengan materi pornografi di dalamnya (Stock, 2004).

  Munculnya internet hanya semakin menambah masalah generasi sekarang ini. Internet berisi berbagai macam materi pornografi mulai dari gambar atau foto hingga video-video dengan berbagai macam durasi. Bahkan, remaja yang berusaha menghindari pornografi di internet pun masih bisa terpapar dengan adanya “spam” dan “pop-

  ups ”, dan tautan-tautan yang tidak terlihat mencurigakan (Stock 2004).

  Hampir 75% rumah tangga memiliki akses internet dan 93% remaja berusia 12-17 tahun telah online. Rata-rata anak-anak dan remaja usia 9-17 tahun menggunakan internet empat kali seminggu dan menghabiskan hampir 2 jam sehari untuk online. Kebanyakan dari kegiatan ini tidak termonitor karena lebih dari 30% remaja memiliki akses internet di tempat tidurnya (Braun-Corville and Rojas, 2008).

  Menurut Endrass (2009), ada 3 hal yang meningkatkan pornografi internet : aksesibilitas (internet terdiri atas jutaan website yang dapat diakses 24 jam per hari, 7 hari seminggu), afordabilitas (untuk mendapatkan materi pornografi tidak diperlukan biaya yang besar), dan anonimitas (konsumsi pornografi tidak memerlukan kontak personal dengan orang lain).

  Sebagai media pendidikan, internet memberikan remaja ke berbagai macam konten seksual dengan cara pribadi dan rahasia.

  Materi ini bisa berupa anatomi seksual, pencegahan kehamilan atau transmisi infeksi. Tapi bisa juga berupa materi eksplisit secara seksual dengan pornografi, kekerasan terhadap pasangan atau wanita sebagai obyek seksual (Braun-Corville and Rojas, 2008).

4. Pornografi

  Pornografi berasal dari dua kata, yaitu porne dan graphos. Porne mengandung arti prostitusi atau pelacuran. Graphos mengandung arti tulisan atau gambar. Berkaitan dengan makna kata-kata ini, identifikasi pornografi yang paling umum adalah tulisan atau gambar yang memancing kesenangan seksual, seperti kesenangan seksual pada pelacuran. Sifat yang dekat pelacuran merupakan inti persoalan masalah pornografi. Pelacuran dalam konteks ini adalah praktik yang menjadikan kesenangan seks sebagai komoditas untuk mencari keuntungan (Brown et al., 2006). Pornografi menurut Depdikbud (2008) diartikan sebagai penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan dan tulisan, dan juga dalam format video untuk membangkitkan nafsu birahi.

  Secara sederhana pornografi dapat diartikan sebagai material yang eksplisit secara seksual dan ditujukan terutama untuk tujuan perangsangan seksual. Banyak perdebatan tentang hubungan antara konsumsi pornografi dengan perilaku seksual. Beberapa peneliti setuju bahwa ada hubungan sebab akibat langsung, sementara beberapa peneliti lain membantah bahwa hubungan tersebut tidak dapat dibuktikan. Tingkat kesulitan untuk membuktikan sebab dan akibat masih di luar jangkauan penelitian saat ini mengingat kebutuhan untuk memaparkan sebuah kelompok besar terhadap pornografi dan memonitornya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

  Sementara kelompok kontrol lainnya tidak terpapar pornografi dan juga dimonitor dalam kurun waktu yang sama. Sulit dibayangkan bagaimana kelompok tersebut tidak terpapar pornografi dalam masyarakat yang sarat akan seks. Hampir mustahil untuk selalu memonitor setiap tindakan yang dilakukan kelompok pertama, bahkan sulit memastikan kelompok tersebut untuk bertindak “alami” jika mengetahui bahwa dirinya sedang diteliti. Remaja dan anak-anak terpengaruh setidaknya sebanyak orang dewasa. Perkembangan seksual anak-anak terjadi secara bertahap saat masa kecil. Paparan terhadap pornografi memberikan informasi tentang aktivitas seksual dan akan membentuk perspektif seksual yang abnormal (Stock, 2004).

  Dampak pornografi tidak hanya pada sikap tapi juga perilaku seksual. Sebuah studi menemukan bahwa wanita yang terpapar film porno cenderung memiliki sikap negatif terhadap kondom, memiliki lebih banyak pasangan seksual, memiliki keinginan kuat untuk hamil dan tes positif terhadap klamidia (Braun-Corville and Rojas, 2008).

  Efek paparan pornografi tidak hanya berupa pengetahuan tentang pornografi, tetapi sampai pada aspek afektif dan kecendurungan untuk berperilaku. Tahap-tahap tersebut antara lain: a.

  Tahap addiction (kecanduan) Sesekali seseorang melihat kemudian menyukai materi cabul (yang bersifat pornografi), maka orang tersebut akan mengalami kecanduan. Kalau yang bersangkutan berhenti mengonsumsinya, maka dirinya akan merasa “gelisah”. Hal ini bisa terjadi pada siapapun bahkan pemuka agama sekalipun. Karena pornografi itu sendiri bisa menyerang siapa saja. Pada tahap ini biasanya pengendalian diri seseorang bisa berkurang.

  b.

  Tahap escalation (ekskalasi) Setelah kecanduan dan sekian lama mengonsumsi media porno, selanjutnya orang akan mengalami efek ekskalasi. Di mana orang akan menjadi kurang puas dengan materi yang biasa dan membutuhkan materi seksual yang lebih sensasional, lebih menyimpang dan lebih liar, hal inilah yang menyebabkan permintaan media pornografi semakin bertambah, dan meningkatkan kadar kepornoan sebuah materi pornografi. Kedua efek ini akan mempengaruhi tingkat perilaku seseorang.

  c.

  Tahap desentisization (desensitisasi) Pada tahap ini, akan terjadi hilangnya kepekaan moral, di mana orang tidak memiliki kepekaan moral terhadap tayangan-tayangan yang tidak wajar, materi yang tabu, yang menjijikkan, immoral, perlahan-lahan akan terlihat biasa, yang berakibat pada ketidaksensitifan terhadap wanita korban kekerasan seksual, dalam kata lain akan menganggap perilaku kekerasan dalam berhubungan seksual atau pemerkosaan merupakan hal wajar dan bukan kriminalitas d.

  Tahap Act-Out Pada tahap ini seorang pecandu pornografi akan meniru atau menerapkan perilaku seksual yang selama ini ditontonnya di media.

  Ini menyebabkan kecenderungan pecandu pornografi akan kesulitan dalam menjalin hubungan seks dengan penuh kasih sayang dengan pasangannya (Supriati and Fikawati, 2009).

  Adegan dalam film porno akan merangsang untuk meniru atau mempraktikan hal yang dilihatnya. Studi terhadap pelajar SMPN di Kota Pontianak menunjukkan bahwa 83,3% pelajar SMPN telah terpapar pornografi dan 79,5% di antaranya mengalami efek paparan. Efek paparan pornografi tidak hanya berupa pengetahuan tentang pornografi, tetapi sampai pada aspek afektif dan kecendurungan untuk berperilaku. Dari responden yang mengalami efek paparan, 19,8% berada pada tahap adiksi. Dari responden yang adiksi 69,2% berada pada tahap ekskalasi dan dari responden yang ekskalasi, 61,1% berada pada tahap desensitisasi. Tahap act out telah dialami oleh 31,8% dari total sampel yang berada pada tahap desensitisasi (Supriati and Fikawati, 2009).

  B. Kerangka Pemikiran

  Keterangan: Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran

  C. Hipotesis

  Ada hubungan antara paparan pornografi melalui media masa dengan perilaku seksual remaja.

  Remaja Tingkat perilaku seksual

  Faktor Psikologis : Kepribadian

  Stressor Daya Tahan Mental

  Orang tua Faktor Lingkungan:

  Teman sebaya Media

  Faktor Biologis : Jenis kelamin

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

  metode survey dengan rancangan cross sectional (potong lintang) di mana variabel independen dan variabel dependen diambil secara bersamaan ketika penelitian dilaksanakan.

  B. Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 2 Surakarta pada bulan Desember 2012.

  C. Subjek Penelitian

  Subjek penelitian yang digunakan adalah seluruh siswa SMA Negeri 2 Surakarta kelas X, XI dan XII.

  D. Teknik Sampling

  Sampel pada penelitian ini diambil dengan metode pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling), di mana setiap anggota atau unit populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2005).

  E. Besar Sampel

  2 . . .

  =

  2

  2 . .

  − 1 + .

  1000.1,96.0,175.0,825 =

  0,0025.999 + 1,96.0,175.0,825 282,975

  = 2,4975 + 0,282975

  = 103 (Dengan pembulatan) Keterangan: d = penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan, biasanya 0,05 atau 0,001

2 Z a = Standar Deviasi normal, bila d 5% = 1,96; d 1% = 2,58

  p = proporsi kejadian di populasi, 17,5% q = 1,0

  • – p N = besarnya populasi, 1000 n = besarnya sampel (Santjaka, 2011).

F. Variabel Penelitian 1.

  Variabel bebas (independent variable) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah paparan pornografi dalam media masa

2. Variabel terikat (dependent variable)

  Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku seksual remaja G.

   Definisi Operasional Variabel 1.

  Paparan pornografi dalam media masa Riwayat paparan pornografi adalah riwayat pernahnya siswa terpapar (membaca, melihat atau menonton) materi pornografi dengan sengaja melalui berbagai jenis media masa baik media cetak maupun media elektronik. Skala pengukurannya nominal yang terdiri atas terpapar dan tidak terpapar. Alat ukur : kuesioner Skala pengukuran : nominal 2. Perilaku seksual remaja

  Perilaku seksual remaja adalah semua tindakan yang dilakukan siswa yang mencerminkan aktivitas seksual seperti berpegangan tangan, berpelukan, cium pipi, berciuman bibir, saling meraba dada atau alat kelamin pasangan, saling menggesekkan alat kelamin, oral seks dan melakukan hubungan kelamin. Skala pengukurannya nominal yang terdiri atas perilaku baik dan perilaku buruk.

  Alat ukur : kuesioner yang disadur dari Nafiah (2010) yang telah diuji validitas dan reliabilitas dengan hasil seperti di bawah ini, Kuesioner perilaku seksual terdiri dari 32 pernyataan yang terdiri dari 28 pernyataan favourable dan 4 pernyataan non favourable.

  Aspek Perilaku Seksual Nomor Pernyataan

  Favourable Nomor Pernyataan

  Non Favourable Berfantasi 1, 11, 21, 31 - Berpegangan Tangan 2, 22, 12, 32 - Cium Kering 3, 13, 23 - Cium Basah 4, 24

  14 Meraba 5, 15, 25 - Berpelukan 16, 26

  6 Masturbasi 7, 17, 27 - Oral 8, 18, 28 - Petting 19, 29

  9 Skala pengukuran : nominal Bentuk skala pengukurannya adalah nominal yang terdiri atas perilaku baik dan perilaku buruk yang dikelompokkan berdasarkan jumlah total skor. Responden dinyatakan perilaku seksual baik bila total skor sama atau kurang dari 51 dan perilaku seksual buruk bila total skor lebih dari 51. Dimana dengan pernyataan favourable: skor 4 untuk selalu (SL), skor 3 untuk sering (SR), skor 2 untuk jarang (JR), dan skor 1 untuk tidak pernah (TP). Sedangkan untuk pernyataan non

  favourable dengan skor 1 untuk selalu (SL), skor 2 untuk sering (SR), skor 3 untuk jarang (JR), dan skor 4 untuk tidak pernah (TP).

  Kuesioner ini telah melalui uji validitas product moment dari Pearson dengan hasil diperoleh indeks korelasi aitem berkisar antara 0,377 sampai dengan 0,896. Sedangkan uji reliabilitasnya menggunakan alpha cronbach diperoleh koefisien Alpha sebesar 0,959. Ada 32 butir pertanyaan yang valid dan reliabel. Dengan demikian kuesioner perilaku seksual ini dianggap andal sebagai alat ukur penelitian (Nafi’ah, 2010).

H. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data 1.

  Data mengenai jumlah siswa tiap kelas diambil dari Bagian Tata Usaha sekolah

  2. Responden mengisi kuesioner penelitian mengenai hubungan paparan pornografi melalui media cetak dan media elektronik dengan perilaku seksual remaja I.

   Teknik Analisis Data

  Data yang diperoleh pada penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Chi-square pada Statistical

  

Product and Service Solution (SPSS) 17.0 for Windows. Penggunaan uji

  beda Chi-square pada penelitian dengan pertimbangan penelitian ini menggunakan satu variabel bebas yaitu paparan media dan satu variabel terikat yaitu perilaku seksual remaja. Batas kemaknaan yang dipakai adalah taraf signifikan (α) 0,05.

  J. Rancangan Penelitian

  Siswa-siswi SMA Negeri 2 Surakarta kelas 1, 2 dan 3.

  Siswa-siswi yang menjawab dan mengembalikan kuesioner hubungan paparan pornografi melalui media masa dengan perilaku seksual remaja

  

Checking/cleaning kuesioner penelitian

Data entry

  Pengolahan data Analisis data dengan Chi Square

Gambar 3.1. Rancangan penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Responden Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 di SMA Negeri 2 Surakarta. Subjek penelitian adalah Siswa SMA Negeri 2 Surakarta kelas X, kelas XI dan kelas XII. Responden pada penelitian ini diambil dengan metode pengambilan

  sampel secara acak sederhana (simple random sampling), di mana setiap anggota atau unit populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2005). Kemudian didapatkan hasil sebagai berikut