CITRA PEMELUK AGAMA HINDU-BUDDHA DAN AGAMA ISLAM DALAM NOVEL ARUS BALIK KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (Analisis Struktutalisme Genetik) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesi

  CITRA PEMELUK AGAMA HINDU-BUDDHA DAN AGAMA ISLAM DALAM NOVEL ARUS BALIK KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER (Analisis Struktutalisme Genetik) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Hendra Sigalingging 044114028 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  

Orang yang tidak pernah membuat kekeliruan adalah orang yang tidak pernah

melakukan apapun

(Theodre Roosevelt)

Saya bukanlah manusia gagal, saya hanya menemukan sepuluh ribu cara yang tidak

efektif

(Benjamin Franklin)

  

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

  Sang Maha Kasih, Yesus Kristus

  

Amang dohot Inang yang telah membuat aku ada

  Rika dan Riko yang mengasihiku Serta semua orang yang kukasihi

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat akhir dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yaitu: 1.

  Drs. B. Rahmanto, M.Hum, sebagai dosen pembimbing I, terima kasih atas segala bimbingan dan masukan kepada saya untuk meyelesaikan skripsi ini.

  2. SE Peni Adji, S.S, M.Hum sebagai dosen pembimbing II, terima kasih telah meluangkan banyak waktu untuk memberi masukan dan membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

  3. Seluruh dosen jurusan Sastra Indonesia, yang telah dengan sabar membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Sastra Indonesia.

  4. Amang dohot Inang yang telah memberi dukungan secara materiil dan spirituil kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat selesai.

  5. Rika dan Riko, terima kasih atas dukungan dan celotehannya “Cepat selesai, Bang”.

  6. Bawoxku, terima kasih atas segala kesabaran dan dukungannya untuk tetap memberiku semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

  7. Teman-teman Bengkel Sastra yang telah membantu penulis mewujudkan penulisan skripsi ini.

  8. Menyun dan Doler, terima kasih atas sharingnya pada penulis.

  9. Teman-teman seperjuangan Sastra Indonesia 2004, terima kasih atas kebersamaannya selama di bangku perkuliahan.

  10. Semua karyawan di Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas pelayanannya selama ini.

  11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah banyak memberikan dukungan dan perhatian sampai selesainya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu, segala saran dan kritik dari berbagai pihak akan penulis terima dengan segala kerendahan hati dan harapan dapat lebih menyempurnakan penelitian ini. Penulis juga berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

  Yogyakarta, 15 April 2009 Penulis

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Hendra Sigalingging Nomor Mahasiswa : 044114028

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  

CITRA PEMELUK AGAMA HINDU-BUDDHA DAN AGAMA ISLAM

DALAM NOVEL ARUS BALIK

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

(Analisis Struktutalisme Genetik)

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me- ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 20 April 2009 Yang menyatakan

  (Hendra Sigalingging)

  

ABSTRAK

Sigalingging, Hendra. 2009. “Citra Pemeluk Agama Hindu-Buddha dan Agama

Islam dalam Novel Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer : Analisis Strukturalisme Genetik.” Skripsi Strata (S-1). Yogyakarta. : Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

  Penelitian ini mengkaji tentang citra agama Hindu-Buddha dan agama Islam dalam novel Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan analisis struktural yang difokuskan pada analisis alur, mendeskripsikan situasi kehidupan keagamaan dalam masa keruntuhan Majapahit, dan menganalisis serta mendeskripsikan citra agama Hindu-Buddha dan agama Islam dalam novel Arus Balik.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan strukturalisme genetik yang dikembangkan oleh Lucian Goldmann. Diawali dengan analisis struktur teks yang difokuskan pada analisis alur, lalu dilanjutkan pada analisis struktur historis, yaitu situasi kehidupan keagamaan dalam masa keruntuhan Majapahit sebagai kelas-kelas sosial dan bandingan untuk menemukan citra agama Hindu-Buddha dan agama Islam sebagai struktur sosial yang ada dalam teks sastra.

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi. Metode analisis isi digunakan untuk menganalisis isi teks sastra. Dalam penelitian ini, metode analisis isi digunakan untuk mengkaji isi teks sastra tanpa melihat isi komunikasi (pesan yang diterima oleh pembaca) dari teks sastra tersebut.

  Hasil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Alur dalam novel Arus

  

Balik adalah alur campuran. Peristiwa-peristiwa yang terjadi tidak berjalan secara

  kronologis atau progresif. Ini dikarenakan ada beberapa peristiwa yang mengalami

  

flash back . Konflik utama dalam novel Arus Balik sendiri adalah kedatangan bangsa

  Peranggi di Nusantara. (2) Struktur historis dan kelas-kelas sosial yang terliput dalam situasi kehidupan keagamaan dalam masa keruntuhan Majapahit, menggambarkan perkembangan agama Islam yang maju pesat. Agama Hindu-Buddha sendiri mengalami kemerosotan dan penindasan. Hal ini merupakan imbas dari “islamisasi paksa” oleh kerajaan-kerajaan Islam. Posisi Tuban sebagai setting utama, hadir sebagai bandar terpenting pada masa Majapahit. Tuban juga berdiri sebagai benteng pertahanan dan basis militer Majapahit. (3) Citra agama Hindu-Buddha dominan digambarkan secara positif. Citra positif agama Hindu-Buddha terangkum dalam poin citra positif ajaran Hindu-Buddha dan citra positif pemeluk agama Hindu-Buddha. Citra positif yang ada dalam ajaran agama Hindu-Buddha meliputi (a) Hindu-Buddha melarang penghujatan dewa, (b) Hindu-Buddha menuntut manusia menggunakan nalar, (c) Hindu-Buddha mengajarkan hakikat kebenaran, (d) Hindu-Buddha menciptakan kedamian, dan (e) Hindu-Buddha dapat berakulturasi dengan budaya masyarakat. Citra positif pemeluk agama Hindu-Buddha juga terangkum dalam sembilan poin, yaitu (i) pemeluk agama Hindu-Buddha lebih menghargai alam, (ii) pemeluk Hindu-Buddha tidak rakus akan ambisi pribadi, (iii) Pemeluk Hindu-Buddha tetap menjaga kebudayaannya, (iv) Pemeluk Hindu-Buddha sangat menghargai dewanya, (v) pemeluk Hindu-Buddha taat menjalankan ritual keagamaannya, (vi) pemeluk Hindu-Buddha tidak memaksakan kehendak, (vii) sikap mental yang mandiri dari pemeluk Hindu-Buddha, (viii) pemeluk Hindu-Buddha menghargai manusia lainnya, dan (ix) pemeluk Hindu-Buddha memiliki cinta kasih. Agama Hindu-Buddha tidak memiliki citra negatif.

  Ada tiga poin citra positif Islam yang dibentuk oleh sikap pemeluknya meliputi (a) pemeluk agama Islam adalah individu yang ulet, (b) pemeluk Islam juga mengkritisi kelemahan ajaran Hindu-Buddha, dan (c) pemeluk agama Islam taat menjalankan ajaran agamanya. Citra Islam sendiri dominan bersifat negatif dalam novel Arus Balik. Citra negatif ajaran agama Islam adalah memaksakan aturan- aturannya sendiri.

  Citra negatif pemeluk agama Islam terangkum dalam lima poin, yaitu (i) pemeluk agama Islam gemar melakukan penghinaan dan pelecehan, (ii) pemeluk agama Islam juga gemar menghina antarsesama Islam, (iii) pemeluk agama Islam menggunakan agamanya sebagai pembenaran, (iv) pemeluk agama Islam kurang memiliki iman yang kuat, dan (v) pemeluk agama Islam suka melakukan kekerasan.

  Pandangan dunia Pramoedya yang tergambar dalam Arus Balik mengatakan jika citra “Islamnya Pram” adalah Islam yang identik dengan anarkisme dan fanatisme. Agama Hindu-Buddha sendiri berdiri sebagai agama yang sesuai dengan budaya Nusantara, khususnya Jawa dan berakulturasi hingga menciptakan kedamaian bagi manusia di Nusantara secara umum.

  Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perkembangan agama Islam dalam novel Arus Balik tidak mutlak selalu dilakukan secara damai. Islamisasi juga dilakukan dengan kekerasan, doktrinisasi, dan pemaksaan. Kerajaan-kerajaan Islam dihadirkan sebagai faktor yang menyebabkan kemerosotan agama Hindu-Buddha. Hal ini juga disebabkan oleh situasi politis zaman. Agama Hindu-Buddha sendiri menjadi objek eksploitasi yang terombang-ambing dalam arus zaman yang mengalami perubahan.

  

ABSTRACT

Sigalingging, Hendra. “Image Of Hindu-Buddha Followers and Islam Followers

from Arus Balik Novels’s written by Pramoedya Ananta Toer: An

  Analysis Of Genetic Structuralism.” Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Department Of Indonesian letter, Faculty Of Letter, Sanata Dharma University. 2009.

  This research examines the image of Hindu-Buddha religions and Islam from

  

Arus Balik novel written by Pramoedya Ananta Toer. The aims of this research are to

  analyze and describe novel’s structure that focus to plot, describe the situation of religion’s livelihood on Majapahit collapse period, and analyze along with describing the image of Hindu-Buddha religions and Islam from Arus Balik novel

  This research uses genetic structuralism which was expanded by Lucian Goldmann. It’s starting with text structure analysis that focus to plot analysis, then continue with historical structure analysis about the situation of religions livelihood on Majapahit collapse period as social classes and comparison to find the image of Hindu-Buddha religions and Islam as social structure that was written in letter’s text.

  The method which is used to analyze the data in this research is content analysis method. Content analysis method is used to analyze the content of letter’s text. In this, research, content analysis method is used to examine only for the content of letter’s text, without the communication content analysis (the commands which are received by the reader) from letter’s text.

  The results on this research are (1) The plot of Arus Balik is mixture plot. The incidents were not ride chronological or progressive. It’s happened there for many flash back incidents. The main conflict of Arus Balik is the Peranggi’s arrival in Nusantara. (2) Historical structure and social classes which are included in the situation the religion’s livelihood on Majapahit collapse period, described the amazing progress of Islam. The Hindu-Buddha religions experienced some drops and oppressions. That are caused by forcing the islamitation by Moslem kingdoms. The position Tuban as the main setting was presented as the most important harbour in time of Majapahit. Tuban was also exist as fortrees and Majapahit military base. (3) The image of Hindu-Buddha was dominant described positively. The positive image of Hindu-Buddha include (a) Hindu-Buddha prohibit the insult of gods, (b) Hindu- Buddha require the human to use the logical way in thinking, (c) Hindu-Buddha teach about the truth, (d) Hindu-Buddha make peace, and (e) Hindu-Buddha could mix with the local genius. The positive image of Hindu-Buddha followers were also describe in nine points, include (i) Hindu-Buddha followers appreciated the nature, (ii) Hindu- Buddha followers were not greedy about personal will, (iii) Hindu-Buddha followers kept their culture, (iv) Hindu-Buddha followers to be more appreciate for their gods, (v) Hindu-Buddha followers kept their devotion, (vi) Hindu-Buddha followers were not force their will, (vii) The solid mentality from Hindu-Buddha followers, (viii) Hindu-Buddha followers appreciated the other human, (ix) Hindu-Buddha followers have love. Hindu-Buddha have not many negative images.

  There are three points the positive image of Islam wihich were sign by their followers attitude include (a) Islam followers were perseverance persons, (b) Islam followers were also criticize the weakness of Hindu-Buddha, and (c) Islam followers kept their devotion. The image of Islam were dominant negative in Arus Balik. The negative image of Islam is force their rules.

  The negative image of Islam followers described in five points include (i) Islam followers enjoy to did some humiliation, (ii) Islam followers were also enjoy to did humiliation fellow Islam followers, (iii) Islam followers used their religion as justification, (iv) Islam followers had not solid faith, and (v) Islam followers enjoy to did some violence.

  Pramoedya’s world view which was describe in Arus Balik tell if the image of Pram’s Islam was close with anarchism and fanatism. Hindu-Buddha exist as the religion that was better for Nusantara culture, especially Java and mixed until make peace for the people in Nusantara in general.

  The consclusions of this research are the Islam’s progress of Arus Balik were not always done in peace. The Islamitation was also done in violence, instigation forcing, and compulsion. Islamic kingdoms were presented as the factor that caused the drop of Hindu-Buddha religions. It’s caused the political situation from each epoch. The Hindu-Buddha religions had become an exploitation object drifted in the current-changeable epoch.

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................ iv KATA PENGANTAR……………………………………………………… v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………. vii ABSTRAK ................................................................................................... viii ABSTRACT .................................................................................................. x DAFTAR ISI................................................................................................ xii

  BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah ...........................................................

  9 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................

  10 1.4 Manfaat Penelitian ..........................................................

  10 1.5 Tinjauan Pustaka………………………………………..

  11 1.6 Landasan Teori................................................................

  12 1.6.1 Teori Struktural dan Teori Alur ..........................

  12 1.6.2 Strukturalisme Genetik........................................

  15 1.6.3 Citra.....................................................................

  18 1.6.4 Agama .................................................................

  19

  1.6.5 Agama Hindu-Buddha ........................................

  33 2.3 Tahap Peningkatan Konflik…………………………….

  3.2 Kehidupan Agama dalam Masa Keruntuhan Majapahit… 155

  3.1 Kehidupan Agama pada Masa Majapahit…………… ... 149

  BAB III SITUASI KEHIDUPAN KEAGAMAAN DALAM MASA KERUNTUHAN MAJAPAHIT .............................................. 145

  2.6 Rangkuman…………………………………………….. 143

  2.5 Tahap Penyelesaian…………………………………….. 139

  2.4 Tahap Klimaks………………………………………… 135

  74

  30 2.2 Tahap Pemunculan Konflik…………………………….

  20 1.6.6 Agama Islam .......................................................

  28 BAB II ANALISIS ALUR NOVEL ARUS BALIK.............................. 30 2.1 Tahap Penyituasian……………………………………..

  28 1.10 Sistematika Penyajian…………………………………...

  27 1.9 Sumber Data…………………………………………….

  25 1.8 Teknik Pengumpulan Data……………………………..

  25 1.7.2 Metode Penelitian ...............................................

  25 1.7.1 Pendekatan ..........................................................

  24 1.7 Metode Penelitian ...........................................................

  23 1.6.7 Citra Pemeluk Agama………………………….

  3.3 Rangkuman……………………………………………… 165

  BAB IV CITRA AGAMA HINDU-BUDDHA DAN AGAMA ISLAM DALAM NOVEL ARUS BALIK………………………………………. . 168

  4.1 Citra Agama Hindu-Buddha…………………………… 170

  4.1.1 Citra Positif Agama Hindu-Buddha……………... 171

  4.1.2 Citra Negatif Agama Hindu-Buddha…………….. 200

  4.2 Citra Agama Islam……………………………………... 200

  4.2.1 Citra Positif Agama Islam……………………….. 201

  4.2.2 Citra Negatif Agama Islam………………………. 205

  BAB V PENUTUP.................................................................................. 252

  5.1 Kesimpulan ..................................................................... 252

  5.2 Saran................................................................................ 255

  DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 256

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dunia sastra merupakan sebuah wadah seni yang dapat memberi kepuasan

  ataupun pengetahuan yang diterima oleh pembaca melalui refleksinya terhadap karya sastra, realitas, dan imajinasi. Hanya saja, yang membedakannya dengan seni yang lain adalah sastra memiliki aspek bahasa (Semi, 1984:39).

  Karya sastra merupakan suatu karya yang dihasilkan melalui proses kreatif pengarang. Dalam proses ini dibutuhkan suatu kreativitas dalam diri pengarang.

  Kreativitas ini dapat bersumber pada imajinasi pengarang atau hasil observasi pengarang terhadap realitas yang dihadapinya. Hal ini juga dijelaskan oleh Sumardjo (1979:65) yang mengatakan karya sastra merupakan hasil pengamatan sastrawan terhadap kehidupan sekitarnya. Novel sebagai salah satu genre sastra juga merupakan produk kehidupan yang banyak mengandung nilai-nilai sosial, politik, etika, religi, dan filsafat yang bertolak dari pengungkapan kembali fenomena kehidupan (Sardjono, 1992:10).

  Selain berhubungan dengan masyarakat, karya sastra juga dapat bersumber dari peristiwa sejarah. Peristiwa sejarah juga merupakan motivasi seorang pengarang untuk menciptakan karya sastra. Menurut Kuntowijoyo (2006: 171), objek karya sastra adalah realitas, apa pun juga yang dimaksud dengan realitas oleh pengarang.

  Apabila realitas itu berupa peristiwa sejarah, maka karya sastra dapat, pertama mencoba menerjemahkan peristiwa itu dalam bahasa yang imajiner dengan maksud untuk memahami peristiwa sejarah menurut kadar kemampuan pengarang. Kedua, karya sastra dapat menjadi sarana bagi pengarangnya untuk menyampaikan pikiran, perasaan, serta tanggapan mengenai suatu peristiwa sejarah. Ketiga, seperti juga karya sejarah, karya sastra dapat merupakan penciptaan kembali sebuah peristiwa sejarah sesuai dengan pengetahuan dan daya imajinasi pengarang.

  Seorang pengarang novel sejarah dapat menggunakan masa lampau yang luas untuk menolak atau mendukung suatu interpretasi atau gambaran sejarah yang sudah mapan. Hal ini juga dilakukan oleh Pramoedya Ananta Toer (selanjutnya disingkat Pram) dalam novelnya berjudul Arus Balik. Arus Balik adalah sebuah novel sejarah yang mengangkat Nusantara dalam segala kejayaannya sebagai kesatuan maritim.

  Peristiwa sejarah yang diangkat Pram adalah masa pascaruntuhnya Majapahit sampai pendudukan Portugis di Nusantara.

  Arus Balik bercerita tentang seorang anak desa, Galeng, yang terlibat dalam

  arus kekuasaan dan intrik politik yang mengatasnamakan agama di kerajaan Nusantara. Galeng hidup di desa Awis Krambil, salah satu desa di bandar Tuban yang merupakan pecahan dari runtuhan kejayaan Majapahit. Galeng yang menjadi juara gulat dan diangkat menjadi Syahbandar muda Tuban, memiliki seorang istri, Idayu, penari cantik yang juga menjuarai kompetisi tari di Tuban. Pasangan ini menjadi pujaan dalam masyarakat Tuban sehingga mereka dianggap sebagai turunnya Dewa Kamajaya dan Dewi Kamaratih di atas bumi Tuban. Galeng dan Idayu menjadi ikon masyarakat Tuban mengalahkan Sang Adipati Tuban Tumenggung Wilwatikta yang dianggap telah merosot pamornya karena tidak berjuang mengembalikan kejayaan Majapahit, tetapi mengubah bandar Tuban menjadi bandar perdagangan.

  Galeng dan Idayu terseret dalam dunia kekuasaan dan politik sejak Galeng dipilih menjadi Syahbandar Muda Tuban. Padahal, cita-cita pasangan ini hanyalah menjadi petani biasa di desanya. Sebagai Syahbandar Muda Tuban, Galeng diwajibkan untuk ikut mengurus segala sesuatu mengenai Tuban termasuk keamanan Tuban dari serangan saudara sendiri ataupun serangan dari bangsa luar.

  Ketika Nusantara bergelut dengan kenyamanan perdagangan, arus zaman pun berbalik. Arus yang selama ini bergerak dari selatan (kejayaan Nusantara) ke utara (dunia luar), berganti haluan menjadi arus dari utara (bangsa /dunia luar) ke selatan (Nusantara). Bangsa-bangsa asing mulai melakukan pelayaran dan memonopoli bandar-bandar perdagangan di Nusantara. Bangsa-bangsa yang datang dari utara ini telah menaklukkan Malaka yang merupakan bandar terpenting di Nusantara. Hal ini mengancam keberlangsungan perdagangan di Nusantara. Arus pemikiran yang mengatakan bahwa kekuatan Majapahit merupakan kekuatan yang paling kuat di bumi ini menjadi terbalik ketika melihat keperkasaan bangsa yang datang dari utara (Portugis) bersama meriamnya yang mengalahkan cetbang Majapahit.

  Secara perlahan, arus kekuasaan yang berpusat di selatan (Jawa), mulai digeser oleh kekuasaan utara (Portugis). Malaka dan Pasai pun telah dikuasai oleh Portugis. Hal ini seharusnya mendapat perlawanan dari Tuban yang merupakan sisa armada terkuat pasukan Majapahit. Akan tetapi, Adipati Tuban tidak memerangi Portugis, melainkan berharap Portugis mau bekerja sama dengan Tuban dalam perdagangan. Otak Adipati yang penuh dengan perdagangan ini tidak mendapat respon dari masyarakat Tuban yang telah antipati kepada Adipati.

  Perlawanan pertama terhadap Portugis malah dilakukan oleh kerajaan Demak di bawah panji Adipati Unus. Demak dengan bantuan dari kerajaan-kerajaan kecil di Jawa pun mulai menyerang Portugis di Malaka. Salah satu pasukan bantuan tersebut adalah pasukan Tuban dengan Galeng di dalamnya yang akan menyusul dari belakang pasca-pemberangkatan pasukan Demak. Demak terdesak oleh taktik Portugis. Adipati Unus menunggu kedatangan pasukan Tuban yang dijanjikan akan menyusul akan tetapi sia-sia karena pasukan Tuban sengaja diperlambat keberangkatannya oleh Adipati Tuban. Imbasnya, pasukan Demak diporak- porandakan oleh Portugis. Serangan Demak gagal total akibat perilaku Adipati Tuban. Galeng pun bingung akan sikap Adipatinya yang tidak ksatria.

  Dimulai dari peristiwa itulah, Galeng menginjakkan kakinya dalam hiruk- pikuk politik dan kekuasan. Galeng memiliki harapan, yaitu kembalinya kejayaan Majapahit di Nusantara. Intrik politik yang terjadi pascapenyerangan Adipati Unus ke Malaka membuat Galeng sadar kalau kekuatan yang ada sekarang adalah kekuatan agama Hindu-Buddha, agama Islam, dan Portugis. Pergulatan juga terjadi dalam keluarganya. Idayu, sang isteri yang cantik jelita menjadi objek sasaran dari Adipati Tuban dan Syahbandar Tuban, yang menyukai Idayu. Klimaksnya adalah pemerkosaan yang dilakukan oleh Syahbandar Tuban, Sayid Habibullah setelah terlebih dahulu membius Idayu. Idayu pun melahirkan anak hasil perbuatan Syahbandar Tuban. Hal ini mengancam kehidupan Idayu.

  Di lain sisi, Rangga Iskak mantan Syahbandar Tuban yang dipecat secara sepihak oleh Adipati Tuban, melakukan pergolakan di daerah pedalaman Tuban.

  Pengaruhnya pun mulai meluas hingga ia dapat menghimpun kekuatan dari berbagai desa di bawah nama Islam, seperti dalam kutipan berikut.

  “ Allah telah kirimkan meriam, perlengkapan, dan penembaknya kepadaku untuk

kupergunakan sebagaimana kehendaknya. Demi Allah, demi kekuasaan yang ada pada

tanganku, kalian harus tujukan meriam itu kepada kafir Jawa, kafir Peranggi, dan kafir apa

saja” (Pramoedya, 1995: 307).

  Dalam kutipan di atas, terlihat bagaimana Rangga Iskak membawa agama sebagai pembenaran tindakannya untuk melakukan pergolakan. Selanjutnya, Rangga Iskak menamakan dirinya Sunan Rajeg dan berniat membalas dendam kepada Adipati Tuban. Perang saudara pun terjadi. Patih Tuban yang ditugaskan oleh Adipati untuk mengatasi pemberontakan Sunan Rajeg, tidak juga melakukan pergerakan. Hal ini dikarenakan kekecewaan Patih atas sikap Adipati yang tidak mengambil tindakan tegas dari dulu sehingga pergolakan Sunan Rajeg tidak akan terjadi. Melihat Patihnya yang hanya ceramah tentang Adipati dan tidak melakukan pergerakan, Galeng yang pada saat itu telah berposisi sebagai kepala pasukan laut pun membunuh Sang Patih dan mengangkat dirinya sebagai Senapati sekaligus Patih Tuban. Galeng memimpin pasukan Tuban memerangi pasukan Sunan Rajeg. Galeng pun meraih kemenangan.

  Galeng meraih kejayaannya bersama sorakan masyarakat Tuban yang semakin memberi hormat kepadanya. Tuban bersorak.

  Di lain pihak, Demak di bawah komando Fatahillah mulai menyerang kerajaan-kerajaan di Jawa. Banten dan Sunda Kelapa menjadi korban. Niat Adipati Trenggono sebagai pengganti Adipati Unus untuk mengusir Portugis di Malaka belum juga terbukti. Hal ini membuat ibunya, Ratu Aisah membentuk armada gabungan untuk melakukan penyerangan ke Malaka karena lawan sesungguhnya adalah Portugis bukan kerajaan tetangga. Armada gabungan ini terbentuk antara armada Jepara, Aceh, Bugis, Lao Sam, dan Tuban. Pemimpin pasukan gabungan ini adalah Galeng yang telah memenangi perang saudara di Tuban.

  Mengingat kesempatan untuk mengusir Portugis datang, Galeng yang telah memutuskan untuk menjadi petani, kembali tergerak untuk meneruskan cita-cita Adipati Unus yang pernah dikhianati oleh Adipatinya. Akan tetapi, kejadian ini hanya trik rencana dari Demak agar Tuban sebagai pusat sisa kejayaan Majapahit di Jawa kosong dan dapat ditaklukkan. Penyerangan Galeng ke Malaka dengan armada apa adanya dan tanpa persenjataan yang lengkap gagal total. Demak pun menyerang Tuban, akan tetapi masih dapat ditahan oleh pasukan Tuban di bawah komando Patih baru, Kala Cuwil. Dalam peristiwa ini, Adipati Tuban tewas.

  Di tengah kesibukan Tuban mencegah penjajahan yang akan dilakukan Demak, Portugis kembali menyerang Tuban. Tuban jatuh ke tangan Portugis. Galeng pun pulang ke Tuban. Karena karismanya, Galeng masih dianggap sebagai Senapati Tuban oleh pasukan dan masyarakat Tuban. Ia pun menyiapkan peperangan untuk merebut kembali Tuban. Dengan taktiknya, Galeng dapat merepotkan Portugis dalam serangan mendadaknya. Portugis kalah, Tuban pun mendapatkan kembali kehormatannya.

  Masyarakat Tuban melihat kembali sosok Gajah Mada dalam diri Galeng. Dengan perjuangannya yang heroik dan dapat memberi perlindungan pada seluruh masyarakat Tuban, ia diminta untuk menjadi pemimpin Tuban yang dianggap dapat mengembalikan arus yang telah terbalik sehingga mencapai kejayaan yang dulu pernah dilakukan oleh Gajah Mada. Akan tetapi, Galeng menolak anggapan dan harapan tersebut karena dia beranggapan kalau dari awal dia hanyalah seorang anak desa yang selamanya akan menjadi anak desa. Galeng menyerahkan Tuban kepada seluruh kepala pasukan Tuban dengan memberi nasihat-nasihat hidup seperti yang dilakukan oleh Rama Cluring, Pendeta panutan Galeng dan Idayu.

  Intrik politik dan kekuasaan yang ada dalam novel Arus Balik ini juga dihiasi dengan idealis agama. Agama dijadikan suatu pembenaran dari perbuatan manusia penganutnya. Hal ini sangat tergambar dalam novel Arus Balik. Sebagai contoh, kejadian pergolakan yang terjadi di pedalaman Tuban yang dilakukan oleh Rangga Iskak. Rangga Iskak selalu mendoktrin massanya melalui ceramah-ceramah kepada pengikut-pengikutnya di pedalaman desa. Ia menjelekkan agama selain Islam dan orang-orang yang menganutnya serta mengharuskan agar hanya ada Islam di Nusantara, seperti dalam kutipan berikut.

  “Islam datang dari kandungan hati mereka yang bersih, dan disambut oleh mereka

dengan hati yang bersih pula, berkembang damai seperti berkembangnya bunga jambu. Lain

dengan Peranggi dan Nasraninya. Dia datang dengan tembakan meriam, dan dengan

perangginya sekali. Kalau Tuban telah kita kuasai, kita akan bergerak ke selatan, mengusir

Hindu, Nasrani dan Peranggi dari Blambangan” (Pramoedya, 1995: 364).

  Hal ini membentuk suatu gambaran Islam melalui perilaku dan sikap dari penganutnya maupun ajarannya. Islam digunakan sebagai pembenaran dalam merebut atau menguasai suatu daerah.

  Dalam novel Arus Balik, Pram juga membuat suatu benturan yang terjadi antara agama Hindu-Buddha dan agama Islam sebagai citraan agama Hindu-Buddha dan agama Islam. Ini dipaparkan melalui alur dan dialog-dialog antartokoh yang menjurus pada bentrokkan idealis agamanya masing-masing. Di sini, terlihat bagaimana superiornya Islam dan bagaimana Islam sebagai ajaran yang paling mulia mengizinkan umatnya menumpas umat agama lain, serta bagaimana keegoisan Islam untuk mengislamkan Nusantara.

  Hal inilah yang menjadi ketertarikan penulis untuk mengangkat novel Arus

  

Balik dengan gambaran agama yang ada di dalamnya sebagai objek kajian. Penulis

  akan mengkaji bagaimana tindak laku para penganut agama serta benturan antara agama Hindu-Buddha dan agama Islam yang secara tidak langsung memberi gambaran atau citra mengenai agama Hindu-Buddha dan agama Islam.

  Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan strukturalisme genetik yang dikemukakan dan dikembangkan oleh Lucian Goldmann. Ratna menjelaskan bahwa strukturalisme genetik dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis strukturalisme murni, analisis terhadap unsur-unsur intrinsik. Dibanding strukturalisme murni, strukturalisme genetik melangkah lebih jauh dari karya, yaitu ke struktur sosial (Ratna, 2004: 121) Jadi, strukturalisme genetik meneliti struktur teks tidak secara egois mematikan unsur-unsur lain yang ada di dalamnya, akan tetapi analisis lebih pada struktur kemaknaan dari persesuaian karya tersebut dengan struktur sosial yang ada di dalamnya.

  Dalam hal ini, analisis struktur yang akan dikaji oleh penulis adalah alur cerita Arus Balik. Hal ini dikarenakan alur ceritalah yang sangat potensial menggambarkan benturan agama yang secara tidak langsung juga membentuk citra agama Hindu-Buddha dan agama Islam. Penulis juga akan memberi gambaran keadaan atau kehidupan keagamaan di Nusantara, khususnya di Jawa pascaruntuhnya Majapahit sebagai struktur sejarah dan kelas-kelas sosial dalam konsep strukturalisme genetik. Sedangkan, struktur sosial yang akan dianalisis dari novel Arus Balik adalah agama melalui citra agama Hindu-Buddha dan agama Islam yang ada dalam novel

  

Arus Balik . Citra ini digambarkan melalui benturan yang terjadi antara agama Hindu-

  Buddha dan agama Islam serta perilaku atau sikap dari masing-masing penganut agamanya dalam novel Arus Balik.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, maka masalah-masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

  1.2.1 Bagaimanakah unsur alur yang ada dalam novel Arus Balik?

  1.2.2 Bagaimanakah situasi kehidupan keagamaan dalam masa keruntuhan Majapahit?

  1.2.3 Bagaimana citra agama Hindu-Buddha dan agama Islam dalam novel Arus Balik?

  1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut .

  1.3.1 Menganalisis dan mendeskripsikan bagaimana alur dari novel Arus Balik .

  1.3.2 Mendeskripsikan bagaimana situasi kehidupan keagamaan dalam masa runtuhnya Majapahit.

  1.3.2 Menganalisis dan mendeskripsikan bagaimana citra agama Hindu- Buddha dan agama Islam dalam novel Arus Balik.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1.4.1 Dalam dunia sastra, khususnya sastra Indonesia, penelitian ini dapat menambah khazanah kritik sastra, khususnya kritik sastra strukturalisme genetik.

  1.4.2 Dari segi praktis, penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan apresiasi kesusastraan Indonesia khususnya novel sejarah Arus

  Balik.

  1.4.3 Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi pembaca sastra untuk meninjau kembali fenomena sejarah dalam novel-novel sejarah yang ada di Indonesia.

  1.4.4 Penelitian ini juga dapat menjadi referensi studi sejarah, khususnya sejarah perkembangan agama Hindu-Buddha dan agama Islam di Indonesia pascaruntuhnya Majapahit.

1.5 Tinjauan Pustaka

  Novel ini pernah diresensi oleh Christanty (2003) dengan judul Arus Balik

  

dalam Hidup Pramoedya Ananta Toer . Dalam tulisannya, Christanty berusaha

  melihat kelemahan-kelemahan yang ada dalam novel Arus Balik, di antaranya adalah novel ini bertolak dari kota pelabuhan Tuban, yang tak sebanding dengan kebesaran Majapahit apalagi Sriwijaya. Novel ini seolah mengatakan seluruh perubahan iklim modal dan politik Nusantara bertumpu pada sebuah kota kadipaten. Di samping itu, Pram selaku penulis hanya melebih-lebihkan kejayaan Majapahit sebagai kerajaan laut terbesar di Nusantara dengan menyampingkan kejayaan kerajaan Sriwijaya yang lebih berjaya di atas laut dari pada Majapahit. ( www.forums.apakabar.com ).

  Di samping itu, ada sebuah penulisan skripsi yang mengkaji novel Arus Balik sebagai bahan penelitiannya. Krisnanto (2005) dengan judul skripsi Aspek-Aspek

  

Sejarah dalam Novel Arus Balik Karya Pramoedya Ananta Toer, Suatu Tinjauan

Historis memfokuskan penelitiannya dengan menganalisis struktur novel dan mencari

  keterkaitan antara sejarah yang terjadi pada novel dengan fakta sejarah yang terjadi di Nusantara pada abad XV-XVI Masehi (www.digilib.upi.com).

  Sejauh pengamatan penulis, belum ada yang menganalisis novel Arus Balik dengan benturan dan sikap para penganut agama Hindu-Buddha dan Islam yang secara tidak langsung membentuk citra agama Hindu-Buddha dan agama Islam dalam novel ini sebagai objek kajiannya. Hal inilah yang membuat penulis menganalisis citra agama Hindu-Buddha dan agama Islam dalam novel Arus Balik.

1.6 Landasan Teori

  Dalam hal pengambilan teori untuk penelitian ini, penulis hanya menggunakan teori sebagai kerangka berpikir, bukan sebagai dasar dalam memecahkan rumusan masalah. Teori tersebut, yaitu teori struktural dan teori alur, teori strukturalisme genetik, konsep citra, agama, agama Hindu-Buddha, agama Hindu, agama Buddha, agama Islam, dan citra agama.

1.6.1 Teori Struktural dan Teori Alur

  Dalam upaya melakukan penelitian yang menggunakan kajian strukturalisme genetik, maka penulis harus terlebih dahulu melakukan analisis struktural. Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semenditel dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984 : 135).

  Pradopo juga menambahkan bahwa, novel merupakan sebuah struktur. Struktur di sini dalam arti bahwa novel itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik dan saling menentukan. Oleh karena itu, unsur-unsur dalam novel bukan hanya berupa kumpulan atau tumpukan hal-hal yang berdiri sendiri melainkan hal yang saling terkait, saling berkaitan dan saling bergantung (Pradopo, 1987 : 18).

  Pendapat itu telah diperkuat oleh pendapat Sudjiman yang mengatakan bahwa antara tokoh, alur dan latar dan tema itu saling kait-mengait. Unsur-unsur itu tidak bisa berdiri sendiri. Ada interaksi antara unsur-unsur itu (Sudjiman, 1988 : 40).

  Dalam analisis struktur dari novel Arus Balik, penulis memfokuskan penelitiannya hanya pada analisis alur yang ada dalam novel Arus Balik. Hal ini dikarenakan alur ceritalah yang sangat potensial menggambarkan peristiwa benturan antara agama Hindu-Buddha dan agama Islam. Lalu, penulis akan menganalisis struktur sosial teksnya yang berupa citra agama lama (Hindu-Buddha) dan agama Islam yang ada dalam novel Arus Balik.

1.6.1.2 Alur

  Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.

  Istilah alur dalam hal ini sama dengan istilah plot maupun struktur cerita (Aminuddin, 1991 : 83).

  Sudjiman (1988: 30) menambahkan jika alur merupakan peristiwa-peristiwa yang diurutkan untuk membangun tulang punggung cerita. Peristiwa-peristiwa tidak hanya meliputi yang bersifat fisik seperti cakapan/ lakuan, tetapi juga termasuk perubahan sikap tokoh yang merubah jalan nasib.

  Semua peristiwa yang terjadi dalam sebuah teks sastra tidak selalu dimasukkan dalam tahapan alur, hanya peristiwa-peristiwa yang potensial yang dapat menjalankan sebuah alur cerita saja. Peristiwa-peristiwa ini juga disebut dengan peristiwa penting. Peristiwa penting adalah kejadian-kejadian yang mempengaruhi gerak sebuah alur cerita. Dalam sebuah teks sastra, peristiwa penting ini berkembang dengan sifat yang saling terkait sehingga menciptakan sebuah alur cerita. Untuk menganalisis sebuah alur cerita, maka yang harus dirurut dan dianalisis hanya kejadian-kejadian yang termasuk dalam peristiwa penting saja.

  Alur sebuah cerita bagaimanapun tentulah mengandung unsur urutan waktu, baik dikemukakan secara eksplisit maupun emplisit. Jadi, alur memiliki tahapan- tahapan yang berisi peristiwa-peristiwa penting yang terurut menurut unsur waktu yang ada dalam cerita tersebut.

  Menurut Nurgiyantoro (2007: 149), tahapan alur dapat dibagi menjadi lima tahapan, yaitu (1) tahap situation atau tahap penyituasian, (2) tahap generating

  

circumstances atau tahap pemunculan topik, (3) tahap rising action atau tahap

  peningkatan konflik, (4) tahap climax atau tahap klimaks, dan (5) tahap denouement atau tahap penyelesaian.

  Tahap penyituasian adalah tahapan yang berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembuka cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandasi cerita yang akan dikisahkan pada tahap bertikutnya (Nurgiyantoro, 2007: 149).

  Tahap pemunculan konflik adalah tahapan munculnya konflik. Konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. Tahap peningkatan konflik merupakan tahapan ketika konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencengkam dan menegangkan (Nurgiyantoro, 2007: 149).

  Tahap klimaks merupakan tahapan ketika konflik yang terjadi mencapai titik intensitas puncak. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks. Tahap penyelesaian adalah tahapan konflik yang telah memasuki babak penyelesaian atau ketegangan dikendorkan. Dalam tahap ini, konflik-konflik yang lain atau konflik-konflik tambahan (jika ada) diberi jalan keluar atau ceritanya diakhiri (Nurgiyantoro, 2007: 150).

1.6.2 Strukturalisme Genetik

  Menurut Ratna (2004: 121), strukturalisme genetik dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis strukturalisme murni, analisis terhadap unsur-unsur intrinsik. Dibanding strukturalisme murni, strukturalisme genetik melangkah lebih jauh dari karya, yaitu ke struktur sosialnya. Faruk (1994: 19) menambahkan bahwa strukturalisme genetik menganggap struktur karya sastra merupakan struktur kemaknaan, artinya karya sastra berkaitan dengan usaha manusia memecahkan persoalan-persoalannya dalam kehidupan sosial yang nyata.

  Strukturalisme genetik dikembangkan oleh sosiolog Perancis, Lucian Goldmann atas dasar ilmu sastra seorang Marxis lain yang terkenal, Georg Lukacs.

  Secara definitif, strukturalisme genetik adalah analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya. Meskipun demikian, sebagai teori yang telah teruji validitasnya, strukturalisme genetik masih ditopang beberapa konsep yang tidak dimiliki oleh teori sosial yang lain, misalnya ; Simetri atau Homologi, kelas-kelas sosial, subjek transindividual, dan pandangan dunia (Ratna, 2004 : 123).

  Konsep homologi dipinjam melalui kekayaan biologi, dengan asumsi persamaan struktur sebab diturunkan melalui organisme primitif yang sama. Dalam strukturalisme genetik, homologi memiliki implikasi dengan hubungan bermakna antara struktur literer dengan struktur sosial. Untuk memahami konsep kelas-kelas sosial, strukturalisme genetik menganggap kelas sebagai salah satu indikator untuk membatasi kenyataan sosial yang dimaksudkan oleh pengarang, sehingga peneliti memfokuskan perhatiannya semata-mata terhadap kelompok yang dimaksudkan.

  Sejajar dengan konsep kelas-kelas sosial, Goldmann juga mengintroduksi konsep transindividual. Transindividual menampilkan pikiran-pikiran individu tetapi dengan struktur mental kelompok. Konsep pandangan dunia juga dijelaskan oleh Goldmann. Menurutnya, pandangan dunialah yang memicu subjek untuk mengarang.

  Identifikasi pada dunia juga dianggap sebagai salah satu ciri keberhasilan suatu karya. Dengan kalimat lain, mengetahui pandangan dunia suatu kelompok tertentu berarti mengetahui kecendrungan suatu masyarakat, sistem ideologi yang mendasari perilaku sosial sehari-hari (Ratna, 2004: 126).

  Teeuw menambahkan strukturalisme genetik berasumsi bahwa karya sastra dapat diterangkan melalui strukturnya dengan varian dari homologi atau persesuaiannya dengan struktur sosial (Teeuw, 1984: 153). Dengan konsep pandangan dunia yang ada dalam strukturalisme genetik, peneliti dapat membandingkan pandangan dunia yang ada dengan data-data dan keadaan sosial masyarakat yang ada dalam karya tersebut. Karya sastra dapat dipahami asal terjadinya (genetic) dari latar belakang sosial tertentu. varian strukturalisme Goldmann disebut strukturalisme genetik yang menerangkan karya sastra dari homologi atau persesuaiannya dengan struktur sosial (Teeuw, 1984: 153).