PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAO KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP N 4 SALATIGA TAHUN 2010 - Test Repository

  PE N G A R U H PO L A A SU H O R A N G T U A T E R H A D A P K E M A N D IR IA N B E L A JA R SISW A SMP N 4 S A L A T IG A T A H U N 2010 SK R IPSI

  Diajukan untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

  Oleh: HASNAH KURNIATI NIM 11105022 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAM A ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAM A ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2010

  PE N G A R U H PO LA A SU H O RANG T U A T E R H A D A P K E M A N D IR IA N B E L A JA R SISW A SM P N 4 SA L A T IG A T A H U N 2010 SK R IPSI

  Diajukan untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

  Oleh : HASNAH KURNIATI NIM 11105022 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAM A ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2010

KEMENTRIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

  JL Stadion 03 Phone. 0298 323706 Salatiga 50721 Website : NOTA PEMBIMBING

  Hal : Pengajuan naskah skripsi Lampiran : 4 lembar Kepada Yth. Ketua STAIN Salatiga Di tempat

  Assalamu ’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

  Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara: Nama : Hasnah Kumiati NIM : 11105022

  Jurusan : Tarbiyah Program Studi : Pendidikan Agama Islam Judul : Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Belajar

  Siswa SMP Negeri 4 Salatiga Telah kami setujui untuk di munaqosahkan _ ___ — -— •---

  Salatiga, 11 Agustus 2010 Pembimbing

  Siti Rukhavati, M. Ag NIP. 19770403 200312 003

KEMENTRIAN AGAMA RI

  JL Stadion 03 Telp. (0298) 323706, 323433 Fax. (0298) 323433 Salatiga 50721 # Website :

  

PENGESAHAN KELULUSAN

  Skripsi saudari : HASNAH KURNIATI dengan Nomor Induk Mahasiswa : 111 05 022 yang berjudul : PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA

  

TERHADAP KEMANDIRIAN SISWA SMP N 4 SALATIGA TAHUN 2010

  telah dimunaqosahkan dalam Sidang Panitia Ujian Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga pada Selasa, 31 Agustus 2010 yang bertepatan dengan tanggal 21 Ramadhan 1431 H dan telah diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

  31 Agustus 2010 M Salatiga,----------------------------------

  21 Ramadhan 1431 H Panitia Ujian

  

Dra. Siti Asdigoh, M.Si Peni Susapti, S.Si, M.Si

  NIP 19680812 199403 2 003 NIP. 19700403 200003 2 003 Pembimbing

  

Siti Rukhavati M,Ag

KEMENTRIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA

  JL Stadion 03 Phone. 0298 323706 Salatiga 50721 Website : DEKLARASI Bismillahirahmanirahim

  Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Hasnah Kumiati

  NIM : 11105022 Jurusan : Tarbiyah Program Studi: pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 21 Juni 2010 Yang Menyatakan

  Hasnah Kumiati NIM 11105022

  MOTTO % j\/C an u $ia ^ h fa n y a <J^)isa J Q e re n c a n a 7 /tifia n ijQ ^enentiiJfcan

X^ranj ZTerfluat dSu£tmfafi ^C)rtmy 'e^efafti

  • *j\jC enanj t& afam “<&eyafa X^)ranq ^ fa n e

  

<PEcCafafi X ^ )ra n j 7 /e ta p t/e y a r t f ) i a

  

(persem6aHan

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

  • *%edua orangtuaku,flbafi upi’ mama iyafiyang telah mencyrahkgn kasih sayang, bimbingan,dorongan motivasi

    dan segalanya untukku ^Jldikjodikku tercinta (Rpis dan <De’N a *Seseorang speciabterimakgsih untukjemuanya.........
  • *%ebuarga (Baru sebaku memberi hab-hatyang baru setaap hari,Mb

  ‘Vmmajlna,'YdiPenyu,Indah,'YunitaJltinki arienikebersamaan kita kpn sebatu menjadi kenanganyang terindah.

  • *!My (BestfriendChoinS^ika, iin,sundy sebabu memberikan semangat dan dorongan

KATA PENGANTAR

  1

  1 1 p««*d Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya. Sholawat serta salam penulis sanjungkan pada baginda rasulullah Muhammad SAW. Sehingga penyusunan skripsi yang mengambil judul

  

“Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Kemandirian Belajar Siswa S MP N 4

Salatiga ” dapat diselesaikan.

  Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan dari berbagi pihak, baik berupa material maupun spiritual. Selanjutnya penulis haturkan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

  1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag selaku Ketua STAIN Salatiga 2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.

  3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh M.Si., selaku Ketua program studi PAI

  4. Ibu Siti Rukhayati M.Ag., selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  5. Bapak / Ibu dosen beserta karyawan STAIN Salatiga

  6. Kepala sekolah SMPN 4 Salatiga beserta karyawan yang telah membantu memberikan informasi dan data penelitian.

  7. Ayah dan Bunda tercinta 8. Dan seluruh teman yang membantu dalam penulisan skripsi ini.

  Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan dibagi para pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.

  Salatiga, 2 Agustus 2010 Penulis

  

ABSTRAK

  Kumiati, Hasnah. 2010. Pengaruh pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Belajar Siswa SMP Negeri 4 Salatiga. Skripsi. Jurusan Tarbiyah.

  Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Siti Rukhayati, M. Ag. Kata K u n ci: pola asuh orang tua dan kemandirian belajar siswa.

  Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui variasi pola asuh orang tua dalam mendidik anaknya untuk mandiri dalam belajar di SMP Negeri 4. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) bagaimana variasi pola asuh orang tua siswa SMP Negeri 4 Salatiga? (2) bagaimana kemandirian belajar siswa SMP Negeri 4 Salatiga? Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis data.

  Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengaruh pola asuh orang tua siswa di SMPN 4 Salatiaga tergolong pola asuh otoriter (45% sebanayak 18 siswa) sedangkan tingkat kemandirian belajar siswa tergolong sedang (50% sebanyak 20 siswa). Dalam pola asuh otoriter, orang tua cenderung lebih memperhatikan masalah pendidikan anaknya, sehingga dalam diri anak akan tumbuh rasa tanggung jawab yang lebih besar terhadap orang tuanya. Jadi sikap mandiri muncur dari paksaan orang tua. Pola asuh otoriter dianggap sebagai pola asuh yang tepat untuk mendidik anak.

  Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar siswa. Dengan kata lain Ha diterima.

  DAFTAR ISI

  

  

  BAB I PENDAHULUAN

  

  

  

  

  

  

  

  BAB ILLANDASAN TEORI

  

  

  

  

  

  

  

  

  3. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi kemandirian Belajar... 31

  C. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap kemandirian

  BAB m LAPORAN HASIL PENELITIAN

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  BAB IV ANALISIS DATA DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  DAFTAR TABEL

  

   Tabel XII Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Belajar

  

  Tabel XIII Tabel Kerja Produk Moment Koefisien Korelasi Pengaruh Pola Asuh orang Tua Terhadap Kemandirian Belajar Siswa .... 69

  BABI

  

PENDAHULUAN

  A. L atar Belakang Keluarga merupakan satu kesatuan masyarakat terkecil dan di dalamnya terjalin hubungan antara ayah, ibu dan anak. Fungsi keluarga bukan hanya sebagai penerus keturunan saja, akan tetapi masih banyak fungsi yang lain, diantaranya fungsi ekonomi, sosial, edukatif, religius dan efektif.

  Peranan keluarga sangat besar untuk menyiapkan anak sehingga mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab di tengah-tengah masyarakat kelak. Untuk itu, di dalam membentuk itu diperlukan suatu pola asuh yang baik yang bisa mendorong kemajuan anak di dalam keluarganya.

  Anak membutuhkan orang lain dalam perkembangannya dan orang lain yang paling utama dan pertama bertanggungjawab adalah orang tua sendiri.

  Orang tuanyalah yang bertanggungjawab memperkembangkan keseluruhan eksistensi si anak. Tanggung jawab orang tua memenuhi kebutuhan-kebutuhan si anak baik dari sudut organis psikologis, kebutuhan intelektual, rasa kasih, dimengerti, rasa aman melalui asuhan perlakuan. Dengan demikian kita harapkan si anak dapat tumbuh dan berkembang ke arah suatu gambaran kepribadian yang harmonis dan matang.

  Gambaran kepribadian si anak ternyata berlainan dengan keinginan orang tua, kita telah berbuat banyak berusaha sekuat mungkin untuk

  2

  adilnya terhadap semua anak akan tetapi ternyata keadaan dan perbuatan- perbuatan anak adalah lain sekali dari apa yang sebenarnya kita kehendaki, demikian seterusnya. Banyak hal sering timbul sebagai masalah bagi orangtua dalam menghadapi anak. Banyak orangtua yang bersikap acuh tak acuh terhadap perkembangan anak.

  Penanaman aspek-aspek pada diri anak akan membuat mereka menjadi manusia yang mampu mengembangkan potensi dan kreatifitasnya, ketrampilan yang ditopang dengan tata nilai yang baik, sikap yang positif dan pengetahuan yang luas akan mampu mengelola dan memanfaatkan dunia di sekitarnya menjadi lahan garapan yang sangat berharga bagi dirinya.

  Dalam Al-Qur'an Surat At-Tahrim:6: i' , ^ f ^ < 1 ^ . ' V « £ ,

  IJ b tj ! Iji IjJ^a If i^ j j l

  { j

  L'

  Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ...” (Depag RI, 2005 : 447).

  Maksud dari ayat tersebut adalah perintah memelihara keluarga, termasuk anak, bagaimana orang tua bisa mengarahkan, mendidik, dan mengajarkan agar anak terhindar dari siksa api neraka. Hal ini juga memberikan arahan bagaimana orang tua harus mampu menerapkan pendidikan yang bisa membuat anak mempunyai prinsip untuk menjalankan hidup yang positif. Mengarahkan mereka pada hal-hala yang bermanfaat dan menjadikan anak yang berakhlaqul karimah, taat dan taqwa.

  3 Keharusan tanggung jawab keluarga untuk menyelamatkan dirinya dan

  keluarganya melalui pendidikan Islam juga ditegaskan dalam sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: j \ ^ J * o \ j j ) .

  6 AaJlM Jr

  • «• •« «• •* Artinya: “Tiap-tiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua

  orangtuanyalah yang menjadikan mereka Yahudi, Nasrani, dan Majusi ” (H.R. Bukhori) (Bukhori dan Muslim, 212).

  Hadits Rasulullah di atas menunjukkan bahwa orangtua bertanggungjawab saat kekuatan akal fikiran manusia belum sempurna dalam memiliki tanggung jawab untuk memelihara sampai anak mampu menemukan dirinya sendiri dan bertanggungjawab atas tindakannya sendiri.

  Tanggung jawab orangtua terhadap pendidikan anak ini berlangsung terus sampai akhir hayat. Peran orangtuanya terhadap pendidikan anak akan berangsur- angsur mengecil setelah anak mencapai kematangaan dan kedewasaan, tapi tanggung jawab orangtua tidak lepas sama sekali.

  Hendaknya orangtua mampu bersikap bijak dalam membina dan mendidik putra-putrinya. Orangtua mampu bersikap bijak dan demokratis dalam memutuskan persoalan serta mampu memilih mana yang terbaik yang seharusnya diberikan kepada anak-anak atau setidaknya orangtua mampu membimbing pada yang diinginkan anak.

  Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberi pendidikan pertama sebelum mereka berada di tengah-tengah masyarakat,

  4

  mandiri, percaya diri atau tidak mudah terpengaruh, terombang-ambing dalam berperilaku dan bersikap.

  Dengan kemandirian yang dimiliki, seseorang mampu mengelola diri untuk memenuhi tuntutan jaman yang semakin maju dan pesat perkembangannya.

  Selain itu tidak akan mudah terpengaruh serta ketergantungan pada orang lain. Dengan kemandirian belajar, seseorang mampu mengelola dan belajar sendiri menggunakan kreativitasnya, mengekspresikan gagasannya.

  Dari uraian tersebut, penulis terdorong untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Kemandirian Belajar

  Siswa SMPN 4 Salatiga.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana variasi pola asuh orangtua siswa SMPN 4 Salatiga?

  2. Bagaimana kemandirian belajar siswa SMPN 4 Salatiga?

  3. Adakah pengaruh pola asuh orangtua terhadap kemandirian belajar siswa SMPN 4 Salatiga?

  C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui variasi pola asuh orangtua siswa SMPN 4 Salatiga.

  2. Untuk mengetahui kemandirian belajar siswa SMPN 4 Salatiga.

  3. Untuk mengetahui adakah pengaruh pola asuh orangtua terhadap kemandirian

  5 D. Hipotesis

  Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Suharsimi, 1989:62). penelitian nanti hipotesisnya adalah ada pengaruh positif pola asuh orangtua terhadap kemandirian belajar siswa.

  E. Kegunaan Penelitian 1. • Bagi Orangtua

  Agar lebih memperhatikan aktivitas kegiatan anak-anak serta mampu mendidik anak-anak sesuai dengan perkembangan fisik dan pemikirannya.

  2. Bagi Siswa Diharapkan agar anak mampu bersikap mandiri dalam belajar.

  3. Bagi Peneliti Sebagai media untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam meneliti sehingga dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan pada keadaan yang sebenarnya di lapangan.

F. Definisi Operasional

  Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda, maka penulis menjelaskan istilah dan hal-hal sebagai berikut:

  1. Pengaruh Pengaruh adalah daya yang timbul oleh sesuatu bisa berupa orang, benda dan sebagainya yang- ikut membentuk watak kepercayaan atau

  6

  perbuatan seseorang (Poerwadarminto, 1982:59). Yang dimaksud dengan pengaruh di sini adalah kekuatan atau daya akibat dari pola asuh orang tua terhadap siswa.

  2. Pola Asuh Orang tua Pola dalam istilah pola berarti desain atau konfigurasi (Hurlock,

  1978:237). Sedangkan pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain dari cara orang tua memberikann aturan kepada anak, cara memberi hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian atau tanggapan terhadap keinginan anak, dengan demikian yang disebut dengan pola asuh orang tua adalah bagaimana cara orang tua mendidik anak, baik secara langsung maupun tidak langsung.

  Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak. Lebih jelasnya, bagaimana siakap dan perilakau orang tua saat berinteraksi dengan anak. Termasuk cara menerapkan aturan dan mengajarkan norma-norma membeikan perhatian dan kasih sayang, serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik, sehingga menjadi panutak bagi anaknya.

  Yang dimaksud penulis di sini adalah metode orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Menurut Hurlock, ada 3 jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh

  per missive!acuh tak acuh,

  a. Pola asuh otoriter

  7

  aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya, kebebasan bertindak atas nama diri sendiri dibatasi (Toha, 1996:110-111).

  Indikator pola asuh otoriter, diantaranya: 1) Memaksakan kehendak

  2) Tidak memberikan pilihan-pilihan kepada anak 3) Banyak mengkritik anak.

  b. Pola asuh demokratis Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak. Anak diberi kesempatan agar tidak selallu bergantung kepada orang tuanya, orang tua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri (Toha, 1996:111).

  Indikator pola asuh demokratis: 1) Memberi kebebasan

  2) Menerima saran dan kritik 3) Musyawarah untuk mufakat.

  c. Pola asuh acuh tak a.cu\dpermissive Pola asuh laissez faire ditandai dengan adanya orang tua mendidik anak secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa/muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki

  8 Indikator pola asuh permissive/acvh tak acuh:

  1 Orang tua bersikap acuh tak acuh terhadap anak

  2 Kurang memberi nasihat pada anak

  3 Membiarkan anak berbuat sekehendaknya 4 Orang tua tidak mengarahkan dan membimbing anak.

  3. Kemandirian Belajar Kemandirian berasal dari kata mandiri yang artinya berdiri sendiri (Poerwadarminto, 1982:630).

  Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Belajar adalah berubah, dalam hal ini dimaksudkan bahwa belajar akan membawa suatu perubahan tingkah laku bagi individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya terkait dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga bentuk kecakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri dan lain-lain (Sardinian, 1994:23).

  Jadi sikap kemandirian belajar yang penulis maksud adalah sikap yang tampak dari anak dalam keadaan mencerminkan suatu perubahan sikap percaya pada kemampuan dirinya sendiri.

  Untuk mengukur kemandirian siswa menggunakan indikator dengan ciri-ciri sebagai berikut: a Belajar tepat waktu

  9

  c Mempunyai catatan lengkap d Siswa mampu mendiskusikan pelajaran dengan teman-teman e Selalu bertanya tentang hal-hal yang belum jelas f Mampu mengeijakan tugas tanpa meminta bantuan teman.

G. Metode Penelitian

  1. Populasi dan Sampel

  a. Populasi Populasi adalah seluruh subyek yang diteliti dan diselidiki, atau dengan kata lain populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan- kenyataan yang diperoleh dari sampel yang hendak digeneralisasikan (Hadi, 1981:70). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I SMPN 4 Salatiga yang berjumlah 160 siswa dari seluruh siswa kelas I.

  b. Sampel Sampel adalah sebagian individu yang diselidiki (Hadi, 1981:70).

  Jadi, sampel adalah bagian dari individu yang diselidiki yang akan dijadikan sebagian atau semua pada sampel. Kemudian perlu disampaikan dalam hubungan dengan penarikan sampel di atas didasarkan pendapat

  Suharsimi (1998:117) yaitu untuk sekedar ancer-ancer apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya sedangkan bila subyeknya lebih dari 100 maka diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih.

  10

  Jumlah sampel yang diteliti adalah 40 siswa yang berasal dari sebagian siswa kelas VII yang berjumlah 160 dari 6 kelas diambil 25%. Uraiannya adalah sebagai berikut:

  Kelas VII-A 32 x 25 % = 8 siswa

  Kelas VII-B 32 x 25 % = 8 siswa Kelas VII-C 28 x 25 %

  = 7 siswa Kelas VII-D 24 x 25 % = 6 siswa Kelas VII-E 24 x 25 %

  = 6 siswa Kelas VII-F 2 0 x 2 5 % = 5 siswa +

  Jumlah = 40 siswa

  2. Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel:

  a. Pola asuh orangtua b. Kemandirian belajar siswa.

  3. Metode Pengumpulan Data

  a. Metode angket Metode angket adalah sejumlah daftar pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1998:229).

  Adapun bentuk angket yang digunakan adalah langsung dan tertutup, di mana seorang responden tinggal menentukan option mana yang dipilihnya atas pertanyaan dan jawaban yang tersedia.

  11

  Metode ini digunakan untuk mencari data tentang pola asuh orang tua (yang bersifat demokratis, otoriter, permisif), dan kemandirian belajar.

  Angket ini ditujukan kepada siswa kelas VII SMP Negeri 4 Salatiga,

  b. Metode dokumentasi Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen, ledger, agenda dan sebagainya (Suharsimi, 1989:188).

  Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang gambaran umum meliputi data demografi sekolah, struktur organisasi sekolah, keadaan guru, siswa dan karyawan, sarana dan fasilitas sekolah.

  4. Analisis Data Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengolah atau menganalisis data. Dalam mengolah dan menganalisis data tersebut, penulis menggunakan metode analisis data sebagai berikut:

  a. Analisis pertama Pada tahap ini digunakan perhitungan awal dari data yang dipisahkan melalui prosentase dan analisis tiap-tiap item yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

  />=— *100%

  N

  Keterangan: P = prosentase F = frekuensi

  1 2

  b. Analisis kedua Dalam penentuan subjek penelitian, peneliti membagi menjadi dua yaitu pola asuh orang tua dan kemandirian belajar. Untuk mengetahui adanya pengaruh pola asuh orangtua terhadap kemandirian belajar anak, maka penulis menggunakan analisis product moment.

  Rumus: r N Lxy-(Lx)(I.y)

  • V {/VLx2 - (£x)2 }{ASy2 - (Ey)2} Keterangan: rX7 = koefisien korelasi antara X dan Y X = variabel pengaruh pola asuh Y - variabel kemandirian belajar

  N = j umlah responden X2 = hasil kuadrat variabel Y

  Y2 = hasil kuadrat variabel X

  XY = produk X - Y E = jumlah.

H. Sistematika Penulisan Skripsi

  Sistematika penulisan skripsi di sini merupakan gambaran secara garis besar tentang isi skripsi yang terdiri dari bab-bab tertentu.

  BAB I PENDAHULUAN

  13

  B. Rumusan Masalah

  C. Tujuan Penelitian

  D. Hipotesis

  E. Kegunaan Penelitian

  F. Definisi Operasional

  G. Metode Penelitian

  H. Sistematika Penulisan Skripsi BABU LAND ASAN TEORI

  A. Pola Asuh Orangtua

  1. Pengertian Pola Asuh Orangtua

  2. Bentuk-bentuk Pola Asuh Orangtua

  a. Pola Asuh Otoriter

  b. Pola Asuh Demokratis

  c. Pola Asuh Permisif

  B. Kemandirian Belajar Siswa

  1. Pengertian Kemandirian Belaj ar

  2. Bentuk-bentuk Kemandirian Belajar

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar

  C. Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Kemandirian Belajar Siswa

  BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

  1. Sejarah Singkat Berdirinya Sekolah

  3. Struktur Organisasi

  4. Keadaan Guru, Siswa dan Karyawan

  5. Sarana Prasarana

  6. Visi Misi

  B. Laporan Hasil Angket

  1. Daftar Nama Responden

  2. Hasil Jawaban Angket

  BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Pertama B. Analisis Kedua C. Analisis Lanjutan D. Interpretasi Data BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran C. Kata Penutup

BAB II LAND ASAN TEORI A. Pola Asuh Orangtua

  1. Pengertian Pola Asuh Pola berarti cara atau model (Poerwadarminta, 1982:763) Sedangkan asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik anak kecil untuk dapat berdiri sendiri (Poerwadarminta, 1982:63). Jadi pola asuh berarti model merawat, mendidik, membantu dan melatih anak supaya dapat berdiri sendiri.

  Pola asuh adalah merupakan suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orangtua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggungiawab kepada anak, dimana tanggung jawab untuk mendidik anak ini adalah merupakan tanggung jawab primer, karena anak adalah hasil dari buah kasih sayang yang diikat dalam tali perkawinan antara suami istri dalam suatu keluarga. Keluarga adalah satu elemen terkecil dalam masyarakat yang merupakan institusi sosial terpenting dan merupakan unit sosial yang utama melalui individu-individu disiapkan nilai-nilai hidup dan kebudayaan yang utama.

  Mengutip pendapat Kohn dalam buku Chabib Toha (1996:110), pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berhubungan dengan anaknya, sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orangtua memberikan peraturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritas dan cara orangtua memberikan pemahaman atau

  16

  pola asuh orangtua adalah bagaimana cara orangtua mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung.

  Cara mendidik secara langsung artinya bentuk-bentuk asuhan orangtua yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan dan ketrampilan yang dilakukan secara sengaja baik berupa perintah, larangan, hukuman, penciptaan situasi maupun pemberian hadiah sebagai alat pendidikan dalam situasi seperti ini diharapkan muncul dari anak adalah efek instruksional yakni respon-respon anak terhadap aktifitas pendidikan itu.

  Pendidikan secara tidak langsung adalah berupa contoh kehidupan sehari-hari baik tutur kata sampai alat kebiasaan dan pola hidup. Hubungan orangtua dengan keluarga, masyarakat, hubungan suami istri, semacam secara tidak sengaja telah membentuk situasi dewasa anak selalu bercermin terhadap kehidupan sehari-hari dari orangtuanya.

  Pola asuh orangtua dalam membantu anak untuk mengembangkan disiplin diri ini adalah upaya orangtua yang diaktualisasikan terhadap penataan:

  a. Lingkungan fisik

  b. Lingkungan sosial internal dan eksternal

  c. Pendidikan internal dan eksternal

  d. Dialog dengan anak-anaknya

  e. Suasana psikologis

  f. Sosiobudaya

  g. Perilaku yang ditampilkan-pada saat teijadinya pertemuan dengan anak-

  17

  anaknya

  h. Kontrol terhadap perilaku anak-anak i. Menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku dan diupayakan kepada anak-anak (Shochib, 1998:15).

  Hampir tanpa terkecuali, para orangtua dapat digolongkan secara kasar dalam 3 kelompok yaitu: mereka yang menang, yang kalah dan yang menang- kalah. Para orangtua yang tergolong dalam kelompok pertama gigih mempertahankan dalam membenarkan hak mereka untuk menggunakan otoritas maupun kekuasaan atas anak. Mereka percaya perlunya mengekang, menentukan batas, menuntut tingkah laku sesuatu, memberi perintah, dan mengharapkan sikap taat. Kelompok orangtua kedua, yang berjumlah lebih sedikit daripada kelompok pertama, hampir selalu memberikan anak-anak mereka kebebasan. Mereka secara sadar menghindari pemberian batas-batas kepada anak mereka dengan bangga mengemukakan bahwa mereka bukan penganut metode otoriter. Kelompok terbesar dari para orangtua terdiri dari mereka yang beranggapan bahwa sulit mengikuti secara konsisten salah satu di antara kedua perdebatan tadi. Akibatnya, untuk mencoba sampai pada

  “perpaduan yang adil” dari masing-masing cara pendekatan itu, mereka bergerak hilir-mudik antara menjadi orangtua yang keras dan lemah, sulit mudah, membatasi dan membiarkan, menang dan kalah (Gordon, 1984:9-10).

  2. Bentuk-bentuk Pola Asuh

  a. Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan

  18

  aturan-aturan yang ketat namun dituntut untuk mempunyai tanggungjawab, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orangtua), kebebasan untuk bertindak atas nama sendiri dibatasi sehingga anak tidak bisa mengembangkan segala potensi yang dimiliki termasuk kreativitasnya

  . Anak jarang dijajak berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orangtua, orangtua menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu dipertimbangkan dengan anak.

  Pola asuh yang bersifat otoriter juga ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih banyak menggunakan hukuman badan, anak juga diatur segala keperluan dengan aturan yang ketat dan masih tetap diberlakukan meskipun menginjak usia dewasa (Thoha, 1994:111).

  Sebagai akibat yang lebih jauh akan berpengaruh kepada sifat-sifat kepribadian anak, sehingga kemungkinan sifat anak dari keluarga otoriter ialah:

  1) Kurang inisiatif 2) Gugup 3) Ragu-ragu 4) Suka membangkang 5) Menentang kewibawaan orangtua

  6) Penakut 7) Penurut (Bamadib, 1976:126).

  Menurut Prof. Dr. Abdul Aziz Al Qussy, merupakan kewajiban

  19

  orangtua untuk menolong anak dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka, akan tetapi tidak boleh berlebih-lebihan dalam menolong sehingga anak tidak kehilangan kemampuan untuk berdiri sendiri nanti (Al Qussy, 1974:220). Lebih lanjut dikemukakan bahwa ada orangtua yang suka mencampuri urusan anak sampai masalah yang kecil-kecil, misalnya mengatur jadwal perbuatan anaknya, jam istirahat, cara membelanjakan uang, warna pakaian yang cocok, memilihkan teman- teman untuk bermain, macam sekolah yang harus dimiliki. Anak yang dibesarkan dalam suasana semacam ini akan besar dengan sifat yang ragu- ragu, lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang apa saja (Al Qussy, 1974:225).

  Anak dari orangtua otoriter menunjukkan ciri-ciri pasivitas (sikap menunggu) dan menyerahkan segala-galanya kepada pemimpin, makin berkurang ketidaktaatan, kurangnya inisiatif, tidak merencanakan sesuatu, daya tahan berkurang dan ciri-ciri takut-takut (Gerungan, 1991:189).

  Kepribadian anak juga dipengaruhi negatif oleh disiplin yang terlalu keras. Anak yang di luar tampak diam, berperilaku baik dan tidak melawan sering memendam permusuhan mendalam yang membuatnya tidak bahagia dan curiga terhadap siapa saja yang berhubungan dengannya, terutama yang berkuasa,

  b. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orangtua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu

  20

  tergantung kepada orangtua. Orangtua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggungjawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya (Thoha, 1996:111).

  Sebagai akibat yang lebih jauh akan berpengaruh kepada sifat-sifat kepribadian anak dari keluarga yang demokratis antara lain: 1) Anak aktif di dalam hidupnya

  2) Penuh inisiatif 3) Percaya kepada diri sendiri 4) Perasaan sosial 5) Penuh tanggung jawab 6) Menerima kritik dengan terbuka

  7) Emosi lebih stabil 8) Mudah menyesuaikan diri (Bamadib, 1976:125).

  Prof.Dr. Abdul Aziz Al Qussy mengatakan bahwa tidak semua orangtua harus mentolerir terhadap anak, dalam hal-hal tertentu orangtua perlu ikut campur tangan, misalnya:

  1) Dalam keadaan yang membahayakan hidupnya atau keselamatan anak 2) Hal-hal yang terlarang bagi anak dan tidak tampak alasan-alasan yang lahir 3) Permainan yang menyenangkan bagi anak, tetapi menyebabkan

  21

  keruhnya suasana yang mengganggu ketenangan umum (Al Qussy, 1974:227).

  Demikian pula kepada hal-hal yang sangat prinsip sifatnya mengenai pilihan agama, pilihan nilai hidup yang bersifat universal dan absolut, orangtua dapat memaksakan kehendaknya kepada anak karena anak belum memiliki wawasan yang cukup mengenai hal ini.

  Kedisiplinan berasal dari kebebasan di rumah tampil dalam kerjasama yang baik, ketekunan yang lebih besar dalam menghadapi hambatan, pengendalian diri yang lebih baik, kreatifitas yang lebih besar dan sikap yang ramah terhadap orang lain.

  Keluarga demokrasi memandang anak sebagai individu yang berkembang, anak ditempatkan di tempat yang semestinya, yang mempunyai kebebasan untuk berinisiatif dan aktif, anak dapat menghargai orang lain karena anak sudah biasa menghargai hak dan anggota keluarga di rumah.

  c. Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif ditandai dengan cara orangtua mendidik anak secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa/muda. Ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki, kontrol orangtua terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya. Semua apa yang dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu mendapatkan teguran, arahan atau

  22 Orangtua yang memberikan kebebasan kepada anaknya, orangtua

  • -p

  yang tidak memegang fungsi sebagai pimpinan yang mempunyai kewibawaan, suasana keluarga bebas bahkan boleh dikatakan agak 'liar' karena tidak adanya norma-norma yang harus dianut. Anak merasa tidak ada pegangan tertentu sehingga mereka bertindak sekehendaknya sendiri.

  Keadaan yang demikian mempunyai pengaruh yang negatif terhadap perkembangan kepribadian anak. Anak tidak dapat mengenal tata tertib, tidak dapat mematuhi pimpinan, tidak dapat memimpin dan tidak dapat dipimpin. Anak tidak dapat menghargai orang lain sehingga anak selalu mementingkan diri-sendiri. Di dalam keluarga permisif ini maka sifat atau pribadi anak kemungkinan sebagai berikut:

  1) Agresif 2) Menentang atau tidak dapat bekerjasama dengan orang lain 3) Emosi kurang stabil

  4) Selalu berekspresi bebas 5) Selalu mengalami kegagalan karena tidak ada bimbingan (Bamadib, 1976:124).

  Dengan sifat permisif ini anak cenderung menjadi bingung dan merasa tidak aman.

  Secara umum, dalam pola asuh otoriter orangtua sangat menanamkan disiplin dan menuntut prestasi tinggi pada anaknya, hanya sayangnya orang tua tidak memberikan kesempatan pada anak untuk

  23 mengungkapkan pendapat sekaligus menomorduakan kebutuhan anak.

  Dalam pola asuh permisif, orangtua bersikap demokratis dan penuh kasih sayang, namun kendali orangtua dan tuntutan prestasi terhadap anak rendah. Anak dibiarkan berbuat sesukanya tanpa beban kewajiban atau target apapun. Sementara itu pola demokratis muncul bila orangtua menerapkan kendali yang tinggi pada anak, orangtua menuntut prestasi yang tinggi tapi disertai sikap demokratis dan kasih sayang pula.

  Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orangtua yang berpola asuh otoriter memiliki ciri-ciri cenderung memberikan perintah dan larangan, menerapkan disiplin yang kaku, mengharuskan anak untuk patuh dan tidak boleh membantah orangtua, anak tidak mempunyai hak untuk berpendapat, bila bersalah anak harus dihukum, orangtua merasa paling benar dan anak disalahkan. Orangtua yang berpola asuh permisif memiliki ciri-ciri tidak membimbing dan memonitor anak, tidak ada aturan yang digariskan oleh orangtua, anak bebas melakukan segala sesuatu, bila anak bersalah tidak diberi hukuman, bila anak berbuat baik atau memenuhi harapan orangtua tidak memberi hadiah dan tidak ada kehangatan dalam hubungan keluarga.

  Sedangkan orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis memiliki ciri-ciri keputusan dan aturan di rumah dibuat bersama oleh orangtua dan anak, ada bimbingan dan kontrol dari orangtua kepada anak, bila melakukan kesalahan anak akan mendapat peringatan atau hukuman, dan bila anak berbuat baik akan mendapatkan pujian atau hadiah. Pelaksanaan peraturan dan disiplin

  24

  mempertimbangkan keadaan atau alasan dari anak yang dapat diterima oleh orangtua, hubungan keluarga sangat komunikatif dan hangat.

B. Kemandirian Belajar Siswa

  1. Pengertian Kemandirian Belajar Kemandirian dari kata 'mandiri' yang berarti berdiri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain (Poerwadarminta, 1982:630). Orang yang mandiri berarti orang yang dapat menghargai dirinya sendiri dan percaya pada diri sendiri tanpa menggantungkan dirinya dengan orang lain. Bila seseorang telah memiliki sikap tersebut, hal itu merupakan langkah awal dari sikap mandiri.

  Sedangkan kemandirian menurut pendapat beberapa ahli adalah sebagai berikut: a. Prof. Dr. Azyumardi Azra mengatakan kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri yang diwujudkan dalam aspek kreativitas dan kemampuan mencipta (Rofiq, 2008:65).

  b. Zakiyah Darajat menjelaskan kemandirian adalah kecenderungan anak untuk melakukan sesuatu yang diinginkan tanpa minta tolong kepada orang lain, biasanya anak dapat berdiri sendiri, lebih mampu memikul tanggung jawab dan pada umumnya mempunyai emosi yang stabil (Zakiyah Darajat, 1976:130).

  c. Agung menyatakan bahwa sebuah kemandirian adalah pemahaman kita mengenai hal-hal yang membutuhkan dan hal-hal yang kita inginkan (Agung, 2005:59).

  25

  aktivitasnya diarahkan kepada diri sendiri tanpa mengharapkan pengarahan dari orang lain dalam pemecahan masalah yang kita inginkan (Chabib Thoha, 1996:121).

  Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat penulis simpulkan bahwa kemandirian adalah perilaku yang aktivitasnya diarahkan kepada diri sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain yang diwujudkan dalam aspek- aspek kreativitas dan kemampuan menciptakan sesuatu.

  Pengertian kemandirian yang penulis maksud di sini adalah suatu sikap yang menunjukkan bahwa seorang siswa tidak lagi bergantung kepada orang lain, ia bersusaha di mana siswa menentukan cara berfikimya sesuai dengan kemampuannya sendiri, sehingga dapat bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri dengan belajar.

  2. Ciri-ciri Kemandirian Belajar Mandiri merupakan proses kepada kemerdekaan dan kesejahteraan yang mana setiap orang ingin memiliki sikap mandiri dalam menjalani hidupnya.

  Untuk lebih jelasnya, penulis akan menguraikan sifat-sifat yang merupakan ciri-ciri mandiri, yaitu: a. Mampu berfikir aktif

  Seorang yang mandiri selalu mempunyai keinginan, keberanian untuk menampilkan minat serta kebutuhan dan permasalahannya.

  b. Mampu berpikir kreatif Kreatif adalah kecenderungan seseorang untuk menciptakan dan merealisasikan sesuatu yang baru.

  2 6

  Adapun ciri-ciri orang yang kreatif antara lain: 1) Kemampuan kognitif, yaitu kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru yang berlainan

  2) Sikap yang terbuka, yaitu mempersiapkan dirinya untuk menerima stimulus internal dan eksternal dan ia memiliki minat yang beraneka ragam

  3) Sikap yang bebas, otonom dan percaya pada dirinya sendiri (Jalaludin Rachmad, 1982:12).

  c. Bertanggung) awab terhadap kegiatan dan hasil kelompok Seorang yang mandiri tidak akan lari dari tanggungjawab terhadap suatu kegiatan atau suatu hasil kelompok yang telah dilaksanakan.

  d. Berusaha bekerja dengan penuh keyakinan dan disiplin Ketekunan, keyakinan dan disiplin merupakan kunci dari kesuksesan. Hal tersebut tidak dapat dipisahkan. Bagi anak (santri) kesuksesan merupakan hal yang sangat penting, karena dengan disiplin akan terbentuk sikap mematuhi segala aturan yang dibentuknya sendiri.

  Kemudian ciri-ciri kemandirian yang dirumuskan oleh Prof. Dr. H. Hadari Nawawi (1993:341-372), adalah sebagai berikut:

  a. Mengetahui secara tepat cita-cita yang hendak dicapainya Mengetahui secara tepat keinginan atau yang dikehendaki dalam menjalani dan menjalankan hidup dan kehidupan sebagai khalifah di bumi, akan menuntun pikiran, sikap dan tingkah laku manusia. Pribadi mandiri berdasarkan cita-citanya itu mengetahui secara tepat apa yang

  27

  diinginkan dan yang harus dikerjakan sehari-hari. Sejak bangun dari tidurnya dimalam hari, pribadi mandiri sudah mengetahui apa yang akan dikerjakannya disiang hari guna menunjang tercapainya cita-cita dalam kehidupan, tahu menyibukkan dirinya dengan melakukan kegiatan yang bermanfaat, untuk kebaikan hidupnya di dunia dan di akhirat kelak,

  b. Percaya pada nasib dari Allah SWT tetapi memahami bahwa semua manusia diberikan kesempatan yang sama dalam berusaha untuk memperoleh nasib terbaik, sesuai cita-citanya

  Dalam Al-Qur'an Surat Ar-Raad ayat 11 bahwasanya Allah SWT telah berfirman, yaitu: Artinya: Nasib suatu kaum (termasuk individu) tidak akan berubah jika

  kaum (individu) tersebut tidak berusaha untuk merubah nasibnya (Depag, 2005 : 198)

  Pada dasarnya tidak seorangpun manusia yang mengetahui nasibnya, besok atau kemudian hari.oleh karena itulah kepada semua manusia sebenarnya telah diberi peluang atau kesempatan yang sama untuk mencapai sukses material maupun spiritual, c. Percaya diri, dapat dipercaya orang lain

  Orang-orang yang mandiri merupakan orang yang menggunakan pikiran agar bekeija untuk dirinya, bukan sebaliknya melawan dirinya.

  Pada tahap pertama, pikiran harus digunakan untuk menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri, percaya bahwa diri sendiri sama baiknya dengan orang lain, sehingga yakin bahwa jika orang lain dapat melakukan

  28

  sesuatu kebaikan, maka diri sendiripun mampu melakukannya, baik untuk kepentingan hidup di dunia maupun di akhirat. Mempunyai percaya diri terdapat keyakinan yang kuat bahwa dirinya bisa mengerjakan sesuatu yang membawa dirinya pada sukses.

  Adapun ciri-ciri orang yang percaya diri antara lain sebagai berikut: 1) Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan sesuatu

  2) Mampu menyesuaikan diri dan berkomunikasi di berbagai situasi 3) Memiliki kemampuan bersosialisasi 4) Selalu bereaksi positif di dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya dengan tetap tegar, sabar dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup (Hakim, 2002:5).

  Orang-orang beriman yang percaya diri sebagai bagian pribadi mandiri selalu mampu bersaing, namun mampu pula bekerjasama dengan orang lain. Percaya pada orang lain merupakan dasar bagi perwujudan kerjasama, karena menyadari bahwa pekerjaan besar selalu memerlukan bantuan orang lain, mengingat kodrat sebagai makhluk sosial. Keijasama atas dasar percaya pada orang lain, terutama sesama saudara umat Islam diyakininya akan membawa kebaikan,

  d. Mengetahui bahwa sukses adalah kesempatan bukan hadiah Orang-orang yang berkepribadian mandiri yang kreatif dan penuh inisiatif, mampu menciptakan kerja dan tidak menunggu-nunggu kerja.