PENOLAKAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM MENIKAHKAN JANDA HAMIL (Studi Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  PENOLAKAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM MENIKAHKAN JANDA HAMIL (Studi Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

  Oleh Zainul Arifin NIM 21110018

  JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015

  

PENOLAKAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM

MENIKAHKAN JANDA HAMIL

(Studi Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen) SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh

Zainul Arifin

  

NIM 21110018

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS

  SYARI’AH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2015

NOTA PEMBIMBING

  Lamp : 4 (Empat) Eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

  Kepada Yth Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga

  Assalamu ’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Disampaikan Dengan Hormat, Setelah Dilaksanakan Bimbingan, Arahan Dan Koreksi, Maka Naskah Skripsi Mahasiswa: Nama : Zainul Arifin NIM : 21110018

  Judul :PENOLAKAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)

  DAlAM MENIKAHKAN JANDA HAMIL (Studi Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen)

  Dapat diajukan kepada fakultas syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam siding munaqasyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

  Wassalamu

’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Salatiga, Maret 2015 Pembimbing Drs. Badwan, M.Ag NIP. 19561202 198003 1005

KEMENTERIAN AGAMA

  INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARI’AH Jl. Nakula Sadewa V No.9 Telp (0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722

  Website: http

PENGESAHAN

  

Skripsi Berjudul:

PENOLAKAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) DALAM

MENIKAHKAN JANDA HAMIL (STUDI KASUS DI KUA KUWARASAN

KABUPATEN KEBUMEN)

  Oleh: Zainul Arifin

  NIM 21110018 Telah dipertahankan dalam Sidang Munaqasyah Skripsi

  Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada 25 Maret 2015 dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana dalam hukum Islam

  

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang : Dra. Siti Zumrotun, M. Ag.

  Sekretaris Sidang : Drs. Badwan, M.Ag. Penguji I : Dr. Adang Kuswaya, M. Ag. Penguji II : Tri Wahyu Hidayati, M. Ag.

PERNYATAAN KEASLIAN

  Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Zainul Arifin NIM : 21110018 Jurusan : Ahwal Al Syahsiyyah Fakultas : Syariah Judul : PENOLAKAN KANTOR URUSAN AGAMA (KUA)

  DALAM MENIKAHKAN JANDA HAMIL (STUDI KASUS DI KUA KUWARASAN KABUPATEN KEBUMEN)

  Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 05 Maret 2015 Yang menyatakan Zainul Arifin NIM 21110018

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO َدَجَو َّدَج ْنَم “barangsiapa yang bersungguh-sungguh, maka pasti akan mendapatkan

  ” PERSEMBAHAN

  • Untuk Keberhasilanku.

  Bapak Dan Ibu Tercinta Yang Selalu Memberikan Kasih Sayang Dan Do’a

  Saudara saya Yang Selalu Mensuport dan memberi motivasi.

  • Para Dosen yang selalu sabar dalam membagi ilmu
  • Layla Yang Selalu Ada Disetiap Keluh-
  • Kesahku dan selalu menjadi penyemangatku.

  Kekasih tersayang Terbaikku

  Teman-Teman seperjuangan AHS 2010 Yang Akan Selalu terkenang.

  • Sahabat-sahabati PMII Kota Salatiga yang telah berjuang bersama.

KATA PENGANTAR

  الله الرحمن الرحيم مسب Assalamu’alaikum wr. wb.

  Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang selalu kami harapkan syafaatnya. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan, pengarahan, dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

  1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Dra. Siti Zumrotun, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga.

  3. Drs. Badwan, M.Ag., selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiranya guna membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

  4. Sukron Ma’mun, S.HI., M.Si, selaku Ketua Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah.

  5. Moh Khusen, M.Ag.,MA, selaku pembimbing akademik yang telah membimbing penulis dalam perkuliahan.

  6. Seluruh dosen dan staff IAIN Salatiga, terimakasih atas ilmu yang diberikan.

  7. Orang tuaku tersayang dan saudaraku yang telah turut serta membantu dan memberikan dukungan baik materi maupun non-materi.

  8. Sahabat-sahabati PMII yang tak lelah memberikan supportnya hingga terselesaikan skripsi ini.

  9. Teman-teman AHS 2010 yang penulis sayangi 10.

  Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah berperan dan membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  Akhirnya penulis menyadari atas keterbatasan yang dimiliki dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, sehingga masih banyak ditemui kekurangan dan ketidak sempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan. Namun demikian sekecil apapun karya ini, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi ilmu yang berkah.

  Teriring doa dan harapan semoga amal baik dan jasa semua pihak tersebut di atas akan mendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT.

  Amin. Wassalamu’alaikum wr. wb.

  Penulis

  

ABSTRAK

  Arifin, Zainul. 2015. Penolakan Kantor Urusan Agama (Kua) Dalam Menikahkan Janda Hamil (Studi Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen).

  Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwal Al Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Badwan, M.Ag.

  Kata Kunci: Penolakan , KUA, Menikahkan, Janda Hamil

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan dan dasar hukum yang digunakan Kantor Urusan Agama (KUA) Kuwarasan menolak menikahkan janda hamil. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah (1) bagaimana penyelesaian kasus- kasus pernikahan janda hamil di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen ? (2) bagaimana tata administrasi yang dilakukan oleh KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen terhadap laporan nikah janda hamil? (3)bagaimana peran KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen dalam sosialisasi ketentuan pernikahan wanita hamil?

  Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif sosiologis. dengan mengambil lokasi penelitian di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Data-data yang diperoleh dicek keabsahannya dengan metode triangulasi. Selama pengumpulan data, data sudah mulai dianalisis. Data yang terkumpul, dipaparkan berdasarkan klasifikasi sehingga tergambar pola atau struktur dari fokus masalah yang dikaji kemudian diinterpretasikan sehingga mendapatkan jawaban dari fokus penelitian tersebut.

  Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa alasan penolakan pelaksanaan pernikahan janda hamil, KUA Kuwarasan bersandar pada pendapat ulama golongan syafiíyah yang berpendapat masa kandungan terlama adalah empat tahun. Kemudian diasumsikan bahwa iddah wanita hamil adalah sampai melahirkan. Adapun tata administrasi yang dilakukan KUA Kuwarasan terhadap laporan pernikahan janda hamil, prosedur penolakannya adalah dengan menyampaikan secara langsung kepada pihak pemohon kehendak nikah, dengan menjelasakan bahwa permohonannya ditolak sampai anak dalam kandungan lahir. KUA juga selalu berperan aktif melakukan sosialisasi terkait ketentuan pernikahan wanita hamil melalui perkumpulan dengan Muspika dan P3N (Pegawai Pembantu Pencatat Nikah) yang dilakukan sebulan sekali setiap hari Rabu Pon di kantor KUA Kuwarasan. Dalam melakukan sosialisasi juga melalui penyuluhun dan bimbingan catin pra nikah. Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan pemerintah dan pegawai KUA dalam menetapkan hukum. Selain itu dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu membuka paradigma baru tentang pernikahan wanita janda hamil.

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ................................................................................... .... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... .... ii PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................. .... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................... .... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. .... v KATA PENGANTAR ................................................................................. .... vi ABSTRAK ................................................................................................. .... viii DAFTAR ISI ............................................................................................... .... ix DAFTAR TABEL ....................................................................................... .... xi DAFTAR GAMBAR .................................................................................. .... xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... .... xiii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................. .... 1 B. Fokus Penelitian .......................................................................... .... 6 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ .... 6 D. Kegunaan Penelitian.................................................................... .... 7 E. Penegasan Istilah ......................................................................... .... 8 F. Telaah Pustaka ............................................................................ .... 8 G. Metode Penelitian........................................................................ .... 9 H. Sistematika Penulisan ................................................................. .... 14

  BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pernikahan .............................................. 16 B. Tinjauan Fiqh Tentang Menikahi Wanita Hamil ............................. 40 C. Ketentuan Menikahi Wanita Hamil dalam Undang-Undang Perkawinan dan KHI ........................................................................ 45 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Profil Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kuwarasan ........ 47 B. Temuan Penelitian ............................................................................ 58 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Penolakan KUA Menikahakan Janda Hamil ..................... 60 B. Prosedur Penolakan Permohonan Nikah Janda Hamil dan Peran KUA Dalam Sosialisasi Ketentuan Pernikahan Wanita Hamil........ 63 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. .... 65 B. Saran ......................................................................................... .... 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

  

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Jumlah Penduduk Kecamatan Kuwarasan.................................... 48Tabel 4.1 Data Permohonan Pernikahan Janda Hamil .......................................... 63

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Struktur Organisasi KUA Kuwarasan

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Surat Tugas Pembimbing Lampiran 3 Lembar Konsultasi Lampiran 4 Daftar Nilai SKK Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian Lampiran 6 Surat Bukti Penelitian Lampiran 7 Daftar Pertanyaan Lampiran 8 Rencana Progam Kerja KUA Kuwarasan Tahun 2014 Lampiran 9 Daftar Pegawai KUA Lampiran 10 Transkip Wawancara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

  “Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah” (KHI,1991). Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan menjelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, karena perkawinan sebagai didefenisikan dalam pasal 1, adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian pada pasal 2 (ayat 1) menyatakan bahwa: Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing

  • – masing agamanya dan kepercayaannya itu, kemudian dilanjutkan dengan: tiap - tiap perkawinan dicatat menurut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku (ayat 2).

  Terkait dengan perkawinan, Sayyid Sabiq (1980:7) menyatakan bahwa: Perkawinan suatu cara yang dipilih alloh sebagai jalan manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan.

  Untuk menjamin tercapainya tujuan perkawinan banyak undang- undang yang mengatur perkawinan, salah satunya adalah aturan mengenai pernikahan wanita hamil. Tentang hamil diluar nikah sudah kita ketahui sebagai perbuatan zina dan itu merupakan dosa besar. Persoalannya adalah bolehkah menikahkan wanita yang hamil karena zina. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, ada yang secara ketat tidak memperbolehkan, ada pula yang menekankan pada penyelesaian masalah tanpa mengurangi kehati-hatian mereka. Sejalan dengan sikap para ulama itu, ketentuan hukum Islam menjaga batas-batas pergaulan masyarakat yang sopan dan memberikan ketenangan dan rasa aman. Patuh terhadap ketentuan hukum Islam, insyaAllah akan bisa mewujudkan kemaslahatan dalam masyarakat.

  Dalam Impres No. 1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI), Bab VIII Kawin Hamil sama dengan persoalan menikahkan wanita hamil. Pasal 53 dari BAB tersebut berisi tiga (3) ayat , yaitu : 1.

  Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya.

  2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dulu kelahiran anaknya.

  3. Dengan dilangsungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

  Penyelesaian persoalan pernikahkan wanita hamil apabila dilihat dari KHI, telah jelas dan sederhana cukup dengan satu pasal dan tiga ayat.Yang menikahi wanita hamil adalah pria yang menghamilinya, hal ini termasuk penangkalan terhadap terjadinya pergaulan bebas, juga dalam pertunangan. Asas pembolehan pernikahan wanita hamil ini dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepastian hukum kepada anak yang ada dalam kandungan, dan logikanya untuk mengakhiri status anak zina.

  Dalam kasus wanita hamil yang akan menikah dengan laki-laki yang menghamilinya, ada dua pendapat yaitu : Imam Malik menyatakan harus menunggu sampai kelahiran anak yang dikandung wanita tersebut. Abu Hanafah dan Syafi’i berpendapat boleh mengawini perempuan zina tanpa menunggu masa iddah habis . Kemudian Syafi’i juga membolehkan kawin dengan perempuan zina sekalipun di waktu hamil, sebab hamil semacam ini tidak menyebabkan haramnya dikawini (Sabiq, 1981: 150).

  Pada kasus yang terjadi di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen, seorang janda yang telah lama bercerai dan telah habis masa iddah dengan mantan suaminya kemudian hamil dengan kekasihnya dan hendak menikah tetapi ditolak oleh KUA. KUA berpendapat bahwa yang bersangkutan harus menunggu sampai melahirkan anak yang ada dalam kandungan dengan alasan bahwa bayi terlama dalam kandungan adalah 4 tahun. Ini pendapat Imam S yafi’i kata pegawai KUA. Padahal dalam undang-undang tidak ada yang mengatur pernikahan janda hamil harus menunggu kelahiran anak.

  Seharusnya kasus seperti ini disikapi serius oleh kepala KUA selaku PPN, karena PPN berkewajiban memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat serta menyelesaikan masalah perkawinan yang terjadi di masyarakat berdasarkan peraturan yang berlaku.

  Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai unit kerja terdepan Kementrian Agama melaksanakan sebagian tugas pemerintah di bidang agama Islam, di wilayah kecamatan (KMA No.517/2001 dan PMA No.

  11/2007). Dikatakan sebagai unit kerja terdepan, karena KUA secara langsung berhadapan dengan masyarakat. Karena itu wajar apabila keberadaan KUA sangat urgen seiring keberadaan Kementrian Agama. Konsekuensi peran itu, aparat KUA harus mampu mengurus rumah tangga sendiri dengan menyelenggarakan manajemen kearsipan, administrasi surat-menyuratdan statistik serta dokumentasi yang mandiri. Selain itu, KUA juga di tuntut betul-betul mampu menjalankan tugas di bidang pencatatan nikah dan rujuk (NR) secara benar.

  Kantor Urusan Agama Kecamatan sesuai KMA 517 tahun 2001

  pasal 2 mempunyai tugas di Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah kecamatan. Fungsi KUA berdasarkan pasal 3 KMA 517 tahun 2001, adalah:

  1. Menyelenggarakan Statistik dan Dokumentasi (berdayakan Penyuluh dan Pengawas).

  2. Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga (PMA No. 1 Tahun 1996 ).

3. Pencatatan NR, mengurus dan membina Masjid, Zakat, Wakaf,

  Ibadah Sosial, Pengembangan Keluarga Sakinah, Kependudukan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Dirjen Bimas Islam dan Perpu yang berlaku (KMA No. 517 Tahun 2001 Pasal 3). KUA merupakan satu-satunya lembaga pemerintah yang berwenang melakukan pencatatan pernikahan dikalangan umat Islam.

  Eksistensi KUA tidak semata karena pemenuhan tuntutan birokrasi saja tetapi secara substansial juga bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan keabsahan sebuah pernikahan. Dewasa ini persoalan- persoalan perkawinan yang dihadapi oleh umat muslim semakin kompleks. KUA sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keabsahan pernikahan diharuskan mampu menyelesaikan permasalahan pernikahan yang terjadi di masyarakat.

  KUA Kecamatan Kuwarasan adalah salah satu KUA yang juga menghadapi permasalahan yang kompleks, seperti kasus janda yang hamil di luar pernikahan dan bermaksud menikah. Ternyata KUA Kecamatan Kuwarasan tidak serta merta menerima dan menikahkan janda hamil tersebut. Agaknya ada kesenjangan antara peraturan hukum dengan praktek yang terjadi, yang menarik untuk diteliti. Selain itu penulis juga ingin meneliti lebih lanjut populasi kasus penolakan menikahkan janda hamil di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen setelah berlakuknya UUP No.1 tahun 1974. Penulis akan membahas hal tersebut dalam bentuk skripsi yang berjudul: “Penolakan Kantor Urusan Agama

  (KUA) Dalam Menikahkan Janda Hamil (Study Kasus di KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen)”.

B. Fokus Penelitian

  Berdasarkan latar belakang diatas, dengan demikian fokus penelitian dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana penyelesaian kasus-kasus pernikahan janda hamil di

  KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen ? 2. Bagaimana tata administrasi yang dilakukan oleh KUA

  Kuwarasan Kabupaten Kebumen terhadap laporan nikah janda hamil?

  3. Bagaimana peran KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen dalam sosialisasi ketentuan pernikahan janda hamil?

C. Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan fokus penelitian yang menjadi target skripsi ini, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Mengetahui cara penyelesaian kasus pernikahan janda hamil di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen.

  2. Mengetahui tata administrasi terhadap laporan nikah janda hamil di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen.

  3. Mengetahui peran KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen dalam sosialisasi ketentuan pernikahan wanita hamil.

D. Kegunaan Penelitian

  Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. Secara Teoritik a.

  Untuk memenuhi tugas dan melengkapi persyaratan guna memperole gelar Sarjana Hukum Islam pada Fakultas Syari’ah Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah IAIN Salatiga.

  b.

  Sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan tentang munakahat dan memperkaya khazanah keislaman khususnya yang berhubungan dengan pernikahan wanita hamil.

  2. Secara Praktis a.

  Bagi KUA Untuk menjadikan masukan agar KUA lebih selektif dan berhati- hati dalam melaksanakan tugasnya sebagai Pegawai Pencatat Nikah dan sebagai dasar pengembangan dalam memperbaiki pemahaman masyarakat tentang sistem perkawinan yang ada, norma agama dan sosial yang berlaku.

  b.

  Bagi Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pembentukan pola berfikir kritis serta pemenuhan prasyarat dalam menyelesaikan pembelajaran Ilmu Hukum Islam dalam bidang hukum keluarga.

E. Penegasan Istilah

  Sebelum memulai menyusun skripsi ini perlu penulis sampaikan bahwa judul skripsi adalah “Penolakan Kantor Urusan Agama (KUA)

  Menikahkan Janda Hamil (Study Kasus di KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen)”.

  Untuk menghindari kesalahpahaman pengertian, maka penulis kemukakan pengertian serta sekaligus penegasan judul skripsi ini sebagai berikut: 1.

  Penolakan: perbuatan menolak; pencegahan 2. Kantor Urusan Agama (disingkat: KUA) adalah kantor yang melaksanakan sebagian tugas kantor Kementerian Agama Indonesia di kabupaten dan kotamadya di bidang urusan agama Islam dalam wilayah kecamatan.

  3. Nikah: perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri. Menikahkan: mengawinkan; melakukan upacara nikah;

  4. Janda : wanita yang tidak bersuami lagi karena bercerai ataupun karena ditinggal mati suaminya.

  5. Hamil: orang yang mengandung.

F. Telaah Pustaka

  Sebagaimana deskripsi dalam latar belakang masalah, penelitian ini fokus pada pembahasan mengenai perkawinan janda hamil. Ada beberapa skripsi yang telah membahas tentang perkawinan wanita hamil. Skripsi tersebut melakukan penelitian tentang perkawinan wanita hamil dengan pendekatan yang berbeda.

  Skripsi Abdul Hamid yang berjudul Menikahi Wanita Hamil

  Dalam Perspektif Hukum Islam, Skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam

  Negeri (STAIN) Salatiga, 2005. Dalam skripsi ini menjelaskan bagaimana hukum menikahi wanita hamil dan bagaimana pandangan hukum islam.

  Sedang yang dibahas disini adalah mengenai penolakan menikahkan janda hamil oleh KUA.

  Persoalan kawin hamil diantaranya dibahas oleh siti sa’adah, yang menjelaskan tentang pasal dalam KHI yaitu pasal 53 tentang kawin hamil (ditinjau dari teori maslahah mursalah), dalam skripsinya Siti Sa’adah menerangkan tentang bagaimana penyelesaian kasus dalam KHI mengenai kawin hamil, serta menekankan segi positif dan segi negative yang ditimbulkan, serta pemecahanya, tetapi belum ditemukan pembahasan tentang penolakan pernikahan janda hamil, untuk itu penulis tegaskan bahwa penelitian ini membahas dari segi yang berbeda.

G. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan

  (field research) yaitu penelitian dengan terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang akan dibahas. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Dalam hal ini KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen yang menjadi objek penelitian, untuk memperoleh data yang berhubungan dengan alasan melakukan pernikahan hamil zina, alasan KUA tersebut menolak menikahkan janda hamil.

  2. Kehadiran Peneliti Dalam hal ini kehadiran peneliti merupakan hal yang utama karena peneliti secara langsung mengumpulkan data di lapangan. Status peneliti dalam pengumpulan data diketahui oleh informan secara jelas guna menghindari kesalahpahaman antara peneliti dan informan.

  3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di KUA Kecamatan Kuwarasan

  Kabupaten Kebumen yang beralamat di Jl. Den Endro 150 m Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen.

  4. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Sumber data primer; yaitu hasil temuan data di lapangan melalui wawancara dengan pegawai KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten

  Kebumen.

  b.

  Sumber data sekunder; yaitu data yang diperoleh dari literatur buku- buku, perundang-undangan tentang perkawinan dan kepustakaan ilmiah lain yang menjadi referensi maupun sumber pelengkap penelitian.

  5. Prosedur Pengumpulan Data a.

  Wawancara

  Wawancara sebagai salah satu teknik dalam penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan keterangan atau data (Daymon & Holloway, 2002: 259). Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara terhadap para pegawai KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen.

  b.

  Observasi Observasi merupakan suatu cara pengumpulan data dengan jalan pengamatan secara langsung di lapangan mengenai obyek penelitian. Metode ini penulis gunakan sebagai langkah awal mengetahui kondisi objektif objek penelitian. Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistic atau menyeluruh (Sugiyono,2013:228).

  Objek yang diteliti adalah KUA Kuwarasan Kabupaten Kebumen. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung di KUA Kecamatan Kuwarasan.

  c.

  Dokumentasi Adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Margono, 2004:23).

6. Analisis Data

  Data yang diperoleh, baik dari studi lapangan maupun studi pustaka pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu data yang terkumpul dituangkan diuraikan secara logis dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dan ditarik kesimpulan. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiyono,2013:244).

7. Pengecekan keabsahan Data

  Data-data yang diperoleh dicek keabsahannya dengan metode triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004:330). Pengecekan keabsahan data dilakukan karena dikhawatirkan masih adanya kesalahan atau kekeliruan yang terlewati oleh penulis.

  Pengecekan dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan informan satu dengan informan lain, maupun membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang berkaitan.

  Dalam hal triangulasi, Susan Stainback (1988) menyatakan bahwa tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan (Sugiyono,2013:241).

8. Tahap-tahap penelitian

  Adapun Tahap-tahap penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut: a.

  Sebelum melakukan penelitian penulis menentukan ide atau tema yang akan diteliti yaitu penolakan KUA menikahkan janda hamil.

  b.

  Mengajukan permohonan izin observasi dari IAIN kepada KUA Kecamatan Kuwarasan.

  c.

  Penulis mencari informasi dari pegawai KUA yang bertugas di KUA Kecamatan Kuwarasan.

  d.

  Berdasar informasi yang didapatkan ada beberapa kasus penolakan pernikahan janda hamil di KUA Kecamatan Kuwarasan.

  e.

  Penulis terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.

  f.

  Melakukan analisis data sejak pengumpulan data dimulai sampai seluruh data terkumpul.

  g.

  Analisis data dilakukan dengan cara: pertama, membuat rekap data berdasar klasifikasi. Kedua, penulis menjelaskan terlebih dahulu berbagai hal tentang konsep dasar perkawinan, alasan-alasan penolakan menikahkan janda hamil oleh KUA. Ketiga, menginterpretasikan hasil penelitian untuk mendapatkan kesimpulan hasil dari fokus penelitian. h.

  Penyusunan laporan penelitian.

H. Sistematika Penulisan

  Penulisan penelitian ini disajikan secara keseluruhan dibagi menjadi lima bab, yaitu: BAB I pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, telaah pustaka, metode penelitian yang meliputi; jenis penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, dan sistematika Penulisan.

  BAB II penulis menyajikan pandangan secara garis besar tentang konsep perkawinan menurut hukum islam, Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, sebagai patokan dalam menganalisa data-data yang terkumpul, yaitu anjuran perkawinan dan larangan zina, tujuan dan hikmah perkawinan, prinsip-prinsip perkawinan, hukum menikahi wanita hamil menurut pendapat ulama, menurut UUP dan KHI.

  Bab III merupakan paparan data yang terdiri dari deskripsi objek penelitian yaitu mengenai gambaran umum KUA Kecamatan Kuwarasan Kabupaten Kebumen, yang berisi tentang sejarah dan latar belakang lembaga, visi misi, kepengurusan, tugas dan fungsi, program lembaga,kinerja lembaga dan mengenai peranan KUA terkait penolakan pernikahan janda hamil.

  Bab IV yaitu pembahasan tentang analisis mengenai pernikahan janda hamil karena zina serta alasan penolakan KUA Kecamatan Kuwarasan menikahkan janda hamil.

  Bab V yaitu penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pernikahan 1. Pengertian pernikahan Perkawinan atau pernikahan menurut hukum Islam adalah suatu

  akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki- laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga, yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridloi Allah. (Basyir 1996: 11). Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal. Demikian menurut Dr. Anwar Haryono, SH.

  Jadi perkawinan itu adalah suatu aqad (perjanjian) yang suci untuk hidup sebagai suami istri yang sah, membentuk keluarga bahagia dan kekal, yang unsur umumnya adalah sebagai berikut: a.

  Perjanjian yang suci antara seorang pria dengan seorang wanita.

  b.

  Membentuk keluarga bahagia dan sejahtera (makruf, sakinah, mawaddah dan rahmah).

  c.

  Kebagiaan yang kekal abadi penuh kesempurnaan baik moral materiil maupun spiritual. (Ramulyo, 1996: 45) Firman Alloh:

          Artinya:“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”.( Adz Dzariyaat: 49)

  Menurut Imam Syafi’i, pengertian nikah ialah suatu akad yang denganya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita sedangkan menurut arti majazi nikah artinya hubungan seksual. Prof. Mahmud Yunus mengatakan, nikah itu artinya hubungan seksual atau setubuh (Ramulyo, 1996: 02).

  Perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan beranak dimana masing-masing pasangan harus melakukan peranannya demi terwujudnya tujuan perkawinan. Perkawinan, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur ’an merupakan bukti dari kemahabijaksanaan Allah Swt dalam mengatur makhluk-Nya.

  Firman allah:

  

         

         

 

  Artinya: dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

  Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(ar ruum: 21).

2. Hukum Melaksanakan Pernikahan

  Menurut pendapat para ulama Syafi’iyah, hukum melaksanakan perkawinan atau pernikahan adalah mubah. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa hukum melaksankan perkawinan ialah sunnah, sedangkan golongan Dzahiriyah mengatakan bahwa perkawinan ialah suatu hal yang wajib dilakukan bagi orang yang telah mampu tanpa dikaitkan adanya kekhawatiran akan berbuat zina apabila tidak kawin. (Daradjat dkk, 1982: 59)

  Namun demikian kalau dilihat dari segi kondisi orang yang melakukan dan tujuan, melaksankan perkawinan adalah wajib, tetapi hanya bagi sebagian orang, sunnah bagi sebagian yang lain, haram bagi sebagian yang lain, makruh bagi sebagian yang lain dan mubah bagi sebagaian yang lain lagi.

  Ada beberapa pembagian hukum melaksanakan perkawinan, yaitu sebagai berikut: a.

  Wajib Menikah hukumnya wajib bagi orang yang mampu mewujudkan sarananya, yang dengan itu akan terpelihara dari perbuatan zina.

  Menjauhkan diri dari perbuatan haram adalah wajib. Apabila seseorang tertentu penjagaan dirinya hanya akan terjamin dengan kawin, maka melakukan perkawinan perkawinan hukumnya adalah wajib. Jadi, perkawinanan merupakan sarana memelihara diri dari maksiat. (Azam dan Hawwas, 2009: 45) b.

  Sunnah Menikah hukumnya sunnah bagi orang yang sudah mampu menikah dan kuat nafsunya, tetapi masih mampu mengendalikan diri dari perbuatan haram. Dalam kondisi seperti ini, perkawinan lebih baik dari pada membujang karena membujang (tabattul) tidak dibenarkan dalam Islam.

  c.

  Haram Menikah haram hukumnya bagi orang yang tidak menginginkannya karena tidak mampu memberi nafkah, baik nafkah lahir maupun nafkah batin kepada isterinya kelak, serta nafsunya tidak mendesak, atau dia mempunyai keyakinan bahwa apabila menikah, ia akan keluar dari agama Islam. Al-Qurtubi, salah seorang ulama madhab Maliki berpendapat bahwa apabila calon suami menyadari tidak akan mampu menafkahi istrinya kelak dan tidak mampu membayar mahar untuk istrinya, atau kewajiban lain yang menjadi hak istri, haram mengawini seseorang dan harus bersabar sampai ia mampu memenuhi hak-hak istrinya, barulah ia boleh menikah. (Basyir, 2007: 15) d.

  Makruh Perkawinan hukumnya makruh bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja istrinya, walaupun tidak merugikan calon istri karena calon istri tergolong orang kaya. Imam Ghazali berpendapat bahwa apabila suatu perkawinan dikhawatirkan akan berakibat mengurangi semangat beribadah kepada allah dan semangat bekerja dalam bidang ilmiah, hukumnya lebih makruh dari pada yang telah disebutkan di atas. (Basyir, 2007: 16) e.

  Mubah Bagi orang yang mampu untuk melaksanakan perkawinan, tetapi apabila tidak melaksanakannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila melaksankan tidak akan menelantarkan istri, maka hukumnya mubah. (Sabiq, 1980: 26)

  Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyyah yang berbunyi:

  ة ْش ْلا يف ل ْل ا ْلا ءا ْص حا ب ي

  Artinya: “Hukum asal segala sesuatu ialah boleh (mubah)”. (Washil dan Azzam, 2009:5) 3.

   Syarat- syarat dan Rukun Pernikahan

  Berbicara mengenai hukum pernikahan sebenarnya kita membicarakan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Bahwa bentuk masyarakat ditentukan atau sekurang-kurangnya banyak dipengaruhi oleh bentuk dan sistem perkawinan. Sebelum kita membicarakan tentang syarat dan rukun perkawinan tersebut alangkah lebih baik jika kita melihat bahwa perkawinan menurut islam dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu:

  Pertama, dipandang dari segi hukum, pernikahan itu merupakan suatu perjanjian. Menurut Saleh (2008: 298) dalam buku Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, pernikahan sebagai perjanjian mempunyai tiga sifat, yaitu: a.

  Tidak dapat dilangsungkan tanpa persetujuan kedua belah pihak.

  b.

  Ditentukan tata cara pelaksanaan dan pemutusannya jika perjanjian itu tidak dapat terus dilangsungkan.

  c.

  Ditentukan pula akibat-akibat perjanjian tersebut bagi kedua belah, berupa hak dan kewajiban masing-masing.

  Dalam Al Qur’an surat An Nissa’ ayat 21, dinyatakan perkawinan adalah perjanjian yang sangat kuat, disebut juga miitsaaghan ghaliizhan.

  Firman allah:

  

       

   Artinya: “Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat”. (An Nissa’: 21)

  Kedua, dari segi sosial, bahwa orang-orang yang telah menikah atau berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin. Ketiga, dari segi agama perkawinan itu dianggap sebagai suatu lembaga yang suci dimana antara suami dan istri agar dapat hidup tentram, saling cinta mencintai, santun menyantuni dan kasih mengasihi antara satu terhadap yang lain dengan tujuan mengembangkan keturunan (Ramulyo, 1996: 18).

  Seseorang dapat melangsungkan pernikahan apabila telah terpenuhi syarat dan rukun nikah. Terkait syarat sah nikah, Sabiq (1980:86) menjelaskan bahwa syarat sah nikah yaitu pertama perempuan yang akan di nikahi bukan perempuan yang haram untuk dinikahi, kedua dalam prosesi aqad atau ijab qabul nikah dihadiri dua orang saksi.

  Dalam Pasal 6 sampai dengan pasal 12 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 telah diatur mengenai syarat-syarat perkawinan, diantaranya sebagai berikut:

  1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menetapkan perkawinan harus didasarkan atas persetujuan calon mempelai. Oleh karena maksud perkawinan ialah supaya suami dan isteri hidup bersama selama mungkin, maka sudah selayaknya bahwa syarat penting untuk perkawinan itu adalah persetujuan yang bersifat sukarela.

  2. Adanya izin dari orang tua/wali calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun.

  3. Umur calon mempelai pria sudah mencapai 19 tahun dan wanita sudah mencapai 16 tahun.

  4. Antara kedua mempelai tidak ada hubungan darah atau keluarga yang dilarang kawin.

  Dalam Pasal 8 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menentukan beberapa larangan untuk melangsungkan perkawinan yaitu antara orang-orang yang: a.

  Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas.

  b.

  Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.

  c.

  Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri.

  d.

  Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan.

  e.

  Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang.

  f.

  Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.

  5. Tidak terikat hubungan perkawinan dengan orang lain Syarat ini disebutkan dalam pasal 9 Undang-Undang

  Perkawinan yang menetapkan bahwa “Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 undang- undang ini”. Pengecualian yang diberikan oleh Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Perkawinan adalah kemungkinan seorang suami untuk melakukan poligami karena hukum agama dari yang bersangkutan mengizinkannya. Namun demikian perkawinan seorang suami dengan lebih dari seorang isteri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi berbagai persyaratan tertentu, dan diputuskan oleh pengadilan.

  6. Tidak bercerai untuk yang kedua kalinya Syarat perkawinan ini diatur dalam Pasal 10 Undang-

  Undang No. 1 Tahun 1974 yang intinya bahwa suami isteri yang telah bercerai untuk kedua kalinya maka keduanya tidak boleh melangsungkan perkawinan lagi, sepanjang hukum masing-masing agama dan keepercayaan dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

  Ketentuan tersebut dimaksudkan supaya segala tindakan yang dapat mengakibatkan putusnya perkawinan harus benar-benar dapat dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak untuk mencegah kawin cerai berulang kali, sehingga suami maupun isteri benar-benar menghargai satu sama lain.

  7. Bagi seorang wanita (janda) tidak dapat kawin lagi sebelum lewat waktu tunggu Dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 ditentukan bahwa seorang wanita yang putus perkawinannya tidak dapat langsung kawin lagi sebelum lewat waktu tunggu.

  8. Memenuhi tata cara perkawinan Dalam Pasal 12 Undang-Undang Perkawinan No. 1

  Tahun 1974 menyebutkan bahwa tata cara pelaksanaan perkawinan akan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. Selanjutnya mengenai tata cara perkawinan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pada Bab III memuat tentang Tatacara Perkawinan, antara lain adalah:

  Pasal 10 berbunyi (1) Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat seperti yang dimaksud dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah ini. (2) Tatacara perkawinan dilaksanakan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu.

  (3) Dengan mengindahkan tatacara perkawinanmenurut masing-masing hokum agamanya dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi.

Dokumen yang terkait

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 15

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 1 26

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 14

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

0 0 16

POLA PEMBINAAN PRA PERNIKAHAN DALAM PENURUNAN ANGKA PERCERAIAN DI KUA KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN TEMANGGUNG) 2014-2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Hukum Islam

0 0 102

PEMBAHARUAN AKAD NIKAH MASYARAKAT MUSLIM BERDASARKAN PETUNGAN JAWA (Studi Kasus Di Desa Pakis Kecamatan Tambakromo Kabupaten Pati) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 120

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 102

PERILAKU SEKSUAL KAUM GAY DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA (Studi Kasus pada Komunitas Gay di Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 3 129

PENGELOLAANZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN (Study Kasus Lembaga Amil Zakat Maal Dukuh, Sidomukti, Salatiga) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam (S.H.I)

0 0 87

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN GRIYA BANK SYARIAH MANDIRI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

0 0 119