TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERUBAHAN AKTA PENDIRIAN DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERUBAHAN AKTA

PENDIRIAN DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  

Oleh :

YUHDI AINUN NAFI

NIM : 21412033

  

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS S Y A R I A H

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)

SALATIGA

2017

NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi KepadaYth.

  DekanFakultasSyari’ahIAIN Salatiga Di Salatiga

  AssalamualaikumWarahmatullahiWabarakatuh

  Disampaikandenganhormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa: Nama : Yuhdi Ainun Nafi NIM : 21412033 Judul :TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERUBAHAN

  AKTA PENDIRIAN DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

  dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

  Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Salatiga, 25 September 2017 Pembimbing Farkhani, SH.I., SH., M.H.

  NIP.19530326 197803 1 001

  

MOTTO

“Janganlah Engkau Tinggalkan

Sholat Dan Ngajimu”

  

ABSTRAK

Nafi, YuhdiAinun. 2017. TinjauanYuridisTerhadap Perubahan Akta Pendirian di

Rumah Sakit Islam Surakarta. Skripsi. Program studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

  Pembimbing Farkhani, SH.I., SH., MH.

  Kata Kunci : Perubahan, Akta, Pendirian, RSIS

  Perubahan akta pendirian bernula ketika salah satu pihak dari pendiri atau yang mengatasnamakan sebagai Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta(YWRSIS) mengajukan gugatan berkenaan dengan perubahan isi anggaran dasar dalam Akta No. 35 Tahun 1970 dengan Akta No. 02 tahun 2001 yang menjadi objek sengketa, yang dilakukan oleh pihak pengelola wakaf dalam hal ini pihak Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta(YARSIS). Sebagai penggugat adalah dr. H. Muhamad Djufrie AS. SKM, pendiri YARSIS, Akta No. 35 Nopember 1970 dibuat oleh Raden Soegondo Notodisoerjo, Notaris di Surakarta, yang diubah dengan Akta No. 32 tanggal 18 April tahun 1983 dibuat oleh R. Hari Poe. Wanto, S.H., Notaris di Surakarta, dirubah oleh Akta No. 10 tangal 20 September 2006 dibuat oleh Ny. Wirati Kendarto, S.H., Notaris di Sukoharjo. Kemudian selaku pihak tergugat adalah YARSIS. Akta No. 02 tahun 2011 dibuat oleh Roro Indradi Sarwo Indah, S.H., notaris di Surakarta, dirubah dengan Akta No. 01 tahun TANGAL 23 Maret 2013 oleh Tri Lestari Mulinawati S.H. Notaris di Sukoharjo, diawali oleh H. Zaenal Mustaqim, S.E. selaku ketua YARSIS dan Ir. Hj. Indriyati Nofiandari selaku sekertaris YARSIS.

  Berdasarkan permasalahan diatas, telah dilakukan peneliian di Rumah Sakit Islam Surakarta, dengan pokok permasalahan bagaimanakah tinjauan yuridis terhadap perubahan di Rumah Sakit Islam Suirakarta(RSIS)?

  Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalahpenelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan memahami alur peristiwa, meniali sebab akibat dalam lingkup pikiran orang setempat tarkait perubahan akta di Rumah Sakit Islam Surakarta(RSIS).

  Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan akta pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta(RSIS) antara YARSIS dan YWRSIS adalah mengenai perubahan isi anggaran dasar dalam Akta No. 35 tahun 1970 dimana terdapat pengurangan terhadap Akta No. 02 tahun 2011 yang dilakukan oleh YARSIS.

  Berdasarkan analisis yang dilakukan peneliti mengenai perubahan isi anggaran dasar dalam sebuah akta diperbolehkan berdasarkan pasal 17 Undang- Undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan yang menyatakan bahwa anggaran dasar dapat dirubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan.

KATA PENGANTAR

  Segala puji bagi Allah yang telah memberikan segala nikmat kepada makhluk yang ada di alam semesta ini. Berkat qudrat, iradat serta izin-Nyalah penulis bisa menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Perubahan Akta di Rumah Sakit Islam Surakarta.

  Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang.

  Banuak pihak yeng telah memberikan kontribusi dalam memyelesaikan karya ini. Kamihaturkan terimakasih yang tulus kepada mereka semua yang telah berjasa untuk ini semua :

  1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

  2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

  3. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES).

  4. Bapak Farkhani, SH.I., SH.,MH selaku pembimbing yang selalu memberikan saran dan masukan kepada penulis.

  5. Para staf administrasi yang behitu sabar mengurusi segala macam kepentingan dalam skripsi ini.

  6. Bapak dan Ibu Narasumber dari pihak YWRSIS yang telah memberikan data informasi.

  7. Gus Drun. MHD, SH., yang telah membantu dan menyemangati penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

  8. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta keluarga besar saya yang telah mengorbankan segalanya dengan tulus dan ikhlas dan kebesaran jiwa.

  9. Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2012.

  10. Rekan-rekan BC Mart SMK Diponegoro Salatiga yang telah menyemangati penulis.

  11. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun penelitian ini yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.

  Harapan bagi penulis semoga apa yang telah disuguhkan dapatbermanfaat bagi semua orang khususnya kami selaku penulis. Walau jauh dari kesempurnaan tapi semoga mendekati kepada kebenaran. Semoga ALLAH SWT ridha dengan apa yang kita lakukan. Amin.

  قيرطلا موقأ ىلِإ قفومـلا او

  Salatiga 25 September 2017 Penulis

YUHDI AINUN NAFI NIM. 214-12-033

  

DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................i

  SURAT PERNYATAAN ................................................................................ii PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................iii PENGESAHAN SKRIPSI..............................................................................iv MOTTO...........................................................................................................v PERSEMBAHAN...........................................................................................vi ABSTRAK.......................................................................................................xii KATA PENGANTAR......................................................................................xiii DAFTAR ISI....................................................................................................x

  BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah.........................................................................1 B. RumusanMasalah..................................................................................5 C. TujuandanKegunaanPenelitian.............................................................6 D. PenegasanIstilah....................................................................................7 E. KajianPustaka.......................................................................................7 F. MetodePenelitian..................................................................................9 G. SistematikaPenulisan............................................................................11 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Yayasan ................................................................................................13

B. Notaris...................................................................................................24

C. Akta.......................................................................................................28

BAB III RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA DAN DISKRIPSI PERUBAHAN AKTA A. Rumah Sakit Islam Surakarta

  1. Sejarah.......................................................................................35

  2. VisidanMisi...............................................................................35

  3. Struktur Organisasi...................................................................38

  4. TugasdanFungsi........................................................................39

  B. Diskripsi Perkara Objek Sengketa Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta................................................................................ 53

  BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERUBAHAN AKTA PENDIRIAN DI RUMAH SAKIT ISLAM

SURAKARTA..................................................................................... 66

BAB V PENUTUP

  A. Kesimpulan...........................................................................................75

  B. Saran-saran ...........................................................................................75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah institusi, yayasan sebenarnya sudah lama ada. Ruang

  pendidikan, dan berbagai bidang kegiatan sosial lainnya Dalam Penejelasan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan bahwa Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang- undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para Pendiri, Pengurus, dan Pengawas (Rita, 2009:1).

  Sejalan dengan kecenderungan tersebut timbul pula berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, sengketa antara Pengurus dengan Pendiri atau pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa Yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis penyelesaiannya.

  Lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan adalah trobosan baru bagi yayasan yang beroperasi di Indonesia. Undang- Undang ini setidak-tidaknya telah menjadi payung hukum bagi masyarakat yang berkecimpung dan berurusan dengan yayasan seperti pendiri, Pembina, pengawas, pengurus serta anggota masyarakat pada umumnya (Rita, 2009:1- 2). Kini segala hal ikhwal mengenai yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan dan direvisinya yaitu Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2004 dan disahkan pada era presiden Megawati Soekaroputri (Rita, 2009:9).

  Pendirian Yayasan dilakukan dengan syarat adanya para pendiri akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu Yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya Yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam Undang-undang. Dan adanya modal yang diperoleh dari pemisahan kekayaan berupa uang dan barang; modal yang berasal dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat; wakaf; hibah; hibah wasiat dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan (Rita, 2006: 10-11).

  Dalam Pasal 165 HIR dijelaskan bahwa suatu akta otentik, ialah suatu akta yang telah dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang berwewenang untuk itu, memberikan diantara para pihak dan sekalian ahli warisnya serta semua orang yang memperoleh hak dari mereka, suatubukti yang sempurna tentang apa yang diterangkan di dalamnya, bahkan juga tentang apa yang termuat disitu sebagai suatu penuturan belaka; namun mengenai yang terakhir ini hanyalah sekedar yang dituturkan itu ada hubungannya, langsung dengan isi pokok akta (Sasangka, 2005: 99-100).

  Menutut Rita M.-L dan J Law Firm (2009) bahwa dalam akta pendirian yayasan dituangkan mengenai Anggaran Dasar yayasan. Menurut Pasal 14 Anggaran dasar yayasan adalah nama dan tempat kedudukan; maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut; jangka waktu pendirian; jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda; cara memperoleh dan penggunaan kekayaan; tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota pembina, pengurus, dan pengawas; hak dan kewajiban anggota pembina, pengurus, dan pengawas; tata cara penyelenggaraan rapat organ yayasan; ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar; penggabungan dan pembubaran yayasan; dan penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan yayasan setelah pembubaran.

  Perubahan Anggaran Dasar yayasan dalam sebuah akta dapat diubah, kecuali menyangkut maksud dan tujuan yayasan. Perubahan anggaran dasar yayasan dapat dilakukan melalui keputusan rapat Pembina yang dihadiri 2/3 anggota Pembina. Perubahan itu dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Rapat Pembina untuk memutusakan perubahan anggaran dasar ini dilakukan musyawarah untuk mufakat. Pada saat musyawarah dilakukan, ada tahapan-tahapan dalam mengambil keputusan. Jika rapat pertama tidak menghasilkan keputusan juga, maka diadakan rapat kedua. Rapat kedua ini dilakukan paling cepat 3 hari sejak rapat pertama.

  Rapat kedua sah apabila dihadiri oleh lebih dari 50% jumlah anggota Pembina. Keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dari jumlah anggota yang hadir (Rita,2009: 17).

  Kekuatan bukti akta yang dibuat notaris adalah sempurna sebagaimana dalam Pasal 165 HIR. Mengenai pembatalan akta Notaris oleh pengadilan Negeri adalah tidak tepat, karena notaries hanya mencatat apa yang dikemukakan oleh penghadap dengan tidak diwajibkan untuk menyelediki keberatan materiil apa yang dikemukakan kepada itu; dalam hal ini yang harus dibatalkan adalah perbuatan hukum yang menggugat akta notaris atau yang mengadakan perubahan pada Anggaran Dasar. Bahwa pengadilan tidak dapat membatalkan suatu akta notaries, tetapi hanya dapat menyatakan akta notaries yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum (Sasangka, 2005: 102- 103).

  Namun dalam Pasal 305 ayat (1) RBg bahwa sebuah akta yang didalamnya dibenarkan atau dikuatkan suatu perjanjian, yang menurut Undang-Undang dapat diminta supaya dibatalkan atau ditiadakan, hanyalah berharga, jika akta itu menyebut isi pokok dari perjanjian itu, demikian pula segala sebab maka hal membatalkannya boleh diminta dan maksud akan memperbaiki kekurangan, yang jadi alasan permintaan itu (Sasangka, 2005: 113).

  Perubahan akta pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta ini terjadi ketika salah satu pihak dari pendiri atau wakif yang mengatas namakan sebagai Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta (YWARSIS) merasa dirugikan berkanaan dengan perubahan isi anggaran dasar yang tidak sesuai dalam Akta No. 35 tanggal 27 Nopember 1970 dibuat oleh Raden Soegondo Notodisoerjo, Notaris di Surakarta. Dalam hal ini adalah Akta No. 002 tanggal

  17 September 2011 yang dibuat oleh Roro Indradi Sarwo Indah. SH notaris di Surakarta, yang tidak sesuai dengan akta awal pendirian yakni Akta No. 35 Tahun 1970, yang dilakukan oleh pihak pengelola wakaf Rumah Sakit Islam

  Surakarta (RSIS) dalam hal ini pihak Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta (YARSIS).

  Dari latar belakang diatas maka penulis ingin mencoba meneliti dari permasalahan diatas yang kami simpulkan dengan judul ”Tinjauan Yuridis Terhadap Perubahan Akta Pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta’’.

B. Rumusan Masalah

   Dari paparan latar belakang masalah tersebut di atas, masalah yang

  hendak dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah bagaimana tinjauan yuridis terhadap perubahan akta pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

  1. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tinjauan yuridis terhadap perubahan akta pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS).

  2. Kegunaan Penelitian

  a. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ilmu pengetahuan di bidang muamalat dan dapat memperkaya referensi dan literatur kepustakaan dan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

  b. Kegunaan Praktis Guna mengembangkan penularan ilmiah dan wacana keilmuan penulis serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh melalui bangku perkuliahan.

D. Penegasan Istilah

  Penegasan judul ini dimaksud untuk menghindari adanya kesalahpahaman dalam memahaminya. Adapun pengertian istilah judul tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Perubahan adalah hasil interaksi kepentingan yang secara ketat dikontrol, bahkan ditentukan oleh posisi sosialitas kondisi materiil elit yang terlibat.

  2. Akta adalah akta yang telah dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang berwenang untuk itu, memberikan diantara para pihak dan sekalian ahli warisnya serta semua orang yang memperoleh hak dari mereka, suatu bukti tentang apa yang diterangkan di dalamnya. Bahkan juga tentang apa yang termuat sebagai suatu penuturan belaka; namun mengenai yang terakhir ini hanya sekedar yang dituturkan itu ada hubungannya, langsung dengan isi pokok akta (Sasangka, 2005: 99-100)

  3. Pendirian adalah suatu proses atau cara, perbuatan mendirikan akta pendirian yayasan itu harus dibuat oleh notaris.

E. Kajian Pustaka

  Permasalahan mengenai sengketa akta wakaf sebenarnya sudah banyak yang meneliti antara lain yaitu tesis karya Sidah yang berjudul “Kekuatan Pembuktian Akta di Bawah Tangan Yang Dilegalisasi Oleh Notaris” dengan hasil penelitian menyatakan bahwa akibat hukum dalam pembuktian di pengadilan dalam hal ada akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh notaris adalah tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna karena terletak pada tandatangan para pihak yang jika diakui, merupakan bukti sempurna seperti akta otentik. Suatu akta di bawah tangan hanyalah memberi pembuktian sempurna demi keuntungan orang kepada siapa sipenandatanganan hendak memberi bukti, sedangkan terhadap pihak ketiga kekuatan pembuktiannya adalah bebas. Berbeda dengan akta otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang pasti, maka terhadap akta di bawah tangan kekuatan pembuktiannya berada di tangan hakim untuk mempertimbangkannya (Pasal 1881 ayat (2) KUHPerdata).

  Skripsi yang berjudul “Tinjaun Terhadap Pengelolaan Wakaf Menurut Undang-Undang no 41 tahun 2004 Tentang Wakaf” karya Ratna Dumilah (digilib.uns.ac.id pada tanggal 12 Februari 2017). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan hasil penelitian bahwa Nadzir dilarang melakukan perubahan pembentukan harta wakaf kecuali atas izin BWI. Harta Wakaf berkembang dapat berupa benda bergerak Wakaf tunai termasuk harta wakaf benda bergerak yang diwakafkan melalui lembaga keuangan syariah sebagai pengelola yang ditunjuk Menteri dan diterbitkan dalam bentuk sertifikat Wakaf tunai.

  Kemudian skripsi yang berjudul “Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Di Hadapannya (Studi Terhadap Notaris Di Kota Semarang)” karya Ida Nurkasanah (2015), Penelitian ini bersifat yuridis empiris yang menggunakan metode penelitian dengan mengkaji dan meneliti data sekunder terlebih dahulu yang kemudian dilanjutkan dengan data primer yang diperoleh dilapangan yaitu melakukan penelitian menggunakan metode wawancara dengan hasil penelitian bahwa pada Tahun 2014 sampai dengan 2015 Notaris yang dipanggil ke pengadilan melalui Majelis Pengawas Daerah hanya untuk diminta keterangan terkait dengan akta yang diterbitkan atau sebagai saksi dalam persidangan bukan sebagai tersangka atas akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris (lib.unnes. ac.id diakses pada tanggal 19 September 2017).

  Skripsi karya Rima Nurhayati (2010) yang berjudul “Tinjauan Hukum Berkekuatan Hukum Tetap (Studi Kasus Perdata No. 305/Pdt.G/2007/Pn.Bekasi)”. Metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Dengan hasil penelitian bahwa Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor perkara: 305/ Pdt.G/2007/PN. Bks. Realisasi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dapat dijalankan dengan sukarela dan eksekusi. Para pihak berkehendak untuk upaya damai. Akta perdamaian dibuat karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, (eprints.undip.ac.id diakses pada tanggal 19 September 2017).

  Dalam pengamatan penulis dari judul skripsi mengenai sengketa akta wakaf diatas sudah banyak namun sepengetahuan penulis sejauh ini belum ada yang mengkaji terhadap perubahan akta pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS).

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

  Pendekatan ini merupakan kepustakaan (library reseach) dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat, serta dapat memperoleh penemuan-penemuan yang tidak diduga sebelumnya untuk membentuk kerangka teoritis baru sesuai norma-norma hukum yang berlaku.

   Sumber data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder

  yaitu data yang berasal dari literatur, perundang-undangan, dokumenter yang berkaitan dengan skripsi berupa buku-buku atau hasil peelitian yang terkait dengan penelitian ini(Hasan, 2002:58)

  3. Teknik Pengumpulan data

  Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah dokumentasi. Menurut Arikunto (2010: 21), dokumentasi adalah mencari data atau mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat dan sebagainya.

  Diantara dokumen yang peneliti poroleh adalah perubahan isi Akta anggaran dasar No. 10 tahun 2006 ke Akta No. 02 tahun 2011, peneliti juga mengumpulkan undang-undang, skripsi-skripsi maupun tesis, dan buku-buku yang masih ada relevansinya dengan objek penelitian yang diteliti oleh peneliti. Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang jabatan notaris, skripsi-skripsi maupun tesis tentang perubahan akta dan buku-buku tentang akta.

  4. Teknik Analisis Data

  Proses analisis data sebagaimana penelitian kualitatif, maka digunakan teknik analisis data dengan reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data kasar yang diperoleh dilapangan. Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari makna dari setiap gejala yang diperoleh dilapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur akusalitas, dan proposi (Salim.A, 2006 :13).

G. Sistematika Penulisan

   Sebagai gambaran-gambaran umum dalam skripsi ini, penulis akan

  paparkan sekilas tentang sistematika penulisan dalam skripsi ini dengan menggunakan system sebagai berikut : Bab I pendahuluan, meliputi uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.

  Bab II kajian pustaka, yang menguraikan tentang gambaran umum mengenai yayasan, notaris, dan akta. Bab III paparan data dan temuan penelitian, yang berisi mengenai Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS) dan deskripsi perubahan akta di Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS). Bab IV pembahasan, memuat mengenai tinjauan yuridis terhadap perubahan akta di Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS). Bab V penutup, merupakan bagian terakhir penulisan skripsi ini yang memuat kesimpulan dan saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Yayasan

  1. Pengertian Yayasan Yayasan pada mulanya digunakan sebagai terjemahan dari istilah

  Stichting yang berasal dari kata Stichen yang berarti membangun atau

  mendirikan dalam Bahasa Belanda dan Foundation dalam Bahasa Inggris (Wajowasito, 1981: 634). Kenyataan di dalam praktek, memperlihatkan bahwa apa yang disebut Yayasan adalah suatu badan yang menjalankan usaha yang bergerak dalam segala macam badan usaha, baik yang bergerak dalam usaha yang nonkomersial maupun yang secara tidak langsung bersifat komersial (Ais, 2002: 81)

  Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan merupakan badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota. (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Pasal 1). Yayasan dapat pula dipahami sebagai Badan Hukum yang mempunyai unsur-unsur : a. Mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu perbuatan pemisahan yaitu suatu pemisahan kekayaan yang dapat berupa uang dan barang.

  b. Mempunyai tujuan sendiri yaitu suatu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

  c. Mempunyai alat perlengkapan yaitu meliputi pengurus, pembina dan pengawas (Rido, 1981: 118).

  2. Dasar Hukum Yayasan Sebelum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan diundangkan, keberadaan yayasan didasarkan pada hukum kebiasaan yang timbul dan berkembang dalam masyarakat. Dalam Undang-Undang ini dijelaskan tentang : a. Kebiasaan

  Adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang mengenai hal tingkah laku kebiasaan yang diterima oleh suatu masyarakat yang selalu dilakukan oleh orang lain sedemikian rupa, sehingga beranggapan bahwa memang harus berlaku demikian (Soeroso, 2001: 151).

  b. Yurisprudensi Keputusan hakim sebelumnya yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan oleh hakim berikutnya dalam mengambil keputusan (Soeroso, 2001: 16)

  c. Doktrin Pendapat sarjana hukum terkemuka yang besar pengaruhnya terhadap hakim dalam mengambil keputusannya (Soeroso, 2001: 179).

  d. Undang-Undang Nomor16 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor

  28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Undang-Undang Nomor16 Tahun 2001 Tentang Yayasan ini diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah mengenai yayasan dan menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur yayasan di Indonesia. Namun dalam Undang-Undang tersebut ternyata dalam perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang tersebut. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat.

  Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan merupakan penyempurna dari Undang-Undang Nomor16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Undang-Undang ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar pada masyarakat mengenai yayasan, sehingga dapat mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

  3. Syarat-syarat Pendirian Yayasan Yayasan didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal.

  Hal ini menunjukkan bahwa pendiri bukanlah pemilik yayasan karena sudah sejak semula telah memisahkan sebagian dari kekayaannya menjadi milik badan hukum yayasan. Yayasan dapat juga didirikan berdasarkan surat wasiat, dalam hal ini bila penerima wasiat atau ahli waris tidak melaksanakan maksud pemberi wasiat untuk mendirikan yayasan, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, Pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat untuk melaksanakan wasiat tersebut (Ais, 2002: 22-23) Dalam prakteknya yayasan-yayasan yang didirikan menurut hukum diakui mempunyai hak dan kewajiban, sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum dengan subyek hukum yang lain (Ali, 1991: 89-90). Untuk mendirikan suatu yayasan diperlukan syarat-syarat sebagai pendukung berdirinya yang terdiri dari 2 yaitu : a. Syarat Material yang terdiri dari :

  1) Harus ada suatu pemisahan kekayaan yaitu adanya kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang dan barang. 2) Suatu tujuan yaitu suatu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan. 3) Suatu organisasi yaitu suatu organisasi yang terdiri dari pengurus, pembina dan pengawas.

  b. Syarat Formal 1) Dengan akta otentik

  Yaitu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan dalam bentuk menurut ketentuan yang ditetapkan untuk itu, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, di tempat mana pejabat berwenang menjalankan tugasnya (Arto, 1996: 144)

  Sebelum diaturnya Undang-Undang tentang yayasan, pendirian yayasan didirikan dengan akte notaris sebagai syarat terbentuknya suatu yayasan. Hal ini dimaksudkan agar lebih mudah untuk mengadakan pembuktian terhadap yayasan tersebut. Dalam akta pendiriannya memuat anggaran dasar yang memuat :

  a) Kekayaan yang dipisahkan

  b) Nama dan tempat kedudukan yayasan c) Tujuan yayasan yaitu suatu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

  d) Bentuk dan susunan pengurus serta penggantian anggota pengurus.

  e) Cara pembubaran

  f) Cara menggunakan sisa kekayaan dari yayasan yang telah dibubarkan (Rido, 1981: 121-122) Anggaran dasar dalam akta pendiriannya dapat diubah mengenai maksud dan tujuan yayasan. Perubahan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina. Perubahan anggaran dasar yang meliputi nama dan kegiatan yayasan harus mendapat persetujuan Menteri. Anggaran Dasar yayasan dapat dirubah pada saat Yayasan dinyatakan dalam keadaan pailit, kecuali atas persetujuan curator (Ais, 2002: 27)

  Kedudukan yayasan sebagai badan hukum diperoleh bersamaan pada waktu berdirinya yayasan itu. Adapun cara-cara untuk memperoleh status badan hukum dari suatu yayasan, harus dipenuhi beberapa syarat yaitu : a) Harus didirikan dengan akta notaries

  b) Harus ada kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan orang yang mendirikan, dan dimaksudkan untuk tujuan tertentu, dan yang mendirikan tidak boleh masih mempunyai kekuasaan atas harta yang telah dipisahkan itu c) Harus ada pengurus tersendiri

  d) Harus ditunjuk atau disebut orang yang mendapat manfaat dari yayasan itu.

e) Tidak mempunyai anggota artinya bahwa dengan tidak adanya

  diwariskan kepada ahli waris (baik oleh Badan pendiri maupun oleh pengurus) sebab yayasan (termasuk segala harta yayasan) bukanlah merupakan milik Badan Pendiri maupun pengurus secara pribadi/individu terpisah) dengan sendirinya tidaklah dapat diwariskan kepada para ahli waris Badan Pendiri maupun ahli waris Badan Pengurus.

  4. Organ-Organ Yayasan Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari Pembina, Pengurus dan Pengawas. Sebelum lahirnya Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan, organ Yayasan terdiri dari Pendiri, Pengurus, dan Pengawas Internal. Maka yayasan yang terdiri dari Pembina, Pengurus dan Pengawas dijelaskan dalam: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Pasal 2. Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas.

  a. Pembina Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus. Diciptakan organ Pembina, sebagai pengganti pendiri, disebabkan dalam kenyataannya, pendiri yayasan pada suatu saat dapat tidak ada sama sekali, yang diakibatkan karena pendiri meninggal dunia, ataupun mengundurkan diri.

  Mengenai organ yayasan ini dijelaskan pasal 28 ayat (1) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan, bahwa Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh undang-undang ini atau Anggaran Dasar (Ais. 2002) b. Pengurus Peranan Pengurus amatlah dominan pada suatu organisasi.

  Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan, yang diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai pembina dan pengawas hal ini dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih kewenangan, tugas dan tanggung jawab antara pembina, pengurus dan pengawas yang dapat merugikan kepentingan yayasan atau pihak lain.

  Mengenai pengurus ini Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan mengaturnya dalam pasal 31 sampai pasal 39 (Kansil, 2002: 48-49)

  c. Pengawas Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasehat pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Pengawas mengawasi serta memberi nasihat kepada Pengurus. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus. Dalam UU Yayasan No.28 Tahun 2004 Organ Pengawas diatur dalam pasal 40 sampai dengan pasal 47 (Kansil, 2002: 53)

  5. Kegiatan Usaha Yayasan Kegiatan usaha yayasan adalah untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya, yaitu suatu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Hal ini mengakibatkan seseorang yang menjadi organ yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah atau honor tetap. Sesuai ketentuan pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28

  Tahun 2004 Tentang Yayasan, bahwa kegiatan usaha yang dimaksud adalah untuk tujuan-tujuan yayasan dan bukan untuk kepentingan organ yayasan (Ais, 2002)

  Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan memberikan kesempatan bagi yayasan untuk melakukan kegiatan usaha, sebagaimana terlihat dalam pasal 3, pasal 7, dan pasal 8. Pasal 3 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan adalah sebagai berikut:

  a. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha.

  b. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, pengurus dan Pengawas.

  Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

  1 Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.

  2 Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.

  3 Anggota Pembina, pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

  Pasal 8 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam

  pasal 7 ayat 1 harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Dalam yayasan terdapat suatu maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar. Adapun manfaat dari suatu yayasan akan terlihat tergantung kepada bidang kegiatan yang bersangkutan. Ada beberapa kategori bidang kegiatan yayasan yaitu : 1) Yayasan yang bergerak dalam bidang kesehatan, yang bertujuan ikut membantu Pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat dalam bidang usaha pelayanan medik (kesehatan). Tujuan-tujuan untuk memajukan kesehatan dapat berupa :

  a) Mendirikan rumah sakit, rumah peristirahatan bagi para jompo, rumah perawatan, tanpa tujuan laba.

  b) Menyediakan berbagai fasilitas untuk memebantu/ meneyenangkan pasien c) Pelatihan dokter dan perawat

  d) Memajukan penggunaan khusus bagi pengobatan

  e) Riset Kesehatan

  f) Bantuan untuk penderita penyakit tertentu, seperti kebutaan dan kebergantungan obat g) Menyediakan asrama perawat dsb.

  Untuk memperoleh izin operasionalnya karena yayasan ini bergerak dalam bidang kesehatan maka mendapat pengesahan atau izin dari menteri kesehatan. 2) Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan, bertujuan membantu pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan untuk memajukan pendidikan dapat berupa :Mendirikan sekolah dan Mendirikan perpustakaan Untuk izin operasionalnya mendapat pengesahan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 3) Yayasan yang bergerak dalam bidang kebudayaan, bertujuan ikut membantu Pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, terutama dalam melestarikan Kebudayaan Bangsa. Tujuan untuk memajukan kebudayaan dapat berupa : Pendirian museum dan Pendirian tempat-tempat wisata. Untuk memperoleh izin operasionalnya karena yayasan ini bergerak dalam bidang kebudayaan, maka pengesahannya didapat dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 4) Yayasan yang bergerak dalam bidang keagamaan, bertujuan ikut membantu Pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, terutama dalam kehidupan beragama atau peribadatan. Kegiatan dalam memajukan agama antara lain : Sumbangan untuk membangun, memelihara dan merawat bangunanbangunan keagamaan, atau bagiannya, serta pekarangan; Sumbangan atau bantuan untuk pelayanan dan Sumbangan atau bantuan untuk pemuka agama. Untuk memperoleh izin operasionalnya mendapat pengesahan dari Departemen Agama. 5) Yayasan yang bergerak dalam bidang sosial, bertujuan ingin memebantu pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, terutama berkaitan dengan masalah sosial seperti: menyantuni anak yatim, fakir miskin. Untuk memperoleh izin operasionalnya mendapat pengesahan dari Departemen Sosial.

  Dari semua kegiatan di atas dapat terlihat bahwa semua tujuan berfungsi sosial, kemanusiaan dan keagamaan, atau semata-mata untuk tujuan sosial yang tujuannya diperuntukkan untuk kepentingan orang lain yang ada di luar yayasan tersebut.

B. Notaris

  1. Pengertian Notaris Berdasarkan sejarah, Notaris adalah seorang pejabat

  Negara/pejabat umum yang dapat diangkat oleh Negara untuk melakukan tugas-tugas Negara dalam pelayanan hukum kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum sebagai pejabat pembuat akta otentik dalam hal keperdataan. Pengertian Notaris dapat dilihat dalam peraturan perundang-undangan tersendiri, yakni dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Mahja, 2005: 60), yang menyatakan bahwa

  Notaris adalah pejabat umum yang bcrwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undangundang ini.

  Ketentuan mengenai Notaris di Indonesia diatur oleh Undang- Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dimana mengenai pengertian Notaris diatur oleh Pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang- undang ini (Mahja, 2005: 60).

  2. Dasar Hukum Notaris Dalam menjalankan profesinya, Notaris memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30

  Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan tanggal 6 Oktober 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117. Dengan berlakunya undang-undang ini, maka Reglement op Het

  

Notaris Ambt in Indonesia/Peraturan Jabatan Notaris Di Indonesia

(Staatsblad 1860 Nomor 3) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

  Keberadaan notaris, secara etis yuridis, diatur dalam rambu-rambu Undang-Undang Peraturan Jabatan Notaris (Staatsblad 1860-3) berdasarkan Staatsblad 1855-79 tentang Burgerlijk Wetboek (BW/KUHPerdata), terutama Buku Keempat dalam Pasal-Pasal sebelumnya, yang secara sistematis merangkum suatu pola ketentuan alat bukti berupa tulisan sebagai berikut:

  

a. Bahwa barang siapa mendalilkan peristiwa di mana ia mendasarkan

  suatu hak, wajib baginya membuktikan peristiwa itu; dan sebaliknya terhadap bantahan atas hak orang lain (1865 KUHPerdata);

  

b. Bahwa salah satu alat bukti ialah tulisan dalam bentuk autentik dan di

  bawah tangan. Tulisan autentik ialah suatu akta yang dibuat sebagaimana ditentukan oleh undang-undang; dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang; di tempat mana akta itu dibuat (1866-1868 KUH Perdata);

  

c. Bahwa notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang

membuat akta autentik… (Pasal 1 Staatsblad 1860-3).

  Ketentuan tersebut menunjukkan alat bukti tertulis yang dibuat autentik oleh atau di hadapan notaris berada dalam wilayah hukum perdata (pribadi/privat). Ini berbeda dengan istilah ”barang bukti” dalam hukum pidana atau ”dokumen surat” dalam hukum administrasi negara ataupun

  (beschikking), di mana termasuk dalam wilayah hukum publik. Alat bukti tertulis autentik yang dibuat notaris berbeda maksud tujuan dan dasar hukumnya dengan surat keputusan yang dibuat oleh badan atau pejabat tata usaha negara dalam melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.

  Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004, sebagai produk hukum nasional, dan secara substantif UU tentang Jabatan Notaris yang baru tersebut juga berorientasi kepada sebagian besar ketentuan-ketentuan dalam PJN (Staatsbiad 1860:3), dan karena itu kajian dalam penulisan ini tetap mengaju kepada UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan dengan membandingkanan pada Peraturan Jabatan Notaris (Staatblad 1860:3).

  3. Kewenangan Notaris Notaris, adalah profesi yang sangat penting dan dibutuhkan dalam masyarakat, mengingat fungsi dari Notaris adalah sebagai pembuat alat bukti tertulis mengenai akta-akta otentik, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Adapun yang dimaksud dengan akta otentik berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata adalah:

Dokumen yang terkait

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 26

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 14

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 16

ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI TEBASAN DI DESA SUROJOYO KECAMATAN CANDIMULYO KABUPATEN MAGELANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 89

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 102

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN GRIYA BANK SYARIAH MANDIRI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 119

ANALISIS PENETAPAN WALI ADHOL DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2010 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 91

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN BAGI HASIL SIMPANAN MUDHARABAH BERJANGKA (Studi Kasus di BMT Tumang Cabang Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 150

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM BARTER (Studi di Desa Benowo Kecanmatan Bener Kabupaten Purworejo) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 1 92

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TANGGUNG JAWAB IKUT SERTA MENANGGUNG KERUGIAN AKIBAT KESALAHAN KERJA (Studi Kasus Toko Lancar Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

1 1 79